Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

HUKUM KELUARGA ISLAM DI SOMALIA

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Hukum Keluarga di


Negara Islam
Dosen Pengampu: Siti Masitoh, M.H.

Disusun oleh : kelompok 3

Savira Ayuningtiyas (2121508010)

Muhammad Rasyid (2121508038)

Muhammad Ihsan Hamdani Addien (2121508012)

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA


FAKULTAS SYARIAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN AJI MUHAMMAD IDRIS
SAMARINDA
2023

i
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Puji dan syukur dipanjatkan kehadirat Allah SWT yang telah


melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya. serta berbagai upaya, tugas makalah mata
kuliah Hukum Keluarga di Negara Islam yang membahas tentang Implemtasi
pelayanan publik di Indonesia.

Pada kesempatan ini, kami mengucapkan terima kasih kepada dosen


pengampu yaitu Siti Masitoh, M.H. yang telah memberikan tugas kepada kami.
Kami juga ingin mengucapkan terima kasih kepada teman-teman yang turut
membantu dalam pembuatan makalah ini.

Kami menyadari sepenuhnya bahwa tugas ini masih jauh dari


kesempurnaan dan masih banyak lagi kekurangan hal ini dikarenakan keterbatasan
pengetahuan dan kemampuan yang saya miliki baik dari segi kualitas maupun
kuantitas, oleh karena itu saya mengharapkan adanya saran dan kritik yang
sifatnya membangun untuk perbaikan di masa yang akan datang. Semoga dengan
makalah ini dapat memberikan manfaat kepada diri saya sendiri maupun pembaca.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Samarinda, 15 Maret 2023

Kelompok 10

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...........................................................................................ii

DAFTAR ISI .........................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................….1

A. Latar belakang .......................................................................................1

B. Rumusan Masalah .................................................................................2

C. Tujuan ....................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN …..................................................................................3

A. Konsep Pembaharuan…………………………………………………3

B. Sejarah Hukum Keluarga di Somalia………………………………....5

C. Aspek-Aspek dalam Hukum Keluarga di Somalia…….……………. 6

BAB III PENUTUP .............................................................................................11

A. Kesimpulan ..........................................................................................11

Daftar Pustaka ....................................................................................................12

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Dari zaman Rasulullah SAW sampai sekarang, abad ke-20, hukum
keluarga di negara-negara Islam mengalami perubahan sesuai secara
signifikan. Berbagai upaya telah dilakukan para ulama dalam menetapkan
aturan yang belum ada dalam Al-Qur’an dan hadits. Peraturan itu terus
diubah dan diperbarui secara bertahap, mengikuti kebutuhan dan
perkembangan zaman.
Setiap kali pemerintah negara-negara Islam berusaha melakukan re
formasi dengan mengganti seluruh atau sebagian dari aspek hukum tersebu
t, selain Turki dan Tunisia, selalu gagal, tidak terkecuali Indonesia. Hal ini
disebabkan karena mendapatkan perlawanan yang keras dari ulama dan u
mat Islam di negara yang bersangkutan.
Somalia merupakan salah satu negara yang belum lama melakukan
upaya pembaruan hukum keluarga, dimulai dengan diundangkannya The
Family Code 1975.
Somalia yang akan menjadi fokus pembicaraan meskipun baru mul
ai mengadakan pembicaraan pengembangan hukum keluarganya pada tahu
n 1972 yaitu dua belas tahun setelah negara tersebut merdeka pada tahun 1
960 dan hukum keluarganya baru terbentuk secara resmi tahun 1975, nam
un reformasi hukum keluarganya nampak lebih revolusioner dibandingkan
negara-negara lainnya bahkan setara dengan hukum keluarga negara sekul
er Turki.1

1
Ahmad Syafi’I Sj, “Pembaruan Hukum Keluarga Islam : Studi Kasus Hukum
Waris di Somalia ”, dalam Jurnal Syakhsiyyah no. 2, Vol. 3, 2021, h. 131

1
B. RUMUSAN MASALAH
Dari latar belakang di atas, pertanyaan yang dapat dijadikan rumusan
masalah yaitu:
1. Apa yang dimaksud dengan konsep pembaruan?
2. Bagaimana sejarah hukum keluarga di Somalia?
3. Apa saja aspek-aspek hukum keluarga di Somalia?
C. TUJUAN MASALAH
Tujuan dibentuknya makalah ini yaitu :
1. Untuk mengetahui maksud dari konsep pembaharuan
2. Untuk mengetahui sejarah hukum keluarga di Somalia
3. Untuk mendeskripsikan aspek-aspek hukum keluarga di Somalia

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Konsep Pembaharuan
Dalam literatur hukum Islam kontemporer, kata “pembaruan” silih bergant
i dipergunakan dengan kata reformasi, modernisasi, reaktualisasi, dekonstruks
i, rekonstruksi, ishlâh dan tajdîd. Di antara katakata tersebut yang paling bany
ak dipergunakan adalah kata reformasi, ishlâh dan tajdîd. Reformasi berasal d
ari bahasa Inggris “reformation” yang berarti membentuk atau menyusun kem
bali.2 Reformasi sama artinya dengan memperbarui, asal kata “baru” dengan a
rti memperbaiki supaya menjadi baru atau mengganti dengan cara yang baru.
Tajdîd mengandung arti membangun kembali, menghidupkan kembali, meny
usun kembali atau memperbaikinya agar dapat dipergunakan sebagaimana ya
ng diharapkan. Sedangkan kata ishlâh diartikan dengan perbaikan atau memp
erbaiki.3
Masjfuk Zuhdi berpendapat bahwa kata tajdîd lebih komprehensif pengerti
annya sebab dalam kata tajdîd, terdapat tiga unsur yang saling berhubungan,
yaitu:4
1. Al-i’âdah, artinya mengembalikan masalah-masalah agama terutama yang
bersifat khilafiah kepada sumber hukum Islam, yaitu al-Qur’an dan Sunna
h.
2. al-ibânah, artinya pemurnian ajaran agama Islam dari segala macam bentu
k bid’ah dan khurafat serta pembebasan berfikir ajaran Islam dari fanatik
mazhab, aliran, ideology yang bertentangan dengan prinsip-prinsip ajaran I
slam.

2
John M. Echol, “ Kamus Inggris-Indonesia ”, (Jakarta: PT Gramedia, 2003), h. 4
73.
3
Ahmad Syafi’I Sj, “Pembaruan Hukum Keluarga Islam : Studi Kasus Hukum
Waris di Somalia ”, dalam Jurnal Syakhsiyyah no. 2, Vol. 3, 2021, h. 132
4
Ahmad Syafi’I Sj, “Pembaruan Hukum Keluarga Islam : Studi Kasus Hukum
Waris di Somalia ”, dalam Jurnal Syakhsiyyah no. 2, Vol. 3, 2021, h. 133

3
3. al-ihyâ’, artinya menghidupkan kembali, menggerakkan, memajukan, dan
memperbarui pemikiran dan melaksanakan ajaran Islam. Pembaruan yang
dikemukakan ini berbeda dengan konsep pembaruan yang dikemukakan ol
eh Harun Nasution yang lebih menekankan kepada penyesuaian pemaham
an Islam sesuai dengan perkembangan baru yang ditimbulkan akibat kemaj
uan ilmu pengetahuan dan teknologi modern
Berdasarkan uraian di atas maka dapat dikatakan bahwa yang dimaksud de
ngan pembaruan hukum Islam (tajdîd) adalah suatu upaya dan perbuatan mela
lui proses tertentu dengan penuh kesungguhan yang dilakukan oleh mereka ya
ng mempunyai kompetensi dan otoritas dalam pengembangan hukum Islam
(mujtahid) dengan cara-cara yang telah ditentukan berdasarkan kaidah-kaidah
istinbath hukum yang dibenarkan sehingga menjadikan hukum Islam dapat ta
mpil dengan “performance” yang lebih segar dan modern, tidak ketinggalan z
aman.5
Adapun tujuan dari usaha pembaruan hukum keluarga berbeda antara satu
negara dengan negara lain secara umum dapat dikelompokkan menjadi tiga.
Diantaranya adalah :6
1. Negara yang melakukan pembaruan hukum keluarga dengan tujuan untuk t
erciptanya unifikasi hukum. Usaha unifikasi ini dilakukan karena ada seju
mlah mazhab yang diikuti di negara bersangkutan, yang boleh jadi terdiri d
ari mazhab-mazhab di kalangan Sunni, atau antara Sunnî dan Syî’î. Bahka
n untuk kasus Tunisia unifikasi hukum ditujukan untuk semua warga negar
a tanpa memandang perbedaan agama.
2. Untuk meningkatkan status hak wanita. Meskipun tujuan ini tidak disebutk
an secara eksplisit, namun dapat dilihat dari sejarah munculnya, yang diant
aranya untuk merespons tuntutan-tuntutan peningkatan status wanita. Unda
ng-undang hukum keluarga Mesir dan Indonesia adalah contoh yang masu
k dalam kelompok kedua ini.
5
Ahmad Rofiq, “Pembaharuan Hukum Islam di Indonesia” (Yogyakarta: Gama
Media, 2001), h. 97.
6
Ahmad Syafi’I Sj, “Pembaruan Hukum Keluarga Islam : Studi Kasus Hukum
Waris di Somalia ”, dalam Jurnal Syakhsiyyah no. 2, Vol. 3, 2021, h. 137-138.

4
3. Untuk merespons perkembangan dan tuntutan zaman, karena konsep fikih
tradisional dianggap kurang mampu menjawab problematika yang ada. Da
ri ketiga tujuan tersebut, dapat dikatakan bahwa tujuan ketiga ini merupaka
n tujuan mayoritas dari adanya pembaruan hukum keluarga Muslim, meski
pun tidak menutup kemungkinan tercakupnya ketiga tujuan tersebut sekali
gus di beberapa negara.
B. Sejarah Hukum Keluarga di Somalia
Pada masa kolonial di daerah Somalia berlaku hukum Inggris dari abad ke
19-20. Inggris memberlakukan peradilan adat, ordonansi perkawinan tahun
1928 dan Ordonansi Peradilan Qadi tahun 1937. Kemudian mencabut
Ordonansi tahun 1973 dan mengeluarkan Ordonansi Peradilan rendah tahu
1944.
Setelah memproklamasikan kemerdekaan pada tahun 1960, Somalia yang
mempunya 4 hukum yang berbeda, yaitu Common Law Inggris, hukum Italy,
hukum Islam, dan hukum adat Somalia itu berusaha menjadikan warisan
hukum yang berbeda-beda menjadi satu hukum. Pada tahun 1972,
pembentukan Kembali hukum keluarga di Somalia baru ditanggapi. Sejak
saat itulah pemerintahan melalui Dewan komisi menyiapkan susunan
mengenai hukum keluarga yang baru.7
Peraturan-peraturan mulai menga;ami perbahan yang signifikan terhadap
perundang-undangan dan berhasil diundangkan pada tahun 1975 dengan
nama hukum keluarga Somalia atau dikenal dengan nama “ Fa,ily Code of
SomaliaI ”. Adapun perancang undang-undang tersebut diketuai oleh Abdi
Salim Syekh Hussain, Menteri Sekretaris Negara Urusan Keadilan dan
Agama, Pemerintah Somalia dan Presiden Siyad Barre.8
Tujuan utama dari pembentukan dan kodifikasi undang-undang tersebut
adalah untuk menghapus kekolotan atau kekakuan hukum adat yang
dipandang bertentangan dengan kebijakan pemerintahan baru Barre. Ia

7
M.Atho Muzhar, “ Hukum Keluarga Islam di Dunia Islam Modern ”, (Jakarta:
Ciputat Press, 2003), h. 156.
8
Farradilla Andriany Savitri, “ Poligami dalam Hukum Keluarga Islam di
Indonesia, Pakistan, dan Somalia ”, h. 70.

5
membatasi pengaruh organisasi dalam penerapan hukum dan sanksi
tradisional dan menghapuskan organisasi tradisional serta menghapus hak
mereka dalam hal penguasaan tanah, sumber air dan hak penanaman.9
C. Aspek-Aspek dalam Hukum Keluarga di Somalia
Dalam undang-undang The Family Code 1975, formulasi UU, ketentuan
hukum madzhab Imam Syafi’I, secara umum tidak diterapkan. Adapun aspek-
aspek yang dibahas dalam UU ini antara lain:
1. Bidang Pernikahan
Pasal 2 menegaskan bahwa jika seseorang berjanji untuk menikahi
pasangannya, maka ia harus menepati janjinya. Jika tidak, yang berjanji
harus memberikan alasan yang jelas kepada pasangannya. Jika sebelumnya
ia memberikan hadiah tertentu, maka hadiah tersebut tak boleh ditarik
kembali.10
Selanjutnya dalam pasal 13, ditegaskan bahwa poligami tidak dilarang
untuk dilakukan, asalkan mendapat persetujuan oleh pengadilan setempat.
Itupun laki-laki yang diperbolehkan untuk melakukan poligami hanya
dalam kondisi tertentu, seperti :11
a. Istrinya mengalami kemandulan yang dibuktikan dengan tes medis,
dan suami tidak mengetahuinya;
b. Istrinya mengidap penyakit kronis yang tidak mampu menjalankan
kewajiban sebagai istri;
c. Istrinya dipenjara selama lebih dari 2 tahun;
d. Istrinya pergi dari rumah tanpa izin dan alasan yang masuk akan
selama lebih dari satu tahun;
e. Keperluan social tertentu, dimana perizinannya diberikan oleh sebuah
Lembaga resmi tertentu yang dibentuk oleh Departemen Kehakiman

9
M.Atho Muzhar, “ Hukum Keluarga Islam di Dunia Islam Modern ”, (Jakarta:
Ciputat Press, 2003), h. 156.
10
Roihanah, “ Pembaharuan Hukum Keluarga di Somalia ”, dalam Jurnal
Maqashid: Jurnal Hukum Islam, no. 1, Vol. 2, 2018, h. 42.
11
Tahrir Mahmood, “ Personal Law in Islamic Countries ”, (New Delhi:
Academy of Law and Religion, 1987), h.257.

6
dan Urusan Agama.12
Adanya persyaratan seperti ini mirip dengan yang diatur dalam pasal 3
UU Perkawinan tahun 1974 di Indonesia.
Dalam pasal 16, ditetapkan batas umur untuk menikah itu minimal 18
tahun, baik itu untuk laki-laki ataupun perempuan. Namun, khusus untuk
perempuan, boleh menikah di usia 16 tahun jika disetujui oleh walinya.
Batas umur sendiri masih diberi kelonggaran, tergantung kepada situasi
dan kondisi yang memaksanya untuk nikah dibawah umur.13
2. Bidang Perceraian
Dalam pasal 36 disebutkan bahwa perceraian hanya bisa dilaksanakan
di pengadilan. Pengadilan tidak langsung menceraikan pasangan yang
ingin bercerai. Pengadilan terlebih dahulu berusaha untuk mendamaikan
kedua pasangan yang bersengketa. Baru jika upaya perdamaian gagal,
maka perceraian dilakukan.
Adapun syarat diperkenankan perceraian, diatur dalam pasal 43 (1)
yaitu:
a. Suami/istri menderita penyakit kronis dengan dibuktikan surat
kedokteran;
b. Suami/istri pergi entah kemana dengan minimal 4 tahun;
c. Terjadi percekcokan diantara keduanya yang menyebabkan
kebahagiaan kehidupan rumah tangga menjadi sulit diwujudkan.
d. Suami menderita umpotensi atau istri menderita kemandulan.

12
Lilik Andraynui, “ Poligami dalam Hukum Keluarga di Dunia Islam ”, dalam
Jurnal Sipakelebbi no. 1, Vol. 1, h. 100.
13
Roihanah, “ Pembaharuan Hukum Keluarga di Somalia ”, dalam Jurnal
Maqashid: Jurnal Hukum Islam, no. 1, Vol. 2, 2018, h. 42.

7
3. Bidang Hak Asuh Anak
Dalam pasal 69 dijelaskan bahwa kewajiban orang tua adalah mengasuh
anaknya hanya sampai batas ketika anaknya menginjak usia 10 tahun
untuk laki-laki, dan 15 tahun untuk perempuan. Setelah melewati usia,
anak tidak mendapatkan haknya untuk diasuh lagi.
Selanjutnya dalam pasal 114, adopsi dipandang sebagai transaksi yang
menciptakan hubungan layaknya antara ayah kandung dengan anak
kandung. Konsekuensinya, anak angkat memiliki hak dan kewajiban yang
sama dengan anak kandung, terutama hak untuk mendapatkan warisan dan
kewajiban untuk berbakti kepada orang tua yang mengasuhnya.
4. Bidang Warisan dan Wasiat
Materi kewarisan dalam hukum keluarga No. 23 tahun 1975 mengalami
perubahan yang drastis –terutama dalam hal pembagian waris- dari sistem
kewarisan Islam secara umum maupun dari mainstream mazhab yang berk
embang. Di antara pasal-pasal yang mengandung materi waris dalam huku
m keluarga tahun 1975 adalah sebagai berikut:14
a. Pasal 158: Untuk menyesuaikan prinsip-prinsip Piagam Revolusi perta
ma dan kedua, laki-laki dan perempuan mempunyai hak yang sama da
lam warisan.
b. Pasal 159: Ahli waris yang mendapatkan warisan adalah pasangan yan
g masih hidup, anak-anak, cucu dengan jenis kelamin apapun, ayah, k
akek, ibu, nenek, saudara laki-laki dan perempuan sekandung, seayah
dan seibu.
c. Pasal 160 (1): Pasangan yang masih hidup akan mendapat setengan da
ri harta peninggalan jika tidak anak atau cucu. Jika ada anak atau cucu
maka akan mendapat seperempat dari harta peninggalan. Jika ada lebi
h dari satu janda, maka bagian setengan atau seperempat akan dibagi s
ama rata. Pasal 160 (2): Jika ahli waris yang berhak mendapatkan hart
a warisan adalah pasangan yang masih hidup, ibu, bapak, maka pasan

14
Ahmad Syafi’i Sj, “ Studi Hukum Islam Interdisipliner “Madzhab Sunan Giri”
”, (Ponorogo: CV.Nata Karya, 2019), h. 305-307.

8
gan tersebut akan mendapat setengah, dan sisanya akan dibagi kepada
orang tua dengan sama rata
d. Pasal 161: Jika yang meninggal hanya mempunyai seorang anak laki-l
aki atau perempua, maka ia akan mendapat seluruh harta peninggalan.
Jika ada dua atau lebih anak lakilaki atau perempuan, maka harta diba
gai di antara mereka sama rata tanpa melihat jenis kelamin. Jika tidak
ada anak melainkan ada cucu baik laki-laki atau perempuan, harta aka
n dibagai di antara mereka dengan bagian yang sama.
e. Pasal 162: Jika yang meninggal hanya mempunyai bapak, maka dia ak
an mendapat seluruh harta peninggalan. Jika terdapat anak atau cucu,
bapak mendapat seperenam dan sisanya akan dibagi sama rata kepada
anak-anak dan cucu. Kakek dapat mewarisi jika bapak tidak ada atau
menempati kedudukan bapak.
f. Pasal 163: Jika orang yang meninggal hanya mempunyai ibu, maka di
a akan mendapatkan seluruh harta peninggalan. Jika ada anak-anak ata
u cucu, maka ibu akan mendapat seperenam dan anak-anak atau cucu
akan mendapat bagian sama rata dari sisa harta peninggalan. Nenek ak
an mendapat warisan dengan menempati kedudukan ibu.15
g. Pasal 164: Jika yang meninggal hanya mempunyai seorang saudara la
ki-laki atau perempuan, dia akan mendapatkan seluruh harta warisan.
Jika ada dua atau lebih saudara lakilaki atau perempuan, maka harta p
eninggalan akan dibagi di antara mereka dengan sama rata. Jika ada ka
kek atau nenek, maka mereka mendapat seperenam dari harta peningg
alan dan sisanya dibagi sama rata kepada saudara baik laki-laki atau p
erempuan.
h. Pasal 167: Ayah dan ibu akan menghijab kakek atau nenek dengan jal
ur ayah dan ibu
i. Pasal 168: Saudara laki-laki atau perempuan akan terhijab oleh ayah, i
bu, dan anak-anak atau cucu.

Lilik Andar Yuni, “ Hak Waris Perempuan dalam Hukum Keluarga Islam Turki
15

dan Somalia”, h. 75.

9
j. Pasal 169: Anak-anak akan menghijab cucu, dan anak-anak atau cucu
akan mengurangi bagian dari pasangan, ayah atau kakek, dan ibu atau
nenek.

10
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas maka dapat dikatakan bahwa yang dimaksud de
ngan pembaruan hukum Islam (tajdîd) adalah suatu upaya dan perbuatan melalui p
roses tertentu dengan penuh kesungguhan yang dilakukan oleh mereka yang mem
punyai kompetensi dan otoritas dalam pengembangan hukum Islam (mujtahid) de
ngan cara-cara yang telah ditentukan berdasarkan kaidah-kaidah istinbath hukum
yang dibenarkan sehingga menjadikan hukum Islam dapat tampil dengan “perfor
mance” yang lebih segar dan modern, tidak ketinggalan zaman
Setelah memproklamasikan kemerdekaan pada tahun 1960, Somalia yang
mempunya 4 hukum yang berbeda, yaitu Common Law Inggris, hukum Italy,
hukum Islam, dan hukum adat Somalia itu berusaha menjadikan warisan hukum
yang berbeda-beda menjadi satu hukum. Pada tahun 1972, pembentukan Kembali
hukum keluarga di Somalia baru ditanggapi. Sejak saat itulah pemerintahan
melalui Dewan komisi menyiapkan susunan mengenai hukum keluarga yang baru.
Aspek-aspek hukum Islam di Negara Somalia juga kurang lebih sama
berkaitan dengan Aspek hukum di Indonesia misalkan dalam pasal 36 disebutkan
bahwa perceraian hanya bisa dilaksanakan di pengadilan. Pengadilan tidak
langsung menceraikan pasangan yang ingin bercerai. Pengadilan terlebih dahulu
berusaha untuk mendamaikan kedua pasangan yang bersengketa. Baru jika upaya
perdamaian gagal, maka perceraian dilakukan.

11
DAFTAR PUSTAKA

Echol, John M. Kamus Inggris-Indonesia. Jakarta: PT Gramedia. 2003.


Mahmood, Tahrir. Personal Law in Islamic Countries. New Delhi: Academy of Law and
Religion. 1987.
Muzhar, M.Atho. Hukum Keluarga Islam di Dunia Islam Modern. Jakarta: Ciputat Press.
2003.
Rofiq, Ahmad. Pembaharuan Hukum Islam di Indonesia. Yogyakarta: Gama Media. 200
1.
Roihanah. Pembaharuan Hukum Keluarga di Somalia. dalam Jurnal Maqashid: Jurnal
Hukum Islam. no. 1. Vol. 2. 2018.
Savitri, Farradilla Andriany. Poligami dalam Hukum Keluarga Islam di Indonesia,
Pakistan, dan Somalia.
Syafi’i Sj, Ahmad. Pembaruan Hukum Keluarga Islam : Studi Kasus Hukum Waris di
Somalia. dalam Jurnal Syakhsiyyah no. 2. Vol. 3. 2021.
Syafi’i Sj, Ahmad. Studi Hukum Islam Interdisipliner “Madzhab Sunan Giri”. Ponorogo:
CV. Nata Karya. 2019.
Yuni, Lilik Andar. Hak Waris Perempuan dalam Hukum Keluarga Islam Turki dan
Somalia.
Yuni, Lilik Andar. Poligami dalam Hukum Keluarga di Dunia Islam. dalam Jurnal
Sipakelebbi. no. 1. Vol. 1.

12

Anda mungkin juga menyukai