Anda di halaman 1dari 12

) ) ) ) ) ) ) ) )

) ) ) ) ) ) ) ) )
KELOMPOK 9 HUKUM ADAT
Dosen Pengampu : Yanti Haryani, S.H.I., M.H

PENYELESAIAN
PENYELESAIAN SENGKETA DALAM
SISTEM
SISTEM MASYARAKAT HUKUM ADAT
Ahmad Reza Rachmadani 2121508025
Fiesshalya Mayzanda Dwi Saputri 2121508035
Khusnul Khotimah 2121508004
) ) ) ) ) ) ) ) ) A. PENGERTIAN HUKUM ADAT
) ) ) ) ) ) ) ) )

)
Adat yang berasal dari bahasa Arab berarti kebiasaan. Dari Istilah Hukum adat adalah sebutan untuk

) ) ) ) ) )
perspektif etimologi adat dapat diberika pengertian berupa
menggambarkan hukum asli rakyat Indonesia,
perbuatan yang dilakukan berulang-ulang lalu menjadi
kebiasaan yang tetap dan dihormati orang, oleh karena itu
sebagaimana penyataan Snouck Hurgronje pada
kebiasaan itu menjadi adat. tahun 1893 yang dikutip oleh Soehardi, bahwa
hukum adat sebagai nama untuk menyatakan
hukum rakyat Indonesia yang tidak dikodifikasi.
Hukum adat merupakan hukum yang terdapat di luar hukum
yang dikodefikasi, tetapi ia juga memiliki karakteristik Tokoh Ilmuan
tersendiri sehingga berbeda dengan hukum lain hasil buatan Menurut Snouck Hurgronje hukum adat
peguasa, seperti sifat dan kemampuannya beradaptasi dengan merupakan suatu kebiasaan yang berlaku pada
perkembangan zaman.
masyarakat yang berbentuk peraturan yang tidak
tertulis.
) ) ) ) ) ) ) ) ) Hukum
B. PERADILAN ADAT
) ) ) ) ) ) ) ) )
Adat

Peradilan adat sebagai institusi penyelesaian sengketa berbasis komunitas, semakin mendapat perhatian dari berbagai pihak dalam
beberapa tahun terakhir. Hukum harus digunakan sebagai alat untuk mencapai keadilan dan legitimasi, dengan mematuhi asas-asas
hukum yang hidup dalam masyarakat. Diperlukan upaya penguatan, reaktualisasi, dan refitalisasi peradilan adat yang masih ada
dalam masyarakat.

Banyak studi terkait dengan hukum adat yang telah menghasilkan berbagai pengertian. Dari berbagai pengertian yang ada, dimana
hukum adat pada umumnya mengandung unsur-unsur diantaranya yaitu:

1. Dalam hal bentuknya, hukum adat umumnya merupakan hukum tidak tertulis;
2. Asalnya Asal hukum adat dan kebiasaan;
3. Sifatnya Hukum adat bersifat dinamis, berkembang terus, dan mudah beradaptasi;
4. Poses lahirnya hukum adat adalah tidak sengaja;
5. Mangandung unsur agama;
6. FungsinyaHukum adat berfungsi untuk mengatur hubungan antar sesame; dan
7. Penegakan.
) ) ) ) ) ) ) ) ) Hukum
B. PERADILAN ADAT
) ) ) ) ) ) ) ) )
Adat

Akar keadilan restoratif dalam hukum adat Indonesia terlilhat dalam karakteristiknya, antara lain sebagai berikut:
1. Corak religius Dalam menempatkan hukum adat sebagai bentuk kesatuanbatin masyarakat dalam satukesatuan (komunal);
2. Sifat komunal hukum adat. Penempatan individu sebagai orang yang terikat dengan masyarakat. Seorang individu bukan sosok yang bebas
dalam segalalaku, karena di batasi oleh norma yang telah berlaku baginya;
3. Tujuan persekutuan masyarakat Persekutuan masyarakat bertujuan untuk memelihara keseimbangan lahir batin antara individu, golongan dan
lingkungan hidupnya. Tujuanini pada dasarnya dipikul oleh masing-masing individu anggotanya demi pencapaian tujuan bersama;
4. Pemeliharaan lahir batin. Tujuan memeliharaan keseimbangan lahir batin berpangkal pada pandangan ketertiban alam semesta (kosmos).
Kepentingan masyarakat merupakan hubungan harmonis dan keseimbangan kosmos;
5. Pelanggaran hukum adat Pelanggaran terhadap hukum adat, merupakan pelanggaran terhadap ketertibankosmos; dan
6. Pengabaian terhadap kosmos.

Jika garis kosmos tidak diikuti, baik masyarakat maupunindividuakan mengalami penderitaan. Peradilan, menurut Sudikno Mertokusumo, adalah
badan yang bertugas untuk memeriksa keluhan tentang pelanggaran hukum dan memberikan keputusan berdasarkan hukum yang berlaku. Sejarah
menunjukkan bahwa di Indonesia, hukum dan peradilan sudah ada sejak zaman Malaio Polinesia dan telah berkembang sesuai kebutuhan
masyarakat. Dikatakan oleh H. Hilman Hadikusuma bahwa sistem hukum dan peradilan berasal dari dua arah, yaitu dari hukum rakyat (bawah)
dan hukum penguasa (atas), serta zaman Matarammengenal peradilan "padu" untuk masyarakat pedesaan dan "stinggil" atau "serambi" untuk
masyarakat "Keratuan."
) ) ) ) ) ) ) ) )
) ) ) ) ) ) ) ) )
C. ASAS-ASAS PERADILAN ADAT

Hukum
Adat
1. Terpercaya (Acceptability) 4. Cepat, Mudah, dan Murah (Accessibility)
2. Tanggung jawab (Accountability) 5. Ikhlas dan Sukarela (Voluntary nature)
3. Kesetaraan di Depan Hukum 6. Penyelesaian Damai (Peaceful
(Equality before the law) Resolution)

7. Musyawarah/Mufakat (Consensus) 10. Keberagaman (Pluralism)


8. Keterbukaan untuk Umum 11. Praduga Tak Bersalah (Presumption of
(Transparency) Innocence)
9. Jujur dan Kompeten 12. Berkeadilan (Proportional Justice)
(Competence/Authority)
) ) ) ) ) ) ) ) ) D. PERADILAN ADAT DAN KEADILAN RESTORATIF
) ) ) ) ) ) ) ) )
Aliansi Masyarakat Adat Nusantara mempublikasikan pemikiran tentang peradilan adat dalam buku
'Sistem Peradilan Adat dan Lokal di Indonesia,' yang memperkuat penyelenggaraan peradilan adat.
Mahkamah Agung RI mencanangkan pembaruan peradilan dalam Cetak Biru 2010-2035, tetapi dokumen
tersebut kurang perhatian terhadap relasi kekuasaan kehakiman dengan peradilan adat. Meskipun
demikian, Mahkamah Agung membuka dialog tentang peradilan adat bersama Perkumpulan HuMa dan
Badan Penelitian dan Pengembangan Mahkamah Agung pada 10 Oktober 2013.Menurut riset BPHN, ada
alasan penting untuk mendorong penyelesaian sengketa non-litigasi melalui peradilan adat.

Dalam catatan riset BPHN, ada beberapa alasan perlunya mendorong penyelesaian sengketa non-litigasi
melalui peradilan adat dalam penyelesaian sengketa. Alasannya antara lain:

1. Terbatasnya akses masyarakat terhadap sistem hukum formal.


2. Masyarakat tradisional di daerah terisolasi masih memiliki tradisi hukum yang kuat.
3. Sistem hukum formal dianggap kurang memadai dan kurang memenuhi rasa keadilan masyarakat.
4. Kurangnya infrastruktur dan sumberdaya sistem hukum formal dalam memenuhi kebutuhan rasa
keadilan masyarakat. Kedua, sebagian besar masyarakat Indonesia cenderung menyelesaikan sengketa
secara damai.
) ) ) ) ) ) ) ) ) Penyelesaian perselisihan melalui peradilan adat diakui
) ) ) ) ) ) ) ) )
efektif, menghilangkan dendam, dan menciptakan
keamanan. Keberadaan peradilan adat semakin penting
karena sistem hukum formal sulit diakses di desa-desa
terpencil dan mengalami penumpukan perkara serius.
Hukum adat berfungsi untuk menyembuhkan dan
menghormati perbedaan, sehingga kerusakan pada rakyat
dapat dihindari. Perdamaian menjadi kunci penyelesaian
sengketa dengan nasehat orang tua dan saling pengertian,
mengembalikan suasana harmonis dan menghindari
pertarungan.

Sengketa dapat diselesaikan tanpa menunjukkan


kekuatan, mendorong kerja sama, dan menghindari beban
berat. Keharmonisan dalam keluarga dan perdamaian
adalah nilai-nilai yang dijunjung dalam hukum adat.
) ) ) ) ) ) ) ) ) D. PERADILAN ADAT DAN KEADILAN RESTORATIF
) ) ) ) ) ) ) ) )
Prinsip Padu (Peradilan Perdamaian) sejalan dengan ADR dan berfokus pada prinsip keadilan restoratif
dengan prinsip-prinsip berikut:

1. Memperbaiki kesalahan dan hubungan antara pihak yang terlibat dalam sengketa.
2. Melibatkan pelaku dan korban dalam mengidentifikasi masalah, mencari solusi, dan mencapai perbaikan
yang terprogram.
3. Mencapai perbaikan melalui musyawarah dan mufakat antara pihak yang terlibat untuk memenuhi hak-
hak korban dan masyarakat.
4. Menyelesaikan atau mengurangi kerugian korban dan pihak terkait untuk menciptakan reintegrasi.
5. Kesepakatan mencakup berbagai rencana perbaikan, restitusi, dan layanan komunitas.

Keuntungan penyelesaian sengketa melalui Padu dengan pendekatan keadilan restoratif termasuk
keterlibatan aktif masyarakat, proses yang murah, cepat, dan tepat, memberikan keuntungan langsung
kepada korban, dan membuka akses yang lebih luas keadilan. Dalam konteks berlakunya peradilan adat,
penting mempertimbangkan pematuhan para pihak yang terlibat dalam konflik terhadap hukum adat dan
mekanismenya. Kepatuhan hukum tidak hanya berkaitan dengan hukum itu sendiri, tetapi juga dengan
kesiapan manusia untuk mematuhinya. Keberlakuan hukum adat dalam peradilan adat sangat dipengaruhi
oleh pertimbangan ekonomi, politik, budaya, dan sistem yang melatarinya.
) ) ) ) ) ) ) ) )
) ) ) ) ) ) ) ) )
D. PERADILAN ADAT DAN KEADILAN RESTORATIF

Selain itu, penting juga memperhatikan prinsip-prinsip dasar pelaksanaan peradilan


adat, yang terdiri dari tiga prinsip dasar.
Prinsip-prinsip penting dalam peradilan adat adalah:

1. Keadilan sosial: Mendorong rasa keadilan yang memiliki kebermaknaan sosial dan
mencerminkan cita-cita sosial.
2. Kearifan lokal: Mempertimbangkan nilai-nilai lokal dalam kehidupan masyarakat,
seperti kearifan dalam pengelolaan tanah.
3. Prinsip hak asasi manusia (HAM): Menggunakan tradisi yang diterima luas di
masyarakat adat untuk menjalankan HAM, termasuk pandangan universalitas, non-
diskriminasi, kesetaraan, dan tanggung jawab negara dalam melindungi HAM.
) ) ) ) ) ) ) ) ) DASAR HUKUM PERADILAN ADAT
) ) ) ) ) ) ) ) )

Dasar hukum penyelesaian sengketa adat dapat berbeda-beda tergantung pada negara dan
wilayahnya. Di Indonesia, sebagai contoh, dasar hukum penyelesaian sengketa adat dapat
ditemukan dalam berbagai peraturan hukum, seperti:

1 2 3
Undang-Undang Dasar 1945 (UUD Undang-Undang Nomor 6 Tahun Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun
1945): Pasal 18B dan 28I ayat (6) : 2012 tentang Desa : 2015 tentang Penyelenggaraan
Pemerintahan Desa :

mengakui hak masyarakat adat Menyebutkan bahwa desa memiliki Menyebutkan bahwa desa memiliki
untuk memelihara dan kewenangan untuk mengatur kewenangan dalam mengelola dan
mengembangkan adat istiadat serta peraturan adat dalam kehidupan menjaga peraturan adat serta
mengatur peraturan adat dalam desa. mengaturnya sesuai dengan aspirasi
kehidupan sosial dan pemerintahan masyarakat adat.
mereka.
) ) ) ) ) ) ) ) )
) ) ) ) ) ) ) ) )
DAFTAR PUSTAKA
Dr. Yulia, S.H., M.H, Dr. Elidar Sari, S.H., M.H, Arif Rahman, S.H., M.H,
“Penyelesaian Sengketa Melalui Peradilan Adat”, (Lhokseumawe: Unimal
Press, 2019).
Yulia, “Buku Ajar Hukum Adat”, (Lhokseumawe: Unimal Press, 2019).
Wayan Resmini, Abdul Sakban, “Mediasi Dalam Penyelesaian Sengketa Pada
Masyarakat Hukum Adat”, (Mataram: Journal Ummat, 2018).
Dasar Hukum : 1. Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945): Pasal 18B dan
28I ayat (6), 2. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2012 tentang Desa, 3.
Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan
Pemerintahan Desa.
) ) ) ) ) ) ) ) )
) ) ) ) ) ) ) ) )

Thank You
Audience Di Persilahkan Untuk Bertanya

Anda mungkin juga menyukai