Anda di halaman 1dari 41

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Pada berbagai bidang khususnya dalam kehidupan berorganisasi,

sumber daya manusia merupakan salah satu unsur terpenting di setiap

kegiatan yang ada didalamnya. Menurut Nawawi (2005), manusia merupakan

faktor keberhasilan dalam suatu organisasi. Organisasi membutuhkan adanya

sumber daya manusia yang potensial baik pemimpin maupun aparaturnya

pada pola tugas dan pengawasan yang merupakan penentu tercapainya

tujuan organisasi. Kepemimpinan mempunyai peran besar dalam hal

mempengaruhi orang lain dan mengarahkan pada pencapaian tujuan

organisasi. Apabila dihadapkan dengan pernyataan seperti ini, kebanyakan

orang pasti berfikir bahwa pemimpin yang efektif mempunyai sifat atau ciri-ciri

tertentu seperti kharismatik, memiliki pandangan kedepan, memiliki daya

persuasi, dan memiliki intensitas. Memang sifat-sifat seperti itu seharusnya

melekat pada diri setiap pemimpin.

Menurut Hasibuan (2007) Kepemimpinan adalah cara seseorang

memimpin mempengaruhi perilaku bawahannya agar mau bekerjasama dan

bekerja secara produktif untuk mencapai tujuan organisasi. Peran

kepemimpinan yang sangat strategis dan penting bagi pencapaian misi, visi

dan tujuan suatu organisasi, merupakan salah satu motif yang mendorong

manusia untuk selalu menyelidiki seluk-beluk yang terkait dengan

kepemimpinan. Kualitas dari pemimpin seringkali dianggap sebagai faktor

terpenting dalam keberhasilan atau kegagalan organisasi (Bass, 1990)

demikian juga keberhasilan atau kegagalan suatu organisasi baik yang

berorientasi bisnis maupun publik, biasanya dipersepsikan sebagai

1
keberhasilan atau kegagalan pemimpin. Begitu pentingnya peran pemimpin

sehingga isu mengenai pemimpin menjadi fokus yang menarik perhatian para

peneliti bidang perilaku keorganisasian. Dalam organisasi ada dua pihak yang

saling tergantung dan merupakan unsur utama dalam org anisasi yaitu

pemimpin sebagai atasan, dan pegawai sebagai bawahan (Mulyadi dan Rivai,

2009). Berhasil atau tidaknya suatu organisasi dalam mencapai tujuannya

tergantung pada tingkat keberhasilan dari tiap individu organisasi itu sendiri

dalam menjalankan tugas mereka diperlukan adanya sinergis antara Aparatur

Sipil Negara dengan pimpinan yang terlibat didalamnya dalam melaksanakan

tugasnya di organisasi tersebut serta adanya dorongan dari pimpinan dalam

pencapaian tujuan yang telah ditetapkan dalam rangka memberikan pelayan

terhadap publik yang optimal. Keberhasilan kantir dewan perwakilan rakyat

papua dalam memenuhi tugas pokoknya, pada dasarnya tidak dapat

mengenyampingkan peran dan fungsi Aparatur Sipil Negara, efektif tidaknya

pelaksanaan program organisasi tersebut. Kepemimpinan yang baik tentunya

sangat berdampak pada tercapai tidaknya tujuan dari organisasi karena

pemimpin memiliki pengaruh terhadap kinerja yang dipimpinnya. Itulah

sebabnya seorang pemimpin perlu mengadakan komunikasi aktif dengan para

pegawainya. Sikap pemimpin akan menentukan perkembangan tim dalam

organisasi instansi serta perkembangan yang dicapai yang pada akhirnya

akan mempengaruhi pencapaian kinerja para pegawainya.

Kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai

oleh seseorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan

tanggung jawab yang diberikan kepadanya (Mangkunegara, 2013).

Selanjutnya Wibowo (2014 berpendapat bahwa kinerja memiliki makna yang

sangat luas, bukan hanya menyatakan sebagai hasil kerja tetapi juga

bagaimana proses kerja itu berlangsung. Menurut Sutrisno (2011) kinerja juga

2
mencakup tentang bagaimana seseorang diharapkan dapat berfungsi dan

berperilaku sesuai dengan tugas yang telah dibebankan kepadanya serta

kuantitas, kualitas dan waktu yang digunakan dalam menjalankan tugas.

Sedangkan berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2010

menyebutkan bahwa salah satu langkah yang dilakukan oleh pemerintah

untuk meningkatkan kinerja pegawai dari sisi manajemen sumberdaya

manusia melalui reformasi birokrasi dalam rangka menciptakan birokrasi

pemerintah yang profesional dengan karakteristik adaptif, berintegritas,

berkinerja tinggi, bersih dan bebas korupsi, kolusi dan nepotisme, mampu

melayani publik, netral, sejahtera, berdedikasi, dan memegang teguh nilai-nilai

dasar dan kode etik aparatur negara.

Pimpinan kantor Sekertariat Dewan Perwakilan Rakyat Papua selalu

berupaya meningkatkan kinerja para bawahannya, namun disisi lain masih

terdapat kendala yang dihadapi, diantaranya yaitu masih ada aparatur yang

belum memahami tugas pokok dan fungsi yang diemban sehingga dapat

mempengaruhi hasil kerjanya, kurangnya inovasi yang dimiliki aparatur yang

berdampak pada hasil yang dicapai kurang maksimal, masih terdapat aparatur

yang kurang teliti dalam menyelesaikan tugas dan tanggung jawabnya yang

menyebabkan beberapa hasil kerjanya direvisi, serta kurangnya rasa

kerjasama yang dimiliki setiap aparatur yang menyebabkan pekerjaan tidak

dapat diselesaikan tepat waktu. Disisi lain permasalahan yang terjadi dari

faktor kepemimpinan itu sendiri dapat dilihat dari kurangnya kemampuan

pimpinan dalam menganalisis setiap permasalahan yang ditimbulkan, hal ini

menyebabkan hasil kerja yang dicapai kurang maksimal, selanjutnya pimpinan

kurang berani dalam menegur setiap bawahan yang membuat kesalahan,

sehingga bawahan selalu bekerja atas kemauannya sendiri, selain itu

kurangnya komunikasi dengan bawahan yang menyebabkan pimpinan tidak

3
pernah mendengarkan keluhan yang dimiliki setiap bawahan yang berdampak

pada kurang maksimalnya hasil pekerjaan yang dihasilkan oleh para

bawahan.

Jika beberapa hal di atas tidak segera diperbaiki, maka hal tersebut

akan menyebabkan dampak pada kurang maksimalnya hasil kerja yang

dicapai, serta kurang maksimalnya pelayanan terhadap masyarakat.

Berdasarkan hal tersebut, peneliti tertarik meneliti tentang Peran

Kepemimpinan dalam meningkatkan kinerja aparatur sipil negara pada kantor

dewan perwakilan rakyat papua.

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka perumusan masalah

dalam penelitian ini yaitu Apakah Peran Kepemimpinan Berpengaruh

Terhadap Kinerja Aparatur Sipil Negara Pada Kantor Dewan Perwakilan

Rakyat Papua?

C. TUJUAN PENELITIAN

Berdasarkan masalah pokok yang dikemukakan diatas, maka tujuan

penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis peran

Kepemimpinan dalam meningkatkan Kinerja Aparatur Sipil Negara Pada

Kantor Dewan Perwakilan Rakyat Papua.

D. MANFAAT PENELITIAN

Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai

berikut :

4
1. Bagi Instansi

Sebagai bahan masukan dan informasi bagi Kantor Dewan

Perwakilan Rakyat Papua dalam rangka merumuskan kebijakan yang

berkaitan dengan kepemimpinan, serta dalam rangka peningkatan kinerja

aparatur sipil negara.

2. Bagi Yang bersangkutan

Untuk meningkatkan pengetahuan penulis tentang kajian khususnya

yang berkaitan dengan masalah peran kepemimpinan dan kinerja aparatur

sipil negara.

3. Bagi Peneliti

Sebagai bahan masukan dan referensi bagi peneliti berikutnya yang

hendak melakukan kajian yang sama maupun yang searah dengan

penelitian ini.

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. PENELITIAN TERDAHULU

Beberapa penelitian telah dilakukan terkait dengan gaya kepemimpinan

dalam hubungannya dengan kinerja dapat diuraikan sebagai berikut :

1. Syamsu alam,aji ratna kusuma,hryonosusilo utomo (2016) dengan judul

penelitian peranan kepemimpinan camat dalam meningkatkan kinerja

pegawai di kantor camat sambuta kota samarinda, hasil penelitian

menunjukan bahwa peranan kepemimpinan camat sambutan kota

samarinda secaraaplikatif mampu meningkatkan kinerja pegawai. Hal

tersebut dapat di ketahui dari tindakan yang di lakukan camat dalam

melaksanakan tugas dan fungsinya,baik sebagai prngarah, motivator,

pelayanan masyarakat maupun dalam mengkordinasikan seluruh unit kerja

dalam rangka meningkatkankinerja.sehubungan dengan pelayananya

sebagai inivator dan fasilitator secara implementatif kurang optimal, karena

di hadapkan oleh berbagai kendala, di antaranya alokasi anggaran yang

terbatas dan sarana operasionalkurang memenuhi kebutuhan.

Keberhasilan tersebut karena di dukung oleh tingkat pendidikan dan

pengalaman kerja dari berbagai bidang atau unit kerja di pemerintahan

sehingga dapat di jadikan sebagai modal untuk menunjang fungsinya

sebagai camat. Kurang optimalnya peranan kepemimpinan camat dalam

meningkatkan kompetensi, kecakapan, keterampilan pegawai,

keterbatasanya alokasi anggaran untuk membiayai penyelengara tugas-

tugas pemerintah dan pelayanan dan perbedaankarakteristik ,sikap dan

6
perilaku serta komitmen pegawai dalam meningkatkan kinerja serta kurang

sedianya sarana dan prasarana operasional yang memadai.

2. TR Pabetta (2017) dengan judul penelitian peran kepemimpinan dalam

meningkatkan pada badan pendidikan dan pelatihan kabupaten kutai timur

hasil penelitian menunjukkan bahwa ketiga peran pimpinan yaitu Peran

yang bersifat interpersonal, Peran yang bersifat informasional, serta Peran

pengambilan keputusan secara umum sudah dilakukan dengan baik oleh

pimpinan pada Badan Pendidikan dan Pelatihan Kabupaten Kutai Timur,

hal ini terindikasi dari beberapa program dan kegiatan yang sudah

dilakukan dan prestasi yang dicapai oleh pegawai dalam menjalankan

setiap tugas dan fungsi mereka dalam lembaga, sehingga hal ini juga

berdampak pada peningkatan kinerja lembaga secara keseluruhan.

3. Angel Siregar (2019) dengan judul peran kepemimpinan dalam

peningkatan kinerja pegawai kantor camat sidikalang kabupaten dairi hasil

penelitian ini menunjukkan bahwa peran kepemimpinan Camat Sidikalang

Kabupaten Dairi sudah tergolong baik dalam hal sebagai perumus tujuan

visi, sebagai pemotivasi visi, pembangun tim kerja, pembangun struktur

personel, pembangun jaringan, sebagai wakil organisasi, pembuat

keputusan, pendelegasi tugas, pendeskripsian kerja, pemberi ganjaran

pada bawahan, dan sebagai pemberi informasi. Kinerja pegawai di Kantor

Kecamatan Sidikalang sudah tergolong baik dari aspek pengetahuan

tentang pekerjaan, kualitas kerja, adaptasi, kerjasama, dan tanggungjawab,

tetapi masih tergolong kurang dari aspek produktivitas, inisiatif pemecahan

masalah, dan kemampuan berkomunikasi. Kepemimpian Camat Sidikalang

Kabupaten Dairi sudah berperan dalam meningkatkan kinerja pegawai dari

aspek pengetahuan tentang pekerjaan, aspek kualitas kerja, aspek

adaptasi, aspek kerjasama, dan aspek tanggungjawab, tetapi masih kurang

7
berperan meningkatkan kinerja dari aspek produktivitas, aspek inisiatif

pemecahan masalah, dan aspek berkomunikasi. Disarankan pimpinan

perlu berupaya menciptakan motivasi dengan memberi pengakuan atau

pujian terhadap keberhasilan kerja pegawai sebagai bentuk motivasi positif.

Pimpinan perlu secara aktif memelihara jalur komunikasi dengan berupaya

mengembangkan kemampuan pegawai untuk berkomunikasi dengan

bahasa yang mudah dimengerti serta menghilangkan kekakuan bawahan

dalam berkomunikasi dengan atasan. Pimpinan perlu lebih meluangkan

waktu untuk memantau pelaksanaan pekerjaan, sehingga pegawai merasa

bahwa pimpinan membuat penilaian terhadap segala upaya yang dilakukan

dalam proses menyelesaikan pekerjaan walaupun dalam kondisi sulit.

B. KAJIAN TEORI

1. Kepemimpinan

a. Pengertian

Menurut Wahjosumidjo (2005) kepemimpinan di terjemahkan

kedalam istilah sifat- sifat, perilaku pribadi, pengaruh terhadap orang

lain, pola- pola, interaksi, hubungan kerja sama antarperan, kedudukan

dari satu jabatan administratif, dan persuasif, dan persepsi dari lain- lain

tentang legitimasi pengaruh. Miftah Thoha (2010) kepemimpinan adalah

kegiatan untuk memengaruhi perilaku orang lain, atau seni

memengaruhi perilaku manusia baik perorangan maupun kelompok.

Bass dan Avolio (1990) menyatakan bahwa kepemimpinan

transformasional tidak hanya mengakui kebutuhan bawahan, tetapi juga

berusaha meningkatkan kebutuhan tersebut dari tingkatan yang rendah

ke tingkatan yang lebih tinggi sampai ke tingkatan yang mapan. Dengan

demikian proses kepemimpinan transformasional dapat menghasilkan

kemampuan bawahan untuk memimpin diri mereka sendiri mengambil

8
tanggung jawab bagi tindakannya sendiri dan memperoleh imbalan

melalui kemandirian yang kuat.

Bass (1985) mendefinisikan kepemimpinan transformasional

sebagai pengaruh pemimpin atau atasan terhadap bawahan. Pada

prinsipnya kepemimpinan transformasional adalah memotivasi bawahan

untuk berbuat lebih baik dari apa yang bisa dilakukan dengan kata lain

dapat meningkatkan kepercayaan atau keyakinan diri bawahan. Pawar

dan Eastman (1997) menyatakan bahwa kharisma merupakan kunci

potensi strategi kepemimpinan. Sedangkan menurut Howell (1988)

menyatakan bahwa secara personal, kharisma tidak bekerja untuk

mengembangkan bawahan menjadi pemimpin. Pada kenyataannya

pemimpin kharismatik enggan memberi wewenang kepada

bawahannya, karena pemberian wewenang seperti itu dapat

mengancam kedudukan atau status kepemimpinan.

Timple (2000) mengartikan Kepemimpinan adalah proses

pengaruh sosial di dalam mana manajer mencari keikutsertaan

sukarela dari bawahan dalam usaha mencapai tujuan organisasi.

Dengan kepemimpinan yang dilakukan seorang pemimpin juga

menggambarkan arah dan tujuan yang akan dicapai dari sebuah

organisasi. Sehingga dapat dikatakan kepemimpinan sangat

berpengaruh bagi nama besar organisasi. Menurut Danim (2004)

kepemimpinan adalah setiap perbuatan yang dilakukan oleh individu

atau kelompok untuk mengkoordinasi dan memberi arah kepada individu

atau kelompok yang tergabung di dalam wadah tertentu untuk mencapai

tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.

Yamin dan Maisah (2010) kepemimpinan adalah suatu proses

mempengaruhi yang dilakukan oleh seseorang dalam mengelola

9
anggota kelompoknya untuk mencapai tujuan organisasi. Kepemimpinan

merupakan bentuk strategi atau teori memimpin yang tentunya

dilakukan oleh orang yang biasa kita sebut sebagai pemimpin.

Pemimpin adalah seseorang dengan wewenang kepemimpinannya

mengarahkan bawahannya untuk mengerjakan sebagian dari

pekerjaannya dalam mencapai tujuan.

Dari pendapat di atas dapat disimpulkan kepemimpinan

merupakan cara seorang pemimpin dalam mempengaruhi bawahan

dengan karakteristik tententu sehingga dapat mencapai tujuan yang

diinginkan. Faktor keberhasilan seorang pemimpin salah satunya

tergantung dengan teknik kepemimpinan yang dilakukan dalam

menciptakan situasi sehingga menyebabkan orang yang dipimpinnya

timbul kesadarannya untuk melaksanakan apa yang dikehendaki.

Dengan kata lain, efektif atau tidaknya seorang pemimpin tergantung

dari bagaimana kemampuannya dalam mengelola dan menerapkan pola

kepemimpinannya sesuai dengan situasi dan kondisi organisasi

tersebut.

b. Peranan Kepemimpinan

Menurut Suryanto, (2004) peranan (role) merupakan aspek

dinamis dari kedudukan (status). Artinya seseorang telah memenuhi

hak-hak dan kewajiban-kewajibannya sesuai dengan kedudukannya,

maka orang itu telah menjalankan peranannya. Paling sedikit peranan

mencakup 3 hak, yaitu :

1. Meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau tempat

seseorang dalam masyarakat;

2. Suatu konsep yang dapat dilakukan oleh individu dalam masyarakat;

dan

10
3. Peranan dapat dikatakan sebagai perilaku individu yang penting bagi

struktur sosial masyarakat.

Dari paparan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa peranan

merupakan suatu perilaku atau sikap yang dilakukan oleh seseorang

yang memiliki kedudukan dalam suatu organisasi. Ketiga keterampilan

tersebut berbeda-beda sesuai dengan tingkat kedudukan pimpinan

dalam organisasi. Menurut Robbins (2003) bahwa keterampilan

konseptual merupakan “kemampuan mental untuk menganalisis dan

mendiag-nosis situasi yang rumit“. Hal ini diperjelas oleh Wahjosumidjo

(2003) bahwa keterampilan konseptual meliputi : (1) Kemampuan

analisis; (2) Kemampuan berfikir rasional; (3) Ahli atau cakap dalam

berbagai macam konsepsi; (4) Mampu menganalisis berbagai kejadian,

serta mampu memahami berbagai kejadian; (5) Mampu mengantisipasi

perintah; dan (6) Mampu menganalisis problem-problem sosial.

Peranan kepemimpinan ada tiga bentuk yakni peranan yang

bersifat interpersonal, informasional dan peran dalam pengambilan

keputusan. Adapun hal tersebut dijelaskan sebagai berikut (Siagian

2002).

1. Peranan yang bersifat interpersonal berarti pemimpin dalam

organisasi merupakan simbol akan keberadaan organisasi. Pemimpin

memiliki tanggung jawab untuk memberikan motivasi dan arahan

kepada pegawainya dan seorang pemimpin memiliki peran sebagai

penghubung.

2. Peranan yang bersifat informasional menunjukkan bahwa pemimpin

dalam organisasi meiliki peran dalam memberi, menerima dan

menganalisa informasi.

11
3. Peran pemimpin dalam pengambilan keputusan berarti bahwa

pemimpin mempunyai peran sebagai penentu kebijakan yang akan

diambil berupa strategi dalam mengembangkan inovasi, mengambil

peluang dan bernegosiasi serta menjalankan usaha secara

konsisten.

c. Peran Pemimpin Birokrasi Dalam Memberikan Pelayanan

Pemimpin berdasarkan konsep teoritis sebagaimana yang telah

dikemukakan memiliki tanggumg jawab yang besar baik dalam suatu

birokrasi pemerintah maupun swasta. Dengan demikian peranan

pemimpin sangat penting dalam usaha mencapai tujuan suatu

organisasi, sehingga dapat dapat diketahui keberhasilan etau kegagalan

yang dialami, sebagian besar ditentukan oleh kualitas kepemimpinan.

Menurut Sinambela dalam Harbani Pasolong (2006), menyatakan

bahwa apapun tingkatan pemimpin birokrasi yang dimilki, pada

dasarnya tidak mengurangi tanggung jawabnya sebagai pemimpin yang

mempunyai peranan untuk memmberikan pelayanan terbaik untuk

masyarakat, karena dengan peranan pemimpin berusaha memberikan

pelayanan publik terbaik, itulah salah satu pemimpin untuk mencapai

tujuan dengan sebaik-baiknya. Salah satu peranan pemimpin dalam

meningkatkan pelayanan publik adalah; melalui pemotivasian bawahan.

Sartono dalam Harbani Pasolong (2004) menyebut 5 peran

kepemimpinan birokrasi yaitu :

1) Peran mempengaruhi, yaitu pemimpin birokrasi harus dapat

memberikan pengaruh pada bawahannya, sehingga mau bekerja

sama dalam merealisasikan suatu program kerja. Pemimpin dapat

mengembangkan berbagai teknik untuk mempengaruhi bawahan,

dan inim sebernanya mudah bagi pemimpin birokrasi publik karena

12
kewenangan atasan sangat tinggi. Tetapi kalau hanya mengandalkan

kewengan semata-mata, juga tidak akan memberikan efek yang

berarti terhadap bawahan. Pemimpin birokrasi dapat memodifikasi

kewenangan dan keunggulan-keunggulan sifat yang dimiliki oleh

seorang pemimpin birokrasi.

2) Peran memotivasi, yaitu : berkaitan dengan pemberian dorongan

kepada pegawai untuk bekerja lebih giat. Hubungan pengaruh dan

motivasi adalah kalau peran mempengaruhi efektif, maka peran

memotivasi akan lebih mudah dilakukan. Sebaliknya jika pemimpin

tidak mampu menanamkan pengaruh terhadap bawahannya, maka

sulit baginya untuk melakukan motivasi. Dalam motivasi hendaknya

pemimpin memahami benar-benar karakter bawahan yang berbeda

kemampuan, pengetahuan, dan perilaku.

3) Peran antar pribadi, yaitu: peran stratejik pada peran antar pribadi

dalam kaitanya dengan kedudukannya sebagai pemimpin birokrasi,

adalah sebagai figur atau tokoh yang cukup dihargai. Pemimpin

harus menampilkan perilaku yang baik dan benar, seperti etos kerja

yang tinggi, disiplin, dan sikap positif lainnya. Pemimpin birokrasi

harus menempatkan diri sebagai penuntun, pemberdaya, dan

pendorong bagi bawahannya.

4) Peran informasional, yaitu peran informasional yang dimiliki seorang

pemimpin birokrasi sangat strategis, mengingat pemimpin birokrasi

adalah pemegang kunci, khususnya informasi tentang birokrasi yang

dipimpinnya. Kemampuan komunikasi sangat diperlukan oleh

seorang pemimpin agar dapat menjadi komunikator yang efektif.

Peran informasional adalah menjelaskan kepada bawahan

menyangkut rencana kebijakan-kebijakan, serta harapan peran, dan

13
instruksi tentang cara pekerjaan harus dilakukan, tanggung jawab

dari pada bawahan atau anggota tim, dan tujuan-tujuan kinerja dan

otorisasi rencana tindakan untuk mencapainya. Peran ini mempunyai

bentuk, seperti menjawab sebuah permintaan informasi, mengadakan

pertemuan untuk penjelasan kepada pendukung perkembangan-

perkembangan baru, membuat laporan, mengirim pesan elektronik,

menempatkan pesan-pesan pada pengumuman, mendistribusikan

laporan berkala, menelpon sesorang untuk meneruskan informasi

baru, dan menyampaikan dokumen-dokumen tertulis atau laporan

kepada orang-orang dengan jalan lain tidak menerimanya.

5) Peran pengambilan keputusan, yaitu pemimpin birokrasi sebagai top

manager khususnya, memiliki kewenangan mengambil keputusan.

Pengambilan keputusan merupakan pekerjaan manajerial yang

berarti memutuskan apa yang harus dilakukan, bagaimana

melakukannya, siapa yang melakukannya, dan kapan akan

dilakukan. Dalam hal ini menetapkan sasaran, prioritas, strategi,

struktur formal, alokasi sumber-sumber daya, tanggung jawab dan

pengaturan kegiatan. Tujuannya adalah untuk memastikan

pengorganisasian unit kerja yang efisien, koordinasi kegiatan-

kegiatan, penggunaan sumber daya secara efisien, serta adaptasi

kepada sebuah lingkungan yang berubah-ubah. Aspek yang paling

penting dari kebanyakan bentuk pengambilan keputusan adalah

memutuskan mengalokasikan sumbersumber daya diantara berbagai

sesuai dengan kepentingan relatifnya, termasuk perencanaan

pengembangan prosedur-prosedur untuk menghindari masalah-

masalah dan pengembangan prosedur untuk melakukan tanggapan

14
secara cepat dan efektif terhadap masalah-masalah krisis yang tidak

dapat dihindari.

d. Kepemimpinan Birokrasi Transaksional

Kepemimpinan birokrasi didasarkan pada keyakinan terhadap

legalitas pola-pola aturan normatiof dan hak yang di berikan kepada

penguasa berdasarkan pada aturan tersebut untuk melakukan perintah.

Kepemimpinan tradisional didasarkan pada keyakinan kuat terhadap

kebenaran tradisi-tradisi yang berlaku di limgkungannya,dan legitimasi

status kepemimpinan tradisional. Sementara kepemimpinan karismatik

didasrkan kepribadian seseorang yang berbeda dengan orang lain, yang

di warnai dengan sikap kepahlawanan atau keteladanan sehingga pola

aturan perintah tunduk terhadap kepemimpinannya.

Model kepemimpinan birokrasi, menurut Weber (1947), banyak

diterapkan dalam organisasi keagamaan, rumah sakit perusahan bisnis,

militer dan tentu saja instansi pemerintah.

Dampak positif dari model kepemimpinan birokrasi transaksional

ini terletak pada efisiensi didalam pelaksanaan kerja, karena

kejelasannya pembagian kerja sesuai dangan tugas pokok dan fungsi

masing-masing staf dalam organisasi, standarisasi pedoman dan aturan

kerja, dan konsistensi terhadap tata aturan yanga telah ditetapkan. Di

samping itu, kepemimpinan birokrasi transaksional juga menjamin

pencapaian tujuan dalam jangka pendek dan kemudahan dalam

pengawasan dan pengelolaan pegawai.

Dampak negatif dari model kepemimpinan birokrasi transaksional

adalah kepemimpinan yang berorientasi pada kekuasaan yang

hierarkhis, tidak adanya pemberdayaan pegawai dan pembagian

kewenangan dalam pengambilan keputusan, kondisi yang kurang

15
kondusif karena penerapan komunikasi Top-down dan formalitas

hubungan atasan dengan bawahan dan loyalitas berlebihan pada

pimpinan.

e. Kepemimpinan Birokrasi Transformasional

Pada dasarnya istilah transformasional bersal dari kata ``to

transform” yang berarti mentransformasikan atau mengubah sesuatu hal

menjadi berbeda dengan yang sebelumnya. Misalnya mentransformasi

visi menjadi kenyataan, misi menjadi program. Karena itu transformasi

mengandung makna sifat-sifat yang dapat mengubah sesuatu menjadi

bentuk lain misalnya motif berprestasi menjadi prestasi riil.

Dengan demikian kepemimpinan transformasional terdiri dari dua

kata, yaitu kepemimpinan dan transformasional. Kepemimpinan adalah

gaya (cara atau teknik=gaya) yang digunakan pemimpin dalam

mempengaruhi pengikut atau bawahannya dalam melakukan kerja sama

untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Sedangkan

transformasional adalah mengubah sesuatu hal menjadi bentuk lain.

Jadi kepemimpinan transformasional adalah merubah pengikut (SDM)

yang dipimpin ke arah pengembangan organisasi.

f. Kepemimpinan Dalam Organisasi

Dalam suatu organisasi diperlukan adanya seorang pemimpin

untuk mengatur dan bertanggung jawab atas jalannya suatu proses

dalam organisasi tersebut. Figur pemimpin yang baik adalah pemimpin

yang mampu memahami dan menyadari bahwa keteladanan yang

diberikannya, berdaya pengaruh jauh lebih hebat dibandingkan bila ia

hanya mengkhotbahkannya, dan bisa menjadi sebuah alat yang ampuh

dan efektif yang mampu menunjang kinerja organisasi untuk mencapai

tujuan yang telah ditetapkan.

16
Pemimpin yang berhasil adalah mereka yang memiliki wawasan

pribadi untuk tumbuh bersama organisasi dan mengubah pandangan

mereka sendiri, atau menyadari keterbatasan mereka dan

memungkinkan bentuk kepemimpinan yang lain muncul. Organisasi

yang terus berhasil akan memaksa pemimpin untuk memperhitungkan

bagaimana cara menumbuhkan proses yang tadinya dapat bekerja

dalam skala kecil dan dengan orang muda ke dalam proses yang

berfungsi dalam skala global dengan karyawan yang makin matang.

Untuk menciptakan dan menghidupkan suatu organisasi,

diperlukan suatu visi, keyakinan dan energi yang kuat. Diperlukan suatu

penilaian, kebajikan, dan ketrampilan dalam mengumpulkan kelompok-

kelompok orang yang besar untuk bersama-sama menjalankan proses

pada skala global dengan penduduk yang beragam secara geografis

dan usia. Satu hal yang semakin jelas dapat dilihat dari perkembangan

lembaga atau organisasi masa lampau menjadi bentuk baru

pemerintahan, dan kepemimpinan dituntut untuk dipelajari. Oleh karena

itu, pemimpin diharapkan memiliki karakteristik sebagai berikut :

a. Tingkat persepsi dan wawasan yang luar biasa terhadap realita dunia

dan terhadap diri mereka sendiri.

b. Tingkat motivasi yang luar biasa yang dapat menguatkan mereka

menghadapi pembelajaran dan perubahan yang terjadi

c. Kekuatan emosional untuk mengatasi kecemasan diri sendiri dan

orang lain

d. Kemauan dan kemampuan tunuk melibatkan orang lain dan menarik

partisipasi mereka untuk menyelesaikan suatu permasalahan

bersama.

17
e. Kemauan dan kemampuan untuk membagi kekuasaan dan control

menurut pengetahuan dan ketrampilan orang.

g. Perilaku Pemimpin

Berbagai riset menunjukkan bahwa tipe kepemimpinan sangat

bervariasi berdasarkan situasi yang dihadapi. Mengingat masing-masing

orang memiliki karakter yang berbeda-beda maka pola

kepemimpinannya juga akan berbeda pula. Kepemimpinan seseorang

akan dipengaruhi situasi bawahannya, iklim kerja dan jenis pekerjaan

yang ada. Menurut Davis and Strom (1999), membedakan gaya

kepemimpinan menjadi tiga jenis: 1. Pemimpin autokratik, 2. Partispatif

dan 3. Bebas kendali (free-rein). Dalam diri pemimpin autokratik

memusatkan perhatian pada kepuasan dirinya sendiri, dimana semua

keputusan diambil oleh pemimpin itu senfiri dan bawahan hanya

menerima perintah tanpa memberi alternatif pemecahan masalah.

Namun demikian pemimpin autokratik memiliki kelebihan yaitu

pengambilan keputusan dapat dilakukan dengan cepat tetapi pada

umumnya bawahan kurang dapat menerimanya karena tidak bisa

memperoleh kebebasan dalam memecahkan masalah yang ada.

Pemimpin partisipatif biasanya melakukan desentralisasi wewenang dan

dalam mengambil keputusan mengikutsertakan bawahan untuk

berpartisipasi menyumbangkan pemikirannya terhadap masalah yang

dihadapi oleh organisasi. Pemimpin dan kelompok merupakan unit

sosial yang utuh dalam melaksanakan semua kegiatan organisasi. Tipe

kepemimpinan bebas kendali mempunyai peran yang kecil dan

memberikan peluang kepada kelompok untuk menentukan pilihannya

sendiri dan pada umumnya mempunyai kecenderungan akan terjadinya

kekacauan. Timbul suatu pertanyaan dari tiga tipe kepemimpinan

18
tersebut mana yang paling efektif, hal ini tergantung dari situasi dan

kondisi yang ada dalam organisasi dan dari pengalaman pribadinya

pada saat menangani masalah.Menurut Yulk (1998) bahwa suasana

lapangan dapat mementukan perilaku kepemimpinan akan beorientasi

kemana untuk menghasilkan kinerja dan kepuasan kerja bawahannya.

Hersey dan Blanchard (1996) mengatakan bahwa tidak ada gaya

kepemimpinan yang sesuai bagi semua kondisi dalam suatu organisasi

tetapi gaya kepemimpinan akan sangat efektif apabila dapat

mengakomodasi lingkungannya (pengikut, atasan dan rekan kerjanya).

Tentunya seorang pemimpin harus mempunyai kewibawaan, kekuasaan

untuk memerintah orang lain dan mempunyai kewajiban serta tanggung

jawab terhadap apa yang telah mereka lakukan.

h. Indikator-Indikator Kepemimpinan

Menurut Siagian (2002), indikator-indikator yang dapat dilihat

adalah sebagai berikut :

a. Iklim saling mempercayai

Hubungan seorang pemimpin dengan bawahannya yang diharapkan

adalah suatu hubungan yang dapat menumbuhkan iklim/suasana

saling mempercayai. Keadaan seperti ini akan menjadi suatu

kenyataan apabila di pihak pemimpin memperlakukan bawahannya

sebagai manusia yang bertanggungjawab dan di pihak lain bawahan

dengan sikap mau menerima kepemimpinan atasannya.

b. Penghargaan terhadap ide bawahan

Penghargaan terhadap ide bawahan dari seorang pemimpin dalam

sebuah lembaga atau instansi akan dapat memberikan nuansa

tersendiri bagi para bawahannya. Seorang bawahan akan selalu

19
menciptakan ide-ide yang positif demi pencapaian tujuan organisasi

pada lembaga atau instansi dia bekerja.

c. Memperhitungkan perasaan para bawahan

Dari sini dapat dipahami bahwa perhatian pada manusia merupakan

visi manajerial yang berdasarkan pada aspek kemanusiaan dari

perilaku seorang pemimpin.

d. Perhatian pada kenyamanan kerja bagi para bawahan

Hubungan antara individu dan kelompok akan menciptakan harapan

bagi perilaku individu. Dari harapan-harapan ini akan menghasilkan

peranan-peranan tertentu yang harus dimainkan. Sebagian orang

harus memerankan sebagai pemimpin sementara yang lainnya

memainkan peranan sebagai bawahan. Dalam hubungan tugas

keseharian seorang pemimpin harus memperhatikan pada

kenyamanan kerja bagi para bawahannya.

e. Perhatian pada kesejahteraan bawahan

Seorang pemimpin dalam fungsi kepemimpinan pada dasarnya akan

selalu berkaitan dengan dua hal penting yaitu hubungan dengan

bawahan dan hubungan yang berkaitan dengan tugas. Perhatian

adalah tingkat sejauh mana seorang pemimpin bertindak dengan

menggunakan cara yang sopan dan mendukung, memperlihatkan

perhatian segi kesejahteraan mereka. Misalkan berbuat baik

terhadap bawahan, berkonsultasi dengan bawahan atau pada

bawahan dan memperhatikan dengan cara memperjuangkan

kepentingan bawahan. Konsiderasi sebagai perilaku kepemimpinan

yang berorientasi pada bawahan seringkali ditandai dengan perilaku

pemimpin yang cenderung memperjuangkan kepentingan bawahan,

memperhatikan kesejahteraan diantaranya dengan cara memberikan

20
gaji tepat pada waktunya, memberikan tunjangan, serta memberikan

fasilitas yang sebaik mungkin bagi para bawahannya.

Sedangkan menurut Kartono (2013) indikator kepemimpinan yaitu:

a. Kemampuan analitis

Kemampuan menganalisa situasi yang dihadapi secara teliti,

matang, dan mantap, merupakan prasyarat untuk suksesnya

kepemimpinan sesorang.

b. Keterampilan berkomunikasi

Dalam memberikan perintah, petunjuk, pedoman, nasihat,

seorang pemimpin harus menguasai teknik-teknik berkomunikasi.

c. Keberanian

Semakin tinggi kedudukan seseorang dalam organisasi ia perlu

memiliki keberanian yang semakin besar dalam melaksanakan tugas.

d. Kemampuan mendengar

Bisa untuk mendengarkan pendapat dari bawahan sehingga

bawahan tidak hanya diberi tugas saja akan tetapi dengarkanlah apa

pendapat dari bawahanya.

e. Ketegasan

Ketegasan dalam menghadapi bawahan dan menghadapi

ketidaktentuan sangat penting bagi seorang pemimpin.

2. Kinerja

a. Pengertian

Konsep kinerja pada dasarnya dapat dilihat dari dua sudut

pandang, yaitu kinerja pegawai dan kinerja organisasi. Kinerja pegawai

adalah hasil kerja perorangan dalam suatu organisasi, sedangkan

kinerja organisasi adalah totalitas hasil kerja yang dicapai suatu

21
organisasi. Kinerja pegawai dan kinerja organisasi memiliki keterkaitan

yang sangat erat. Tercapainya tujuan organisasi tidak bisa dilepaskan

dari sumber daya yang dimiliki oleh organisasi yang digerakkan atau

dijalankan oleh pegawai yang berperan aktif sebagai pelaku dalam

upaya mencapai tujuan organisasi. Atmosudirdjo (1997),

mengemukakan bahwa kinerja organisasi adalah sebagai efektivitas

organisasi secara menyeleruh untuk kebutuhan yang ditetapkan dari

setiap kelompok yang berkenaan melalui usaha-usaha yang sistematik

dan meningkatkan kemampuan organisasi secara terus menerus untuk

mencapai kebutuhannya secara eJournal Administrative Reform, efektif.

Nasucha (dalam Keban, 2004), mengemukakan bahwa kinerja

organisasi adalah sebagai efektivitas organisasi secara menyeluruh

untuk memenuhi kebutuhan yang ditetapkan dari setiap kelompok yang

berkenaan melalui usaha-usaha yang sistematik dan meningkatkan

kemampuan organisasi secara terus menerus mencapai kebutuhannya

secara efektif. Kinerja (performance) merupakan suatu konsep umum

yang digunakan untuk mengetahui efektifitas pelaksanaan kerja pegawai

sehingga dapat diaplikasikan dalam beragam setting organisasi,

termasuk pendidikan/sekolah.

Gibson (1999) mengartikan kinerja sebagai tingkat keberhasilan

dalam melaksanakan tugas dan kemampuan untuk mencapai tujuan

yang telah ditetap-kan. Menurut Mangkunegara (2007) bahwa isitilah

kinerja dari kata-kata job performance atau actual performance (prestasi

kerja atau prestasi sesungguhnya yang dicapai oleh seseorang yaitu

hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang

pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab

yang diberikan padanya. Kinerja merupakan bentuk kegiatan yang

22
dilakukan pegawai. Kinerja pegawai merupakan apa yang

mempengaruhi seberapa banyak mereka memberi kontribusi kepada

organisasi. Perbaikan kinerja baik untuk individu maupun kelompok

menjadi pusat perhatian dalam upaya meningkatkan kinerja organisasi

(Mathis dan Jackson, 2002).

Sementara menurut Sedarmayanti (2009) bahwa Kinerja

merupakan terjemahan dari performance yang berarti prestasi kerja,

pelaksanaan kerja, pencapaian kerja, unjuk kerja atau penampilan kerja.

Kinerja merupakan hasil kerja yang bisa dicapai oleh seseorang atau

kelompok dalam organisasi bertujuan untuk mencapai tujuan organisasi

(Musriha, 2013).

Berdasarkan pengertian-pengertian kinerja dari beberapa

pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa kinerja merupakan hasil

kerja baik itu secara kualitas maupun kuantitas yang telah dicapai

pegawai, dalam menjalankan tugas-tugasnya sesuai dengan tanggung

jawab yang diberikan organisasi, dan hasil kerjanya tersebut

disesuaikan dengan hasil kerja yang diharapkan organisasi, melalui

kriteria-kriteria atau standar kinerja pegawai yang berlaku dalam

organisasi.

b. Tujuan Kinerja Pegawai

Tujuan kinerja pegawai menurut Rivai (2009) :

1. Untuk perbaikan hasil kinerja pegawai, baik secara kualitas ataupun

kuantitas.

2. Memberikan pengetahuan baru dimana akan membantu pegawai

dalam memecahan masalah yang kompleks, dengan serangkaian

aktifitas yang terbatas dan teratur, melalui tugas sesuai tanggung

jawab yang diberikan organisasi.

23
3. Memperbaiki hubungan antar personal pegawai dalam aktivitas kerja

dalam organisasi.

Menurut Gibson (1995) kinerja pegawai dipengaruhi oleh berbagai

faktor, antara lain :

1. Faktor individu, yaitu kemampuan dan keterampilan (mental dan

fisik), latar belakang (pengalaman, keluarga, dst), dan demografis

(umur, asal usul, dll).

2. Faktor organisasi, adalah sumber daya, kepemimpinan, imbalan

(kompensasi), struktur organisasi, dan diskripsi pekerjaan (job

description).

3. Faktor psikologis, ialah persepsi, sikap, kepribadian, pola belajar, dan

motivasi.

Dalam suatu organisasi pegawai dituntut untuk mampu

menunjukkan kinerja yang produktif, untuk itu pegawai harus memiliki

ciri individu yang produktif.

c. Faktor Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Pegawai

Terdapat beberapa pendapat yang mengenai faktor-faktor yang

mempengaruhi kinerja pegawai. Menurut Sugiono (2009) kinerja

pegawai dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu :

a) Kualitas Pekerjaan (Quality of Work)

Merupakan tingkat baik atau buruknya sesuatu pekerjaan yang

diterima bagi seorang pegawai yang dapat dilihat dari segi ketelitian

dan kerapihan kerja, keterampilan dan kecakapan.

b) Kuantitas Pekerjaan (Quantity of Work)

Merupakan seberapa besarnya beban kerja atau sejumlah pekerjaan

yang harus diselesaikan oleh seorang pegawai. Diukur dari

24
kemampuan secara kuantitatif didalam mencapai target atau hasil

kerja atas pekerjaan-pekerjaan baru.

c) Pengetahuan Pekerjaan (Job Knowledge)

Merupakan proses penempatan seorang pegawai yang sesuai

dengan background pendidikan atau keahlian dalam suatu pekerjaan.

Hal ini ditinjau dari kemampuan pegawai dalam memahami hal-hal

yang berkaitan dengan tugas yang mereka lakukan.

d) Kerjasama Tim (Teamwork)

Melihat bagaimana seorang pegawai bekerja dengan orang lain

dalam menyelesaikan suatu pekerjaan. Kerjasama tidak hanya

sebatas secara vertikal ataupun kerjasama antar pegawai, tetapi

kerjasama secara horizontal merupakan faktor penting dalam suatu

kehidupan organisasi yaitu dimana antar pimpinan organisasi dengan

para pegawainya terjalin suatu hubungan yang kondusif dan timbal

balik yang saling menguntungkan.

e) Kreatifitas (Creativity)

Merupakan kemampuan seorang pegawai dalam menyelesaikan

pekerjaannya dengan cara atau inisiatif sendiri yang dianggap

mampu secara efektif dan efisien serta mampu menciptakan

perubahan-perubahan baru guna perbaikan dan kemajuan

organisasi.

f) Inovasi (Inovation)

Kemampuan menciptakan perubahan-perubahan baru guna

perbaikan dan kemajuan organisasi.Hal ini ditinjau dari ide-ide

cemerlang dalam mengatasi permasalahan organisasi.

g) Inisiatif (initiative)

25
Melingkupi beberapa aspek seperti kemampuan untuk mengambil

langkah yang tepat dalam menghadapi kesulitan, kemampuan untuk

melakukan sesuatu pekerjaan tanpa bantuan, kemampuan untuk

mengambil tahapan pertama dalam kegiatan.

Pendapat lain dikemukakan oleh Mahmudi (2005), yaitu :

1. Faktor personal (Individu), meliputi : Pengetahuan, kemampuan,

kepercayaan diri, motivasi dan komitmen yang dimiliki oleh setiap

individu.Faktor kepemimpinan, meliputi : kualitas dalam memberikan

dorongan, semangat, arahan, dan dukungan yang diberikan pimpinan

atau team leader.

2. Faktor team, meliputi : kualitas dukungan dan semangat yang

diberikan oleh rekan satu tim, kepercayaan terhadap sesama

anggota tim, keserataan dan kekompakan anggota tim.

3. Faktor sistem, meliputi : sistem kerja, fasilitas kerja, atau infrastruktur

yang diberikan organisasi, proses organisasi dan kultur kerja dalam

organisasi.

Sedangkan menurut Harbani Pasolong (2010), faktor-faktor yang

mempengaruhi kinerja pegawai adalah sebagai berikut :

1) Kemampuan, yaitu kemampuan dalam suatu bidang yang

dipengaruhi oleh bakat, intelegensi (kecerdasan) yang mencukupi

dan minat.

2) Kemauan, yaitu kesediaan untuk mengeluarkan tingkat upaya yang

tinggi untuk tujuan organisasi.

3) Energi, yaitu sumber kekuatan dari dalam diri seseorang. Dengan

adanya energi, seseorang mampu merespon dan bereaksi terhadap

apapun yang dibutuhkan, tanpa berpikir panjang atau perhatian

26
secara sadar sehingga ketajaman mental serta konsentrasi dalam

mengelola pekerjaan menjadi lebih tinggi.

4) Teknologi, yaitu penerapan pengetahuan yang ada untuk

mepermudah dalam melakukan pekerjaan.

5) Kompensasi, yaitu sesuatu yang diterima oleh pegawai sebagai

balas jasa atas kinerja dan bermanfaat baginya.

6) Kejelasan tujuan, yaitu tujuan yang harus dicapai oleh pegawai.

Tujuan ini harus jelas agar pekerjaan yang dilakukan oleh pegawai

dapat terarah dan berjalan lebih efektif dan efisien.

7) Keamanan, yaitu kebutuhan manusia yang fundamental, karena

pada umumnya seseorang yang merasa aman dalam melakukan

pekerjaannya, akan berpengaruh kepada kinerjanya.

d. Indikator Kinerja Pegawai :

Menurut Keban (2004) dalam Pasolong (2010) pengukuran kinerja

pegawai penting dilakukan oleh instansi pelayanan publik. Dengan

mengetahui kelemahan dan kelebihan, hambatan dan dorongan, atau

berbagai faktor sukses bagi kinerja pegawai serta institusi maka

terbukalah jalan menuju profesionalisasi, yaitu memperbaiki kesalahan-

kesalahan yang dilakukan selama ini.

Terdapat berbagai teori mengenai indikator kinerja pegawai. Salah

satunya indikator kinerja pegawai Fadel (2009) mengemukakan

beberapa indikator yang digunakan untuk mengukur kinerja pegawai

yaitu :

a) Pemahaman atas tupoksi

Dalam menjalankan tupoksi, bawahan harus terlebih dahulu paham

tentang tugas pokok dan fungsi masing-masing serta mengerjakan

tugas sesuai dengan apa yang menjadi tanggung jawabnya.

27
b) Inovasi

Memiliki inovasi yang positif dan menyampaikan pada atasan serta

mendiskusikanya pada rekan kerja tentang pekerjaan.

c) Kecepatan kerja

Dalam menjalankan tugas kecepatan kerja harus diperhatikan

dengan menggunakan mengikuti metode kerja yang ada.

d) Keakuratan kerja

Tidak hanya cepat, namun dalam menyelesaikan tugas karyawan

juga harus disiplin dalam mengerjakan tugas dengan teliti dalam

bekerja dan melakukan pengecekan ulang.

e) Kerjasama

Kemampuan dalam bekerjasama dengan rekan kerja lainya seperti

bisa menerima dan menghargai pendapat orang lain.

Selain pendapat para ahli, pemerintah memiliki indikator kinerja

pegawai yaitu dalam Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang

penilaian pelaksanaan pekerjaan PNS. Indikator tersebut adalah :

a. Kesetiaan, yaitu tekat dan kesanggupan untuk menaati,

melaksanakan, dan mengamalkan sesuatu yang ditaati dengan

penuh kesabaran dan tanggungjawab.

b. Prestasi kerja, yaitu hasil kerja yang dicapai pegawai dalam

melaksanakan tugas yang diberikan kepadanya.

c. Tanggung jawab, yaitu kesanggupan pegawai dalam melakukan

pekerjaan yang diserahkan kepadanya dengan sebaik-baiknya dan

tepat waktu, serta berani menanggung resiko atas keputusan yang

telah diambil.

28
d. Ketaatan, yaitu kesanggupan pegawai untuk menaati segala

peraturan perundang-undangan dan peraturan kedinasan yang

berlaku.

e. Kejujuran, yaitu ketulusan hati pegawai dalam melaksanakan dan

kemampuan untuk tidak menyalahgunakan wewenang yang

diembannya.

f. Kerjasama, yaitu kemampuan pegawai untuk bekerjasama dengan

orang lain dalam melakukan tugasnya.

g. Prakarsa, yaitu kemampuan pegawai untuk mengambil keputusan

langkah-langkah atau melaksanakan semua tindakan yang

diperlukan dalam melaksanakan tugas pokok tanpa menunggu

perintah dari atasan.

h. Kepemimpinan, yaitu kemampuan untuk mempengaruhi orang lain

sehingga dapat diarahkan secara maksimal untuk melaksanakan

tugas.

C. KERANGKA PIKIR

Organisasi membutuhkan adanya sumber daya manusia yang potensial

baik pemimpin maupun aparaturnya pada pola tugas dan pengawasan yang

merupakan penentu tercapainya tujuan organisasi. Kepemimpinan

mempunyai peran besar dalam hal mempengaruhi orang lain dan

mengarahkan pada pencapaian tujuan organisasi. Peran kepemimpinan yang

sangat strategis dan penting bagi pencapaian misi, visi dan tujuan suatu

organisasi, merupakan salah satu motif yang mendorong manusia untuk

selalu menyelidiki seluk-beluk yang terkait dengan kepemimpinan. Kualitas

dari pemimpin seringkali dianggap sebagai faktor terpenting dalam

keberhasilan atau kegagalan organisasi (Bass, 1990) demikian juga

29
keberhasilan atau kegagalan suatu organisasi baik yang berorientasi bisnis

maupun publik, biasanya dipersepsikan sebagai keberhasilan atau kegagalan

pemimpin. Kepemimpinan yang baik tentunya sangat berdampak pada

tercapai tidaknya tujuan dari organisasi karena pemimpin memiliki pengaruh

terhadap kinerja yang dipimpinnya. Itulah sebabnya seorang pemimpin perlu

mengadakan komunikasi aktif dengan para pegawainya. Sikap pemimpin

akan menentukan perkembangan tim dalam organisasi instansi serta

perkembangan yang dicapai yang pada akhirnya akan mempengaruhi

pencapaian kinerja para pegawainya. Untuk mengukur hal tersebut, indikator

yang digunakan dalam penelitian ini menurut Kartono (2013) yaitu

kemampuan analitis, keterampilan berkomunikasi, keberanian, kemampuan

mendengar dan ketegasan.

Sedangkan variabel kinerja aparatur sipil negara dengan indikator

menurut Fadel (2009), yakni Pemahaman atas tupoksi, Inovasi, Kecepatan

kerja, Keakuratan kerja, Kerjasama. Untuk lebih jelas mengenai penelitian ini,

maka dapat dilihat melalui gambar berikut ini :

Gambar 2.1

Kerangka Pikir

Kepemimpinan Kinerja ASN


(X) (Y)
1. Kemampuan Analitis, 1. Pemahaman atas tupoksi,
2. Keterampilan Berkomunikasi, 2. Inovasi,
3. Keberanian, 3. Kecepatan kerja,
4. Kemampuan Mendengar Dan 4. Keakuratan kerja, dan
5. Ketegasan 5. Kerjasama
Sumber : Kartono (2013) Sumber : Fadel (2009)

Sumber data: Kreasi Penulis, 2022

30
D. HIPOTESIS

Hipotesis adalah suatu pernyataan tentang parameter suatu populasi

atau merupakan suatu anggapan / pendapat untuk menjelaskan suatu fakta

atau yang dipakai sebagai dasar bagi suatu penelitian. Untuk itu maka,

hipotesis dalam penelitian ini yaitu Diduga bahwa Kepemimpinan berpengaruh

terhadap Kinerja Aparatur Sipil Negara pada Kantor Distrik Jayapura Selatan.

31
BAB III

METODE PENELITIAN

A. JENIS PENELITIAN

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif yaitu metode yang

memberikan penjelasan untuk melihat pengaruh antara variabel

kepemimpinan terhadap kinerja Aparatur Sipil Negara pada Kantor Distrik

Jayapura Selatan Kota Jayapura.

B. LOKASI PENELITIAN

Adapun lokasi penelitian tempat penulis mengumpulkan data adalah di

Kantor Dewan Perwakilan Rakyat Papua.

C. JENIS DAN SUMBER DATA

Jenis dan Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari

data primer dan data sekunder.

1. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh dengan melakukan

pengamatan langsung di lapangan, melakukan wawancara dengan pihak

terkait, serta pengisian kuesioner oleh Aparatur Sipil Negara Kantor Distrik

Jayapura Selatan Kota Jayapura.

2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari arsip data/berbagai

laporan instansi dan berbagai literatur, baik berupa buku yang memuat

teori-teori, hasil penelitian terdahulu, internet, serta data-data yang

disediakan oleh instansi yang relevan dengan teori yang dibahas.

32
D. POPULASI DAN SAMPEL

1. Populasi

Populasi merupakan keseluruhan dari subyek yang akan diteliti.

Populasi dalam penelitian ini adalah keseluruhan Aparatur Sipil Negara

pada Kantor Distrik Jayapura Selatan Kota Jayapura sebanyak 31 orang.

2. Sampel

Sampel adalah sebagian dari populasi yang dipilih dengan teknik

tertentu untuk mewakili. Menurut Arikunto (1997) mengatakan bahwa

apabila subjeknya kurang dari 100, lebih baik diambil semuanya sehingga

penelitiannya merupakan penelitian populasi. Selanjutnya jika subjeknya

besar dapat diambil antara 10-15% atau 20-25%. Berdasarkan pendapatan

tersebut maka yang merupakan sampel penelitian adalah keseluruhan dari

populasi yaitu sebanyak 31 orang Aparatur Sipil Negara.

E. METODE PENGUMPULAN DATA

Ada beberapa teknik yang digunakan penulis dalam mengumpulkan

data yang dibutuhkan dalam penelitian ini, yaitu sebagai berikut :

1. Wawancara (interview)

Teknik pengumpulan data dengan wawancara adalah memberikan

pertanyaan-pertanyaan secara lisan kepada narasumber dan dijawab

secara lisan.

2. Pengamatan (observasi)

Teknik pengumpulan data dengan pengamatan adalah

mengumpulkan data dengan cara melihat langsung lokasi penelitian

sehingga dapat diketahui secara pasti hal-hal terjadi di lapangan.

33
3. Studi Kepustakaan (Library Research)

Teknik ini dilakukan dengan cara mengumpulkan data-data melalui

buku-buku atau dokumen-dokumen yang ada hubungannya dengan

penelitian ini.

4. Kuisioner

Teknik pengumpulan data ini dilakukan dengan cara membagikan

sejumlah pertanyaan melalui angket yang akan diisi oleh responden sesuai

dengan kenyataan yang ada. Untuk mengukur sikap, pendapat, dan

persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial maka

digunakan skala Likert. Jawaban setiap item indikator pertanyaan atau

pernyataan akan diberi skor sesuai tingkatan jawaban, yaitu :

1. Sangat Setuju :5

2. Setuju :4

3. Kurang Setuju :3

4. Tidak Setuju :2

5. Sangat Tidak Setuju : 1

F. ANALISA DATA

1. Analisa Kualitatif

Adapun analisa kualitatif yang digunakan dalam penelitian ini adalah

analisa kualitatif deskriptif yaitu alat analisa yang digunakan untuk

membuktikan suatu kebenaran data, dengan merujuk pada landasan

teoritis dan data-data yang telah diperoleh.

2. Analisa Kuantitatif

Analisa kuantitatif adalah analisa data dalam bentuk angka-angka

atau jumlah untuk menjawab masalah-masalah yang diangkat dalam

penulisan ini. Adapun analisis pengaruh kepemimpinan akan dinilai dari

34
kinerja aparatur sipil negara. Adapun rumus-rumus statistik inferensial yang

digunakan sebagai berikut :

a) Regresi Linier Sederhana

Regresi linier sederhana dalam penelitian ini digunakan untuk

mengetahui peran kepemimpinan DalamMeningkatkan kinerja Aparatur

Sipil Negara pada Kantor Dewan PerwakilanRakyat Papua. Maka

penulis menggunakan persamaan regresi linier sederhana, menurut

Dajan (1996):

Y=a+bX

Keterangan :

Y = Kinerja ASN

X = Kepemimpinan

α = Bilangan konstanta

β = Koefisien regresi x, yang menunjukkan besarnya peran

kepemimpinan dengan kinerja ASN

n = Jumlah tahun

b) Koefisien Korelasi (r)

Koefisien korelasi digunakan untuk mengetahui keeratan dan pola

hubungan antara kepemimpinan terhadap kinerja aparatur sipil negara.

Rumus koefisien korelasi :

n Σ Xy − ΣxΣy
Rumus r = √ n. Σx 2
− (Σx )2 x √n . Σy2 − (Σy )2

Keterangan :

r = Koefisien korelasi yang menyatakan besar kecilnya hubungan

kepemimpinan terhadap kinerja aparatur sipil negara

35
n = Jumlah periode atau jumlah data

x = Merupakan kepemimpinan, dalam hal ini merupakan variabel

bebas atau variabel independent

y = Merupakan kinerja aparatur sipil negara, dalam hal ini

merupakan variabel yang tergantung dari variabel lainnya atau

variabel dependen.

Besarnya koefisien korelasi (r ) antara dua macam variabel adalah

hal sampai dengan ± 1. apabila dua buah variabel mempunyai nilai r 2 =

0, berarti antara dua variabel tersebut tidak ada hubungan, sedangkan

apabila dua buah variabel mempunyai r = ± 1, maka dua buah variabel

tersebut mempunyai hubungan yang sempurna, dan arah hubungannya

dapat diketahui dari tanda “+” dan “-“ (positif dan minus) (Dajan, 1996).

c) Uji t (Parsial)

Uji statistik t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh

satu variabel penjelas/independen secara individual dalam

menerangkan variasi variabel dependen (Ghozali, 2006). Cara

melakukan uji t adalah sebagai berikut :

1. Membandingkan hasil besarnya peluang melakukan kesalahan

(tingkat signifikansi) yang muncul, dengan tingkat peluang munculnya

kejadian (probabilitas) yang ditentukan sebesar 5% atau 0,05 pada

output :

a. Apabila signifikansi > 0.05 maka keputusannya adalah menerima

H0 dan menolak Ha.

b. Apabila signifikansi < 0.05 maka keputusannya adalah menolak

Hipotesis awal dan menerima hipotesisi alternatif.

2. Membandingkan nilai statistik t hitung dengan nilai statistik t tabel :

36
a. Apabila nilai statistik thitung< nilai statistik tabel, maka Hipotesis awal

diterima.

b. Apabila nilai statistik thitung> nilai statistik tabel, maka Hipotetsis

ditolak.

G. DEFINISI OPERASIONAL

Definisi operasional adalah suatu definisi yang diberikan kepada suatu

variabel atau kontrak dengan cara memberikan arti, atau memspesifikasikan

kegiatan ataupun memberikan suatu operasional yang diperlukan untuk

mengukur konstruk atau variabel tersebut (Nazir, 2005). Berikut definisi

operasional :

1. Kepemimpinan merupakan suatu cara seorang pemimpin dalam

mempengaruhi bawahan dengan karakteristik tententu sehingga dapat

mencapai tujuan yang diinginkan yang diukur dengan menggunakan

indikator menurut Kartono (2013) yaitu kemampuan analitis, keterampilan

berkomunikasi, keberanian, kemampuan mendengar dan ketegasan.

2. Kinerja Aparatur Sipil Negara adalah kerja baik itu secara kualitas maupun

kuantitas yang telah dicapai pegawai, dalam menjalankan tugas-tugasnya

sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan organisasi, dan hasil

kerjanya tersebut disesuaikan dengan hasil kerja yang diharapkan

organisasi, melalui kriteria-kriteria atau standar kinerja pegawai yang

berlaku dalam organisasi yang diukur dengan menggunakan indikator

menurut Fadel (2009) yaitu pemahaman atas tupoksi, inovasi, kecepatan

kerja, keakuratan kerja dan kerjasama.

37
DAFTAR PUSTAKA

Bernard, M., Nurmala, N., Mariam, S., & Rustyani, N. (2018). Analisis

kemampuan pemecahan masalah matematis siswa SMP kelas IX pada materi

bangun datar. SJME (Supremum Journal of Mathematics Education), 2(2), 77-83.

Bahri, S., & Nisa, Y. C. (2017). Pengaruh pengembangan karir dan motivasi kerja

terhadap kepuasan kerja karyawan. Jurnal Ilmiah Manajemen Dan Bisnis, 18(1),

9-15.

Sutedjo, A. S., & Mangkunegara, A. P. (2013). Pengaruh Kompetensi dan

Motivasi Kerja terhadap Kinerja Karyawan di PT. Inti Kebun Sejahtera. BISMA

(Bisnis Dan Manajemen), 5(2), 120-129.

Wibowo, M., Al Musadieq, M., & Nurtjahjono, G. E. (2014). Pengaruh lingkungan

kerja terhadap kepuasan kerja karyawan (Studi pada karyawan PT.

Telekomunikasi Indonesia Tbk. Kandatel Malang) (Vol. 16). Brawijaya University.

Pabetta, T. R. (2017). Peran Kepemimpinan Dalam Meningkatkan Kinerja

Aparatur Sipil Negara Pada Badan Pendidikan Dan Pelatihan Kabupaten Kutai

Timur. Jurnal Administrative Reform, 5(1), 22-32.

Siregar, A., & Sinabutar, R. (2019). PENGARUH EFEKTIVITAS KOMITE AUDIT

TERHADAP KETEPATAN WAKTU PENYAMPAIAN LAPORAN KEUANGAN.

(Studi Empiris Pada Perusahaan Yang Terdaftar di IDX30 BEI Tahun 2016-

2018). Jurnal Ekonomis, 12(2), 3-21.

Muspawi, M. (2020). Strategi menjadi kepala sekolah profesional. Jurnal Ilmiah

Universitas Batanghari Jambi, 20(2), 402-409.

Curphy, GJ (1991). Evaluasi empiris teori kepemimpinan transformasional dan

transaksional Bass'(1985). Universitas Minnesota.

38
Bass, BM, & Avolio, BJ (1990). Mengembangkan kepemimpinan

transformasional: 1992 dan seterusnya. Jurnal pelatihan industri Eropa, 14(5).

Rowold, J. (2005). Kuesioner kepemimpinan multifaktor. Sifat psikometrik

terjemahan bahasa Jerman oleh Jens Rowold. Kota Redwood: Taman Pikiran.

González Casal, P. (2012). Evolusi membangun waktu antara tahun 1950 dan

2010: estudio de casos.

Abdullah, F., & Suryanto, L. (2004). Analisis Pengaruh rasio-rasio camel sebagai

penilaian tingkat kesehatan bank terhadap harga saham perusahaan perbankan

yang terdaftar di bursa efek jakarta. Jurnal Studi Manajemen Organisasi, 1(2), 1-

8.

Subyantoro, A. (2009). Karakteristik individu, karakteristik pekerjaan, karakteristik

organisasi dan kepuasan kerja pengurus yang dimediasi oleh motivasi kerja

(studi pada pengurus kud di Kabupaten Sleman). Jurnal manajemen dan

kewirausahaan, 11(1), 11-19.

Siagian, H. (2002). Pengaruh supervisi kepala ruang rawat inap, kemampuan,

motivasi dan imbalan tenaga perawat pelaksana terhadap kinerja tenaga perawat

pelaksana diruang rawat inap rsud sidoarjo (Doctoral dissertation, UNIVERSITAS

AIRLANGGA).

Pasolong, H. (2006). Teori Administrasi dan Kinerja Sektor Publik.

Kadir, A. (2015). Prinsip-Prinsip Dasar Rasionalisasi Birokrasi Max Weber Pada

Organisasi Perangkat Daerah Kota Kendari Provinsi Sulawesi Tenggara. JAKPP

(Jurnal Analisis Kebijakan & Pelayanan Publik), 40-54.

39
Koesmono, H. T. (2007). Pengaruh kepemimpinan dan tuntutan tugas terhadap

komitmen organisasi dengan variabel moderasi motivasi perawat rumah sakit

swasta Surabaya. Jurnal manajemen dan Kewirausahaan, 9(1), 30-40.

Ibrahim, R., Hasan, M. R., & Hamid, B. A. (2018). Takrif kepimpinan, Ciri-ciri

pemimpin dan motivasi untuk memimpin menurut sudut pandang pemimpin

wanita akar umbi. Jurnal Pengajian Umum Asia Tenggara, 19(1), 28-42.

Blanchard, KH, & Hersey, P. (1996). Ide-ide bagus ditinjau kembali. Pelatihan &

Pengembangan, 50(1), 42-48.

Salimar, S., Kartono, D., Fuada, N. F., & Setyawati, B. (2013). Stunting anak usia

sekolah di Indonesia menurut karakteristik keluarga. Penelitian Gizi dan Makanan

(The Journal of Nutrition and Food Research), 36(2), 121-126.

Atmosudirdjo, P. (1997). Membangun Visi dan Reorientasi Kinerja Aparatur

Daerah, Menjawab Tantangan Masyarakat Indonesia Baru. Manajemen

Pembangunan, 19.

Mayarni, M., & Minarni, A. (2015). Implementasi Peraturan Bupati Nomor 31

Tahun 2008 dalam Pengelolaan Pasar di Kecamatan Ujungbatu Kabupaten

Rokan Hulu (Doctoral dissertation, Riau University).

Agrawal, A., & Gibson, CC (1999). Pesona dan kekecewaan: peran masyarakat

dalam konservasi sumber daya alam. Perkembangan dunia, 27(4), 629-649.

Mathis, RL, & Jackson, JH (2002). Sumber daya manusia. Medika Salemba.

Sedarmayanti, S., & Rahadian, N. (2018). Hubungan budaya kerja dan

lingkungan kerja terhadap peningkatan kinerja pegawai pada lembaga

pendidikan tinggi. Jurnal Ilmu Administrasi: Media Pengembangan Ilmu Dan

Praktek Administrasi, 15(1), 63-77.

40
Musriha, M. (2013). Pengaruh kerjasama tim, lingkungan terhadap kepuasan

kerja dan prestasi kerja para pelinting rokok di Pabrik Rokok Kretek di Jawa

Timur, Indonesia.

Bahri, S., & Nisa, Y. C. (2017). Pengaruh pengembangan karir dan motivasi kerja

terhadap kepuasan kerja karyawan. Jurnal Ilmiah Manajemen Dan Bisnis, 18(1),

9-15.

Sepehrband, P., Mahmudi, R., & Khomamizadeh, F. (2005). Pengaruh

penambahan Zr terhadap perilaku penuaan paduan cor aluminium A319. Materi

skrip, 52(4), 253-257.

Pasolong, H. (2021). Kepemimpinan birokrasi.

Fadel, F., Karoui, KE, & Knebelmann, B. (2009). Nefritis lupus yang diinduksi

antibodi anti-CTLA4. Jurnal Kedokteran New England, 361(2), 211-212.

Butar, M. B. (2017). Hubungan perilaku asertif dengan kenakalan remaja pada

siswa SMP Negeri 6 Kota Tebing Tinggi. Jurnal PGSD FIP UNIMED, 7(4).

Edwards, G.D., Shinfuku, N., Gittelman, M., Ghozali, E.W., Haniman, F.,

Wibisono, S., ... & Rappe, P. (2006). Depresi pasca melahirkan di Surabaya,

Indonesia. Jurnal Internasional Kesehatan Mental, 35(1), 62-74.

Nazir, NA (2005). Kesesuaian budaya orang dan komitmen karyawan di bank.

Vikalpa, 30(3), 39-52.

Edwards, G.D., Shinfuku, N., Gittelman, M., Ghozali, E.W., Haniman, F.,

Wibisono, S., ... & Rappe, P. (2006). Depresi pasca melahirkan di Surabaya,

Indonesia. Jurnal Internasional Kesehatan Mental, 35(1), 62-74.

41

Anda mungkin juga menyukai