Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN PRAKTIKUM

ILMU NUTRISI TERNAK PERAH

DISUSUN OLEH KELOMPOK 2 :


1. LALU. ISMAR FARID A. ( B1D022254 )
2. M. HAIRUL WARDI ( B1D022260 )
3. MALIKUL AS’AD ( B1D022268 )
4. MOH. IRFANDI ( B1D022271 )
5. SAIFUL WATHONI ( B1D022294 )
6. MIFTAHUL JANNAH ( B1D022270 )
7. NADILA PUTRI ALASIA ( B1D022279 )
8. NOVA MELISTIA ( B1D022283 )

PEROGRAM STUDI S1 PETERNAKAN


FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS MATARAM
2023
HALAMAN PENGESAHAN
Laporan praktikum mata kuliah Ilmu Produksi Ternak Perah ini, diserahkan
guna melengkapi satu SKS, serta menjadi syarat kelulusan pada mata kuliah llmu
Produksi Ternak perah di Fakultas Peternakan Universitas Mataram.

Dosen Pengampu

Ir. I Nyoman SadiaM.Sc


NIP. 19621229 198703 1001

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala, Tuhan Yang
Maha Esa, atas segala nikmat-Nya yang telah melimpah ruah kepada kami. Shalawat
serta salam senantiasa tercurah kepada junjungan kita, Nabi Muhammad Shallallahu
'Alaihi Wasallam, yang telah memberikan petunjuk dan inspirasi kepada seluruh umat
manusia.

Dalam rangka mengejar ilmu yang bermanfaat, kami, para mahasiswa Ilmu
Peternakan, dengan rasa syukur dan kesadaran akan anugerah yang diberikan oleh
Allah, telah menjalankan praktikum ilmu produksi ternak perah. Praktikum ini adalah
wujud dari nikmat ilmu yang telah Allah berikan kepada kami, dan kami bersyukur
atas kesempatan ini.

Kami berusaha menjalankan praktikum ini dengan penuh dedikasi dan rasa
tanggung jawab, seiring dengan ajaran agama Islam yang menekankan pentingnya
merawat dan memelihara hewan dengan baik. Kami percaya bahwa Allah melihat dan
menghargai usaha kami dalam memahami ilmu produksi ternak perah ini sebagai
bentuk ibadah kepada-Nya.

Dalam laporan praktikum ini, kami dengan rendah hati berbagi hasil pengalaman
kami selama menjalankan praktikum ilmu produksi ternak perah, sejalan dengan
nilai-nilai agama yang mengajarkan pentingnya etika dan kepedulian terhadap
makhluk ciptaan-Nya. Semoga laporan ini menjadi wujud kontribusi kami dalam
mengaplikasikan ilmu yang kami peroleh demi kesejahteraan dan kemajuan umat
serta bangsa.

Kami mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Bapak/Ibu Dosen


Pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan dorongan dalam perjalanan kami
dalam memahami ilmu produksi ternak perah ini.

Akhir kata, kami memohon maaf jika terdapat kekurangan dalam laporan ini, dan
kami sangat terbuka untuk menerima masukan dan saran yang membangun. Semoga
laporan ini bermanfaat bagi semua pihak yang membacanya

iii
DAFTAR ISI

DAFTAR ISIHALAMAN KULIT MUKA ( COVER )

HALAMAN PENGESAHAN .........................................................................ii


KATA PENGANTAR .....................................................................................1
DAFTAR ISI ...................................................................................................2
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................3
DAFTAR TABEL ...........................................................................................4
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................5
1.1. Latar Belakang ..............................................................................5
1.2. Tujuan dan Kegunaan Praktikum ..................................................6
1.2.1. Tujuan Praktikum ...............................................................6
1.2.2. Kegunaan Praktikum ...........................................................6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA......................................................................7
2.1. Produksi Panas Hewan Dalam Kandang .......................................7
2.2. Suhu Efektif ..................................................................................8
2.3. Pengaruh Suhu dan Kelembaban Udara Terhadap
Sapi Perah FH................................................................................8
2.4. Pindah Panas dan Massa pada Kandang Sapi Perah FH................11
2.5. Distribusi Suhu dan Kelembaban Udara pada Kandang
Sapi Perah FH................................................................................12
2.6. Vetilasi.........................................................................................14
2.7.Efek Angin dan Efek Termal........................................................14
2.8. Computational Fluid Dynamics (CFD).......................................15
2.9. Simulasi.......................................................................................17
BAB III MATERI DAN METODE PRAKTIKUM.........................................18
3.1. Waktu dan Tempat Praktikum.......................................................18

iv
3.2. Materi Praktikum...........................................................................18
3.2.1. Alat dan Bahan Praktikum...................................................18
3.3. Variabel atau Parameter.................................................................18
3.4. Metode Praktikum..........................................................................18
3.5. Analisis Data..................................................................................18
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN..........................................................19
4.1. Hasil Praktikum.............................................................................19
4.2. Pembahasan....................................................................................20
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN...........................................................21
5.1 Kesimpulan ....................................................................................21
5.2 Saran ..............................................................................................21
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................22
LAMPIRAN 1..................................................................................................24
LAMPIRAN 2..................................................................................................24

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Diagram produksi panas sapi perah pada beberapa suhu


lingkungan
Gambar 1. Pengukuran pagi.............................................................................24
Gambar 2. Pengukuran siang............................................................................24
Gambar 3. Pengukuran sore..............................................................................24

v
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Produksi panas sapi perah.................................................................7
Tabel 2. Hasil Pengukuran suhu, kelembaban, dan ITH..................................9
Tabel 3 Suhu rektal, denyut jantung dan frekuensi pernapasan sapi FH………….11
Tabel 4 produksi susu, volume urine, konsumsi air minum, konsumsi pakan sapi FH dan
suhu berbeda……………………………………………………………………..11

vi
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tingkat kemajuan teknologi telah membawa revolusi dalam cara peternakan


dikelola, dengan Thermo-Hygrometer Digital Clock menjadi salah satu perangkat
penting dalam pengelolaan lingkungan peternakan. Alat ini tidak hanya mengukur
suhu dan kelembaban, tetapi juga menyediakan peternak dengan data real-time
yang krusial untuk memantau kondisi lingkungan ternak. Dari suhu yang tepat
untuk sapi hingga kelembaban yang sesuai untuk kandang ayam, alat ini
memungkinkan peternak untuk menyesuaikan lingkungan secara spesifik sesuai
dengan kebutuhan hewan ternak, mendukung kesehatan mereka secara
keseluruhan. Selain itu, Thermo-Hygrometer Digital Clock membuka jendela ke
masa lalu dengan menyimpan data historis. Analisis tren jangka panjang dari
perubahan suhu dan kelembaban memungkinkan peternak untuk membuat
prediksi yang lebih baik mengenai bagaimana kondisi lingkungan akan
mempengaruhi kesehatan ternak dan produktivitas mereka di masa mendatang.
Dengan memahami pola-pola ini, peternak dapat mengambil tindakan preventif
atau perbaikan sebelum masalah yang signifikan muncul.

Selain manfaatnya dalam pemantauan lingkungan, alat ini juga mengintegrasikan


teknologi untuk memungkinkan akses jarak jauh. Dengan koneksi ke sistem
manajemen peternakan, peternak dapat memantau kondisi lingkungan bahkan saat
tidak berada di lokasi. Ini memberikan fleksibilitas dalam pengelolaan
operasional dan memungkinkan respons yang cepat terhadap perubahan yang
terdeteksi oleh alat ini. Thermo-Hygrometer Digital Clock juga merupakan alat
yang vital dalam pencegahan masalah potensial di peternakan. Dengan deteksi
dini terhadap peningkatan suhu yang bisa menandakan masalah dengan sistem
pendingin atau perubahan kelembaban yang tidak biasa yang bisa menunjukkan
masalah sanitasi, alat ini memberikan peternak kesempatan untuk menangani
masalah sebelum menjadi lebih serius.

Dalam keseluruhan, peran alat Thermo-Hygrometer Digital Clock tidak hanya


sebatas sebagai pengukur, tetapi sebagai inti dalam pengambilan keputusan yang
cerdas dalam manajemen peternakan modern. Dengan menggabungkan teknologi
canggih, data historis, dan kemampuan monitoring yang luas, alat ini
berkontribusi secara signifikan dalam meningkatkan kesehatan ternak, efisiensi

vii
operasional, dan membangun fondasi yang kokoh untuk inovasi di masa depan
dalam industri peternakan.

1.2 Tujuan Dan Kegunaan

1.2.1 Tujuan Praktikum

Adapun tujuan dari praktikum kali ini ialah untuk mengukur kondisi
suhu dan kelambaban udara pada kandang

1.2.2 Kegunaan Praktikum

Adapun kegunaan dari praktikum ini adalah agar praktikan dapat


mengetahui suhu dan kelembaban pada kandang ternak perah.

viii
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Produksi Panas Hewan Dalam Kandang

Ternak menghasilkan sejumlah panas metabolisme tergantung


dari tipe ternak yaitu bobot badan, jumlah makanan yang
dikonsumsi dan kondisi lingkungan mikro. Panas yang dihasilkan dalam
kandang harus diprediksi untuk mendisain sistem kontrol lingkungan.
Panas yang dihasilkan dan kemudian dilepas oleh tubuh hewan terdiri
atas panas sensibel (sensible heat) dan panas laten (latent heat). Panas
sensibel dan panas laten yang dihasilkan oleh hewan dalam kandang
merupakan komponen kritis keseimbangan panas untuk kondisi setimbang
dalam struktur kandang (Esmay, 1960).
Kehilangan panas pada lingkungan kandang akan meningkat
seiring dengan menurunnya bobot badan hewan pada kondisi temperatur
lingkungan kandang yang semakin menurun. Produksi panas yang
berhubungan dengan bobot badan hewan akan memperlihatkan penurunan
kehilangan panas (heat loss) dengan peningkatan bobot badan. Sebagai
contoh sapi dengan bobot 400 – 500 kg menghasilkan panas 2 W/kg,
lebih kecil dibandingkan dengan domba bobot 50 kg yang menghasilkan
panas 3-4 W/kg dan unggas dengan bobot 2 kg menghasilkan 6 W/kg
(Esmay and Dixon 1986). Produksi panas sapi perah dengan bobot
454.5 kg pada beberapa suhu dapat dilihat pada Tabel 1. Dari tabel 1 dapat
dilihat bahwa kenaikan suhu kandang akan menurunkan total panas yang
diproduksi oleh sapi perah. Kondisi ini menunjukkan bahwa ternak (sapi
perah) akan mempertahankan panas tubuhnya sesuai dengan keadaan
suhu lingkungannya.
Tabel 1 Produksi panas sapi perah (bobot badan 454.5 kg)

Suhu (oC) Panas laten (W) Panas sensible (W) Total panas (W)
4,44 278,4 766,6 1.055
10,00 322,4 674,0 996
15,56 392,7 556,8 949
21,11 410,3 498,2 908
26,67 556,8 293,1 849
Sumber : Esmay and Dixon (1986 )

ix
Perolehan panas dari luar tubuh (heat gain) akan menambah beban
panas bagi ternak, bila suhu udara lebih tinggi dari suhu nyaman.
Sebaliknya, akan terjadi kehilangan panas tubuh (heat loss) apabila suhu
udara lebih rendah dari suhu nyaman. Perolehan dan penambahan panas
tubuh ternak dapat terjadi secara sensible melalui mekanisme radiasi,
konduksi dan konveksi. Pada saat suhu udara lebih tinggi dari suhu nyaman
ternak, jalur utama pelepasan panas hewan terjadi melalui mekanisme
evaporative heat loss dengan jalan melakukan pertukaran panas melalui
permukaan kulit (sweating) atau melalui pertukaran panas di sepanjang
saluran pernapasan (panting) (Purwanto, 1993) dan sebagian melalui
feses dan urin (McDowell, 1972).

2.2 Suhu Efektif


Suhu efektif adalah suhu yang dimanfaatkan oleh ternak untuk
kehidupannya, dipengaruhi oleh suhu dan kelembaban udara (RH),
radiasi matahari dan kecepatan angin (West, 1994). Suhu efektif dapat
memperlihatkan tingkat kenyamanan dan stress bagi sapi perah.
Hubungan suhu efektif dengan paremeter iklim mikro ditunjukkan
pada beberapa persamaan berikut (Yamamoto, 1983): (1) hubungan
suhu efektif dengan suhu bola basah dan bola kering; (2) hubungan suhu
efektif dengan suhu bola kering (suhu tubuh sapi) dan kecepatan angin; (3)
hubungan suhu efektif dengan suhu bola kering (suhu pernafasan) dan
kecepatan angin; (4) hubungan suhu efektif dengan suhu bola kering dan
radiasi matahari; (5) hubungan suhu efektif dengan suhu bola basah dan
suhu udara lingkungan.

ET = 0,35DBT + 0,WBT …………………………………………….(1)


ET = DBTb-6√ AM ……………………………………………...……(2)
ET = DBT P - 10√ AM ……………………………………………….(3)

ET = DBT + 11RD………………………………………………….(4)
ET = 0,57DBT + 0,43GT…………………………………………(5)

2.3 Pengaruh Suhu dan Kelembaban Udara


Suhu dan kelembaban udara merupakan dua faktor iklim yang
mempengaruhi produksi sapi perah, karena dapat menyebabkan perubahan
keseimbangan panas dalam tubuh ternak, keseimbangan air, keseimbangan
energi dan keseimbangan tingkah laku ternak (Hafez, 1968; Esmay,

x
1978). McDowell (1974) menyatakan bahwa untuk kehidupan dan
produksinya, ternak memerlukan suhu lingkungan yang optimum. Zona
termonetral suhu nyaman untuk sapi Eropa berkisar 17–21oC
(Hafez,1968);13–18Oc (McDowell,1972);4–25⁰C (Yousef, 1985),5 – 25oC
(Jones & Stallings,1999). Bligh dan Johnson (1985) membagi beberapa
wilayah suhu lingkungan berdasarkan perubahan produksi panas hewan,
sehingga didapatkan batasan suhu yang nyaman bagi ternak, yaitu antara
batas suhu kritis minimum dengan maksimum (Gambar 1). Hubungan
besaran suhu dan kelembaban udara atau biasa disebut “Temperature
Humidity Index (THI)” yang dapat mempengaruhi tingkat stres sapi
perah dapat dilihat pada Tabel 2. Sapi perah FH akan nyaman pada nilai
THI di bawah 72. Jika nilai THI melebihi 72, maka sapi perah FH akan
mengalami stres ringan (72 ≤ THI ≤79), stres sedang (80 ≤ THI ≤ 89)
dan stres berat ( 90 ≤ THI ≤ 97) (Wierema,1990).

Gambar 1 Diagram produksi panas sapi perah pada beberapa suhu


lingkungan

xi
Kelembaban relatif (%)
⁰C 0 5 10 15 20 2 30 35 40 4 50 55 60 6 70 75 80 8 90 95 100
5 5 5 5
23,39 7 72 73 73 7 74 75 75
2 4
26,67 72 72 73 7 74 74 75 7 76 77 78 7 79 79 80
3 6 8
29,44 72 72 73 7 75 75 76 7 78 78 79 8 81 81 82 8 84 84 85
4 7 0 3
32,22 72 7 74 75 76 7 78 79 79 8 81 82 83 8 85 86 86 8 88 89 90
3 7 0 4 7
35,00 75 7 77 78 79 8 81 82 83 8 85 86 87 8 89 90 91 9 93 94 95
6 0 4 8 2
37,78 77 7 79 80 82 8 84 85 86 8 88 90 91 9 93 94 95 9 98 99
8 3 7 2 7
40,56 79 8 82 83 84 8 87 88 89 9 92 93 95 9 97
0 6 1 6
43,33 81 8 84 86 87 8 90 91 93 9 96 97
3 9 4
46,11 84 8 87 88 90 9 93 95 96 9
5 1 7
48,889 88 8 89 91 93 9 96 98
8 4

Tabel 2 Indeks Suhu Dan Kelembapan Relatif Untuk Sapi Perah


Sumber : Wierama (1990)

Untuk sapi perah FH, penampilan produksi terbaik akan dicapai pada
suhu lingkungan 18,3 oC dengan kelembaban 55%. Bila melebihi suhu tersebut,
ternak akan melakukan penyesuaian secara fisiologis dan secara tingkah laku
(behaviour). Secara fisiologis ternak atau sapi FH yang mengalami cekaman
panas akan berakibat pada : 1) penurunan nafsu makan; 2) peningkatan konsumsi
minum; 3) penurunan metabolisme dan peningkatan katabolisme; 4) peningkatan
pelepasan panas melalui penguapan; 5) penurunan konsentrasi hormon dalam
darah; 6) peningkatan temperatur tubuh, respirasi dan denyut jantung
(McDowell, 1972); dan 7) perubahan tingkah laku (Ingram & Dauncey, 1985)
dan 8) meningkatnya intensitas berteduh sapi (Combs, 1996).

xii
perubahan suhu yang dilihat dari respons pernapasan dan
denyut jantung merupakan mekanisme dari tubuh sapi untuk mengurangi atau
melepaskan panas yang diterima dari luar tubuh ternak. Peningkatan denyut
jantung merupakan respons dari tubuh ternak untuk menyebarkan panas
yang diterima ke dalam organ-organ yang lebih dingin

Tabel 3 Suhu rektal, denyut jantung dan frekuensi pernapasan sapi FH

Parameter Sumber Suhu lingkungan


Netral Cekaman
o
Suhu rektal ( C) 1 38.7 40.0
2 38.8 39.8
Denyut jantung (kali per menit) 1 77.0 79.0
2 64.0 67.0
Pernapasan (kali per menit) 1 48.0 87.0
2 31.0 75.0

Sumber : 1) Kibler (1962). Sapi FH dengan suhu netral 21.6oC dan suhu
cekaman 32.2oC.
2) Purwanto (1993). Sapi FH dengan suhu netral 15oC dan suhu
cekaman 30oC.
Tabel 4 produksi susu, volume urine, konsumsi air minum, konsumsi pakan
sapi FH dan suhu berbeda
Parameter Suhu
o o
18 C 30 C

Produksi susu (kg/hari) 18.4 15.7


Volume urine 11.2 12.8
Konsumsi minum (kg/hari) 57.9 74.7
Konsumsi konsentrat (kg/hari) 9.7 9.2

xiii
Konsumsi hay (kg/hari) 5.8 4.5
Sumber : McDowell (1972)

2.4 Pindah Panas dan Massa pada Kandang Sapi Perah FH

Bangunan perkandangan akan mendapatkan perolehan dan kehilangan panas


dan massa dari dan ke lingkungan sekitarnya melalui proses perpindahan panas
dan massa secara konduksi, konveksi dan radiasi. Perpindahan panas konduksi
terjadi melalui dinding dan atap bangunan dengan arah masuk dan keluar
bangunan termasuk konduksi panas dari dan ke dalam tanah. Perpindahan panas
dan massa secara konveksi terjadi karena aliran udara yang masuk dan keluar
melalui bukaan ventilasi. Perpindahan panas radiasi gelombang pendek dari
radiasi matahari dan refleksinya serta difusivitasnya selalu memiliki nilai
positif. Perpindahan panas radiasi gelombang panjang adalah radiasi yang
dipancarkan oleh permukaan bangunan dan yang diterima dari lingkungan di
sekitar bangunan. Panas lainnya yang ditimbulkan oleh penghuni atau peralatan
yang ada di dalam kandang juga harus dapat diperhitungkan (Soegijanto, 1999).
Perpindahan panas radiasi gelombang panjang terjadi antara ternak (sapi perah
FH) dengan lingkungan di sekitarnya melalui kulit sapi FH yang dominan berwarna
putih atau hitam. Perpindahan panas radiasi gelombang panjang pada ternak
dengan lingkungannya terjadi karena ternak mengeluarkan panas tubuhnya melalui
permukaan kulit dan saluran pernafasan (Esmay dan Dixon, 1986). Perpindahan
panas secara konveksi pada kandang sapi perah FH di lingkungan tropika basah
terjadi pada atap bangunan kandang, sapi perah, lantai, serta bangunan
penopangnya seperti dinding, kerangka dan peralatan lainnya.
Keseimbangan panas di permukaan lantai pada bangunan perkandangan ternak
sapi perah FH meliputi radiasi gelombang panjang dari lantai ke atap, pindah
panas konveksi dari permukaan lantai ke udara dalam kandang, dan pindah panas
konduksi dari permukaan lantai ke lapisan di bawahnya atau sebaliknya.
Keseimbangan panas di udara dalam kandang sapi perah lebih mudah dihitung
karena proses pindah panas terjadi secara konveksi dari penutup (atap) kandang ke
udara dalam kandang terjadi secara alami dan melalui bukaan ventilasi baik
masuk maupun keluar (Esmay dan Dixon, 1986). Perpindahan panas konveksi
dipengaruhi oleh koefisien konveksi udara, kecepatan angin dan suhu lingkungan.

xiv
Semakin besar nilai koefisien konveksi dan kecepatan angin, maka akan semakin
cepat keseimbangan panas dalam ruangan konveksi. Perpindahan panas secara
konduksi terjadi pada penutup (atap) kandang sapi FH, dinding bangunan,
kerangka bangunan, ternak (sapi FH), air minum sapi FH, tubuh sapi FH.
Perpindahan panas konduksi sangat dipengaruhi oleh konduktivitas bahan dan suhu
lingkungan. Semakin besar nilai konduktivitasnya, bahan tersebut semakin cepat
merambatkan panas (Esmay dan Dixon, 1986).

2.5 Distribusi Suhu dan Kelembaban Udara pada Kandang Sapi Perah FH

Distribusi suhu dan kelembaban udara (RH) pada kandang sapi perah FH
dipengaruhi oleh luas dan tinggi bangunan, jumlah ternak, suhu
lingkungan, sistem ventilasi, radiasi matahari, peralatan peternakan,
kecepatan angin, pergerakan udara di sekitar bangunan. Pada bangunan
pertanian (greenhouse), faktor desain yang sangat menentukan distribusi
suhu dan kelembaban udara adalah dimensi bangunan, posisi dinding atau
atap ventilasi, sudut pembukaan ventilasi, jumlah span dan sebagainya
(Boutet, 1987). Pertukaran udara dalam kandang sapi perah dipengaruhi oleh
besarnya suhu lingkungan, produksi panas hewan, kelembaban, konsentrasi
gas dalam kandang, jenis bahan atap bangunan, pindah panas dari lantai, sistem
dan luasan ventilasi, luas dan tinggi bangunan kandang (Hellickson dan
Walker, 1983). Pindah panas pada kandang sapi perah dapat terjadi secara
radiasi, konveksi maupun konduksi (Wathes dan Charles, 1994) yang
mengakibatkan adanya distribusi suhu dalam kandang. Pindah panas secara
radiasi dipengaruhi oleh besarnya radiasi matahari atau bahan, kecepatan angin
dan suhu lingkungan. Pindah panas pada bahan bangunan kandang
dipengaruhi oleh konduktivitas bahan, tebal bahan dan waktu, sedangkan secara
konveksi sangat dipengaruhi oleh suhu lingkungan, kecepatan angin, waktu dan
luasan daerah konveksi. Analisis distribusi suhu dalam bangunan pertanian dapat
dilakukan dengan perhitungan besarnya pindah panas dan massa pada bangunan
melalui sistem ventilasi sehingga menghasilkan aliran udara yang baik di dalam
kandang. Pemecahan analisis aliran udara pada kandang sapi perah
(bangunan pertanian) dalam 2 atau 3 dimensi dapat dilakukan dengan
metode finite element, metode finite difference (Cheney dan Kincaid, 1990),
metode spectral dan finite volume dengan computational fluid dynamics atau
CFD (Versteeg dan Malalasekera,1995).
Metode finite difference menggambarkan φ yang tidak diketahui pada
titik atau node di dalam garis grid. Untuk mendapatkan nilai aproksimasi φ
digunakan deret ekspansi Taylor, sehingga menghasilkan persamaan

xv
aljabar untuk menghitung nilai φ pada tiap titik grid. Metode finite element
menggunakan fungsi sederhana (linear/kuadrat) pada elemen untuk
menggambarkan variabel aliran φ. Fungsi pendugaan dimasukkan ke dalam
persamaan atur, dan hasilnya terdapat residual untuk perhitungan error.
Selanjutnya error dikalikan dengan fungsi pembobot dan diintegralkan.
Hasilnya didapatkan persamaan aljabar yang lebih mudah untuk dipecahkan.
Metode spektral menduga variabel yang tidak diketahui menggunakan deret
Fourier atau deret polinomial Chebyshev. Pendekatan pendugaannya secara
menyeluruh pada semua domain perhitungan (tidak per titik). Terdapat
residual dan fungsi pembobot seperti metode finite element. Metode finite
volume dikembangkan dari finite difference khusus dan dapat diaplikasikan pada
kode CFD (FLUENT, PHOENICS, FLOW3D dan STAR-CD). Algoritma
numeriknya terdiri atas beberapa tahapan sebagai berikut : (1) integrasi
persamaan atur sepanjang volume kontrol domain perhitungan; (2)
diskretisasi yang meliputi substitusi berbagai tipe aproksimasi finite difference
sehingga menghasilkan persamaan aljabar (tahapan kunci); (3) penyelesaian
persamaan aljabar dengan metode iterasi.

2.6 Vetilasi

Ventilasi pada bangunan pertanian digunakan untuk mengendalikan suhu,


kelembaban udara, kotoran ternak dan pergerakan udara sehingga
kondisi lingkungan mikro yang dibutuhkan ternak dapat terpenuhi. Ventilasi
terjadi jika terdapat perbedaan tekanan udara. Ventilasi dengan tekanan udara
tertentu dapat mempengaruhi kecepatan pergerakan udara, arah pergerakan,
intensitas dan pola aliran serta rintangan setempat (Takakura, 1979). Laju
ventilasi diukur dengan satuan massa udara per unit waktu (Mastalerz,
1977). Laju ventilasi minimum pada kandang biasanya didasarkan pada
kebutuhan pergerakan udara untuk kontrol kelembaban (Esmay, 1986).
Di daerah tropis seperti Indonesia, ventilasi bangunan kandang yang
biasanya digunakan adalah ventilasi alami karena dapat menekan biaya dan
tenaga kerja dibandingkan dengan ventilasi lainnya. Ventilasi alami terjadi
karena adanya perbedaan tekanan udara akibat faktor angin dan faktor
termal. Faktor angin dan termal ini dimanfaatkan untuk menggerakkan udara
dan menentukan laju ventilasi alami yang terjadi. Laju ventilasi alami
memiliki hubungan yang linier dengan kecepatan udara dan tergantung pada
perbedaan tekanan udara yang ditimbulkan oleh perbedaan temperatur
lingkungan (Takakura, 1979). Laju pertukaran udara dipengaruhi oleh
total luas bukaan, arah bukaan, kecepatan angin dan perbedaan temperatur di

xvi
luar dan di dalam kandang (Mastalerz, 1977).Kontrol manual sistem ventilasi
alami dapat dilakukan dengan pembukaan dan penutupan lubang ventilasi serta
pengaturan bukaan pada dinding (Takakura, 1979). Pengaturan ventilasi
alami agar tetap kontinyu sulit dilakukan karena dipengaruhi oleh
temperatur, kecepatan dan arah angin yang tidak mudah
dikendalikan.

2.7 Efek Angin dan Efek Termal

Efek angin digolongkan menjadi dua komponen, yaitu efek turbulen


dan efek steady. Efek steady terjadi karena pada saat angin bertiup di atas
dan di sekeliling bangunan. Pergerakan angin ini dapat membangkitkan
perbedaan tekanan pada lokasi yang berbeda yang menghasilkan distribusi
tekanan pada bangunan. Distribusi tekanan di sekitar bangunan dinyatakan
sebagai distribusi dari koefisien tekanan. Apabila koefisien tekanan bernilai
positif maka akan terjadi aliran udara masuk (inflow) melalui bukaan pada
bangunan. Apabila koefisien tekanan bernilai negatif maka akan terjadi aliran
udara keluar dari bangunan (outflow). Efek turbulen terjadi karena kecepatan
angin tidak bersifat statis melainkan bervariasi secara kontinyu yang
menghasilkan fluktuasi tekanan.
Efek termal timbul dari perbedaan temperatur di dalam dan di luar
kandang (Bockett & Albright, 1987). Konveksi panas dari atap dan material
penyusun kandang dapat meningkatkan temperatur udara dan
menurunkan kerapatan udara dalam kandang sehingga mengakibatkan
perbedaan tekanan udara di dalam dan di luar kandang yang pada akhirnya
terjadi aliran udara keluar masuk kandang melalui bukaan. Akibat faktor
termal, terdapat suatu bidang pada bukaan kandang dimana tidak terjadi aliran
udara karena tekanan udara di dalam dan di luar kandang besarnya sama.
Bidang ini disebut bidang tekanan netral. Posisi bidang tekanan netral
memberikan gambaran bukaan yang berfungsi sebagai saluran masuk dan
saluran keluarnya udara. Pada bagian bawah bidang tekanan netral, tekanan
udara luar lebih tinggi daripada tekanan udara di dalam kandang sehingga terjadi
aliran udara masuk ke dalam kandang. Pada bagian di atas bidang
tekanan netral, tekanan udara di dalam lebih tinggi dari tekanan udara di
luar sehingga terjadi aliran udara keluar (Brockett & Albright, 1987).

2.8 Computational Fluid Dynamics (CFD)

xvii
Computational Fluid Dynamics (CFD) adalah suatu analisis sistem
yang meliputi aliran fluida, pindah panas dan massa, serta fenomena lain seperti
reaksi kimia dengan menggunakan simulasi berbasis komputer. CFD telah
digunakan sejak tahun 1960 untuk mendesain mesin jet dan aircraft. CFD
merupakan pemanfaatan komputer untuk memprediksi secara kuantitatif
apa yang terjadi pada saat fluida mengalir sehingga prediksi aliran fluida
pada berbagai sistem dapat dilakukan dengan biaya murah dan waktu relatif
singkat dibandingkan dengan metode eksperimen. Untuk memprediksi
aliran fluida pada kondisi tertentu, program CFD harus dapat
menyelesaikan persamaan yang mengatur aliran fluida sehingga pemahaman
tentang sifat-sifat dasar aliran fluida sangat penting. Persamaan pengatur
aliran fluida adalah persamaan differensial parsial dan komputer digital tidak
dapat digunakan untuk menyelesaikan persamaan tersebut secara langsung
sehingga persamaan tersebut harus ditransformasikan ke dalam persamaan
aljabar sederhana dengan metode diskritisasi (Versteeg dan Malalasekera, 1995).
Ada beberapa teknik distritisasi yang digunakan dan masing-masing
memiliki prinsip yang berbeda seperti : 1) metode beda hingga (finite
different methode); 2) metode elemen hingga (finite element methode) dan
3) metode volume hingga (finite volume methode). Dalam simulasi pola aliran
udara, udara digambarkan secara kuantitatif dalam besaran suhu dan
kecepatan dalam persamaan diferensial, dalam koordinat kartesian dan
dipecahkan dengan teknik CFD (tiga dimensi) berdasarkan analisis numerik
menggunakan metode volume hingga (Versteeg dan Malalasekera, 1995).
Persamaan diskrit yang dihasilkan dari persamaan diferensial umumnya
dalam bentuk implisit. Pada persamaan implisit, satu set pernyataan simultan
atas banyak persamaan individual dihasilkan, dan persamaan tersebut harus
diselesaikan dengan persamaan tertentu dan salah satunya menggunakan
iterasi. Proses iterasi adalah membuat sebuah tebakan nilai variabel-
variabel yang terdapat pada implisit. Iterasi terus dilakukan sampai selisih
antara ruas kiri dengan ruas kanan persamaan mendekati nol (konvergen).
Untuk menyelesaikan persamaan diferensial diperlukan boundary
condition dan initial condition seperti kecepatan, tekanan, variabel turbulensi.
Kondisi batas pada inlet, outlet, bukaan ventilasi, dan material penyusun
kandang harus memiliki acuan dalam penyelesaian persamaan diferensial
parsial. Dalam simulasi aliran fluida, jenis grid yang digunakan menjadi suatu
hal yang sangat diperhatikan. Kompleksitas domain aliran, ketersediaan program
solver dan numerical diffusion (suatu kesalahan diskritisasi yang dapat timbul
jika grid tidak sejajar dengan arah aliran) menjadi pertimbangan dalam
penentuan jenis grid yang akan digunakan.Ada beberapa software yang

xviii
digunakan dalam CFD untuk menyelesaikan permasalahan aliran udara pada
kandang sapi perah FH yaitu software Fluent6.2.16, Gambit 2.2.30 dan Auto
CAD 2005. Penggunaan software Auto CAD untuk mempermudah
penggambaran geometri kandang sebelum diproses lebih lanjut dalam
software Gambit 2.2.30 (pembuatan mesh dan penentuan kondisi batas
geometri kandang yang akan disikulasikan).Adapun sofware Fluent 6.2.16
digunakan untuk analisis distribusi suhu dan pola alirannya. Software
Fluent 6.2.16 telah banyak beredar di pasaran dan telah banyak digunakan untuk
analisis pola aliran udara dan distribusi suhu pada berbagai kondisi dengan
tingkat validasi yang tinggi. Pada pemecahan masalah aliran dan distribusi
fluida dua fase atau lebih seperti kelembaban relatif (udara dan uap air)
software Fluent 6.2.16 belum dapat digunakan sehingga diperlukan teknik
perhitungan untuk menentukan besarnya kelembaban relatif (RH) yang
terdistribusi dalam kandang. Perhitungan distribusi RH dalam kadang
didasarkan pada terjadinya proses pemanasan dalam kandang akibat panas
konveksi dari atap dan material bahan penyusun kandang, dimana kondisi
tekanan uap dan kelembaban mutlak tetap dan tidak terjadi penambahan uap air
pada kondisi kandang kosong.

2.9 Simulasi
Simulasi adalah teknik penyusunan dari kondisi nyata (sistem)
dan kemudian melakukan percobaan pada model yang dibuat dari sistem.
Simulasi merupakan alat yang fleksibel dari model atau kuantitatif.
Simulasi cocok diterapkan untuk menganalisa interaksi masalah yang
rumit dari sistem. Simulasi berguna untuk mengetahui pengaruh atau
akibat suatu keputusan dalam jangka waktu tertentu (Avissar, et.all.,
1982).
Dalam melakukan simulasi, terlebih dahulu harus dibuat model yang
akan dijadikan acuan untuk melakukan simulasi agar diperoleh nilai
ekonomis, efektif, mudah, resiko kecil. Kriteria umum agar model simulasi
efektif adalah : 1) model simulasi dapat memprediksi proses fisik dan
fisiologi dalam sistem dengan ketepatan yang masuk akal dan dapat
dibuktikan dengan percobaan; 2) model simulasi bersifat umum dan
cukup fleksibel untuk diaplikasikan pada sistem tertentu yang memiliki
kondisi lingkungan yang beragam. Untuk mengetahui kriteria tersebut,
parameter lingkungan yang digunakan adalah kondisi batas yang mudah
diukur dan tidak dipengaruhi oleh keberadaan sistem. Skala waktu,

xix
parameter, initial condition dapat dengan mudah diubah-ubah, serta dapat
dengan mudah menyelesaikan persamaan-persamaan yang tidak linier dan
dapat mengkaji sistem secara utuh (Avissar, et.all., 1982).
Simulasi dapat dilakukan dengan pembuatan model persamaan
matematika, program komputer, atau pembuatan model prototipe sehingga
sistem yang akan disimulasikan dapat terwakili oleh model yang
disimulasikan. Simulasi analisis distribusi suhu dan kelembaban udara
(RH) pada kadang sapi perah FH dapat dilakukan dengan persamaan
matematika, dan program komputer. Parameter yang harus
diperhitungkan dalam simulasi analisis distribusi suhu dan kelembaban
udara (RH) pada kandang sapi perah antara lain suhu lingkungan, suhu
udara dalam kandang, suhu tanah, radiasi matahari, kecepatan angin,
sistem dan besaran ventilasi, bahan-bahan bangunan (konduktivitas panas,
emisivitas, koefisien pindah panas, absorpsivitas), suhu diurnal ternak
(sapi perah) seperti suhu kulit, rektal, pernafasan (Esmay dan Dixon, 1986).
Simulasi distribusi parameter iklim mikro seperti suhu, kelembaban,
kecepatan angin, sudut datang radiasi matahari telah banyak dilakukan pada
bangunan pertanian terutama greenhouse baik menggunakan persamaan-
persamaan matematika, program komputer maupun model atau prototipe.

BAB III
MATERI DAN METODE PRAKTIKUM
3.1 Waktu Dan Tempat Praktikum
Praktikum ini dilaksanakan pada hari jum’at, 17 November 2023 pada pukul
07:00-18:00 WITA, di Gedung A Lantai 3.2 Fakultas Peternakan Universitas
Mataram.
3.2 Materi Praktikum
Adapun alat yang digunakan pada praktikum kali ini ialah Hydro
Thermometer
3.3 Metode Praktikum
Adapun metode yang digunakan pada praktikum ini ialah dengan cara
mengamati hydro thermometer pada suatu ruangan untuk mengetahui suhu dan
kelembaban ruangan tersebut.

xx
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil praktikum

Suhu
No. Nama Alat (oC)
Pagi Siang Sore Rata/Hr

06.00 12.00 12.00

1.

Thermo -Hygrometer
Digital Clock 28.2 29.1 28.5 28.6

Kelembaban (%)
Pagi Siang Sore Rata/Hr

xxi
06.00 12.00 12.00
17.00-18.00

53 49 35 45,6

ITH
Rata/Hr
06.00 12.00 12.00
=1,8 x 28,2 –(1-0,53)x (28,2- =1,8 x 29,1 –(1-0,49)x (29,1 =1,8 x 28,5 –(1-0,35)x (28,5-
13,3) +32 14,3) +32 13,3) +32
=50,76 –( 0,47) x (13,9) + 32 =52,3 – (0,51) x ( 14,8) + 32 =51,3 –( 0,65) x (14,2) + 32
=50,76 – 6,53 + 32 =52,3– 7,54 + 32 =51,3 – 9,23+ 32
=76,23 =76,76 =74,07 75,68

4.2 Pembahasan

Dari kegiatan pengamatan yang kami lakukan, kami mendapatkan suhu


rata-rata 28,6℃ dan kelembaban rata-rata 45,66%, dan rata-rata ITH 75,68 .
Zona termonetral suhu nyaman untuk sapi Eropa berkisar 17–21oC
(Hafez,1968);13–18℃ (McDowell,1972);4–25⁰C (Yousef, 1985),5 – 25oC
(Jones & Stallings,1999). Untuk sapi perah FH, penampilan produksi terbaik
akan dicapai pada suhu lingkungan 18,3 ⁰C dengan kelembaban 55%. Bila
melebihi suhu tersebut, ternak akan melakukan penyesuaian secara fisiologis
dan secara tingkah laku (behaviour). Sapi perah FH akan nyaman pada nilai
THI di bawah 72. Jika nilai THI melebihi 72, maka sapi perah FH akan
mengalami stres ringan (72 ≤ THI ≤79), stres sedang (80 ≤ THI ≤ 89)
dan stres berat ( 90 ≤ THI ≤ 97) (Wierema,1990).
Sehingga, jika dibandingkan antara hasil pengamatan yang telah kami
lakukan pada suatu ruangan dengan teori yang ada diatas, maka dapat
disimpulkan bahwa sapi akan mengalami stres ringan, karna melebihi nilai
rata-rata ideal.Pada pagi

xxii
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 KESIMPULAN
Maka dapat disimpulkan bahwa suhu rata – rata pada ruangan tersebut dapat
membuat sapi mengalami stres ringan, jika suhu ruangan melebihi nilai rata-
rata.Suhu udara pada pagi hingga sore hari pada ruangan tersebut berpotensi
mengakibatkan ternak mengalami stres ringan karna suhu ruangan dan
kelembaban melibihi suhu ideal untuk ternak.

xxiii
1.2 SARAN
Sebaiknya pada peraktikum selanjutnya di lakukan dengan lebih
teliti dan hati hati, agar mendapatkan hasil yang lebiih maksimal.

xxiv
DAFTAR PUSTAKA

Avissar,R., Ytshaq M. 1982. Verification study numerical greenhouse microclimate model.


Trans. ASAE:1711-1920

Brockett, B.L and Albright, L. D 1987 Natural ventilatiok in single air span building.
Journal off Agricultural Engineering Research(37) 141-154

Bligh, E.G. & Dyer, W.J. 1959. A rapid method of total lipid extraction and purification.
Can. J. Biochem. Physiol. 37 (8): 911–917.

Boutet, Terry S. 1987. Controlling Air Movement. A Manual for Architects and
Builders. McGraw-Hill.

Cheney, W., and Kincaid, D. 1999. Numberical Mathematics and Computing. Brooks
Cole Publishing. California.

Esmay, 1960. Pengaruh termal pada struktur ternak. Transaksi di ASAE, 24 (4): 1030-
1034.

Hafez, E. S. 1968. The Behaviour of domestic animals. 2nd Edition by the


Williams and Within Co, Baltimore. 485-490

Hellickson, M.A dan Walker, J.N. 1983. Ventilation of Agricultural Structures. The
American Society of Agricultural Engineers, Michigan, USA.

Mastalerz, J.W. 1977. The Greenhouse Environment. John Wiley and Sons, Inc. USA

Mcdowell, R. E. 1972. Improvement of Livestock Production in Warm Climate. W.H.


Freeman and Co., San Fransisco. p. 1-128

Purwanto A. Y., dan Sutrisno. 2015. Pengaruh Jenis Kemasan dan Penyimpanan Suhu
Rendah terhadap Perubahan Kualitas Cabai Merah Keriting Segar. JTEP Jurnal
Keteknikan Pertanian, 3 (2): 145-152.

Soegijanto. (1999). Bangunan di Indonesia dengan Iklim Tropis Lembap Ditinjau


dari Aspek Fisika Bangunan. Jakarta: Dekdikbud

25
Versteeg, H.K. and Malalasskera, W. 1995. An Introduction to Computational Fluid
Dynamic The Finite Volume Method. Longman Scientific and Thecnical. Malaysia

Mastalerz, J.W. 1977. The Greenhouse Environment. John Wiley and Sons, Inc. USA

Wierema, 1990. Feeding Strategies to Combat Heat Stress. Ontario Ministry of Agriculture
and Food. Ontario. Francais.

West,J.W.1994.interaksi energi dan somatotropin sapi dengan cekaman panas.


J.Dairy Sci .43:1245

West, J.W. 2003. Effects of Heat Stress on Production in Dairy Cattle. J. Dairy
Sci. 86:2131-2144

26
LAMPIRAN

Gambar 1. Pengukuran pagi Gambar 1. Pengukuran siang

Gambar 1. Pengukuran sore

27
28
29
30
31

Anda mungkin juga menyukai