metode Flashcutter
Khitan dengan Flashcutter dapat dilakukan anestesi dengan teknik Infiltrasi maupun blok.
Bergantung pada kondisi atau kebiasaan dengan mempertimbangkan kelebihan dan kekurangan
masing-masing.
Anestesi Infiltrasi
Daerah penyuntikan disesuaikan dengan lokasi persarafan.
Secara anatomis, cabang-cabang saraf yang mempersarafi penis berada pada sekitar jam 11 dan
jam 1, cabang cabangnya sekitar di jam 5, jam 7 serta daerah frenulum.
Lokasi penyuntikan adalah sekitar ½ - 2/3 proksimal batang penis secara subkutis agak
kedalam sedikit agar obat masuk ke tunika albuginea.
Jarum disuntikan di daerah dorsum penis proksimal secara sub kutan, gerakkan kekanan,
aspirasi, tarik jarum sambil menginjeksikan cairan anestesi, jarum jangan sampai keluar
kemudian arahkan jaruh ke lateral kiri, ulangi seperti lateral kanan. Kemudian jarum injeksikan
di daerah ventral dan lakukan infiltrasi seperti diatas sehingga pada akhirnya terbentuk Ring
Block Massage penis, karena obat anestesi membutuhkan waktu untuk bekerja. Tunggu 3-5
menit kemudian dilakukan test dengan menjepit ujung preputium dengan klem. Apabila belum
teranestesi penuh ditunggu sampai dengan anestesi bekerja kira-kira 3-5 menit berikutnya.
Pada batas tertentu bila dipandang perlu dapat dilakukan tambahan anestesi.
Anastesi blok
Bertujuan memblok semua impuls sensorik dari batang penis melalui pemblokiran nervus
pudendus yang terletak dibawah fasia Buch dan ligamentum suspensorium dengan cara
memasukkan cairan anestesi dengan jarum tegak lurus sedikit diatas pangkal penis, diatas
simfisis osis pubis sampai menembus fasia Buch.
Obat anestesi
Yang banyak digunakan adalah Lidokain HCL2%, baik yang ditambah adrenalin (Pehacain)
ataupun tidak. Untuk anestesi infiltrasi dapat diencerkan sampai 0,5% dengan aquabides,
dimaksudkan untuk mengurangi resiko intoksikasi obat. Dapat pula lidokain dioplos dengan
markain dengan perbandingan 50-70:30-50, untuk mendapatkan onset cepat dan durasi yang
lama.
Reaksi toksik dapat terjadi karena kesalahan penyuntikan sehingga obat masuk ke pembuluh
darah atau karena dosis yang terlampau tinggi
DAFTAR PUSTAKA
file:///G:/anastesi/obat_bius_lokal.htm
file:///G:/anastesi/Anesthetik%20lokal%20Golongan%20Amida!!%20%C2%AB%20My
%20Way%20As%20Dentist.htm
Katzung, 1998, Farmakologi Dasar dan Klinis, Staf Dosen Farmakologi Fakultas Kedokteran
Universitas Sriwijaya, Hal : 351-366
Tjay dan Rahardja, 2003, Obat-obat Penting, PT Elex Media Komputindo Klompok Gramedia,
Jakarta, Hal :267- 27
OBAT YANG DIGUNAKAN DALAM ANESTESI
Obat-obatan anestesi terdiri dari obat-obatan pre-medikasi, obat induksi anestesi, obat anestesi
inhalasi, obat anestesi intravena, obat pelumpuh otot (muslce relaxant), obat anestesi lokal/regional,
dan analgesia (opioid dan non-opioid).
Macam- macam obat pre medikasi :
1. Golongan Narkotika
- Efek samping: dapat membuat depresi pernafasan, mual-muntah, Vasodilatasi pembuluh darah yang
dapat membuat hipotensi.
- Biasanya diberikan jika anestesi dilakukan dengan anestetika dengan sifat analgesik rendah, misalnya:
halotan, tiopental, propofol.
- Pethidin :
- Morfin :
- Fentanyl :
Mempunyai potensi analgesi 75-125 kali morfin
Mempunyai mula kerja yang cepat dan mempunyai waktu eliminasi yang cepat juga dalam tubuh
Efek terhadap jantung sangat minimal tetapi dapat terjadi bradi yang dapat di tanggulangi dengan
pemberian sufas atropin
Mempunyai efek samping ketergantungan, euforia, perlambatan EKG, mual dan muntah
2. golongan benzodiazepin
- Obat-obatan itu berfungsi untuk mencegah terjadinya efek bradikardi dari obat-obatan premedikasi lain
ataupun obat-obatan anastetik yang akan digunakan nantinya
- Dapat digunakan sebagai profilaksis ataupun pengobatan bradikardi
- Efek samping yang ditimbulkan seperti toksisitas SSP, takikardi (bahaya pada penderita penyakit
jantung), pireksia, midriasis
- Obat-obatan yang biasa digunakan adalah sulfas atropin
4. 5-HT antagonis
- Obat yang biasanya digunakan adalah ondansetron untuk mengurangi efek mual muntah dari obat-
obatan anestesi lainnya.
Macam- macam obat anastesi berikut dosis dan sediaannya :
- Efek analgesia kuat sekali. Terutama untuk nyeri somatik tetapi tidak untuk nyeri viseral
- Refleks pharynx dan larynx masih cukup baik batuk saat anestesi refleks vagal
- Disosiasi mimpi yang tidak enak, disorientasi tempat dan waktu, halusinasi, gaduh gelisah, tidak
terkendali. Saat pdrt mulai sadar dpt timbul eksitasi
- Aliran darah ke otak, konsentrasi oksigen, tekanan intracranial (Efek ini dapat diperkecil dengan
pemberian thiopental sebelumnya)
- TD sistolik diastolic naik 20-25%, denyut jantung akan meningkat. (akibat peningkatan aktivitas saraf
simpatis dan depresi baroreseptor). Cegah dengan premedikasi opiat, hiosin.
- Dilatasi bronkus. Antagonis efek konstriksi bronchus oleh histamin. Baik untuk penderita- penderita
asma dan untuk mengurangi spasme bronkus pada anesthesia umum yang masih ringan.
- Ketamin bekerja pada daerah asosiasi korteks otak, sedang obat lain bekerja pada pusat retikular otak
Indikasi:
Untuk prosedur dimana pengendalian jalan napas sulit, missal pada koreksi jaringan sikatrik pada daerah
leher, disini untuk melakukan intubasi kadang sukar
Pada pasien dengan resiko tinggi: ketamin tidak mendepresi fungsi vital. Dapat dipakai untuk induksi pada
pasien syok.
Pasien asma
Kontra Indikasi
Dekompensasi kordis
2. Propofol
- Bentuk cairan, emulsi isotonik, warna putih seperti susu dengan bahan pelarut minyak kedelai &
postasida telur yang dimurnikan.
- Terasa nyeri saat penyuntikan dicampur lidokain 2% +0,5cc dlm 10cc propolol jarang pada anak
karena sakit & iritasi pd saat pemberian
- Saat dipakai untuk induksi juga dapat terjadi hipotensi karena vasodilatasi dan apnea sejenak
Efek Samping
Bradikardi
Nausea, sakit kepala pada penderita yg mulai sadar.
Ekstasi, nyeri lokal pada daerah suntikan
Dosis berlebihan dapat mendepresi jantung dan pernapasan
Sebaiknya obat ini tidak diberikan pada penderita dengan gangguan jalan napas, ginjal, liver,
syok hipovolemik
Efek:
- Menghambat salivasi
- Nadi cepat, ekskresi air mata
- Absorbsi & ekskresi obat oleh paru, sebagian kecil dimetabolisme tubuh
Keuntungan
cepat tidur
Tidak merangsang saluran napas
Salivasi tidak banyak
Bronkhodilator obat pilihan untuk asma bronkhiale
Waktu pemulihan cepat (1 jam post anestesi)
Kadang tidak mual & tidak muntah, penderita sadar dalam kondisi yang enak
Kerugian
overdosis
Perlu obat tambahan selama anestesi
Hipotensi karena depresi miokard & vasodilatasi
aritmia jantung
Sifat analgetik ringan
Cukup mahal
Dosis dapat kurang sesuai akibat penyusutan
- gas yang berbau, berpotensi rendah (MAC 104%), tidak mudah terbakar dan relatif tidak larut dalam
darah
Efek:
- Merupakan cairan tak berwarna, berbau tajam, tidak mudah terbakar, tidak terpengaruh cahaya dan
tidak merusak logam
- Dalam waktu 7-10 menit biasanya sudah mencapai stadium pembedahan anastesi
- Mempunyai bau yang tajam sehingga pasien tidak nyaman, dapat membuat iritasi jalan nafas,
menimbulkan depresi ringan pada jantung dan curah jantungn menurunkan tekanan darah sistemik
4. Sevofluran
- Merupakan cairan jernih, tidak berwarna, berbau enak, tidak iritatif, tidak korosif, tidak mudah terbakar
dan stabil terkena cahaya
- Induksi dengan sevofluran dapat menimbulkan relaksasi pada anak
- Pada sistem kardiovaskular sedikit menimbulkan depresi kontraksi jantung
- Dapat memicu bronkospasme
- Mengurangi aliran darah ke ginjal sehingga dihubungkan dengan gangguan fungsi ginjal
- Obat ini membantu pada operasi khusus seperti operasi perut agar organ abdominal tidak keluar dan
terjadi relaksasi
Durasi
Ultrashort (5-10 menit): suksinilkolin
Short (10-15 menit) : mivakurium
Medium (15-30 menit) : atrakurium, vecuronium
Long (30-120 menit) : tubokurarin, metokurin , pankuronium, pipekuronium,
doksakurium, galamin
Potensi Obat
Onset 2’ 5’ 15’
Potensi 1 3 15
Toksisitas 1 2 10
Keterangan:
Bupivacaine
- Konsentrasi 0,5% tanpa adrenalin, analgesianya sampai 8 jam. Volume yang digunakan <20ml .="" b="">
- Umumnya digunakan 1-2%, dengan mula kerja 10 menit dan relasasi otot baik.
OPIOID
- Opioid yang sering digunakan dalam anastesi antara lain adalah morfin, petidin, fentanil.
- Opioid adalah semua zat baik sintetik atau natural yang dapat berikatan dengan reseptor morfin. Opioid
disebut juga sebagai analgesia narkotik yang sering digunakan dalam anastesia untuk mengendalikan
nyeri saat pembedahan dan nyeri pasca pembedahan.
A. Klasifikasi Opioid
1. MORFIN
a. Farmakodinamik
Efek morfin terjadi pada susunan syaraf pusat dan organ yang mengandung otot polos. Efek morfin pada
sistem syaraf pusat mempunyai dua sifat yaitu depresi dan stimulasi. Digolongkan depresi yaitu
analgesia, sedasi, perubahan emosi, hipoventilasi alveolar. Stimulasi termasuk stimulasi parasimpatis,
miosis, mual muntah, hiperaktif reflek spinal, konvulsi dan sekresi hormon anti diuretika (ADH).
b. Farmakokinetik
Morfin tidak dapat menembus kulit utuh, tetapi dapat menembus kulit yang luka. Morfin juga dapat
menembus mukosa. Morfin dapat diabsorsi usus, tetapi efek analgesik setelah pemberian oral jauh lebih
rendah daripada efek analgesik yang timbul setelah pemberian parenteral dengan dosis yang sama.
Morfin dapat melewati sawar uri dan mempengaharui janin. Eksresi morfin terutama melalui ginjal.
Sebagian kecil morfin bebas ditemukan dalam tinja dan keringat.
c. Indikasi
Morfin dan opioid lain terutama diindikasikan untuk meredakan atau menghilangkan nyeri hebat yang
tidak dapat diobati dengan analgesik non-opioid. Apabila nyerinya makin besar dosis yang diperlukan
juga semakin besar. Morfin sering digunakan untuk meredakan nyeri yang timbul pada infark miokard,
neoplasma, kolik renal atau kolik empedu, oklusi akut pembuluh darah perifer, pulmonal atau koroner,
perikarditis akut, pleuritis dan pneumotorak spontan, nyeri akibat trauma misalnya luka bakar, fraktur
dan nyeri pasca bedah.
d. Efek samping
Efek samping morfin (dan derivat opioid pada umumnya) meliputi depresi pernafasan, nausea, vomitus,
dizzines, mental berkabut, disforia, pruritus, konstipasi kenaikkan tekanan pada traktus bilier, retensi
urin, dan hipotensi.
Morfin tersedia dalam tablet, injeksi, supositoria. Morfin oral dalam bentuk larutan diberikan teratur
dalam tiap 4 jam. Dosis anjuran untuk menghilangkan atau mengurangi nyeri sedang adalah 0,1-0,2 mg/
kg BB. Untuk nyeri hebat pada dewasa 1-2 mg intravena dan dapat diulang sesuai yang diperlukan.
2. PETIDIN
a. Farmakodinamik
Meperidin (petidin) secara farmakologik bekerja sebagai agonis reseptor µ. Seperti halnya morfin,
meperidin (petidin) menimbulkan efek analgesia, sedasi, euforia, depresi nafas dan efek sentral lainnya.
Waktu paruh petidin adalah 5 jam. Efektivitasnya lebih rendah dibanding morfin, tetapi lebih tinggi dari
kodein. Durasi analgesinya pada penggunaan klinis 3-5 jam. Dibandingkan dengan morfin, meperidin
lebih efektif terhadap nyeri neuropatik.
b. Perbedaan antara petidin (meperidin) dengan morfin sebagai berikut :
1) Petidin lebih larut dalam lemak dibandingkan dengan morfin yang larut dalam air.
2) Metabolisme oleh hepar lebih cepat dan menghasilkan normeperidin, asam meperidinat dan asam
normeperidinat. Normeperidin adalah metabolit yang masih aktif memiliki sifat konvulsi dua kali lipat
petidin, tetapi efek analgesinya sudah berkurang 50%. Kurang dari 10% petidin bentuk asli ditemukan
dalam urin.
3) Petidin bersifat atropin menyebabkan kekeringan mulut, kekaburan pandangan dan takikardia.
4) Petidin menyebabkan konstipasi, tetapi efek terhadap sfingter oddi lebih ringan.
5) Petidin cukup efektif untuk menghilangkan gemetaran pasca bedah yang tidak ada hubungannya
dengan hipotermi dengan dosis 20-25 mg i.v pada dewasa.
c. Farmakokinetik
Absorbsi meperidin dengan cara pemberian apapun berlangsung baik. Akan tetapi kecepatan absorbsi
mungkin tidak teratur setelah suntikan IM. Kadar puncak dalam plasma biasanya dicapai dalam 45 menit
dan kadar yang dicapai antar individu sangat bervariasi. Setelah pemberian meperidin IV, kadarnya
dalam plasma menurun secara cepat dalam 1-2 jam pertama, kemudian penurunan berlangsung lebih
lambat. Kurang lebih 60% meperidin dalam plasma terikat protein. Metabolisme meperidin terutama
dalam hati. Pada manusia meperidin mengalami hidrolisis menjadi asam meperidinat yang kemudian
sebagian mengalami konjugasi. Meperidin dalam bentuk utuh sangat sedikit ditemukan dalam urin.
Sebanyak 1/3 dari satu dosis meperidin ditemukan dalam urin dalam bentuk derivat N-demitilasi.
Meperidin dapat menurunkan aliran darah otak, kecepatan metabolik otak, dan tekanan intra kranial.
Berbeda dengan morfin, petidin tidak menunda persalinan, akan tetapi dapat masuk ke fetus dan
menimbulkan depresi respirasi pada kelahiran.
d. Indikasi
Meperidin hanya digunakan untuk menimbulkan analgesia. Pada beberapa keadaan klinis, meperidin
diindikasikan atas dasar masa kerjanya yang lebih pendek daripada morfin. Meperidin digunakan juga
untuk menimbulkan analgesia obstetrik dan sebagai obat preanestetik.
e. Dosis dan sediaan
Sediaan yang tersedia adalah tablet 50 dan 100 mg ; suntikan 10 mg/ml, 25 mg/ml, 50 mg/ml, 75 mg/ml,
100 mg/ml. ; larutan oral 50 mg/ml. Sebagian besar pasien tertolong dengan dosis parenteral 100 mg.
Dosis untuk bayi dan anak ; 1-1,8 mg/kg BB.
f. Efek samping
Efek samping meperidin dan derivat fenilpiperidin yang ringan berupa pusing, berkeringat, euforia,
mulut kering, mual-muntah, perasaan lemah, gangguan penglihatan, palpitasi, disforia, sinkop dan
sedasi.
3. FENTANIL
a. Farmakodinamik
Turunan fenilpiperidin ini merupakan agonis opioid poten. Sebagai suatu analgesik, fentanil 75-125 kali
lebih poten dibandingkan dengan morfin. Awitan yang cepat dan lama aksi yang singkat mencerminkan
kelarutan lipid yang lebih besar dari fentanil dibandingkan dengan morfin. Fentanil (dan opioid lain)
meningkatkan aksi anestetik lokal pada blok saraf tepi. Keadaan itu sebagian disebabkan oleh sifat
anestetsi lokal yamg lemah (dosis yang tinggi menekan hantara saraf) dan efeknya terhadap reseptor
opioid pada terminal saraf tepi. Fentanil dikombinasikan dengan droperidol untuk menimbulkan
neureptanalgesia.
b. Farmakokinetik
Setelah suntikan intravena ambilan dan distribusinya secara kualitatif hampir sama dengan dengan
morfin, tetapi fraksi terbesar dirusak paru ketika pertama kali melewatinya. Fentanil dimetabolisir oleh
hati dengan N-dealkilase dan hidrosilasidan, sedangkan sisa metabolismenya dikeluarkan lewat urin.
c. Indikasi
Efek depresinya lebih lama dibandingkan efek analgesinya. Dosis 1-3 mg /kg BB analgesianya hanya
berlangsung 30 menit, karena itu hanya dipergunakan untuk anastesia pembedahan dan tidak untuk
pasca bedah. Dosis besar 50-150 mg/kg BB digunakan untuk induksi anastesia dan pemeliharaan
anastesia dengan kombinasi bensodioazepam dan inhalasi dosis rendah, pada bedah jantung. Sediaan
yang tersedia adalah suntikan 50 mg/ml.
d. Efek samping
Efek yang tidak disukai ialah kekakuan otot punggung yang sebenarnya dapat dicegah dengan pelumpuh
otot. Dosis besar dapat mencegah peningkatan kadar gula, katekolamin plasma, ADH, renin, aldosteron
dan kortisol.
Intubasi
Title: Intubasi
Posted by:robin perdana saputra
Published :2013-10-26T07:32:00-07:00
Rating: 4.5
Reviewer: 7 Reviews
Intubasi
INTUBASI
A. Definisi
Menurut Hendrickson, intubasi adalah memasukkan suatu lubang atau pipa melalui mulut atau
melalui hidung, dengan sasaran jalan nafas bagian atas atau trakhea. Pada intinya, Intubasi Endotrakhea
adalah tindakan memasukkan pipa endotrakha ke dalam trakhea sehingga jalan nafas bebas hambatan
dan nafas mudah dibantu dan dikendalikan
B. Tujuan Intubasi
Tujuan dilakukannya tindakan intubasi endotrakhea adalah untuk membersihkan saluran
trakheobronchial, mempertahankan jalan nafas agar tetap paten, mencegah aspirasi, serta
mempermudah pemberian ventilasi dan oksigenasi bagi pasien operasi. Pada dasarnya, tujuan intubasi
endotrakheal :
b.Mempertahankan jalan nafas agar tetap bebas serta mempertahankan kelancaran pernafasan.
c. Mencegah kemungkinan terjadinya aspirasi isi lambung (pada keadaan tidak sadar, lambung penuh dan
tidak ada refleks batuk).
a. Keadaan oksigenasi yang tidak adekuat (karena menurunnya tekanan oksigen arteri dan lain-lain) yang
tidak dapat dikoreksi dengan pemberian suplai oksigen melalui masker nasal.
b. Keadaan ventilasi yang tidak adekuat karena meningkatnya tekanan karbondioksida di arteri.
bronchial toilet.
d. Menyelenggarakan proteksi terhadap pasien dengan keadaan yang gawat atau pasien dengan refleks
akibat sumbatan yang terjadi.
b. Operasi-operasi di daerah kepala, leher, mulut, hidung dan tenggorokan, karena pada kasus-kasus
demikian sangatlah sukar untuk menggunakan face mask tanpa mengganggu pekerjaan ahli bedah.
c. Pada banyak operasi abdominal, untuk menjamin pernafasan yang tenang dan tidak ada ketegangan.
d. Operasi intra torachal, agar jalan nafas selalu paten, suction dilakukan dengan mudah, memudahkan
respiration control dan mempermudah pengontrolan tekanan intra pulmonal.
g. Tracheostomni.
- Bila oral tube menghalangi pekerjaan dokter bedah, misalnya tonsilektomi, pencabutan gigi, operasi
pada lidah
Kontraindikasi
Tidak ada kontra indikasi yang absolute; namun demikian beberapa keadaan trauma jalan nafas
atau obstruksi yang tidak memungkinkan untuk dilakukannya intubasi. Tindakan yang harus dilakukan
adalah cricothyrotomy pada beberapa kasus. Trauma servikal yang memerlukan keadaan imobilisasi
tulang vertebra servical, sehingga sangat sulit untuk dilakukan intubasi.
D. Cara intubasi
Teknik intubasi dengan induksi cepat dilakukan dengan menidurkan pasien terlebih dahulu.
Urutan tindakan induksi cepat adalah : posisi kepala dan badan atas agak tinggi 20-30 derajat (anti
Trendelenburg), preoksigenasi (diberi O 2 tinggi dulu dengan sungkup muka), memberi obat pelumpuh
otot non-depolarisasi dosis kecil dulu sebelum memberi suksinil kolin, tekanan pada tulang krikoid,
tanpa melakukan ventilasi positif dengan sungkup muka, suntikan obat induksi yang cepat (tiopental),
suntikan obat pelumpuh otot (suksinil kolin), kemudian intubasi yang langsung diikuti dengan
mengembangkan balon pipa endotrakea.
Tekanan pada krikoid yang dilakukan oleh asisten harus sudah dimulai waktu menyuntikkan
obat induksi anastesia dan diteruskan sampai intubasi berhasil dan balon sudah dikembangkan.
Pipa nasogastrik bila sudah terpasang harus dihisap dan sesudahnya diangkat sebelum melakukan
induksi anastesia.
b. Awake intubation:
Intubasi endotrakea dalam keadaan pasien sadar dengan anastesia topikal, pilihan teknik untuk
mencegah bahaya aspirasi pada kasus trauma berat pada muka, lehar, perdarahan usus dsb.
Intubasi sadar dilakukan dengan pertolongan obat penenang seperti diazepam, fentanil atau
petidin untuk mempermudah kooperasi pasien tanpa harus menghilangkan refleks jalan napas atas
(yang harus mencegah aspirasi).
yang benar.
Tube : Pipa trakea yang sesuai dengan ukuran dan sediakan satu ukuran yang
lebih besar dan satu yang lebih kecil. Olesi dengan pelicin jeli.
I : Introducer : Mandrin atau stilet untuk memandu saat memasukkan ujung pipa
trakea.
2 Pipa endotrakheal. terbuat dari karet atau plastik. Untuk operasi tertentu misalnya didaerah kepala dan
leher dibutuhkan pipa yang tidak bisa ditekuk yang mempunyai spiral nilon atau besi (non kinking).
Untuk mencegah kebocoran jalan nafas, kebanyakan pipa endotrakheal mempunyai balon (cuff) pada
ujung distalnya. Pipa tanpa balon biasanya digunakan pada anak-anak karena bagian tersempit jalan
nafas adalah daerah rawan krikoid. Pada orang dewasa biasa dipakai pipa dengan balon karena bagian
tersempit adalah trachea. Pipa pada orang dewasa biasa digunakan dengan diameter internal untuk laki-
laki berkisar 8,0 – 9,0 mm dan perempuan 7,5 – 8,5 mm.
Untuk intubasi oral panjang pipa yang masuk 20 – 23 cm. Pada anak-anak dipakai rumus :
Rumus tersebut merupakan perkiraan dan harus disediakan pipa 0,5 mm lebih besar dan lebih kecil.
Untuk anak yang lebih kecil biasanya dapat diperkirakan dengan melihat besarnya jari kelingkingnya.
3. Pipa orofaring atau nasofaring. mencegah obstruksi jalan nafas karena jatuhnya lidah
5. Stilet atau forsep intubasi. (McGill) mengatur kelengkungan pipa endotrakheal sebagai alat bantu
saat insersi pipa. Forsep intubasi digunakan untuk memanipulasi pipa endotrakheal nasal atau pipa
nasogastrik melalui orofaring.
a. Persiapan. Pasien sebaiknya diposisikan dalam posisi tidur terlentang, oksiput diganjal dengan
menggunakan alas kepala (bisa menggunakan bantal yang cukup keras atau botol infus) kepala dalam
keadaan ekstensi serta trakhea dan laringoskop berada dalam satu garis lurus.
b. Oksigenasi. Setelah dilakukan anestesi dan diberikan pelumpuh otot, lakukan oksigenasi dengan
pemberian oksigen 100% minimal dilakukan selama 2 menit. Sungkup muka dipegang dengan tangan kiri
dan balon dengan tangan kanan.
c. Laringoskop. Mulut pasien dibuka dengan tangan kanan dan gagang laringoskop dipegang dengan
tangan kiri. Blade laringoskop dimasukkan dari sudut kiri dan lapangan pandang akan terbuka. Blade
laringoskop didorong ke dalam rongga mulut. Gagang diangkat dengan lengan kiri dan akan terlihat
uvula, faring serta epiglotis. Ekstensi kepala dipertahankan dengan tangan kanan. Epiglotis diangkat
sehingga tampak aritenoid dan pita suara yang tampak keputihan bentuk huruf V.
d. Pemasangan pipa endotrakheal. Pipa dimasukkan dengan tangan kanan melalui sudut kanan mulut
sampai balon pipa tepat melewati pita suara. Bila perlu, sebelum memasukkan pipa asisten diminta
untuk menekan laring ke posterior sehingga pita suara akan dapat tampak dengan jelas. Bila
mengganggu, stilet dapat dicabut. Ventilasi atau oksigenasi diberikan dengan tangan kanan memompa
balon dan tangan kiri memfiksasi. Balon pipa dikembangkan dan blade laringoskop dikeluarkan
selanjutnya pipa difiksasi dengan plester.
e. Mengontrol letak pipa. Dada dipastikan mengembang saat diberikan ventilasi. Sewaktu ventilasi,
dilakukan auskultasi dada dengan stetoskop, diharapkan suara nafas kanan dan kiri sama. Bila dada
ditekan terasa ada aliran udara di pipa endotrakheal. Bila terjadi intubasi endotrakheal akan terdapat
tanda-tanda berupa suara nafas kanan berbeda dengan suara nafas kiri, kadang-kadang timbul suara
wheezing, sekret lebih banyak dan tahanan jalan nafas terasa lebih berat. Jika ada ventilasi ke satu sisi
seperti ini, pipa ditarik sedikit sampai ventilasi kedua paru sama. Sedangkan bila terjadi intubasi ke
daerah esofagus maka daerah epigastrum atau gaster akan mengembang, terdengar suara saat ventilasi
(dengan stetoskop), kadang-kadang keluar cairan lambung, dan makin lama pasien akan nampak
semakin membiru. Untuk hal tersebut pipa dicabut dan intubasi dilakukan kembali setelah diberikan
oksigenasi yang cukup.
a. Suxamethonim (Succinil Choline), short acting muscle relaxant merupakan obat yang paling
populer untuk intubasi yang cepat, mudah dan otomatis bila dikombinasikan dengan barbiturat
I.V. dengan dosis 20 –100 mg.
b. Thiophentone non depolarizing relaxant
c. Cyclopropane
d. I.V. Barbiturat sebaiknya jangan dipakai thiopentone sendirian dalam intubasi. Iritabilitas
laringeal meninggi, sedang relaksasi otot-otot tidak ada dan dalam dosis besar dapat
mendepresi pernafasan.
e. N2O/O2, tidak bisa dipakai untuk intubasi bila dipakai tanpa tambahan zat-zat lain.
f. Halotan (Fluothane), agent ini secara cepat melemaskan otot-otot faring dan laring dan dapat
dipakai tanpa relaksan untuk intubasi.
Malposisi berupa intubasi esofagus, intubasi endobronkial serta malposisi laringeal cuff.
Trauma jalan nafas berupa kerusakan gigi, laserasi bibir, lidah atau mukosa mulut, cedera tenggorok,
dislokasi mandibula dan diseksi retrofaringeal.
Gangguan refleks berupa hipertensi, takikardi, tekanan intracranial meningkat, tekanan intraocular
meningkat dan spasme laring.
Malposisi berupa ekstubasi yang terjadi sendiri, intubasi ke endobronkial dan malposisi laringeal cuff.
Trauma jalan nafas berupa inflamasi dan ulserasi mukosa, serta ekskoriasi kulit hidung.
PREMEDIKASI
Anestesi dibagi menjadi dua kelompok yaitu anestesi umum dan anestesi lokal. Anestesi umum
adalah bentuk anestesi yang paling sering digunakan atau dipraktekkan yang dapat disesuaikan dengan
jumlah terbesar pembedahan.
2. Merencanakan dan memilih tehnik serta obat – obat anestesi yang sesuai dengan fisik dan kehendak
pasien.
3. Menentukan status fisik penderita dengan klasifikasi ASA ( American Society Anesthesiology ).
PREMEDIKASI ANESTESI
Premedikasi ringan banyak digunakan terutama untuk menenangkan pasien sebagai persiapan
anestesia dan masa pulih setelah pembedahan singkat. Adapun tujuan dari premedikasi antara lain :
2. Membuat amnesia.
3. Memberikan analgesia.
4. Mencegah muntah.
5. Memperlancar induksi.
5. Vasodilator : nitrogliserin
1. Sulfas Atropin
Sulfas atropin termasuk golongan anti kolinergik. Berguna mengurangi sekresi lendir dan
mengurangi efek bronkhial dan kardial yang berasal dari perangsangan parasimpatis akibat obat
anestesi atau tindakan operasi. Dalam dosis 0,5 mg, atropin merangsang N. vagus dan bradikardi. Pada
dosis lebih dari 2 mg, terjadi hambatan N. vagus dan timbul takikardi. Pada dosis yang besar sekali,
atropine menyebabkan depresi napas, eksitasi, disorientasi, delirium, halusinasi. Pada orang muda efek
samping mulut kering, gangguan miksi, meteorisme. Pada orangtua dapat terjadi sindrom demensia.
Keracunan biasanya terjadi pada anak-anak karena salah menghitung dosis, karena itu atropin tidak
dianjurkan untuk anak dibawah 4 tahun. Sebagai antidotumnya adalah fisostigmin, fisostigmin salisilat 2-
4 mg subkutan dapat berhasil mengatasi semua gejala susunan saraf pusat.
Sedian : dalam bentuk sulfat atropin dalam ampul 0,25 mg dan 0,50 mg.
Dosis : 0,01 mg/ kgBB dan 0,1 – 0,4 mg untuk anak – anak.
2. Petidin
Petidin merupakan derivat fenil piperidin yang efek utamanya adalah depresi susunan saraf
pusat. Gejala yang timbul antara lain adalah analgesia, sedasi, euforia dan efek sentral lainnya. Sebagai
analgesia diperkirakan potensinya 80 kali morfin. Lamanya efek depresi napas lebih pendek dibanding
meperidin. Dosis tinggi menimbulkan kekakuan pada otot lurik, ini dapat diantagonis oleh nalokson.
Setelah pemberian sistemik, petidin akan menghilangkan reflek kornea akan tetapi diameter pupil dan
refleknya tidak terpengaruh. Obat ini juga meningkatkan kepekaan alat keseimbangan sehingga dapat
menimbulkan muntah – muntah, pusing terutama pada penderita yang berobat jalan. Pada penderita
rawat baring obat ini tidak mempengaruhi sistem kardiovaskular, tetapi pada penderita berobat jalan
dapat timbul sinkop orthostatik karena terjadi hipotensi akibat vasodilatasi perifer karena pelepasan
histamin.
Petidin dimetabolisme dihati, sehingga pada penderita penyakit hati dosis harus dikurangi.
Petidin tidak mengganggu kontraksi atau involusi uterus pasca persalinan dan tidak menambah
frekuensi perdarahan pasca persalinan . Preparat oral tersedia dalam tablet 50 mg, untuk parenteral
tersedia dalam bentuk ampul 50 mg per cc. Dosis dewasa adalah 50 – 100 mg, disuntikkan secara SC
atau IM. Bila diberikan secara IV efek analgetiknya tercapai dalam waktu 15 menit.
A. Induksi
Induksi merupakan saat dimasukkannya zat anestesi sampai tercapainya stadium pembedahan
yang selanjutnya diteruskan dengan tahap pemeliharaan anestesi untuk mempertahankan atau
memperdalam stadium anestesi setelah induksi. Pada kasus ini digunakan Propofol.
Propofol adalah campuran 1% obat dalam air dan emulsi yang berisi 10% soya bean oil, 1,2%
phosphatide telur dan 2,25% glycerol. Pemberian intravena propofol (2 mg/kg BB) menginduksi anestesi
secara cepat seperti tiopental. Setelah injeksi intravena secara cepat disalurkan ke otak, jantung, hati,
dan ginjal. Rasa nyeri kadang-kadang terjadi di tempat suntikan, tetapi jarang disertai dengan plebitis
atau trombosis. Anestesi dapat dipertahankan dengan infus propofol yang berkesinambungan dengan
opiat, N2 dan atau anestesi inhalasi lain.
Propofol menurunkan tekanan arteri sistemik kira-kira 80% teapi efek ini lebih disebabkan
karena vasodilatsai perifer daripada penurunan curah jantung. Tekanan sismatik kembali normal dengan
intubasi trakea.
Propofol tidak menimbulkan aritmia atau iskemik otot jantung. Sesudah pemberian propofol IV
terjadi depresi pernafasan sampai apnea selama 30 detik. Hal ini diperkuat dengan premediaksi dengan
opiat.
Propofol tidak merusak fungsi hati dan ginjal. Aliran darah ke otak, metabolisme otak dan
tekanan intrakranial akan menurun. Tak jelas adanya interaksi dengan obat pelemas otot. Keuntungan
propofol karena bekerja lebih cepat dari tiopental dan konfusi pasca operasi yang minimal. Terjadi mual,
muntah dan sakit kepala mirip dengan tiopental.
B. Pemeliharaan
1. Ethrane (Enfluran)
Berbentuk cairan, mudah menguap, tidak mudah terbakar dan berbau tidak enak. Merupakan
anestesi yang poten, mendepresi SSP menimbulkan efek hipnotik. Resorpsinya setelah inhalasi cepat
dengan waktu induksi 2-3 menit. Sebagian besar (80-90%) diekskresikan melalui paru-paru dalam
keadaan utuh dan hanya 2,5-10% diubah menjadi ion fluorida bebas. Pada anestesi yang dalam dapat
menimbulkan penurunan tekanan darah disebabkan depresi pada miokardium. Penggunaan pada seksio
caesarea cukup aman pada konsentrasi rendah (0,5-0,8%) tanpa menimbulkan depresi pada foetus.
Berhati-hati penggunaan konsentrasi tinggi karena dapat menimbulkan relaksasi pada otot uterus yang
dapat meningkatkan pendarahan pada persalinan. Efek samping berupa hipotensi, menekan
pernapasan, aritmia, merangsang SSP, pasca anestesi dapat timbul hipoermi serta mual muntah. Untuk
Merupakan gas yang tidak berwarna, berbau amis, dan tidak iritasi. Mempunyai sifat analgetik
kuat tapi sifat anestesinyalemah, tetapi dapat melalui stadium induksi dengan cepat, karena gas ini tidak
larut dalam darah. Gas ini tidak mempunyai relaksasi otot, oleh karena itu operasi abdomen dan
ortopedi perlu tambahan dengan zat relaksasi otot. Depresi nafas terjadi pada masa pemulihan, hal ini
terjadi kaena Nitrous Oksida mendesak oksigen dengan ruangan – ruangan tubuh. Hipoksia difusi dapat
dicegah dengan pemberian oksigen konsentrasi tinggi beberapa menit sebelum anestesi selesai.
Penggunaan biasanya dipakai perbandingan atau kombinasi dengan oksigen. Perbandingan N 2O : O2
adalah sebagai berikut 60% : 40 % ; 70% : 30% atau 50% : 50%.
1. Succynil choline
Merupakan pelumpuh otot depolarisasi dengan mula kerja cepat, sekitar 1 – 2 menit dan lama
kerja singkat sekitar 3 – 5 menit sehingga obat ini sering digunakan dalam tindakan intubai trakea. Lama
kerja dapat memanjang jika kadar enzim kolinesterase berkurang, misalnya pada penyakit hati
parenkimal, kakeksia, anemia dan hipoproteinemia.
Komplikasi dan efek samping dari obat ini adalah bradikardi, bradiaritma dan asistole, takikardi
dan takiaritmia, peningkatan tekanan intra okuler, hiperkalemi dan nyeri otot fasikulasi.
Obat ini tersedia dalam flacon berisi bubuk 100mg dan 500 mg. Pengenceran dengan garam
fisiologis / aquabidest steril 5 atau 25 ml sehingga membentuk larutan 2% sebagai pelumpuh otot jangka
pendek. Dosis untuk intubasi 1 – 2 mg / kgBB/IV.
Merupakan obat pelumpuh otot non depolarisasi yang mempunyai struktur benzilisoquinolin yang
berasal dari tanaman leontice leontopetaltum. Beberapa keunggulan atrakurium dibandingkan dengan
obat terdahulu antara lain adalah :
Metabolisme terjadi dalam darah (plasma) terutama melalui suatu reaksi kimia unik yang disebut reaksi
kimia hoffman. Reaksi ini tidak bergantung pada fungsi hati dan ginjal.
Mula dan lama kerja antrakurium bergantung pada dosis yang dipakai. Pada umumnya mulai kerja
antrakium pada dosis intubasi adalah 2-3 menit, sedang lama kerja antrakium dengan dosis relaksasi 15-
35 menit. Pemulihan fungsi saraf otot dapat terjadi secara spontan (sesudah lama kerja obat berakhir)
atau dibantu dengan pemberian antikolinesterase. Antrakurium dapat menjadi obat terpilih untuk
pasien geriatrik atau pasien dengan penyakit jantung dan ginjal yang berat.
Kemasan 1 ampul berisi 5 ml yang mengandung 50 mg atrakurium besilat. Stabilitas larutan sangat
bergantung pada penyimpanan pada suhu dingin dan perlindungan terhadap penyinaran.
E. Analgetik
Remopain
Secara farmakologi merupakan ketorolac trometamin yaitu senyawa anti inflamasi nonsteroid ( AINS )
yang bekerja dengan cara menghambat biosintesis prostaglandin dengan aktivitas analgesik yang kuat
baik secara perifer maupun sentral, di samping itu mempunyai efek antiinflamasi dan antipiretik.
Digunakan untuk penalaksanaan nyeri akut, dengan penggunaan tidak lebih dari 5 hari.
Kontraindikasi : pada pasien yang alergi dengan ketorolac trometamin, aspirin, atau obat AINS
lainnya, tukak lambung aktif, pasien dengan penyakit cerebrovaskuler, pasien dengan riwayat penyakit
asma, gangguan ginjal berat, proses persalinan , ibu menyusui, gangguan hemostasis. Ketorolac dapat
memperpanjang waktu perdarahan
Adapun efek sampingnya : pada saluran cerna dapat terjadi dispepsi, mual, diare. Pada SSP seperti
sakit kepala, edema dan rasa sakit pada tempat suntikan. Dosis maksimal adalah 120 mg/hari. Sediaan :
ampul 30 mg/1ml, 10 mg/1ml, diberikan secara intravena.
F. Intubasi Trakea
Suatu tindakan untuk memasukkan pipa khusus ke dalam trakea, sehingga jalan nafas bebas
hambatan dan nafas mudah dikendalikan. Intubasi trakea bertujuan untuk :
G. Terapi Cairan
1. Mencukupi kebutuhan cairan, elektrolit dan darah yang hilang selama operasi.
1. Pra operasi
Dapat terjadi defisit cairan kaena kurang makan, puasa, muntah, penghisapan isi lambung, penumpukan
cairan pada ruang ketiga seperti pada ileus obstruktif, perdarahan, luka bakar dan lain – lain. Kebutuhan
cairan untuk dewasa dalam 24 jam adalah 2 ml / kgBB / jam. Bila terjadi dehidrasi ringan 2% BB, sedang
0
5% BB, berat 7% BB. Setiap kenaikan suhu 1 Celcius kebutuhan cairan bertambah 10 – 15 %.
2. Selama operasi
Dapat terjadi kehilangan cairan karena proses operasi. Kebutuhan cairan pada dewasa untuk operasi : a.
Ringan = 4 ml / kgBB / jam
Bila terjadi perdarahan selama operasi, dimana perdarahan kurang dari 10% EBV maka cukup digantikan
dengan cairan kristaloid sebanyak 3 kali volume darah yang hilang. Apabila perdarahan lebih dari 10 %
maka dapat dipertimbangkan pemberian plasma / koloid / dekstran dengan dosis 1 – 2 kali darah yang
hilang.
3. Setelah operasi
Pemberian cairan pasca operasi ditentukan berdasarkan defisit cairan selama operasi ditambah
kebutuhan sehari – hari pasien.
H. Pemulihan
Pasca anestesi dilakukan pemulihan dan perawatan pasca operasi dan anestesi yang biasanya
dilakukan di ruang pulih sadar atau recovery room yaitu ruangan untuk observasi pasien pasca operasi
atau anestesi. Ruang pulih sadar adalah batu loncatan sebelum pasien dipindahkan ke bangsal atau
masih memerlukan perawatan intensif di ICU. Dengan demikian pasien pasca operasi atau anestesi
dapat terhindar dari komplikasi yang disebabkan karena operasi atau pengaruh anestesinya.
Anestesi diberikan untuk memblokir sementara sensasi rasa sehingga memungkinkan pasien
menjalani operasi dan prosedur kesehatan lainnya tanpa rasa sakit.
Pasien harus menjalani tes kesehatan dan fisik sebelum benar-benar memutuskan jenis dan
jumlah anestesi yang paling cocok.
Anestesi harus diberikan secara hati-hati karena bekerja pada sistem saraf pusat pasien.
Oleh karena itu, dosis yang tidak benar akan mengganggu kerja seluruh sistem saraf pusat.
Dalam kebanyakan kasus, dimana pasien disarankan mendapatkan anestesi regional atau umum,
obat bius biasanya disuntikkan di sumsum tulang belakang.
Karena anestesi, otak tidak dapat mengirim sinyal ke bagian tubuh. Dengan demikian, sensasi
pasien menjadi mati atau tubuhnya mati rasa.
Jenis Anestesi
1. Anestesi lokal
Anestesi lokal, seperti namanya, digunakan untuk operasi kecil pada bagian tertentu tubuh.
Suntikan anestesi diberikan di sekitar area yang akan dioperasi untuk mengurangi rasa sakit.
Sebuah anestesi lokal akan membuat pasien terjaga sepanjang operasi, tapi akan mengalami mati
rasa di sekitar daerah yang diperasi.
Anestesi lokal memiliki pengaruh jangka pendek dan cocok digunakan untuk operasi minor dan
berbagai prosedur yang berkaitan dengan gigi.
2. Anestesi regional
Anestesi regional diberikan pada dan di sekitar saraf utama tubuh untuk mematikan bagian yang
lebih besar.
Pada prosedur ini pasien mungkin tidak sadarkan diri selama periode waktu yang lebih panjang.
Di sini, obat anestesi disuntikkan dekat sekelompok saraf untuk menghambat rasa sakit selama
dan setelah prosedur bedah. Ada dua jenis utama dari anestesi regional, yang meliputi:
- Anestesi spinal
Anestesi spinal atau sub-arachnoid blok (SAB) adalah bentuk anestesi regional yang disuntikkan
ke dalam tulang belakang pasien.
Pasien akan mengalami mati rasa pada leher ke bawah. Tujuan dari anestesi ini adalah untuk
memblokir transmisi sinyal saraf.
Setelah sinyal sistem saraf terblokir, pasien tidak lagi merasakan sakit.
Biasanya pasien tetap sadar selama prosedur medis, namun obat penenang diberikan untuk
membuat pasien tetap tenang selama operasi.
Jenis anestesi ini umumnya digunakan untuk prosedur pembedahan di pinggul, perut, dan kaki.
- Anestesi epidural
Anestesi epidural adalah bentuk anestesi regional dengan cara kerja mirip anestesi spinal.
Perbedaannya, anestesi epidural disuntikkan di ruang epidural dan kurang menyakitkan daripada
anestesi spinal.
Epidural paling cocok digunakan untuk prosedur pembedahan pada panggul, dada, perut, dan
kaki.
3. Anestesi umum
Anestesi umum ditujukan membuat pasien sepenuhnya tidak sadar selama operasi.
Obat bius biasanya disuntikkan ke tubuh pasien atau dalam bentuk gas yang dilewatkan melalui
alat pernafasan.
Pasien sama sekali tidak akan mengingat apapun tentang operasi karena anestesi umum
memengaruhi otak dan seluruh tubuh.
Selama dalam pengaruh anetesi, fungsi tubuh yang penting seperti tekanan darah, pernapasan,
dan suhu tubuh dipantau secara ketat.
Beberapa komplikasi mungkin dirasakan oleh sebagian pasien setelah mendapatkan anestesi
terutama jika prosedur dan dosis tidak diberikan secara tepat.
Komplikasi bisa bersifat sementara, namun ada pula yang berefek hingga cukup lama. Di bawah
ini adalah beberapa efek samping anestesi:
4. Kerusakan saraf.
5. Karena overdosis anestesi, pernapasan pasien dan sistem peredaran darah bisa saja mengalami
masalah.
Komplikasi anestesi seperti diatas jarang terjadi. Segera hubungi dokter jika efek samping
tersebut muncul.[]
Alat Anestesi Umum yang perlu disiapkan
- Masker (sesuaikan dengan ukuran wajah pasien)
- Laringoskop (terdiri atas holder dan blade. Pilih blade yang nomor 3 untuk pasien dewasa
dengan ukuran sedang… bila lebih besar pakai ukuran 4, untuk anak gunakan ukuran nomor 2.
Jangan lupa untuk mencek lampunya apakah nyalanya cukup terang)
- Endotracheal 3 ukuran (biasanya kita menyiapkan nomor 6, 6.5, 7)
Untuk anak dengan BB di bawah 20 kg, ukuran ET digunakan rumus sebagai berikut: (umur
+2)/2. misal hasilnya adalah 5 maka siapkan ukuran 4.5, 5, dan 5.5
Jangan lupa mencek ET dengan memompanya
- Cuff (gunanya untuk memompa ET agar posisinya terfiksir)
- Goedel 3 ukuran (3=hijau, 4 =kuning, 5=merah)
- Hoarness dan Ring Hoarness (untuk memfiksir masker di wajah)
- Stilet (kawat guide saluran nafas)
- Jackson Rees (system pemompaan digunakan untuk pasien anak-anak)
- Jelly
- Precordial
- Kapas alkohol
- Plester
- Xilocain pump
- Naso (buat di hidung. Tidak selalu digunakan.. hanya pada keadaan tertentu)
1. Sulfas Atropin
2. Pethidin
3. Propofol/ Recofol
4. Succinil Cholin
5. Tramus
6. Sulfas Atropin
7. Efedrin
1. Atropin
2. Efedrin
3. Ranitidin
4. Ketorolac
5. Metoklorpamid
6. Aminofilin
7. Asam Traneksamat
8. Adrenalin
9. Kalmethason
10. furosemid (harus ada untuk pasien urologi)
11. lidocain
12. gentamicyn salep mata
13. Oxitocyn (untuk pasien obsgyn)
14. Methergin (untuk pasien obsgyn)
15. Adrenalin
Administrasi
1. Laporan Anestesi
2. BAKHP
A. Mesin Anestesi
- cek apakah halotan/isofluran dalam keadaan terisi penuh bila tidak, lakukan pengisian
- pasang kabel mesin dan nyalakan
- pasang pipa oksigen dan N2O
- cek pompa oksigen, apakah dapat terpompa
- cek apakah pipa pembuangan gas sudah terpasang dan terbuang di tempat yang tepat
hal-hal yang penting diketahui:
- aliran oksigen ada dua jalur, jangan sampai salah memilih jalurnya. Ada jalur untuk masker dan
ada jalur untuk nasal
- pembuangan udara akan melalui sodalime (batu-batu) yang berfungsi mengikat CO2. laporkan
bila sodalime sudah berubah warna sangat tua)
- monitor mesin penting untuk mengetahui keadaan nafas pasien kita. Minta ajarkan penata
bagaimana membacanya.
- Alat pengatur respirasi… dari spontan ke kontrol
B. Monitor Anestesi
D. Tangan Meja
E. Bantal
MONITORING PASIEN SELAMA POST ANESTESI
Mengakhiri anestesi
1. Respirasi
2. Cardiovaskuler
3. SSP
· Mengakhiri Anestesi
· Monitoring pasien:
4. Monitoring cairan
7. Monitoring Perdarahan
· Menggunakan Suction
· Melakukan Air Viva
Otak merupakan pusat sistem saraf. Otak dapat dibagi menjadi korteks serebral, ganglia basalis,
talamus dan hipotalamus, mesencephalon, pons, serebelum. Kortex serebral tersusun menjadi
dua hemisfer yang masing-masing dibagi menjadi empat lobus yaitu: lobus frontal, parietal,
occipital, dan temporal. Serebrum bertanggung jawab untuk fungsi motorik, asosiatif, dan fungsi
mental. Ganglia basalis terdiri dari nukleus caudatus dan lentikularis, kapsula interna, dan
amigdala yang merupakan struktur extrapiramidal. Struktur ini berfungsi untuk modulasi gerakan
volunter tubuh, perubahan sikap tubuh, dan integrasi otonom. Ganglia basal berperan khusus
dalam gerakan extremitas secara halus. Kerusakan ganglia basal akan mengakibatkan kaku dan
tremor.
Talamus merupakan stasiun pemancar impuls sensorik dan motorik yang berjalan dari dan ke
otak. Talamus berperan dalam kontrol respon primitif seperti rasa takut, perlindungan diri, pusat
persepsi nyeri, dan suhu. Hipotalamus terletak dibawah talamus terdiri dari kiasma optikum dan
neurohipofisis. Neurohipofisis bertanggungjawab pada pengaturan suhu, cairan, nutrisi, dan
tingkahlaku seksual.
Kesadaran merupakan fungsi utama susunan saraf pusat. Interaksi antara hemisfer serebri dan
formatio retikularis yang konstan dan efektif diperlukan untuk mempertahankan fungsi
kesadaran. Dalam klinik dikenal tingkat-tingkat kesadaran, yaitu:
Compos mentis: keadaan waspada dan terjaga pada seseorang yang bereaksi sepenuhnya dan
adekuat terhadap rangsang visual, auditorik, dan sensorik.
Apatis: sikap acuh tak acuh, tidak segera menjawab bila ditanya.
Delirium: kesadaran menurun disertai kekacauan mental dan motorik seperti disorientasi, iritatif,
salah persepsi terhadap rangsang sensorik,sering timbul ilusi dan halusinasi.
Somnolen: penderita mudah dibangunkan, dapat bereaksi secara motorik maupun verbal yang
layak, terlena saat rangsang dihentikan.
Sopor (stupor): penderita hanya dapat dibangunkan dalam waktu singkat oleh rangsang nyeri
yang hebat dan berulang-ulang.
Koma: tidak ada jawaban sama sekali terhadap rangsang nyeri yang hebat sekalipun.
Penilaian kemampuan kesadaran dapat dilihat dari pemeriksaan kemampuan orientasi,
pertimbangan, abstraksi, kosa kata, dan daya ingat. GCS (Glasgow Coma Scale) adalah cara
untuk menilai tingkat kesadaran berdasar respon mata, bicara, motorik.
Respon verbal
Respon motorik