Anda di halaman 1dari 37

PEMBANGUNAN PERTANIAN

MK. PIP
KONSEP

2
Pentingnya Pembangunan Pertanian
• Potensi sumber dayanya yang besar dan beragam
• Pangsa terhadap pendapatan nasional cukup besar
• Besarnya penduduk yang menggantungkan hidupnya pada sektor
pertanian
• Perannya dalam penyediaan pangan masyarakat
• Menjadi basis pertumbuhan di pedesaan (Hanani et al.,2003 :31)
Kontribusi Sektor Pertanian
fungsi pelestarian
bahan lingkungan
pangan&
serat; bahan baku
industri

kontribusi sektor
sumber pertanian
devisa
pasar potensial dan
sumber pendapatan

tenaga kerja
& akumulasi kapital
Kontribusi pertanian dalam pembangunan Ekonomi
(Kuznets,1964; Todaro,2000):
• Pertanian sebagai penyerap
tenaga kerja
• Kontribusi terhadap
pendapatan
• Kontribusi dalam
penyediaan pangan
• Pertanian sebagai penyedia
bahan baku
• Kontribusi dalam bentuk
kapital
• Pertanian sebagai sumber
devisa
PERMASALAHAN PEMBANGUNAN PERTANIAN
Tantangan Pembangunan Pertanian di Indonesia
• Pembangunan pertanian di masa lalu mempunyai
kelemahan yang hanya berfokus pada usaha tani, lemahnya
dukungan kebijakan makro, serta pendekatannya yang
sentralistik. Akibatnya usaha pertanian saat ini masih
banyak didominasi oleh usaha dengan ciri :
Skala kecil, Modal terbatas, Teknologi Sederhana, Sangat
dipengaruhi musim, Wilayah pasarnya lokal, Involusi
pertanian (pengangguran tersembunyi), Akses terhadap
kredit, teknologi dan pasar sangat rendah, Pasar komoditas
pertanian pertanian sifatnya monopsoni
PENDAHULUAN (2)
• Mosher (1965)” Getting Agriculture Moving”--- SYARAT MUTLAK
PEMBANGUNAN PERTANIAN:
• (1) pasar hasil pertanian, (2) teknologi yang senantiasa berubah, (3)
tersedianya sarana produksi dan mesin dan peralatan pertanian
secara lokal, (4) insentif produksi bagi petani, dan (5) transportasi.
• Kelima syarat mutlak tersebut di atas harus terpenuhi agar proses
pembangunan pertanian terjadi dan mencapai sasaran.
• Jika tidak terpenuhi, berakibat pada tidak berlangsungnya proses
pembangunan pertanian.
PENDAHULUAN (3)
SYARAT PELANCAR PEMBANGUNAN PERTANIAN :
• (1) pendidikan pembangunan, (2) kredit pertanian, (3) kegiatan petani
dalam kelompok, (4) perbaikan dan perluasan lahan pertanian, dan
(5) perencanaan pembangunan pertanian secara nasional
• Jika syarat pelancar tidak terpenuhi, tidak berakibat fatal terhadap
pembangunan pertanian, namun akan meyebabkan proses
pembangunan pertanian berjalan lambat.
Peran Sektor Pertanian dalam Pembangunan
Ekonomi (1)
• Hayami dan Ruttan (1977):
1. Penghasil pangan (nabati, hewani, ikan) yang permintaannya terus
meningkat sejalan dengan kenaikan jumlah penduduk dan
pendapatan masyarakat
• Peran ini tidak tergantikan sektor lain karena selama ini dan untuk
waktu yang akan datang hanya sektor pertanianlah yang dapat
menghasilkan pangan.
2. Memberikan lapangan kerja yang cukup luas bagi masyarakat baik
sebagai petani, buruh tani, penyedian sarana produksi dan alat & mesin
pertanian, pemasar dan pemroses hasil pertanian, dan sebagainya.
Peran Sektor Pertanian dalam Pembangunan
Ekonomi (2)
3. Penyedia bahan baku bagi agroindustri yang cukup banyak macam dan
ragamnya serta cukup besar efek panggandanya bagi perekonomian secara
nasional
4. Penghasil devisa yang sangat dibutuhkan untuk mengimpor barang-
barang konsumsi, barang-barang setengah jadi, dan barang-barang modal
yang belum dapat dipenuhi dalam negeri
5. Pasar potensial bagi barang-barang yang dihasilkan oleh sektor industri
dalam negeri
• Peran ini sangat penting bagi pengembangan industri di dalam negeri
mengingat ketatnya persaingan di pasar dunia sehingga pasar utama bagi
industri dalam negeri yang baru berkembang adalah masyarakat di sektor
pertanian
KONTEKS
PERTANIAN
SAAT INI

13
SITUASI PANDEMI DAN PENURUNAN KESEJAHTERAAN PETANI
1. Pada bula Juli, 2020, Bank Dunia menyatakan Indonesia masuk sebagai negara yang
pendapatan per kapita pada kelompok upper middle income . Namun demikian, pada bulan
juli 2021, Bank Dunia Kembali menyatakan Indonesia masuk sebagai negara yang
pendapatan per kapita pada kelompok lower middle income.
2. Turunnya kategori Indonesia kembali pada kelompok negera lower middle income, tidak lepas
dari situasi pandemi Covid-19 yang berdampak terhadap penurunan ekonomi di Indonesia.
Angka kemiskinan di Indonesia juga meningkat dari September 2019 sebesar 9,22 persen
(24,79 juta orang) menjadi sebesar 10,14 persen (27,54 juta orang) pada Maret 2021.
3. Pandemi Covid-19 berdampak terhadap nilai tukar petani (NTP) dan nilai tukar usaha
pertanian (NTUP), dalam hal ini pada pertanian pangan, holtikultura, perkebunan, dan
peternakan. Menurunnya NTP selama pandemi Covid-19 disebabkan menurunnya harga
produk pertanian karena kelebihan pasokan dan menurunnya permintaan akibat gangguan
distribusi yang dipicu oleh pembatasan mobilisasi pelaku ekonomi dan barang konsumsi di
berbagai wilayah. Selain itu, rendahnya daya beli akibat banyak masyarakat yang berkurang
penghasilannya selama pandemi Covid-19 juga memengaruhi turunnya NTP.
14
Lanjutan...

4. Kondisi pandemi semakin menjadikan tantangan yang berat lagi bagi upaya peningkatan
kesejahteraan petani, dimana Pemerintah Indonesia telah berkomitmen untuk melaksanakan
resolusi Majelis Umum PBB no 72/239 2017 tentang UN Decade on Family Farming
(2019-2028) yang menekankan peran penting family farmers sebagai salah satu key leaders
dalam pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs).
5. Namun demikian, sisi optimisme peningkatan kesejahteraan rumahtangga petani atau
keluarga petani masih dapat terlihat dari kebijakan reguler pembangunan pertanian dan
kebijakan penanganan dampak pandemi Covid 19 di sektor pertanian. Untuk itu,
diperlukan identifikasi lebih lanjut yang lebih fokus (scoping) kepada tantangan isu atau
permasalahan yang dihadapi dan peluang kebijakan serta program pemerintah untuk
peningkatan kesejahteraan keluarga petani, yang dapat menjadi landasan bagi organisasi
petani dalam merumuskan strategi program dan kegiatannya.

15
SEKTOR PERTANIAN DAN KEMISKINAN DI INDONSEIA
1. Setiap tahun, sekitar 60.000 hektare (ha) lahan pertanian mengalami penyusutan yang
disebabkan oleh praktek alih fungsi lahan pertanian ke area non-pertanian seperti proyek
pembangunan jangka panjang, pembangunan perumahan, pembangunan pabrik, dan jalan
tol, serta fasilitas umum lainnya (Warta Pertanian, 2020)
2. Selain itu, sektor pertanian di Indonesia juga menghadapi permasalahan lain yang kompleks,
seperti pemilikan lahan petani yang rata-rata hanya 0,2 hektar, kondisi tanah yang sudah
rusak, aspek permodalan, lemahnya manajemen petani, dan minimnya penguasaan teknologi
dan inovasi, serta beragam persoalan lain yang menyebabkan tingkat produktivitas rendah,
dan kontribusi terhadap PDRB yang cenderung menurun.
3. Pertanian dan kemiskinan di Indonesia seperti dua sisi mata uang yang tidak terpisah.
Sebanyak 49,8 persen kepala keluarga dari kelompok miskin dan rentan bekerja di sektor
pertanian dan 13,4 persen bekerja di sektor perdagangan dan jasa akomodasi (Susenas,
2018). Di sisi lain, rata-rata pendapatan sektor pertanian merupakan yang terendah.
16
Lanjutan…(1)

4. Rendahnya produktivitas di sektor ini terjadi karena minimnya kepemilikan aset produktif,
minimnya akses terhadap pembiayaan serta kurangnya pengetahuan dan keterampilan.
Rumah tangga miskin dan rentan yang memiliki akses terhadap layanan keuangan hanya
sekitar 25,6 persen (Susenas, 2018).
5. Selain minimnya pendanaan yang sesuai dengan profil usaha kelompok miskin dan rentan
dibutuhkan juga pengembangan skema pendanaan bagi dunia usaha dengan kegiatan yang
memiliki dampak sosial (social impact fund). Dalam hal kemandirian ekonomi, kelompok
miskin dan rentan masih sulit bersaing dalam usaha produktif karena daya saing yang rendah,
akses terhadap pasar dari produk yang dihasilkan serta kolaborasi usaha yang rendah dan
kolaborasi keperantaraan usaha belum optimal.

17
KEPEMILIKAN LAHAN, REFORMA AGRARIA DAN
PERHUTANAN SOSIAL
1. Pemilikan lahan petani di Indonesia rata-rata hanya 0,2 hektar dengan kondisi tanah yang
sudah rusak. Hasil Survei Pertanian Antar Sensus (SUTAS) tahun 2018, dapat diketahui
bahwa luas lahan pertanian yang dikuasai rumah tangga usaha pertanian kurang dari 0,5
hektar sebanyak 15,89 juta rumah tangga atau 59,07% dari total rumah tangga petani. Rumah
tangga petani yang kepemilikan lahannya kurang dari 0,5 hektar meningkat dari 14,62 juta
rumah tangga pada tahun 2013 menjadi 15,89 juta rumah tangga pada tahun 2018.
2. Kondisi kepemilikan lahan ini disebabkan oleh: (1) meningkatnya konversi lahan pertanian
untuk keperluan pemukiman dan fasilitas umum; (2) terjadinya fragmentasi lahan karena
proses pewarisan; dan (3) terjadinya penjualan tanah sawah (Renstra Kementerian Pertanian,
2020-2024).
3. Kepemilikan lahan diatas memiliki relevansi kuat dengan isu reforma agraria dan perhutanan
sosial di Indonesia, yang dituliskan secara singkat pada poin berikut ini.

18
Lanjutan…(1)

1. Pelaksanaan RA di Indonesia diatur melalui Perpres No. 86 Tahun 2018 tentang Reforma
Agraria (September 2018) untuk mengatur penataan kembali struktur penguasaan, pemilikan,
penggunaan, dan pemanfaatan tanah yang lebih berkeadilan.
2. Berdasarkan amanat tersebut Pemerintah menetapkan target TORA seluas 9 juta hektar
dan Perhutanan Sosial seluas 12,7 juta hektar. Sumber lahan TORA salah satunya berasal
dari pelepasan kawasan hutan seluas 4,1 juta hektar. Pada akhir 2019, capaian redistribusi
tanah yang telah diterima rakyat melalui skema pelepasan kawasan hutan ini hanya mencapai
0,1% atau seluas 5.400 hektar dari target 4,1 juta hektar, sementara itu, berdasarkan data
sampai dengan Agustus 2020 (periode 2015-2020) progres capaian TORA dari pelepasan
kawasan hutan telah mencapai total 63 persen atau seluas 2,6 juta hektar. Menurut Dewi
Kartika (Sekjen KPA), capaian target reforma agrarian pada tahun 2020, datanya sangat
meragukan karena di tengah pandemi Covid-19 seharusnya kegiatan menjadi terbatas, tapi
capaian tahun 2020 melebihi tahun 2019.
19
Lanjutan…(2)

3. Sementara untuk Perhutanan Sosial, menurut Menteri LHK sampai pada Desember 2020
sudah terbit SK Perhutanan Sosial seluas 4.417.937,72 hektar, dengan 6.798 surat keputusan
izin atau hak bagi 895.769 keluarga. Sedang penyediaan kawasan hutan untuk sumber TORA
sekitar 2.768.362 hektar. Pelepasan kawasan hutan melalui perubahan batas untuk sumber
TORA selesai 68 surat keputusan di 19 provinsi seluas 89.961,36 hektar dengan 39.584
penerima. Khusus hutan adat—bagian dari perhutanan sosial telah ditetapkan 56.903 hektar
dengan 75 komunitas atau 39.371 keluarga serta wilayah indikatif hutan adat seluas
1.090.754 hektar

20
KETERBATASAN AKSES PEMBIAYAAN PETANI
1. Aksesibilitas petani terhadap sumber permodalan masih sangat terbatas. Permodalan
usahatani yang terbatas akan membatasi juga jumlah input teknologi yang digunakan,
sehingga produksi padi yang dihasilkan tidak maksimal.
2. Hal ini disebabkan oleh minimnya informasi tentang berbagai skema pembiayaan yang
dapat diakses oleh petani. Di sisi lain lembaga pembiayaaan masih menempatkan sektor
pertanian sebagai sektor yang kurang atraktif karena dianggap sangat berisiko (high risk),
tergantung musim dan jaminan harga yang tidak pasti.
3. Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas, 2016) menyatakan hanya sekitar 15 persen dari
sekitar 8.000 sampel petani yang sudah mengakses kredit bank, sedangkan mayoritas
sebesar 52 persen masih mengandalkan modal sendiri, koperasi, kerabat, dan lembaga
keuangan non-Bank lainnya. Sementara itu, 33 persen petani lainnya mengandalkan kredit
Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) dan kredit usaha rakyat (KUR).
4. Tantangan ke depan dari kondisi ini adalah bagaimana berkolaborasi dengan lembaga
pembiayaan agar berpihak dan mau menyalurkan modalnya ke sektor pertanian.
21
GEJOLAK HARGA PERTANIAN
1. Kebijakan harga komoditas pertanian merupakan salah satu kebijakan pembangunan dan
pengembangan sektor pertanian di Indonesia. Pada umumnya, kebijakan harga komoditas
pertanian ditujukan untuk melindungi produsen, namun dalam implementasinya, kebijakan
harga juga ditujuan untuk melindungi konsumen yang didukung dengan program stabilisai
harga. Hingga saat ini, setidaknya terdapat beberapa kebijakan harga untuk beberapa
komoditas pertanian yaitu beras, gula, kedelai, daging sapi, cabe, dan bawang.
2. Fluktuasi harga bahan pangan yang tidak terkendali telah menjadi permasalahan klasik yang
tidak pernah ditemukan solusinya. Kenaikan harga yang tidak menentu ini terkadang menjadi
anomali, karena ketika harga faktor-faktor produksi turun, bahkan ketika harga bahan pangan
dunia turun, harga bahan pangan nasional malah mengalami kenaikan yang signifikan.
3. Terdapat beberapa faktor utama yang menyebabkan anomali fluktuasi harga ini, diantaranya
adalah; 1) terdapatnya bentuk oligopoli atau monopoli pasar; 2) rantai distribusi yang panjang
dan adanya berbagai pungutan pada rantai distribusi tersebut; 3) para spekulan; serta 4)
rendahnya stok bahan pangan untuk mengantisipasi penurunan produksi atau pasokan.
22
Lanjutan…(1)

4. Isu terkait gejolak harga yang tidak terkendali juga menjadi salah satu catatan penting dalam
evaluasi kebijakan pertanian tahun 2016 yang dirumuskan oleh BAMUSTANI. Berdasarkan
laporan Evaluasi Kebijakan Agraria, Perdesaan, Pertanian, Dan Pangan Tahun 2016: Refleksi
Dan Rekomendasi Kebijakan Di Tahun 2017 yang diterbitkan oleh Serikat Petani Indonesia
(SPI) - Aliansi Petani Indonesia (API) - Wahana Masyarakat Tani dan Nelayan Indonesia
(WAMTI) - Ikatan Petani Pengendalian Hama Terpadu Indonesia (IPPHTI) per tanggal 19
Januari 2016, Sepanjang tahun 2016, pemerintah tidak mampu mengendalikan lonjakan
harga berbagai komoditas pangan. Upaya Kementerian Perdagangan mengeluarkan
kebijakan penetapan harga acuan terhadap 7 komoditas pangan (Permendag No.63/MDAG
/PER/09/2016 tentang harga acuan pembelian di petani dan harga acuan penjualan di
konsumen) tidak berdampak signifikan terhadap fluktuasi dan lonjakan harga.

23
NILAI TUKAR PETANI
1. NTP merupakan salah satu indikator untuk melihat kemampuan atau daya beli petani di
pedesaan. NTP juga menunjukkan daya tukar dari produk pertanian dengan barang dan jasa
yang dikonsumsi maupun untuk biaya produksi. NTP merupakan salah satu indikator untuk
melihat tingkat kemampuan/daya beli petani di perdesaan. NTP juga menunjukkan daya tukar
(terms of trade) dari produk pertanian dengan barang dan jasa yang dikonsumsi maupun
untuk biaya produksi.
2. Dibandingkan Maret 2020, rata-rata harga gabah pada Maret 2021 di tingkat petani untuk
kualitas GKP, GKG, dan gabah luar kualitas masing-masing turun sebesar 11,17 persen; 9,57
persen; dan 11,86 persen. Di tingkat penggilingan, rata-rata harga gabah pada Maret 2021
dibandingkan dengan Maret 2020 untuk kualitas GKP, GKG, dan gabah luar kualitas masing-
masing turun sebesar 10,92 persen; 9,46 persen; dan 11,44 persen.
3. Dengan demikian kesejahteraan petani (baca tanaman pangan/padi) cenderung menurun
dengan melihat NTP dan harga gabah periode Januari 2020 hingga Maret 2021 juga
cenderung menurun.
24
AKSES PEMASARAN PETANI KECIL

1. Bagi petani kecil, globalisasi dan liberalisasi perdagangan bukan hanya berisi peluang tetapi
juga ancaman. Peluang ekspor mungkin lebih terbuka, namun pada saat yang sama ancaman
dari serbuan komoditas impor juga semakin deras. Implikasinya sangat luas karena eksistensi
pertanian skala kecil memainkan peran penting dalam ketahanan pangan, kemiskinan, dan
penyerapan tenaga kerja. Implikasi liberalisasi perdagangan terhadap eksistensi petani kecil
tidaklah homogen.
2. Dari sudut pandang akses petani terhadap pasar (Torero and Gulati, 2004), eksistensi petani
kecil dapat dipilah menjadi tiga tipe: (1) petani kecil subsisten dengan akses pasar lokal, (2)
petani kecil dengan akses pasar domestik, dan (3) petani kecil dengan akses pasar
internasional. Fenomena tersebut perlu dipertimbangkan secara seksama dalam perumusan
kebijakan dan program pemberdayaan petani kecil yang antara lain mencakup trade
financing, perbaikan infrastruktur, inovasi kelembagaan, serta penguatan koperasi dan
contract farming (Huvio et al., 2004).
25
Lanjutan…(1)
3. Adapun strategi yang dapat ditempuh untuk mendorong akses petani terhadap pasar adalah
sebagai berikut (von Braun, 2004): (i) mengembangkan usahatani bernilai ekonomi tinggi
(spesialisasi, diversifikasi, dan komersialisasi), (ii) mencari tambahan pendapatan dari luar
usahatani dan menjadi part-time farmer, dan (iii) beralih profesi ke sector nonpertanian
(termasuk migrasi).
• Jalur (i) dapat ditempuh oleh petani yang dapat mengakses pasar modern yang terintegrasi
dengan pasar internasional misalnya melalui pola kemitraan dengan perusahaan
agribisnis, agro-processing, agromanufacturing, ataupun supermarket. Kelembagaannya
dapat berupa contract farming ataupun melalui suatu sistem koordinasi vertikal.
• Jalur (ii) adalah strategi yang mungkin paling populer karena secara historis – empiris telah
merupakan pola dominan dalam strategi rumah tangga petani mempertahankan
eksistensinya.
• Jalur (iii) merupakan strategi yang paling layak ditempuh oleh rumah tangga petani yang
skala usahanya sangat kecil dan selama ini kontribusinya untuk menopang ekonomi rumah
tangga sangat minor.
26
PERUBAHAN IKLIM

1. Dampak dari variabilitas iklim akan menimbulkan kerentanan bagi rumah tangga petani.
Kejadian kekeringan sebagai dampak buruk variabilitas iklim akan mempengaruhi kehidupan
petani dan menyebabkan kerusakan pada lahan pertanian yang berakibat pada gagal panen
dan penurunan produksi pertanian. Gagal panen akan mempengaruhi kondisi perekonomian
rumah tangga petani, terutama bagi petani yang hanya mengandalkan sumber nafkahnya dari
hasil pertanian (Purboningtyas et al, 2018)
2. Hasil kajian Pemetaan Dan Valuasi Ekonomi Kerugian Banjir Di Karesidenan Surakarta: luas
wilayah rawan banjir adalah seluas 62.365 hektar dan luas wilayah rawan kekeringan adalah
41.704 hektar, maka potensi kerugiannya dapat dihitung potensi kerugian oleh petani adalah
Rp. 208.137.000.000,- atau sekitar 208 milyar rupiah per gagal panen. Asumsi kerugian petani
per hektar apabila gagal panen adalah Rp. 2.000.000,-. Potensi kerugian sebesar 208 milyar
adalah potensi kerugian yang tidak kecil. Hal ini artinya kerugian sektor pertanian dapat
menyebabkan kesejahteraan petani secara keseluruhan akan menurun
27
DE-PEASANT-IZATION
1. Depeasantization merupakan istilah untuk berkurangnya jumlah orang desa yang
bekerja sebagai petani, yang dibuat oleh para sarjana peneliti masalah agrarian.
Menurut Soetarto dan Agusta (2012), proses depeasantization di Indonesia
terjadi karena beberapa faktor antara lain: penurunan jumlah penduduk yang
tinggal di desa-desa pangan (desa persawahan dan perladangan) serta
peralihan ekologi desa dari persawahan dan perladangan menjadi perkebunan
serta berbagai peruntukan lainnya. Hal tersebut menyebabkan merosotnya peran
penduduk desa dalam menyediakan bahan pangan.
2. Selain itu, depeasantization juga dapat dilihat dari berbagai aspek, salah satunya
adalah migrasi. Studi Marta (2019) menunjukan bahwa telah terjadi pengutuban
(polarisasi) pada pola arus migrasi antar wilayah di Indonesia. Pulau Jawa dan
Bali menjadi pusat arus migrasi desa-kota di Indonesia.
28
Lanjutan…(1)
3. Penelitian tersebut juga menjelaskan bahwa karakteristik rumah tangga, wilayah
dan komunitas memiliki pengaruh yang berbeda terhadap keputusan rumah
tangga dalam melakukan migrasi desa-kota untuk setiap motif migrasi baik
migrasi sebagai penanggulangan risiko maupun migrasi sebagai investasi.
4. Rumah tangga pada kelompok pendapatan terendah (rumah tangga miskin) di
wilayah perdesaan memiliki peluang yang lebih tinggi dibandingkan dengan
kelompok pendapatan lainnya untuk melakukan migrasi dengan motif risiko,
temuan ini menyiratkan kecenderung penggunaan migrasi sebagai sebuah
strategi untuk penanggulangan risiko (risk coping strategy) pada masyarakat
miskin di wilayah perdesaan. Untuk migrasi dengan motif investasi, kemungkinan
bermigrasi meningkat untuk rumah tangga yang berada pada kelompok
pendapatan yang lebih tinggi. Hal ini menjelaskan kendala likuiditas yang ada
dalam keputusan migrasi untuk motif investasi. 29
REGENERASI PETANI
1. Penyerapan tenaga kerja Indonesia di sektor pertanian memiliki konstribusi terbesar yaitu
sekitar 35,3% (Kementrian Pertanian, 2015), namun sampai saat ini masih terdapat masalah
mengenai ketenagakerjaan pertanian yakni perubahan struktur demografi yang kurang
menguntungkan bagi sektor pertanian. Petani berusia tua (lebih dari 55 tahun) jumlahnya
semakin meningkat, akan tetapi tenaga kerja berusia muda semakin berkurang. Sebagian
besar penduduk yang bermata pencaharian sebagai petani pada umunya memiliki kisaran
usia 50 tahun.
2. Berdasarkan Hasil Survei Pertanian Antar Sensus 2018 menunjukkan bahwa jumlah rumah
tangga usaha pertanian menurut kelompok umur kepala rumah tangga diatas 54 tahun
berjumlah 10.379.211. Sedangkan petani muda berumur 25-34 tahun berjumlah 2.722.446.
Data Kementrian Pertanian (2018), menunjukkan terjadi penurunan jumlah tenaga kerja di
sektor pertanian selama tahun 2017-2018. Pada tahun 2017 jumlah tenaga kerja sebesar
36.956.111 jiwa mengalami penurunan sebesar 1.080.722 pada tahun 2018. Angka tersebut
cukup besar dan dapat memberikan efek bagi keberlanjutan sektor pertanian di Indonesia.
30
Lanjutan…(1)

3. Struktur umur petani di Indonesia sebesar 60,8% diatas 45 tahun yang sudah tua dengan
73,97% hanya berpendidikan tingkat SD, dan kemampuan dalam menerapkan teknologi baru
masih rendah. Hal tersebut menyebabkan produktivitas petani Indonesia lebih rendah
dibandingkan dengan negara-negara di ASEAN.
4. Menurut Susilowati (2016), ada berbagai alasan yang menjadi penyebab menurunnya minat
pemuda untuk bekerja di sektor pertanian, salah satunya adalah sektor pertanian memiliki
citra yang kurang bergengsi dengan teknologi yang belum maju dan belum dapat memberikan
pendapatan yang memadai. Sektor pertanian di Indonesia mayoritas masih menggunakan
teknologi yang tradisional dan adopsi teknologi yang masih rendah, sedangkan di sector
industri dan jasa teknologi sudah sangat maju sehingga banyak pemuda yang tertarik untuk
bekerja di sektor tersebut. Selain itu, rendahnya pendapatan, risiko yang tinggi pada usaha
pertanian dan keuntungan yang tidak mencukupi dibandingkan dengan usaha di sector lain
membuat pertanian menjadi pilihan terakhir dibandingkan pekerjaan lain.
31
DISKRIMINASI TERHADAP PEREMPUAN

1. Permasalahan utama dalam isu gender di Indonesia adalah perilaku dan struktur masyarakat
patriarki yang dengan sengaja menempatkan perempuan pada posisi yang serba terbatas.
Dalam isu gender dan kemiskinan, rumah tangga merupakan salah satu sumber diskriminasi
dan subordinasi terhadap perempuan. Ketidaksetaraan di dalam alokasi sumber daya dalam
rumah tangga memperlihatkan laki-laki dan perempuan mengalami bentuk kemiskinan yang
berbeda. Bentuk-bentuk pembedaan tersebut antara lain pada:
1) akses terhadap sumber produktif, seperti tanah, modal, hak kepemilikan, kredit, serta
pendidikan dan pelatihan,
2) kontrol terhadap penggunaan tenaga kerja keluarga,
3) pembagian kerja yang tidak seimbang akibat adanya beban kerja reproduktif yang
diemban perempuan,
4) perbedaan konsumsi makanan, obat-obatan, pelayanan kesehatan, dan pendidikan,
5) dan perbedaan tanggung jawab dalam pengelolaan Keuangan rumah tangga.
32
Lanjutan…(1)

2. Terdapat tiga persoalan umum yang dihadapi wanita: pertama, perempuan tidak
diberikan kesempatan untuk mengembangkan produksi pertanian karena pembagian
kelas secara seksual yang juga dipengaruhi oleh perencanaan pembangunan di tingkat
lokal, regional, nasional dan internasional; kedua, adanya hubungan jender yang
menyebabkan klaim perempuan dinegasikan oleh komoditisasi dan komersialisasi;
ketiga, adanya konflik antara anggota rumah tangga laki-laki dan perempuan dalam
penggunaan tenaga kerja satu dengan lainnya dalam rumah tangga.
3. Di tengah situasi agraria di Indonesia yang secara umum tidak dalam kondisi baik,
petani perempuan menerima beban lebih mengingat tugas domestik perempuan yang
bertambah besar. Aktivitas petani perempuan dan perempuan yang bekerja di
perdesaan dalam memastikan ketersediaan pangan, bertambah dengan adanya
kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
33
AGROEKOLOGI

1. Sistem pertanian yang banyak diterapkan oleh masyarakat Indonesia saat ini adalah sistem
pertanian konvensional. Sekitar 57% penduduk Indonesia menerapakan sistem pertanian ini.
Penggunaan input eksternal secara berlebih, seperti pupuk-pupuk kimia dan pestisida non-
organik, secara ekonomi jangka pendek memang sangat menguntungkan. Namun jika
dianalis dampak ekonomi kedepan dan dampak lingkungan yang ditimbulkan, sistem
pertanian konvensional pada akhirnya akan mengalami penururnan produksi dan produktivitas
serta dapat menyebabkan terjadinya degradasi lahan.
2. Penerapan agroekologi berbasis pada ekologi dan berkonsep pada keberlanjutan dari hasil
pertanian, lingkungan, dan ekologinya. Sistem pertanian ini merupakan sistem pertanian
mendatang karena dapat menjadi alternatif solusi dalam mengatasi krisis pangan. Agroekologi
memberikan pengetahuan dan metodologi yang dibutuhkan untuk pembangunan pertanian,
yang ramah lingkungan, produktif, dan menguntungkan secara ekonomi. Bentuk penerapan
agoekologi sangat beragam, tergantung kepada sumberdaya lokal tiap wilayah.
34
Lanjutan…(1)

• Sebagai contoh, penerapan agroekologi secara nasional di beberapa negara, seperti: Meksiko,
Guatemala, Honduras, Nikaragua, Afrika, Amerika serikat, serta Indonesia, menggunakan
strategi yang berbedabeda. Penduduk Afrika mengubah input menjadi output dengan sistem
polikultur. Berbeda dengan Meksiko, di negara ini cenderung pada pertanian organik dengan
pengaturan perputaran waktu panen, penggunaan pupuk organik, dan irigasi air yang bersih
(Perfecto, 2009). Penerapan pertanian ini bertujuan memutus ketergantungan petani terhadap
ketergantungan input eksternal.

35
TUGAS
• BUATLAH MAKALAH BERDASARKAN ISU PERTANIAN YANG PALING
MENARIK PERHATIAN ANDA! MISAL, AKSES PEMASARAN PETANI.
• MAKALAH DIBUAT LENGKAP DARI PENDAHULUAN SAMPAI DENGAN
KESIMPULAN.
• TUGAS KELOMPOK
• KUMPULKAN DALAM BENTUK WORD/PDF
• SERTA PRESENTASIKAN MINGGU DEPAN!
TERIMAKASIH
POLICY, ACHIEVEMENT, AND IMPACT OF RURAL
DEVELOPMENT

37

Anda mungkin juga menyukai