Anda di halaman 1dari 41

INFOGRAFIS PAMEKASAN & SUMENEP

SOSIO BUDAYA MAKANAN

Kelompok 09
Disusun Oleh :
Rr Sativa Ghassani Huwaina 18050443021
Berlina 18050443029
Adi Nur Ichsan 18050443030

PRODI D3 TATA BOGA


JURUSAN PENDIDIKAN KESEJAHTERAAN KELUARGA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas Infografis
pada mata kuliah sosio budaya makanan. Tugas ini merupakan bentuk
pertanggungjawaban dari kegiatan wawancara atau eksplor materi terkait data dan
informasi kabupaten Pamekasan & Sumenep. Dalam penyusunan tugas ini, tentu
tak lepas dari pengarahan dan bimbingan dari berbagai pihak. Maka penulis
ucapkan rasa hormat dan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu.
Ucapan terima kasih diberikan kepada :
1. Ibu Dra. Rahayu Dewi S., M.Si selaku dosen pengampu mata kuliah sosio
budaya makanan
2. Penanggung jawab kelas mata kuliah sosio budaya makanan, dan
3. Semua pihak yang telah membantu memberikan informasi

Di dalam menyusun dan merancang tugas ini, penulis menyadari sepenuhnya


bahwa tugas ini masih memiliki banyak kekurangan. Oleh karenanya, berbagai
bentuk kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan. Semoga tugas
infografis ini bermanfaat khususnya bagi para pembaca.

Surabaya, 26 Maret 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Kata Pengantar..................................................................................................ii
Daftar Isi...........................................................................................................iii
Daftar Gambar.................................................................................................v
Daftar Tabel......................................................................................................vi
BAB I Entografi Pangan (Food Ethnography)
1.1 Definisi Etnografi..........................................................................................1
1.1 Etnografi Pangan di Kabupaten Pamekasan..................................................1
1.2 Etnografi Pangan di Kabupaten Sumenep.....................................................3
BAB II Kebiasaan Makan (food habits)
2.1 Pengertian Kebiasaan Makan........................................................................5
2.2 Kebiasaan Makan di Kabupaten Pamekasan.................................................5
2.3 Tinjauan Kebiasaan Makan Masyarakat di Kabupaten Pamekasan..............9
2.4 Kebiasaan Makan di Kabupaten Sumenep..................................................10
2.5 Tinjauan Kebiasaan Makan Masyarakat di Kabupaten Sumenep...............13
BAB III Perilaku Makan (food behaviours)
3.1 Pengertian Perilaku Makan..........................................................................15
3.2 Perilaku Makan di Kabupaten Pamekasan & Sumenep..............................16
3.3 Tinjauan Perilaku Makan Masyarakat Pamekasan & Sumenep..................18
BAB IV Tabu dan Pantangan Makanan (taboo food)
4.1 Pengertian Tabu dan Pantangan pada Makanan..........................................19
4.2 Tinjauan Berbagai Tabu pada Maknan Msyarakat di Kabupaten
Pamekasan .................................................................................................19
4.3 Tinjauan Berbagai Pantangan pada Makanan Masyarakat di Kabupaten
Pamekasan..................................................................................................19
4.4 Tinjauan Berbagai Tabu pada Maknan Msyarakat di Kabupaten
Sumenep.....................................................................................................20
4.5 Tinjauan Berbagai Pantangan pada Makanan Masyarakat di Kabupaten
Sumenep.....................................................................................................20
BAB V Konsumsi Makan (food consumption)
5.1 Rata-Rata Pengeluaran per Kapita Sebulan Menurut Provinsi Jawa Timur
dan Daerah Pamekasan & Sumenep (Rp)..................................................22
5.2 Presentase Pengeluaran per Kapita Sebulan untuk Makanan dan Bukan
Makanan Daerah Pamekasan & Sumenep..................................................24
5.3 Pangsa Pengeluaran per Kapita Sebulan Menurut Provinsi Jawa Timur dan
Daerah Tempat Tinggal..............................................................................29

iii
5.4 Rata-Rata Pengeluaran per Kapita Sebulan Menurut Kelompok Komoditas
dan Daerah Pamekasan & Sumenep (rupiah).............................................31
5.5 Rata-Rata Konsumsi dan Pengeluaran per Kapita Sebulan Beberapa Jenis
Komoditas Makanan yang Banyak Dikonsumsi Menurut Daerah Pamekasan
& Sumenep.................................................................................................35
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................34

iv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Nasi jhanjhan..............................................................................6


Gambar 2.2 Kaldu Pakong..............................................................................6
Gambar 2.3 Sate Lalat....................................................................................7
Gambar 2.4 Rujak Pamekasan........................................................................7
Gambar 2.5 Campor Lorju’............................................................................8
Gambar 2.6 Lopes...........................................................................................8
Gambar 2.7 Keripik Tette...............................................................................9
Gambar 2.8 Kaldu Kokot..............................................................................10
Gambar 2.9 Campor......................................................................................11
Gambar 2.10 Apen Manis.............................................................................11
Gambar 2.11 Nasi Romi...............................................................................12
Gambar 2.12 Nasi Jagung Kuah Maronggi..................................................12
Gambar 2.13 Mento......................................................................................13
Gambar 2.14 Man Reman.............................................................................13
Gambar 5.1 Pengeluaran Pemerintah & Konsumsi Rumah Tangga
Pulau Madura, 2011-2016..........................................................23
Gambar 5.2 Sebaran Rata-Rata per Kapita Sebulan & Persentase
Pengeluaran untuk Makanan & Non Makanan, 2012................27
Gambar 5.3 Rata-Rata Konsumsi per Kapita Menurut Kelompok
Konsumsi dan Status Wilayah di Jawa Timur, 2012.................27

v
DAFTAR TABEL

Tabel 5.1 Rata-Rata Pengeluaran per Kapita Sebulan Menurut Provinsi Jawa
Timur (rupiah)…………………………………………………22
Tabel 5.2.1 Rata-Rata Pengeluaran per Kapita Sebulan Menurut Kelompok
Makanan dan Non Makanan Pulau Madura...............................24
Tabel 5.2.2 Persentase Pengeluaran per Kapita Sebulan Kelompok Makanan
Dan Bukan Makanan Menurut Kabupaten/Kota........................26
Tabel 5.3 Pengeluaran Per Kapita Sebulan Kelompok Makanan Per
Kabupaten/Kota (Rupiah)..........................................................29
Tabel 5.4 Rata-Rata Pengeluaran Per Kapita Sebulan Menurut Kelompok
Komoditas (Rupiah) di Provinsi Jawa Timur............................30

vi
BAB I
ENTOGRAFI PANGAN (Food Ethnography)

1.1 Definisi Etnografi


Etnografi berasal dari kata ethos, yaitu bangsa atau suku bangsa dan
graphein yaitu tulisan atau uraian. Etnografi adalah kajian tentang kehidupan
dan kebudayaan suatu masyarakat atau etnik, misalnya tentang adat-istiadat,
kebiasaan, hukum, seni, religi, bahasa. Bidang kajian vang sangat berdekatan
dengan etnografi adalah etnologi, yaitu kajian perbandingan tentang
kebudayaan dari berbagai masyarakat atau kelompok (Richards, dkk.1985).
Istilah etnografi sebenarnya merupakan istilah antropologi, etnografi
merupakan embrio dari antropologi, lahir pada tahap pertama dari
perkembangannya sebelum tahun 1800 an. Etnogarafi juga merupakan hasil
catatan penjelajah eropa tatkala mencari rempah-rempah ke Indonesia.
Koentjaraningrat, 1989:1 : “Mereka mencatat semua fenomena menarik yang
dijumpai selama perjalanannya, antara lain berisi tentang adat istiadat, susunan
masyarakat, bahasa dan cirri-ciri fisik dari suku-suku bangsa tersebut”.
Etnografi yang akarnya antropologi pada dasarnya merupakan kegiatan
peneliti untuk memahami cara orang-orang berinteraksi dan bekerjasama
melalui fenomena teramati kehidupan sehari-hari. Etnografi adalah pelukisan
yang sistematis dan analisis suatu kebudayaan kelompok, masyarakat atau
suku bangsa yang dihimpun dari lapangan dalam kurun waktu yang sama.
Etnografi adalah jenis metode penelitian yang diterapkan
untuk mengungkap makna sosio-kultural dengan cara mempelajari keseharian
pola hidup dan interaksi kelompok sosio-kultural (culture-sharing group)
tertentu dalam ruang atau konteks yang spesifik. Seorang etnografer tak hanya
mengamati namun juga berupaya untuk menyatu dalam kehidupan kultural
suatu kelompok masyarakat yang diteliti.

1.2 Etnografi Pangan di Kabupaten Pamekasan


Secara administrasi Kabupaten Pamekasan terletak pada 6°51'-7°31'
lintang selatan dan 113°19' - 113°58' bujur timur. Dataran tertinggi
di Kabupaten Pamekasan berada di kecamatan Pegantenan mencapai 350 m
dari permukaan laut dan yang terendah berada di Kecamatan Galis mencapai 6
meter dari permukaan laut. Kabupaten Pamekasan merupakan salah satu
kabupaten di kawasan Madura yang terletak di perlintasan jalur jaringan jalan
Sampang-Sumenep. Luas wilayah Kabupaten Pamekasan 79.230 Ha, terdiri
dari 13 Kecamatan dan 189 Desa. Secara garis besar wilayah Kabupaten
Pamekasan terdiri dari dataran rendah pada bagian selatan dan dataran tinggi
di wilayah tengah dan utara dengan kemiringan lahan tidak lebih rendah dari

1
2%. Secara astronomis Kabupaten Pamekasan berada pada 6°51'–7°31'
Lintang Selatan dan 113°19'–113°58' Bujur Timur. Kabupaten Pamekasan
mempunyai batas wilayah Utara Laut Jawa Timur Kabupaten Sumenep
Selatan Selat Madura Barat Kabupaten Sampang. Wilayah Kabupaten
Pamekasan memiliki suhu udara antara 21°–34°C dengan tingkat kelembapan
nisbi berkisar antara 72%–84%.
Kabupaten Pamekasan beriklim tropis basah dan kering (Aw) dengan dua
musim, yaitu musim hujan yang berlangsung pada periode Desember -
April dengan bulan terbasah adalah bulan Januari dan musim kemarau yang
berlangsung pada periode Mei - Oktober dengan bulan terkering
adalah Agustus. Curah hujan tahunan di wilayah Pamekasan berkisar antara
1.200 - 1.700 mm per tahun dengan jumlah hari hujan berkisar antara 80 - 120
hari hujan per tahun. Struktur tanah di Kabupaten Pamekasan terdiri dari
empat jenis yaitu tanah aluvial, regosol, mediteran, dan litosol. Dengan
memiliki jenis lapisan tanah yang berbeda-beda ini menjadikan Kabupaten
Pamekasan memiliki potensi yang beragam. Jenis lapisan tanah aluvial ini
banyak terdapat di Kecamatan Pademawu, Pamekasan dan sebagian kecil di
Tlanakan. Tanah aluvial ini cocok dimanfaatkan untuk area persawahan.
Sedangkan untuk jenis lapisan tanah lainnya bisa terdapat hampir di seluruh
wilayah di Kabupaten Pamekasan. Secara umum, sebagian besar tanah di
Kabupaten Pamekasan ini terdiri dari tanah jenis regosol dengan luas 26.214
Ha. Jenis tanah regosol ini cukup subur dan cocok dimanfaatkan untuk
pertanian padi, palawija, kelapa dan tebu. Tanah litosol juga tersebar hampir
di seluruh wilayah yaitu sebanyak 19.084 Ha. Tanah litosol ini cukup subur
dan cocok dimanfaatkan untuk jenis tanaman hutan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pola konsumsi makanan di Desa
Pagendingan ini dipengaruhi oleh budaya yang sudah dari dulu mengonsumsi
nasi jagung. selain faktor budaya yang mempengaruhi pola konsumsi
makanan, faktor lainnya yaitu agama dan kepercayaan, status sosial ekonomi,
personal preference, rasa lapar, nafsu makan, dan rasa kenyang serta
kesehatan. Riyadi (2003) diversifikasi makanan merupakan suatu proses
pemilihan makanan yang tidak hanya tergantung pada satu jenis makanan,
akan tetapi memiliki beragam pilihan (alternatif) terhadap berbagai bahan
makanan. Konsep diversifikasi tidak hanya terbatas makanan pokok, sehingga
diversifikasi konsumsi pangan diartikan sebagai pengurangan konsumsi beras
yang dikompensasi oleh penambahan konsumsi bahan pangan non-beras.
Program diversifikasi Indonesia makanan dimaksudkan untuk memvariasikan
konsumsi masyarakat Indonesia agar tidak terfokus pada beras, karena
makanan pokok terdiri dari jagung, singkong, sagu, dan umbiumbian.
Keanekaragaman makanan yang terjadi pada penduduk Desa Kabupaten

2
Pamekasan yang mengkonsumsi jagung dan singkong sebagai campuran beras
tidak hanya untuk mengurangi ketergantungan akan satu jenis makanan
tertentu, akan tetapi dimaksudkan untuk mencapai keberagaman komposisi
gizi sehingga mampu menjamin peningkatan kualitas gizi masyarakat.

1.3 Etnografi Pangan di Kabupaten Sumenep


Kabupaten Sumenep yang berada di ujung timur Pulau Madura merupakan
wilayah yang unik karena terdiri wilayah daratan dengan pulau yang tersebar
berjumlah 126 pulau (berdasarkan hasil sinkronisasi Luas Wilayah
Kabupaten Sumenep) yang terletak di antara 113°32'54"-116°16'48" Bujur
Timur dan di antara 4°55'-7°24' Lintang Selatan.
Jumlah pulau berpenghuni di Kabupaten Sumenep hanya 48 pulau atau
38%, sedangkan pulau yang tidak berpenghuni sebanyak 78 pulau atau
62%. Pulau Karamian di Kecamatan Masalembu adalah pulau terluar di
bagian utara yang berdekatan dengan Kalimantan Selatan dan jarak
tempuhnya + 151 Mil Laut dari Pelabuhan Kalianget, sedangkan Pulau
Sakala merupakan pulau terluar di bagian timur yang berdekatan dengan Pulau
Sulawesi dan jarak tempuhnya dari Pelabuhan Kalianget + 165 Mil Laut.
Pulau yang paling utara adalah Pulau Karamian dalam gugusan Kepulauan
Masalembu dan pulau yang paling timur adalah Pulau Sakala.
Kabupaten Sumenep termasuk dalam kategori daerah beriklim tropis basah
dan kering (Aw). Seperti daerah lain di Indonesia, musim hujan di Sumenep
dimulai bulan Desember hingga Maret, dan musim kemarau bulan Mei hingga
Oktober. Rata-rata curah hujan di Sumenep adalah ±1.394 mm. Berdasarkan
data tahun 2011 Temperatur Suhu udara di Sumenep tertinggi terjadi di bulan
September - Nopember (32,7 °C). Suhu udara relatif konsisten sepanjang
tahun, dengan suhu rata-rata 30 derajat Celsius. Jumlah curah hujan terbanyak
terjadi di bulan Januari. Rata-rata penyinaran matahari terlama di bulan
Agustus dan terendah di bulan Februari. Sedangkan Kecepatan angin di bulan
Juli merupakan yang tertinggi dan terendah di bulan Maret. Luas lahan sawah
di Kabupaten Sumenep 23.852 Ha, terbagi menjadi 13.388 Ha (56,13 %)
lahan sawah tadah hujan, 5.385 Ha (22,57 %) lahan berpengairan teknis, 1.959
Ha lahan semi teknis, 1.071 Ha lahan sederhana dan 2.049 Ha lahan memakai
irigasi desa. Penggunaan lahan khususnya lahan bukan sawah meliputi
pekarangan, tegal, perkebunan, ladang, huma, padang rumput, lahan
sementara tidak diusahakan, hutan rakyat, hutan negara, rawa-rawa, tambak,
kolam, dll. Tanaman pangan dapat dikelompokkan menjadi 2 bagian yaitu
komoditas beras (padi sawah dan padi gogo) dan komoditas palawija (jagung,
kedelai, kacang tanah, kacang hijau, ketela pohon dan ketela rambat).

3
Kabupaten Sumenep khususnya di Desa Bilaporarebba. Pada daerah ini
beras digantikan dengan jagung, namun sama halnya dengan beras hidup
mereka masih tergantung pada jagung. Masyarakat Desa Bilaporarebba
sebagian besar bermata pencaharian sebagai seorang petani dengan komoditas
pangan yaitu jagung. Pola konsumsi masyarakat di desa ini yaitu dengan
mengandalkan jagung sebagai kebutuhan hidup dengan frekuensi makan 2-3
kali dalam sehari. Dengan tidak adanya perubahan pola konsumsi ini yang
menyebabkan Desa Bilaporarebba berada dalam kategori kerawanan pangan.
Hal tersebut juga diakibatkan dengan tidak adanya diversifikasi pangan yang
dilakukan oleh masyarakat di desa ini.

Penanggung jawab 030_Adii Nur Ichsan

4
BAB II
KEBIASAAN MAKAN (Food Habits)

2.1 Pengertian Kebiasaan Makan


Kebiasaan (habit) adalah pola untuk melakukan tanggapan terhadap situasi
tertentu yang dpelejari oleh seorang individu dan yang dilakukan secara
berulang untuk hal yang sama. Kebiasaan adalah pola perilaku yang diperoleh
dari pola peraktik yang terjadi Kebiasaan makan yaitu suatu pola kebiasaan
komsumsi yang diperoleh karena terjadi berulang-ulang. Kebiasaan makan
adalah tindakan manusia, dan perasaan apa yang dirasakan mengenai persepsi
tentang hal itu.
Arisman (2004) menyatakan bahwa “kebiasaan makan” adalah sebagai
cara individu dan kelompok memuluh, mengkomsusi, dan menggunakan
makanan yang tersedia yang didasarkan kepada faktorfaktor social dan budaya
dimana mereka hidup. Jadi kebiasaan makan adalah hasil rakutan dari
bermacam-macam segi yang bersipat multidimensional. Kebiasaan makan
adalah berupa apa, oleh siapa, untuk siapa, kapan dan bagaimana makanan
siap diatas meja untuk disantap. Oleh karena itu kebiasaan makan dapat
dipelajari dan di ukur menurut prinsipprinsip ilmu gizi melalui pendidikan,
latihan dan penyuluhan sejak mansia mulai mengenal makan untuk
kelangsungan hidupnya.

2.2 Kebiasaan Makan di Kabupaten Pamekasan


Mata pencaharian masyarakat pamekasan sebagian besar adalah peternak,
petani dan nelayan. Sehingga rata-rata kebiasaan makan masyarakat
pamekasan adalah berasal dari hewan ternak (sapi), pertanian (jagung, beras,
singkong), dan perikanan (udang, bandeng, rumput laut). Kebiasaan makan
masyarakat pamekasan seperti masyarakat madura pada umumnya yaitu,
memakan nasi, sayur, lauk pauk, jajanan, dan minuman. Namun di daerah ini
masih sering dijumpai pedagang yang menjual makanannya dengan masih
menggunakan daun pisang sebagai tempatnya, seperti “Nase Jhanjhan”.

5
Makanan Khas Pamekasan
1. Nase’ Jhanjhan

Gambar 2.1 Nase’ Jhanjhan


(Sumber : https://img-global.cpcdn.com/recipes/68fdc0ef5ceb9968/680x482cq70/nase-
jhejhen-madureh-nasi-jajan-madura-foto-resep-utama.jpg)

Makanan ini menjadi salah satu ciri khas Pamekasan selain “sate lala”
dan “Soto Pamekasan”, nama ini di ambil dari susunan menu yang
disajikan di dalam nasi yang di bungkus dengan daun pisang. Kekhasan
nasi ini terletak pada menu lauknya yang beraneka ragan dan di bungkus
daun pisang sehingga aroma dan rasanya tidak berubah walaupun dibawa
sebagai bekal perjalanan ke luar kota. Lauk terdiri dari daging bumbu yang
gurih, telur kuah petis, dendeng serudeng dan ditambah lagi sambal pedas.
Perpaduan rasanya semakin menambah selera yang menikmati.
2. Kaldu Pakong

Gambar 2.2 Kaldu Pakong


(Sumber : https://www.jetgriyomapan.com/5-makanan-unik-khas-pamekasan-yang-
membuat-anda-ketagihan/)

Memiliki aroma yang kuat, kuah yang kental dan kikil sapi yang
sangat empuk, cocok sekali bila dinikmati bersama keluarga. Olahan yang
satu ini akan memberikan rasa yang tidak terlupakan. Perpaduan
bumbunya memberikan rasa yang gurih dan nikmat ditambah dengan
aroma yang kuat sehingga berpadu sempurna dengan rasa kuah kaldunya
yang kental. Kaldu kikil sapi ini dapat dinikmati di segala suasana karena
dagingnya yang empuk dan dapat di padukan dengan nasi maupun

6
lontong. Sebagai pelengkap masakan ini ditambahkan perasan jeruk nipis,
kecap manis serta sambal. 
3. Sate Lalat

Gambar 2.3 Sate Lalat


(Sumber : https://kumparan.com/kementerian-pariwisata/10-kuliner-pamekasan-yang-
dijamin-bikin-ketagihan-1r81KhBFxeO/full)

Dinamai sate lalat bukan karena sate ini terbuat dari lalat, melainkan
karena ukurannya yang kecil-kecil mirip lalat. Jadi bukan termasuk
makanan yang ekstrem ya. Sebenarnya sate ini tak berbeda jauh dengan
sate Madura kebanyakan, kuahnya menggunakan kuah kacang kental dan
daging yang digunakan adalah daging ayam.
4. Rujak Pamekasan

Gambar 2.4 Rujak Pamekasan


(Sumber : https://1.bp.blogspot.com/--
rONKqYQg2k/WRVZ6cyAO_I/AAAAAAAABUA/Hyw4n94QJdIsUn8u3MyLvDLol_1
tM2TXQCLcB/s1600/Rujak%2BCingur%2BPatemon%2B%25282%2529.jpg)

Makanan khas Pamekasan yang satu ini merupakan gabungan aneka


sayuran dan buah yang dipadu dalam bumbu yang lezat. Selain rasanya
yang lezat, makanan ini juga kaya vitamin dan serat, bayangkan saja dalam
1 ( satu ) porsi rujak, anda akan mendapatkan asupan vitamin dari sayuran
seperti kangkung, taoge dan juga buah antara lain kedondong, timun,
mangga, di tambah juga rumput laut serta kripik tette. Disajikan dengan

7
bumbu kacang khas Pamekasan yang telah digoreng di campur dengan
petis Pamekasan dan pisang klutuk.
5. Campor Lorju’

Gambar 2.5 Campor Lorju’


(Sumber : https://www.jetgriyomapan.com/5-makanan-unik-khas-pamekasan-yang-
membuat-anda-ketagihan/)

Makanan khas yang merupakan hasil olahan dari lorju’ yaitu sejenis
karang yang memiliki rasa gurih. Makanan tradisional yang satu ini
memiliki keunikan tersendiri karena terdiri dari kaldu yang dibuat dari
rebusan lorju’ dipadu dengan lontong, peyek, soun, taburan lorju’ dan
bawang goreng serta bumbu warisan turun temurun sehingga memberikan
aroma dan rasa yang gurih, maka bagi pecinta masakan laut tidak salah
bila mencoba olahan makanan laut dengan tampilan yang berbeda.
Berkunjung ke Pamekasan belum lengkap tanpa menikmati Campur Lorju’
sebagai suguhan masakan khas pulau garam.
6. Lopes

Gambar 2.6 Lopes


(Sumber : https://madura.tribunnews.com/2019/06/17/nikmat-dan-manisnyalopeskuliner-
khas-madura-yang-mulai-punah-di-pamekasan)

Lopes merupakan kuliner khas Madura yang terbuat dari ketan putih.


Makanan ini disajikan dalam bentuk bulat menyerupai lontong.
Rasa Lopes semakin nikmat dengan tambahan parutan kelapa dan gula
merah.

8
7. Keripik Tette

Gambar 2.7 Keripik Tette


(Sumber : https://cf.shopee.co.id/file/8b5bae7f24ec6c40197e71af9c44d88b)

Keripik tette merupakan jenis keripik berbahan singkong. Karena cara


pembuatannya dengan cara ditumbuk agar berbentuk pipih –yang dalam
bahasa Maduranya disebut e tette, masyarakat Madura familiar dengan
sebutan keripik tette. Keahlian masyarakat membuat keripik tette diwarisi
secara turun temurun.

2.3 Tinjauan Kebiasaan makan Masyarakat di Kabupaten Pamekasan


Salah satu wilayah di Madura masih mengkonsumsi jagung sebagai
makanan pokok dalam kehidupan sehari hari yaitu penduduk Desa
Pagendingan Kecamatan Galis Kabupaten Pamekasan, Madura. Desa
Pagendingan Kecamatan Galis Kabupaten Pamekasan merupakan bagian dari
wilayah Kabupaten pamekasan. Jarak tempuh Desa Pagendingan ke Ibu Kota
Kecamatan adalah 3 km, yang dapat ditempuh dengan waktu sekitar 10 menit,
sedangkan jarak tempuh ke Ibu Kota Kabupaten adalah 10 km yang dapat
ditempuh dengan waktu sekitar 30 menit. Ketinggian desa Pagendingan
berupa daratan sedang yaitu sekitar 4 m diatas permukaan air laut. Desa
Pagendingan merupakan daerah dengan iklim tropis yang memiliki curah
hujan yang tinggi, sehingga kondisi Desa Pagendingan mempengaruhi hasil
pertanian yang juga berpengaruh terhadap pola pangan penduduk Desa
Pagendingan.
Informasi dari Ibu Hj. Rahmawati (2015) secara umum mata pencaharian
penduduk Desa Pagendingan dapat digolongkan ke dalam beberapa sektor
yaitu pertanian, jasa atau perdagangan, industri dan lain-lain. Dari jumlah 871
KK, sejumlah 39 KK termasuk keluarga sejahtera karena Kepala Keluarganya
merupakan PNS atau Pegawai Negeri Sipil, sedangkan sekitar 96 KK sebagai

9
wirausaha dan sisanya sebagai petani dan buruh serta profesi lainnya masuk
kategori keluarga miskin yakni 736 KK adalah keluarga pra sejahtera.
Konsumsi makanan yang terjadi di Desa Pagendingan Kecamatan Galis
Kabupaten Pamekasan tidak hanya berbahan dasar padi tapi juga jagung,
setiap harinya hampir keseluruhan masyarakat di Desa Pagendingan masih
mengkonsumsi nasi jagung yang juga dicampur dengan nasi berbahan padi
dari hasil pertanian maupun dengan cara membeli.

2.4 Kebiasaan Makan di Kabupaten Sumenep


Kebiasaan makan masyarakat sumenep hampir sama dengan masyarakat
pamekasan, yaitu berasal dari hewan ternak (sapi), pertanian (jagung),
perkebunan (Kelapa), dan perikanan. Kemudian makanan dan minuman
masyarakat sumenep sedikit berbeda dengan kabupaten lain di pulau madura.
Pada makanan khas sumenep terdapat sedikit pengaruh masakan khas jawa,
seperti soto sabreng, kaldu kokot, dan campor (makanan berkuah yang
disajikan hangat dan disajikan pada pagi hari).

Makanan Khas Sumenep


1. Kaldu Kokot

Gambar 2.8 Kaldu Kokot


(Sumber : https://makananindonesia-top.blogspot.com/2015/12/makanan-khas-sumenep-
yang-terkenal.html)

Kaldu kokot alias kaldu kikil ini sebenarnya adalah sop kikil dan kaki
sapi. Ia disebut sop karena kuliner satu ini masuk dalam kategori masakan
yang memiliki kuah. Sebenarnya, kaldu kokot lebih menyerupai gulai atau
rawon. Bedanya, kaldu kokot biasa ditambahkan dengan potongan kikil
atau kulit dan tulang kaki sapi. Satu porsi kaldu kokot disajikan lengkap
dengan nasi atau potongan ketupat. Sebagai pelengkap, perkedel ubi,
kerupuk, dan lorji atau kacang mete, hadir sebagai pilihan.

10
2. Campor

Gambar 2.9 Campor


(Sumber : https://seputarmadura.com/sumenep/berita-sumenep/nikmatnya-campor-
kuliner-khas-sumenep/)

Makanan yang satu ini sebenarnya gak beda jauh dengan soto.
Bedanya, Campor punya kuah santan yang gurih. Campor biasanya
disajikan bersama bumbu kacang yang dihaluskan dengan petis khas
Madura, lombok dan garam di atasnya, ditambah taburan soun dan tulang
rawan sapi atau daging. Makanan ini dijual pada pagi hari untuk sarapan.
Rasanya nikmat dan lezat. Kudapan ini terdiri dari campuran lontong,
daging sapi, mie soun, dan lainnya. Semua bahan disatukan, lalu disiram
dengan kuah santan dan sambal kacang. Lantaran banyak campurannya,
makanya disebut lontong campor atau biasa disebut campor saja. Saat
disantap, biasanya para konsumen menambahkan kroket dan ote-ote.
Sehingga menambah kenikmatannya.
3. Apen Manis

Gambar 2.10 Apen Manis


(Sumber : https://makananindonesia-top.blogspot.com/2015/12/makanan-khas-sumenep-
yang-terkenal.html)

11
Apen manis ini merupakan jajanan makanan khas sumenep yang
mempunyai rasa yang manis. Apen manis umumnya di sajikan
menggunakan taburan gula merah. makanan ini sangat cocok sebagai
temang ngopi di pagi hari.
4. Nasi Romi

Gambar 2.11 Nasi Romi


(Sumber : https://img-global.cpcdn.com/recipes/b29b91bacd657982/680x482cq70/nasi-
romi-foto-resep-utama.jpg)

Nasi Romi adalah makanan khas Kabupaten Sumenep Provinsi Jawa


Timur. Nasi romi seperti nasi uduk, namun keunikannya terletak pada cara
memasaknya yaitu menggunakan santan dengan tambahan sedikit garam
sehingga menjadikan rasa nasi Romi menjadi gurih. Nasi romi
dihidangkan dengan tambahan irisan telur dadar dan abon.
5. Nasi Jagung Kuah Maronggi

Gambar 2.12 Nasi Jagung Kuah Maronggi


(Sumber : https://1.bp.blogspot.com/-
OGF_osJJxZw/V2TtoA3SYQI/AAAAAAAAKqo/ix1a9JltjmAvv60vUypJly7ARR6Y9o
xZwCLcB/w1200-h630-p-k-no-nu/Nasi-Jagung-Madura.jpg)

Nasi jagung adalah campuran beras putih dan jagung yang sudah
dihaluskan. Untuk nasi jagung biasanya Di Temani Daun kelor (ghengan
maronggi) akan lebih terasa mantap. Daun kelor merupakan pelengkap
nasi jagung bagi orang Madura. Daun kelor biasanya dibuat kuah yang
biasa disebut “ghangan maronggi” bagi orang madura. Tapi bahasa melayu
yang benar adalah "Merunggai". Biasanya, ghangan maronggi

12
(Merunggai) ini akan dihidangkan dengan nasi jagung, lauk pauk, dan
pettes. Meski sangat sederhana, tapi bagi orang Madura, hidangan tersebut
rasanya sungguh menggoda. Tomat, kacang, dan ikan asin juga bisa
menjadi pelengkap hidangan tersebut. Menyantap kuah ini rasanya tidak
ada bosannya bagi orang Madura. 
6. Mento

Gambar 2.13 Mento


(Sumber : https://i.ytimg.com/vi/DgR-WkSq3Wo/maxresdefault.jpg)

Mento adalah makanan khas Sumenep berupa kue basah yang hanya
mampu bertahan sehari saja sehingga tidak dapat dipilih sebagai oleh –
oleh. Jika dilihat dari tampilannya, mento sekilas mirip kue bawang.
Namun, mento dan kue bawang berbeda dari proses memasaknya dimana
kue bawang digoreng sementara kue mento dikukus. Mento memiliki rasa
sangat enak sehingga anda akan rugi jika tidak mencobanya saat
berkunjung ke Sumenep.
7. Man Reman

Gambar 2.14 Man Reman


(Sumber : https://faktualnews.co/images/2018/01/man-reman-makanan-khas-
sumenep.jpg)

Man reman adalah jenis makanan khas Sumenep yang dapat anda pilih
sebagai oleh – oleh khas Sumenep. Man reman merupakan makanan
ringan dari tepung ketan dan gula aren yang diolah sedemikan rupa
sehingga memiliki rasa manis dan sangat renyah.

2.5 Tinjauan Kebiasaan makan Masyarakat di Kabupaten Sumenep

13
Ketergantungan akan beras tidak terjadi di Kabupaten Sumenep khususnya
di Desa Bilaporarebba. Pada daerah ini beras digantikan dengan jagung,
namun sama halnya dengan beras hidup mereka masih tergantung pada
jagung. Masyarakat Desa Bilaporarebba sebagian besar bermata pencaharian
sebagai seorang petani dengan komoditas pangan yaitu jagung. Pola konsumsi
masyarakat di desa ini yaitu dengan mengandalkan jagung sebagai kebutuhan
hidup dengan frekuensi makan 2-3 kali dalam sehari. Dengan tidak adanya
perubahan pola konsumsi ini yang menyebabkan Desa Bilaporarebba berada
dalam kategori kerawanan pangan. Hal tersebut juga diakibatkan dengan tidak
adanya diversifikasi pangan yang dilakukan oleh masyarakat di desa ini. 

Penanggung Jawab 021_Rr Sativa Ghassani H.

14
BAB III
PERILAKU MAKAN (Food Behaviours)

3.1 Pengertian Perilaku Makan


Perilaku makan adalah cara untuk seseorang berfikir, berpengetahuan dan
berpandangan tentang makanan. Apa yang ada dalam perasaan dan pandangan
itu dinyatakan dalam bentuk tindakan makan dan memilih makanan. Jika
keadaan itu terus menerus berulang maka tindakan tersebut akan menjadi
kebiasaan makan (Khumaidi, 1994). Ada beberapa definisi mengenai perilaku
makan menurut beberapa pakar, yaitu Santosa dan Ranti (2004 : 89)
mengungkapkan bahwa perilaku makan merupakan berbagai informasi yang
memberi gambaran mengenai macam dan jumlah bahan makanan yang
dimakan tiap hari oleh suatu orang dan merupakan ciri khas untuk suatu
kelompok masyarakat tertentu.
Sedangkan perilaku makan menurut Van Strein dkk. (1986) dijelaskan
dalam teori psychosomatic, externality, dan restraint. Teori psychosomatic
menjelaskan bahwa individu akan makan secara berlebihan dalam
memberikan respon pada emosi negatif. Teori externality menjelaskan bahwa
individu makan ketika tidak merasa lapar atau kenyang melainkan karena
respon yang berkaitan dengan stimulus dari makanan tersebut (Schachter,
Goldman, & Gordon, 1968). Teori restraint yaitu ketika individu membatasi
makanan yang masuk ke dalam tubuh 14 untuk menjaga citra tubuh, turunnya
berat badan, dan agar berat badan tidak naik (Herman & Mack, 1975).
Dari pengertian para pakar tersebut dapat disimpulkan bahwa perilaku
makan adalah suatu cara atau perilaku yang dilakukan seseorang atau
sekelompok orang dalam memilih dan menggunakan bahan makanan untuk
mengkonsumsi pangan setiap hari yang meliputi , jumlah makanan, jenis
makanan dan frekuensi makan yang berdasarkan pada faktor-faktor social dan
budaya dimana mereka hidup atau tinggal dan dapat dijelaskan juga dari teori
psychosomatic,teori externality dan teori restraint. Kebiasaan makan sangat
dipengaruhi gaya hidup. Faktor-faktor yang merupakan input bagi
terbentuknya gaya hidup keluarga adalah lingkungan hidup kota atau desa,
penghasilan, pendidikan, pekerjaan, suku bangsa, kepercayaan dan agama,
pendapat tentang kesehatan, pendidikan gizi, produksi pangan dan ditribusi,
serta sosial politik (Almatsier, 2003).

15
3.2 Perilaku Makan di Kabupaten Pamekasan dan Sumenep
Makanan pokok yang dikonsumsi penduduk Pamekasan dan Sumenep
sama, yaitu nasi beras (padi), nasi jagung, dan nasi singkong. Makanan pokok
tersebut dikonsumsi karena merupakan hasil pertanian daerah setempat.
Konsumsi nasi beras (padi), nasi jagung dan nasi singkong sebagai makanan
pokok dipengaruhi oleh status sosial seseorang. Semakin tinggi tingkat sosial
seseorang semakin sedikit porsi konsumsi nasi jagung dan nasi singkong
seseorang. Sebaliknya semakin rendah tingkat sosial seseorang semakin
banyak porsi konsumsi nasi jagung dan nasi singkong.
Nasi putih adalah makanan pokok masyarakat penduduk. Setiap penduduk
selalu menyediakan nasi putih, mulai dari anak-anak sampai orang tua
mengkonsumsi nasi putih, rata-rata penduduk dengan status sosial menengah
keatas lebih banyak mengkonsumsi nasi putih. Penduduk warga didaerah
pamekasan dan sumenep mengkonsumsi nasi putih setiap kali makan pagi,
makan siang, dan makan malam. Biasanya porsi makan untuk nasi putih
berkisar antara 150 - 200 gram setiap kali makan. Selain diolah menjadi nasi,
olahan lain beras yang bisa dijadikan makanan pokok yaitu lontong. Lontong
adalah makanan yang dibuat dari beras dibungkus dengan daun pisang,
kemudian direbus sampai matang.
Makanan pokok seperti jagung dan singkong dapat digunakan sebagai
kudapan atau olahan makanan lain seperti kue tradisional atau pun kerupuk.
Penduduk biasanya mengolah sendiri makanan pokok nasi jagung namun
terdapat juga penduduk yang mengkonsumi nasi jagung dengan cara membeli.
Namun penduduk memilih mengolah sendiri untuk menghemat pengeluaran
dalam berbelanja kebutuhan pokok karena berpengaruh terhadap pengeluaran
sehari-hari. Dalam setiap penyajiannya, makanan pokok dikonsumsi bersama
sayur lodeh, sayur asam, sambal, dan urap-urapan, sehingga dapat dengan
mudah memperoleh sumber vitamin yang beragam dan bervariasi dari sayuran
dan protein dari hewan.
Jumlah porsi makanan dalam satu piring setiap anggota keluarga tidak
sama. Jumlah nasi yang dikonsumsi 200 gram atau setara dengan 2-3 entong
nasi, sayur bayam 5 gram, toge 5 gram, kacang panjang 5 gram, dan lauk
protein hewani (daging sapi) 25 gram dan ikan asin 10 gram, lauk protein
nabati (tempe) 25 gram. Hidangan yang disajikan tidak banyak perbedaan.
Rata-rata penduduk mengkonsumsi sayur kelor dengan nasi jagung. Jenis
lauk-pauk, sayuran, sambal-sambalan, dan goreng-gorengan. yang dikonsumsi
penduduk di daerah pamekasan adalah sebagai berikut:

16
1) Lauk-pauk
Lauk pauk yang dikonsumsi penduduk daerah berasal dari hewani maupun
nabati, baik yang berkuah maupun tidak berkuah, baik yang melalui proses
pemasakan maupun tanpa proses pemasakan. Makanan sumber protein
hewani yang dikonsumsi yaitu ikan pindang, tongkol, mujair, daging sapi,
dan daging ayam. Makanan sumber protein nabati yaitu tempe, tahu, dan
telur ayam. Cara pengolahan lauk-pauk yang digunakan sebagai hidangan
pelengkap yaitu dengan digoreng, dipepes, dan dikukus. Seperti ikan teri
berbumbu, pepes teri, tumis udang, dan pepes ikan tongkol, pindang
bumbu merah goreng, dadar jagung, ikan tongkol dan tahu goreng, ikan
panggang goreng, ikan teri goreng, tahu goreng berbumbu, kerang goreng,
tempe, telur, dan udang goreng.

2) Sayuran
Beraneka ragam sayuran yang dihasilkan oleh penduduk daerah yaitu
Kecipir, terong, ketimun, toge, sayur daun kelor, sayur urap, sayur bayam,
sayur bening kacang panjang, sayur bayam yang dicampur dengan
ketimun dan sayur asam, sayuran ini dikonsumsi dengan nasi jagung, nasi
singkong, dan nasi putih.

3) Sambal-sambalan
Sambal-sambalan yang dikonsumsi penduduk daerah meliputi: sambal
ulek kacang, sambal pecel, sambal ulek terasi, sambal ulek mangga,
sambal ulek toge dan ketimun, sambal ulek tomat, sambal ulek cabe dan
terasi, dan sambal ulek cabe daun jeruk nipis.

4) Hidangan Selingan
Hidangan selingan yang dikonsumsi penduduk daerah adalah olahan yang
berasal dari singkong dan jagung seperti krepek tette (kerupuk singkong),
belendung jagung, bubur jagung, jemblem, pastel madura dsb. Selain
diolah menjadi makanan pokok. Olahan lain jagung dan singkong yang
bisa dijadikan hidangan selingan, yaitu: 1) Blendung jagung 2) Bubur
jagung. 3) Lepet jagung 4) Kerupuk singkong 5) Lemet Singkong 6)
Jemblem 7) Pastel Singkong Madura.

5) Hidangan Penutup
Penduduk daerah biasanya mengkonsumsi buah sebagai hidangan penutup
baik dari hasil bertanam sendiri seperti pepaya, pisang, mangga,
belimbing, jambu air, blewah, kedongdong, semangka, dan yang membeli
di pasar tradisional seperti jeruk, melon, manggis, apel merah, dsb.

17
Faktor yang Mempengaruhi perilaku makanan penduduk daerah ada
beberapa faktor, antara lain:

1. Faktor Geografis (Kondisi)

2. Kesukaan

3. Budaya

4. Masyarakat

5. Status Sosial Ekonomi

6. Kesehatan
3.3 Tinjauan Perilaku Makan Masyarakat di Kabupaten Pamekasan dan
Sumenep
Ditinjau dari penjelasan diatas bahwa perilaku makan masyarakat daerah
pamekasan dan sumenep itu sama. Untuk bahan makanan pokok, dua daerah
tersebut yaitu nasi beras (padi), nasi jagung, dan nasi singkong. Makanan
pokok tersebut dikonsumsi karena merupakan hasil pertanian daerah setempat.
Konsumsi nasi beras (padi), nasi jagung dan nasi singkong sebagai makanan
pokok dipengaruhi oleh status sosial seseorang.
Jumlah porsi makanan dalam satu piring setiap anggota keluarga tidak
sama. Jumlah nasi yang dikonsumsi 200 gram atau setara dengan 2-3 entong
nasi, sayur bayam 5 gram, toge 5 gram, kacang panjang 5 gram, dan lauk
protein hewani (daging sapi) 25 gram dan ikan asin 10 gram, lauk protein
nabati (tempe) 25 gram. Hidangan yang disajikan tidak banyak perbedaan.
Rata-rata penduduk mengkonsumsi sayur kelor dengan nasi jagung. Jenis
lauk-pauk, sayuran, sambal-sambalan, dan goreng-gorengan.
Penduduk biasanya mengolah sendiri makanan pokok nasi jagung namun
terdapat juga penduduk yang mengkonsumi nasi jagung dengan cara membeli.
Namun penduduk memilih mengolah sendiri untuk menghemat pengeluaran
dalam berbelanja kebutuhan pokok karena berpengaruh terhadap pengeluaran
sehari-hari. Faktor yang Mempengaruhi perilaku makanan penduduk daerah
ada beberapa faktor, antara lain: 1. Faktor Geografis (Kondisi), 2. Kesukaan,
3. Budaya, 4. Masyarakat, 5. Status Sosial Ekonomi, 6. Kesehatan.

Penanggung Jawab 029_Berlina

18
BAB IV
TABU DAN PANTANGAN MAKANAN (Taboo Foods)

4.1 Pengertian Tabu dan Pantangan Makanan


Makanan tabu atau yang biasa disebut juga dengan pantangan makanan
merupakan suatu larangan dalam mengonsumsi makanan tertentu karena jika
melanggarnya maka akan mendapatkan beberapa ancaman atau hukuman. Di
dalam ancaman atau hukuman tersebut terdapat kekuatan supranatural atau
mistik yang akan menghukum bagi mereka yang melanggar atau
mengkonsumsi makanan tabu (Sukandar, 2007). Adapun beberapa alas an
makanan menjadi tabu yaitu tidak biasa, takut mandul, kebiasaan pribadi,
khawatir menimbulkan penyakit, berkaitan dengan Kesehatan, larangan
agama dan pembatasan hewani. Hal ini dikarenakan adanya keyakinan atau
kebiasaan yang sudah tertanam sejak dulu. Sehingga untuk menjaga dirinya
dari hal-hal yang buruk maka harus tetap mematuhi kebiasaan yang
disarankan oleh orang tua (Anggraini, 2013).

4.2 Tinjauan berbagai Tabu pada Makanan Masyarakat di Kabupaten


Pamekasan
Masyarakat Madura masih percaya akan mitos, larangan, dan hal tabu
(pantangan) seperti tidak boleh melilitkan handuk di leher karena dipercaya
membuat tali pusar bayi akan melilit pada bayi, tidak boleh duduk di depan
pintu yang dipercaya akan mendatangkan sial kepada ibu dan bayi, tidak
boleh memotong rambut karena dipercaya rambut yang dipotong akan
tertelan oleh bayi, dan tidak boleh memakan makanan yang terbuat dari kulit
karena diyakini bisa mempertebal tempat air ketuban.

4.3 Tinjauan berbagai Pantangan pada Makanan Masyarakat di Kabupaten


Pamekasan
Peternak sapi di Pamekasan, Jawa Timur, memiliki pantangan tersendiri
untuk memotong sapi betina, apalagi jika sapi betina tersebut masih dalam
masa produktif untuk melahirkan anakan sapi. Sapi betina baru akan dipotong
ketika usianya sudah tidak produktif lagi untuk diambil keturunannya.
Kebiasaan itu dilakukan peternak sapi di wilayah Pantai Utara (Pantura)
Pamekasan, meliputi Kecamatan Batumarmar, Kecamatan Pasean,

19
Kecamatan Waru, dan Kecamatan Pakong. Bukti kecintaan masyarakat
Pamekasan terhadap sapi dibuktikan dengan adanya pantangan menyembelih
atau memotong sapi betina. Sapi yang dipotong adalah sapi pejantan.
Masyarakat meyakini bahwa memotong sapi betina sudah memotong
rantai peranakan sapi satu generasi. Kepercayaan lainnya bagi masyarakat
Pamekasan umumnya, sapi mampu meningkatkan ekonomi mereka. Sapi yang
dirawat khusus akan mendatangkan keuntungan secara ekonomi. Rata-rata
sapi di wilayah Pantura Pamekasan lebih gemuk, kulitnya lebih halus, karena
perawatan pemiliknya. Ilmu perawatan sapi sudah menjadi ilmu turun temurun
bagi masyarakat Pantura. Sapi tidak hanya diberi makan, tetapi diberi jamu
dengan ramuan khusus sehingga sapi gemuk dan kulitnya halus.

4.4 Tinjauan berbagai Tabu pada Makanan Masyarakat di Kabupaten


Sumenep

Mitos, larangan dan tabu makanan yang berkaitan dengan gender dan
budaya lokal memang dapat dijumpai dengan mudah di semua kebudayaan
Indonesia yang didominasi ideologi patriarki (Kalangi, 1985: 42-53). Lakilaki
dikonstruksikan harus perkasa, kuat secara seksual, sebaliknya perempuan
dikonstruksikan untuk selalu menjaga kecantikan, kelangsingan, dan
vitalitasnya untuk memuaskan kebutuhan laki-laki. Ide ini mendorong
munculnya pembedaan makanan berdasarkan gender yang didasarkan pada
mitos, larangan, dan tabu makanan yang berhubungan dengan seksualitas.
Ada makanan tertentu yang dianjurkan pada laki-laki karena mitos
keperkasaan sebagaimana ditemukan di Madura dan Surabaya dengan
mengkonsumsi sate kambing. Ada makanan yang ditabukan bagi perempuan,
seperti mentimun dan nanas karena akan membuat kelaminnya basah dan
mengurangi kenikmatan bersetubuh. Banyak larangan makanan lainnya juga
ditujukan pada perempuan terutama dalam kondisi hamil atau menyusui.
Mitos, tabu, dan kepercayaan-kepercayaan yang berlaku dalam masyarakat
semacam ini, dapat dikatakan sebagai bentuk pembatasan budaya terhadap
kecukupan gizi. Dan pihak yang biasanya paling banyak mengalami tabu
makanan semacam ini adalah kaum perempuan.

4.5 Tinjauan berbagai Pantangan pada Makanan Masyarahat di Kabupaten


Sumenep
Fenomena tabu atau pantangan makanan (pada perempuan) di Indonesia
masih menjadi masalah karena banyak jenis makanan yang seharusnya
dikonsumsi tapi ternyata dihindari, salah satunya adalah di Kabupaten
Sumenep, Madura. Makanan yang paling banyak ditabukan adalah cumi-
cumi, udang, nanas, kol, dan air es yang manis. Berdasarkan wawancara

20
mendalam, makanan tabu dilarang untuk dikonsumsi karena dipercaya dapat
membuat bayi memiliki sifat dan bentuk fisik seperti hewan tersebut. Ibu
hamil yang mengonsumsi udang dikhawatirkan janin atau bayinya akan
melengkung seperti bentuk fisik udang dan bayi akan sulit atau tidak mau
keluar saat proses persalinan seperti sifat udang yang suka bersembunyi di
dalam pasir.
Masyarakat Sumenep meyakini bahwa kangkung, terong, kubis, jantung
pisang, dan cabai tidak baik jika dikonsumsi oleh ibu hamil. Terong mentah
memiliki permukaan yang keras dan kulit yang menyatu dengan dagingnya
sehingga tidak dapat dikupas. Hal ini menimbulkan persepsi bahwa terong
memiliki kulit halus namun tebal atau keras. Berdasarkan filosofi ini, etnis
Madura meyakini jika ibu hamil mengonsumsi terong maka janinnya akan
terbungkus ketuban yang tebal seperti terung. Hal ini tentunya dapat
memperlama dan mempersulit persalinan. Selain itu terong juga dianggap
dapat mempengaruhi janin menjadi kecil dan berwarna biru.
Konsumsi buah kedondong, nanas, salak, durian, dan rambutan dilarang
untuk ibu hamil. Buah ini tidak boleh dikonsumsi karena dipercaya dapat
menyebabkan keguguran dan membuat panas di perut. Kedondong dan nanas
merupakan dua buah yang paling ditabukan oleh etnis Madura. Nanas paling
banyak dihindari pada ibu hamil trimester 1&2, sedangkan kedondong pada
trimester 3. Sebagian besar masyarakat Sumenep mempercayai bahwa
konsumsi minuman dingin khususnya yang manis berbahaya bagi ibu hamil
karena dapat menyebabkan komplikasi pada saat melahirkan. Komplikasi
pada saat persalinan ini diakibatkan bayi yang terlalu besar karena banyak
meminum air dingin (manis). 

Penanggung Jawab 021_Rr Sativa Ghassani H.

21
BAB V

KONSUMSI PANGAN (Food Consumption)

5.1 Rata-Rata Pengeluaran per Kapita Sebulan menurut Provinsi Jawa


Timur
dan Daerah Pamekasan & Sumenep (rupiah)
Tabel 5.1 Rata-rata Pengeluaran Per Kapita Sebulan Jawa Timur Menurut Jenis Pengeluaran,
2015-2017
Jenis Pengeluaran 2015 2016 2017

A. Makanan
45,87 49,08 50,79
01. Padi-padian

22
7,92 6,69 5,88
02. Umbi-umbian
0,37 0,40 0,42
03. Ikan
2,88 2,81 3,00
04. Daging
2,10 2,19 2,39
05. Telur dan Susu
3,28 2,94 2,87
06. Sayuran
3,01 3,59 4,26
07. Kacang-kacangan
1,93 1,74 1,63
08. Buah-buahan
2,24 2,02 2,31
09. Minyak dan Lemak
1,71 1,53 1,44
10. Bahan Minuman
1,83 1,85 1,74
11. Bumbu-bumbuan
1,01 1,08 0,99
12. Konsumsi Lainnya
1,08 1,00 1,05
13. Makanan dan Minuman Jadi
11,55 14,71 17,05
14. Tembakau dan Sirih
4,96 6,53 5,77
B. Bukan makanan
54,13 50,92 49,21
1. Perumahan, Bahan Bakar, Penerangan
dan Air 26,50 24,86 22,52
02. Aneka Barang dan Jasa
13,43 13,00 12,59
03. Pakaian, Alas Kaki, Tutup Kepala
2,80 2,83 2,79
04. Barang Tahan Lama
6,59 5,87 6,41
05. Pajak Pemakaian, Premi Asuransi
2,50 2,46 2,89
06. Keperluan Pesta dan Upacara
2,31 1,91 2,01
Jumlah
100,00 100,0 100,00

23
0
830 870 938
Nominal (Rp.)
472 412 801
Sumber : BPS Provinsi Jawa Timur, Susenas 2015-2017

Gambar 5.1 Pengeluaran Pemerintah dan Konsumsi Rumah Tangga Pulau Madura,
2011-2016
(Sumber : BPS Madura)

Gambar 5.1 menunjukkan bahwa konsumsi rumah tangga terus mengalami


peningkatan sampai tahun 2015 sebesar Rp. 40,459,442.74. Konsumsi rumah
tangga dapat mempengaruhi laju pertumbuhan ekonomi yang juga harus terus
mengalami peningkatan sampai tahun 2013, sedangkan pada tahun 2014
pertumbuhan ekonomi mengalami penurunan yang dapat disebabkan oleh
besarnya pertambahan peningkatan konsumsi tahu 2014 menurun
dibandingkan laju konsumsi tahun sebelumnya, meskipun dalam angka
konsumsi mengalamai peningkatan pada tahun 2014 sebesar Rp.
38,908,728.3 namun pertambahan peningkatan konsumsi turun dibanding
tahun sebelumnya. Besarnya konsumsi rumah tangga menunjukkan tingkat
pendapat masyarakat yang mempengaruhi daya beli secara langsung, hal ini
dapat mempengaruhi laju pertumbuhan ekonomi dimana besarnya konsumsi
rumah tangga berkontribusi terhadap laju pertumbuhan ekonomi. Ketika
terjadi peningkatan konsumsi rumah tangga mendorong terjadi peningkatan
produksi. Konsumsi mengalami penurunan pada tahun 2016 dan terendah jika
dibandingkan pada tahun - tahun sebelumnya sebesar Rp. 32,203,273.1 hal ini
duga karena perekonomian yang mengalami penurunan sehingga
mempengaruhi pendapatan dan daya beli masyarakat menjadi sagat rendah
pada tahun 2016.

5.2 Persentase Pengeluaran per Kapita Sebulan untuk Makanan dan Bukan

24
Makanan menurut daerah Pamekasan dan Sumenep
Tabel 5.2.1 Rata-rata Pengeluaran Per Kapita Sebulan Menurut Kelompok Makanan dan
Non Makanan Pulau Madura, 2011-2016

Berdasarkan tabel diatas pengeluaran perkapita sebulan tahun 2011 – 2016


terus meningkat ialah sebesar Rp. 652,721 pada tahun 2016. Artinya
pengeluaran masyarakat Madura terus meningkat setiap tahunnya hingga
pada tahun 2016 pengeluaran rata-rata masyarakat perbulan ialah sebesar Rp.
652,721 pengeluaran kelompok makanan dan non makanan. Meskipun rata-
rata pengeluaran perbulan masyarakat setiap tahun terus meningkat, namun
pengeluaran tersebut masih rendah sehingga konsumsi rumah tangga rendah
dan tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi. Konsumsi rumah
tangga yang rendah karena kegiatan perekonomian yang kurang berkembang
sehingga pendapatan masyarakat masih rendah dan menyebabkan daya beli
dan konsumsi rumah tangga rendah sehingga tidak dapat mempengaruhi
pertumbuhan ekonomi dengan signifikan di Pulau Madura. Rendahnya
pendapatan masyarakat dapat disebabkan karena kegiatan perekonomian
masyarakat yang masih bertumpu pada sektor tradisional.
Tabel 5.2.2 Persentase Pengeluaran Per Kapita Sebulan Kelompok Makanan dan Bukan
Makanan Menurut Kabupaten/Kota (Persen), 2017-2019

Persentase Pengeluaran Perkapita


Sebulan Kelompok Makanan Menurut
Kabupaten/Kota Se Jawa Timur Kabupaten/kota (Persen)

2017 2018 2019

Kabupaten Pacitan 56,35 54,77 52,53

Kabupaten Ponorogo 53,36 49,22 49,00

Kabupaten Trenggalek 52,90 50,44 49,33

25
Persentase Pengeluaran Perkapita
Sebulan Kelompok Makanan Menurut
Kabupaten/Kota Se Jawa Timur Kabupaten/kota (Persen)

2017 2018 2019

Kabupaten Tulungagung 51,15 48,58 49,89

Kabupaten Blitar 51,06 48,49 49,63

Kabupaten Kediri 53,69 52,83 53,44

Kabupaten Malang 54,18 49,32 47,14

Kabupaten Lumajang 57,84 56,15 57,99

Kabupaten Jember 57,48 56,77 55,11

Kabupaten Banyuwangi 50,73 51,34 49,57

Kabupaten Bondowoso 57,60 55,38 56,40

Kabupaten Situbondo 56,08 54,98 55,48

Kabupaten Probolinggo 54,45 55,70 55,69

Kabupaten Pasuruan 54,84 56,44 53,43

Kabupaten Sidoarjo 45,58 44,48 45,12

Kabupaten Mojokerto 51,48 52,67 50,92

Kabupaten Jombang 53,66 52,91 51,44

Kabupaten Nganjuk 55,97 56,66 46,66

Kabupaten Madiun 52,52 51,86 49,63

Kabupaten Magetan 46,30 48,06 46,72

Kabupaten Ngawi 54,80 51,88 53,79

Kabupaten Bojonegoro 58,75 53,07 53,10

Kabupaten Tuban 59,17 51,54 52,72

Kabupaten Lamongan 50,41 50,56 50,86

26
Persentase Pengeluaran Perkapita
Sebulan Kelompok Makanan Menurut
Kabupaten/Kota Se Jawa Timur Kabupaten/kota (Persen)

2017 2018 2019

Kabupaten Gresik 51,66 50,94 48,10

Kabupaten Bangkalan 64,91 62,50 57,40

Kabupaten Sampang 61,60 65,43 62,54

Kabupaten Pamekasan 61,95 58,43 57,52

Kabupaten Sumenep 63,67 60,69 58,35

Kota Kediri 44,53 47,83 45,46

Kota Blitar 45,74 46,48 45,33

Kota Malang 37,85 36,87 38,29

Kota Probolinggo 40,79 40,83 40,45

Kota Pasuruan 52,46 51,79 52,85

Kota Mojokerto 44,15 45,10 44,64

Kota Madiun 42,74 44,40 41,90

Kota Surabaya 39,88 40,94 36,60

Kota Batu 49,82 45,18 44,91

Jawa Timur 50,79 49,97 48,53

Persentase Pengeluaran Perkapita


Sebulan Kelompok Bukan Makanan
Kabupaten/Kota Se Jawa Timur Menurut Kabupaten/kota (Persen)
2017 2018 2019
Kabupaten Pacitan 43,65 45,23 47,47
Kabupaten Ponorogo 46,64 50,78 51,00
Kabupaten Trenggalek 47,10 49,56 50,67

27
Persentase Pengeluaran Perkapita
Sebulan Kelompok Bukan Makanan
Kabupaten/Kota Se Jawa Timur Menurut Kabupaten/kota (Persen)
2017 2018 2019
Kabupaten Tulungagung 48,85 51,42 50,11
Kabupaten Blitar 48,94 51,51 50,37
Kabupaten Kediri 46,31 47,17 46,56
Kabupaten Malang 45,82 50,68 52,86
Kabupaten Lumajang 42,16 43,85 42,01
Kabupaten Jember 42,52 43,23 44,89
Kabupaten Banyuwangi 49,27 48,66 50,43
Kabupaten Bondowoso 42,40 44,62 43,60
Kabupaten Situbondo 43,92 45,02 44,52
Kabupaten Probolinggo 45,55 44,30 44,31
Kabupaten Pasuruan 45,16 43,56 46,57
Kabupaten Sidoarjo 54,42 55,52 54,88
Kabupaten Mojokerto 48,52 47,33 49,08
Kabupaten Jombang 46,34 47,09 48,56
Kabupaten Nganjuk 44,03 43,34 53,34
Kabupaten Madiun 47,48 48,14 50,37
Kabupaten Magetan 53,70 51,94 53,28
Kabupaten Ngawi 45,20 48,12 46,21
Kabupaten Bojonegoro 41,25 46,93 46,90
Kabupaten Tuban 40,83 48,46 47,28
Kabupaten Lamongan 49,59 49,44 49,14
Kabupaten Gresik 48,34 49,06 51,90
Kabupaten Bangkalan 35,09 37,50 42,60
Kabupaten Sampang 38,40 34,57 37,46
Kabupaten Pamekasan 38,05 41,57 42,48
Kabupaten Sumenep 36,33 39,31 41,65
Kota Kediri 55,47 52,17 54,54

28
Persentase Pengeluaran Perkapita
Sebulan Kelompok Bukan Makanan
Kabupaten/Kota Se Jawa Timur Menurut Kabupaten/kota (Persen)
2017 2018 2019
Kota Blitar 54,26 53,52 54,67
Kota Malang 62,15 63,13 61,71
Kota Probolinggo 59,21 59,17 59,55
Kota Pasuruan 47,54 48,21 47,15
Kota Mojokerto 55,85 54,90 55,36
Kota Madiun 57,26 55,60 58,10
Kota Surabaya 60,12 59,06 63,40
Kota Batu 50,18 54,82 55,09
Jawa Timur 49,21 50,03 51,47

5.3 Pangsa Pengeluaran Per Kapita Sebulan Menurut Provinsi Jawa Timur
dan Daerah Tempat Tinggal
Tabel 5.3 Pengeluaran Per Kapita Sebulan Kelompok Makanan Per Kabupaten/Kota
(Rupiah), 2017-2019

Pengeluaran Perkapita Sebulan


Kelompok Makanan
Kabupaten/Kota Se Jawa Timur Perkabupaten/kota (Rupiah)
2017 2018 2019
Kabupaten Pacitan 406 358 422 021 418 055
Kabupaten Ponorogo 388 689 403 727 415 478
Kabupaten Trenggalek 359 249 384 102 406 233
Kabupaten Tulungagung 404 942 442 534 447 335
Kabupaten Blitar 402 633 404 063 419 278
Kabupaten Kediri 408 383 447 997 435 186
Kabupaten Malang 480 986 466 529 465 681
Kabupaten Lumajang 365 184 427 729 435 916
Kabupaten Jember 351 840 430 807 440 697
Kabupaten Banyuwangi 432 350 489 736 481 560
Kabupaten Bondowoso 372 145 376 919 420 934

29
Pengeluaran Perkapita Sebulan
Kelompok Makanan
Kabupaten/Kota Se Jawa Timur Perkabupaten/kota (Rupiah)
2017 2018 2019
Kabupaten Situbondo 337 261 437 117 469 511
Kabupaten Probolinggo 345 817 410 384 398 276
Kabupaten Pasuruan 495 810 519 175 515 088
Kabupaten Sidoarjo 618 670 681 759 683 507
Kabupaten Mojokerto 554 404 545 031 586 121
Kabupaten Jombang 455 867 487 552 495 624
Kabupaten Nganjuk 421 446 416 171 440 251
Kabupaten Madiun 422 919 478 249 442 626
Kabupaten Magetan 448 957 444 882 453 149
Kabupaten Ngawi 387 264 386 079 422 465
Kabupaten Bojonegoro 454 781 469 900 450 082
Kabupaten Tuban 461 456 471 661 477 950
Kabupaten Lamongan 520 196 530 316 480 093
Kabupaten Gresik 622 010 673 892 607 933
Kabupaten Bangkalan 396 492 397 818 418 907
Kabupaten Sampang 396 834 433 465 404 262
Kabupaten Pamekasan 377 797 371 599 406 615
Kabupaten Sumenep 536 140 520 082 592 227
Kota Kediri 515 417 507 769 512 133
Kota Blitar 530 602 634 033 575 053
Kota Malang 632 530 597 020 616 123
Kota Probolinggo 499 067 508 153 507 171
Kota Pasuruan 577 070 590 783 584 937
Kota Mojokerto 561 386 559 204 584 247
Kota Madiun 584 040 650 775 604 752
Kota Surabaya 758 750 776 985 742 013
Kota Batu 601 888 636 350 561 428

30
Pengeluaran Perkapita Sebulan
Kelompok Makanan
Kabupaten/Kota Se Jawa Timur Perkabupaten/kota (Rupiah)
2017 2018 2019
Jawa Timur 476 861 502 761 502 892

5.4 Rata-Rata Pengeluaran Per Kapita Sebulan Menurut Kelompok


Komoditas dan Daerah Pamekasan & Sumenep (Rupiah) Di Provinsi
Jawa Timur

Gambar 5.2 Sebaran Rata-Rata Per Kapita Sebulan (Rupiah) dan Persentase
Pengeluaran Untuk Makanan dan Non Makanan Menurut Kabupaten/Kota di Jawa
Timur, 2012
(Sumber : BPS Provinsi Jawa Timur)
Sementara itu, pada tahun 2012 persentase konsumsi pada kelompok
makanan di Jawa Timur mengalami penurunan dari 50.64 persen tahun 2011,
menjadi 47,40 persen tahun 2012. Sedangkan pengeluaran untuk non
makanan terjadi peningkatan dari 49,36 persen pada tahun 2011 menjadi
52,60 persen pada tahun 2012. Kondisi ini memberikan gambaran adanya
peningkatan ekonomi penduduk di Jawa Timur, karena secara umum

31
persentase pengeluaran untuk non makanan lebih tinggi dari pengeluaran
untuk makanan.

5.5 Rata-Rata Konsumsi dan Pengeluaran Per Kapita Sebulan Bebebrapa


Jenis Komoditas Makanan yang Banyak Dikonsumsi Menurut Daerah
Pamekasan & Sumenep Di Provinsi Jawa Timur

Gambar 5.3 Rata-Rata Konsumsi Per Kapita Menurut Kelompok Konsumsi dan Status
Wilayah Di Jawa Timur, 2012
(Sumber : BPS Provinsi Jawa Timur)

Berdasarkan besaran rata-rata konsumsi per kapita penduduk selama


sebulan menurut kabupaten/kota di Jawa Timur tahun 2012, Kota Malang
merupakan wilayah yang tertinggi diikuti Kota Surabaya dan Kabupaten
Sidoarjo (tiga wilayah tertinggi). Untuk rata-rata konsumsi per kapita
terendah di Jawa Timur tahun 2012, adalah Kabupaten Pamekasan, diikuti
Sumenep dan Sampang (tiga wilayah terendah). Namun demikian, tidak
selalu rata-rata konsumsi per kapita sebulan yang lebih tinggi atau rendah,
menjadi cerminan tinggi atau rendah pula kondisi tingkat kesejahteraan
penduduk di suatu wilayah. Perlu kehati-hatian dalam menerjemahkan situasi
ini, mengingat tingkat kemahalan antar wilayah sangat bervariasi. Cerminan
perbedaan kemahalan wilayah ini dapat tercermin dari keberadaan wilayah-
wilayah kota pada tingkat yang lebih tinggi dibandingkan wilayah Kabupaten.
Secara umum memang pada wilayah kota cenderung memiliki tingkat
kemahalan yang lebih tinggi dibanding wilayah di kabupaten. Selain itu,
deviasi yang ada antar wilayah kabupaten dan kota di Jawa Timur
diindikasikan cukup lebar, karena rata-rata konsumsi provinsi yang berada
pada posisi moderat, memisahkan 14 wilayah di atas dan 24 wilayah di bawah
rata-rata konsumsi per kapita provinsi. Rata-rata konsumsi perkapita jika
dilihat perbandingan antar wilayah perkotaan dan perdesaan, memberikan
gambaran bahwa di daerah perkotaan pada tahun 2012 ini tingkat pendapatan
penduduknya lebih tinggi dan juga kesejahteraannya lebih baik dibandingkan
daerah perdesaan. Hal ini terlihat dari persentase konsumsi untuk bukan
makanan pada daerah perkotaan jauh lebih tinggi dibandingkan daerah

32
perdesaan. Kebutuhan dasar manusia untuk memenuhi kehidupan sehari-
harinya terhadap barang dikelompokkan menjadi 2 kelompok besar, yaitu
kelompok makanan dan non makanan. Pada batas tertentu kebutuhan akan
makanan bisa mencapai titik maksimal, namun untuk kebutuhan non
makanan tidak terbatas.
Tabel 5.4 Rata-Rata Pengeluaran Per Kapita Sebulan Menurut Kelompok Komoditas
(Rupiah) di Provinsi Jawa Timur, 2017 & 2018

Penanggung jawab 029_Berlina

DAFTAR PUSTAKA

Anonymous. 2013. Online. (http://digilib.uinsby.ac.id/20473/6/Bab%203.pdf,


diakses 15 Maret 2021).

33
Anonymous. “WISATA KULINER”. Online. (https://kabpamekasan.jdih.jatim
prov.go.id/?page_id=1207, diakses 15 Maret 2021).
Anonymous. “KABUPATEN SUMENEP”. Online.
(https://www.sumenepkab.go. id/wisata/baca/Kuliner/makanan-campor,
diakses 15 Maret 2021).
Anonymous. 2014. “Cinta Sapi, Warga Pamekasan Pun Punya Pantangan”.
Online.
(https://regional.kompas.com/read/2014/04/30/1051395/Cinta.Sapi.Warga.
Pamekasan.Pun.Punya.Pantangan, diakses 15 Maret 2021).
Anonymous. 2019. “Nilai dan Kebudayaan Etnis Madura Pengaruhi Makanan
Pada
Ibu Hamil”. Online. (http://news.unair.ac.id/2019/07/23/nilai-dan-
kebudaya an-etnis-madura-pengaruhi -makanan-pada-ibu-hamil/, diakses
15 Maret 2021).
Anonymous. 2019. “10 Kuliner Pamekasan yang Dijamin Bikin Ketagihan”.
Online. (https://kumparan.com/kementerian-pariwisata/10-kuliner-
pamekas an-yang-dijamin-bikin-ketagihan-1r81KhBFxeO/full, diakses 27
Maret 2021).
Dewi putri diana yunita. (2015). Pola Konsumsi Makanan Pokok pada Penduduk
Desa Pagendingan Kecamatan Galis Kabupaten Pamekasan Madura,
universitas negeri surabaya.
Dewi, Y. D. P. (2015). Studi Pola Konsumsi Makanan Pokok pada Penduduk
Desa
Pagendingan Kecamatan Galis Kabupaten Pamekasan Madura. Jurnal
Tata
Boga, 4(3). Online. (https://jurnalmahasiswa.unesa.ac.id/index.php/jurnal-
tata-boga/article/view/129 87, diakses 20 Maret 2021).
Fajrin, Verawati. (2019). ANALISIS FAKTOR – FAKTOR YANG
MEMPENGA
RUHI PERTUMBUHAN EKONOMI DI PULAU MADURA,
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA FAKULTAS EKONOMI
YOGYAKARTA.
Intan, T. 2018. Fenomena Tabu Makanan pada Perempuan Indonesia dalam
Perspektif Antropologi Feminis. PALASTREN Jurnal Studi Gender, 11(2),
233-258. Online. (file:///C:/Users/Lenovo/Downloads/3757-18719-1-PB.
pdf, diakses 15 Maret 2021).

34
Kadir, A. (2016). Kebiasaan Makan dan Gangguan Pola Makan serta
Pengaruhnya
terhadap Status Gizi Remaja. Jurnal Publikasi Pendidikan, 6(1), 49-55.
Kabupaten Pamekasan dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas.
2021. Online. (https://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Pamekasan,
diakses 28 Maret 2021).
Kabupaten Sumenep Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas. 2021.
Online. (https://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Sumenep, diakses 28
Maret 2021).
Milasari, W. 2019. Kajian Etnobiologi Makanan Tabu Pada Masyarakat
Banyuwangi Dan Pemanfaatannya Sebagai Buku Ilmiah Populer. Online.
(https://repository.unej.ac.id/bitstream/handle/123456789/91968/Whenni
%20Milasari%20%20150210103066%20Sdh.pdf?
sequence=1&isAllowed=y, diakses 22 Maret 2021).
Oktavia, E. (2014). Analisis Pola Konsumsi Pangan Dalam Ketahanan Pangan
Rumah Tangga Petani (Studi Kasus Desa Bilaporarebba, Kecamatan
Lenteng, Kabupaten Sumenep) (Doctoral dissertation, Universitas
Brawijaya).
Purba, Dewi. 2020. “Liburan Ke Sumenep? Ini Dia Makanan Khas Sumenep yang
Wajib Anda Coba”. Online. (https://www.ikoma.co.id/ikomalife/liburan-
ke-sumenep-ini-dia-makanan-khas-sumenep-yang-wajib-anda-coba.html,
diakses 27 Maret 2021).
Wijaya, R. (2017). PENGALAMAN IBU HAMIL DALAM PERAWATAN
KEHAMILAN BERBASIS BUDAYA MADURA (Studi Kualitatif di Desa
Pegantenan Kabupaten Pamekasan) (Doctoral dissertation, STIKES Insan
Cendekia Medika Jombang). Online. (http://repo.stikesicme-jbg.ac.id/71/1/
Skripsi_Roni_Wijaya.pdf, diakses 26 Maret 2021).
file:///C:/Users/admin123/Downloads/12987-Article%20Text-16775-1-10201508
21.pdf
http://digilib.uinsby.ac.id/41765/3/Novia%20Dwi%20Nastiti_F02418155.pdf
https://pamekasankab.bps.go.id/publikasi.html

35

Anda mungkin juga menyukai