Anda di halaman 1dari 46

ASKEP ANASTESI LOKAL (BLOK SARAF)

I. ANASTESI LOKAL SECARA UMUM


A. Definisi
Penggunaan obat analgetik local untuk menghambat hantaran saraf sensorik, sehingga impuls
nyeri dari suatu bagian tubuh diblokir untuk sementara. Fungsi motorik dapat terpengaruh
sebagian atau seluruhnya. Penderita tetap sadar.
Menurut teknik cara pemberian dibagi dalam:
1. Infiltrasi Lokal: Penyuntikan larutan analgetik local langsung diarahkan sekitar tempat lesi
luka atau insisi
2. Blok lapangan(field block): Infiltrasi sekitar lapangan operasi(untuk extirpasi tumor kecil)
3. Blok saraf (nerve blok): Penyuntikan obat analgetik local langsung ke saraf utama atau
pleksus saraf; dibagi menjadi blok sentral yaitu meliputi blok spinal,epidural,kaudal dan blok
perifer meliputi blok pleksus brakialis, aksiler.
4. Analgesia permukaan: Obat analgetika local dioles atau disemprot di atas selaput mukosa
seperti hidung,mata,faring.
5. Analgesia regional intra vena: Penyuntikan larutan analgetik intra vena. Ekstremitas
dieksainguinasi dan diisolasi bagian proximalnya dengan turniket pneumatic dari sirkulasi
sistemik.
B. Persiapan Preoperatif
1. Kunjungan preoperative dilakukan untuk menilai keadaan umum pasien dan menjelaskan
prosedur yang akan dilakukan.
2. Penderita untuk operasi elektif dipuasakan selama 6 jam
3. Premedikasi: untuk menenangkan pasien missal, pethidin 1 mg/kgbb atau valium 0,1-0,2
mg/kgbb im. Premedikasi juga dapat diberikan secara oral missal valium tablet 5-10 mg
C. Pengawasan selama analgesia regional:
1. Pengawasan fungsi vital pasien(tensi,nadi diukur berkala)
2. Perhatikan tempat-tempat yang tertekan diberi alas yang lunak.
3. Infuse harus selalu diberikan untuk member obat darurat atau cairan secepatnya.
D. Obat analgetik local:
1. Gol.amide,misalnya lidookain(xylocaine),bupivacaine(marcaine)
2. Gol. Eter,misalnya prokain(novokain), tetrakain(pantokaine).
3. laninnya : Contohnya fenol, benzilalkohol, etilklorida, cryofluoran.
E. Absorbsi
1. Absorbs melewati mukosa tetapi tidak dapat melewati kulit yang utuh,harus disuntikkan ke
jaringan subkutis.
2. Obat vasokonstriktor yang ditambahkan pada larutan analgetik local memperlambat absorbs
sistemik dengan akibat memperpanjang masa kerja dan mempertinggi dosis maksimum.
3. Mempengaruhi semua sel tubuh,dengan predileksi khusus memblokir hantaran saraf sensorik.
4. Kecepatan detoksikasi tergantung jenis obat, berlangsung dengan pertololngan enzim dalam
darah dan hati. Sebagian dikeluarkan dalam bentuk bahan-bahan degradasi dan sebagian dalam
bentuk asal melalui ginjal(urine)
5. Untuk daerah yang diperdarahi oleh arteri buntu(end arteri) seperti jari dan penis dilarang
menambah vasokonstriktor. Penambahan vasokonstriktor hanya dilakukan untuk daerh tanpa
arteri buntu,umumnya dilakukan adrenalin dengan konsentrasi tidak lebih pekat dari 1:200.000.
F. Komplikasi obat analgetik local
Obat analgetik local, melewati dosis tertentu merupakan zat toxic, sehingga untuk tiap jenis obat
analgetik local dicantumkan dosis maksimumnya. Komplikasi dapat bersifat local atau sistemik.
Contoh dosis maximum yang dianjurkan(dewasa 70kg) :
 Bupivakain tanpa adrenalin: 150mg
 upivakain dengan adrenalin: 150mg
 Lignokain tanpa adrenalin: 200mg
 Lignokain dengan adrenalin: 500mg
 Prilokain tanpa adrenalin: 400mg
 Prilokain dengan adrenalin: 600mg
G. Komplikasi local
1. Terjadi pada tempat suntikan berupa edema, abses, nekrotik, ganggren.
2. Komplikasi infeksi hampir selalu disebabkan kelalaian tindakan asepsis dan antisepsis
3. Iskemia jaringan dan nekrosis karena penambahan vasokonstriktor yang disuntikkan pada
daerah dengan arteri buntu.
H. Komplikasi sistemik
1. Manifestasi klinik umumnya berupa reaksi neurologis dan kardiovaskuler.
2. Pengaruh pada kortex cerebri dan pusat yang lebih tinggi adalah berupa perangsangan,
sedangkan pengaruh pada pons dan pada batang otak berupa depresi
3. Pengaruh kardiovaskul;er adalah berupa penurunan tekanan darah dan depresi miokardium
serta gangguan hantaran listrik jantung.
I. Penanggulangan reaksi toksik obat analgetik local
1. Hal yang paling utama adalah menjamin oksigenasi adekuat dengan pernafasan buatan dengan
oksigen
2. Tremor atau kejang diatasi dengan dosis kecil short acting barbiturate seperti pentothal(50-
150mg) atau dengan diazepam (valium) 5-10mg IV
3. Depresi sirkulasi diatasi dengan pemberian vasopressor secara bolus dilanjutkan dengan drip
dalam infuse (ephedrine,aramin,noradrenalin,dopamine).
4. Bila dicurigai ada henti jantung resusitasi jantung paru harus segera dilakukan.

II. ANASTESI BLOK SARAF (KONDUKSI)


 DEFINISI
Blok saraf (nerve blok): Penyuntikan obat analgetik local langsung ke saraf utama atau pleksus
saraf;
Anastesi blok dapat digunakan pada tindakan pembedahan maupun untuk tujuan diagnostik dan
terapi.
 TIPE BLOK SARAF
Dibagi menjadi 2 yaitu :
1. Blok sentral yaitu meliputi blok spinal,epidural,kaudal dan
2. Blok perifer meliputi blok pleksus brakialis, dan aksiler. Dan blok saraf di dua saraf perifer
disebut tipe minor dan blok pada dua atau lebih saraf perifer atau fleksus saraf disebut tipe
mayor.
Jenis anestesi lokal dalam bentuk parenteral yang paling banyak digunakan adalah:
1. Anestesi permukaan.
Sebagai suntikan banyak digunakan sebagai penghilang rasa oleh dokter gigi untuk mencabut
geraham atau oleh dokter keluarga untuk pembedahan kecil seperti menjahit luka di kulit.
Sediaan ini aman dan pada kadar yang tepat tidak akan mengganggu proses penyembuhan luka.
2. Anestesi Infiltrasi.
Tujuannya untuk menimbulkan anestesi ujung saraf melalui injeksi pada atau sekitar jaringan
yang akan dianestesi sehingga mengakibatkan hilangnya rasa di kulit dan jaringan yang terletak
lebih dalam, misalnya daerah kecil di kulit atau gusi (pada pencabutan gigi).
3. Anestesi Blok
Cara ini dapat digunakan pada tindakan pembedahan maupun untuk tujuan diagnostik dan terapi.
4. Anestesi Spinal
Obat disuntikkan di tulang punggung dan diperoleh pembiusan dari kaki sampai tulang dada
hanya dalam beberapa menit. Anestesi spinal ini bermanfaat untuk operasi perut bagian bawah,
perineum atau tungkai bawah.
5. Anestesi Epidural
Anestesi epidural (blokade subarakhnoid atau intratekal) disuntikkan di ruang epidural yakni
ruang antara kedua selaput keras dari sumsum belakang.
6. Anestesi Kaudal
Anestesi kaudal adalah bentuk anestesi epidural yang disuntikkan melalui tempat yang berbeda
yaitu ke dalam kanalis sakralis melalui hiatus skralis.

 CONTOH MEKANISME KERJA ANASTESI BLOK SARAF


Anestesi pada sirkumsisi
Sircumsisi pada umumnya menggunakan anestesi lokal, teknik anastesi yang dipakai biasanya
blok, infiltrasi atau gabungan keduanya.

metode Flashcutter
Khitan dengan Flashcutter dapat dilakukan anestesi dengan teknik Infiltrasi maupun blok.
Bergantung pada kondisi atau kebiasaan dengan mempertimbangkan kelebihan dan kekurangan
masing-masing.

Anestesi Infiltrasi
 Daerah penyuntikan disesuaikan dengan lokasi persarafan.
Secara anatomis, cabang-cabang saraf yang mempersarafi penis berada pada sekitar jam 11 dan
jam 1, cabang cabangnya sekitar di jam 5, jam 7 serta daerah frenulum.
 Lokasi penyuntikan adalah sekitar ½ - 2/3 proksimal batang penis secara subkutis agak
kedalam sedikit agar obat masuk ke tunika albuginea.
 Jarum disuntikan di daerah dorsum penis proksimal secara sub kutan, gerakkan kekanan,
aspirasi, tarik jarum sambil menginjeksikan cairan anestesi, jarum jangan sampai keluar
kemudian arahkan jaruh ke lateral kiri, ulangi seperti lateral kanan. Kemudian jarum injeksikan
di daerah ventral dan lakukan infiltrasi seperti diatas sehingga pada akhirnya terbentuk Ring
Block Massage penis, karena obat anestesi membutuhkan waktu untuk bekerja. Tunggu 3-5
menit kemudian dilakukan test dengan menjepit ujung preputium dengan klem. Apabila belum
teranestesi penuh ditunggu sampai dengan anestesi bekerja kira-kira 3-5 menit berikutnya.
 Pada batas tertentu bila dipandang perlu dapat dilakukan tambahan anestesi.

Anastesi blok
 Bertujuan memblok semua impuls sensorik dari batang penis melalui pemblokiran nervus
pudendus yang terletak dibawah fasia Buch dan ligamentum suspensorium dengan cara
memasukkan cairan anestesi dengan jarum tegak lurus sedikit diatas pangkal penis, diatas
simfisis osis pubis sampai menembus fasia Buch.
Obat anestesi
 Yang banyak digunakan adalah Lidokain HCL2%, baik yang ditambah adrenalin (Pehacain)
ataupun tidak. Untuk anestesi infiltrasi dapat diencerkan sampai 0,5% dengan aquabides,
dimaksudkan untuk mengurangi resiko intoksikasi obat. Dapat pula lidokain dioplos dengan
markain dengan perbandingan 50-70:30-50, untuk mendapatkan onset cepat dan durasi yang
lama.
 Reaksi toksik dapat terjadi karena kesalahan penyuntikan sehingga obat masuk ke pembuluh
darah atau karena dosis yang terlampau tinggi

DAFTAR PUSTAKA
file:///G:/anastesi/obat_bius_lokal.htm
file:///G:/anastesi/Anesthetik%20lokal%20Golongan%20Amida!!%20%C2%AB%20My
%20Way%20As%20Dentist.htm
Katzung, 1998, Farmakologi Dasar dan Klinis, Staf Dosen Farmakologi Fakultas Kedokteran
Universitas Sriwijaya, Hal : 351-366
Tjay dan Rahardja, 2003, Obat-obat Penting, PT Elex Media Komputindo Klompok Gramedia,
Jakarta, Hal :267- 27
OBAT YANG DIGUNAKAN DALAM ANESTESI

Title: OBAT YANG DIGUNAKAN DALAM ANESTESI


Posted by:robin perdana saputra
Published :2013-10-20T00:46:00-07:00
Rating: 4.5
Reviewer: 7 Reviews
OBAT YANG DIGUNAKAN DALAM ANESTESI

Obat-obatan anestesi terdiri dari obat-obatan pre-medikasi, obat induksi anestesi, obat anestesi
inhalasi, obat anestesi intravena, obat pelumpuh otot (muslce relaxant), obat anestesi lokal/regional,
dan analgesia (opioid dan non-opioid).
Macam- macam obat pre medikasi :
1. Golongan Narkotika

- Mempunyai efek analgetika yang sangat kuat.

- Jenisnya : petidin, fentanyl, dan morfin.

- Tujuan: mengurangi rasa nyeri saat pembedahan.

- Efek samping: dapat membuat depresi pernafasan, mual-muntah, Vasodilatasi pembuluh darah yang
dapat membuat hipotensi.

- Biasanya diberikan jika anestesi dilakukan dengan anestetika dengan sifat analgesik rendah, misalnya:
halotan, tiopental, propofol.

- Pethidin :

 mengurangi kecemasan dan ketegangan

 menekan TD dan nafas (diinjeksikan pelan- pelan)

 merangsang otot polos

- Morfin :

 mengurangi kecemasan dan ketegangan karena nyeri sebelum operasi


 menekan TD dan nafas

 merangsang otot polos

 depresan Sistem saraf pusat

 pulih pasca bedah lebih lama

 mempunyai efek samping mual muntah dan penyempitan bronkus

- Fentanyl :
 Mempunyai potensi analgesi 75-125 kali morfin
 Mempunyai mula kerja yang cepat dan mempunyai waktu eliminasi yang cepat juga dalam tubuh
 Efek terhadap jantung sangat minimal tetapi dapat terjadi bradi yang dapat di tanggulangi dengan
pemberian sufas atropin
 Mempunyai efek samping ketergantungan, euforia, perlambatan EKG, mual dan muntah
2. golongan benzodiazepin

- Mempunyai manfaat yang sangat berguna untuk premedikasi


- Mempunyai efek ansiolisis, sedasi, dan amnesia
- Dapat digunakan untuk pasien dengan gangguan respirasi walapun harus terus dipantau
penggunaannya
- Obat yang biasanya digunakan adalah diazepam 5-20mg yang dapat diberikan peroral ataupun iv
3. antikolinergik

- Obat-obatan itu berfungsi untuk mencegah terjadinya efek bradikardi dari obat-obatan premedikasi lain
ataupun obat-obatan anastetik yang akan digunakan nantinya
- Dapat digunakan sebagai profilaksis ataupun pengobatan bradikardi
- Efek samping yang ditimbulkan seperti toksisitas SSP, takikardi (bahaya pada penderita penyakit
jantung), pireksia, midriasis
- Obat-obatan yang biasa digunakan adalah sulfas atropin
4. 5-HT antagonis

- Obat yang biasanya digunakan adalah ondansetron untuk mengurangi efek mual muntah dari obat-
obatan anestesi lainnya.
Macam- macam obat anastesi berikut dosis dan sediaannya :

Obat Dalam Jumlah di pengenceran Dalam Dosis 1 cc


sediaan sediaan spuit (mg/kgBB) spuit =

Pethidin ampul 100mg/ 2cc + aquadest 10 cc 0,5-1 10 mg


2cc 8cc

Fentanyl 0,05 0,05mg


mg/cc

Recofol ampul 200mg/ 10cc + lidocain 10 cc 2-2,5 10 mg


(Propofol) 1 ampul
20cc

Ketamin vial 100mg/cc 1cc + aquadest 10 cc 1-2 10 mg


9cc

Efedrin HCl ampul 50mg/cc 1cc + aquadest 10 cc 0,2 5 mg


9cc

Sulfas ampul 0,25mg/cc Tanpa 3 cc 0,005 0,25


Atropin pengenceran mg

Ondansentr ampul 4mg/2cc Tanpa 3 cc 8 mg 2 mg


on HCl pengenceran (dewasa)
(Narfoz)
5 mg (anak)

Aminofilin ampul 24mg/cc Tanpa 10 cc 5 24 mg


pengenceran

Dexamethas ampul 5 mg/cc Tanpa 1 5 mg


on pengenceran

Adrenalin ampul 1 mg/cc 0,25-0,3


Midazolam ampul 5mg/5cc Tanpa 0,07-0,1 1 mg
(Sedacum) pengenceran

Ketorolac ampul 60 mg/2cc Tanpa 30 mg


pengenceran

Difenhidram ampul 5mg/cc Tanpa 5 mg


in HCl pengenceran

A. Obat induksi intravena


1. Ketamin

- Efek analgesia kuat sekali. Terutama untuk nyeri somatik tetapi tidak untuk nyeri viseral

- Efek hipnotik kurang

- Efek relaksasi tidak ada

- Refleks pharynx dan larynx masih cukup baik  batuk saat anestesi  refleks vagal

- Disosiasi  mimpi yang tidak enak, disorientasi tempat dan waktu, halusinasi, gaduh gelisah, tidak
terkendali. Saat pdrt mulai sadar dpt timbul eksitasi

- Aliran darah ke otak, konsentrasi oksigen, tekanan intracranial (Efek ini dapat diperkecil dengan
pemberian thiopental sebelumnya)

- TD sistolik diastolic naik 20-25%, denyut jantung akan meningkat. (akibat peningkatan aktivitas saraf
simpatis dan depresi baroreseptor). Cegah dengan premedikasi opiat, hiosin.

- Dilatasi bronkus. Antagonis efek konstriksi bronchus oleh histamin. Baik untuk penderita- penderita
asma dan untuk mengurangi spasme bronkus pada anesthesia umum yang masih ringan.

- Dosis berlebihan secara iv  depresi napas

- Pada anak dapat timbulkan kejang, nistagmus

- Meningkatkan kadar glukosa darah + 15%

- Pulih sadar kira-kira tercapai antara 10-15 menit


- Metabolisme di liver (hidrolisa & alkilasi), diekskresi metabolitnya utuh melalui urin

- Ketamin bekerja pada daerah asosiasi korteks otak, sedang obat lain bekerja pada pusat retikular otak

Indikasi:

 Untuk prosedur dimana pengendalian jalan napas sulit, missal pada koreksi jaringan sikatrik pada daerah
leher, disini untuk melakukan intubasi kadang sukar

 Untuk prosedur diagnostik pada bedah saraf/radiologi (arteriograf).

 Tindakan orthopedic (reposisi, biopsy)

 Pada pasien dengan resiko tinggi: ketamin tidak mendepresi fungsi vital. Dapat dipakai untuk induksi pada
pasien syok.

 Untuk tindakan operasi kecil

 Di tempat dimana alat-alat anestesi tidak ada

 Pasien asma

Kontra Indikasi

 hipertensi sistolik 160 mmHg diastolic 100 mmHg

 riwayat Cerebro Vascular Disease (CVD)

 Dekompensasi kordis

Harus hati-hati pada :

 Riwayat kelainan jiwa

 Operasi-operasi daerah faring karena refleks masih baik

2. Propofol

- Bentuk cairan, emulsi isotonik, warna putih seperti susu dengan bahan pelarut minyak kedelai &
postasida telur yang dimurnikan.
- Terasa nyeri saat penyuntikan  dicampur lidokain 2% +0,5cc dlm 10cc propolol  jarang pada anak
karena sakit & iritasi pd saat pemberian

- Analgetik tidak kuat

- Dapat dipakai sebagai obat induksi dan obat maintenance

- Obat setelah diberikan  didistribusi dengan cepat ke seluruh tubuh.

- Metabolisme di liver dan metabolit tidak aktif dikeluarkan lewat ginjal.

- Saat dipakai untuk induksi juga dapat terjadi hipotensi karena vasodilatasi dan apnea sejenak

Efek Samping

 Bradikardi
 Nausea, sakit kepala pada penderita yg mulai sadar.
 Ekstasi, nyeri lokal pada daerah suntikan
 Dosis berlebihan dapat mendepresi jantung dan pernapasan
 Sebaiknya obat ini tidak diberikan pada penderita dengan gangguan jalan napas, ginjal, liver,
syok hipovolemik

B. Obat anastetik inhalasi


1. Halothan/fluothan

- Tidak berwarna, mudah menguap

- Tidak mudah terbakar/meledak

- Berbau harum tetapi mudah terurai cahaya

Efek:

- Tidak merangsang traktus respiratorius

- Depresi nafas  stadium analgetik

- Menghambat salivasi
- Nadi cepat, ekskresi air mata

- Hipnotik kuat, analgetik kurang baik, relaksasi cukup

- Mencegah terjadinya spasme laring dan bronchus

- Depresi otot jantung  aritmia (sensitisasi terhadap epinefrin)

- Depresi otot polos pembuluh darah  vasodilatasi  hipotensi

- Vasodilatasi pembuluh darah otak

- Sensitisasi jantung terhadap katekolamin

- Meningkatkan aktivitas vagal  vagal refleks

- Pemberian berulang (1-3 bulan)  kerusakan hepar (immune-mediated hepatitis)

- Menghambat kontraksi otot rahim

- Absorbsi & ekskresi obat oleh paru, sebagian kecil dimetabolisme tubuh

- Dapat digunakan sebagai obat induksi dan obat maintenance

Keuntungan

 cepat tidur
 Tidak merangsang saluran napas
 Salivasi tidak banyak
 Bronkhodilator  obat pilihan untuk asma bronkhiale
 Waktu pemulihan cepat (1 jam post anestesi)
 Kadang tidak mual & tidak muntah, penderita sadar dalam kondisi yang enak
Kerugian

 overdosis
 Perlu obat tambahan selama anestesi
 Hipotensi karena depresi miokard & vasodilatasi
 aritmia jantung
 Sifat analgetik ringan
 Cukup mahal
 Dosis dapat kurang sesuai akibat penyusutan

2. Nitrogen Oksida (N2O)

- gas yang berbau, berpotensi rendah (MAC 104%), tidak mudah terbakar dan relatif tidak larut dalam
darah
Efek:

 Analgesik sangat kuat setara morfin


 Hipnotik sangat lemah
 Tidak ada sifa relaksasi sama sekali
 Pemberian anestesia dengan N2O harus disertai O2 minimal 25%.  Bila murni N2O = depresi
dan dilatasi jantung serta merusak SSP
 jarang digunakan sendirian tetapi dikombinasi dengan salah satu cairan anestetik lain seperti
halotan dan sebagainya.
3. Isofluran

- Adalah obat anestesi isomer dari enfluran

- Merupakan cairan tak berwarna, berbau tajam, tidak mudah terbakar, tidak terpengaruh cahaya dan
tidak merusak logam

- Dalam waktu 7-10 menit biasanya sudah mencapai stadium pembedahan anastesi

- Mempunyai efek bronkodilator tetapi tidak kuat

- Mempunyai bau yang tajam sehingga pasien tidak nyaman, dapat membuat iritasi jalan nafas,
menimbulkan depresi ringan pada jantung dan curah jantungn menurunkan tekanan darah sistemik

4. Sevofluran

- Merupakan cairan jernih, tidak berwarna, berbau enak, tidak iritatif, tidak korosif, tidak mudah terbakar
dan stabil terkena cahaya
- Induksi dengan sevofluran dapat menimbulkan relaksasi pada anak
- Pada sistem kardiovaskular sedikit menimbulkan depresi kontraksi jantung
- Dapat memicu bronkospasme
- Mengurangi aliran darah ke ginjal sehingga dihubungkan dengan gangguan fungsi ginjal

C. Obat muscle relaksan


- Bekerja pada otot bergaris  terjadi kelumpuhan otot napas dan otot-otot mandibula, otot
intercostalis, otot-otot abdominalis & relaksasi otot-otot ekstremitas.

- Bekerja pertama: kelumpuhan otot mata ekstremitas  mandibula intercostalis abdominal


diafragma

- Pada pemberian pastikan penderita dapat diberi napas buatan

- Obat ini membantu pada operasi khusus seperti operasi perut agar organ abdominal tidak keluar dan
terjadi relaksasi

- Terbagi dua: Non depolarisasi, dan depolarisasi

Dosis awal Dosis Durasi Efek samping


(mg/kgBB) rumatan (menit
(mg/kgBB) )

Non depol long-acting

1. D-tubokurarin (tubarin) 0.40-0.60 0.10 30-60 Hipotensi


2. Pankuronium
0.08-0.12 0.15-0.020 30-60 Takikardi
3. Metakurin
4. Pipekuronium 0.20-0.40 0.05 40-60 Hipotensi
5. Doksakurium
0.05-0.12 0.01-0.015 40-60 KV stabil
6. Alkurium (alloferin)
0.02-0.08 0.005-0.010 45-60 KV stabil

0.15-0.30 0.5 40-60 Takikardi

Non depol intermediate acting


1. Gallamin (flaxedil) 4-6 0.5 30-60 Hipotensi
2. Atrakurium (tracrium/notrixum)
0.5-0.6 0.1 20-45 Amanhepar&ginjal
3. Vekuronium (norcuron)
4. Rokuronium (roculax/esmeron/noveron) 0.1-0.2 0.015-0.02 25-45
5. Cistacuronium
0.6-1.0 0.10-0.15 30-60

0.15-0.20 0.02 30-45 Isomer atrakurium

Non depol short acting

1. mivakurium (mivacron) 0.20-0.25 0.05 10-15 Hipotensi &


2. ropacuronium histamin +
1.5-2.0 0.3-0.5 15-30

Depol short acting


3-10
1. suksinilkolin (scolin) 1.0
2. dekametonium 3-10
1.0

 Durasi
 Ultrashort (5-10 menit): suksinilkolin
 Short (10-15 menit) : mivakurium
 Medium (15-30 menit) : atrakurium, vecuronium
 Long (30-120 menit) : tubokurarin, metokurin , pankuronium, pipekuronium,
doksakurium, galamin

 Efek terhadap kardiovaskuler


 tubokurarin , metokurin , mivakurium dan atrakurium : Hipotensi pelepasan histamin
dan (penghambatan ganglion)
 pankuronium : menaikkan tekanan darah
 suksinilkolin : aritmia jantung
D. anastesi lokal/ regional
Bekerja dengan cara blokade reversibel konduksi saraf. Mencegah depolarisasi dengan blokade
ion Na + ke Cannel Na (blokade konduksi) yang berfungsi untuk mencegah permeabilitas membran saraf
terhadap ion Na+
Penggolongan anestesi lokal:

Potensi Obat

SHORT act MEDIUM act LONG act

Prototipe Prokain Lidokain Bupirokain

Gol Ester Amida Amida

Onset 2’ 5’ 15’

Durasi 30-45’ 60-90’ 2-4jam

Potensi 1 3 15

Toksisitas 1 2 10

Dosis max 12 Mg/KgBB 6 mg/KgBB 2 Mg/KgBB

Metabolisme Plasma Liver Liver

Keterangan:

Bupivacaine

- Konsentrasi 0,5% tanpa adrenalin, analgesianya sampai 8 jam. Volume yang digunakan <20ml .="" b="">

Lidokain (Xylocaine, Lidonest)

- Umumnya digunakan 1-2%, dengan mula kerja 10 menit dan relasasi otot baik.

- 0,8% blokade sensorik baik tanpa blokade motorik.

- 1,5% lazim digunakan untuk pembedahan.


- 2% untuk relaksasi pasien berotot.

OPIOID DAN ANALGETIKA NON-OPIOID

OPIOID
- Opioid yang sering digunakan dalam anastesi antara lain adalah morfin, petidin, fentanil.
- Opioid adalah semua zat baik sintetik atau natural yang dapat berikatan dengan reseptor morfin. Opioid
disebut juga sebagai analgesia narkotik yang sering digunakan dalam anastesia untuk mengendalikan
nyeri saat pembedahan dan nyeri pasca pembedahan.

A. Klasifikasi Opioid

Penggolongan opioid antara lain:

1. opioid natural (morfin, kodein, pavaperin, dan tebain)

2. semisintetik (heroin, dihidro morfin/morfinon, derivate tebain)

3. sintetik (petidin, fentanil, alfentanil, sufentanil dan remifentanil).

B. Obat-obat opioid yang biasa digunakan dalam anastesi antara lain:

1. MORFIN

a. Farmakodinamik

Efek morfin terjadi pada susunan syaraf pusat dan organ yang mengandung otot polos. Efek morfin pada
sistem syaraf pusat mempunyai dua sifat yaitu depresi dan stimulasi. Digolongkan depresi yaitu
analgesia, sedasi, perubahan emosi, hipoventilasi alveolar. Stimulasi termasuk stimulasi parasimpatis,
miosis, mual muntah, hiperaktif reflek spinal, konvulsi dan sekresi hormon anti diuretika (ADH).

b. Farmakokinetik

Morfin tidak dapat menembus kulit utuh, tetapi dapat menembus kulit yang luka. Morfin juga dapat
menembus mukosa. Morfin dapat diabsorsi usus, tetapi efek analgesik setelah pemberian oral jauh lebih
rendah daripada efek analgesik yang timbul setelah pemberian parenteral dengan dosis yang sama.
Morfin dapat melewati sawar uri dan mempengaharui janin. Eksresi morfin terutama melalui ginjal.
Sebagian kecil morfin bebas ditemukan dalam tinja dan keringat.

c. Indikasi

Morfin dan opioid lain terutama diindikasikan untuk meredakan atau menghilangkan nyeri hebat yang
tidak dapat diobati dengan analgesik non-opioid. Apabila nyerinya makin besar dosis yang diperlukan
juga semakin besar. Morfin sering digunakan untuk meredakan nyeri yang timbul pada infark miokard,
neoplasma, kolik renal atau kolik empedu, oklusi akut pembuluh darah perifer, pulmonal atau koroner,
perikarditis akut, pleuritis dan pneumotorak spontan, nyeri akibat trauma misalnya luka bakar, fraktur
dan nyeri pasca bedah.

d. Efek samping

Efek samping morfin (dan derivat opioid pada umumnya) meliputi depresi pernafasan, nausea, vomitus,
dizzines, mental berkabut, disforia, pruritus, konstipasi kenaikkan tekanan pada traktus bilier, retensi
urin, dan hipotensi.

e. Dosis dan sediaan

Morfin tersedia dalam tablet, injeksi, supositoria. Morfin oral dalam bentuk larutan diberikan teratur
dalam tiap 4 jam. Dosis anjuran untuk menghilangkan atau mengurangi nyeri sedang adalah 0,1-0,2 mg/
kg BB. Untuk nyeri hebat pada dewasa 1-2 mg intravena dan dapat diulang sesuai yang diperlukan.

2. PETIDIN

a. Farmakodinamik

Meperidin (petidin) secara farmakologik bekerja sebagai agonis reseptor µ. Seperti halnya morfin,
meperidin (petidin) menimbulkan efek analgesia, sedasi, euforia, depresi nafas dan efek sentral lainnya.
Waktu paruh petidin adalah 5 jam. Efektivitasnya lebih rendah dibanding morfin, tetapi lebih tinggi dari
kodein. Durasi analgesinya pada penggunaan klinis 3-5 jam. Dibandingkan dengan morfin, meperidin
lebih efektif terhadap nyeri neuropatik.
b. Perbedaan antara petidin (meperidin) dengan morfin sebagai berikut :

1) Petidin lebih larut dalam lemak dibandingkan dengan morfin yang larut dalam air.

2) Metabolisme oleh hepar lebih cepat dan menghasilkan normeperidin, asam meperidinat dan asam
normeperidinat. Normeperidin adalah metabolit yang masih aktif memiliki sifat konvulsi dua kali lipat
petidin, tetapi efek analgesinya sudah berkurang 50%. Kurang dari 10% petidin bentuk asli ditemukan
dalam urin.

3) Petidin bersifat atropin menyebabkan kekeringan mulut, kekaburan pandangan dan takikardia.

4) Petidin menyebabkan konstipasi, tetapi efek terhadap sfingter oddi lebih ringan.

5) Petidin cukup efektif untuk menghilangkan gemetaran pasca bedah yang tidak ada hubungannya
dengan hipotermi dengan dosis 20-25 mg i.v pada dewasa.

6) Lama kerja petidin lebih pendek dibandingkan morfin.

c. Farmakokinetik

Absorbsi meperidin dengan cara pemberian apapun berlangsung baik. Akan tetapi kecepatan absorbsi
mungkin tidak teratur setelah suntikan IM. Kadar puncak dalam plasma biasanya dicapai dalam 45 menit
dan kadar yang dicapai antar individu sangat bervariasi. Setelah pemberian meperidin IV, kadarnya
dalam plasma menurun secara cepat dalam 1-2 jam pertama, kemudian penurunan berlangsung lebih
lambat. Kurang lebih 60% meperidin dalam plasma terikat protein. Metabolisme meperidin terutama
dalam hati. Pada manusia meperidin mengalami hidrolisis menjadi asam meperidinat yang kemudian
sebagian mengalami konjugasi. Meperidin dalam bentuk utuh sangat sedikit ditemukan dalam urin.
Sebanyak 1/3 dari satu dosis meperidin ditemukan dalam urin dalam bentuk derivat N-demitilasi.

Meperidin dapat menurunkan aliran darah otak, kecepatan metabolik otak, dan tekanan intra kranial.
Berbeda dengan morfin, petidin tidak menunda persalinan, akan tetapi dapat masuk ke fetus dan
menimbulkan depresi respirasi pada kelahiran.

d. Indikasi

Meperidin hanya digunakan untuk menimbulkan analgesia. Pada beberapa keadaan klinis, meperidin
diindikasikan atas dasar masa kerjanya yang lebih pendek daripada morfin. Meperidin digunakan juga
untuk menimbulkan analgesia obstetrik dan sebagai obat preanestetik.
e. Dosis dan sediaan

Sediaan yang tersedia adalah tablet 50 dan 100 mg ; suntikan 10 mg/ml, 25 mg/ml, 50 mg/ml, 75 mg/ml,
100 mg/ml. ; larutan oral 50 mg/ml. Sebagian besar pasien tertolong dengan dosis parenteral 100 mg.
Dosis untuk bayi dan anak ; 1-1,8 mg/kg BB.

f. Efek samping

Efek samping meperidin dan derivat fenilpiperidin yang ringan berupa pusing, berkeringat, euforia,
mulut kering, mual-muntah, perasaan lemah, gangguan penglihatan, palpitasi, disforia, sinkop dan
sedasi.

3. FENTANIL

a. Farmakodinamik

Turunan fenilpiperidin ini merupakan agonis opioid poten. Sebagai suatu analgesik, fentanil 75-125 kali
lebih poten dibandingkan dengan morfin. Awitan yang cepat dan lama aksi yang singkat mencerminkan
kelarutan lipid yang lebih besar dari fentanil dibandingkan dengan morfin. Fentanil (dan opioid lain)
meningkatkan aksi anestetik lokal pada blok saraf tepi. Keadaan itu sebagian disebabkan oleh sifat
anestetsi lokal yamg lemah (dosis yang tinggi menekan hantara saraf) dan efeknya terhadap reseptor
opioid pada terminal saraf tepi. Fentanil dikombinasikan dengan droperidol untuk menimbulkan
neureptanalgesia.

b. Farmakokinetik

Setelah suntikan intravena ambilan dan distribusinya secara kualitatif hampir sama dengan dengan
morfin, tetapi fraksi terbesar dirusak paru ketika pertama kali melewatinya. Fentanil dimetabolisir oleh
hati dengan N-dealkilase dan hidrosilasidan, sedangkan sisa metabolismenya dikeluarkan lewat urin.

c. Indikasi

Efek depresinya lebih lama dibandingkan efek analgesinya. Dosis 1-3 mg /kg BB analgesianya hanya
berlangsung 30 menit, karena itu hanya dipergunakan untuk anastesia pembedahan dan tidak untuk
pasca bedah. Dosis besar 50-150 mg/kg BB digunakan untuk induksi anastesia dan pemeliharaan
anastesia dengan kombinasi bensodioazepam dan inhalasi dosis rendah, pada bedah jantung. Sediaan
yang tersedia adalah suntikan 50 mg/ml.

d. Efek samping

Efek yang tidak disukai ialah kekakuan otot punggung yang sebenarnya dapat dicegah dengan pelumpuh
otot. Dosis besar dapat mencegah peningkatan kadar gula, katekolamin plasma, ADH, renin, aldosteron
dan kortisol.
Intubasi

Title: Intubasi
Posted by:robin perdana saputra
Published :2013-10-26T07:32:00-07:00
Rating: 4.5
Reviewer: 7 Reviews
Intubasi

INTUBASI

A. Definisi
Menurut Hendrickson, intubasi adalah memasukkan suatu lubang atau pipa melalui mulut atau
melalui hidung, dengan sasaran jalan nafas bagian atas atau trakhea. Pada intinya, Intubasi Endotrakhea
adalah tindakan memasukkan pipa endotrakha ke dalam trakhea sehingga jalan nafas bebas hambatan
dan nafas mudah dibantu dan dikendalikan
B. Tujuan Intubasi
Tujuan dilakukannya tindakan intubasi endotrakhea adalah untuk membersihkan saluran
trakheobronchial, mempertahankan jalan nafas agar tetap paten, mencegah aspirasi, serta
mempermudah pemberian ventilasi dan oksigenasi bagi pasien operasi. Pada dasarnya, tujuan intubasi
endotrakheal :

a. Mempermudah pemberian anestesia.

b.Mempertahankan jalan nafas agar tetap bebas serta mempertahankan kelancaran pernafasan.

c. Mencegah kemungkinan terjadinya aspirasi isi lambung (pada keadaan tidak sadar, lambung penuh dan
tidak ada refleks batuk).

d. Mempermudah pengisapan sekret trakheobronchial.

e. Pemakaian ventilasi mekanis yang lama.

f. Mengatasi obstruksi laring akut

C. Indikasi dan Kontraindikasi


 Indikasi
Indikasi bagi pelaksanaan intubasi endotrakheal menurut Gisele tahun 2002 antara lain :

a. Keadaan oksigenasi yang tidak adekuat (karena menurunnya tekanan oksigen arteri dan lain-lain) yang
tidak dapat dikoreksi dengan pemberian suplai oksigen melalui masker nasal.

b. Keadaan ventilasi yang tidak adekuat karena meningkatnya tekanan karbondioksida di arteri.

c. Kebutuhan untuk mengontrol dan mengeluarkan sekret pulmonal atau sebagai

bronchial toilet.

d. Menyelenggarakan proteksi terhadap pasien dengan keadaan yang gawat atau pasien dengan refleks
akibat sumbatan yang terjadi.

Dalam sumber lain disebutkan indikasi intubasi endotrakheal antara lain :

a. Menjaga jalan nafas yang bebas dalam keadaan-keadaan yang sulit.

b. Operasi-operasi di daerah kepala, leher, mulut, hidung dan tenggorokan, karena pada kasus-kasus
demikian sangatlah sukar untuk menggunakan face mask tanpa mengganggu pekerjaan ahli bedah.

c. Pada banyak operasi abdominal, untuk menjamin pernafasan yang tenang dan tidak ada ketegangan.

d. Operasi intra torachal, agar jalan nafas selalu paten, suction dilakukan dengan mudah, memudahkan
respiration control dan mempermudah pengontrolan tekanan intra pulmonal.

e. Untuk mencegah kontaminasi trachea, misalnya pada obstruksi intestinal.

f. Pada pasien yang mudah timbul laringospasme.

g. Tracheostomni.

h. Pada pasien dengan fiksasi vocal chords.

Indikasi intubasi nasal (Anonim, 1986) antara lain :

- Bila oral tube menghalangi pekerjaan dokter bedah, misalnya tonsilektomi, pencabutan gigi, operasi
pada lidah

- Pemakaian laringoskop sulit karena keadaan anatomi pasien.


- Bila direct vision pada intubasi gagal.

- Pasien-pasien yang tidak sadar untuk memperbaiki jalan nafas.

 Kontraindikasi

Tidak ada kontra indikasi yang absolute; namun demikian beberapa keadaan trauma jalan nafas
atau obstruksi yang tidak memungkinkan untuk dilakukannya intubasi. Tindakan yang harus dilakukan
adalah cricothyrotomy pada beberapa kasus. Trauma servikal yang memerlukan keadaan imobilisasi
tulang vertebra servical, sehingga sangat sulit untuk dilakukan intubasi.
D. Cara intubasi

Rapid sequence induction dan awake intubation

a. Rapid sequence induction:

Teknik intubasi dengan induksi cepat dilakukan dengan menidurkan pasien terlebih dahulu.
Urutan tindakan induksi cepat adalah : posisi kepala dan badan atas agak tinggi 20-30 derajat (anti
Trendelenburg), preoksigenasi (diberi O 2 tinggi dulu dengan sungkup muka), memberi obat pelumpuh
otot non-depolarisasi dosis kecil dulu sebelum memberi suksinil kolin, tekanan pada tulang krikoid,
tanpa melakukan ventilasi positif dengan sungkup muka, suntikan obat induksi yang cepat (tiopental),
suntikan obat pelumpuh otot (suksinil kolin), kemudian intubasi yang langsung diikuti dengan
mengembangkan balon pipa endotrakea.

Tekanan pada krikoid yang dilakukan oleh asisten harus sudah dimulai waktu menyuntikkan
obat induksi anastesia dan diteruskan sampai intubasi berhasil dan balon sudah dikembangkan.

Pipa nasogastrik bila sudah terpasang harus dihisap dan sesudahnya diangkat sebelum melakukan
induksi anastesia.

b. Awake intubation:

Intubasi endotrakea dalam keadaan pasien sadar dengan anastesia topikal, pilihan teknik untuk
mencegah bahaya aspirasi pada kasus trauma berat pada muka, lehar, perdarahan usus dsb.
Intubasi sadar dilakukan dengan pertolongan obat penenang seperti diazepam, fentanil atau
petidin untuk mempermudah kooperasi pasien tanpa harus menghilangkan refleks jalan napas atas
(yang harus mencegah aspirasi).

E. Alat-alat yang dipergunakan

Didalam melakukan intubasi sebaiknya kita mengingat kata “STATICS” yaitu:

S : Scope : - laringoskop dipilih yang sesuai dan lampunya harus terang

- stetoskop untuk memeriksa apakah ujung pipa berada di tempat

yang benar.

Tube : Pipa trakea yang sesuai dengan ukuran dan sediakan satu ukuran yang

lebih besar dan satu yang lebih kecil. Olesi dengan pelicin jeli.

: Airway : Pipa nafas mulut faring

T : Tape : Plester untuk memfiksasi pipa di mulut

I : Introducer : Mandrin atau stilet untuk memandu saat memasukkan ujung pipa

trakea.

C : connector : alat penyambung pipa kea lat anestesi

S : Suction : Alat penyedot lendir/sekret dan muntah pasien

1. Laringoskop. Ada dua jenis laringoskop yaitu :

- Blade lengkung (McIntosh).  dewasa.

- Blade lurus (Blade Magill) bayi dan anak-anak.

2 Pipa endotrakheal. terbuat dari karet atau plastik. Untuk operasi tertentu misalnya didaerah kepala dan
leher dibutuhkan pipa yang tidak bisa ditekuk yang mempunyai spiral nilon atau besi (non kinking).
Untuk mencegah kebocoran jalan nafas, kebanyakan pipa endotrakheal mempunyai balon (cuff) pada
ujung distalnya. Pipa tanpa balon biasanya digunakan pada anak-anak karena bagian tersempit jalan
nafas adalah daerah rawan krikoid. Pada orang dewasa biasa dipakai pipa dengan balon karena bagian
tersempit adalah trachea. Pipa pada orang dewasa biasa digunakan dengan diameter internal untuk laki-
laki berkisar 8,0 – 9,0 mm dan perempuan 7,5 – 8,5 mm.

Untuk intubasi oral panjang pipa yang masuk 20 – 23 cm. Pada anak-anak dipakai rumus :

Rumus tersebut merupakan perkiraan dan harus disediakan pipa 0,5 mm lebih besar dan lebih kecil.
Untuk anak yang lebih kecil biasanya dapat diperkirakan dengan melihat besarnya jari kelingkingnya.

3. Pipa orofaring atau nasofaring.  mencegah obstruksi jalan nafas karena jatuhnya lidah

dan faring pada pasien yang tidak diintubasi.

4. Plester  memfiksasi pipa endotrakhea setelah tindakan intubasi.

5. Stilet atau forsep intubasi. (McGill)  mengatur kelengkungan pipa endotrakheal sebagai alat bantu
saat insersi pipa. Forsep intubasi digunakan untuk memanipulasi pipa endotrakheal nasal atau pipa
nasogastrik melalui orofaring.

6. Alat pengisap atau suction.

E. Prosedur Tindakan Intubasi.

a. Persiapan. Pasien sebaiknya diposisikan dalam posisi tidur terlentang, oksiput diganjal dengan
menggunakan alas kepala (bisa menggunakan bantal yang cukup keras atau botol infus) kepala dalam
keadaan ekstensi serta trakhea dan laringoskop berada dalam satu garis lurus.
b. Oksigenasi. Setelah dilakukan anestesi dan diberikan pelumpuh otot, lakukan oksigenasi dengan
pemberian oksigen 100% minimal dilakukan selama 2 menit. Sungkup muka dipegang dengan tangan kiri
dan balon dengan tangan kanan.

c. Laringoskop. Mulut pasien dibuka dengan tangan kanan dan gagang laringoskop dipegang dengan
tangan kiri. Blade laringoskop dimasukkan dari sudut kiri dan lapangan pandang akan terbuka. Blade
laringoskop didorong ke dalam rongga mulut. Gagang diangkat dengan lengan kiri dan akan terlihat
uvula, faring serta epiglotis. Ekstensi kepala dipertahankan dengan tangan kanan. Epiglotis diangkat
sehingga tampak aritenoid dan pita suara yang tampak keputihan bentuk huruf V.

d. Pemasangan pipa endotrakheal. Pipa dimasukkan dengan tangan kanan melalui sudut kanan mulut
sampai balon pipa tepat melewati pita suara. Bila perlu, sebelum memasukkan pipa asisten diminta
untuk menekan laring ke posterior sehingga pita suara akan dapat tampak dengan jelas. Bila
mengganggu, stilet dapat dicabut. Ventilasi atau oksigenasi diberikan dengan tangan kanan memompa
balon dan tangan kiri memfiksasi. Balon pipa dikembangkan dan blade laringoskop dikeluarkan
selanjutnya pipa difiksasi dengan plester.

e. Mengontrol letak pipa. Dada dipastikan mengembang saat diberikan ventilasi. Sewaktu ventilasi,
dilakukan auskultasi dada dengan stetoskop, diharapkan suara nafas kanan dan kiri sama. Bila dada
ditekan terasa ada aliran udara di pipa endotrakheal. Bila terjadi intubasi endotrakheal akan terdapat
tanda-tanda berupa suara nafas kanan berbeda dengan suara nafas kiri, kadang-kadang timbul suara
wheezing, sekret lebih banyak dan tahanan jalan nafas terasa lebih berat. Jika ada ventilasi ke satu sisi
seperti ini, pipa ditarik sedikit sampai ventilasi kedua paru sama. Sedangkan bila terjadi intubasi ke
daerah esofagus maka daerah epigastrum atau gaster akan mengembang, terdengar suara saat ventilasi
(dengan stetoskop), kadang-kadang keluar cairan lambung, dan makin lama pasien akan nampak
semakin membiru. Untuk hal tersebut pipa dicabut dan intubasi dilakukan kembali setelah diberikan
oksigenasi yang cukup.

f. Ventilasi. Pemberian ventilasi dilakukan sesuai dengan kebutuhan pasien bersangkutan.

F. Obat-Obatan yang Dipakai.

a. Suxamethonim (Succinil Choline), short acting muscle relaxant merupakan obat yang paling
populer untuk intubasi yang cepat, mudah dan otomatis bila dikombinasikan dengan barbiturat
I.V. dengan dosis 20 –100 mg.
b. Thiophentone non depolarizing relaxant
c. Cyclopropane
d. I.V. Barbiturat sebaiknya jangan dipakai thiopentone sendirian dalam intubasi. Iritabilitas
laringeal meninggi, sedang relaksasi otot-otot tidak ada dan dalam dosis besar dapat
mendepresi pernafasan.
e. N2O/O2, tidak bisa dipakai untuk intubasi bila dipakai tanpa tambahan zat-zat lain.
f. Halotan (Fluothane), agent ini secara cepat melemaskan otot-otot faring dan laring dan dapat
dipakai tanpa relaksan untuk intubasi.

G. Komplikasi Intubasi Endotrakheal.

1. Komplikasi tindakan laringoskop dan intubasi

 Malposisi berupa intubasi esofagus, intubasi endobronkial serta malposisi laringeal cuff.

 Trauma jalan nafas berupa kerusakan gigi, laserasi bibir, lidah atau mukosa mulut, cedera tenggorok,
dislokasi mandibula dan diseksi retrofaringeal.

 Gangguan refleks berupa hipertensi, takikardi, tekanan intracranial meningkat, tekanan intraocular
meningkat dan spasme laring.

 Malfungsi tuba berupa perforasi cuff.

2. Komplikasi pemasukan pipa endotracheal.

 Malposisi berupa ekstubasi yang terjadi sendiri, intubasi ke endobronkial dan malposisi laringeal cuff.

 Trauma jalan nafas berupa inflamasi dan ulserasi mukosa, serta ekskoriasi kulit hidung.

 Malfungsi tuba berupa obstruksi.

PREMEDIKASI
Anestesi dibagi menjadi dua kelompok yaitu anestesi umum dan anestesi lokal. Anestesi umum
adalah bentuk anestesi yang paling sering digunakan atau dipraktekkan yang dapat disesuaikan dengan
jumlah terbesar pembedahan.

PERSIAPAN PRA ANESTESI

Persiapan pra anestesi sangat mempengaruhi keberhasilan anestesi dan pembedahan.


Kunjungan pra anestesi harus dipersiapkan dengan baik, pada bedah elektif umumnya dilakukan 1-2 hari
sebelumnya, sedangkan pada bedah darurat waktu yang tersedia lebih singkat. Adapun tujuan
kunjungan pra anestesi adalah :

1. Mempersiapkan mental dan fisik secara optimal.

2. Merencanakan dan memilih tehnik serta obat – obat anestesi yang sesuai dengan fisik dan kehendak
pasien.

3. Menentukan status fisik penderita dengan klasifikasi ASA ( American Society Anesthesiology ).

PREMEDIKASI ANESTESI

Premedikasi ringan banyak digunakan terutama untuk menenangkan pasien sebagai persiapan
anestesia dan masa pulih setelah pembedahan singkat. Adapun tujuan dari premedikasi antara lain :

1. Memberikan rasa nyaman bagi pasien.

2. Membuat amnesia.

3. Memberikan analgesia.

4. Mencegah muntah.

5. Memperlancar induksi.

6. Mengurangi jumlah obat – obat anestesika.

7. Menekan reflek – reflek yang tidak diinginkan.

8. Mengurangi sekresi kelenjar saluran nafas.


Obat premedikasi yang digunakan disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing pasien karena
kebutuhan masing-masing pasien berbeda. Pemberian premedikasi secara intramuskular dianjurkan 1
jam sebelum operasi, sedangkan untuk kasus darurat yang perlu tindakan cepat bisa diberikan secara
intravena.

Adapun obat –obat yang sering digunakan sebagai premedikasi adalah :

1. Golongan hipnotik sedatif : barbiturat, benzodiazepin, transquilizer.

2. Analgetik narkotik : morfin, petidin, pentanil.

3. Neuroleptik : droperidol, dehidrobenzoperidol.

4. Anti kolinergik : Atropin, skopolamin.

5. Vasodilator : nitrogliserin

Obat – obat premedikasi :

1. Sulfas Atropin

Sulfas atropin termasuk golongan anti kolinergik. Berguna mengurangi sekresi lendir dan
mengurangi efek bronkhial dan kardial yang berasal dari perangsangan parasimpatis akibat obat
anestesi atau tindakan operasi. Dalam dosis 0,5 mg, atropin merangsang N. vagus dan bradikardi. Pada
dosis lebih dari 2 mg, terjadi hambatan N. vagus dan timbul takikardi. Pada dosis yang besar sekali,
atropine menyebabkan depresi napas, eksitasi, disorientasi, delirium, halusinasi. Pada orang muda efek
samping mulut kering, gangguan miksi, meteorisme. Pada orangtua dapat terjadi sindrom demensia.
Keracunan biasanya terjadi pada anak-anak karena salah menghitung dosis, karena itu atropin tidak
dianjurkan untuk anak dibawah 4 tahun. Sebagai antidotumnya adalah fisostigmin, fisostigmin salisilat 2-
4 mg subkutan dapat berhasil mengatasi semua gejala susunan saraf pusat.

Sedian : dalam bentuk sulfat atropin dalam ampul 0,25 mg dan 0,50 mg.

Dosis : 0,01 mg/ kgBB dan 0,1 – 0,4 mg untuk anak – anak.

Pemberian : SC, IM, IV.

2. Petidin
Petidin merupakan derivat fenil piperidin yang efek utamanya adalah depresi susunan saraf
pusat. Gejala yang timbul antara lain adalah analgesia, sedasi, euforia dan efek sentral lainnya. Sebagai
analgesia diperkirakan potensinya 80 kali morfin. Lamanya efek depresi napas lebih pendek dibanding
meperidin. Dosis tinggi menimbulkan kekakuan pada otot lurik, ini dapat diantagonis oleh nalokson.
Setelah pemberian sistemik, petidin akan menghilangkan reflek kornea akan tetapi diameter pupil dan
refleknya tidak terpengaruh. Obat ini juga meningkatkan kepekaan alat keseimbangan sehingga dapat
menimbulkan muntah – muntah, pusing terutama pada penderita yang berobat jalan. Pada penderita
rawat baring obat ini tidak mempengaruhi sistem kardiovaskular, tetapi pada penderita berobat jalan
dapat timbul sinkop orthostatik karena terjadi hipotensi akibat vasodilatasi perifer karena pelepasan
histamin.

Petidin dimetabolisme dihati, sehingga pada penderita penyakit hati dosis harus dikurangi.
Petidin tidak mengganggu kontraksi atau involusi uterus pasca persalinan dan tidak menambah
frekuensi perdarahan pasca persalinan . Preparat oral tersedia dalam tablet 50 mg, untuk parenteral
tersedia dalam bentuk ampul 50 mg per cc. Dosis dewasa adalah 50 – 100 mg, disuntikkan secara SC
atau IM. Bila diberikan secara IV efek analgetiknya tercapai dalam waktu 15 menit.

A. Induksi

Induksi merupakan saat dimasukkannya zat anestesi sampai tercapainya stadium pembedahan
yang selanjutnya diteruskan dengan tahap pemeliharaan anestesi untuk mempertahankan atau
memperdalam stadium anestesi setelah induksi. Pada kasus ini digunakan Propofol.

Propofol adalah campuran 1% obat dalam air dan emulsi yang berisi 10% soya bean oil, 1,2%
phosphatide telur dan 2,25% glycerol. Pemberian intravena propofol (2 mg/kg BB) menginduksi anestesi
secara cepat seperti tiopental. Setelah injeksi intravena secara cepat disalurkan ke otak, jantung, hati,
dan ginjal. Rasa nyeri kadang-kadang terjadi di tempat suntikan, tetapi jarang disertai dengan plebitis
atau trombosis. Anestesi dapat dipertahankan dengan infus propofol yang berkesinambungan dengan
opiat, N2 dan atau anestesi inhalasi lain.

Propofol menurunkan tekanan arteri sistemik kira-kira 80% teapi efek ini lebih disebabkan
karena vasodilatsai perifer daripada penurunan curah jantung. Tekanan sismatik kembali normal dengan
intubasi trakea.
Propofol tidak menimbulkan aritmia atau iskemik otot jantung. Sesudah pemberian propofol IV
terjadi depresi pernafasan sampai apnea selama 30 detik. Hal ini diperkuat dengan premediaksi dengan
opiat.

Propofol tidak merusak fungsi hati dan ginjal. Aliran darah ke otak, metabolisme otak dan
tekanan intrakranial akan menurun. Tak jelas adanya interaksi dengan obat pelemas otot. Keuntungan
propofol karena bekerja lebih cepat dari tiopental dan konfusi pasca operasi yang minimal. Terjadi mual,
muntah dan sakit kepala mirip dengan tiopental.

B. Pemeliharaan

1. Ethrane (Enfluran)

Berbentuk cairan, mudah menguap, tidak mudah terbakar dan berbau tidak enak. Merupakan
anestesi yang poten, mendepresi SSP menimbulkan efek hipnotik. Resorpsinya setelah inhalasi cepat
dengan waktu induksi 2-3 menit. Sebagian besar (80-90%) diekskresikan melalui paru-paru dalam
keadaan utuh dan hanya 2,5-10% diubah menjadi ion fluorida bebas. Pada anestesi yang dalam dapat
menimbulkan penurunan tekanan darah disebabkan depresi pada miokardium. Penggunaan pada seksio
caesarea cukup aman pada konsentrasi rendah (0,5-0,8%) tanpa menimbulkan depresi pada foetus.
Berhati-hati penggunaan konsentrasi tinggi karena dapat menimbulkan relaksasi pada otot uterus yang
dapat meningkatkan pendarahan pada persalinan. Efek samping berupa hipotensi, menekan
pernapasan, aritmia, merangsang SSP, pasca anestesi dapat timbul hipoermi serta mual muntah. Untuk

induksi, enfluran 2-4,5% dikombinasi dengan O atau campuran N O - O . Untuk mempertahankan


anestesi diperlukan 0,5-3 % volume.

2. Nitrous Oksida / Gas Gelak / N2O

Merupakan gas yang tidak berwarna, berbau amis, dan tidak iritasi. Mempunyai sifat analgetik
kuat tapi sifat anestesinyalemah, tetapi dapat melalui stadium induksi dengan cepat, karena gas ini tidak
larut dalam darah. Gas ini tidak mempunyai relaksasi otot, oleh karena itu operasi abdomen dan
ortopedi perlu tambahan dengan zat relaksasi otot. Depresi nafas terjadi pada masa pemulihan, hal ini
terjadi kaena Nitrous Oksida mendesak oksigen dengan ruangan – ruangan tubuh. Hipoksia difusi dapat
dicegah dengan pemberian oksigen konsentrasi tinggi beberapa menit sebelum anestesi selesai.
Penggunaan biasanya dipakai perbandingan atau kombinasi dengan oksigen. Perbandingan N 2O : O2
adalah sebagai berikut 60% : 40 % ; 70% : 30% atau 50% : 50%.

C. Obat Pelumpuh Otot ( Muscle Relaxant )

1. Succynil choline

Merupakan pelumpuh otot depolarisasi dengan mula kerja cepat, sekitar 1 – 2 menit dan lama
kerja singkat sekitar 3 – 5 menit sehingga obat ini sering digunakan dalam tindakan intubai trakea. Lama
kerja dapat memanjang jika kadar enzim kolinesterase berkurang, misalnya pada penyakit hati
parenkimal, kakeksia, anemia dan hipoproteinemia.

Komplikasi dan efek samping dari obat ini adalah bradikardi, bradiaritma dan asistole, takikardi
dan takiaritmia, peningkatan tekanan intra okuler, hiperkalemi dan nyeri otot fasikulasi.

Obat ini tersedia dalam flacon berisi bubuk 100mg dan 500 mg. Pengenceran dengan garam
fisiologis / aquabidest steril 5 atau 25 ml sehingga membentuk larutan 2% sebagai pelumpuh otot jangka
pendek. Dosis untuk intubasi 1 – 2 mg / kgBB/IV.

2. Atrakurium besilat (tracrium)

Merupakan obat pelumpuh otot non depolarisasi yang mempunyai struktur benzilisoquinolin yang
berasal dari tanaman leontice leontopetaltum. Beberapa keunggulan atrakurium dibandingkan dengan
obat terdahulu antara lain adalah :

 Metabolisme terjadi dalam darah (plasma) terutama melalui suatu reaksi kimia unik yang disebut reaksi
kimia hoffman. Reaksi ini tidak bergantung pada fungsi hati dan ginjal.

 Tidak mempunyai efek kumulasi pada pemberian berulang.

 Tidak menyebabkan perubahan fungsi kardiovaskuler yang bermakna

Mula dan lama kerja antrakurium bergantung pada dosis yang dipakai. Pada umumnya mulai kerja
antrakium pada dosis intubasi adalah 2-3 menit, sedang lama kerja antrakium dengan dosis relaksasi 15-
35 menit. Pemulihan fungsi saraf otot dapat terjadi secara spontan (sesudah lama kerja obat berakhir)
atau dibantu dengan pemberian antikolinesterase. Antrakurium dapat menjadi obat terpilih untuk
pasien geriatrik atau pasien dengan penyakit jantung dan ginjal yang berat.
Kemasan 1 ampul berisi 5 ml yang mengandung 50 mg atrakurium besilat. Stabilitas larutan sangat
bergantung pada penyimpanan pada suhu dingin dan perlindungan terhadap penyinaran.

Dosis intubasi : 0,5 – 0,6 mg/kgBB/iv

Dosis relaksasi otot : 0,5 – 0,6 mg/kgBB/iv

Dosis pemeliharaan : 0,1 – 0,2 mg/kgBB/ iv

D. Antagonis Muscle Relaxant


Neostigmin Metil Sulfat ( Prostigmin )

Merupakan antikolinesterase yang dapat mencegah hidrolisis dan menimbulkan akumulasi


asetilkholin. Obat ini mengalami metabolisme terutama oleh kolinesterase serum dan bentuk utuh obat
sebagian diekskresi melalui ginjal. Mempunyai efek nikotinik, muskarinik dan stimulan otot langsung.
Efek muskarinik antara lain bradikardi, hiperperistaltik, dan spasme saluran cerna, pembentukan sekret
jalan nafas dan kelenjar liur, bronkospasme, berkeringat, miosis dan kontraksi vesika urinaria. Dosis 0,5
mg bertahap hingga 5 mg. Biasanya diberikan bersama – sama dengan atropin dosis 1 – 1,5 mg.

E. Analgetik

Remopain

Secara farmakologi merupakan ketorolac trometamin yaitu senyawa anti inflamasi nonsteroid ( AINS )
yang bekerja dengan cara menghambat biosintesis prostaglandin dengan aktivitas analgesik yang kuat
baik secara perifer maupun sentral, di samping itu mempunyai efek antiinflamasi dan antipiretik.
Digunakan untuk penalaksanaan nyeri akut, dengan penggunaan tidak lebih dari 5 hari.

Kontraindikasi : pada pasien yang alergi dengan ketorolac trometamin, aspirin, atau obat AINS
lainnya, tukak lambung aktif, pasien dengan penyakit cerebrovaskuler, pasien dengan riwayat penyakit
asma, gangguan ginjal berat, proses persalinan , ibu menyusui, gangguan hemostasis. Ketorolac dapat
memperpanjang waktu perdarahan

Adapun efek sampingnya : pada saluran cerna dapat terjadi dispepsi, mual, diare. Pada SSP seperti
sakit kepala, edema dan rasa sakit pada tempat suntikan. Dosis maksimal adalah 120 mg/hari. Sediaan :
ampul 30 mg/1ml, 10 mg/1ml, diberikan secara intravena.

F. Intubasi Trakea
Suatu tindakan untuk memasukkan pipa khusus ke dalam trakea, sehingga jalan nafas bebas
hambatan dan nafas mudah dikendalikan. Intubasi trakea bertujuan untuk :

1. Mempermudah pemberian anestesi.

2. Mempertahankan jalan nafas agar tetap bebas dan kelancaran pernafasan.

3. Mencegah kemungkinan aspirasi lambung.

4. Mempermudah penghisapan sekret trakheobronkial.

5. Pemakaian ventilasi yang lama.

6. Mengatasi obstruksi laring akut.

G. Terapi Cairan

Terapi cairan perioperatif bertujuan untuk :

1. Mencukupi kebutuhan cairan, elektrolit dan darah yang hilang selama operasi.

2. Replacement dan dapat untuk tindakan emergency pemberian obat.

Pemberian cairan operasi dibagi :

1. Pra operasi

Dapat terjadi defisit cairan kaena kurang makan, puasa, muntah, penghisapan isi lambung, penumpukan
cairan pada ruang ketiga seperti pada ileus obstruktif, perdarahan, luka bakar dan lain – lain. Kebutuhan
cairan untuk dewasa dalam 24 jam adalah 2 ml / kgBB / jam. Bila terjadi dehidrasi ringan 2% BB, sedang

0
5% BB, berat 7% BB. Setiap kenaikan suhu 1 Celcius kebutuhan cairan bertambah 10 – 15 %.

2. Selama operasi

Dapat terjadi kehilangan cairan karena proses operasi. Kebutuhan cairan pada dewasa untuk operasi : a.
Ringan = 4 ml / kgBB / jam

b. Sedang = 6 ml / kgBB / jam


c. Berat = 8 ml / kg BB / jam

Bila terjadi perdarahan selama operasi, dimana perdarahan kurang dari 10% EBV maka cukup digantikan
dengan cairan kristaloid sebanyak 3 kali volume darah yang hilang. Apabila perdarahan lebih dari 10 %
maka dapat dipertimbangkan pemberian plasma / koloid / dekstran dengan dosis 1 – 2 kali darah yang
hilang.

3. Setelah operasi

Pemberian cairan pasca operasi ditentukan berdasarkan defisit cairan selama operasi ditambah
kebutuhan sehari – hari pasien.

H. Pemulihan

Pasca anestesi dilakukan pemulihan dan perawatan pasca operasi dan anestesi yang biasanya
dilakukan di ruang pulih sadar atau recovery room yaitu ruangan untuk observasi pasien pasca operasi
atau anestesi. Ruang pulih sadar adalah batu loncatan sebelum pasien dipindahkan ke bangsal atau
masih memerlukan perawatan intensif di ICU. Dengan demikian pasien pasca operasi atau anestesi
dapat terhindar dari komplikasi yang disebabkan karena operasi atau pengaruh anestesinya.

Home » Kesehatan » Ketahui 3 Jenis Anestesi dan Efek Sampingnya

Ketahui 3 Jenis Anestesi dan Efek Sampingnya


Amazine.co | Online Popular Knowledge
Baca juga

 Ketahui Penggunaan dan 5 Efek Samping Ketamine


 Keracunan Lidocaine: Gejala & Penanganan Overdosis Lidocaine
 Apakah Anestesi Aman? Ketahui Efek Samping Anestesi

Anestesi diberikan untuk memblokir sementara sensasi rasa sehingga memungkinkan pasien
menjalani operasi dan prosedur kesehatan lainnya tanpa rasa sakit.

Anestesi yang diberikan kepada seseorang berbeda untuk tiap kondisinya.

Pasien harus menjalani tes kesehatan dan fisik sebelum benar-benar memutuskan jenis dan
jumlah anestesi yang paling cocok.

Anestesi harus diberikan secara hati-hati karena bekerja pada sistem saraf pusat pasien.

Oleh karena itu, dosis yang tidak benar akan mengganggu kerja seluruh sistem saraf pusat.

Dalam kebanyakan kasus, dimana pasien disarankan mendapatkan anestesi regional atau umum,
obat bius biasanya disuntikkan di sumsum tulang belakang.
Karena anestesi, otak tidak dapat mengirim sinyal ke bagian tubuh. Dengan demikian, sensasi
pasien menjadi mati atau tubuhnya mati rasa.

Jenis Anestesi

Berikut adalah jenis-jenis anestesi:

1. Anestesi lokal

Anestesi lokal, seperti namanya, digunakan untuk operasi kecil pada bagian tertentu tubuh.

Suntikan anestesi diberikan di sekitar area yang akan dioperasi untuk mengurangi rasa sakit.

Anestesi juga dapat diberikan dalam bentuk salep atau semprotan.

Sebuah anestesi lokal akan membuat pasien terjaga sepanjang operasi, tapi akan mengalami mati
rasa di sekitar daerah yang diperasi.

Anestesi lokal memiliki pengaruh jangka pendek dan cocok digunakan untuk operasi minor dan
berbagai prosedur yang berkaitan dengan gigi.

2. Anestesi regional

Anestesi regional diberikan pada dan di sekitar saraf utama tubuh untuk mematikan bagian yang
lebih besar.

Pada prosedur ini pasien mungkin tidak sadarkan diri selama periode waktu yang lebih panjang.

Di sini, obat anestesi disuntikkan dekat sekelompok saraf untuk menghambat rasa sakit selama
dan setelah prosedur bedah. Ada dua jenis utama dari anestesi regional, yang meliputi:

- Anestesi spinal

Anestesi spinal atau sub-arachnoid blok (SAB) adalah bentuk anestesi regional yang disuntikkan
ke dalam tulang belakang pasien.

Pasien akan mengalami mati rasa pada leher ke bawah. Tujuan dari anestesi ini adalah untuk
memblokir transmisi sinyal saraf.

Setelah sinyal sistem saraf terblokir, pasien tidak lagi merasakan sakit.

Biasanya pasien tetap sadar selama prosedur medis, namun obat penenang diberikan untuk
membuat pasien tetap tenang selama operasi.

Jenis anestesi ini umumnya digunakan untuk prosedur pembedahan di pinggul, perut, dan kaki.
- Anestesi epidural

Anestesi epidural adalah bentuk anestesi regional dengan cara kerja mirip anestesi spinal.

Perbedaannya, anestesi epidural disuntikkan di ruang epidural dan kurang menyakitkan daripada
anestesi spinal.

Epidural paling cocok digunakan untuk prosedur pembedahan pada panggul, dada, perut, dan
kaki.

3. Anestesi umum

Anestesi umum ditujukan membuat pasien sepenuhnya tidak sadar selama operasi.

Obat bius biasanya disuntikkan ke tubuh pasien atau dalam bentuk gas yang dilewatkan melalui
alat pernafasan.

Pasien sama sekali tidak akan mengingat apapun tentang operasi karena anestesi umum
memengaruhi otak dan seluruh tubuh.

Selama dalam pengaruh anetesi, fungsi tubuh yang penting seperti tekanan darah, pernapasan,
dan suhu tubuh dipantau secara ketat.

Efek Samping Anestesi

Beberapa komplikasi mungkin dirasakan oleh sebagian pasien setelah mendapatkan anestesi
terutama jika prosedur dan dosis tidak diberikan secara tepat.

Komplikasi bisa bersifat sementara, namun ada pula yang berefek hingga cukup lama. Di bawah
ini adalah beberapa efek samping anestesi:

1. Nyeri di sekitar tempat suntikan.

2. Nyeri punggung bagian bawah dalam kasus anestesi spinal.

3. Penurunan tekanan darah.

4. Kerusakan saraf.

5. Karena overdosis anestesi, pernapasan pasien dan sistem peredaran darah bisa saja mengalami
masalah.

6. Mati rasa pada mulut.

Komplikasi anestesi seperti diatas jarang terjadi. Segera hubungi dokter jika efek samping
tersebut muncul.[]
Alat Anestesi Umum yang perlu disiapkan
- Masker (sesuaikan dengan ukuran wajah pasien)
- Laringoskop (terdiri atas holder dan blade. Pilih blade yang nomor 3 untuk pasien dewasa
dengan ukuran sedang… bila lebih besar pakai ukuran 4, untuk anak gunakan ukuran nomor 2.
Jangan lupa untuk mencek lampunya apakah nyalanya cukup terang)
- Endotracheal 3 ukuran (biasanya kita menyiapkan nomor 6, 6.5, 7)
Untuk anak dengan BB di bawah 20 kg, ukuran ET digunakan rumus sebagai berikut: (umur
+2)/2. misal hasilnya adalah 5  maka siapkan ukuran 4.5, 5, dan 5.5
Jangan lupa mencek ET dengan memompanya
- Cuff (gunanya untuk memompa ET agar posisinya terfiksir)
- Goedel 3 ukuran (3=hijau, 4 =kuning, 5=merah)
- Hoarness dan Ring Hoarness (untuk memfiksir masker di wajah)
- Stilet (kawat guide saluran nafas)
- Jackson Rees (system pemompaan digunakan untuk pasien anak-anak)
- Jelly
- Precordial
- Kapas alkohol
- Plester
- Xilocain pump
- Naso (buat di hidung. Tidak selalu digunakan.. hanya pada keadaan tertentu)

Sedangkan untuk Anestesi Spinal siapkan tambahan:


- Spinocain (ada 3 ukuran. Siapkan nomor 25, 27, 29)
- Spray alcohol
- Betadin
- Kassa steril
- Bantal
- Spuit 5 cc

Obat-Obatan Anestesi Umum: (urutkan di atas meja sesuai urutan di bawah)

1. Sulfas Atropin
2. Pethidin
3. Propofol/ Recofol
4. Succinil Cholin
5. Tramus
6. Sulfas Atropin
7. Efedrin

Obat untuk Anestesi Spinal:

1. Buvanest atau Bunascan


2. Catapress (kadang dokter tertentu menambahkannya untuk menambah efek buvanest)
Obat-obatan emergency yang harus ada dalam kotak emergency:

1. Atropin
2. Efedrin
3. Ranitidin
4. Ketorolac
5. Metoklorpamid
6. Aminofilin
7. Asam Traneksamat
8. Adrenalin
9. Kalmethason
10. furosemid (harus ada untuk pasien urologi)
11. lidocain
12. gentamicyn salep mata
13. Oxitocyn (untuk pasien obsgyn)
14. Methergin (untuk pasien obsgyn)
15. Adrenalin

Administrasi

1. Laporan Anestesi
2. BAKHP

Kelengkapan Kamar Operasi yang jadi tanggung jawab kita

A. Mesin Anestesi

- cek apakah halotan/isofluran dalam keadaan terisi penuh  bila tidak, lakukan pengisian
- pasang kabel mesin dan nyalakan
- pasang pipa oksigen dan N2O
- cek pompa oksigen, apakah dapat terpompa
- cek apakah pipa pembuangan gas sudah terpasang dan terbuang di tempat yang tepat
hal-hal yang penting diketahui:
- aliran oksigen ada dua jalur, jangan sampai salah memilih jalurnya. Ada jalur untuk masker dan
ada jalur untuk nasal
- pembuangan udara akan melalui sodalime (batu-batu) yang berfungsi mengikat CO2. laporkan
bila sodalime sudah berubah warna sangat tua)
- monitor mesin penting untuk mengetahui keadaan nafas pasien kita. Minta ajarkan penata
bagaimana membacanya.
- Alat pengatur respirasi… dari spontan ke kontrol

B. Monitor Anestesi

Pastikan minimal terpasang tensi dan saturasi


C. Suction

Cek apakah suction bekerja dengan baik

D. Tangan Meja
E. Bantal
MONITORING PASIEN SELAMA POST ANESTESI

Mengakhiri anestesi

· Indikasi untuk mengakhiri anestesi

1. Respirasi

2. Cardiovaskuler

3. SSP

4. Efek obat anestesi

· Mengakhiri Anestesi

· Indikasi pasien untuk pindah ke RR

h. Perawatan pasien di Recovery Room (RR)

· Monitoring pasien:

1. Monitoring sistem pernapasan

2. Monitoring sistem cardiovasculer

3. Monitoring sistem saraf pusat

4. Monitoring cairan

5. Manitenance obat anestesi

6. Monitoring efek obat anestesi

7. Monitoring Perdarahan

· Menggunakan Suction
· Melakukan Air Viva

· Mempersipkan emergency troly

· Menilai Score Aldrete Anestesi

· Memindahkan pasien post operasi ke ruangan

i. Melakukan Asuhan Keperawatan : pengkajian, perencenaan, pelaksanaan dan evaluasi terhadap


pasien yang menjalani operasi meliputi :

· Asuhan keperawatan Pre Anestesi

· Asuhan Keperawatan Durante Anestesi

· Asuhan Keperawatan Post Anestesi

Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest

TINGKAT KESADARAN PASIEN

Otak merupakan pusat sistem saraf. Otak dapat dibagi menjadi korteks serebral, ganglia basalis,
talamus dan hipotalamus, mesencephalon, pons, serebelum. Kortex serebral tersusun menjadi
dua hemisfer yang masing-masing dibagi menjadi empat lobus yaitu: lobus frontal, parietal,
occipital, dan temporal. Serebrum bertanggung jawab untuk fungsi motorik, asosiatif, dan fungsi
mental. Ganglia basalis terdiri dari nukleus caudatus dan lentikularis, kapsula interna, dan
amigdala yang merupakan struktur extrapiramidal. Struktur ini berfungsi untuk modulasi gerakan
volunter tubuh, perubahan sikap tubuh, dan integrasi otonom. Ganglia basal berperan khusus
dalam gerakan extremitas secara halus. Kerusakan ganglia basal akan mengakibatkan kaku dan
tremor.

Talamus merupakan stasiun pemancar impuls sensorik dan motorik yang berjalan dari dan ke
otak. Talamus berperan dalam kontrol respon primitif seperti rasa takut, perlindungan diri, pusat
persepsi nyeri, dan suhu. Hipotalamus terletak dibawah talamus terdiri dari kiasma optikum dan
neurohipofisis. Neurohipofisis bertanggungjawab pada pengaturan suhu, cairan, nutrisi, dan
tingkahlaku seksual.

Kesadaran merupakan fungsi utama susunan saraf pusat. Interaksi antara hemisfer serebri dan
formatio retikularis yang konstan dan efektif diperlukan untuk mempertahankan fungsi
kesadaran. Dalam klinik dikenal tingkat-tingkat kesadaran, yaitu:
Compos mentis: keadaan waspada dan terjaga pada seseorang yang bereaksi sepenuhnya dan
adekuat terhadap rangsang visual, auditorik, dan sensorik.

Apatis: sikap acuh tak acuh, tidak segera menjawab bila ditanya.

Delirium: kesadaran menurun disertai kekacauan mental dan motorik seperti disorientasi, iritatif,
salah persepsi terhadap rangsang sensorik,sering timbul ilusi dan halusinasi.

Somnolen: penderita mudah dibangunkan, dapat bereaksi secara motorik maupun verbal yang
layak, terlena saat rangsang dihentikan.

Sopor (stupor): penderita hanya dapat dibangunkan dalam waktu singkat oleh rangsang nyeri
yang hebat dan berulang-ulang.

Koma: tidak ada jawaban sama sekali terhadap rangsang nyeri yang hebat sekalipun.
Penilaian kemampuan kesadaran dapat dilihat dari pemeriksaan kemampuan orientasi,
pertimbangan, abstraksi, kosa kata, dan daya ingat. GCS (Glasgow Coma Scale) adalah cara
untuk menilai tingkat kesadaran berdasar respon mata, bicara, motorik.

Respon mata nilai

· Membuka mata spontan (4)

· Membuka mata terhadap suara (3)

· Membuka mata terhadap nyeri (2)

· Menutup mata terhadap segala rangsang (1)

Respon verbal

· Berorientasi baik (5)

· Disorientasi/ bingung (4)

· Bisa membentuk kata, tidak mampu mengucap kalimat (3)

· Mengeluarkan suara yang tak punya arti (2)

· Tak bersuara (1)

Respon motorik

· Menurut perintah (6)

· Dapat melokalisir rangsang nyeri (5)

· Menolak rangsang nyeri pada anggota gerak (withdrawal) (4)

· Rangsang flexsi spontan (3)

· Rangsang extensi spontan (2)

· Tak ada gerakan (1)

Kriteria: kesadaran baik/ normal –> GCS 13-15

kesadaran turun –> GCS 9-12

koma –> GCS <8


Bagian neurologi tidak menjumlahkan hasil GCS melainkan misal: GCS E3V3M2.

Anda mungkin juga menyukai