Anda di halaman 1dari 125

GULA GENDING

DI KABUPATEN LOMBOK TIMUR


PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

Hartono
Dwi Bambang Santosa
GULA GENDING DI KABUPATEN LOMBOK TIMUR
PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

© Penerbit Kepel Press

Oleh :
Hartono
Dwi Bambang Santosa

Disain cover : Emmanuella Regina


Layout & setting : Resida Simarmata

Cetakan Pertama, Agustus 2022


Diterbitkan oleh Penerbit Kepel Press untuk
Balai Pelestarian Nilai Budaya Bali
Jalan Raya Dalung Abianbase Nomor 107 Dalung, Kuta
Utara, Badung, Bali 80361
Telepon (0361) 439547 Faksimile (0361) 439546
Laman: http//kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpnbbali/
Posel : bpnb.bali@kemdikbud.go.id; bpnbbali@gmail.com

Anggota IKAPI
ISBN : 978-602-356-479-8

Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan


dengan cara apa pun, tanpa izin tertulis dari penulis dan
penerbit.
KATA PENGANTAR

Beragam budaya, adat-istiadat dan suku yang


dimiliki bangsa Indonesia adalah kekayaan yang tak
ternilai harganya. Nusa Tenggara Barat sebagai wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak hanya
mempunyai keadaan alam yang mempesona untuk
dinikmati namun juga menyimpan kekayaan seni budaya
yang merupakan salah satu unsur kebudayaan universal
yang sangat beragam. Salah satu kekayaan budaya
tersebut adalah teknologi tradisional Gula Gending yang
berkembang pada masyarakat Desa Kembang Kerang
Daya yang telah diturunkan dari generasi ke generasi.
Sebagai kekayaan budaya takbenda Gula Gending
telah diregistrasi secara nasional sebagai upaya
pelindungan terhadap kekayaan budaya bangsa. Selain
registrasi, upaya lain guna melindungi kekayaan budaya
bangsa adalah dengan dilakukan pengembangan,
di antaranya dilakukannya penulisan, terhadap
karya budaya tersebut. Melalui penulisan ini akan
memperkaya referensi mengenai Gula Gending dan
mampu memberikan motivasi upaya penulisan lainnya,
sehingga Gula Gending akan banyak mempunyai
referensi tertulis yang disusun berdasarkan metode
ilmiah.

| 3
4 | Gula Gending di Kabupaten Lombok Timur Provinsi Nusa Tenggara Barat

Dengan banyaknya upaya-upaya pelestarian yang


dilakukan terhadap Gula Gending, maka karya budaya
tersebut akan mampu bertahan bahkan berkembang
mengikuti perkembangan zaman tanpa kehilangan
bentuk aslinya. Dengan demikian, karya budaya Gula
Gending akan bisa diwariskan ke generasi penerus
berikutnya secara utuh.

Badung, Agustus 2022

Hartono
Dwi Bambang Santosa
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................3

DAFTAR ISI.........................................................................5

DAFTAR TABEL................................................................7

DAFTAR GAMBAR..........................................................9

BAB I PENDAHULUAN . ........................................11

BAB II GAMBARAN UMUM DESA KEMBANG


KERANG DAYA.............................................19
2.1. Lokasi dan Kondisi Geografis...................19
2.2. Visi dan Misi Desa Kembang Kerang
Daya............................................................22
2.3. Penduduk.....................................................25
2.4. Asal Mula Suku Sasak...............................28
2.5. Sistem Religi dan Upacara Keagamaan..32
2.6. Sistem Organisasi Kemasyarakatan.........37
2.7. Sistem Pengetahuan....................................39
2.8. Sistem Kesenian...........................................42
2.9. Sistem Mata Pencaharian Hidup . ...........44
2.10. Sistem Teknologi dan Peralatan..............45

| 5
6 | Gula Gending di Kabupaten Lombok Timur Provinsi Nusa Tenggara Barat

BAB III GULA GENDING . .........................................49


3.1 Perkembangan Gula Gending....................50
3.2 Pembuatan Gula Gending..........................62
3.2.1. Pembuatan Gula Gending/ rambut
nenek/ arbanat .....................................62
3.2.2. Pembuatan Rombong/ Tangkak ........71
3.3 Pemasaran Gula Gending...........................80

BAB IV FUNGSI DAN NILAI GULA


GENDING.........................................................95
4.1 Fungsi Gula Gending..................................95
1) Fungsi Sebagai Sarana Pendidikan . .......98
2) Fungsi Sebagai Hiburan............................99
3) Fungsi Ekonomi . .....................................100
4) Fungsi Pelestarian Budaya .....................101
5) Fungsi Diplomasi Budaya ......................102
4.2 Nilai Gula Gending...................................104
1) Nilai Budaya Gotong Royong.................105
2) Nilai Ekonomi Kreatif..............................106
3) Nilai Pendidikan.......................................107
4) Nilai Estetis...............................................110
5) Nilai Historis ............................................112

BAB V PENUTUP . ........................................................115

DAFTAR PUSTAKA.....................................................119
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Jumlah Penduduk Berdasarkan


Jenis Kelamin......................................................26

Tabel 2.2 Jumlah Penduduk Berdasarkan


Pendidikan...........................................................27

Tabel 2.3 Jumlah Penduduk Berdasarkan


Mata Pencaharian...............................................28

| 7
8 | Gula Gending di Kabupaten Lombok Timur Provinsi Nusa Tenggara Barat
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Peta Lokasi Desa Kembang Karang Daya.21

Gambar 3.1. Bahan Pembuat Gula Gending...................63

Gambar: 3.2 Wajan...............................................................64

Gambar: 3.3 Kompor...........................................................64

Gambar: 3.4 Pelebang...........................................................65

Gambar: 3.5 Sotel..................................................................65

Gambar: 3.6 Baskom/ bak...................................................66

Gambar: 3.7 Pengkores.........................................................66

Gambar: 3.8 Proses Memanaskan Gula dan Air.............67

Gambar: 3.9 Proses Mendinginkan Gula.........................68

Gambar: 3.10 Proses Mencampur Tepung dengan


Minyak .........................................................69

Gambar: 3.11 Proses Melemaskan Gula .........................69

Gambar: 3.12 Proses Menarik Membentuk Serabut......70

Gambar: 3.13 Proses Memasukkan Gula Gending ke


Tangkak..........................................................70

| 9
10 | Gula Gending di Kabupaten Lombok Timur Provinsi Nusa Tenggara Barat

Gambar: 3.14 Sketsa Rombong Tampak Atas ................71

Gambar: 3.16 Peralatan Untuk Membuat Rombong......75

Gambar: 3.17 Menyiapkan Plat Stainless Sebagai


Bahan Dasar Pembuatan Rombong.........76

Gambar: 3.18 Menggunting Plat Sesuai Dengan Mal....76

Gambar: 3.19 Membersihkan Kantong Sebelum


Disatukan......................................................77

Gambar: 3.20 Menyatukan Bagian-bagian


Rombong......................................................78

Gambar: 3.21 Rombong Sudah Jadi ................................78

Gambar: 3.22 Melakukan Penyetelan Bunyi...................79

Gambar: 3.23 Pedagang Gula Gending Tengah


Dikerumuni Anak-anak.............................82

Gambar: 3.24 Pedagang Gula Gending Saat


Berkeliling....................................................83

Gambar: 3.25 Pedagang Gula Gending dan


Anak-anak....................................................84

Gambar: 3.26 Aksi Wisatawan Memainkan Tangkak......87

Gambar: 3.27 Gubernur Nusa Tenggara Barat


Bernostalgia Dengan Gula Gending........88
BAB I
PENDAHULUAN

Kebudayaan mempunyai unsur-unsur universal


(cultural universal) yaitu kepercayaan, nilai, norma dan
sanksi, teknologi, simbol, bahasa, dan kesenian melalui
karya-karya seni (Maran, 2007:38). Pendapat Maran,
tidak jauh berbeda dengan pendapat Soekanto (1990:176),
menurutnya unsur-unsur kebudayaan meliputi
peralatan dan perlengkapan hidup, mata pencaharian
hidup, sistem kemasyarakatan, bahasa, (lisan maupun
tulisan), kesenian, sistem pengetahuan, dan religi
(sistem kepercayaan). Dari pendapat di atas dirumuskan
bahwa kebudayaan tak bisa dilepaskan dari muncul
dan berkembangnya masyarakat yang menempati suatu
wilayah. Apabila dianalogikan dalam kondisi hari ini,
ketika melihat wilayah dengan batasan administrasi
pemerintahan, maka dalam satu wilayah kabupaten
misalnya dapat ditemukan kebudayaan yang beragam.
Salah satunya di Pulau Lombok Provinsi Nusa Tenggara
Barat. Keragaman budaya milik masyarakat Lombok
| 11
12 | Gula Gending di Kabupaten Lombok Timur Provinsi Nusa Tenggara Barat

meru-pakan potensi yang bisa dikembangkan menjadi


obyek pariwisata yang menarik bagi wisatawan lokal
maupun internasional di samping keindahan alamnya
seperti pantai dan keagungan Gunung Rinjani. Hampir
setiap desa di Lombok memiliki budaya khas. Desa
Kembang Kerang Daya sebagai salah satu desa di wilayah
administrasi Kabupaten Lombok Timur, memiliki kebu-
dayaan yang mungkin belum banyak dikenal namun
tumbuh subur dan harmonis dikehidupan masyarakat.
Satu kekhasan Desa Kembang Kerang Daya adalah
Gula Gending. Desa Kembang Kerang Daya Kecamatan
Aikmel Kabupaten Lombok Timur merupakan pusat
kerajinan gula gending. Memiliki keunikan tersendiri
dibandingkan jajanan lainnya. Gula merupakan komoditi
penting bagi masyarakat Indonesia juga masyarakat
dunia. Kebutuhan gula dari setiap negara tidak hanya
untuk memenuhi kebutuhan pokok. Gula merupakan
bahan pemanis utama sebagai bahan baku pada industri
makanan dan minuman. Salah satunya, produksi gula
gending yang berada di Desa Kembang Kerang Daya
yang bahan bakunya berasal dari gula. Gula gending
selain merupakan makanan khas juga merupakan salah
satu kesenian tradisional khas Sasak Lombok. Dalam
memainkan kesenian ini para pemain melakukannya
sambil berjualan. Kesenian gula gending bisa dikatakan
seni musik tradisional yang sudah mulai mendunia
berkat perkembangan teknologi.
BAB I Pendahuluan | 13

Istilah Gula Gending atau jika merujuk pada


frase aslinya yang bersumber dari bahasa masyarakat
Sasak di Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat, gule
gending, mungkin masih banyak masyarakat nusantara
yang belum (pernah) mendengar tradisi budaya unik
yang lahir di Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat
tersebut. Berdasarkan kata pembentuknya, gule (gula)
dan gending (menabuh), keduanya merujuk pada
dua hal yang menjadi objek sentral dari frase gula
gending itu sendiri, yaitu gula/gule yang merujuk pada
produk manisan atau gulali berwujud seperti rambut
atau serabut yang umumnya berwarna merah muda
atau putih kecoklatan. Sedangkan gending (menabuh)
merupakan alunan musik yang dihasilkan dari tempat
penyimpanan gula (katong yang terbuat dari bahan
seng/aluminium).Instrumen ini pertama kali dibuat di
Desa Kembang Kerang, Lombok Timur oleh Almarhum
Amaq Sakidep. Instrumen yang pertama kali dibuat
sedikit berbeda dengan instrumen yang ada saat
ini, telah terjadi perkembangan pada jumlah kotak
sumber suara yang pada mulanya berjumlah tiga buah
kemudian menghilang sekitar tahun 1943 dan pada
tahun 1945 muncul gula gending dengan kotak yang
berjumlah enam buah. (https://www.kompasiana.com/
kaekaha.4277/5f55d05c5218a06f5104b5f7/diaspora-
gula-gending-lombokmelintas-negeri-untuk-eksistensi,
diakses 11 Agustus 2022). Dari uraian tersebut maka
dapat disimpulkan bahwa gula gending merupakan
14 | Gula Gending di Kabupaten Lombok Timur Provinsi Nusa Tenggara Barat

makanan sejenis gulali atau manisan yang dijual dalam


wadah yang sekaligus berfungsi sebagai gendang yang
dimainkan untuk menarik calon pembeli. Ada dua unsur
sekaligus yang menjadi daya tarik pada gula gending,
yakni unsur kesenian yang dapat dijumpai pada wadah,
di mana wadah sebagai sarana sumber bunyi dengan
cara dipukul dan unsur kuliner dalam gula gending atau
manisannya. Sebagai sebuah budaya yang muncul dan
berkembang di masyarakat Desa Kembang Kerang Daya
Kabupaten Lombok Timur, Gula Gending perlu untuk
di inventarisasi sebagaimana amanat Undang-Undang
No. 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan.
Undang-undang ini memberikan sebuah payung
hukum sekaligus amanat terhadap masyarakat dalam
kegiatan-kegiatan pelindungan, pengembangan, peman-
faatan serta pembinaan terhadap kebudayaan budaya
yang ada dan tumbuh di masyarakat. Langkah pertama
dalam menjalankan amanat undang-undang pemajuan
kebudayaan tersebut adalah dengan menginventarisasi
keberadaan Gula Gending sehingga data awal sebagai
pijakan dalam menjalankan langkah-langkah selanjutnya
sesuai amanat undang-undang pemajuan kebudayaan.
Inventarisasi yang akan dilakukan oleh Balai Pelestarian
Nilai Budaya Provinsi Bali terhadap keberadaan
Gula Gending akan merujuk pada 10 objek pemajuan
kebudayaan. Sepuluh objek pemajuan kebudayaan
yang disebutkan dalam Undang Undang No 5 Tahun
2017 terdiri atas tradisi lisan, manuskrip, adat istiadat,
BAB I Pendahuluan | 15

permainan rakyat, olah raga tradisional, pengetahuan


tradisional, teknologi tradisional, seni, bahasa dan ritus.
Keberadaan Gula Gending akan ditinjau sebagai bentuk
dari teknologi tradisional yang muncul dan berkembang
di masyarakat Desa Kembang Kerang Daya, Kecamatan
Aikmel, Kabupaten Lombok Timur. Adapun pengertian
mengenai teknologi tradisional menurut undang undang
pemajuan kebudayaan adalah keseluruhan sarana untuk
menyediakan barang-barang atau cara yang diperlukan
bagi kelangsungan atau kenyamanan hidup manusia
dalam bentuk produk, kemahiran, dan keterampilan
masyarakat sebagai hasil pengalaman nyata dalam
berinteraksi dengan lingkungan, dan dikembangkan
secara terus menerus serta diwariskan lintas generasi.
Gula Gending, berdasarkan kata pembentuknya, gule
(gula) dan gending (menabuh), keduanya merujuk
pada dua hal yang menjadi objek sentral dari frase
gula gending itu sendiri, yaitu gula/gule yang merujuk
pada produk manisan atau gulali berwujud seperti
rambut atau serabut yang umumnya berwarna merah
muda atau putih kecoklatan. Sedangkan gending
(menabuh) merupakan alunan musik yang dihasilkan
dari tempat penyimpanan gula (katong yang terbuat
dari bahan seng/aluminium). Instrumen ini pertama kali
dibuat di Desa Kembang Kerang, Lombok Timur oleh
Almarhum Amaq Sakidep. Instrumen yang pertama
kali dibuat sedikit berbeda dengan instrument yang
ada saat ini, telah terjadi perkembangan pada jumlah
16 | Gula Gending di Kabupaten Lombok Timur Provinsi Nusa Tenggara Barat

kotak sumber suara yang pada mulanya berjumlah tiga


buah kemudian menghilang sekitar tahun 1943 dan
pada tahun 1945 muncul Gula Gending dengan kotak
yang berjumlah enam buah. (https://www.kompasiana.
com/kaekaha.4277/5f55d05c5218a06f5104b5f7/diaspora-
gula-gending-lombokmelintas-negeri-untuk-eksistensi,
diak-ses 11 Agustus 2022). Dari uraian tersebut maka
dapat disimpulkan bahwa Gula Gending merupakan
makanan sejenis gulali atau manisan yang dijual dalam
wadah yang sekaligus berfungsi sebagai gendang yang
dimainkan untuk menarik calon pembeli.
Kabupaten Lombok Timur merupakan salah satu
kabupaten yang berada di wilayah administrasi Provinsi
Nusa Tenggara Barat. Secara administrasi Kabupaten
Lombok Timur terbagi menjadi 20 kecamatan, salah satu
di antaranya ialah Kecamatan Aikmel. Di Kecamatan
Aikmel terdapat Desa Kembang Terang Daya, di mana
Gula Gending tumbuh dan berkembang hingga hari ini.
Landasan teori penulisan gula gending di Lombok
timur akan membahas mengenai bentuk, fungsi serta nilai
yang terdapat dalam gula gending. Oleh karena itu sebagai
alat untuk melihat hal tersebut, maka dipergunakan teori
Stuktural Fungsional. Teori Struktural Fungsional pada
intinya terbagi menjadi teori stukturalisme dan teori
fungsionalisme yang masing-masing memiliki pandangan
tersendiri. Strukturalisme cenderung melihat masyarakat
dari sudut struktur sedangkan fungsionalisme melihat
dari sudut fungsi.
BAB I Pendahuluan | 17

Teori Strukturalisme mengemukakan bahwa ma-


syarakat manusia mempunyai suatu sistem yang
merupakan himpunan kesatuan unsur-unsur yang
saling berhubungan (Soekanto, 1980:6). Struktur sosial
merupakan fenomena penting bahwa tiak ada masyarakat
yang tidak berstratifikasi. Stratifikasi adalah keharusan
yang menungkinkan masyarakat menjalankan fungsi
sosial (Ritzer dan Goodman, 2004:118). Sedangkan,
Teori Fungsionalisme mengemukakan hakekat fungsi
itu sendiri sebagai suatu azaz manfaat dalam rangka
mencapai tujuan tertentu.
Teori Struktural Fungsional digunakan dalam
menganalisis bentuk dan fungsi Gula Gending yang tumbuh
dan berkembang di masyarakat Desa Kembang Kerang Daya
Kabupaten Lombok Timur. Dimana masyarakat Lombok
Timur merupakan suatu sistem dari struktur-struktur sosial.
Struktur sosial itu menyangkut pola-pola hubungan antara
beberapa komponen masyarakat. Di dalam hubungan
struktur, ada keterkaitan antara struktur sosial dengan
fungsi masyarakat. Fungsi masyarakat adalah tugas sosial
suatu kegiatan yang harus dilaksanakan dengan tingkat
ketepatan tertentu apabila ada pengelompokan sosial dan
mempertahankan keanggotaan kelompoknya. Struktural
fungsionalisme menguraikan tugas-tugas masyarakat se-
bagai fungsi maka mereka sebenarnya mempromosikan
pandangan bahwa struktur-struktur dan institusi-institusi
dalam masyarakat adalah ideal, dan berfungsi dengan
18 | Gula Gending di Kabupaten Lombok Timur Provinsi Nusa Tenggara Barat

baik untuk memenuhi kebutuhan masyarakat (Saifuddin,


2005:167).
Guna melihat nilai yang terkandung dalam karya
budaya gula gending, maka dipergunakan teori nilai
budaya. Teori ini melihat bahwa nilai budaya merupakan
suatu konsepsi-konsepsi yang hidup dalam alam
pikiran sebagaian besar masyarakat dalam hal-hal yang
dianggap sangat bernilai dalam hidupnya. Karena itu
sistem nilai budaya berfungsi sebagai pedoman tertinggi
bagi kelakuan manusia (Koentjaraningrat, 1084:25). Oleh
sebab itu nilai-nilai yang berkembang pada suatu wilayah
kebudayaan tertentu akan mempengaruhi cara hidup,
perilaku, peralatan, dan orientasi hidup masyarakat
pendukungnya.
BAB II
GAMBARAN UMUM DESA KEMBANG
KERANG DAYA

2.1. Lokasi dan Kondisi Geografis

Desa Kembang Kerang Daya merupakan desa baru


pemekaran dari Desa Kembang Kerang yang terbentuk
Tahun 2010 berdasarkan Peraturan Bupati Lombok Timur
Nomor 15 Tahun 2010. Status sebagai desa persiapan
dengan nama Desa Persiapan Kembang Kerang Daya
berdasarkan Peraturan Bupati Lombok Timur tentang
Pembentukan 49 (empat puluh sembilan) Desa Persiapan
di Kabupaten Lombok Timur. Desa Persiapan Kembang
Kerang Daya pada mulanya memiliki 3 (tiga) Dusun
yaitu: Dusun Kembang Kerang Daya, Dusun Pungkasan,
dan Dusun Karang Kedatuk. Dalam perkembangannya
atas prakarsa masyarakat setelah desa definitif menjadi
Desa Kembang Kerang Daya dimekarkan 3 (tiga) Dusun
induk tersebut menjadi 10 (sepuluh) Dusun. Adapun

| 19
20 | Gula Gending di Kabupaten Lombok Timur Provinsi Nusa Tenggara Barat

Dusun hasil pemekaran tersebut berdasarkan surat


Keputusan Bupati Lombok Timur Nomor: 188.45/834/
PMPD/2011 tentang Pembentukan Sembilan Dusun di
Kabupaten Lombok Timur adalah sebagai berikut: (1)
Dusun Treng Gading; (2) Dusun Karang Gelumpang;
(3) Dusun Cempaka Putih; (4) Dusun Waldan; (5) Dusun
Kedatuk; (6) Dusun Azziadah; dan (7) Dusun Bagik
Manis https://kembangkerangdaya. opendesa.id/artikel/
2021/1/27/sejarah-desa, diakses 27 Juli 2022).
Desa Kembang Kerang Daya beriklim tropis, dan
terdapat 2 (dua) musim, yaitu musim hujan dan musim
kemarau. Musim kemarau lebih panjang dari musim
penghujan (Bulan Mei-Desember). Suhu udara Desa
Kembang Kerang Daya berkisar antara 27 C, dataran
tinggi 415 DPL dengan curah hujan curah hujan rata-rata
120 mm per tahun.
Desa Kembang Kerang Daya adalah salah satu dari
24 (dua puluh empat) desa yang ada di Kecamatan
Aikmel dengan luas wilayah 66,3 km2. Terletak di bagian
timur dari wilayah Kecamatan Aikmel dengan batas-
batas wilayah sebagai berikut.
• Sebelah Utara : Desa Aik Perapa
• Sebelah Barat : Desa Aikmel Utara
• Sebelah Timur : Desa Karang Baru dan
Desa Beririjarak
Kecamatan Wanasaba
• Sebelah Selatan : Desa Kembang Kerang
BAB II Gambaran Umum Desa Kembang Kerang Daya | 21

Gambar 2.1 Peta Lokasi Desa Kembang Karang Daya

Sumber: Kantor Desa Desa kembang Karang Daya

Desa Kembang Kerang Daya adalah desa yang


terletak di perbatasan antara Desa Kembang Kerang
dan Desa Aik Perapa. Jarak Desa Kembang Kerang Daya
dengan ibu kota kecamatan, ibu kota kabupaten serta
ibu kota provinsi adalah sebagai berikut.
22 | Gula Gending di Kabupaten Lombok Timur Provinsi Nusa Tenggara Barat

- Ibu Kota Kecamatan : 7 km


- Ibu Kota Kabupaten : 25 km
- Ibu Kota Provinsi : 68 km

Jarak ini sangat berpengaruh dalam koordinasi


diantara level birokrasi, sehingga pemerintahan dari
tingkat provinsi hingga tingkat desa dapat berjalan
dengan baik. Dilihat dari jarak, maka keberadaan Desa
Kembang Kerang Daya bisa dikatakan masih terjangkau,
mengingat sarana jalan raya menuju pusat pemerintahan
kecamatan maupun provinsi telah dibangun dengan
baik, sehingga memperlancar perjalanan menuju tempat-
tempat tersebut.

2.2. Visi dan Misi Desa Kembang Kerang Daya

2.2.1 Visi

“Mewujudkan Desa Kembang Kerang Daya Yang


Mandiri, Amanah, Kreatif, Adil dan Sejahtera Dalam Bingkai
Iman dan Taqwa”

Secara khusus, dijabarkan makna dari visi pem-


bangunan desa yang sangat diperlukan untuk mem-
bangun kesamaan persepsi, sikap (komitmen), dan
perilaku (partisipasi) segenap pemangku kepentingan
(stakeholders) dalam setiap tahapan proses pembangunan
selama 6 (enam) tahun kedepan.
BAB II Gambaran Umum Desa Kembang Kerang Daya | 23

Desa Kembang Kerang Daya adalah satu kesatuan


masyarakat hukum dengan segala potensinya dalam sistem
pemerintahan di wilayah Desa Kembang Kerang Daya.
1. “Mandiri” Mengandung makna seluruh mas-
yarakat Desa Kembang Kerang Daya mampu
hidup mandiri tanpa ketergantungan pada orang
lain.
2. “Amanah” Mengandung makna bahwa desa
Kembang Kerang Daya dapat diandalkan dan
dipercaya, baik oleh pemerintah diatasnya maupun
masyarakat desa.
3. “Kreatif” Mengandung makna Desa Kembang
Kerang Daya mampu mengembangkan sistem
pemerintahan kearah yang lebih baik sesuai
dengan peraturan yang berlaku dan melakukan
terobosan-terobosan baru dalam memberikan pe-
layanan prima kepada masyarakat.
4. “Adil” Mengandung makna seluruh masyarakat
Desa Kembang Kerang Daya mendapat per-
lakuan yang sama, tanpa ada yang dibeda-
bedakan.
5. “Sejahtera” Mengandung makna seluruh mas-
yarakat Desa Kembang Kerang Daya dapat
menikmati dan merasakan hasil seluruh aspek
kegiatan pembangunan yang ada di desa, sehingga
berimplikasi terhadap tingkat kesejahteraan
masyarakat secara ekonomi.
24 | Gula Gending di Kabupaten Lombok Timur Provinsi Nusa Tenggara Barat

6. “Iman” Mengandung makna bahwa Masyarakat


Desa Kembang Kerang Daya mempercayai
adanya Allah yang Maha Esa dan Rasulallah
SAW sebagai utusanNya.
7. “Taqwa” Mengandung makna seluruh ma-
syarakat Desa Kemabang Kerang Daya me-
laksanakan ajaran agama dengan sungguh-
sungguh/taat.

2.2.2 Misi
Berdasarkan visi yang telah ditetapkan, maka misi
Desa Kembang Kerang Daya telah dijabarkan yaitu
sebagai berikut.
1. Mewujudkan sistem pemerintahan yang cepat,
tepat, efektif dan efisien;
2. Melaksanakan pelayanan yang propesional dan
proporsional;
3. Melaksanakan pembangunan dengan prinsip
transparan, partisipatif dan akuntabel;
4. Menjadikan masyarakat Desa Kembang Kerang
Daya sebagai obyek sekaligus subyek pem-
bangunan desa;
5. Melaksanakan pembangunan dengan prinsip
dari masyarakat oleh masyarakat dan untuk
masyarakat;
6. Meningkatkan kualitas sumberdaya manusia
dan penguatan kelembagaan;
BAB II Gambaran Umum Desa Kembang Kerang Daya | 25

7. Mewujudkan kerjasama yang baik dengan


semua pihak, baik pemerintah maupun swasta.

Demikian sejarah singkat Desa Kembang Kerang


Daya sebagai desa baru di Lombok Timur ini yang
sedang berbenah menuju desa religius dan mandiri
untuk mensejajarkan diri dengan desa-desa lain di
Kabupaten Lombok Timur, yakni dengan moto “Bersatu
Dalam Perbedaan Dan Berbeda Dalam Persatuan”.

2.3. Penduduk
Bersumber dari data demografi Desa Kembang Kerang
Daya Tahun 2021, penduduk desa ini berjumlah 8.627 jiwa
(2.326 KK), dengan jumlah 4.012 jiwa berjenis kelamin laki-
laki dan 4.416 jiwa berjenis kelamin perempuan. Tabel 2.1
berikut adalah jumlah penduduk Desa Kembang Kerang
Daya berdasarkan jenis kelamin.
26 | Gula Gending di Kabupaten Lombok Timur Provinsi Nusa Tenggara Barat

Tabel 2.1 Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin

Sumber: Profil Desa Kembang Kerang Daya Tahun 2021

Dari tabel 2.1 di atas, berdasarkan jenis kelamin


ada perbedaan yang signifikan antara laki-laki dan
perempuan. Penduduk perempuan lebih banyak 603
orang daripada penduduk laki-laki.
Pendidikan merupakan hal yang sangat penting
untuk meningkatkan kualitas SDM suatu Desa atau
daerah untuk mampu bersaing dengan Desa yang
lainya. Karena salah satu yang menjadi faktor penyebab
majunya suatu masyarakat apabila banyak dari warga
masyarakatnya yang mengenyam pendidikan, baik dari
tingkat PAUD sampai ke perguruan tinggi. Berikut Tabel
2.2 jumlah penduduk menurut pendidikan.
BAB II Gambaran Umum Desa Kembang Kerang Daya | 27

Tabel 2.2
Jumlah Penduduk Berdasarkan Pendidikan

Pasca
Sarja Diploma SMP Tdk Buta
Sarja Diplom SMA SD/MI
No. Dusun na D3&D2(o Sdrajat Tamat Huruf
na a S1 Sdrajat org
(org) rg) (org) (org) (org)
(org)

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
1 Kb. Kerang Daya 4 92 18 - 189 197 176 175 22
2 Treng Gading 1 40 - 140 153 138 198 25
3 Cempaka Putih 3 43 3- 125 153 140 180 33
4 Karang Gelumpang 1 36 - - 126 151 153 183 56
5 Kedatuk - 27 - - 98 121 133 187 43
6 Bagik Manis - 3 2- 99 135 191 285 80
7 Pungkasan - 7 - - 59 125 487 435 136
8 Az-Ziadah - - - - 3 25 252 338 135
9 Waldan - 6 2- 27 56 208 249 105
10 Karang Kedatuk - 2- - 5 47 127 159 80
JUMLAH 9 256 25 - 871 1,163 2,005 2,389 715

Sumber: Profil Desa Kembang Kerang Daya Tahun 2021

Pembagaian penduduk Desa Kembang Kerang


Daya berdasarkan mata pencaharian dapat dilihat pada
tabel berikut.
28 | Gula Gending di Kabupaten Lombok Timur Provinsi Nusa Tenggara Barat

Tabel 2.3
Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian
Petani Buruh Peda- PNS/TNI Montir/ Kary. Tk.Kayu/ Peng- Guru Ojek Lain-
No. Dusun tani gang Polri Sopir Swasta Tk.batu rajin lain
(org) (org) (org) (org) (org) (org) (org) (org) (org) (org)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
1 Kembang Kerang Daya 95 90 85 19 3 2 5 75 30 7 72
2 Treng Gading 51 61 45 3 2 2 4 59 25 5 45
3 Cempaka Putih 85 75 83 9 2 1 3 53 23 3 52
4 Karang Gelumpang 47 57 31 7 - 5 3 61 15 3 62
5 Kedatuk 83 99 25 3 5 2 6 14 13 4 99
6 Bagik Manis 95 101 21 3 3 3 7 15 3 7 46
7 Pungkasan 119 250 34 2 2 1 10 15 8 15 35
8 Azziadah 90 93 17 1 1 1 5 12 - 9 58
9 Waldan 94 90 10 - 7 1 5 15 4 7 57
10 Karang Kedatuk 81 77 11 - 4 1 4 12 2 5 51
JUMLAH 840 993 362 47 29 19 52 331 123 65 577

Sumber: Profil Desa Kembang Kerang Daya Tahun 2021

Dari tabel di atas, Desa Kembang Kerang Daya


merupakan Desa yang sebagian besar (mayoritas)
penduduk petani. Namun, keterbatasan lahan yang
tersedia maka hasil dari pertanian tidak lagi mampu
mencukupi kebutuhan keluarganya. Sempitnya lahan
inilah yang membuat masyarakat banyak mengembangkan
usaha di sektor perdagangan dan sedikit dari masyarakat
yang bekerja di sektor formal.

2.4. Asal Mula Suku Sasak


Suku sasak adalah suku yang mendiami pulau
Lombok, yaitu pulau yang berada di provinsi Nusa
Tenggara Barat, Suku Sasak dikenal sebagai etnis terbesar
BAB II Gambaran Umum Desa Kembang Kerang Daya | 29

yang mendiami pulau Lombok. Suku ini menggunakan


Bahasa Sasak, yang memiliki kedekatan dengan sistem
aksara Jawa-Bali, sama-sama menggunakan aksara Ha-
Na-Ca-Ra-Ka, secara hafalannya bahasa sasak memiliki
kedekatan dengan bahasa Bali, Bahasa Sasak yang
digunakan dilombok ini secara lingkup kosakatanya
dapat digolongkan dalam beberapa wialayah misalnya;
Mriak-Mriku (Lombok Selatan), Meno-Mene dan
Ngeno-Ngene (Lombok Tengah) Ngeto-Ngete (Lombok
Tenggara), dan Kuto-Kute (Lombok Utara). Asal mula
kata sasak kemungkinan berasal dari kata sak-sak yang
artinya sampan. Dalam kitab Nagarakertagama, kata
sasak disebut menjadi satu dengan Pulau Lombok, yaitu
Lombok Sasak Mirah Adhi, dalam tradisi lisan setempat
kata sasak dipercayai berasal dari kata “sa-saq” yang
artinya yang satu.
Kemudian Lombok berasal dari kata Lomboq yang
artinya lurus. Maka jika digabung kata Sa’Saq Lomboq
artinya sesuatu yang lurus. Selain itu para ahli membuat
analisis-analisis tertentu tentang nama Lombok dan
Sasak. Para ahli menganalisis dulunya Pulau Lombok
disebut pulau Sasak, karena daratanya ditumbuhi hutan
belantara yang penuh “sesak” (sesksek), yang kemudian
berubah menjadi “sasak”. Adapun pendapat bahwa
masyarakat Suku Sasak berasal dari campuran penduduk
asli Lombok dengan pendatang dari Jawa Tengah yang
dikenal dengan julukan Mataram. Konon pada masa
pemerintahan Raja Raka Pikatan, banyak pendatang dari
30 | Gula Gending di Kabupaten Lombok Timur Provinsi Nusa Tenggara Barat

Jawa Tengah ke Pulau Lombok kemudian banyak juga


diantaranya yang melakukan pernikahan dengan warga
setempat sehingga menjadi masyarakat Suku Sasak.
Akan tetapi, menurut sejarah abad ke-16 Pulau Lombok
berada dalam Kekuasaan Majapahit. Hal ini terbukti
dengan diutusnya Maha Patih Gajah Mada untuk datang
ke Pulau Lombok. Suku Sasak juga mengenal tulisan
yang tercatum dalam naskah-naskah lontar (takepan).
Naskah ini ditulis dengan huruf yang disebut dengan
Jejawan yaitu sejenis huruf Sanskerta dan dalam bahasa
Sasaknya atau bahasa Jawa madya. Bentuk huruf ini
berbeda dengan huruf Jawa dan yang dikembangkan
oleh masyarakat Sasa ini hanya 18 huruf saja. Isi dari
naskah ini menyangkut tentang agama, sejarah atau
babad, pewayangan, astronomi, dongeng, mantra, doa,
norma-norma adat. Kebanyakan berbentuk puisi yang
ditembangkan (Apryanto, 2014:1-20).
Masyarakat Sasak dipandang sebagai penduduk
asli Pulau Lombok. Mereka mengenal suatu pelapisan
atau penggolongan masyarakat. Secara sosial-politik,
masyarakat Sasak dapat digolongkan ke dalam golongan
bangsawan yang lazim disebut menak, dan golongan
masyarakat kebanyakan atau kaula, sedangkan suatu kasta
antara diantara keduanya adalah golongan prawangsa
(Lalu Wacana, 1986). Golongan prawangsa terbagi atas
dua tingkatan, yaitu penguasa dan bangsawan rendahan.
Para bangsawan penguasa atau perwangsa menggunakan
gelar datu. Penyebutan untuk kaum laki-laki golongan ini
BAB II Gambaran Umum Desa Kembang Kerang Daya | 31

adalah raden dan perempuan bangsawannya dipanggil


denda. Jika kelompok raden telah mencapai usia cukup
dewasa dan ditunjuk untuk menggantikan kedudukan
ayahnya, mereka berhak memakai gelar datu. Perubahan
gelar itu dilakukan setelah melalui upacara tertentu.
Bangsawan rendahan atau triwangsa menggunakan
gelar lalu untuk para lelaki dan baiq untuk para
perempuan. Tingkatan terakhir disebut jajar karang,
panggilan untuk laki-laki adalah loq dan perempuannya
adalah le. Golongan pertama dan kedua lazim disebut
permenak. Sesuai dengan statusnya, golongan permenak
di samping lebih tinggi daripada jajar karang, merupakan
penguasa sekaligus pemilik sumber daya lahan pertanian
yang luas. Ketika dinasti Karangasem Bali berkuasa
di Lombok, golongan permenak hanya menduduki
jabatan sebagai pembekel di daerah berpenduduk Sasak.
Masyarakat Sasak memberikan penghormatan kepada
golongan permenak berdasarkan ikatan tradisi turun-
temurun dan berdasarkan ikatan budaya Islam. Landasan
pelapisan sosial masyarakat Sasak mengikuti garis
keturunan lelaki (patrilineal).
Struktur sosial masyarakat Sasak R. Krulfeld
(1972) dalam Parimartha, I Gde (2002) menyebutkan
meskipun dapat dilihat mengnut sistem bilateral tetapi
cenderung lebih menekankan pada sifatnya yang
patrilineal. Persoalan hak dan kewajiban warga dibatasi
oleh konsep kekerabatan yang disebut wirang kadang
yang mengatur hak dan kewajiban warga. Unsur-unsur
32 | Gula Gending di Kabupaten Lombok Timur Provinsi Nusa Tenggara Barat

kekerabatan itu meliputi ayah, kakek, saudara laki-laki


ayah (paman), anak lelaki saudara lelaki ayah (sepupu),
dan anak-anak mereka. Warga kelompok wirang
kadang mengemban tanggung jawab terhadap masalah
keluarga, yang terutama terlihat pada saat persiapan
penikahan salah seorang anggota kerabat. Masalah
warisan dan pengaturannya menjadi hak mereka. Harta
warisan biasanya disebut pustaka yang mengandung
nilai-nilai luhur dan berbentuk seperti tanah, rumah, dan
benda-benda lainnya yang dianggap keramat. Benda-
benda keramat itu, antara lain, berupa pakaian, keris,
dan permata. Seperti yang telah diuraikan sebelumnya,
kehidupan masyarakat Sasak lebih banyak mengemban
kewajiban terhadap kekuasaan kerajaan.

2.5. Sistem Religi dan Upacara Keagamaan


2.5.1 Sistem Religi
Dalam sistem religinya masayarakat Suku Sasak
sebagaian besar banyak mempercayai adanya dewa-dewa,
seperti halnya kepercayaan Sasak “Waktu Telu” sebagai
pencampuran dari ajaran Islam dan sisa kepercayaan
lamanya yaitu animisme, dinamisme, dan kepercayaan
Hindu. Selain itu karena penganut dari kepercayaan
ini tidak menjalankan peribadatan seperti agama Islam
pada umumnya (ini dikenal dengan sebutan “Waktu
Lima” karena menjalankan kewajiban salat lima waktu).
Yang wajib menjalankan ibadah ini hanyalah orang-
BAB II Gambaran Umum Desa Kembang Kerang Daya | 33

orang tertentu saja seperti; para kiai atau pemangku adat


(sebutan untuk pewaris adat istiadat nenek moyang).
Kegiatan apapun yang berhubungan dengan alur
hidup (kematian, kelahiran, penyembelihan hewan,
selamatan dsb) terlebih dahulu diketahui oleh kiai atau
pemangku adat dan mereka harus mendapat bagian dari
upacara-upacara ini, sebagai rasa terimakasih dari tuan
rumah. Selain kepercayaan “Waktu Telu” dan “Waktu
Lima” , di masyarakat Sasak juga terdapat kepercayaan
Sasak Boda, yaitu mereka yang mempercayai para dewa
dengan sebutan Betara, Betara ini menguasai pulau
Lombok yang bersemayam di Lingsar, Gunung Rinjani.
Orang-orang Hindu, Waktu Telu dan orang-orang Boda
di desa Bentek sama-sama merayakan suatu upacara
pujawali dan perang topat di Lingsar sekitar bulan
Nopember setiap tahunnya untuk menghormati Batara
Gunung Rinjani dan Batara Gede Lingar yang memberi
kesempatan untuk penduduk pulau Lombok. Suku Sasak
sekarang telah menganut agama Islam setelah adanya
islamisasi yang terjadi di pulau Lombok, dan Suku Sasak
telah lama menganut Islam dengan adanya tahun Hijriah
sebagai acuan dalam berbagai upacara adat istiadatnya.
Kepercayaan yang terdapat pada masyarakat Sasak
selanjutnya yaitu kepercayaan pada kekuatan-kekuatan
gaib, seperti tusela atau leak, yaitu orang yang karena
mantra-mantranya dapat berubah menjadi makhluk
yang berbentuk berbeda dengan bentuk semula,
misalnya seekor kambing, babi, maupun ayam. Adapula
34 | Gula Gending di Kabupaten Lombok Timur Provinsi Nusa Tenggara Barat

kepercayaan terhadap makhluk-makhluk, di Suku


Sasak makhluk halus disebut bake’ dan jim. Baik bake’
maupun jim keduanya bertempat tinggal di bagian alam
yang dianggap angker, tempat tersebut berupa gunung,
pohon kayu besar bahkan di kampung.

2.5.2 Upacara Keagamaan


Upacara keagamaan merupakan suatu tradisi yang
dilakukan suatu suku ataupun kelompok masyarakat
dalam upaya untuk memegang tradisi nenek moyang
agar terjaga dengan baik. Disuku-suku sendiri umumnya
tradisi ini menjadi suatu kegiatan dimana sebagai
persembahan kepada sang Maha Kuasa dan nenek
moyang atas apa yang diberikan-Nya. Pada Suku Sasak
terdapat berbagai upacara/tradisi-tradisinya, diantaranya.
a) Upacara Metulak adalah mengebalikan atau
tolak bala, upacara ini bertujuan untuk menolak
hama, penyakit, bencana dan gangguan roh
jahat. Upacara ini dilakukan oleh leluhur pra
Islam, tetapi seiring dengan masuknya Islam,
upacara ini tetap dilaksanakan dengan adanya
unsur-unsur keislamannya didalamnya. Upacara
ini berjalan dalam kisaran waktu 1 atau 6 tahun
sekali, upacara ini dilakukan saat seseorang
atau keluarga tertimpa sakit, saat pendirian dan
penempatan rumah baru, pemotongan rambut
bayi dsb. Upacara ini dilaksanakan selam dua
hari dua malam, upacara ini dipimpin oleh
BAB II Gambaran Umum Desa Kembang Kerang Daya | 35

seorang kepala desa (datu) dan dibantu oleh


orang yang dituakan (penowaq), pembantu
kepala desa (keliang), kyai, kelompok pembaca
lontar (petabah), dukun (belian) dan pemangku.
Upacara ini biasanya digelar orang yang
mempunyai hajat, kecuali jika upacara dilakukan
untuk menangulangi wabah cacar biasanya
dilakukan dirumah adat desa. Proses adat ini
terbagi menjadi tiga yaitu tahap persiapan
seperti musyawarah, tahap pelaksanaan seperti
upacara dilaksanakan setelah shalat Isya, dan
terakhir penutup.
b) Sabuk Beleq arti dari Sabuk Beleq yaitu sabuk
besar, panjangnya 25 meter, masyarakat
Sasak khususnya dibagian Lenek Daya akan
melaksanakan upacara ini pada tanggal 12 Rabiul
Awal tahun Hijriah. Tradisi pengeluaran Sabuk
Beleq ini diawali dengan mengusung Sabuk Beleq
mengelilingi kampong diiringi dengan gendang
beleq. Ritual upacara ini kemudian dilanjutkan
dengan menggelar praja mulud hingga diakhiri
dengan memberi makan berbagai jenis makhluk.
Upacara ini dilakukan untuk mempererat tali
silaturahmi, persaudaraan, persatuan dan
gotong royong antar masyarakat, serta rasa cinta
terhadap sesame makhluk hidup.
c) Rebo Botong, Suku Sasak mempercayai bahwa
hari Rebo Bontong merupakan hasil puncak
36 | Gula Gending di Kabupaten Lombok Timur Provinsi Nusa Tenggara Barat

dari terjadinya bencana dan atau penyakit (Bala)


sehingga bagi mereka sesuatu yang tabu jika
memulai pekerjaan tepat pada hari Rebo Bontong.
Kata Rebo dan juga Botong kurang lebih artinya
“putus” atau “pemutus”. Upacara Rebo Bontong
dimaksudkan untuk dapat menghindari bencana
atau penyakit. Upacara ini dilakukan setahun
sekali yaitu pada hari Rabu di minggu terakhir
bulan Safar dalam kalender Hijriah.
d) Marariq (Kawin lari) merarik’ bagi masyarakat
sasak berarti mempertahankan harga diri dan
menggambarkan sikap kejantanan seorang
pria Sasak, karena ia telah berhasil mengambil
(melarikan) seorang gadis pujaan hatinya. Dalam
hal ini merarik dipahami sebagai proses dalam
pernikahan.
e) Bebubus Batu yaitu kata bubus sejenis ramuan obat
berbahan dasar beras yang dicampur berbagai jenis
tanaman, dan kata batu yang merunjuk kepada
batu tempat pelaksanaan upacara. Bebubus batu
adalah upacara yang digelar untuk meminta berkah
kepada sang Kuasa. Upacara ini dilaksanakan tiap
tahun, dipimpin oleh Penghulu (Pemangku adat)
dan Kiai (ahli agama). Masyarakat ramai-ramai
mengenakan pakaian adat serta membawa dulang,
sesajen dari hasil bumi.
BAB II Gambaran Umum Desa Kembang Kerang Daya | 37

2.6. Sistem Organisasi Kemasyarakatan


Organisasi kemasyarakat pada suatu suku
merupakan perkumpulan masyarakat suku yang
dibentuk oleh para petinggi, organisasi kemasyarakat
ini ialah suatu kekerabatan yang timbul dari suku
tersebut. Kekerabatan ini berupa pelapisan sosial resmi,
suku bangsa Sasak adalah keturunan darah yang berasal
dari pancar laki-laki. Bentuk pelapisan, pada umumnya
tingkatan kebangsawanan yang di suku Sasak disebut
wangsa, dibagi dalam tiga bagian besar sebagai berikut.
1. Tingkat pertama yang paling tinggi, ialah tingkat
perwangsa raden. Gelar panggilan bagi pria dari
kelas ini adalah raden dan wanitanya dipanggil
denda.
2. Tingkat kedua yang sering dinamakan triwangsa,
memakai gelar lalu untuk pria dan baiq untuk
wanitanya.
3. Tingkat ketiga adalah tingkat yang disebut jajar
karang. Panggilannya adalah loq untuk pria dan
le untuk wanitanya.

Golongan perwangsa ini terbagi lagi atas dua tingkatan,


yaitu bangsawan tingi (perwangsa) sebagai penguasa dan
bangsawan rendahan (triwangsa). Bangsawan penguasa
(perwangsa) umumnya menggunakan gelar datu. Selain
itu mereka juga disebut Raden untuk kaum laki-laki dan
Denda untuk perempuan. Seorang Raden jika menjadi
penguasa maka berhak memakai gelar datu. Perubahan
38 | Gula Gending di Kabupaten Lombok Timur Provinsi Nusa Tenggara Barat

gelar dan pengangkatan seorang bangsawan penguasa


itu umumnya dilakukan melalui serangkaian upacara
kerajaan. Bangsawan rendahan (triwangsa) biasanya
menggunakan gelar lalu untuk para lelakinya dan baiq
untuk kaum perempuan. Tingkatan terakhir disebut jajar
karang atau masyarakat biasa. Panggilan untuk kaum
laki-laki di masyarakat umum ini adalah loq dan untuk
perempuan adalah le.
Golongan bangsawan baik perwangsa dan triwangsa
disebut sebagai permenak. Para permenak ini biasanya
menguasai sejumlah sumber daya dan juga tanah.
Ketika Kerajaan Bali dinasti Karangasem berkuasa
di Pulau Lombok, mereka yang disebut permenak
kehilangan haknya dan hanya menduduki jabatan
pembekel (pejabat pembantu kerajaan). Masyarakat
Sasak sangat menghormati golongan permenak baik
berdasarkan ikatan tradisi dan atau berdasarkan
ikatan kerajaan. Di sejumlah desa, seperti wilayah
Praya dan Sakra, terdapat hak tanahperdikan (wilayah
pemberian kerajaan yang bebas dari kewajiban pajak).
Setiap penduduk mempunyai kewajiban apati getih,
yaitu kewajiban untuk membela wilayahnya dan ikut
serta dalam peperangan. Kepada mereka yang berjasa,
Kerajaan akan memberikan beberapa imbalan, salah
satunya adalah dijadikan wilayah perdikan.
Landasan sistem sosial masyarakat dalam kehidupan
suku Sasak umumnya mengikuti garis keturunan dari
pihak laki-laki (patrilineal). Akan tetapi, dalam beberapa
BAB II Gambaran Umum Desa Kembang Kerang Daya | 39

kasus hubungan masyarakatnnya terkesan bilateral atau


parental (garis keturunan diperhitungkan dari kedua
belah pihak; ayah dan ibu). Pola kekerabatan yang dalam
tradisi suku sasak disebut Wiring Kadang ini mengatur
hak dan kewajiban anggota masyarakatnya. Unsur-
unsur kekerabatan ini meliputi Kakek, Ayah, Paman
(saudara laki-laki ayah), Sepupu (anak lelaki saudara
lelaki ayah), dan anak-anak mereka. Wiring Kadang juga
mengatur tanggung jawab mereka terhadap masalah-
masalah keluarga; pernikahan, masalah warisan dan
hak-kewajiban mereka. Harta warisan disebut pustaka
dapat berbentuk tanah, rumah, dan juga benda-benda
lainnya yang merupakan peninggalan leluhur. Orang-
orang Bali memiliki pola kekerabatan yang hampir sama
disebut purusa dengan harta waris yang disebut pusaka.

2.7. Sistem Pengetahuan


Dalam sistem pengetahuannya masyarakat sasak
telah mengetahui berbagai pengetahuan tentang
beberapa aspek disekitarnya antara lain:
a. Tentang alam Fauna, suku sasak sendiri yaitu
mereka melepas hewan peliharannya dihutan
dan dapat menangkapnya kembali dengan
memanggil hewan-hewan tersebut dengan kata
sie-sie berkali-kali, maksudnya garam-garam
dengan perkataan ini hewan-hewan yang tidak
pernah memakan garam baik garam tanah
maupun garam air akan segera berlarian kea
40 | Gula Gending di Kabupaten Lombok Timur Provinsi Nusa Tenggara Barat

rah pemiliknya yang memang pada saat itu


membawa garam.
b. Tentang alam Flora, suku sasak membuat celup
untuk tenunan mereka dari daun tarum, tanaman
ini kemudian diperjualbelikan sebagai pewarna
kain dan benang.
c. Waktu, pada suku sasak telah menggunakan
tanggal dan bulan di tahun Hijriah sebagai
penanggalan dalam melakukan upacara-upacara
keagamannya.

Selain itu pada sistem pengetahuan terdapatnya ciri


khas yang lain pada suku sasak yaitu makanan khasnya.
Makanan khas suku sasak, antara lain:
1. Plecing kangkung. Terdiri atas kangkung yang
direbus da disajikan dalam keadaan dingin dan segar
plus sambal tomat. Sambal tomatnya dibuat dari
racikan cabai rawit, garam, terasi dan tomat. Plecing
kangkung biasanya disajikan dengan tambahan
sayuran tauge, kacang panjang, kacang tanah goring
ataupun urap. Kangkung yang digunakan ini sangat
khas karena menggunakan metode tertentu sehingga
menghasilkan kangkung dengan batang yang besar
dan renyah. Yang khas dari plecing Lombok ini ialah
terasi, yaitu terasi lengkare yang rasanya lebih gurih
dan manis.
BAB II Gambaran Umum Desa Kembang Kerang Daya | 41

2. Ayam taliwang. Ayam taliwang biasanya meng-


gunakan ayam kampong bukan ayam ras dan tidak
boleh tua. Ayam taliwang biasanya dimasak dengan
digoreng, dipanggang, atau dibakar. Biasanya ayam
taliwang dimasak dengan menggunakan kayu
bakar dengan kualitas kelas satu seperti kayu kopi
atau kayu nangka. Masakan ini pula pertama kali
dikenalkan oleh Sultan Sumbawa yang ditempatkan
dilombok pada jaman Raja Karangasem.
3. Sate bulayak, bulayak merupakan sejenis lontong
yang dibungkus dengan daun arena tau daun enau
dengan bentuk memanjang seperti spiral. Satenya
terbuat dari daging sapi yang dilumuri bumbu khas
Sasak.
4. Nasi balap puyung, yaitu berisi suwiran daging ayam
yang diolah bersama cabai, kacang kedelai, taburan
udang kering, abon, serta belut goring. Kekuatan
makanan ini terletak dari rasa pedas bumbunya yang
sederhana yang dimana bumbu ayamnya terdiri dari
cabai, bawang putih dan terasi.
5. Ares, yaitu sayuran Lombok yang bahas asalnya dari
pelapah atau gedebok pisang yang masih muda.
Masakan ini hanya disajikan saat acara begawe
yakni acara makan-makan setelah berlangsungnya
pernikahan.
6. Poteng jaje tujak dan iwel, merupakan makanan khas
suku sasak saat lebaran, poteng jaje tujak ialah sejenis
42 | Gula Gending di Kabupaten Lombok Timur Provinsi Nusa Tenggara Barat

tape yang diolah menjadi makanan ringan dan


disediakan seminggu setelah lebaran. Selain itu ada
iwel yaitu kue yang berbahan dari ketan hitam ini
biasanya disajikan saat upacara tradisi masyarakat.
7. Bebalung, sendiri terbuat dari iga sapi, yang
diracik dengan bumbu cabe rawit, bawang putih,
dll, bebalung merupakan menu wajib yang selalu
dihidangkan pada setiap hajatan masyarakat
Lombok selain Ares. Makna dari bebalung sendiri
seperti kebanyakan masakan Lombok ialah “tenaga”.
Karenanya masyarakat setempat mengartikan setelah
makan bebalung akan semakin bertenaga dan
menumbuhkan vitalitas.

2.8. Sistem Kesenian


Diberbagai suku memiliki berbagai keseniannya
dalam mewarisi adat istiadatnya salah satunya di Suku
Sasak sendiri, berbagai macam kesenian, diantara kesenian
tersebut masih ada hingga sekarang. Kesenian ini bisa
berupa gerakan maupun alunan musik. Diantaranya
kesenian dari suku sasak ini yaitu;
a) Perisean, adalah tradisi atau upacara memohon hujan
atau need sedangkan fungsinya sekarang perisean
adalah sebagai pertarungan yang dilakukan oleh
dua orang lelaki Sasak yang bersenjatakan tongkat
rotan dan memakai perisai sebagai pelindung yang
terbuat dari kulit sapi atau kulit kerbau yang tebal.
BAB II Gambaran Umum Desa Kembang Kerang Daya | 43

Pertarungan ini dipimpin oleh wasit yang berada


di tengah lapangan disebut Pakembar Tengaq dan
dua wasit yang berada di pinggir lapangan disebut
Pakembar Sendi. Selama pertarungan berjalan
masing-masing petarung atau perpadu saling
menyerang dan menangkis sebetan lawan dengan
menggunakan ende (Armini, 2013:26).
b) Gendang Beleq merupakan pertunjukan dengan alat
perkusi gendang berukuran besar (beleq) sebagai
ensemble utamanya. Komposisi musiknya dapat
dimainkan dengan posisi duduk, berdiri, dan
berjalan untuk mengarak iring-iringan. Ada dua jenis
gendang beleq yang berfungsi sebagai pembawa
dinamika yaitu gendang laki-laki atau gendang
mama dan gendang nina atau gendang perempuan,
sebagai pembawa melodi adalah gendang kodeq
atau gendang kecil sedangkan alat ritmis adalah dua
buah reog, 6-8 buah perembak kodeq, sebuah petuk,
sebuah gong besar, sebuah gong penyentak , sebuah
gong oncer, dan dua buah lelontek.
c) Peresean, adalah seni bela diri yang dulu digunakan
oleh lingkungan kerajaan. Peresan awalnya adalah
latihan pedang dan perisai bagi seorng prajurit. Pada
pekembangannya latihan ini menjadi pertunjukkan
rakyat untuk menguji ketangksan dan keberanian.
Senjatanya sendiri adalah sebilah rotan yang dilapisi
pecahan kaca dan untuk menangkis serangan,
44 | Gula Gending di Kabupaten Lombok Timur Provinsi Nusa Tenggara Barat

pepadu (pemain) yaitu sebuah perisai (ende) yang


terbuat dari kayu berlapis kulit lembu atau sapi.
d) Tandang Mendet, merupakan tarian perang Suku
Sasak, tarian ini telah ada sejak zaman Kerajaan
Selaparang. Tarian ini mencerminkan keperkasaan
dan perjuangan, ini dimainkan oleh belasan
orang dengan berpakaian dan membawa alat-alat
keprajuritan lengkap; kelewang (pedang), tameng,
tombak. Tarian diiringi dengan hentakan gendang
beleq serta pembacaan syair-syair perjuangan.

2.9. Sistem Mata Pencaharian Hidup


Secara tradisionalnya masyarakat Suku Sasak memiliki
berbagai cara dalam Mata Pencaharian Hidupnnya,
diantara, yakni:
a. Berburu: istilahnya nyeran, biasanya dilakukan di
hutan-hutan, umunya hewan hasil buruan berupa;
kijang, rusa, dan kambing liar. Beburu biasa di-
lakukan ketika musim kemarau setelah selesai
menanam dan musim hujan selesai dengan pekerjaan
di kebun. Hasil dari buruan ini dibagikan sama rata
antar sesama.
b. Pertanian, dalam masyarakat sasak bertanam adalah
cara agar dapat mempertahankan hidup, mereka
menanam dari padi sawah, padi lading, ubi kayu,
ubi jalar dan jagung dan cara pengolahan tanah
dalam bercocok tanam ini masih menggunakan cara
BAB II Gambaran Umum Desa Kembang Kerang Daya | 45

tradisional yaitu menggunakan lembu atau sapi


sebagai pengolah tanah agar bisa ditanam.
c. Bertenak, masyarakat suku sasak juga sebagai
sambilan bertenak seperti sapi, kambing, ayam dan
kerbau.
d. Kerajinan tangan, pada masayarakat suku sasak
memiliki beberapa kerajinan seperti menenun,
anyaman, barang-barang dari rotan, ukiran-
ukiran tenunan, barang dari tanah liat, logam dan
sebagainnya.
e. Nelayan, umumnya mata pencaharian ini dilakukan
oleh masyarakat Suku Sasak pesisir pantai.

2.10. Sistem Teknologi dan Peralatan


Pada teknologi dalam suku adalah sesuatu yang
dihasilkan oleh masyarakat suku tersebut, dalam suku
Sasak terdapat hasil-hasil yang dibuat oleh masyarakatnya,
seperti :
a. Rumah Adat, atap dari rumah adat suku sasak
ini terbuat dari jerami dan berdinding anyaman
bamboo (bedek) lantainnya terbuat dari tanah liat
yang dicampur dengan kotoran kerbau dan abu
jerami. Seluruh bahan bangunan ini didapatkan
dari sekitar lingkungan dan untuk menyambung
bagian-bagiannya ini mereka menggunakan paku
46 | Gula Gending di Kabupaten Lombok Timur Provinsi Nusa Tenggara Barat

yang terbuat dari bambu. Bagian atapnya berbentuk


seperti pegunungan menukik kebawah.
b. Beruga (Balai berisi terbuka) sebagai tempat
pertemuan, balai ini menyediakan panggung untuk
kegiatan sehari-hari, dalam fungsi hubungan sosial
masyarakatnya balai juga digunakan untuk urusan
keagamaan misalnya upacara penghormatan jenazah
sebelum dikuburkan.
c. Lumbung padi yaitu bangunan yang berfungsi untuk
menaruh padi hasil panen.
d. Benda-bendanya terdiri dari Sabuk belo, gendang beleq,
Ende (perisai), peralatan untuk bekerja seperti pacul,
bajak, rejak (meratakan tanah), parang kodong, ancok.
Terakhir peralatan untuk membangun rumah yaitu
bedek (anyaman bambu untuk dinding) getah pohon
kayu bantem dan bajur, kotoran kerbau atau kuda
sebagai bahan campuran untuk mengeraskan lantai.

Kemudian adapula peralatan yaitu perlengkapan


atau alat yang dimiliki Suku Sasak dalam melakukan
kegiatan sehari-hari maupun kegiatan upacara, tradisi,
dan adat istiadat. Diantaranya sebagai berikut.
a. Pakaian-pakaian upacara, pengantin pria mengenakan
ikat kepala yang disebut capuq, menggunakan pegon
sebagai baju yang berwarna gelap, ikat pinggang
menggunakan kain songket bermotif benang mas,
leang atau dodot berfungsi untuk menyelipkan
BAB II Gambaran Umum Desa Kembang Kerang Daya | 47

keris sebagai bawahan menggunakan wiron


berbahan batik. Untuk penganti wanitanya sendiri
pakaiannya disebut lambung yaitu baju hitam
tanpa lengan dengan kerah berbentuk huruf “V”,
ditambah selendang yang menjuntai dibahu kanan
dan bawahannya memakai kain panjang sampai lutut
sebagai tambahan aksesoris ditambahkan sepasang
gelang dan gelang kaki, anting, rambut diikat rapi
dan diselipkan bunga cempaka dan mawar, atau bisa
disanggul dengan model punjung pliset.
b. Pakaian sehari-hari suku sasak umumnya motif batik
yang berwarna kehitam-hitaman dan ditenun sendiri
dan disebut selewo. Dan jika orang tua yang merokok
senantiasa membawa lelompa untuk menyimpan
rokok atau tembakau. Geong adalah ayunan bayi
yang terbuat dari bambu
c. Alat-alat kerajinan, untuk menenun disebut sesek, alat
membuat benang disebut gantian, tali yang memutar
alat tersebut disebut kalider, untuk mengumpulkan
benang atau memintal benang yang sudah jadi
digunakan saka’ terbuat dari kayu dan bambu. alat
menenun disebut sesek.
d. Alat-alat peperangan, yakni bambu yang diruncingkan
dan disebut terenggalah, jika terbuat dari besi disebut
tanjekan, pedang disebut kelewang, untuk keperluan
pertahanan dan perang di masa silam.
48 | Gula Gending di Kabupaten Lombok Timur Provinsi Nusa Tenggara Barat

e. Wadah untuk menyimpan kebetuhan sehari-hari,


beras disimpan dalam kemberasan yang terbuat dari
tanah liat, nasi yang siap dimakan disimpan dalam
ponjol terbuat dari anyaman bambu, wadah disebut
pemosak atau peraras, sendok untuk mengangkat
nasi ke piring terbuat dari tempurung kelapa dan
diberi kayu sebagai tangkai. Sayur mayor yang
dimasak disimpan dalam periuk yang terbuat dari
tanah liat dan disebut kene’ .
f. Wadah serta alat-alat dalam rumah tangga, seperti
tempat sirih disebut mama’ terbuat dari anyaman
bambu, alat pemotong parang dinamakan bato’,
untuk menjepit kayu api ketika memasak digunakan
sepit terbuat dari bambu (Apryanto, 2014:8-12) .
BAB III
GULA GENDING

Manusia merupakan makhluk sosial yang berinteraksi


dengan sesamanya. Interaksi yang dilakukan tersebut
menghasilkan kebiasaan, kepercayaan, hingga norma-
norma yang membentuk kebudayannya.
Para ahli ilmu sosial banyak yang mengemukakan
definisi mengenai budaya, yang kesemuanya bisa ditarik
garis merahnya bahwa budaya merupakan segala
sesuatu yang dilakukan oleh manusia baik dalam bentuk
materi maupun non materi yang lahir dari kehidupan
bermasyarakat. Tentu saja dalam bermasyarakat
ini dipengaruhi oleh karakterisktik sifat-sifat dasar
lingkungan alam sekitarnya serta sistem sosial yang
berlaku pada masyarakat yang bersangkutan. Hal ini
senada dengan pendapat yang diutarakan oleh Soekanto
(1980:6), bahwa masyarakat manusia mempunyai suatu
sistem yang merupakan himpunan kesatuan unsur-
unsur yang saling berhubungan. Hubungan sosial yang
terjadi tentu saja bersifat fungsional antara anggota
| 49
50 | Gula Gending di Kabupaten Lombok Timur Provinsi Nusa Tenggara Barat

masyarakat satu dengan masyarakat lainnya. Salah satu


sifat hubungan fungsional yang terjadi adalah dalam
pemenuhan kebutuhan hidup atau bisa juga disebut
motif ekonomi.
Hal ini juga terjadi pada terbentuknya karya
budaya gula gending yang terbentuk dan berkembang
di masyarakat Desa Kembang Kerang, yang sekarang
telah berubah nama menjadi Kembang Kerang Daya dan
akhirnya tersebar di daerah lainnya. Dari cerita beberapa
tokoh masyarakat di Desa Kembang Kerang Daya yang
ditemui oleh tim pengkaji, menceritakan bahwa gula
gending muncul dari adanya dorongan ekonomi.
Pada bab ini akan diuraikan mengenai bentuk dari
gula gending, dimana akan dibahas dari perkembangan,
proses pembuatan gula gending baik gulalinya maupun
wadahnya yang dapat memunculkan bunyi nan indah
dan khas.

3.1 Perkembangan Gula Gending


Kebudayaan merupakan hasil dari proses interaksi
manusia dengan alam sekitarnya serta proses sosialisasi
antar manusia yang menempati sebuah wilayah.
Hasil dari proses interaksi ini kemudian berkembang
dengan sentuhan-sentuhan sesuai dengan kondisi
alam, sistem sosial yang berlaku di tempat tersebut
sehingga memunculkan budaya baru. Demikian pula
tentang keberadaan gula gending yang berkembang
pada masyarakat Desa Kembang Kerang Daya, dimana
BAB III Gula Gending | 51

gula gending ini, seperti apa yang telah disampaikan di


bab sebelumnya merupakan makanan yang kemudian
dikemas dengan kemasan yang mengasilkan alunan
musik nan khas. Bicara mengenai gula gending maka
akan membicarakan dua produk yang menjadi elemen
utama, yakni gula atau orang juga mengenalnya
dengan rambut nenek atau arbanat, serta kemasan
yang dipergunakan sebagai wadah gula/ rambut nenek/
arbanat atau masyarakat Desa Kembang Kerang Daya
menyebutnya rombong atau tangkak.
Gula gending/arbanat/ rambut nenek merupakan
makanan yang bahan bakunya berupa gula pasir yang
dipadukan dengan bahan lainnya seperti tepung,
minyak. Rasanya yang manis tentu saja memanjakan
lidah bagi para penikmatnya. Beberapa artikel populer
menyebutkan bahwasanya produk olahan dengan
bahan baku gula, khususnya gula pasir ini ada beberapa
macam, diantaranya ;

1. Gulali Gula Jawa


Jenis yang satu ini adalah gulali yang tertua dengan
cara pembuatannya yang paling tradisional di antara
gulali lainnya. Konon, gulali jenis ini merupakan cikal
bakal dari kemunculan berbagai macam gulali yang
ada saat ini. Gulali ini memiliki warna kecokelatan,
karena dibuat dari bahan gula jawa atau gula merah.
Ciri lain dari gulali ini adalah teksturnya keras dan
lengket. Dengan ditusuk menggunakan tusukan kayu
52 | Gula Gending di Kabupaten Lombok Timur Provinsi Nusa Tenggara Barat

atau bambu, gulali ini bisa disebut sebagai permen


lollipop tradisional. Selain gulali polos, tak jarang orang
mencampurkann kacang tanah ke dalam gulali gula
jawa sebagai penambah rasa. Rasa manis dari gula jawa
akan diimbangi dengan gurihnya kacang tanah goreng.

2. Gulali Gula Pasir


Meski cara membuatnya hampir sama dengan
gulali gula jawa, gulali gula pasir memiliki penampakan
yang berbeda. Gulali gula pasir memiliki aneka warna
yang berasal dari bahan pewarna makanan atau pasta
makanan. Karena bahan baku gula pasir berwarna putih,
penambahan warna diperlukan agar gulali tampak
lebih menarik. Selain berwarna-warni, gulali ini juga
biasanya dijual dalam bermacam-macam bentuk, mulai
dari bunga hingga aneka kreasi binatang seperti ayam,
burung, kupu-kupu dll sehingga anak-anak semakin
menyukainya. Gulali bisa dibentuk secara manual
dengan tangan maupun menggunakan cetakan khusus
kemudian ditiup. Sama seperti gulali gula jawa, gulali
gula pasir juga disajikan dengan cara ditusuk.

3. Gulali Rambut Nenek


Berbeda dari 2 jenis sebelumnya, gulali rambut
nenek tidak berbentuk seperti permen, melainkan berupa
helaian-helaian panjang seperti benang atau rambut.
Karena itulah gulali jenis ini sering disebut rambut
nenek. Rambut nenek dibuat dengan cara tradisional
BAB III Gula Gending | 53

dengan mencampurkan adonan gula jawa ataupun gula


pasir yang sudah mengental dengan tepung terigu.
Selanjutnya, adonan ditarik-tarik hingga membentuk
serat-serat tipis. Proses pembuatannya hampir sama
dengan cara membuat mie. Selain dikenal sebagai rambut
nenek, jajanan ini disebut juga dengan nama arum manis
atau arbanat. Sedangkan Warga Tiongkok biasanya
menyebutnya dengan sebutan jenggot naga. Beberapa
pendapat menyebutkan bahwa rambut nenek berasal
dari Kota Malang. Namun ada juga yang menyebutkan
bahwa jajanan ini berasal dari Desa Kesambi, Kabupaten
Lamongan. Ada cerita unik dari jenis gulali ini. Konon
dulunya gulali rambut nenek ini dijual dengan cara
barter atau dengan cara menukar rambut rontok, bukan
dengan uang. Uniknya, besaran gulali yang ditukar
sama besar dengan gulungan rambut yang sudah
dikumpulkan pemiliknya selama kurun waktu tertentu.
Nah, kumpulan rambut ini oleh si penjual gulali akan
diteruskan ke pembuat konde atau sanggul.

4. Gulali Permen Kapas (cotton candy)


Jenis gulali yang terakhir ini memiliki tekstur lembut,
sering kita sebut dengan nama permen kapas (cotton
candy). Permen kapas dibuat dengan menggunakan
mesin modern. Putaran mesin yang sangat cepat
akan menghasilkan serat-serat gula halus yang jika
dikumpulkan membentuk seperti kapas. Karena terbuat
dari gula murni, permen kapas akan meleleh di mulut
54 | Gula Gending di Kabupaten Lombok Timur Provinsi Nusa Tenggara Barat

dan meninggalkan rasa lengket. Jika terkena udara secara


langsung, serat-seratnya akan berubah menjadi keras
dan kasar karena bersifat higroskopis. Itu sebabnya,
permen kapas biasanya dijual dengan cara dikemas di
dalam plastik.
Ternyata gulali jenis ini punya sejarah panjang loh
dimana sudah dikenal oleh bangsa Italia sejak sekitar
abad ke-15. Waktu itu seorang koki membuatnya dengan
menambahkan caramelize gula murni lalu menggunakan
garpu untuk meneteskan sirup di atas gagang sapu.
Dengan suhu permen yang hangat dan lentur, mereka bisa
mengambil untaian dengan baik dan mengatur permen
kapas ke dalam berbagai bentuk. Lalu pada abad ke-19,
ada 2 orang yang diidentifikasi sebagai penemu permen
kapas, yaitu William Morrison dan John C. Wharton.
William J. Morrison adalah seorang dokter gigi dari
Nashville dimana dia juga seorang pengacara, penulis
buku anak-anak, pembuat lemak babi palsu dari biji
kapas, pembuat perangkat kimia untuk membersihkan
air minum dan pemimpin dalam kegiatan politik. Lalu
bersama dengan John C. Wharton yang merupakan
pembuat permen lokal dari Tennessee, di tahun 1897
mereka bekerja sama menciptakan sebuah mesin
listrik peleleh gula pasir yang menggunakan gaya
sentrifugal untuk mendorong penciptaan kapas-kapas
gula. Mesin ini kemudian dipatenkan pada tahun 1899
dan menjadi mesin permen kapas pertama di dunia.
Selanjutnya keduanya memperkenalkan permen kapas
BAB III Gula Gending | 55

pertama kali di St. Louis World Fair - Amerika Serikat


pada tahun 1904 dengan nama “Fairy Floss” (benang
peri) dan sukses besar. Mereka berhasil menjual 68.655
kotak dengan harga yang cukup mahal saat itu, yaitu
AS$0,25, atau setengah dari harga tiket masuk ke ajang
pameran tersebut. Sejak saat itu permen kapas menjadi
populer pada masanya hingga kini dan sering dijajakan
di setiap acara karnival, festival, sirkus, dan acara ramai
lainnya. (https://wakuliner.com/blog/yuk-kita-mengenal-
jenis-jenis-gulali-dan-asal-usulnya, diakses 30 Juli 2022)
Dari uraian diatas ternyata cukup beragam makanan
yang dihasilkan dari olahan gula. Berbicara mengenai
keragaman makanan yang berbahan baku gula, tentu
saja tidak bisa dilepaskan dari sejarah panjang masuknya
tebu di kepulauan nusantara sekitar 6.000 SM. Namun
keberadaan tebu belum begitu mendapatkan perhatian
dari bangsa pribumi Indonesia. Hal ini disebabkan
penduduk asli di Jawa mengkonsumsi gula merah
untuk mendapatkan rasa manis dalam makanan. Gula
yang digemari adalah gula merah yang terbuat dari
nira kelapa atau nira tebu yang dimasak sampai kental,
kemudian dijemur sampai keras. Masyarakat saat itu
belum tertarik memproses nira tebu menjadi gula pasir.
Kondisi tersebut tercatat dalam buku History of Java yang
ditulis oleh Raffles. Dalam bukunya tersebut Raffles
menuliskan bahwa awalnya tebu tidak dikonsumsi
sebaga bahan pemanis, melainkan sebagai minuman
56 | Gula Gending di Kabupaten Lombok Timur Provinsi Nusa Tenggara Barat

penyegar, yakni dengan mengunyah batang tebu untuk


mendapatkan airnya.
Pembudidayaan tebu di Indonesia tak terlepas
dari campur tangan kolonialisasi yang dilakukan oleh
Belanda, pembudidayaan ini tentu saja untuk memenuhi
pasar di Eropa. Adapun daerah sentra perkebunan tebu
adalah pulau Jawa yang sebagian besar berada di Jawa
Timur. Hingga pada tahun 1950-an perkebunan tebu
serta pabrik gula milik Belanda dinasionalisasikan dan
di kelola oleh pemerintah republik Indonesia.
Dari uraian tersebut dimungkinkan keberadaan gula
gending merupakan sebuah persebaran dari jajanan
atau makanan yang telah diproduksi di Pulau jawa dan
dimungkinkan pula gula gending atau rambut nenek
atau arbanat pertama kali diproduksi di daerah Jawa
Timur.
Terkait dengan keberadaan gula gending di Desa
Kembang Kerang Daya, dari penuturan beberapa
masyarakat saat dilakukan fokus group diskusi,
didapatkan penuturan bahwa gula gending pertama
kali dilakukan oleh warga Desa Wage di Praya, Lombok
Tengah, kemudian almarhum Bapak Amaq Sahedep
sekitar tahun 1930-an melakukan pengembangan di Desa
Kembang Kerang, yang saat ini dikarenakan pemekaran
daerah administrasi tempat tinggal almarhum Amaq
Sahedep berada di wilayah Desa Kembang Kerang
Daya, dengan membuat alat untuk menjajakannya yang
disebut tangkak. Pada saat itu penjualan gula gending
BAB III Gula Gending | 57

hanya dilakukan di wilayah Desa Kembang Kerang


Daya, dan sekitar tahun 1940-an baru dijajakan di luar
wilayah Desa Kembang Kerang Daya. Penjualan gula
gending dilakukan dengan berjalan kaki, berkeliling
kampong sambil begending yakni memukul kantong-
kantong tangkak, adapaun yang dimainkan adalah lagu-
lagu daerah Sasak.
Tahun 1950-an gula gending mulai dijajakan antar
kabupaten, seperti ke Lombok Tengah, Lombok Barat,
Sumbawa dan Bima. Dalam berdagang, para penjual
gula gending melakukannya secara berkelompok,
biasanya satu kelompok terdiri dari 6 orang. Karena
lokasi berjualannya jauh, seringkali para pedagang gula
gending ini tinggal sementara di lokasi/ wilayahnya
berjualan dengan menyewa tepat pemondokan guna
mempermudah aktivitas mereka, dan sekitar 1-2 minggu
kemudian mereka baru kembali ke Desa Kembang
Kerang Daya. Hal ini masih dilakukan hingga saat ini.
Tahun 1980-an wilayah persebaran penjualan gula
gending mulai meluas hingga keluar propinsi. Biasanya
hal ini memakan waktu sekitar 1- 3 bulan. Adapun
provinsi yang menjadi lokasi atau daerah penjualan gula
gending diantaranya Kalimantan, Sulawesi, Sumatera,
Jawa, Batam, Flores.
Menjual gula gending merupakan aktivitas ke-
seharian para pedagang gula gending, mereka mengawali
aktivitasnya di pagi hari setelah selesai sholat subuh.
Mereka mulai berjalan berkeliling menjajakan gula
58 | Gula Gending di Kabupaten Lombok Timur Provinsi Nusa Tenggara Barat

gending dan kembali kerumah saat sore atau malam


hari sekitar isya’. Namun dengan adanya perkembangan
pembangunan sarana transportasi, sekarang para penjual
gula gending ini mempergunakan sarana transportasi
yang ada guna menjangkau lokasi atau daerah tempat
dia menjajakan gula gending, setelah turun dari sarana
transportasi mereka baru berjalan berkeliling. Selain
menggunakan transportasi umum, para pedagang ini
juga memakai kendaraan bermotor untuk menjangkau
daerah tempat menjajakan gula gending. Aktivitas
berjalan kaki berkeliling menjajakan gula gending dengan
memainkan musik dengan tangkak sebagai alat musik
masih dilakukan hingga saat ini dengan menggunakan
kostum berupa baju, celana panjang, membawa handuk,
sarung serta memakai topi.
Dalam perkembangan gula gending di Desa Kembang
Kerang Daya, hingga akhirnya tersebar di beberapa daerah
baik di dalam Pulau Lombok dan bahkan sampai ke
luar Pulau Lombok, ada beberapa nama yang mewarnai
perkembangan gula gending tersebut diantaranya
- Generasi I diawal tahun 1930-an, diantaranya
Amaq Sahedep, pedijah
- Generasi II diawal tahun 1940-an diantaranya
Dahmur, Masenah
- Generasi III diawal tahun 1950-an diantaranya
Seham, Srinasip.
BAB III Gula Gending | 59

Rombong atau tangkak yang dipergunakan sebagai


wadah gula gending serta alat musik telah mengalami
perkembangan dari awal dibuat oleh almarhum Amaq
Sahedep. Tangkak yang dibuat oleh almarhum Amaq
Sahedep terdiri dari 3 kotak kecil dan berukuran
lebih besar dibanding dengan tangkak yang saat ini
dipergunakan oleh pedagang gula gending. Fungi dari 3
kotak kecil tersebut adalah 2 kotak sebagai sumber bunyi
dan 1 kotak berfungsi sebagai tempat menyimpan kain/
pakaian dari si penjual gula gending atau menyimpan
perbekalannya selama berjualan.
Tahun 1955, tangkak mengalami perubahan, dimana
perubahan ini dipelopori oleh Bp. Sri Nasip, dengan
merubah tangkak yang terdiri dari 3 kotak kecil diubah
menjadi 6 kotak kecil. Adapun alasan yang mendasari
dilakukannya perubahan ini adalah guna memperoleh
sumber bunyi yang lebih banyak. Dan hal tersebut
bertahan hingga hari ini.

Tangkak sebagai wadah gula gending biasanya


dipesan pada pengrajin tangkak, karena tangkak tidak
hanya sekedar sebagai tempat menyimpan gula gending
namun juga berfungsi sebagai penghasil suara, sehingga
dalam pembuatannyapun tidak bisa dilakukan dengan
sembarangan supaya bunyi yang dihasilkan bagus.
Adapun pengrajin tangkak yang ada di Desa Kembang
Kerang Daya adalah sebagai berikut
60 | Gula Gending di Kabupaten Lombok Timur Provinsi Nusa Tenggara Barat

- Bp. Mujahidin/ H. Taopik Rafii - Bp. Pahmi


- Bp. Kartini/ Lalu Saterum - Bp. Daerani
- Bp. Sukri - Bp. H. Rusli
- Bp. Sulpa - Bp. Siti Imran

Perjalanan gula gending dari mulai dikembangkan


pertama kali di Desa Kembang Kerang Daya hingga hari
ini telah menempuh perjalanan panjang dari generasi
ke generasi. dan pada kondisinya hari ini, gula gending
tak hanya berbicara mengenai bentuk jajanan khas
yang digemari oleh anak-anak namun telah menembus
pada sebuah jajanan yang mencirikan kewilayahan baik
itu dilihat dari asalnya tumbuh yakni Desa Kembang
Kerang Daya atau bisa lebih luas lagi menjadi sebuah
jajanan khas Kabupaten Lombok Timur. Selain sebagai
sebuah jajanan, gula gending juga menempati posisi
sebagai sebuah kesenian khas yang berasal dari
Desa Kembang Kerang Daya dan bahkan mencirikan
kesenian khas dari Lombok Timur, hal ini terlihat dari
beberapa kegiatan festival yang telah diselenggarakan
guna lebih mengangkat dan melestarikan gula gending.
Festival gula gending terakhir kali diselenggarakan oleh
Desa Kembang Kerang Daya, namun karena pandemi,
festival ini gaungnya kurang keras terdengar di luar
Desa Kembang Kerang Daya. Tidak hanya festival,
beberapa kegiatan-kegiatan tingkat kabupaten juga
pernah menggunakan gula gending sebagai salah satu
hiburan, dengan suara rombongnya yang khas dan
BAB III Gula Gending | 61

memainkan lagu-lagu daerah Sasak menjadikan gula


gending sebagai sebuah saajian seni nan sederhana
namun mempunyai nilai yang luar biasa.
Pertunjukkan seni sebagai suatu perwujudan
ekspresi budaya, jika dilaksanakan dengan baik dan
benar, dapat dijadikan wahana untuk memperkuat
kehidupan budaya masyarakat yang menghasilkannya.
Di tengah-tengah perubahan budaya Lombok seperti
sekarang ini pertunjukan seni tradisional seperti Gula
Gending, tampaknya mampu memainkan peranannya
secara optimal sebagai salah satu pilar pertahanan serta
elemen penguat kehidupan budaya sebagaimana yang
diharapkan oleh banyak orang.
Dari waktu ke waktu perkembangan gula gending
sangat signifikan meski harus berhadapan dengan
modernitas yang semakin hari semakin menjepitnya.
Gula gending tak hanya tentang jajanan tradisional
namun gula gending telah berkembang menjadi sebuah
seni tradisi. Seni tradisi adalah gudang penyimpanan
makna-makna kebudayaan masyarakat pendukungnya,
memiliki kontribusi penting membangun karakter
bangsa di tengah era globalisasi. Secara bentuk dan
isi, seni tradisi merupakan media komunikasi spesifik
yang mengandung nilai-nilai estetik dan moral yang
merefleksikan kebeningan nurani dan pencerahan
budhi, dua pondasi utama dari kualitas konstruksi
karakter bangsa. Untuk tampil sebagai budaya tanding
globalisasi, seni tradisi sudah seharusnya mencari posisi
62 | Gula Gending di Kabupaten Lombok Timur Provinsi Nusa Tenggara Barat

strategis atau reposisi kultural yang merepresentasikan


dirinya sebagai modal budaya jati diri bangsa (Mawan,
2012:95-96).

3.2 Pembuatan Gula Gending


Pembuatan gula gending ini akan diabgai menajdi 2
pembahasan, yakni pembuatan gula gending atau rambut
nenek atau arbanat dan pembuatan rombong atau tangkak
sebagai wadah gula gending.

3.2.1. Pembuatan Gula Gending/ rambut nenek/


arbanat
Seperti telah diuraikan diatas bahwa gula gending/
rambut nenek berbahan baku dari gula, dan dipadukan
dengan bahan lainnya, stelah itu diproses sedemikian
rupa hingga jadilah gula gending/ rambut nenek.
Biasanya pada pedagang gula gending membuat gula
gending pada sore atau malam hari, sepulang mereka
dari berjualan. Gula gending yang dibuat malam tersbut
akan dijajakan keesokan harinya.

Adapun bahan-bahan yang diperlukan dalam


membuat gula gending adalah sebagai berikut;

1. Gula Pasir 4. Minyak kelapa/ minyak goreng


2. Air 5. Pewarna (optional)
3. Tepung terigu 6. Vanili
BAB III Gula Gending | 63

Gambar 3.1. Bahan Pembuat Gula Gending

Sumber: Dokumentasi Penulis

Adapun peralatan yang dipergunakan untuk memasak


gula gending adalah sebagai berikut;

5. Wajan.
Wajan yang diperlukan dalam membuat gula gending
sebanyak 3 buah. Dimana ketiganya akan mempunyai
fungsi masing-masing dalam proses pembuatan gula
gending, yaitu
- untuk memasak gula pasir (1 buah)
- untuk memasak tepung (1 buah)
- untuk pendingin (1 buah)

Wajan yang dipergunakan dalam pembuatan gula


gending, dari dulu hingga saat ini tidak mengalami
perubahan.
64 | Gula Gending di Kabupaten Lombok Timur Provinsi Nusa Tenggara Barat

Gambar: 3.2 Wajan

Sumber Dokumentasi Penulis

6. Kompor
Kompor dipergunakan untuk memasak gula pasir,
memasak tepung dengan minyak. Dahulu kompor
yang dipergunakan adalah tungku yang terbuat dari
tanah dan berbahan bakar kayu bakar, namun dalam
perkembangnnya, kompor berubah menjadi kompor
minyak tanah.
Gambar: 3.3 Kompor

Sumber: Dokumentasi Penulis


BAB III Gula Gending | 65

7. Pelebang
Pelebang terbuat dari seng atau bisa juga dibuat dari
karpet plastic dengan ukuran sekitar 3m2. Dalam proses
pembuatan gula gending, alat ini dipergunakan untuk
membentuk gula gending.
Gambar: 3.4 Pelebang

Sumber: Dokumentasi Penulis

8.Sotel
Sotel adalah kayu yang bentuknya bulat seperti stik
drum, panjangnya sekitar 25 cm, jumlahnya sebanyak 3
buah. Dalam pembuatan gula gending, alat ini berfungsi
sebagai alat untuk menarik gula sehingga berbentuk
benang-benang kecil. Dari awal keberadaan gula gending,
alat ini tidak mengalami perkembangan.
Gambar: 3.5 Sotel

Sumber: Dokumentasi Penulis


66 | Gula Gending di Kabupaten Lombok Timur Provinsi Nusa Tenggara Barat

9. Baskom/bak
Baskom dipergunakan sebagai tempat air untuk
mendinginkan gula yang sudah dimasak. Dahulunya
menggunakan paso yaitu bak yang terbuat dari tanah liat
yang berupa gerabah, sedangkan pada saat ini sudah
menggunakan bahan plastik.
Gambar: 3.6 Baskom/ bak

Sumber: Dokumentasi Penulis

10. Pengkores
Pengkores alat yang berbentuk sendok besar
yang digunakan untuk menyendok gula cair dan
memindahkan gula yang sudah dimasak ke tempat
pendinginan.
Gambar: 3.7 Pengkores

Sumber: Dokumentasi Penulis


BAB III Gula Gending | 67

Melihat bahan baku serta peralatan yang di-


pergunakan dalam memproduksi gula gending ternyata
merupakan bahan-bahan serta peralatan yang mudah
ditemukan disekitar. Dari bahan tersebut dan dengan
peralatan tersebut, proses pembuatan gula gending juga
bisa dibilang tidak terlalu rumit. Dari wawancara dengan
pak Pahmi, seorang pedagang gula gending, didapatkan
informasi bahwa untuk membuat gula gending ukuran 1
kg gula pasir diperlukan tepung terigu ¼ kg dan air lebih
kurang 1 ½ gelas. Adapun tahapan pembuatannya adalah
sebagai berikut;
1. Bahan serta peralatan untuk membuat gula
gending disiapkan.
2. Gula pasir dicampur dengan segelas air dalam
wajan, kemudian dipanaskan/ direbus hingga
mendidih. Waktu yang dibutuhkan untuk me-
manaskan gula pasir dan air ini kurang lebih 10
menit.
Gambar: 3.8 Proses Memanaskan Gula dan Air

Sumber: Dokumentasi Penulis


68 | Gula Gending di Kabupaten Lombok Timur Provinsi Nusa Tenggara Barat

3. Setelah mendidih, bisa ditambahkan pewarna


makanan, namun ini optional. Hasil rebusan gula
pasir tersebut kemudian dipindahkan ke wajan
yang lain untuk didinginkan dengan cara diputar-
putar di atas air yang ditempatkan dalam baskom,
sehingga gula menjadi agak keras.

Gambar: 3.9 Proses Mendinginkan Gula

Sumber: Dokumentasi Penulis

4. Tepung terigu dicampur dengan minyak goreng


dalam sebuah wajan lalu dipanaskan sampai
mendidih mendidih.
BAB III Gula Gending | 69

Gambar: 3.10 Proses Mencampur Tepung dengan Minyak

Sumber: Dokumentasi Penulis

5. Gula pasir yang sudah agak mengeras tadi kemudian


diletakkan pada pelebang dan dituangi dengan
campuran terigu dan minyak yang telah mendidih.
Tujuannya supaya gula yang keras tadi menjadi lemas
sehingga mudah dibentuk menjadi benang-benang.
Gambar: 3.11 Proses Melemaskan Gula

Sumber: Dokumentasi Penulis


70 | Gula Gending di Kabupaten Lombok Timur Provinsi Nusa Tenggara Barat

6. Campuran gula dan tepung ditarik-tarik oleh dua


orang dengan cara tertentu dengan mempergunakan
sotel. Proses menarik-narik adonan tersebut sekitar
6-7 menit sehingga terbentuk gula yang berbentuk
benang-benang atau serabut.
Gambar: 3.12 Proses Menarik Membentuk Serabut

Sumber: Dokumentasi Penulis

7. Gula gending telah siap dikonsumsi, dan dimasukkan


ke tangkak.
Gambar: 3.13 Proses Memasukkan Gula Gending ke Tangkak

Sumber: Dokumentasi Penulis


BAB III Gula Gending | 71

3.2.2. Pembuatan Rombong/ Tangkak


Rombong atau tangkak merupakan tempat untuk
menyimpan gula gending yang saat ini terbuat dari bahan
stainless. Seperti telah diuraikan sebelumnya, bahwa
bentuk rombong dari awal gula gending diperkenalkan
hingga hari ini telah mengalami perubahan bentuk.
Semula rombong/ tangkak terdiri dari 3 buah kantong
atau kotak kecil, serta ukurannya lebih besar dibanding
dengan yang sekarang, nada yang dihasilkan jumlahnya
sedikit, karena yang menjadi sumber bunyi hanya 2
kantong, sedangkan 1 kantong lainnya menjadi tempat
penyimpanan kain atau perbekalan dari si penjual.
Namun hingga hari ini rombong/ tangkak telah
mengalami perubahan menjadi 6 kantong atau kotak
kecil. Perubahan tersebut dimulai sekitar tahun 1955
oleh Bapak Sri Nasip. Adapun sketsa rombong dapat
dlihat sebagai berikut;
Gambar: 3.14 Sketsa Rombong Tampak Atas

Sumber: Dokumentasi Penulis


72 | Gula Gending di Kabupaten Lombok Timur Provinsi Nusa Tenggara Barat

Gambar: 3.15 Sketsa Rombong Tampak Depan

Sumber: Dokumentasi Penulis

Penjelasan dari sketsa rombong diatas adalah


sebagai berikut;
– A–D dan B–C adalah bagian tepi dari gula
gending. A–D jaraknya 540 mm
– B–C jaraknya 310 mm.
– Kotak 1 sampai dengan 6 tingginya 138 mm,
tebal 47 mm, lebar 65 mm,
– jarak antara masing-masing kotak 60 mm.
– E adalah lubang sebagai jalan untuk mengambil
harum manis dengan garis tengah 150 mm,
– F merupakan tempat penyimpanan potongan
kertas untuk pembungkus harum manis dengan
garis tengah 120 mm.
BAB III Gula Gending | 73

– Kotak yang berfungsi sebagai sumber nada


adalah kotak 1 s.d. 5, sedangkan kotak ke-6
berfungsi untuk menyimpan uang.
– Kotak-kotak dari 1 s.d. 6 semuanya tidak
tertutup.

Nada-nada do, re, mi pada kotak gula gending tidak


berurutan, bisa saja nada do di urutan kedua atau nada mi
di urutan kelima (Anwar, 2010). Instrumen ini dimainkan
dengan cara memukulkan 1 jari ke arah kotak kaleng
dan jari yang dipukulkan bebas sesuai kemauan pemain.
Keseluruhan kotak kaleng ialah enam buah namun yang
digunakan untuk menghasilkan nada berjumlah lima
buah. Lagu-lagu yang dapat dimainkan oleh pedagang
gula gending antara lain: Semarang (Sembarang), Bua Oda
(Pinang Muda), Tempong Gunung (Menembus Gunung),
Enyek Setoe (tekan sebelah), Turun Tangis (mulai menangis)
dan Bao Daya (teduh pikiran). Nama lagu-lagu tersebut
menunjukkan situasi atau lambang.
Pada saat lagu dimainkan orang-orang yang
tertarik mendengar bunyi-bunyi yang berasal dari
keterampilan pedagang dalam memainkan Gula Gending
akan berkumpul dan tidak jarang kemudian membeli
harum manis yang dijual. Dapat dikatakan bahwa
dimainkannya lagu dalam Gula Gending adalah sebagai
cara untuk melakukan promosi terhadap harum manis
kepada masyarakat (Triyanuartha, 2015:81).
74 | Gula Gending di Kabupaten Lombok Timur Provinsi Nusa Tenggara Barat

Pembuatan rombong atau tangkak membutuhkan


waktu mulai dari 1 sampai 4 pekan. Adapun peralatan
yang dipergunakan untuk membuat rombong adalah
sebagai berikut ;
1. Mal atau ukuran bentuk dasar dari rombong.
2. Gunting plat untuk menggunting lembaran plat
stainless scbagai bahan dasar pembuatan tangkak.
3. Tang sebagai alat penjepit dan memegang
sambungan seng.
4. Obeng membuat lobang dan pembuatan keling
pada sambungan seng.
5. Palu besi dan palu kayu sebagai alat pemukul
meratakan lembaran seng dan pembuat lobang
serta sambungan.
6. Solder dan cepang patri untuk mensolder
sambungan bahan-bahan.
7. Kikir menghaluskan permukaan sambungan.
8. Cotel terbuat dari kayu dengan panjang kirn-
kira 15 cm menyelaraskan bentuk dan bunyi
dari masing-masing kotak.
9. Cepang dempul-mendempul bagian yang masih
belum sempuma .
10. Kuas untuk mengecat tabung yang sudah selesai.
11. Kompor/tungku solder sebagai pemanas timah
patri.
BAB III Gula Gending | 75

Gambar: 3.16 Peralatan Untuk Membuat Rombong

Sumber: Dokumentasi Penulis

Sedangkan bahan-bahan yang dibutuhkan dalam


membuat rombong adalah sebagai berikut:
1. Satu Lembar plat stainless
2. Timah
2. Tali
4. Cat dan dempul
5. Minyak tanah sebagai bahan bakar

Tahapan pembuatan rombong adalah sebagai


berikut :
1. Pembuatan bagian atas dan bawah dari bahan
plat seng yang digunting berbentuk setengah
lingkaran dengan diameter lebih kurang 54 cm.
2. Bagian atas dibuat lubang sebanyak 2 buah dengan
diameter masing-masing 15 cm dan 12 cm
76 | Gula Gending di Kabupaten Lombok Timur Provinsi Nusa Tenggara Barat

3. Bagian pinggir berbentuk persegi panjang


dengan panjang menyesuaikan dengan keliling
alas dan bagian pinggir alas.
Gambar: 3.17 Menyiapkan Plat Stainless Sebagai Bahan Dasar
Pembuatan Rombong

Sumber: Dokumentasi Penulis

Gambar: 3.18 Menggunting Plat Sesuai Dengan Mal

Sumber: Dokumentasi Penulis


BAB III Gula Gending | 77

4. Membentuk tabung berbentuk lingkarang


dengan diameter 15 cm dan 12 cm cengan tinggi
sekitar 5 cm.
5. Membuat kantong-kantong yang berbentuk
persegi panjang dengan tinggi 14,5 cm, lebar 12
cm, dan tebal 5 cm sebanyak 6 buah.
6. Bagian-bagian itu kemudian disatukan dengan
solder yang dipatri dengan timah.
Gambar: 3.19 Membersihkan Kantong Sebelum Disatukan

Sumber: Dokumentasi Penulis

7. Bagian-bagian yang telah disatukan diselaraskan


dengan kombinasi susunan yang baik sehingga
tampak lebih menarik.
8. Bagian-bagian yang belum sempuma didempul
dan dicat.
78 | Gula Gending di Kabupaten Lombok Timur Provinsi Nusa Tenggara Barat

Gambar: 3.20 Menyatukan Bagian-bagian Rombong

Sumber: Dokumentasi Penulis


Gambar: 3.21 Rombong Sudah Jadi

Sumber: Dokumentasi Penulis

9. Menyelaraskan nada-nada yang dihasilkan oleh


masing-masing kantong. Proses penyelasaran nada
ini dilakukan dengan mempergunakan palu kayu
dan sotel yang panjanganya sekitar 15 cm.
BAB III Gula Gending | 79

10. Membuat tempat tali pada bagian pinggir.


11. Memasang tali yang berfungsi untuk meng-
gendong rombong. Panjang tali sekitar 1, 5
meter.
Gambar: 3.22 Melakukan Penyetelan Bunyi

Sumber: Dokumentasi Penulis

Menurut penuturan Bapak Pahmi yang menekuni


pembuatan gula gending serta rombong atau tangkak,
bahwa untuk membuat tangkak dibutuhkan biaya sekitar
Rp.500.000,00 dan dijual dikisaran harga Rp1.000.000,00
– Rp.1.500.000,00 untuk tangkak dengan kapasitas 1-3 kg.
uniknya dalam penjualan tangkak ini, seringkali tidak
dibayar secara tunai melainkan diangsur beberapa kali
tergantung dengan kesepakatan antara pengrajin tangkak
dengan pembelinya. Dan yang unik lagi, selain membuat
tangkak baru, para pengarjin tangkak ini juga menerima
80 | Gula Gending di Kabupaten Lombok Timur Provinsi Nusa Tenggara Barat

reparasi tangkak yang mengalami kerusakan baik rusak


secara fisik seperti perekatnya mulai tidak menempel,
berlubang kecil sampai dengan untuk mereparasi suara
atau penyelarasan suara yang dihasilkan oleh tangkak.
Penggunaan tangkak dalam berjualan gula gending
juga dipengaruhi oleh selera pemakainya. Seringkali
tangkak yang dipergunakan untuk menjual gula gending
dihiasi oleh berbagai macam gambar atau tulisan sesuai
selera pemakainya. Hal ini dilakukan untuk menarik
pembeli dan tentu saja untuk kepuasan sang pemakai
tangkak itu sendiri. Dengan menggunakan tangkak yang
sesuai selera, maka akan menambah semangat dalam
melakukan aktivitas berjualan gula gending. Selain
memberikan hiasan, seringkali pemilik tangkak tidak
sembarangan mengijinkan orang lain untuk menyentuh
bahkan memukul tangkaknya, hal ini dilakukan untuk
menjaga suara yang dihasilkan oleh tangkak. Beda orang
yang memegang atau bahkan memukul, maka akan
mengakibatkan suara tangkak menjadi sumbang.

3.3 Pemasaran Gula Gending


Menjual gula gending merupakan aktivitas ke-
seharian para pedagang gula gending, mereka mengawali
aktivitasnya di pagi hari setelah selesai sholat subuh.
Dengan menggendong rombong yang telah berisi gula
gending, para pedagang ini memulai hari dengan
berjalan berkeliling menjajakan gula gending dan kembali
kerumah saat sore atau malam hari sekitar isya’.
BAB III Gula Gending | 81

Perkembangan pembangunan sarana transportasi,


sekarang para penjual gula gending ini mempergunakan
sarana transportasi yang ada guna menjangkau lokasi
atau daerah nan jauh untuk menjajakan gula gending,
setelah turun dari sarana transportasi mereka baru berjalan
berkeliling. Selain menggunakan transportasi umum,
para pedagang ini juga memakai kendaraan bermotor
untuk menjangkau daerah tempat menjajakan gula
gending. Aktivitas berjalan kaki berkeliling menjajakan
gula gending dengan memainkan musik dengan tangkak
sebagai alat musik masih dilakukan hingga saat ini dengan
menggunakan kostum berupa baju, celana panjang,
membawa handuk, sarung serta memakai topi. Atribut
yang dikenakan oleh para pedagang gula gending ini
tentunya mempunyai alasan tersendiri. Mengenakan topi
merupakan upaya mereka untuk menghalau panas mentari
tatkala berkeliling menjajakan gula gending, baju lengan
panjang merupakan upaya mereka melindungi badan dari
sengatan sinar matahari tatkala berkeliling, handuk kecil
dibawa untuk membersihkan keringat atau kotoran yang
menempel di badan ketika mereka berjalan kaki berkeliling
menjajakan dagangannya, dan sarung mereka pergunakan
untuk menjalankan ibadah. Hal ini tentu saja dipengaruhi
oleh religi yang mereka anut, yakni agama Islam, mengingat
mayoritas penduduka di Desa Kembang Kerang Daya
beragama Islam. Dan hal ini juga mempunyai makna
tersendiri bagi para pelaku gula gending, bahwa dalam
82 | Gula Gending di Kabupaten Lombok Timur Provinsi Nusa Tenggara Barat

menjemput rejeki mereka tetap menjaga hubungannnya


dengan Tuhan Sang Pemberi Rejeki.
Dari sisi fashion, penampilan dari pelaku gula
gending saat menjajakan dagangannya merupakan hal
unik, dimana penampilan mereka sangat menggambarkan
tentang kesederhanaan hidup dan kepatuhan kepada
ajaran agama yang dianut.
Gambar: 3.23
Pedagang Gula Gending Tengah Dikerumuni Anak-anak

Sumber: Dokumentasi Penulis

Pada saat berkeliling menjual gula gending, para


penjual guka gending ini sambil membunyikan tangkak
dengan cara memukul tangkak dengan pola tertentu
sehingga menimbulkan bunyi nan kha untuk menarik
calon pembelinya. Biasanya dalam memukukl tangkak
ini, mereka memakainkan lagu-lagu Sasak, dimana lagu-
BAB III Gula Gending | 83

lagu ini tidak asing di telinga para calon pembelinya,


sehingga memudahkan calon pembeli mengenali alunan
suara yang dimainkan oleh penjual gula gending.
Adapun lagu-lagu yang sering kali dimainkan oleh
para penjual gula gending saat berkeliling menjajakan
gula gending diantaranya Semarang (Sembarang), Bua
Oda (Pinang Muda), Tempong Gunung (Menembus
Gunung), Enyek Setoe (tekan sebelah), Turun Tangis (mulai
menangis) dan Bao Daya (teduh pikiran). Disamping lagu-
lagu Sasak, ada beberapa penjual gula gending yang telah
mengembangkan pengetahuannya dengan memainkan
lagu-lagu yang lagi terkenal saat ini. Sehingga tak hanya
anak-anak atau masyarakat lokal saja yang tertarik untuk
melihat bahkan ingin mencicipi gula gending.
Gambar: 3.24 Pedagang Gula Gending Saat Berkeliling

Sumber: Dokumentasi Penulis


84 | Gula Gending di Kabupaten Lombok Timur Provinsi Nusa Tenggara Barat

Selain menjual gula gending dengan cara


berkeliling, saat ini para penjual gula gending juga
melayani pemesanan dari masyarakat yang akan
menyelenggarakan hajatan atau acara lainnya. Hal ini
merupakan pengembangan dari sisi sosial terhadap gula
gending, dimana gula gending yang semula muncul
dan berkembang di jalanan, saat ini gula gending telah
mampu menempatkan dirinya sebagai makanan ringan
dalam acara-acara di masyarakat. Selain rasanya yang
manis, pengemasan nan praktis, sisi nostalgia dari
masyarakat yang sedang melangsungkan hajat juga
menjadi beberapa alasan muculnya pemesanan gula
gending untuk acara-acara sosial kemasyarakatan.

Gambar: 3.25 Pedagang Gula Gending dan Anak-anak

Sumber: Dokumentasi Penulis


BAB III Gula Gending | 85

Perkembangan dunia yang semakin pesat juga


memberikan pengaruh kepada keberlangsungan gula
gending, yang semula muncul berkembang di Desa
Kembang Kerang Daya dengan menjajakannya secara
berjalan keliling di akwasan desa tersebut, dengan
adanya perkembangan pembangunan sarana dan
prasarana transportasi, kini para pelaku gula gending
mampu memperlebar sayapnya dalam menjajakan gula
gending. Mereka tak hanya menjajakan di kawasan desa
mereka, namun telah mampu menjajakan gula gending
ke daerah lain baik di pulau Lombok bahkan telah ada
pula yang keluar pulau Lombok. Para pedagang gula
gending bahkan sudah menyentuh daerah ujung barat
dan timur Indonesia. Hal itu bermula dari Lombok
sekira tahun 1970-an, terus ke Sumbawa, Sumatera,
Jawa, Kalimantan, Sulawesi, dan bahkan Papua
(Wahyuni, 2022:28).
Selain dari pengaruh perkembangan sarana dan
prasarana transportasi, geliat pariwisata yang terjadi
di pulau Lombok juga memberikan pengaruh pada
perkembangan gula gending. Produk yang sederhana dan
cara menjajakannya yang khas membuat gula gending
menjadi sebuah fenomena yang menarik perhatian
bagi para pengunjung pulau Lombok, khususnya di
Kabupaten Lombok Timur.
Dikutip dari http://literasipariwisata.com/index.
php/2021/05/27/gule-gending-ikon-desa-kembang-
kerang-daya/, Kepala Desa Kembang Kerang Daya,
86 | Gula Gending di Kabupaten Lombok Timur Provinsi Nusa Tenggara Barat

Daeng Muzakir Mukhtat, SE. pernah menyampaikan


bahwa pada tahun 2018 pernah ada dua orang wisatawan
asal amerika mengunjungi Desa Kembang Kerang Daya
untuk melihat dari dekat proses pembuatan gula gending
serta rombongnya. Dalam kunjungannya tersebut,
kedua wisatawan ikut belajar membuat gula gending
dan memainkan musik dengan menggunakan rombong
gula gending. Kedua wisatawan ini tertarik dengan
kepiawaian pedagang gula gending yang memainkan
lagu-lagu dengan rombong mereka.
Kehadiran dan ketertarikan dua wisatawan asing
diatas merupakan awal dari sebuah tantangan bagi
para pelaku gula gending di Desa Kembang Kerang
Daya, dimana mereka harus mulai membuka diri untuk
berinteraksi dengan orang luar dalam hal berbagi
informasi mengenai khasanah musik yang dihadirkan
melalui permainan rombong gula gending. Tantangan
yang dimaksudkan adalah tentang bagaimana para
pedagang gula gending ini harus memperbaiki pola
interaksi dengan orang lain, dimana selama ini pola
interaksi yang terjadi adalah hubungan antara penjual
dan pembeli, dan dengan adanya ketertarikan orang luar
yang ingin belajar mengenai gula gending, maka pola
yang akan terjadi adalah berbagi informasi serta mentoring
kepada orang lain untuk memainkan musik gula
gending. Hal tersebut tentunya membutuhkan modal dan
pendampingan yang tentu saja bisa dilakkukan oleh Desa
Kembang Kerang Daya maupun Pemerintah Kabupaten
BAB III Gula Gending | 87

Lombok Timur untuk mendampingi serta memperbarui


keterampilan berkomunikasi para pelaku gula gending.

Gambar: 3.26 Aksi Wisatawan Memainkan Tangkak

Sumber: http://literasipariwisata.com/index.php/2021/05/27/Gula-
gending-ikon-desa-kembang-kerang-daya/ diakases 1 Maret 2022

Selain menjadi sebuah tantangan bagi pelaku gula


gending serta stakeholder lainnya di ranah birokrasi
pemerintahan desa maupun kabupaten. Interaksi antara
wisatawan asing dengan pelaku gula gending merupakan
sebuah ranah untuk melakukan promosi terhadap produk
yang telah diturunkan dari generasi ke generasi ini.
Ditengah derasnya laju modernisasi gula gending masih
mampu bertahan dan menjadikannya sebagai sebuah
daya tarik bagi orang di luar Lombok untuk berkunjung
ke Lombok, khususnya Desa Kembang Kerang Daya,
Kabupaten Lombok Timur.
88 | Gula Gending di Kabupaten Lombok Timur Provinsi Nusa Tenggara Barat

Nostalgia masa lalu yang pernah terbentuk dengan


gula gending perlu dibangkitkan kembali sebagai
wadah dalam melakukan promosi gula gending, selain
mempromosikan gula gending sebagai makanan ringan,
juga mempromosikan keunikan bermain musik dengan
menggunakan rombong gula gending. Salah satu
contoh nostalgia terhadap keberadaan gula gending
pernah dilakukan oleh gubernur Nusa Tenggara Barat,
Zulkieflimansyah. Beliau membagikan fotonya dengan
mengenakan perlengkapan gula gending.

Gambar: 3.27
Gubernur Nusa Tenggara Barat Bernostalgia Dengan Gula Gending

Sumber: https://koranntb.com/2021/01/03/gubernur-ntb-mendadak-
jadi-penjual-gula-gending-di-awal-tahun/, diakses 1 Maret2022
BAB III Gula Gending | 89

Dalam berita https://koranntb.com/2021/01/03/


gubernur-ntb-mendadak-jadi-penjual-gula-gending-di-
awal-tahun/, gubernur Nusa Tenggara barat membagikan
fotonya tengah berada di tepi pantai, menggunakan
kaos merah dengan celana pendek, menggunakan
alat musik pada gula gending, sembari memegang
manisan yang seperti akan dijual. Dalam berita tersebut
dituliskan bahwa, gubernur Nusa Tenggara Barat
tengah bernostalgia dengan masa kecilnya. Di mana
ia sering menanti pedagang gula gending yang lewat
sembari memainkan alat musik tradisional. Bahkan, dia
juga berfoto bersama pria paruh baya yang merupakan
pedagang asli dari gula gending itu sendiri.
Aksi-aksi sederhana dari pemegang kebijakan
tersebut merupakan wahana dalam mempromosikan
gula gending sebagai sebuah makanan ringan khas yang
berasal dari Desa Kembang Kerang Daya, Kabupaten
Lombok Timur. Dengan menggali ingatan masa lalu
memunculkan dampak terhadap upaya kebertahanan
gula gending sebagai salah satu kebudayaan yang telah
mengalami perjalanan waktu nan lumayan panjang,
serta sebagai salah satu alternatif bidang usaha sebagai
mata pencaharian.
Kemampuan bertahan para pelaku gula gending
di tengah himpitan perkembangan masa serta desakan
dari munculnya stereotipe di kalangan masyarakat
yang memojokkan pedagang gula gending, seperti
jajanan tersebut kurang bersih serta mengandung
90 | Gula Gending di Kabupaten Lombok Timur Provinsi Nusa Tenggara Barat

bahan berbahaya bagi kesehatan terlebih lagi apabila


dikonsumsi terlalu banyak dapat membuat batuk, serta
anggapan bahwa gula gending juga identik dengan
konsumsi masyarakat kelas menengah ke bawah,
merupakan sebuah perjuangan yang perlu dihargai.
Lewat kebertahannya tersebut Kabupaten Lombok
Timur memiliki mata budaya yang mampu diangkat
sebagai sebuah ikon daerah yang dampaknya dapat
dirasakan oleh semua pihak.
Gula gending tak hanya tentang makanan manis
yang dikemas secara sederhana namun, gula gending
juga merupakan fenomena bermain musik yang unik.
Rombongan yang dibuat secara sederhana ternyata
mampu mendengungkan lagu-lagu daerah maupun
lagu-lagu kekinian yang mampu dikembangkan menjadi
sebuah atraksi hiburan dalam mendukung pengembangan
budaya Kabupaten Lombok Timur.
Konsep musik dan dinamika budaya dikatakan
bahwa tidak ada budaya yang lolos dari perubahan dari
waktu ke waktu. Budaya merupakan hal yang stabil
sehingga terus berlanjut dengan perubahan yang terjadi.
Perubahan tersebut dapat terjadi pada masa lampau
atau saat ini. Perubahan yang berasal dari dalam budaya
tersebut disebut inovasi sedangkan yang berasal dari
luar budaya disebut akulturasi.
Perubahan budaya memiliki empat buah proses
yang terlebih dahulu dilakukan inovasi kemudian
inovasi tersebut diterima secara sosial, lalu inovasi yang
BAB III Gula Gending | 91

diterima secara sosial itu pun mengalami penyisihan


hingga akhirnya menyatu dengan elemen budaya dan
diterima sebagai bagian fungsi secara keseluruhan.
Perubahan ini juga terjadi dalam musik namun yang
ingin ditekankan di sini ialah mengenai penyebab dan
akibat dari perubahan musik tersebut.
Disebutkan di sini bahwa perubahan internal dalam
musik berasal dari konsep diadakannya musik tersebut
di dalam budaya. Penelitian yang telah dilakukan
terhadap proses dan alasan perubahan dalam musik
akan diperoleh dua hal yaitu terjadi pada musisi yang
pindah dari budaya tradisional menuju budaya urban
dan musisi yang berada pada kondisi baru, apapun
jenis organisasinya maka akan tercipta sosialitas dan
musikalitas (Merriam, 1964:303-304, 318).
Berdasar sudut pandang tersebut maka dapat
dijelaskan bahwa perkembangan pertunjukan musik
gula gending pada masa lalu yang hanya menggunakan
dua kantong dalam rombongnya menjadi lima kantong
dalam rombong merupakan upaya yang ditempuh
untuk menghasilkan nada yang lebih komplek, sehingga
mampu membawakan lagu-lagu yang lebih banyak dan
beragam. Upaya-upaya yang pernah dilakukan oleh
para pelaku gula gending dalam memainkan music
secara berkelompok merupakan bentuk inovasi dalam
ranah bermusik, dimana gula gending menunjukkan
kemampuannya untuk mengadopsi lagu-lagu kekinian
sehingga mampu menjamah konsumen muda.
92 | Gula Gending di Kabupaten Lombok Timur Provinsi Nusa Tenggara Barat

Disamping itu inovasi tersebut juga memberikan ranah


berkreasi bagi para musisi untuk menggali lebih dalam
mengenai kemampuan bermusik dari rombong yang
sederhana. Proses-proses kreatif tersebut merupakan
dampak dari ketekunan para pelaku gula gending untuk
menjadikan gula gending sebagai sarana dalam bertahan
hidup serta ketekunan para pelaku gula gending dalam
menggali tinggalan budaya para pendahulunya. Meski
hal tersebut kemungkinan tidak direncanakan secara
matang namun dengan inisiatif-inisiatif sederhanan
tersebut ternyata mampu menopang pemasaran gula
gending yang dampaknya memunculkan sebuah karya
nyata dalam mempertahankan budaya.
Banyak hal yang dapat dikerjakan dalam rangka
memasarkan gula gending sebagai sebuah produk
makanan tradisional, dan sebagai sebuah karya musik
tradisional, dalam rangka mengembangkan pariwisata
dan mendinamisasi geliat perekonomian masyarakat.
Namun semua kembali pada pelaku gula gending itu
sendiri, bagaimana mengembangkan keterampilannya
dalam bermusik dengan mempergunakan rombong,
karena hal ini bukan hal sederhana, karena mem-
butuhkan ketekunan dan keberanian diri untuk
melakukan proses belajar. Disamping itu dukungan
dari para stakeholder baik yang berasal dari pemerintah
maupun non pemerintah dalam mengelola kekayaan
budaya yang berasal dari Desa Kembang Kerang Daya,
Kabupaten Lombok Timur ini sangat diperlukan,
BAB III Gula Gending | 93

dimana ketika berbicara mengenai pengembangan gula


gending tak terlepas dari upaya dalam memunculkan
kestabilan perekonomian khususnya bagi para pelaku
gula gending. Karena para pelaku gula gending ini
menjalankan usaha gula gending dengan motif ekonomi
sebagai unsur dasarnya. Butuh perencanaan yang sangat
komprehensif dari sisi stakeholder untuk mendorong
pemasaran gula gending sebagai sebuah produk
teknologi tradisional, karena akan menyingung banyak
sisi dan membutuhkan keseriusan dalam penanganan
dalam waktu yang panjang tentunya.
94 | Gula Gending di Kabupaten Lombok Timur Provinsi Nusa Tenggara Barat
BAB IV
FUNGSI DAN NILAI GULA GENDING

4.1 Fungsi Gula Gending

Desa Kembang Kerang Daya, salah satu desa di


wilayah adminsitratif Kabupaten Lombok Timur
menyimpan kekayaan alam, sosial, serta budaya yang
beragam, salah satunya kekayaan di bidang teknologi
tradisional. Salah satu teknologi tradisional yang dimiliki
oleh masyarakat Desa Kembang Kerang Daya adalah
gula gending. Gula gending merupakan makanan sejenis
gulali atau manisan yang dijual dalam wadah yang
sekaligus berfungsi sebagai gendang yang dimainkan
untuk menarik calon pembeli. Gula gending tak
hanya dipergunakan oleh masyarakat setempat untuk
memenuhi kebutuhan ekonominya, namun teknologi
tradisional ini juga mempunyai berbagai fungsi dalam
kehidupan mereka.

| 95
96 | Gula Gending di Kabupaten Lombok Timur Provinsi Nusa Tenggara Barat

Nasikum dalam (Purna 2004:111) menyatakan


bahwa setiap setiap tindakan manusia berfungsi untuk
kelangsungan hidup mereka. Walaupun manusia
mempunyai kemampuan untuk memfungsikan ke-
mampuannya semaksimal mungkin dalam berinteraksi
terutama antara manusia dengan alam, manusia
dengan manusia, dan manusia dengan Tuhan, maka
interaksi itu sangat diperlukan. Tujuan ini pada intinya
untuk membimbing, mengajak, dan memaksa warga
masyarakat agar mematuhi nilai-nilai atau norma yang
berlaku.
Fungsi dalam penelitian ini merujuk pada peng-
gunaan gula gending dalam kehidupan masyarakat
Desa Kembang Kerang Daya. Dalam menganalisis
fungsi ini dipergunakanlah teori fungsi, yang tidak bisa
dilepaskan begitu saja dari apa yang disebut dengan
struktur. Jadilah kemudian teori dipergunakan dalam
analisis adalah teori fungsional struktural dari Talcott
Parsons.
Adapun teori yang Talcott Parsons yang dipergunakan
dalam analisis ini adalah teori AGIL, dimana dalam
teori ini, fungsi merupakan suatu gugusan aktivitas
yang diarahkan untuk memenuhi satu atau beberapa
kebutuhan sistem. Karena itu ada empat imperatif
fungsional yang diperlukan seluruh sistem, termasuk
juga sistem yang terdapat dalam gula gending. Secara
bersama-sama, keempat imperatif fungsional tersebut,
yang disebut sebagai skema AGIL harus dijalankan agar
BAB IV Fungsi dan Nilai Gula Gending | 97

sistem terus dapat bertahan hidup. Keempat fungsi


tersebut adalah:
1. Adaptasi: sistem harus mengatasi kebutuhan
situasional yang datang dari luar. Ia harus
beradaptasi dengan lingkungan dan me-
nyesuaikan lingkungan dengan kebutuhan-
kebutuhannya.
2. Goal Attainment (pencapaian tujuan): sistem
harus mendefinisikan dan mencapai tujuan-
tujuan utamanya.
3. Integration: sistem harus mengatur hubungan
bagian-bagian yang menjadi komponennya.
Ia harus mengatur hubungan antar ketiga
imperative fungsional tersebut (A, G, I, L)
4. Latensi (pemeliharaan pola): sistem harus
melengkapi, memelihara dan memperbaharui
motivasi individu dan pola-pola budaya yang
mempertahankan motivasi tersebut (Ritzer,
2010:257).

Organisme behavioral, adalah sistem tindakan


yang menangani fungsi adaptasi dengan menyesuaikan
diri dan mengubah dunia luar. Sistem kepribadian
menjalankan fungsi pencapaian tujuan dengan men-
definisikan tujuan sistem dan memobilisasi sumber daya
yang dipergunakan untuk mencapainya. Sistem sosial
menangani fungsi integrasi dengan mengontrol bagian-
98 | Gula Gending di Kabupaten Lombok Timur Provinsi Nusa Tenggara Barat

bagian yang menjadi komponennya. Akhirnya sistem


kultural menjalankan fungsi latensi dengan membekali
aktor dengan norma dan nilai-nilai yang memotivasi
mereka untuk bertindak.
Berpijak pada teori tersebut maka gula gending
yang tumbuh dan berkembang pada masyarakat Desa
Kembang Kerang Daya mempunyai fungsi, antara lain ;

1) Fungsi Sebagai Sarana Pendidikan


Profesi sebagai pedagang gula gending tentu terlihat
sangat sederhana, mohon maaf kerapkali juga dianggap
usaha “recehan”. Akan tetapi, dari profesi inilah sebagain
besar anak-anak di Desa Kembang Kerang Daya menjadi
sarjana, magister dan bahkan doktor. Pengelanaan para
penjual gula gending ke berbagai wilayah di Indonesia,
selain bertujuan mencari rezeki untuk menyambung
hidup, juga untuk biaya anak-anak mereka yang sedang
sekolah dan atau kuliah. Maka tidak heran, sarjana-
sarjana di Desa Kembang Kerang Daya, yang kini sudah
berprofesi sebagai guru, dosen, PNS dan lain-lain adalah
sebagain besar anak-anak penjual gula gending.
Aspek pendidikan yang lainnya yang terkandung
dalam gula gending adalah sebagai sarana dalam
melestarikan lagu-lagu daerah. Hal ini terlihat dari
kebiasaan para pedaggang gula gending memainkan
lagu-lagu daerah Sasak dengan memukul rombong
atau tangkak saat menjajakan gula gending. Diketahui
bersama bahwa dalam lagu-lagu atau syair lagu daerah
BAB IV Fungsi dan Nilai Gula Gending | 99

sangat mengandung nasihat, pendidikan serta ajaran


agama yang sudah akrab di telinga masyarakat. Tidak
dapat diragukan lagi bahwa gula gending dapat
menjadi media komunikasi antar siapapun, dimanapun
dan hampir dalam setiap kesempatan saat berjualan
dengan instrumen. Lagu-lagu yang seringkali dimainkan
oleh pedagang gula gending antara lain: Semarang
(Sembarang), Bua Oda (Pinang Muda), Tempong Gunung
(Menembus Gunung), Enyek Setoe (tekan sebelah), Turun
Tangis (mulai menangis) dan Bao Daya (teduh pikiran).

2) Fungsi Sebagai Hiburan


Fenomena para pedagang gula gending saat
menjajakan dagangannya dengan memainkan music dari
rombongnya merupakan sajian hiburan tersendiri bagi
masyarakat. Para pelaku gula gending dalam kesempatan
forum diskusi yang diadakan dalam rangka menggali
data mengenai gula gending menceritakan bahwa mereka
sering diminta oleh masyarakat untuk memainkan
beberapa lagu daerah dengan rombongnya saat mereka
menjajakan gula gending, dan atas permintaan tersebut
mereka diberikan bayaran lebih. Hal ini menunjukkan
bahwa gula gending mampu memberikan sarana hiburan
kepada masyarakat dalam bentuk esembel. Tak jarang
juga dilakukan pagelaran musik dengan menghadirkan
gula gending secara berkelompok.
I Nyoman Triyanuartha dalam tulisannya:
“Eksistensi Gula Gending di dalam Dinamika Budaya
100 | Gula Gending di Kabupaten Lombok Timur Provinsi Nusa Tenggara Barat

Lombok”. Identitas Pulau Lombok sebagai tempat


berdiamnya suku Sasak antara lain ditandai oleh warisan
budaya tak benda yang disebut gula gending. Gula
gending merupakan salah satu jajanan kas Kembang-
kerang yang menyerupai rambut nenek-nenek.
Menurut Triyanuartha gula gending merupakan sebuah
pertunjukan musik yang dimainkan ketika pedagang
harum manis mepromosikan barang dagangannya
untuk menarik perhatian calon pembeli (2015:80).

3) Fungsi Ekonomi
Kemunculan gula gending di Desa Kembang Kerang
Daya dilatar belakangi oleh pemenuhan kebutuhan
ekonomi. Proses pembuatannya yang tidak rumit
memberikan peluang bagi siapapun saat itu untuk dapat
melakukannya sebagai sarana pemenuhan perekomian
mereka. Pembuat Gula Gunding memilih usaha
tersebut sebagai usaha mereka karena usaha tersebut
merupakan pekerjaan yang sesuai dengan kemampuan
mereka, karena di dalam Islam mengajarkan seorang
muslim untuk memilih pekerjaan yang sesuai dengan
dirinya atau pekerjaan yang dapat di tunaikan sesuai
kemampuan dan kapasitasnya. Pembuat gula gending
menggunakan uang mereka sebagai modal usaha Gula
Gending agar uang yang mereka miliki menjadi lebih
produktif sehingga dapat menjamin kelangsungan hidup
mereka di masa yang akan datang. Dan hal ini berlanjut
secara turun temurun hingga hari ini. Bisa dikatakan
BAB IV Fungsi dan Nilai Gula Gending | 101

produksi gula gending tidak membutuhkan modal


yang besar, namun bisa menghasilkan pendapatan
yang cukup untuk menopang kebutuhan perekonian,
bahkan mampu untuk menopang pendidikan bagi anak-
anaknya.
Hingga tanpa disadari oleh para pelakunya,
aktivitas mereka dalam memenuhi kebutuhan ekonomi
ini mampu memberikan warna lain dalam khasanah
pelestarian budaya.

4) Fungsi Pelestarian Budaya


Kebiasaan para pedagang gula gending yang
memainkan lagu-lagu daerah Sasak dalam menjajakan
gula gending ternyata mampu memberikan dukungan
dalam pelestarian budaya. Dalam perkembangan
modernisasi, kita ketahui bersama bahwa banyak budaya
yang mulai tergeserkan dengan hal-hal baru, terutama
dalam bidang kesenian. Kesenian baru khususnya
music serta lagu-lagu masa kini seringkali menggeser
keberadaan lagu daerah, sehingga meminggirkan
lagu daaerah yang dampaknya lagu daerah menajdi
terlupakan oleh generasi saat ini dan generasi
mendatang. Namun dengan keberadaan gula gending,
eksistensi dari lagu daerah Sasak pada khususnya
mampu dipertahankan. Kebiasaan mereka memainkan
lagu-lagu Sasak memberikan pengingat pada siapapun
yang mendengarnya, dengan demikian lagu daerah
102 | Gula Gending di Kabupaten Lombok Timur Provinsi Nusa Tenggara Barat

mampu dipertahanka bahkan dikembangkan melalui


sarana tangkak pada gula gending.

5) Fungsi Diplomasi Budaya


Diplomasi adalah salah satu alat utama yang
digunakan negara dalam pelaksanaan politik luar negeri
dan pencapaian kepentingan nasional yang kemudian
bisa menjadi nilai tawar atau state branding sebuah
negara sehingga juga dapat membangun citra atau
image dari sebuah negara. (KM Panikkar, 1995 : 3).
Diplomasi kebudayaan adalah usaha memperjuangkan
kepentingan nasional suatu negara melalui kebudayaan,
secara mikro, seperti olahraga, dan kesenian, atau
secara makro misalnya propaganda dan lain-lain, yang
dalam pengertian konvensional dapat dianggap sebagai
bukan politik, ekonomi, ataupun militer. (Tulus Warsito
dan Wahyuni Kartikasari, 2007 : 5). Konsep mengenai
diplomasi budaya tersebut tentu saja bisa diterapkan
dalam ranah yang lebih sempit, yakni untuk ranah
daerah. Dalam hal ini adalah upaya yang dilakukan
sebuah daerah untuk mempengaruhi publik dalam
rangka memperkenalkan daerahnya sehingga publik
tertarik untuk berkunjung ke daerahnya. Jalur diplomasi
dengan menggunakan kebudayaan tentu saja dipandang
efektif dan efisien, disamping tidak membutuhkan
biaya yang besar namun dapat memberikan dampak
yang cukup kuat. Karena pada hakekatnya kebudayaan
merupakan sesuatu yang bersifat komunikatif, dapat
BAB IV Fungsi dan Nilai Gula Gending | 103

dipahami dengan mudah oleh semua kalangan dengan


latar belakang budaya yang berbeda-beda. Hal positif
dari kebudayaan adalah dapat membuka jalan agar
dapat tercapai tujuan dari diplomasi kebudayaan.
Kebudayaan mempunyai arti yang luas karena sebagai
suatu dimensi yang makro, kebudayaan bukan sekedar
suatu kesenian atau adat istiadat saja tetapi merupakan
segala bentuk hasil dan upaya budi daya manusia
terhadap lingkungan.
Gula gending yang dimiliki oleh masyarakat
Desa Kembang Kerang Daya telah menempuh proses
panjang dari generasi ke generasi dan telah mengalami
perubahan fungsi, dari makanan yang hanya bisa
dinikmati oleh golongan masyarakat tertentu hingga
saat ini dapat dinikmati oleh masyarakat umum.
Sehingga gula gending dapat dijadikan alat dalam
usaha memperkenalkan Kabupaten Lombok Timur
kepada masyarakat di Lombok. Kita ketahui bersama
bahwa dewasa ini ketertarikan masyarakat dalam
bidang kebudayaan sangat tinggi, sehingga kondisi ini
dapat dimanfaatkan untuk mengajak masyarakat lebih
luas untuk datang berkunjung ke Kabupaten Lombok
Timur. Dengan adanya kunjungan dari masyarakat
luar tentu saja akan menimbulkan dampak positif bagi
perkembangan Desa Kembang Kerang Daya bahkan
Kabupaten Lombok Timur baik dari sisi ekonomi, sosial
maupun budaya.
104 | Gula Gending di Kabupaten Lombok Timur Provinsi Nusa Tenggara Barat

4.2 Nilai Gula Gending


Pengertian nilai dalam konteks kebudayaan adalah
sesuatu berawal dari pandangan hidup suatu masyarakat
yang oleh manusia dan masyarakat dipandang sebagai
yang paling berharga. Pandangan hidup itu sendiri
berasal dari sikap hidup manusia kepada Tuhan,
terhadap alam semesta, dan terhadap sesamanya. Sikap
hidup manusia dibentuk melalui berbagai pengalaman
hidup manusia yang menandai sejarah kehidupan
manusia dan masyarakat bersangkutan (Maran, 2000:40).
Koentjaraningrat (1984:171), sebagai seorang teoritisi
antropologi budaya mendefinisikan sistem nilai budaya
sebagai konsep-konsep yang hidup dalam alam pikiran
sebagian besar masyarakat, mengenai hal-hal yang harus
mereka anggap amat bernilai dalam hidup. Nilai ini
berfungsi sebagai pedoman tertinggi bagi kelakuan
manusia.
Sejalan dengan pemikiran dan definisi nilai di atas,
nilai budaya pada hakekatnya merupakan konsep-
konsep yang hidup dalam alam pikiran sebagian
besar masyarakat. Sistem nilai budaya sebagai salah
satu unsur kebudayaan yang bersifat universal. maka
sistem nilai budaya juga berkembang dalam kehidupan
masyarakat di Desa Kembang Kerang Daya. Sistem nilai
budaya yang berasal dari sikap hidup manusia kepada
Tuhan, alam semesta, dan sesamanya serta berfungsi
sebagai pedoman bertingkah laku manusia, maka sistem
nilai juga ditemukan dalam berbagai unsur kebudayaan.
BAB IV Fungsi dan Nilai Gula Gending | 105

Termasuk sistem nilai budaya dalam unsur kesenian.


Dengan demikian, Gula Gending sebagai salah satu
jenis musik juga memiliki sistem nilai budaya yang
berharga. Sistem nilai budaya yang terdapat dalam
Gula Gending meliputi semua aspek kehidupan sosial
masyarakat di Desa Kembang Kerang Daya seperti
semangat gotong royong atau kerjasama, kreativitas,
pemenuhan kebutuhan ekonomi, sarana hiburan,
maupun sarana pendidikan. Beberapa sistem nilai
budaya yang ditemukan dalam kesenian Gula Gending
diuraikan sebagai berikut.

1) Nilai Budaya Gotong Royong


Manusia senantiasa membutuhkan kehadiran orang
lain di sekitarnya untuk diajak bekerjasama. Karena
itu, hubungan antar individu dan sosialisasi dengan
individu-individu lain merupakan suatu kebutuhan
dasar manusia. Dengan bersosialisasi bersama orang
lain di sekitarnya, maka manusia dapat memenuhi
seluruh kebutuhan hidup, mulai dari pemenuhan
kebutuhan hidup yang paling primer hingga kebutuhan-
kebutuhan sekunder maupun tersier. Berkat kehadiran
orang lain, manusia dapat bergaul, bekomunikasi, dan
membentuk kelompok-kelompok sosial tertentu yang
berfungsi untuk membangun kerjasama antarmanusia
atas dasar kesamaan dan kecocokan pola pikir, hobi,
maupun asal-usul.
106 | Gula Gending di Kabupaten Lombok Timur Provinsi Nusa Tenggara Barat

Kerjasama yang baik antar individu melahirkan


kelompok-kelompok sosial atau bentuk-bentuk
komunitas tertentu. Kelompok atau komunitas ini
berfungsi sebagai wadah untuk menampung kesamaan
keinginan, hobi, maupun pola pikir para anggotanya. Di
dalam kelompok itu, manusia dapat berinteraksi secara
intensif, bekerjasama, saling berbagi, saling membantu
atau gotong royong. Aktivitas bekerjasama, saling
berbagi, saling membantu atau gotong royong dilakukan
apabila salah seorang anggota memiliki pekerjaan
besar yang membutuhkan tenaga orang lain untuk ikut
menyelesaikannya.
Dalam kehidupan masyarakat di Desa Kembang
Kerang Daya semangat gotong royong masyarakat
desa telah terbina sejak masa lampau. Semangat gotong
royong telah ditanamkan sejak dini dan menjadi
aktivitas kehidupan sehari-hari. Gotong royong dan
kerjasana diawali dalam melakukan aktivitas keseharian
di lingkungan keluarga berlanjut sampai ke tingkat
kampung dan desa. Di lingkungan keluarga mereka
bekerjasama melakukan pekerjaan rumah tangga serta
mengolah ladang bersama anggota keluarga. Hal ini juga
tercermin dalam pembuatan Gula Gending yang tidak
bisa dikerjakan sendiri.

2) Nilai Ekonomi Kreatif


Hal ini dapat dilihat mulai dari proses pembuatan
gula gending maupun rombong/tangkaknya. Pemenuhan
BAB IV Fungsi dan Nilai Gula Gending | 107

bahan serta peralatan yang dipergunakan dalam


memproduksi gula gending dan tangkak tentu saja
membuat perekonomian masyarakat ikut berputar. Hal
ini ditambah lagi dengan penjualan gula gending dan
tangkaknya. Bicara tentang tangkak, tidak banyak orang
atau pelaku gula gending yang bisa membuatnya,
sehingga mereka harus membeli. Sehingga proses
produksi tangkak mampu memberikan nilai ekonomi bagi
pengrajinnya.
Kreatifitas lainnya juga dapat dilihat dari kebiasaan
pedagang gula gending memainkan musik dengan
tangkaknya. Permainan music mereka saat menjajakan
gula gending merupakan proses promosi nan kreatif
dalam rangka menarik calon pembeli. Disamping
itu pengembangan yang dilakukan oleh para pelaku
gula gending dengan melakukan atraksi secara
berkelompok memainkan tangkak menunjukkan hal
kreatif mereka dalam mengeskplorasi kesenian. Hal
ini tentu dapat dikembagkan lagi menajdikan sebuah
atraksi pertunjukkan hiburan yang dapat dinikmati oleh
masyarakat seara luas baik secara langsung maupun
secara on daring, mengingat kondisi saat ini pertunjukkan
secara daring dapat dilakukan dimanapun dan kapanpun
berkat dukungan teknologi yang semakin canggih.

3) Nilai Pendidikan
Pendidikan sebagai kebutuhan penting bagi ke-
hidupan manusia telah diterapkan sejak manusia
108 | Gula Gending di Kabupaten Lombok Timur Provinsi Nusa Tenggara Barat

mengenal peradaban. Pendidikan diaplikasikan melalui


pendidikan formal maupun nonformal, kongkrit dan
abstrak. Pendidikan diinternalisasikan melalui pendidikan
nonformal dan pendidikan formal. Pendidikan nonformal
diperoleh sejak manusia lahir di lingkungan keluarga
inti, kemudian berkembang pada keluarga luas, dan
masyarakat sekitar. Pendidikan juga diajarkan dalam
pendidikan formal melalui lembaga-lembaga pendidikan
yang bertujuan memberi pengetahuan penting untuk
bekal kehidupan. Mendidik dan menanamkan nilai-nilai
kehidupan menggunakan media kesenian, maka misi
dan pesan-pesan yang akan disampaikan lebih mudah
diterima.
Pembangunan karakter bangsa adalah upaya
kolektif-sistemik untuk mewujudkan kehidupan bangsa
dan negaranya sesuai dengan dasar dan ideologi,
konstitusi, haluan negara, serta potensi kolektifnya dalam
konteks kehidupan nasional, regional, dan global yang
berkeadaban. Sesuai dengan uraian di tersebut bahwa
gula gending yang terdapat di Desa Kembang Kerang
Daya yang diwariskan secara turun-temurun sebagai
proses pembelajaran, mulai dari proses pembuatan
gula gending, pembuatan tangkak, cara memainkan
musik dengan tangkak serta penjualannya. Hal ini dapat
membentuk karakter dan jati diri khususnya bagi anak-
anak dan generasi muda sesuai dengan fungsi dan
makna (nilai-nilai positif) yang terkandung pada gula
gending.
BAB IV Fungsi dan Nilai Gula Gending | 109

Beberapa ahli menyebutkan pendidikan sangat


penting dalam kehidupan manusia sebagai long life
education. Dalam hal ini pendidikan dibutuhkan se-
panjang hidup manusia, pendidikan adalah sebuah
proses panjang dalam hidup manusia. Pendidikan juga
dikatakan sebagai investasi masa depan, untuk mencapai
cita-cita masa depan (Salain, 2009:19).
Edukasi atau pendidikan juga diajarkan melalui
berbagai bentuk dan media, salah satu di antaranya
melalui media seni dalam bentuk lagu-lagu. Kesenian
dianggap sebagai media yang ampuh untuk menerapkan
materi pendidikan pada manusia, karena kesenian
adalah pengalaman estetis yang mudah ditelaah nalar
manusia. Dengan demikian, proses belajar dengan cara
menyentuh nalar manusia menggunakan instrumen
kesenian memungkinkan transmisi nilai-nilai berhasil
lebih mudah dengan hasil lebih baik. Mendidik dan
menanamkan nilai-nilai kehidupan menggunakan
media kesenian, maka misi dan pesan-pesan yang
akan disampaikan lebih mudah diterima. Sebab dalam
kesenian transmisi nilai-nilai pendidikan tidak dilandasi
unsur doktrinisasi dan otoriterisasi. Justru, melalui
kesenian penanaman nilai-nilai ditransmisikan dengan
cara yang indah dan menarik perhatian sehingga orang
yang menjadi sasaran pendidikan merasa senang dan
terhibur. Pendidikan yang diperoleh tanpa unsur
pemaksaan, dalam bentuk hiburan dan diterima dengan
110 | Gula Gending di Kabupaten Lombok Timur Provinsi Nusa Tenggara Barat

hati senang, akan lebih mudah masuk ke alam pikiran


manusia.
Pola-pola edukasi dalam kesenian Gula Gending
menyerupai pola-pola masa lampau yakni menggunakan
media seni yang menarik perhatian sehingga mampu
menyentuh nalar manusia dengan lagu-lagu yang
dilantunkan.

4) Nilai Estetis
Seni adalah nilai yang secara kreatif mendorong
manusia ke arah pemenuhan martabat manusia sebagai
“manusia” (Maran, 2000:102-103). Sebagai salah satu dari
unsur kebudayaan, seni sarat akan nilai-nilai estetika
atau keindahan. Keberadaannya memiliki peranan
yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat
sebagaimana uraian di atas, seni sangat diperlukan
untuk memenuhi kebutuhan manusia akan nilai-nilai
keindahan (Mawan, 2012:90).
Ada dua nilai keindahan dalam seni yaitu nilai
keindahan ekstrinsik dan nilai keindahan intrinsik.
Nilai keindahan ekstrinsik adalah nilai yang dikejar
manusia demi suatu tujuan yang ada di luar kegiatan-
kegiatan yang diJakukannya. Misalnya seorang seniman
bekerja dan menghasilkan karya .seni atau berkesenian
untuk memenuhi keperluan hidupnya seperti sandang,
pangan, papan dan keluarganya. Sedangkan nilai
intrinsik adalah nilai yang dikejar manusia demi nilai itu
sendiri karena keberhargaan, keunggulan, atau kebaikan
BAB IV Fungsi dan Nilai Gula Gending | 111

yang melekat pada nilai itu sendiri. Nilai bentuk seni


adalah nilai yang dapat diindera dengan mata, telinga,
atau keduanya. Seniman menggumuli suatu seni karena
nilai-nilai instrinsiknya yaitu keberhargaan, keunggulan,
atau kebaikan yang terdapat pada seni itu sendiri (Gie,
2004: 47).
Menurut teori ilmu psikologi terkait kebutuhan
manusia yang dikemukakan Abraham Maslow, estetika
atau keindahan merupakan salah satu human basic needs
(kebutuhan dasar manusia). Kebutuhan akan keindahan
merupakan hal penting, karena keindahan dianggap
mampu memberi sensasi rasa nyaman pandangan mata
manusia dan memberi motorik rasa nyaman pada jiwa
manusia. Estetika atau keindahan merupakan salah
satu pengalaman manusia yang diserap melalui panca
indera, terutama indera mata, kemudian membuat
manusia merasa nyaman dan menikmati keindahan itu
sendiri (Ratna, 2007:3; Maran, 2000:141).
Rasa nyaman dalam pandangan mata manusia
ternyata mampu menstimulasi keseimbangan jiwa
manusia. Estetika atau keindahan diekspesikan dengan
bentuk tampilan yang menarik dengan memainkan
tangkak gula gending dengan membawakan lagu-lagu
daerah atau tradisional sebagai ekspresi jiwa yang sarat
dengan nilai-nilai keindahan.
Estetika bukan sekedar keindahan, tetapi merupakan
pengalaman religius. Permasalahan indah memang
menjadi tujuan utama bidang filsafat keindahan atau
112 | Gula Gending di Kabupaten Lombok Timur Provinsi Nusa Tenggara Barat

estetika. Namun tujuan kearah itu tetap saja belum


menemukan basil yang bisa berlaku secara universal.
Masih bersifat individu atau terbatas pada kelompok
tertentu yang kepekaan estetis atau cita rasa keindahannya
telah terbangun dan terkondisikan oleh kesatuan sosial
komunitasnya. Komunitas sosial tradisional yang ter-
kungkung dan telah terbiasa dengan nilai, norma, dan
ideologi kehidupan bersama, mempunyai pandangan
dan persepsi yang tidak jauh berbeda tentang sesuatu
yang dianggap indah atau tidak indah, karena nilai-
nilai dan cita rasa keindahan yang ada pada diri suatu
individu tidak: bisa terlepas sama sekali dari pengaruh
kehidupan masyarakat lingkungannya. Namun demikian
cita rasa keindahan adalah milik seseorang, terbangun
dari pengalaman dan kepekaan orang tersebut terhadap
nlai-nilai keindahan. Meskipun hidup dalam komunitas
yang sama, tetapi tidaklah bisa dipastikan orang-orang
tersebut mempunyai cita rasa keindahan yang persis
sama (Mawan, 2012:192).

5) Nilai Historis
Sejarah dalam arti objektif adalah masa lampau, akan
tetapi dalam arti subjektif bukan masa lampau itu sendiri
melainkan usaha kekinian untuk mendiskripsikan atau
penafsiran atas masa lampau itu sendiri. Sejarah sebagai
masa lampau hanya terjadi sekali, unik dan tidak pernah
berulang, sedangkan penafsiran atas lampau itu yang
BAB IV Fungsi dan Nilai Gula Gending | 113

disebut historiografi akan berubah sesuai dengan jiwa


jaman, metodologi bahkan tujuannya. (Kartodirdjo, 1982)
Kemunculan gula gending pada masyarakat Desa
Kembang Kerang Daya merupakan bentuk dari proses
sejarah dalam mengolah hasil bumi dalam hal ini gula
pasir, minyak kelapa, tepung terigu guna memenuhi
kebutuhan ekonomi.
Disisi lain berkembanganya gula gending yang
semula hadir sebagai sarana pemenuhan ekonomi hingga
akhirnya berkembang menjadi sebuah atraksi permainan
musik tradisional memberikan sebuah catatan tersendiri
mengenai perjalanan gula gending sebagai teknologi
tradisional.
Kebertahanan dan perkembangan gula gending
hingga hari ini menjadikan gula gending tak hanya
sebuah makanan yang memanjakan lidah namun juga
menjadikannya sebuah santapan nan sahdu sembari
menikmati lantunan musik yang membawakan lagu-
lagu daerah yang sarat akan nilai historis. Menjaga dan
melestarikan budaya, termasuk teknologi tradisional
sebagai tradisi akan memupuk cinta tanah air dan rasa
memiliki budaya daerah asal masyarakat setempat. Selain
itu bagian menarik dari dampak pelestarian budaya
melalui teknologi tradisional ini adalah penciptaaan story
telling yang dapat dijadikan sebagai potensi peningkatan
daya tarik pada sektor pariwisata suatu daerah,
termasuk potensi diversifikasi produk pariwisata dari
sisi pengembangan pariwisata budaya (Damanik, 2013).
114 | Gula Gending di Kabupaten Lombok Timur Provinsi Nusa Tenggara Barat
BAB V
PENUTUP

Gula Gending merupakan teknologi tradisional yang


muncul dan berkembang di masyarakat Desa Kembang
Kerang Daya, Kecamatan Aikmel, Kabupaten Lombok
Timur. Gula Gending muncul sebagai bentuk memenuhi
kebutuhan ekonomi bagi para pelakunya. Pada saat
menjajakan Gula Gending, para penjual memainkan
musik atau lagu Sasak dengan jalan memukul
tangkak atau tempat menyimpan Gula Gending. Pada
perkembangannya, terjadi inovasi kreatif pada tempat
menyimpan Gula Gending atau tangkak, yang semula
terdiri 3 kotak kecil, 2 di antaranya sebagai sumber bunyi
menjadi 6 kotak kecil, 5 di antaranya sebagai sumber
bunyinya. Dengan perubahan kotak kecil pada tangkak
tersebut, maka suara yang dikeluarkan oleh tangkak
menjadi lebih beragam sehingga mampu memainkan
lagu-lagu daerah yang lebih kompleks dan semakin
indah terdengar di telinga.

| 115
116 | Gula Gending di Kabupaten Lombok Timur Provinsi Nusa Tenggara Barat

Proses pewarisan pembuatan gula gending secara


turun menurun membuat gulal gending dapat disebut
sebagai teknologi tradisional. Dimana pengertian
teknologi tradisional menurut Undang-undang No 5
tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan adalah
keseluruhan sarana untuk menyediakan barang-barang
atau cara yang diperlukan bagi kelangsungan atau
kenyamanan hidup manusia dalam bentuk produk,
kemahiran, dan keterampilan masyarakat sebagai
hasil pengalaman nyata dalam berinteraksi dengan
lingkungan, dan dikembangkan secara terus menerus
serta diwariskan lintas generasi. Di mana dalam proses
pewarisan tersebut tidak hanya tentang bagaimana
cara bertahan hidup dengan memenuhi kebutuhan
ekonomi namun juga mengajarakan tentang olah rasa,
serta pemertahanan tentang kebudayaan, dalam hal ini
adalah kebudayaan daerah Sasak.
Pengembangan-pengembangan yang terjadi dalam
Gula Gending mulai dari awal kemunculannya hingga
hari ini menunjukkan bahwa dalam Gula Gending
termaktup fungsi dan nilai sosial. Adapun fungsi yang
terkandung dalam Gula Gending di antaranya: fungsi
sebagai sarana pendidikan; fungsi sebagai hiburan;
fungsi ekonomi; fungsi pelestarian budaya; dan
fungsi diplomasi budaya. Sedangkan nilai-nilai yang
terkandung dalam Gula Gending, yakni: nilai budaya
gotong royong; nilai ekonomi kreatif; nilai pendidikan;
dan nilai estetis.
BAB V Penutup | 117

Beberapa hal penting yang direkomendasikan guna


menjaga jajanan dan kesenian gula gending tetap hadir
lestari, memanfaatkan, mengembangkan, di antaranya:
Lembaga pemerintah mulai dari pemerintah tingkat
desa hingga pemerintah provinsi, agar memotivasi dan
memfasilitasi kreativitas seniman secara moril maupun
materiil. Kerjasama yang baik antara pemerintah
daerah dengan pengrajin sangat diperlukan untuk
menjaga eksistensi warisan budaya takbenda yang
dimiliki oleh masyarakat Desa Kembang Kerang Daya.
Salah satu bentuk dukungan adalah memasukkan
program pelestarian gula gending dalam perencanaan
pembangunan dari level desa hingga Provinsi Nusa
Tenggara Barat.
Kepada lembaga pendidikan seni agar selalu
berupaya meningkatkan kualitas dan kuantitas kegiatan
penyuluhan, pelatihan/ workshop, pe-nataran/ seminar
seni untuk merangsang kegairahan pengrajin alam
dalam mengapresiasi keberadaan dan perkembangan
seni di masyarakat. Meningkatkan program pengabdian
kepada ma-syarakat terutama merekonstruksi dan
merevitalisasi kesenian langka agar tetap tumbuh dan
terjaga eksistensinya.
Perajin dan instansi terkait sebagai titik sentral
pertumbuhan dan perkembangan Gula Gending
di masyarakat, agar senantiasa mengabdikan diri
kepada masyarakat baik membina, mempertahan,
mengembangkan, serta memotivasi masyarakat betapa
118 | Gula Gending di Kabupaten Lombok Timur Provinsi Nusa Tenggara Barat

pentingnya Gula Gending, baik pada masa sekarang


maupun masa yang akan mendatang. Kehilangan seni
tradisi berarti kita akan kehilangan identitas diri.
Langkah-langkah nyata yang bisa dilakukan
sebagai berikut; Menginventarisasi, dokumentasi dan
publikasi serta membina dan memelihara nilai-nilai
budaya masyarakat. Memelihara, membimbing dan
memberi pe-nyuluhan pada masyarakat tentang arti
penting dari pelestarian kebudayaan khususnya kesenian.
Membina struktur organisasi sanggar yang menaungi
berbagai bentukdi masyarakat. Membangkitkan
partisipasi masyarakat dalam kehidupan pengrajin,
melalui apresiasi. Memberikan bimbingan masyarakat
dalam menyerap nilai-nilai luar yang positif yang
tidak bertentang dengan kepribadian bangsa.
Menyebarluaskan pengetahuan tentang nilai-nilai luhur
yang terdapat dalam kehidupan masyarakat Kembang
Kerang Daya khususnya Gula Gending.
DAFTAR PUSTAKA

Agung, Anak Agung Ktut. 1992. Kupu-Kupu Kuning


yang Terbang di Selat Lombok. Lintasan Sejarah
Kerajaan Karangasem (1661-1950). Denpasar:
Upada Sastra.
Ahmad Wari Gunawan.2014. Etika Produksi Gula
Gending Perspektif Ekonomi Islam (Studi Kasus
di Desa Kembang Kerang Kecamatan Aikmel
Lombok Timur). Mataram: Fakultas Syariah
& Ekonomi Islam, Jurusan Ekonomi Syariah,
Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Mataram.
Anwar, Khaerul. 2010. “Kadir Penyuluh Musik “Gula
Gending” Lombok” dalam Kompas, Rabu 6
Oktober 2010.
Armini, I Gusti Ayu. dkk, Perisean di Lombok Nusa
Tenggara Barat,Yogyakarta: Ombak, 2013.
Barker, Chris. 2005. Cultural Studies Teori dan Praktek.
Yogyakarta: Bentang.
Damanik, Janianton. 2013. Pariwisata Indonesia Antara
Peluang dan Tantangan. Yogyakarta. Pustaka
Pelajar.
Dep DikBud. Ensiklopedi Musik dan Tari Daerah Nusa
Tenggara Barat (Lanjutan) 1978/1979).
| 119
120 | Gula Gending di Kabupaten Lombok Timur Provinsi Nusa Tenggara Barat

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Pusat


Penelitian Sejarah dan Budaya, Proyek Penelitian
dan Pencatatan Kebudayaan Daerah. 1978/1979.
Ensiklopedi Musik dan Tari Daerah Nusa
Tenggara Barat (LANJUTAN).
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1979. “Babad
Selaparang”. Naskah belum terbit.
Gie, T. Liang 2004. Filsafat Keindahan. Yogyakarta:
PUBIB.
Kartodirdjo, S. 1982. Pemikiran dan perkembangan
historiografi Indonesia: suatu alternatif. Jakarta:
Gramedia.
Koentjaraningrat, dkk. 1984. Kamus Istilah Antropologi.
Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan
Bahasa, Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan.
-------. 1990.Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: PT
Rineka Cipta.
-------. 1992. Beberapa Pokok Antropologi Sosial. Jakarta:
Dian Rakyat.
-------. 2011. Pengantar Antroplogi I. Jakarta: Rineka
Cipta.
Lukman, H.L. 2005. Pulau Lombok dalam Sejarah
Ditinjau dari Aspek Budaya. Mataram :
Daftar Pustaka | 121

M. Junus Melalatoa, Ensiklopedia Suku Bangsa di


Indonesia, Jakarta; CV.Eka Putra, 1995.
Maran, Rafael Raga. 2000. Manusia dan Kebudayaan
dalam Perspektif Ilmu Budaya Dasar. Jakarta:
Rineka Cipta.
Mawan, I Gede. 2012. Marginalisasi Musik Mandolin
Desa Pujungan Kabupaten Tabanan Dalam
Era Globalisasi. Tesis. Denpasar: Program
Pascasarjana Universitas Udayana.
Moleong, Lexy J. 2000. Metodologi Penelitian Kualitatif.
Bandung: Remaja Rosdakarya.
Mulyadi, Lalu. 2104. Sejarah Gumi Sasak. Malang:
Institut Teknologi Nasional Malang, Program
Studi Arsitektur.
Ratna, I Nyoman Kutha. 2004. Teori, Metode dan Teknik
Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
-------. 2007. Estetika Sastra dan Budaya. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Ritzer, George dan Douglas J. Goodman. 2004. Teori
Sosiologi Modern. Jakarta: Prenada Media.
Ritzer, George. 2008. Teori Sosial Postmodern. Yogyakarta
: Kreasi Wacana.
Rivaldi Apryanto. 2014. Suku Sasak.
122 | Gula Gending di Kabupaten Lombok Timur Provinsi Nusa Tenggara Barat

Saifuddin, Achmad Fedyani. 2005. Antropologi


Kontemporer. Suatu Pengantar Kritis Mengenai
Paradigma. Jakarta: Prenada Media.
Salain, Putu Rumawan. 2009. “Pendidikan Investasi
Masa Depan: Sebuah Catatan Bagi Kota
Denpasar” dalam Multi Perspektif Pendidikan
di Kota Denpasar. Denpasar: Cipta Paduraksa.
Salam, Solichin. 1992. Lombok Pulau Perawan, Sejarah
dan Masa Depannya. Jakarta: Kuning Mas.
Sedyawati, Edi. 2002. Seni Pertunjukan: Buku Antar
Bangsa. Jakarta :PT Widyadara.
Soekanto, Soerjono. 1982. Teori Sosiologi Tentang Pribadi
dalam Masyarakat. Jakarta : Ghalia Indonesia.
Soekanto, Soerjono. 2005. Sosiologi Suatu Pengantar.
Djakarta: PT Radjawali Press.
Tjiptadi, Bambang.1984.Tata Bahasa Indonesia. Cetakan
II. Jakarta: Yudistira.
Triyanuartha I Nyoman.‘Eksistensi Gula Gending Di
Dalam Dinamika Budaya Lombok’ Journal of
Urban Society’s Arts, 2015.
Wacana, Lalu, dkk. 1978/1979. Sejarah Kebangkitan
Nasional Daerah NTB. Depdikbud. Jakarta.
Wahyuni, Sri dan Kaharuddin. Jurnal manajemen
dan budaya STAI Darul Kamal NW Kembang
Kerang Volume 2 No 1 Tahun 2022.
Daftar Pustaka | 123

Oryza Pneumatica Inderasari, Haerul Rizal Fatoni, Ikmal


Maulana, Muhammad Ali, dan Sopian. Asa
Dalam Alunan Gula Gending: Studi Tentang
Pandangan Masyarakat Desa Kembang Kerang
Daya Tentang Menyekolahkan Anak Hingga
Pendidikan Tinggi. Journal of Urban Sociology
| Volume 4 / No. 2 / Oktober 2021.

Sumber Internet:
Kaekaha. Konten ini telah tayang di Kompasiana.
com dengan judul “Diaspora “Gula Gending-
Lombok”, Melintas Negeri untuk Eksistensi”,
Klik untuk baca:https://www.kompasiana.
com/kaekaha.4277/5f55d05c5218a06f5104b5f7/
diaspora-gula-gending-lombok-melintas-negeri-
untuk-ksistensi?page=2&page_images=1 diakses
27 Juli 2022.
http://literasipariwisata.com/index.php/2021/05/27/
Gula-gending-ikon-desa-kembang-kerang-daya/
diakases 1 Maret 2022.
https://koranntb.com/2021/01/03/gubernur-ntb-
mendadak-jadi-penjual-gula-gending-di-awal-
tahun/ diakses 1 Maret2022.
https://wakuliner.com/blog/yuk-kita-mengenal-jenis-
jenis-gulali-dan-asal-usulnya, diakses 30 Juli
2022.

Anda mungkin juga menyukai