Anda di halaman 1dari 8

I.

Deskripsi

Selain melakukan Pemeriksaan dalam rangka menguji kepatuhan dari Wajib


Pajak, Direktorat Jenderal Pajak juga berwenang melakukan Pemeriksaan Bukti
Permulaan atas adanya dugaan kuat bahwa sedang atau telah terjadi suatu Tindak
Pidana di Bidang Perpajakan yang dilakukan oleh siapa saja yang dapat menimbulkan
kerugian pada pendapatan Negara. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan
menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan
secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji
kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka
melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Bukti
Permulaan adalah keadaan, perbuatan, dan/atau bukti berupa keterangan, tulisan,
atau benda yang dapat memberikan petunjuk adanya dugaan kuat bahwa sedang atau
telah terjadi suatu tindak pidana di bidang perpajakan yang dilakukan oleh siapa saja
yang dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara. Pemeriksaan Bukti
Permulaan adalah Pemeriksaan yang dilakukan untuk mendapatkan bukti permulaan
tentang adanya dugaan telah terjadi tindak pidana di bidang perpajakan. Pemeriksa
Bukti Permulaan adalah Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Direktorat Jenderal
Pajak atau tenaga ahli yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak, yang diberi tugas,
wewenang, dan tanggung jawab untuk melaksanakan Pemeriksaan Bukti Permulaan;
atau Pegawai Negeri Sipil pada unit pemeriksa internal di lingkungan Departemen
Keuangan yang diberi tugas oleh Menteri Keuangan untuk melakukan Pemeriksaan
Bukti Permulaan.
Pemeriksaan Bukti Permulaan dilakukan berdasarkan

1. Informasi adalah keterangan baik yang disampaikan secara lisan maupun


tertulis yang dapat dikembangkan dan dianalisis untuk mengetahui ada
tidaknya Bukti Permulaan tindak pidana di bidang perpajakan
2. Data adalah kumpulan angka, huruf, kata, atau citra yang bentuknya dapat
berupa surat, dokumen, buku atau catatan, baik dalam bentuk elektronik
maupun bukan elektronik, yang dapat dikembangkan dan dianalisis untuk
mengetahui ada tidaknya Bukti Permulaan tindak pidana di bidang
perpajakan, yang menjadi dasar pelaporan yang belum dianalisis.
3. Laporan adalah pemberitahuan yang disampaikan oleh orang atau institusi
karena hak atau kewajiban berdasarkan undang-undang kepada pejabat yang
berwenang tentang telah atau sedang atau diduga akan terjadinya tindak
pidana di bidang perpajakan.
4. Pengaduan  adalah pemberitahuan mengenai dugaan tindak pidana di bidang
perpajakan oleh pihak yang berkepentingan kepada pejabat yang berwenang

Yang berhak mengusulkan pemeriksaan bukti permulaan adalah Sub Direktorat


Intelijen Perpajakan berdasarkan Laporan Kegiatan Intelijen yang terdapat indikasi
tindak pidana di bidang perpajakan kepada Direktur Intelijen dan Penyidikan, Sub
Direktorat Rekayasa Keuangan berdasarkan pengembangan dan analisis Informasi,
Data, Laporan, atau Pengaduan (IDLP) kepada Direktur Intelijen dan Penyidikan, Sub
Direktorat Pemeriksaan Bukti Permulaan berdasarkan pengembangan Pemeriksaan
Bukti Permulaan kepada Direktur Intelijen dan Penyidikan, Sub Direktorat
Penyidikan berdasarkan pengembangan Penyidikan kepada Direktur Intelijen dan
Penyidikan, dan Kepala Bidang Pemeriksaan, Penyidikan, dan Penagihan Pajak
berdasarkan pengembangan dan analisis Informasi, Data, Laporan, atau Pengaduan
(IDLP), pengembangan Pemeriksaan Bukti Permulaan atau pengembangan
Penyidikan usul disampaikan kepada  kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat
Jenderal Pajak. 
Dalam hal usul Pemeriksaan Bukti Permulaan dilakukan melalui Pemeriksaan
ulang yaitu Pemeriksaan Bukti Permulaan yang dilakukan terhadap Wajib Pajak
untuk jenis pajak dan Masa Pajak/Tahun Pajak yang telah diperiksa pada pemeriksaan
sebelumnya karena adanya indikasi tindak pidana di bidang perpajakan . Usul
diajukan kepada Direktur Jenderal Pajak melalui Direktur Intelijen dan Penyidikan.
Usul Melakukan Pemeriksaaan Bukti Permulaan dapat dibuat dalam satu usulan yang
meliputi beberapa tahun/masa pajak. Jika  usul disetujui maka akan dibuat Instruksi
Pemeriksaan Bukti Permulaan dan  dibuat Surat Perintah Pemeriksaan Bukti
Permulaan.

Ada 2 jenis Pemeriksaan Bukti permulaan yaitu secara terbuka dan tertutup.
Perbedaannya adalah pada pemberitahuan kepada wajib pajak. Secara terbuka
dilakukan dengan pemberitahuan secara tertulis perihal Pemeriksaan Bukti Permulaan
kepada orang pribadi atau badan yang dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan
sedangkan secara tertutup dilakukan tanpa pemberitahuan tentang adanya
Pemeriksaan Bukti Permulaan kepada orang pribadi atau badan yang dilakukan
Pemeriksaan Bukti Permulaan. Pemeriksaan bukti permulaan secara terbuka
dilakukan
dalam hal:

a. Pemeriksaan Bukti Permulaan terkait dengan permohonan pengembalian


kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17B Undang-
Undang KUP; atau
b. Pemeriksaan Bukti Permulaan merupakan tindak lanjut dari Pemeriksaan untuk
menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan,

II. Normatif

Pemeriksaan bukti permulaan diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Republik


Indonesia Nomor 239/PMK.03/2014, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 74 tahun 2011.

Pemeriksaan Bukti Permulaan harus dilaksanakan sesuai dengan:


a. Standar umum Pemeriksaan Bukti Permulaan
b. Standar pelaksanaan Pemeriksaan Bukti Permulaan
c. Standar pelaporan Pemeriksaan Bukti Permulaan

Pemeriksaan Bukti Permulaan dilaksanakan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil


di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak yang:
a. diberi tugas, wewenang, dan tanggung jawab oleh kepala Unit Pelaksana
Pemeriksaan Bukti Permulaan untuk melaksanakan Pemeriksaan Bukti Permulaan
b. mendapat pendidikan dan pelatihan teknis yang cukup sebagai pemeriksa Bukti
Permulaan
c. menggunakan keterampilannya secara cermat dan saksama
d. jujur, bersih dari tindakan-tindakan tercela, dan senantiasa mengutamakan
kepentingan Negara
e. taat terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan

Standar pelaksanaan Pemeriksaan Bukti Permulaan diatur dengan ketentuan


sebagai berikut:
a. dilaksanakan oleh tim pemeriksa Bukti Permulaan
b. dilakukan pengawasan oleh kepala Unit Pelaksana Pemeriksaan Bukti Permulaan
c. didahului dengan persiapan yang baik
d. dilaksanakan di kantor Direktorat Jenderal Pajak dan/atau tempat lain yang
dianggap perlu oleh pemeriksa Bukti Permulaan
e. dilaksanakan dalam jangka waktu tertentu
f. didokumentasikan dalam Kertas Kerja Pemeriksaan Bukti Permulaan
g. diperoleh simpulan yang berdasarkan pada Bahan Bukti yang sah dan cukup

Standar pelaporan Pemeriksaan Bukti Permulaan diatur dengan ketentuan sebagai


berikut:

a. Laporan Pemeriksaan Bukti Permulaan disusun berdasarkan Kertas Kerja


Pemeriksaan Bukti Permulaan;
b. Laporan Pemeriksaan Bukti Permulaan mengungkapkan tentang pelaksanaan,
simpulan, dan usul tindak lanjut Pemeriksaan Bukti Permulaan

Jangka Waktu Pemeriksaan Bukti Permulaan

1. Pemeriksa Bukti Permulaan melaksanakan Pemeriksaan Bukti Permulaan


secara terbuka dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan sejak tanggal
penyampaian surat pemberitahuan Pemeriksaan Bukti Permulaan sampai dengan
tanggal Laporan Pemeriksaan Bukti Permulaan
2. Pemeriksa Bukti Permulaan melaksanakan Pemeriksaan Bukti Permulaan secara
tertutup dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan sejak tanggal Surat
Perintah
3. Pemeriksaan Bukti Permulaan diterima oleh Pemeriksa Bukti Permulaan sampai
dengan tanggal Laporan Pemeriksaan Bukti Permulaan
4. Apabila pemeriksa Bukti Permulaan tidak dapat melaksanakan Pemeriksaan Bukti
Permulaan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat
(2), pemeriksa Bukti Permulaan dapat mengajukan permohonan perpanjangan
jangka waktu kepada kepala Unit Pelaksana Pemeriksaan Bukti Permulaan
5. Kepala Unit Pelaksana Pemeriksaan Bukti Permulaan dapat memberikan
perpanjangan jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) paling lama 24
(dua puluh empat) bulan sejak berakhirnya jangka waktu sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) atau ayat (2)
6. Kepala Unit Pelaksana Pemeriksaan Bukti Permulaan mempertimbangkan
permohonan perpanjangan jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
dengan memperhatikan:
1. daluwarsa penetapan pajak
2. daluwarsa penuntutan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan
3. pertimbangan lain

Pemeriksa Bukti Permulaan wajib:


a. menyampaikan surat pemberitahuan Pemeriksaan Bukti Permulaan kepada orang
pribadi atau badan yang dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan, jika
Pemeriksaan Bukti Permulaan dilakukan secara terbuka;
b. memperlihatkan kartu tanda pengenal pemeriksa Bukti Permulaan, jika diminta
oleh orang pribadi atau badan yang dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan;
c. memperlihatkan Surat Perintah Pemeriksaan Bukti Permulaan atau Surat Perintah
Pemeriksaan Bukti Permulaan Perubahan, jika diminta oleh orang pribadi atau
badan yang dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan;
d. mengembalikan Bahan Bukti yang telah diperoleh melalui peminjaman dan tidak
diperlukan dalam proses Penyidikan;
e. merahasiakan kepada pihak lain yang tidak berhak segala sesuatu yang diketahui
atau diberitahukan kepadanya dalam rangka Pemeriksaan Bukti Permulaan; dan
f. mengamankan Bahan Bukti yang ditemukan dalam Pemeriksaan Bukti Permulaan

Orang pribadi atau badan yang dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan secara
terbuka, wajib:

a. memberikan kesempatan kepada pemeriksa Bukti Permulaan untuk memasuki


dan/atau memeriksa tempat atau ruang, barang bergerak dan/atau barang tidak
bergerak yang diduga atau patut diduga digunakan untuk menyimpan Bahan
Bukti;
b. memberikan kesempatan kepada pemeriksa Bukti Permulaan untuk mengakses
dan/atau mengunduh data yang dikelola secara elektronik;
c. memperlihatkan dan/atau meminjamkan Bahan Bukti kepada pemeriksa Bukti
Permulaan;
d. memberikan keterangan lisan dan/atau tertulis kepada pemeriksa Bukti
Permulaan; dan
e. memberikan bantuan kepada pemeriksa Bukti Permulaan guna kelancaran
Pemeriksaan Bukti Permulaan
Pihak yang berkaitan atau pihak ketiga yang mempunyai hubungan dengan orang
pribadi atau badan yang dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan wajib memberikan
keterangan dan/atau bukti yang diminta oleh pemeriksa Bukti Permulaan.

Orang pribadi atau badan yang dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan secara
terbuka mempunyai hak meminta kepada pemeriksa Bukti Permulaan untuk:

a. menyampaikan surat pemberitahuan Pemeriksaan Bukti Permulaan;


b. memperlihatkan kartu tanda pengenal pemeriksa Bukti Permulaan;
c. memperlihatkan Surat Perintah Pemeriksaan Bukti Permulaan atau Surat Perintah
Pemeriksaan Bukti Permulaan Perubahan; dan
d. mengembalikan Bahan Bukti yang telah dipinjam dan tidak diperlukan dalam
proses Penyidikan

Pemeriksa Bukti Permulaan berwenang:

a. memasuki dan/atau memeriksa tempat, ruang, dan/atau barang yang diduga atau
patut diduga digunakan untuk menyimpan Bahan Bukti;
b. mengakses dan/atau mengunduh data yang dikelola secara elektronik;
c. meminjam dan/atau memeriksa Bahan Bukti;
d. melakukan Penyegelan terhadap tempat atau ruang tertentu serta barang bergerak
dan/atau barang tidak bergerak;
e. meminta keterangan kepada pihak yang berkaitan;
f. meminta keterangan dan/atau bukti yang diduga dapat memberi petunjuk tentang
Tindak Pidana di Bidang Perpajakan kepada pihak ketiga yang mempunyai
hubungan dengan orang pribadi atau badan;
g. meminta bantuan kepada pihak lain sehubungan dengan keahliannya dalam
rangka pelaksanaan Pemeriksaan Bukti Permulaan; dan
h. melakukan tindakan lain yang diperlukan dalam rangka Pemeriksaan Bukti
Permulaan.

III. Studi Kasus


Referensi

http://big-sugeng.blogspot.co.id/2010/01/pemeriksaan-bukti-permulaan.html

http://www.ortax.org/ortax/?mod=aturan&page=show&id=15645&hlm=

http://ketentuan.pajak.go.id/index.php?r=aturan/rinci&idcrypt=oJmfoZ4%3D

https://pajakpraktis.wordpress.com/
http://www.nusahati.com/2014/07/sekilas-tentang-pemeriksaan-bukti-permulaan-
bagian-i/

Anda mungkin juga menyukai