Anda di halaman 1dari 4

Diterjemahkan dari bahasa Inggris ke bahasa Indonesia - www.onlinedoctranslator.

com

Hubungan Indonesia-Taiwan Dalam One Village One


Product (Ovop) Di Pelaga Provinsi Bali 2011-2016

Ni Luh Kerti1, Yoyoh Rohaniah2


{ niluhkerti@dsn.moestopo.ac.id1, yoyohr@dsn.moestopo.ac.id2}

1,2Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Prof. Dr. Moestopo
(Beragama), Jakarta Indonesia

Abstrak.Salah satu kerja sama yang dilakukan melalui Kementerian Koperasi dan
UKM dengan Taiwan adalah dalam bentuk program One Village One Product (OVOP).
Program OVOP di Provinsi Bali merupakan upaya pemerintah dalam memberdayakan
petani dengan pola OVOP. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan
kerjasama Indonesia dan Taiwan dalam program OVOP di Provinsi Bali. Jenis
penelitian ini adalah deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan
data meliputi wawancara dan dokumentasi. Sedangkan teknik menganalisis data
dimulai dari mereduksi data hingga menyimpulkan. Hasil analisis temuan penelitian
menunjukkan bahwa Program OVOP yang dilaksanakan di Provinsi Bali dilihat dari
seluruh aspek telah berjalan dengan baik. Kendala yang ditemui dalam pelaksanaan
program adalah sulitnya mengubah pola pikir pola bertani dari tradisional ke modern,
pesimistis petani terhadap program baru dan terkait cuaca ekstrim yang masih sulit
diatasi mempengaruhi kualitas hasil panen.

Kata kunci:Program Ovop, pemberdayaan petani, kolaborasi, Bali.

1. Perkenalan
Berbagai macam kerjasama internasional yang dilakukan suatu negara terhadap negara lain,
salah satu kerjasama yang sedang menjadi fokus perhatian baik negara besar maupun kecil adalah
kerjasama di bidang perekonomian mengenai penguatan di bidang Usaha Kecil Menengah (UKM)
yang merupakan salah satu jadwal penting dalam pertemuan APEC di Amerika Serikat pada tahun
2011.
Ada dua fokus pembahasan strategi baru tersebut, yaitu (i) perluasan perdagangan dan
investasi, dan (ii) penciptaan pertumbuhan yang berkualitas. Pengembangan UKM menjadi isu
sentral pada fokus kedua, yakni terciptanya pertumbuhan yang berkualitas. Pada pertemuan SOM 1,
isu pengembangan UKM dibahas dalam berbagai pertemuan kelompok kerja dan seminar APEC.
Group on Services (GOS) termasuk dalam kelompok kerja yang membahas isu pengembangan UKM
dalam pertemuannya. Selain itu, GOS juga mengagendakan diadakannya seminar khusus terkait
peran sektor jasa dalam mendorong UKM dengan tema “Addressing Business Constraints of SMEs
through Services” pada tanggal 2 Maret 2011. [1]
Penerapan OVOP di Indonesia dimulai pada tahun 2006 oleh Kementerian
Perindustrian yang kemudian ditandai dengan dikeluarkannya Instruksi Presiden tentang
percepatan pengembangan dan pemberdayaan sektor riil Usaha Mikro, Kecil dan
Menengah (UMKM) dan Menteri Perindustrian. peraturan peningkatan efektivitas Industri
Kecil Menengah (IKM) melalui pendekatan OVOP yang saling terkait untuk mendorong
produk industri kecil dan menengah lokal mampu bersaing di pasar global. OVO

ICEASD 2019, 01-02 April, Indonesia


Hak Cipta © 2019 EAI
DOI 10.4108/eai.1-4-2019.2287286
pelaksanaannya di Indonesia mengikuti konsep program pembangunan daerah, baik
berupa desa, kecamatan, kota, dan selanjutnya memilih produk utama hasil
kreativitas masyarakat desa. {2}
Pelaksanaan program OVOP yang didukung oleh Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2007
tentang Kebijakan Percepatan Pembangunan Sektor Riil dan Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil,
dan Menengah (UMKM) memerlukan petani/Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah yang ingin
memperoleh teknis, permodalan, pelatihan pemasaran, bimbingan dan lain-lain harus menjadi
anggota koperasi. Sehingga pelaksanaan program OVOP dikelola oleh koperasi lokal sebagai
wadah bagi para petani/Pengusaha Mikro Kecil dan Menengah dalam mengembangkan
usahanya. Dalam hal ini, pemerintah Indonesia melalui Kementerian Koperasi dan UKM bekerja
sama dengan beberapa negara dalam penerapan program OVOP agar dapat berjalan lebih
maksimal. Taiwan sebagai salah satu negara yang bekerjasama dalam program OVOP. Kamar
Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) mengadakan pertemuan ekonomi dengan Taiwan, di
Hotel Mulia Jakarta, Selasa 16 Juni 2009.[3]

2. Metode
Dalam penelitian ini penulis menggunakan jenis penelitian kualitatif dimana menurut Creswell penelitian kualitatif
adalah penelitian yang diawali dengan menyatakan asumsi-asumsi dengan menggunakan sudut pandang teoritis untuk
merumuskan dan menyelesaikan permasalahan sosial. Dalam menyelesaikan permasalahan tersebut peneliti akan
menggunakan pendekatan kualitatif dengan mengumpulkan data dari pihak-pihak yang terlibat dalam penelitian. Yang
pada akhirnya akan memunculkan pendapat pihak-pihak yang berkepentingan dengan penelitian tersebut, sehingga akan
memunculkan gambaran permasalahan yang ada, yang kedepannya akan dijadikan pedoman untuk menyelesaikan
permasalahan tersebut. Creswell mengatakan penelitian kualitatif menggunakan dokumen, wawancara dan observasi
terhadap perilaku aktor terkait untuk mengumpulkan data. [4]
Kemudian dalam menganalisis fenomena-fenomena yang ada penulis akan menggunakan metode
pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mewawancarai pihak-pihak yang terkait dengan fenomena
tersebut guna memperoleh data dari sumber-sumber primer yang kedepannya dapat dipertanggungjawabkan
kebenaran datanya. Selanjutnya penulis juga menggunakan studi literatur yang berkaitan dengan fenomena
tersebut seperti buku, majalah, artikel, jurnal ilmiah, surat kabar, makalah seminar, tesis, data dari internet dan
dokumen yang dikeluarkan oleh suatu lembaga tertentu untuk memperoleh data sekunder.

3. Hasil Dan Pembahasan


Indonesia dan Taiwan tidak memiliki hubungan diplomatik, karena Indonesia menganut Kebijakan
Satu Tiongkok. Namun kerja sama kedua pihak berjalan dengan baik, bahkan menunjukkan banyak
kemajuan di bidang ekonomi, perdagangan, pendidikan, dan ketenagakerjaan. [5]
Indonesia adalah mitra dagang penting Taiwan. Untuk menghadapi persaingan globalisasi,
transparansi perdagangan dan pasar bebas, serta perubahan jaringan perdagangan yang semakin
cepat, maka dibentuklah organisasi yaitu TAITRA (Taiwan External Trade Development Council).
TAITRA (Taiwan External Trade Development Council) merupakan penggabungan organisasi
berbadan hukum di bawah naungan Biro Perdagangan Luar Negeri dengan tujuan membantu
industri Taiwan memperluas perdagangan. Saat ini terdapat hampir 50 kantor TAITRA (Dewan
Pengembangan Perdagangan Eksternal Taiwan) di luar negeri yang berlokasi di berbagai belahan
dunia. Berharap dengan hadirnya TAITRA (Taiwan External Trade Development Council) semakin
meningkatkan kemampuan pemasaran internasional dari berbagai sudut, memberikan pelayanan
paling cepat dan efektif, terus berkolaborasi dengan para wirausaha demi stabilnya pembangunan
ekonomi Taiwan. [6]
Prinsip utama dalam program OVOP adalah (1) Lokal namun Global, yaitu suatu daerah pada dasarnya telah
dikaruniai sumber daya alam yang melimpah, oleh karena itu masyarakat di daerah tersebut harus cerdas dalam
mengolah sumber daya yang dimilikinya. Dalam proses pengolahannya, masyarakat harus melakukan inovasi
untuk menciptakan suatu produk yang dapat diterima di kancah global dengan menonjolkan budaya lokal pada
produk tersebut. [7]
Kemudian prinsip ke (2) adalah Kemandirian dan Kreativitas, yaitu masyarakat harus kreatif dalam
mengelola sumber daya yang dimilikinya. Dalam hal ini pemerintah mendukung masyarakat untuk
meningkatkan kemampuannya dengan memberikan penyuluhan agar masyarakat dapat mengelola sumber
daya yang dimilikinya dengan sebaik-baiknya. Kemudian, masyarakat juga bebas berkreasi untuk
menambah nilai lebih pada produknya. Selain itu, pemerintah juga membantu memberikan akses pasar
kepada masyarakat lokal.
Kemudian prinsip (3) Pengembangan Sumber Daya Manusia yaitu gerakan OVOP tidak selalu berkaitan
dengan cara mengembangkan suatu produk tetapi juga berkaitan dengan pengembangan sumber daya
manusia. Dalam hal ini, OVOP bertujuan untuk mentransfer kemampuan kewirausahaan, pengembangan
produk, manajemen bisnis, branding, pemasaran dan kepemimpinan kepada masyarakat lokal.
Dalam kerangka kerja sama OVOP terdapat tiga aktor utama yaitu: Kementerian Koperasi
dan UMKM dengan International Corporation and Development Fund (ICDF) atau Taiwan
Technical Mission. Ketiga aktor ini mempunyai tugas dan fungsi masing-masing sebagaimana
diatur dalam perjanjian kerja sama. [8]
ICDF akan memberikan perkiraan jika nantinya ada potensi yang dinilai bagus. Yang
membuat ICDF tertarik bekerja sama dengan Bali karena ingin mengembangkan produksi
daerah melalui OVOP. Bali merupakan pilot project OVOP yang jika berhasil dapat dilanjutkan
ke wilayah lain di Indonesia. Di Bali, produk unggulannya antara lain jeruk, asparagus, kopi,
dan lain-lain. Namun potensi produk unggulan di Bali, menurut ICDF, sangat besar karena apa
pun bisa tumbuh dengan baik di Bali. Apalagi Bali sangat pesat dalam industri pariwisata,
sehingga produk makanan menjadi salah satu produk andalan.
Kepala Bidang Pengkajian dan Pengembangan Dinas Koperasi dan UKM Bali Kartika Jaya
mencontohkan, OVOP di Pelaga dikelola oleh 143 kelompok tani yang beranggotakan tiga hingga
lima orang per kelompok. Di lahan seluas enam hektare, kelompok tani mampu menghasilkan 50
kilogram (kg) asparagus per hari. “Ini asparagus kualitas super dengan harga Rp 35 ribu per kg,” kata
Kartika. Masyarakat Pelaga, kata Kartika, sebelumnya mencari pekerjaan di Kuta dan Denpasar serta
menyewa lahan pertanian di kampung halamannya. Setelah program OVOP dikembangkan, mereka
kembali ke kampung halaman untuk menjadi petani. Produk asparagus Pelaga dijual terbatas di Bali
untuk memenuhi kebutuhan hotel yang mencapai 200 kg per hari. Pemasaran dilakukan dengan cara
petani membawa hasil panennya ke koperasi.
Berkat kerjasama Pemerintah Kabupaten Badung dan pembinaan tenaga ahli
pertanian dari ICDF Foundation asal Taiwan yang telah berjalan hampir lima tahun, Desa
Pelaga mampu menghasilkan asparagus dengan kualitas terbaik bahkan disebut-sebut
sebagai kualitas terbaik di Asia. .
Pesatnya perkembangan pertanian asparagus di Pelaga juga tidak terlepas dari peran
besar Mr.Tsu Tien Chi dari Taiwan yang ditunjuk sebagai pembina petani asparagus di Pelaga.

4. Kesimpulan
Masyarakat Desa Pelaga Kabupaten Badung khususnya petani asparagus dan masyarakat
di Kintamani kabupaten Bangli khususnya petani jeruk Provinsi Bali melalui program OVOP
yang disusun oleh pemerintah pusat dengan sosialisasi yang relatif baru, tidak
hanya memberikan motivasi, meningkatkan aktivitas bernilai tambah. Namun juga fokus pada
kemandirian dan peningkatan pendapatan petani.
Kaitannya dengan Konsep Pemberdayaan Masyarakat Secara garis besar tujuan program
pemberdayaan dalam hal ini program OVOP adalah untuk mencapai kemandirian dan
meningkatkan taraf hidup masyarakat khususnya petani di Desa Pelaga. Selain dukungan dan
bantuan dari pemerintah, yang tidak kalah penting dalam pengembangan OVOP di Desa
Pelaga adalah Tim Pendamping Taiwan Technical Mission (TTM) yang dipimpin oleh ahli
asparagus yaitu Bapak Su Tien Chi. Tim ini bertugas melatih, membina, mendampingi dan
memberdayakan petani tradisional secara terus menerus dalam jangka waktu 5 (lima) tahun.
Sejalan dengan Program OVOP di Desa Pelaga dilihat dari tahapan kegiatan pemberdayaan
menurut Mardikanto yaitu: Penetapan dan pengenalan wilayah kerja. [9]. Pemilihan wilayah
Desa Pelaga sebagai wilayah kerja Program OVOP telah disepakati oleh pihak-pihak terkait
mulai dari kementerian, provinsi, dan pemerintah daerah yang bekerjasama dengan Taiwan.
Kegiatan diawali dengan melihat potensi unggulan daerah yang dapat dikembangkan,
melakukan rapat koordinasi lokasi pengembangan dan pemilihan lahan sebagai percontohan
penanaman asparagus.
Kendala yang ditemukan dalam pelaksanaan program adalah sebagai berikut: Kesulitan
mengubah pola pikir petani tradisional menjadi petani modern. Masih ada petani yang belum
mampu mengubah pola pikirnya untuk memikirkan pola bertani tradisional yang cenderung lebih
mudah dibandingkan pola bertani asparagus. Petani pesimis karena mengalami kegagalan program
sebelumnya. Pengalaman kegagalan program sebelumnya membuat petani pesimis terhadap
program baru. Cuaca ekstrem yang masih sulit diantisipasi oleh petani asparagus.

Referensi
[1]. Guntur Setiawan,Implementasi dalam Birokrasi Pembangunan. Bandung: Remaja
Rosdakarya Offset, 2004
[2]. Sumodiningrat dan Wulandari,Menuju Ekonomi Berdikari Pemberdayaan UMKM
dengan Konsep OPOP – OVOP – OVOC. Yogyakarta: Media Presindo, 2015
[3]. John W. Creswell dan Cheryl N. Poth,Inkuiri Kualitatif dan Desain Penelitian Memilih Di
Antara Lima Pendekatan(edisi ke-4). SAGE Publications, Inc Tanggal Publikasi: 23
Desember 2016
[4].Presiden Baru Dilantik, https://m.tempo.co/read/news/2016/06/01/090775847/
Taiwan-Indonesia Hubungan Meningkat:
presiden-baru-dilantik-hubungantaiwan-indonesiaiamen tingkat, Rabu, 01 Juni 2016

[5]. "TAITRA": http://www.taiwanexcellence.com.tw/id/about-us-TAITRA.aspx)


[6]. Sumodiningrat dan Wulandari,Menuju Ekonomi Berdikari Pemberdayaan UMKM
dengan Konsep OPOP – OVOP – OVOC. Yogyakarta: Media Presindo, 2015
[7].Panduan Operasional, Blue Print Satu Desa Satu Produk.Deputi Bidang Pengkajian
Sumberdaya UKMK : https://www.yumpu.com/id, diakses 20 Desember 2015.
[8]. Persadi Mardikanto dan Soebiato.Pemberdayaan Masyarakat dalam Perspektif
Kebijakan Publik. Bandung: Alfabeta, 2015

Anda mungkin juga menyukai