Anda di halaman 1dari 4

TATA CARA PEMERIKSAAN BUKTI PERMULAAN TINDAK PIDANA DI BIDANGPERPAJAKAN

BERDASAR PMK NOMOR 239/PMK.03/2014

Pengertian Pemeriksaan Bukti Permulaan


Pemeriksaan Bukti Permulaan adalah pemeriksaan yang dilakukan untuk memperoleh bukti
permulaan mengenai suatu dugaan tindak pidana di bidang perpajakan. Bukti Permulaan adalah
keadaan, perbuatan, dan/atau bukti berupa keterangan, tulisan, atau benda yang dapat
memberikan petunjuk adanya dugaan kuat bahwa sedang atau telah terjadi suatu tindak pidana
di bidang perpajakan yang dilakukan oleh siapa saja yang dapat merugikan pendapatan negara.

Tindak Pidana Di Bidang Perpajakan


Bahwa selain melakukan Pemeriksaan dalam rangka menguji kepatuhan dari Wajib Pajak,
Direktorat Jenderal Pajak juga berwenang melakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan atas adanya
dugaan kuat bahwa sedang atau telah terjadi suatu Tindak Pidana di Bidang Perpajakan yang
dilakukan oleh siapa saja yang dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan Negara.
Pemeriksaan Bukti Permulaan adalah Pemeriksaan yang dilakukan untuk mendapatkan Bukti
Permulaan tentang adanya dugaan telah terjadi Tindak Pidana di Bidang Perpajakan. Tindak
Pidana di Bidang Perpajakan adalah perbuatan yang diancam sanksi pidana oleh undang-undang
di bidang perpajakan yang meliputi Pasal 38, Pasal 39,Pasal 39A, Pasal 41, Pasal 41A, Pasal 41B,
Pasal 41C, dan Pasal 43 Undang-undang KUP, Pasal 24 dan Pasal 25 Undang-undang PBB,
Pasal 13 dan Pasal 14 Undang-undang Bea Meterai, dan Pasal 41A Undang-undang PPSP, yaitu:
1. Setiap orang yang karena kealpaannya :
a. tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) atau
b. menyampaikan SPT, tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan
yang isinya tidak benar, sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara dan
perbuatan tersebut merupakan perbuatan setelah perbuatan yang pertama kali.
2. Setiap orang yang dengan sengaja :
a. tidak mendaftarkan diri untuk diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak atau tidak melaporkan
usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena pajak ; atau
b. menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak Nomor Pokok Wajib pajak atau Pengukuhan
Pengusaha Kena Pajak;
c. tidak menyampaikan SPT; atau
d. menyampaikan SPT dan atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap; atau
e. menolak untuk dilakukan pemeriksaan; atau – memperlihatkan pembukuan, pencatatan, atau
dokumen lain yang palsu atau dipalsukan seolah-olah benar, atau tidak menggambarkan keadaan
yang sebenarnya; atau
f. tidak menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan, tidak memperlihatkan atau tidak
meminjamkan buku, catatan, atau dokumen lainnya; atau
g. tidak menyimpan buku, catatan, atau dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau
pencatatan dan dokumen lain termasuk hasil pengolahan data dari pembukuan yang dikelola
secara elektronik atau diselenggarakan secara program aplikasi on-line di Indonesia ; atau
h. tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong atau dipungut, sehingga dapat menimbulkan
kerugian pada pendapatan negara.
3. Setiap orang yang melakukan percobaan untuk melakukan tindak pidana menyalahgunakan
atau menggunakan tanpa hak NPWP atau Pengukuhan PKP, atau menyampaikan Surat
Pemberitahuan dan/atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap dalam rangka
mengajukan permohonan restitusi atau melakukan kompensasi pajak atau pengkreditan pajak.
4. Setiap orang yang dengan sengaja:
a. menerbitkan dan/atau menggunakan faktur pajak, bukti pemungutan pajak, bukti pemotongan
pajak, dan/atau bukti setoran pajak yang tidak berdasarkan transaksi yang sebenarnya; atau
b. menerbitkan faktur pajak tetapi belum dikukuhkan sebagai Pengusaha kena pajak.

Standar Pemeriksaan Bukti Permulaan


Pemeriksaan Bukti Permulaan harus dilaksanakan sesuai dengan:
1. Standar umum Pemeriksaan Bukti Permulaan; bahwa Pemeriksaan Bukti Permulaan
dilaksanakan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak yang:
1. Diberi tugas, wewenang, dan tanggung jawab oleh kepala Unit Pelaksana Pemeriksaan Bukti
Permulaan untuk melaksanakan Pemeriksaan Bukti Permulaan;
2. Mendapat pendidikan dan pelatihan teknis yang cukup sebagai pemeriksa Bukti Permulaan;
3. Menggunakan keterampilannya secara cermat dan saksama;
4. Jujur, bersih dari tindakan-tindakan tercela, dan senantiasa mengutamakan kepentingan
negara; dan. Taat terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
2. standar pelaksanaan Pemeriksaan Bukti Permulaan;
a. Dilaksanakan oleh tim pemeriksa Bukti Permulaan;
b. Dilakukan pengawasan oleh kepala Unit Pelaksana Pemeriksaan Bukti Permulaan;
c. Didahului dengan persiapan yang baik;
d. Dilaksanakan di kantor Direktorat Jenderal Pajak dan/atau tempat lain yang dianggap perlu
oleh pemeriksa Bukti Permulaan;
e. Dilaksanakan dalam jangka waktu tertentu;
f. Didokumentasikan dalam Kertas Kerja Pemeriksaan Bukti Permulaan; dan. Diperoleh simpulan
yang berdasarkan pada Bahan Bukti yang sah dan cukup.
3. standar pelaporan Pemeriksaan Bukti Permulaan.
a. Laporan Pemeriksaan Bukti Permulaan disusun berdasarkan Kertas Kerja Pemeriksaan Bukti
Permulaan; dan
b. Laporan Pemeriksaan Bukti Permulaan mengungkapkan tentang pelaksanaan, simpulan, dan
usul tindak lanjut Pemeriksaan Bukti Permulaan.
Teknik Pemeriksaan Bukti Permulaan
Ruang lingkup Pemeriksaan Bukti Permulaan yaitu dugaan suatu peristiwa Pidana yang
ditentukan dalam Surat Perintah Pemeriksaan Bukti Permulaan. Pemeriksaan Bukti Permulaan
dapat dilakukan secara terbuka; atau secara tertutup. Pemeriksaan Bukti Permulaan secara
terbuka dilakukan dengan pemberitahuan secara tertulis perihal Pemeriksaan Bukti Permulaan
kepada orang pribadi atau badan yang dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan, sedangkan
Pemeriksaan Bukti permulaan secara tertutup dilakukan tanpa pemberitahuan tentang adanya
Pemeriksaan bukti permulaan kepada orang pribadi atau badan yang dilakukan Pemeriksaan
bukti permulaan, sehingga dari dua jenis Pemeriksaan Bukti Permulaan ini yang membedakan
adalah teknik pemeriksaan yang digunakan.
Teknik yang digunakan dalam Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka, secara tidak
langsung dijabarkan dalam kewenangan Pemeriksa Bukti Permulaan yang sekaligus menjadi
kewajiban bagi Wajib Pajak yang diperiksa, yaitu:
1. Meminjam dan memeriksa buku atau catatan, dokumen ;
2. Mengakses dan/atau mengunduh data elektronik;
3. Memasuki dan memeriksa tempat atau ruang, barang bergerak dan/atau tidak bergerak
4. Melakukan penyegelan tempat atau ruang tertentu serta barang bergerak dan/atau barang
tidak bergerak;
5. Meminta keterangan kepada pihak terkait dengan Wajib Pajak – BAPK;
6. Meminta keterangan dan/atau bukti yang diperlukan dari pihak ketiga; dan
7. Melakukan tindakan lain yang diperlukan.
Sedangkan teknik yang digunakan dalam Pemeriksaan Bukti permulaan tertutup secara tidak
langsung juga tertuang dalam kewenangan Pemeriksa bukti permulaan secara tertutup, namun di
dalam Pemeriksaan Bukti Permulaan secara tertutup tidak diatur mengenai kewajiban Wajib
Pajak, teknik ini digunakan karena diduga kuat adanya risiko Wajib Pajak (calon tersangka)
melarikan diri. Teknik yang digunakan oleh Pemeriksa Bukti Permulaan dalam Pemeriksaan Bukti
permulaan tertutup adalah :

1. Melakukan teknik-teknik Pemeriksaan Bukti Permulaan secara tertutup sesuai dengan


kebutuhan, seperti kegiatan pengamatan (observasi), pembuntutan (Surveillance), penyamaran
(Undercover) atau kegiatan intelijen lainnya;
2. Meminta keterangan kepada pihak lain yang berkaitan dan dituangkan dalam berita acara
permintaan keterangan;
3. Meminta keterangan dan/atau bukti yang diperlukan dari pihak ketiga yang mempunyai
hubungan dengan Wajib Pajak yang dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan secara tertutup; dan
4. Melakukan tindakan lain yang diperlukan dalam rangka Pemeriksaan Bukti Permulaan secara
tertutup.

Tindak lanjut hasil Pemeriksaan Bukti Permulaan.


Sesuai dengan tujuannya, bahwa Pemeriksaan Bukti Permulaan adalah untuk mendapatkan Bukti
Permulaan tentang adanya dugaan telah terjadi Tindak Pidana di Bidang Perpajakan. Namun
dalam pelaksanaannya, tidak selalu ditindaklanjuti dengan penyidikan.
Berikut adalah jenis-jenis tindak lanjut Pemeriksaan Bukti Permulaan berdasarkan Hasil
Pemeriksaan Bukti Permulaan yang dituangkan dalam Laporan Pemeriksaan Bukti Permulaan:
1. Penyidikan dalam hal ditemukan Bukti Permulaan yang cukup;
2. Pemberitahuan secara tertulis oleh kepala Unit Pelaksana Pemeriksaan Bukti Permulaan
kepada orang pribadi atau badan selaku Wajib Pajak yang dilakukan Pemeriksaan Bukti
Permulaan secara terbuka bahwa tidak dilakukan penyidikan dalam hal pengungkapan
ketidakbenaran perbuatan orang pribadi atau badan selaku Wajib Pajak telah sesuai dengan
keadaan yang sebenarnya;
3. Penerbitan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pasal 13A Undang-undang KUP oleh kepala
Kantor Pelayanan Pajak kepada orang pribadi atau badan selalu Wajib Pajak yang dilakukan
Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka;
4. Penghentian Pemeriksaan Bukti Permulaan oleh kepala Unit Pelaksana Pemeriksaan Bukti
Permulaan dalam hal Wajib Pajak orang pribadi yang dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan
meninggal dunia; atau
5. Penghentian Pemeriksaan Bukti Permulaan oleh kepala Unit Pelaksana Pemeriksaan Bukti
Permulaan dalam hal tidak ditemukan adanya Bukti Permulaan Tindak Pidana di Bidang
Perpajakan.

Anda mungkin juga menyukai