Ketentuan Mahar

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 5

TUGAS 1: STATUS WALI ‘ADAL DALAM PERKAWINAN DI INDONESIA

A. Pengertian Wali ‘Adal


Adanya wali dalam perkwinan atau pernikahan merupakan salah satu rukun dari
pernikahan, rukun merupakan bagian-bagian yang harus dijalankan dalam suatu ibadah jika tidak
terpenuhi salah satu diantar rukun tersebut maka ibadah tersebut tidak sah. Begitu pula dengan
ibadah pernikahan ini salah satu rukunnya ialah adanya wali, sejatinya wali nikah itu ada dua
yakni wali nasab dan wali hakim.
Adapun wali ‘adal adalah wali yang enggan atau menolak menjadi wali untuk
menikahkan anak perempuannya dan mempunyai alasan yang berlandaskan syariat Islam. Maka
kewaliannya dapat dipindahkan ke wali hakim dengan adanya penetapan dari Pengadilan Agama
yang sesuai dengan Kompilasi Hukum Islam (KHI) pasal 23 ayat 1 dan 2. Yang dimana isi dari
KHI pasal 23 ayat 1 dan 2 ini ialah.(1)Wali hakim baru dapat bertindak sebagai wali nikah
apabila wali nasab tidak ada atau tidak mungkin menghadirkannya atau tidak diketahui tempat
tinggalnya atau gaib atau adlal atau enggan.(2) Dalam hal wali adlal atau enggan maka wali
hakim baru dapat bertindak sebagai wali nikah setelah ada putusan pengadilan Agama tentang
wali tersebut.

B. Status Wali ‘Adal Dalam Pernikahan Di Indonesia


Status wali ‘adal di Indonesia merupakan sebagai pengganti apabila wali dari mempelai
perempuan yang akan menikah di Indonesia maupun di luar negeri, tidak mempunyai wali nasab
atau wali nasabnya tidak memenuhi syarat, atau mafqud (orang yang telah terputus
komunikasinya, sehingga keberadaannya tidak dapat dipastikan masih hidup atau wafat), atau
berhalangan, atau ‘adal, maka pernikahannya dilangsungkan oleh wali hakim.
Wali ‘adal merupakan wali yang enggan atau tidak memberikan ijin, menurut pasal 2 ayat
1 dan 2 peraturan Menteri Agama Nomor 30 Tahun 2005yang berbunyi: Wali hakim, adalah
Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan yang ditunjuk oleh Menteri Agama untuk bertindak
sebagai wali nikah bagi calon mempelai wanita yang tidak mempunyai wali. Hal ini
mengharuskan mengajukan permintaan wali ‘adal ke Pengadilan Agama, peraturan Menteri
Agama Nomor 30 Tahun 2005 merupakan solusi dan sebagai petunjuk teknis bagi calon
mempelai perempuan bila walinya enggan menjadi wali.
TUGAS 2: STATUS MAHAR DALAM PERNIKAHAN DI INDONESIA DAN ADAT
DAERAH

A. Status Mahar Dalam Pernikahan Di Indonesia


Dalam Islam sendiri status mahar adalah wajib hal ini dilandasi oleh firman Allah SWT

Qs AN-NISA Ayat 4: ‘’ Dan berikanlah maskawin (mahar) kepada perempuan (yang kamu
nikahi) sebagai pemberian yang penuh kerelaan. Kemudian, jika mereka menyerahkan kepada
kamu sebagian dari (maskawin) itu dengan senang hati, maka terimalah dan nikmatilah
pemberian itu dengan senang hati’’. Jadi status mahar dalam pernikahan adalah wajib, namun
tidak termasuk ke dalam rukun.

B. Status Mahar Dalam Pernikahan Di Adat Mandailing


Sedangkan status mahar dalam adat mandailing adalah wajib, namun hal ini bisa dibayar
dikemudian hari atau berhutang. Besaran mahar yang dikeluarkan merupakan hak dari mempelai
wanita tetapi minimalnya adalah sebesar 5 mayam.
Nama : Muhammad Daffa Maulana
NIM : 2330103034

TUGAS PERTAMA: STATUS WALI ADHAL DI INDONESIA

Wali adhal merupakan wali pengganti bagi calon mempelai perempuan, hal ini terjadi
karena wali nasab yang sah sesuai dengan ketentuan syarat syarat wali tidak diketahui kabarnya,
keberadaannya, atau ia berada di luar negeri dan tidak dapat kembali untuk menjadi wali bagi
anak perempuannya. Ataupun wali nasab yang masih ada memang tidak mau menjadi wali calon
mempelai wanita tersebut, dengan berbagai alasan yang dimliki wali dari keluarga mempelai
wanita.
Adapun dasar hukum yang dipakai dalam penanganan kasus nikah dan rujuk (wali adhal)
adalah UU No.1 tahun 1974 tentang Perkawinan pasal 2 ayat 1, pasal 13, pasal 14 ayat 1 dan
PMA No.30 tahun 2005 tentang Wali Hakim. Munculnya wali adhal berstatus sebagai pengganti
dari wali nasab yang tidak ada, proses permmohonan agar adanya wali adhal dapat dilayangkan
ke pengadilan agama setempat. Jadi status wali adhal di Indonesia boleh asalkan calon mempelai
wanita benar benar tidak mempunyai wali nasab yang lebih utama.
Pasal 2 Peraturan Menteri Agama Nomor 30 Tahun 2005 tentang Wali Hakim disebutkan
bahwa mengharuskan adanya restu atau ijin wali bagi calon mempelai perempuan yang akan
melangsungkan perkawinan. Adanya wali bagi perempuan merupakan persyaratan yang wajib
dipenuhi. Bila wali enggan memberikan ijin, menurut Pasal 2 Ayat 1 dan 2 Peraturan Menteri
Agama Nomor 30 Tahun 2005 mengharuskan meminta permohonan penetapan wali adhol di
Pengadilan Agama. Peraturan Menteri Agama No 30 Tahun 2005 merupakan solusi dan sebagai
petunjuk teknis bagi calon mempelai perempuan bila walinya enggan menjadi wali. Sedangkan
Pengadilan Agama merupakan instansi yang memutus permohonan tersebut. Putusan yang
dikeluarkan oleh Pengadilan Agama dapat dijadikan dasar untuk melengkapi persyaratan (wali)
perkawinan yang masih kurang.
TUGAS 2: STATUS MAHAR DALAM PERNIKAHAN DI INDONESIA DAN ADAT
DAERAH

Mahar adalah pemberian yang wajib dari calon mempelai laki laki untuk calon mempelai
perempuan yang sesuai dengan kesepakatan atau yang sudah di sepakati. Hukum mahar adalah
wajib karena merupakan syarat dalam nikah akan tetapi ada juga yang mengatakan rukun nikah.
Dalil pensyariatan mahar, Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an Surat An-Nisa ayat 4:
“Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan
penuh kerelaan.” Dalam penafsiran terhadap ayat ini menurut Al-Qurtubi berkata, “ Ayat ini
menunjukan bahwa pemberian mahar kepada istri wajib hukumnya. Ini adalah ijma ulama dan
tidak ada satupun dari mereka yang menentang pendapat ini.” (Abu Malik Kamal, 2007:175).
Pasal 30, menjelaskan bahwa bahwa calon mempelai pria wajib membayar mahar kepada
calon mempelai wanita yang jumlah, bentuk, dan jenisnya disepakati oleh kedua belah pihak
Pasal 31, menjelaskan bahwa penentuan mahar bedasarkan atas kesederhanaan dan kemudahan
yang dianjurkan oleh Islam. Pasal 32, menjelaskan bahwa mahar diberikan langsung kepada
calon mempelai wanita dan sejak itu menjadi hak pribadinya. Pasal 33, menjelaskan bahwa
penyerahan mahar dilakukan dengan tunai. Apabila calon wanita menyetujui, penyerahan mahar
boleh ditangguhkan baik untuk seluruhnya atau sebagian. Mahar yang belum ditunaikan
penyerahannya menjadi hutang calon mempelai pria.
Adapun dalam adat melayu Riau mahar merupakan suatu simbol penghargaan untuk
memuliakan, menghormati dan symbol keinginan untuk membahagiakan perempuan yang akan
menjadi istrnya. Mahar disebutkan pada saat proses ijab qabul atau akad nikah berlangsung,
maka dari kewajiban lelaki untuk memberikan mahar itu harus ditunaikan selama masih dalam
masa perkawinan. Dan dalam adat melayu riau juga ada yang disebut hantaran belanja, hantaran
belanja merupakan bantuan untuk pihak calon mempelai wanita untuk biaya belanja pesta
pernikahan. Hantaran belanja juga tidak wajib untuk menentukan kadarnya dan juga tidak
memiliki kadar minimum yang sudah ditentukan oleh pihak yang memiliki wewenang dalam hal
tersebut. Jadi, jika hantaran belanja sudah diberikan kepada pihak calon pengantin perempuan,
maka pihak yang bersangkutan akan membelanjakannya untuk kebutuhan pesta pernikahan
tersebut.

Anda mungkin juga menyukai