Anda di halaman 1dari 43

i

Kata Pengantar

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat
dan rahmat-Nya sehingga Buku Saku Penatalaksanaan Kedaruratan
Adiksi NAPZA di FKTP ini dapat selesai disusun. Penyalahgunaan
NAPZA merupakan masalah besar yang terus menjadi perhatian dan
mempengaruhi banyak orang di dunia. Saat ini di Indonesia telah terjadi
peningkatan prevalensi penyalahgunaan NAPZA. Hasil penelitian dari
Badan Narkotika Nasional (BNN), Badan Riset dan Inovasi Nasional
(BRIN) dan Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2021 menyebutkan
bahwa angka prevalensi setahun terakhir meningkat dari 1,8% di tahun
2019 menjadi 1,95% pada tahun 2021 atau menjadi hampir 3,7 juta jiwa
penduduk telah melakukan penyalahgunaan NAPZA.
Berdasarkan data-data tersebut, Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) dalam hal ini
Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) menjadi institusi pelayanan kesehatan yang akan
pertama kali menghadapi masalah kedaruratan di masyarakat termasuk kedaruratan yang
disebabkan oleh adiksi NAPZA karena letak Puskesmas yang umumnya berada di tengah-tengah
lingkungan tempat tinggal dan dapat paling cepat diakses oleh masyarakat terutama untuk
Puskesmas yang berada di wilayah pedesaan, terpencil atau sangat terpencil jauh dari rumah
sakit rujukan, maka tenaga kesehatan yang bertugas di Puskesmas diharapkan memiliki
kemampuan untuk menghadapi keadaan kedaruratan adiksi NAPZA sebagai langkah awal
penyelamatan hidup orang dengan gangguan penggunaan NAPZA.
Kementerian Kesehatan melalui Direktorat Kesehatan Jiwa berkolaborasi dengan
organisasi profesi terkait serta melibatkan perwakilan dari lintas program, lintas sektor, dinas
kesehatan, rumah sakit dan petugas kesehatan Puskesmas menyusun Buku Saku
Penatalaksanaan Kedaruratan Adiksi NAPZA di FKTP dalam rangka mendukung tugas tenaga
kesehatan di Puskesmas untuk memberikan pelayanan kesehatan yang dibutuhkan masyarakat,
khususnya untuk penatalaksanaan kedaruratan adiksi NAPZA pada orang yang membutuhkan
sehingga dapat distabilkan keadaannya sebelum dirujuk ke fasilitas kesehatan tingkat lanjut
seperti rumah sakit.
Akhir kata, saya sampaikan terima kasih dan apresiasi yang sebesar-besarnya kepada
semua pihak yang telah berkontribusi dan mendukung tersusunnya buku saku ini. Semoga Tuhan
senantiasa melindungi serta memberikan hikmat dan kebijaksanaan kepada kita untuk bersama-
sama mewujudkan masyarakat Indonesia yang sehat baik jiwa dan raga serta terhindar dari
gangguan penggunaan NAPZA.

Direktur Kesehatan Jiwa

drg. R. Vensya Sitohang, M.Epid

i
Daftar Isi

Kata Pengantar ............................................................................................................................ i


Daftar Isi ..................................................................................................................................... ii
Algoritma Penatalaksanaan Kedaruratan Adiksi NAPZA ............................................................ 1
Manajemen ABC ........................................................................................................................ 2
Daftar Istilah ............................................................................................................................... 6
BAB I LATAR BELAKANG ......................................................................................................... 9
BAB II KEDARURATAN KARENA GANGGUAN PENGGUNAAN ATAU ADIKSI NAPZA .........11
A. Klasifikasi NAPZA Berdasarkan Efek Yang Ditimbulkan ...................................................12
B. Penatalaksanaan Umum Kedaruratan Adiksi NAPZA ......................................................14
I. Penilaian .........................................................................................................................14
II. Diagnosis Banding .........................................................................................................15
III. Psikofarmaka ................................................................................................................15
C. Penatalaksanaan Khusus Kedaruratan Adiksi NAPZA ......................................................15
I. Tata laksana Intoksikasi ..................................................................................................15
1. Nama Gangguan : Intoksikasi Opioida........................................................................15
2. Nama Gangguan : Overdosis Opiat ............................................................................16
3. Nama Gangguan : Intoksikasi Kokain .........................................................................17
4. Nama Gangguan : Intoksikasi Amfetamin atau Zat Yang Menyerupai ........................18
5. Nama Gangguan : Intoksikasi Kanabis .......................................................................19
6. Nama Gangguan : Intoksikasi Alkohol ........................................................................20
7. Nama Gangguan : Keracunan Metanol.......................................................................21
8. Nama Gangguan : Overdosis Alkohol .........................................................................23
9. Nama Gangguan : Intoksikasi Sedatif-Hipnotik/Ansiolitik (Benzodiazepine)................25
10. Nama Gangguan : Intoksikasi Halusinogen ..............................................................26
11. Nama Gangguan : Intoksikasi Inhalansia ..................................................................27
II. Tata laksana Putus Zat ..................................................................................................28
1. Nama Gangguan : Putus Zat Opioida ......................................................................28
2. Nama Gangguan : Putus Kokain .............................................................................29
3. Nama Gangguan : Putus Alkohol ............................................................................30
4. Nama Gangguan : Putus Amfetamin atau Zat yang Menyerupai .............................31
5. Nama Gangguan : Putus Hipnotik-Sedatif/Ansiolitik ................................................31
D. NON PSIKOFARMAKA .....................................................................................................32
I. Intervensi Psikososial .....................................................................................................32

ii
II. Hal-hal penting dalam penanganan kegawatdaruratan psikiatrik pada orang/klien/pasien
dengan gangguan penggunaan NAPZA .......................................................................33
1. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam menangani klien/pasien gaduh gelisah ......33
2. Hal-hal yang perlu diperhatikan lainnya ..................................................................35
3. Indikator Keberhasilan Manajemen Kedaruratan Adiksi NAPZA ..............................35
III. Rujukan ......................................................................................................................36
Kepustakaan .............................................................................................................................37
Tim Penyusun ...........................................................................................................................38
Lampiran ...................................................................................................................................39

iii
Algoritma Penatalaksanaan Kedaruratan Adiksi NAPZA
Pasien kedaruratan datang di FKTP

Evaluasi kedaruratan pasien

Berikan penanganan cepat dan tepat


sesuai kebutuhan pasien untuk
keselamatan (life saving)

Pasien sadar Pasien tidak


sadar

Pasien tenang Pasien gaduh gelisah 1. ABC ( Airway, Breathing, Circulation)


2. Jaga tanda-tanda vital
Persuasi: menenangkan 3. Hindari pemberian obat-obatan
1. Anamnesis (Auto / dan menjamin keamanan untuk mencegah interaksi dengan
Allo)
2. Pemeriksaan fisik zat yang digunakan pasien apabila
3. Pemeriksaan zat belum diketahui
Nilai kesadaran dan
neurologis tanda-tanda cedera 4. Alloanamnesis apabila ada orang
4. Pemeriksaan status terdekat / keluarga yang mengantar
mental pasien
5. Perhatikan alat – alat Tawarkan obat oral 5. Apabila zat penyebab sudah
dan atau barang yang
diketahui dosis obat diberikan
ada pada/dibawa
pasien adekuat
6. Perhatikan gejala- Tidak mau
Mau
gejala pada pas

Berikan obat injeksi sesuai Pasien masih tidak sadar


dengan kebutuhan

Pasien tetap gaduh gelisah

Fiksasi fisik pasien

Pasien masih
gaduh gelisah

Diagnosis awal dengan mengenali unsur pencetus

Pengobatan kedaruratan sesuai diagnosis Tidak dapat ditangani di Puskesmas

Rujuk ke
Rumah Sakit (RS)

1
Manajemen ABC
A. Manajemen Airway

Triple Airway Maneuver : Ekstensi kepala (head tilt & chin lift), angkat angulus mandibula,
buka mulut

Oropharyngeal airway

2
Laryngeal Mask Airway

Pegang LMA pada bagian pipa, pegang seperti pena


sedekat mungkin ke ujung sungkup.

Letakkan ujung LMA pada permukaan bagian dalam


gigi atas pasien

3
Intubasi Endotrakea

B. Breathing Support
Sungkup muka

Standar ventilasi dgn sungkup muka


dengan menempatkan ibu jari dan
jari telunjuk pada badan masker,
sedangkan jari lainnya memegang
mandibula ke arah gigi atas dan
kepala ekstensi.

Berikan bantuan nafas (ventilasi)


setiap 6 detik atau 10 kali dalam satu
menit

4
C. Circulation Support
Kompresi jantung luar

Letakkan telapak satu tangan di


tengah dada

Letakkan tangan lainnya di atas


tangan pertama

Jari saling mengunci

Kompresi dada

Frekwensi 100-120x/mnt

Kedalaman 4-5 cm

Seimbang antara kompresi


dan relaksasi

Recoil (lepas saat relaksasi)


dada secara penuh

Jika memungkinkan, ganti operator


RJP setiap 2 menit

Hindari jeda yang lama saat


pergantian operator

5
Daftar Istilah

1. Agitasi Psikomotor: Kegelisahan motorik dan hiperaktivitas yang berkaitan dengan


ketegangan, kecemasan dan iritabilitas.
2. Agresi: Perilaku yang dimaksudkan untuk membuat objeknya mengalami bahaya atau
kesakitan.
3. Amnesia Retrograd: Kehilangan memori untuk kejadian sebelum timbulnya amnesia.
4. Ansietas: Ketakutan dalam mengantisipasi bahaya atau ketidakberuntungan yang akan
terjadi disertai dengan perasaan khawatir, tertekan dan/atau gejala ketegangan somatik.
Fokus bahaya yang diantisipasi dapat bersifat internal atau eksternal.
5. Ansiolitik: Golongan obat-obatan yang digunakan untuk mencegah atau mengobati gejala
maupun gangguan anxietas.
6. Antidote: Obat yang mekanisme kerjanya telah ditentukan, yang mampu memodifikasi
toksikokinetik atau toksikodinamik dari racun dan yang pemberiannya kepada pasien dapat
memberikan manfaat yang signifikan.
7. Apatis: Suatu keadaan emosional yang tumpul atau menunjukkan ketidakpedulian.
8. Aritmia jantung: Gangguan irama pada jantung.
9. Blurred vision: Penglihatan kabur.
10. Bradikardi: Kondisi ketika jantung berdetak lebih lambat dari kondisi normal.
11. Coping: Proses dalam mengatur atau mengatasi tekanan secara internal maupun eksternal,
yang dianggap membebani batas kemampuan dari individu.
12. Delirium: Gangguan mental reversibel akut yang ditandai dengan kebingungan dan
beberapa gangguan kesadaran; umumnya terkait dengan emosi labil, halusinasi atau ilusi
dan perilaku yang tidak sesuai, impulsif, irasional atau kekerasan.
13. Demensia: Gangguan mental yang ditandai dengan gangguan umum pada fungsi intelektual
tanpa mengaburkan kesadaran; ditandai dengan gangguan memori, kesulitan dengan
perhitungan, distraktibilitas, perubahan mood dan afek, gangguan penilaian dan abstraksi,
berkurangnya fasilitas dengan bahasa dan gangguan orientasi.
14. Depersonalisasi: Sensasi ketidaknyataan mengenai diri sendiri, bagian dari diri sendiri atau
lingkungan seseorang yang terjadi di bawah tekanan atau kelelahan yang ekstrim.
15. Derealisasi: Sensasi realitas yang berubah atau bahwa lingkungan seseorang telah
berubah.
16. Dilatasi pupil: Pelebaran pupil mata secara berlebihan atau berkepanjangan karena sebab
fisiologis maupun non-fisiologis.
17. Diplopia: Pandangan ganda.
18. Disforia: Suatu kondisi di mana seseorang mengalami perasaan yang intens terkait depresi,
ketidakpuasan dan dalam beberapa kasus ketidakpedulian terhadap dunia di sekitar mereka.
19. Disinhibisi: Orientasi menuju kepuasan segera, mengarah ke perilaku impulsif yang
didorong oleh pikiran, perasaan dan rangsangan eksternal saat ini, tanpa memperhatikan
pembelajaran masa lalu atau pertimbangan konsekuensi masa depan.
20. Diskinesia: Distorsi gerakan sadar dengan aktivitas otot tak sadar.
21. Dizziness: Keadaan pusing; suatu sensasi ketidakstabilan disertai dengan perasaan
pergerakan dalam kepala.

6
22. Dysphoric mood: Suatu kondisi dimana seseorang mengalami perasaan depresi yang
intens, ketidakpuasan dan dalam beberapa kasus ada ketidakpedulian terhadap dunia di
sekitar mereka.
23. Dystonia: Tonisitas otot yang tidak teratur.
24. Euforia: Kondisi mental dan emosional dimana seseorang mengalami perasaan
kesejahteraan, kegembiraan, kebahagiaan dan sukacita.
25. Fatigue: Suatu keadaan (disebut juga kelelahan, keletihan, kelesuan) biasanya dikaitkan
dengan melemahnya atau menipisnya sumber daya fisik dan/atau mental seseorang, mulai
dari keadaan umum kelesuan hingga keadaan tertentu yang diinduksi oleh aktivitas. Sensasi
terbakar di dalam otot seseorang. Kelelahan fisik menyebabkan ketidakmampuan untuk terus
berfungsi pada tingkat aktivitas normal sesorang. Meski tersebar luas dalam kehidupan
sehari-hari, kondisi ini biasanya menjadi sangat terlihat saat aktivitas berat. Kelelahan mental
sebaliknya paling sering bermanifetasi sebagai keadaan somnolen (kantuk).
26. FKTP adalah singkatan dari Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
27. Gejala Putus Zat (Withdrawal/Sakaw) adalah kumpulan gejala yang terjadi setelah
menghentikan atau mengurangi penggunaan NAPZA, sesudah penggunaan berulang kali,
biasanya berlangsung lama dan atau dalam jumlah yang banyak.
28. Halusinasi: Gangguan persepsi sensori tentang suatu objek atau gambaran dan pikiran
yang sering terjadi tanpa adanya rangsangan dari luar yang dapat meliputi semua sistem
penginderaan.
29. Hendaya: Gangguan dalam fungsi sebagai manusia di kehidupan sehari-hari.
30. Hiperaktifitas otonom: Peningkatan sistem saraf otonom terutama fungsi sistem saraf
simpatik, mengakibatkan gejala fisiologis yang berhubungan dengan kecemasan dan
ketakutan (misal: berkeringat, jantung berdebar, mulut kering, pusing, sakit perut).
31. Hipersomnia: Rasa kantuk yang berlebihan yang dibuktikan dengan tidur malam yang
berkepanjangan, kesulitan mempertahankan keadaan terjaga di siang hari atau episode tidur
siang hari yang tidak diinginkan.
32. Hipertermi: Suatu kondisi dimana suhu tubuh berada di atas normal.
33. Hiperventilasi: Pernapasan cepat dan dalam yang tidak normal, dapat disebabkan karena
kecemasan atau stres emosional. Hal ini menurunkan kadar karbon dioksida dalam darah
dan menghasilkan gejala seperti pusing, jantung berdebar, mati rasa dan kesemutan di
anggota gerak, berkeringat dan dalam beberapa kasus dapat menimbulkan pingsan.
34. Ide kebesaran: Suatu ide/waham yang cenderung merasa bahwa dirinya berkuasa, hebat,
cerdas, memiliki status sosial yang lebih tinggi serta meyakini bahwa dirinya telah melakukan
penemuan penting atau memiliki talenta yang hebat.
35. Ide paranoid: Suatu ide/waham yang cenderung merasa ketakutan, kekhawatiran akan
dikejar sesuatu yang menakutkan.
36. Ilusi: Kesalahan persepsi atau misinterpretasi terhadap stimulus eksternal yang nyata.
37. Inappropriate: Ketidaksesuaian dalam konteks antara mood dengan situasi yang ada.
38. Inhalansia: Salah satu dari berbagai zat volatil yang dapat dihirup untuk menghasilkan efek
memabukkan.
39. Insomnia: Keluhan subyektif tentang kesulitan tidur atau mempertahankan tidur atau
kualitas tidur yang buruk.
40. Intoksikasi (Overdosis) adalah kumpulan gejala yang disebabkan oleh penggunaan
NAPZA dalam dosis cukup tinggi.

7
41. Kegawatdaruratan merupakan suatu keadaan dimana seseorang mengalami ancaman
kehidupan dan apabila tidak dilakukan pertolongan/tindakan dengan cepat dan tepat dapat
menyebabkan cacat atau meninggal.
42. Kegawatdaruratan penggunaan NAPZA adalah gangguan fisik, psikologis dan perilaku
yang disebabkan oleh kondisi intoksikasi dan putus penggunaan Narkotika, Psikotropika dan
Zat Adiktif lainnya (NAPZA) sehingga dapat mengancam kehidupan apabila tidak dilakukan
penanganan dengan segera.
43. Kejang jenis grandmal disebut juga kejang tonik klonik dimana seseorang dapat mengalami
keadaan kontraksi otot dan relaksasi secara bergantian, tidak dapat dikontrol dan dapat
disertai dengan hilang kesadaran.
44. Koma: Suatu keadaan dimana seseorang kehilangan kesadaran secara utuh.
45. Konstriksi pupil: Suatu keadaan dimana ukuran pupil mata mengecil, disebut juga dengan
miosis.
46. Lakrimasi: Proses mengeluarkan air mata, disebut juga menangis, terutama dalam keadaan
pengeluaran air mata secara masif.
47. Letargi: Keadaan penurunan aktivitas mental ditandai dengan kelesuan, mengantuk, tidak
aktif dan kewaspadaan berkurang.
48. NAPZA: Akronim dari Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya.
49. Neuropati: Penyakit pada sistem saraf terutama mengenai sistem saraf tepi.
50. Nistagmus: Gerakan bola mata yang tidak disengaja dan cepat. Gerakan dapat berupa
rotasi, horizontal, vertikal atau campuran.
51. Persistent ataxia: Ketidakmampuan untuk melakukan gerakan yang disadari secara
terkoordinasi yang dipertahankan, biasanya merupakan gambaran beberapa penyakit yang
mengenai sistem saraf.
52. Piloereksi: Peninggian sementara rambut yang menutupi permukaan kulit yang disebabkan
oleh kontraksi otot piloerector yang melekat pada folikel rambut, merupakan gerakan tidak
disengaja, diarahkan oleh sistem saraf simpatik dan ditimbulkan oleh stimulus misal terkejut,
ketakutan, rasa dingin.
53. Retardasi psikomotor: Perlambatan gerakan dan ucapan yang umum terlihat.
54. Rinorrhea: Cairan yang keluar dari lubang hidung.
55. Sedasi: Pemberian obat penenang untuk menghasilkan keadaan tenang atau tidur.
56. Stupor: Keadaan lesu, gangguan kesadaran dimana individu mengalami disorientasi, tidak
responsif dan tidak bergerak.
57. Tachypnoe: Gerakan napas yang cepat dan abnormal.
58. Takikardi: Peningkatan denyut jantung diatas normal, diatas 100 kali per menit.
59. Tremor: Suatu keadaan gemetar tubuh atau bagian tubuh yang tidak disengaja karena
sebab neurologis atau psikologis.
60. Waham: Keyakinan yang salah berdasarkan kesimpulan yang salah tentang realitas
eksternal yang dipegang teguh terlepas dari apa yang diyakini hampir semua orang dan
terlepas dari apa yang merupakan bukti atau bukti nyata yang tidak dapat disangkal atau
sebaliknya.

8
BAB I LATAR BELAKANG

9
Dalam rangka menanggapi masalah ketergantungan narkotika, psikotropika dan
zat adiktif lainnya (NAPZA) yang semakin marak di Indonesia sejak tahun 1980-an,
Pemerintah melalui Undang-undang Nomor 18 Tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa telah
menetapkan kebijakan bahwa 10% kapasitas tempat tidur Rumah Sakit Jiwa (RSJ)
dialokasikan untuk pasien ketergantungan NAPZA. Dalam beberapa tahun terakhir
hampir semua RSJ mengembangkan pelayanan NAPZA dan dari hasil evaluasi
ditemukan bahwa pelayanan NAPZA yang telah tersedia di RSJ belum dipergunakan
secara optimal. Program wajib lapor yang telah ditetapkan sejak tahun 2011 belum secara
merata dilaksanakan oleh semua RSJ. Sebagian besar pasien yang dirawat tidak murni
karena ketergantungan NAPZA tapi merupakan pasien dengan Dual Diagnosis
(Gangguan jiwa dan Ketergantungan NAPZA).
Kasus-kasus Dual Diagnosis dan kasus-kasus intoksikasi akut yang dirawat jalan
ataupun rawat inap, menghadapkan tenaga kesehatan pada kasus-kasus kedaruratan
yang harus ditangani di FKTP sesuai dengan tingkat kewenangan dan kompetensinya.
Standar Pelayanan dan Terapi Gangguan Penggunaan NAPZA yang telah
ditetapkan melalui Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 421 Tahun 2010 dan Pedoman
Penatalaksanaan Medik Gangguan Penggunaan NAPZA melalui Keputusan Menteri
Kesehatan Nomor 422 Tahun 2010 memerlukan pembaruan baik dalam hal kebijakan
maupun penyesuaian dengan kompetensi tenaga kesehatan yang akan menghadapi
kasus-kasus kedaruratan adiksi NAPZA di FKTP.
Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Jiwa yang ditetapkan melalui
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.02.02/Menkes/73/2015 menetapkan beberapa
kondisi medis terkait penyalahgunaan NAPZA yang mungkin memerlukan penanganan
kegawatdaruratan di fasilitas pelayanan kesehatan, yaitu :
• Delirium akibat intoksikasi zat atau akibat putus zat;
• Gangguan Mental dan Perilaku Akibat Penggunaan Zat Psikoaktif yang meliputi
intoksikasi akut, putus zat; dan
• Kondisi medis penyerta lain yang disebabkan oleh gangguan penggunaan NAPZA
(seperti dual diagnosis dan sebagainya).

10
BAB II KEDARURATAN KARENA GANGGUAN PENGGUNAAN ATAU ADIKSI
NAPZA

11
A. Klasifikasi NAPZA Berdasarkan Efek Yang Ditimbulkan :
DEPRESAN STIMULAN HALUSINOGEN
Alkohol Amfetamin LSD
Benzodiazepin Metamfetamin PCP
Opioid Kokain Kanabis (dosis tinggi)
Solven Magic mushrooms
Kanabis (dosis rendah)

Tanda dan Gejala :


Kegawatdaruratan penyalahgunaan zat terdiri dari kondisi intoksikasi (dalam pengaruh zat)
atau dalam keadaan mengalami gejala putus zat. Pasien mungkin datang dengan :
- Keluhan perilaku yang gaduh gelisah;
- Tanda dan gejala gangguan fisik;
- Percobaan bunuh diri; hingga
- Penurunan kesadaran.
Tanda dan gejala mungkin teridentifikasi saat pasien datang, ada dalam tabel berikut ini :

INTOKSIKASI
DEPRESAN STIMULAN HALUSINOGEN

1. Agresi 1. Agitasi 1. Agitasi


2. Amnesia retrograd 2. Agresif 2. Ansietas
3. Apatis 3. Aritmia jantung 3. Bicara cadel
4. Bicara cadel/pelo 4. Berat badan turun 4. Depersonalisasi
5. Bicara kacau 5. Berkeringat 5. Derealisasi
6. Depresi pernafasan 6. Bingung 6. Diplopia
7. Disinhibisi 7. Bradikardi atau Takikardi 7. Disinhibisi
8. Emosi labil 8. Denyut jantung cepat 8. Dizziness
9. Gangguan daya ingat 9. Depresi pernafasan 9. Euforia
10. Gangguan daya nilai 10. Dilatasi pupil 10. Gangguan daya nilai
11. Gangguan emosi 11. Diskinesia 11. Gangguan perhatian
12. Gangguan perhatian 12. Distonia 12. Halusinasi
13. Jalan sempoyongan 13. Euforia 13. Ide paranoid
14. Kesadaran menurun 14. Halusinasi 14. Inkoordinasi
15. Koma 15. Ide kebesaran 15. Jalan sempoyongan
16. Konstriksi pupil 16. Ide paranoid 16. Kelemahan otot
17. Nafas berbau alkohol 17. Ilusi menyeluruh
18. Nistagmus 18. Kejang 17. Letargi
19. Sedasi 19. Marah 18. Mulut kering
20. Stupor 20. Mual 19. Nafsu makan meningkat
21. Muntah 20. Nistagmus

12
22. Nyeri dada 21. Pandangan mata kabur
23. Perasaan labil 22. Refleks menurun
24. Perubahan kesadaran 23. Retardasi psikomotor
25. Penurunan tekanan 24. Sensasi waktu berjalan
darah atau peningkatan lambat
tekanan darah 25. Sulit berdiri
26. Rasa dingin 26. Tremor
27. Retardasi psikomotor
28. Waspada berlebih

WITHDRAWAL (PUTUS ZAT)


DEPRESAN STIMULAN HALUSINOGEN
1. Agitasi psikomotor 1. Agitasi
2. Ansietas 2. Disforia
3. Berkeringat 3. Hambatan psikomotor
4. Bingung 4. Hipersomnia
5. Demam 5. Ide bunuh diri
6. Diare 6. Insomnia
7. Dilatasi pupil 7. Keinginan
8. Disforia mengkonsumsi
9. Disorientasi stimulansia yang kuat
10. Halusinasi 8. Lesu
11. Hiperaktivitas otonom 9. Letih
12. Hipertermia 10. Mimpi buruk yang jelas
13. Hiperventilasi 11. Mimpi bizarre
14. Ilusi 12. Nafsu makan meningkat
15. Insomnia 13. Rasa lelah
16. Iritabel 14. Retardasi psikomotor
17. Kejang jenis grandmal
18. Kram perut
19. Lakrimasi
20. Lemah lesu
21. Menguap
22. Mual
23. Muntah
24. Nyeri kepala
25. Nyeri otot
26. Paranoia
27. Penurunan kesadaran
28. Piloereksi
29. Rinorrhea
30. Takikardi
31. Tekanan darah meningkat
32. Tremor

13
B. Penatalaksanaan Umum Kedaruratan Adiksi NAPZA
Pasien harus dibedakan sesuai dengan kondisi klinis, apakah dalam kondisi emergensi,
non emergensi, akut atau kronis. Secara rinci kondisi klinis pasien NAPZA dibagi menjadi
:
a. Kondisi Intoksikasi Akut/Overdosis
b. Kondisi Putus Zat

Penatalaksanaan Umum Kondisi Kedaruratan NAPZA :


a. Tindakan terfokus pada masalah penyelamatan hidup (life threatening) melalui
prosedur ABC (Airway, Breathing, Circulation) dan menjaga tanda-tanda vital.
b. Bila memungkinkan hindari pemberian obat-obatan, karena dikhawatirkan akan ada
interaksi dengan zat yang digunakan pasien. Apabila zat yang digunakan pasien
sudah diketahui, obat dapat diberikan dengan dosis yang adekuat.
c. Merupakan hal yang selalu penting untuk memperoleh riwayat penggunaan zat
sebelumnya baik melalui auto maupun alloanamnesis (terutama dengan
pasangannya). Bila pasien tidak sadar, perhatikan alat-alat atau barang yang ada
pada pasien.
d. Sikap dan tata cara petugas membawakan diri merupakan hal yang penting,
khususnya bila berhadapan dengan pasien panik, kebingungan atau psikotik.
e. Terakhir, penting untuk menentukan atau meninjau kembali besaran masalah
penggunaan zat pasien berdasarkan kategori di bawah ini :
1. Pasien dengan penggunaan zat dalam jumlah banyak dan tanda-tanda vital yang
membahayakan berkaitan dengan kondisi intoksikasi. Kemungkinan akan disertai
dengan gejala-gejala halusinasi, waham dan kebingungan akan tetapi kondisi ini
akan kembali normal setelah gejala-gejala intoksikasi mereda.
2. Tanda-tanda vital pasien pada dasarnya stabil tetapi ada gejala-gejala putus zat
yang diperlihatkan pasien maka bila ada gejala-gejala kebingungan atau psikotik,
hal itu merupakan bagian dari gejala putus zat.
3. Pasien dengan tanda-tanda vital yang stabil dan tidak memperlihatkan gejala putus
zat yang jelas tetapi secara klinis menunjukkan adanya gejala kebingungan seperti
pada kondisi delirium atau demensia. Dalam perjalanannya mungkin timbul gejala
halusinasi atau waham, tetapi gejala ini akan menghilang bilamana kondisi klinis
delirium atau demensia sudah diterapi dengan adekuat.
4. Bilamana tanda-tanda vital pasien stabil dan secara klinis tidak ada gejala-gejala
kebingungan atau putus zat secara bermakna, tetapi menunjukkan adanya
halusinasi atau waham dan tidak memiliki insight maka pasien menderita psikosis.

I. Penilaian
1. Anamnesis
Anamnesis dilakukan pada pasien dan orang yang mengantarnya. Anamnesis
meliputi tanda dan gejala yang ada, waktu timbul gejala, perilaku yang menyertai,
intensitas dan frekuensi gejala, gejala yang mengarah pada gangguan organik,
misalnya demam, kejang dan trauma. Pada anamnesis juga ditanyakan penggunaan
NAPZA : jenis, lama penggunaan, toleransi dosis, gejala putus zat, pengobatan untuk
penggunaan NAPZA sebelumnya.
2. Pemeriksaan Fisik
14
Pemeriksaan tanda vital, pemeriksaan fisik secara menyeluruh.
3. Pemeriksaan Status Mental
Perasaan, pikiran dan perilaku.
4. Pemeriksaan Penunjang
- Darah lengkap;
- Tes urin untuk NAPZA jika tersedia;
- SGOT/SGPT;
- Ureum/Creatinin.
II. Diagnosis Banding
- Diagnosis banding dengan penggunaan NAPZA lainnya
- Delirium yang disebabkan kondisi organik
- Gangguan psikotik
III. Psikofarmaka
1. Tata laksana Umum Intoksikasi
1. Penanganan kondisi medis umum.
2. Pemantauan tanda-tanda vital.
3. Evaluasi tingkat kesadaran serta jalan nafas pasien
- Observasi tanda vital setiap 15 menit selama 4 jam
- Evaluasi perlunya pemberian oksigen
- Pasien dipuasakan untuk menghindari aspirasi
2. Tata laksana Umum Putus Zat
1. Penanganan kondisi medis umum.
2. Pemantauan tanda-tanda vital.

C. Penatalaksanaan Khusus Kedaruratan Adiksi NAPZA


I. Tata laksana Intoksikasi
1. Nama Gangguan : Intoksikasi Opioida
Opioida seperti Heroin. Heroin merupakan golongan opioida semi sintetik , disebut
juga putau, ptw, etep, pete, H, Junk, Skag, Smack. Heroin dibuat dari getah buah
poppy. Dijual dalam bentuk bubuk putih atau coklat. Digunakan dengan cara
disuntik, di rokok ataupun dihidu. Pengguna heroin di Indonesia menjadi ancaman
besar penyebaran HIV/AIDS, Hepatitis B dan C.
Penggunaan heroin secara terus menerus berkesinambungan mendorong
terjadinya toleransi dan ketergantungan. Dosis yang terus meningkat membuat
penggunanya masuk dalam overdosis, meskipun overdosis juga merupakan
dorongan dari keinginan bunuh diri. Jika pengguna dengan ketergantungan
mengurangi atau menghentikan penggunaannya akan mengalami gejala putus zat
yakni gelisah, rasa nyeri otot dan tulang, diare, muntah dan merinding.
Kriteria Diagnostik :
A. Baru saja menggunakan Opioida.
B. Terdapat perilaku maladaptif atau perubahan psikologik yang secara klinis
bermakna (misalnya : euforia yang diikuti dengan apati, disforia, agitasi atau
retardasi psikomotor, hendaya daya nilai atau hendaya fungsi sosial atau
hendaya pekerjaan) yang berkembang selama atau segera setelah penggunaan
Opioida.
15
C. Konstriksi Pupil (atau dilatasi pupil akibat anoksia dari overdosis berat) dan satu
(atau lebih) gejala-gejala di bawah ini berkembang selama atau segera setelah
penggunaan Opioida :
- Mengantuk/drowsiness atau koma
- Bicara cadel
- Hendaya dalam perhatian atau daya ingat
D. Tidak disebabkan oleh gangguan fisik atau mental lainnya.
Intoksikasi akut ini dapat terjadi dengan atau tanpa komplikasi; komplikasi yang
terjadi dapat berupa :
- dengan trauma atau cedera tubuh lainnya
- dengan komplikasi medis lainnya, misalnya : hematemesis, inhalasi dari
muntahan
- dengan delirium
- dengan distorsi persepsi
- dengan koma
- dengan konvulsi
Diagnosis Diferensial : Intoksikasi zat psikoaktif lain atau campuran
Pemeriksaan Penunjang : Laboratorium, termasuk urinalisis untuk pemeriksaan
NAPZA jika tersedia.
Terapi Intoksikasi Opioid :
• Berikan cairan infus, awasi tanda-tanda vital (tekanan darah/tensi, denyut
nadi, suhu tubuh, pernapasan dan kesadaran)
• Nalokson 0,2-0,4 mg (1 cc) atau 0,01 mg/kg berat badan I.V (secara
perlahan), I.M atau subkutan, bila belum berhasil dapat diulang sesudah 3-
10 menit sampai 2-3 kali dan pasien dipantau selama 24 jam.
• Bila ada Narcan (Naloxone HCl), berikan sebanyak 0,4 mg-0,8 mg atau
0,01 mg/kg berat badan secara intravena (secara perlahan) atau
intramuskular.
Dapat diulang sampai 2-3 kali; efek Naloxone berakhir setelah 40 menit.
Bila pasien bereaksi dengan Naloxone Challenge Test, maka dilakukan
infus Naloxone sebanyak 0,4 mg/jam selama minimal 12 jam. Pasien harus
diobservasi minimal 24 jam.
• Apabila tidak ada Nalokson maka diberikan terapi sesuai
kegawatdaruratan (ABC).
• Bila pemakaian Opiat melalui oral, maka dilakukan Ipecac Induced Emesis
atau kuras lambung, lalu diberikan Activated Charcoal (misal : Norit).
• Mengatasi penyulit sesuai dengan kondisi klinis.
• Rujuk pasien ke rumah sakit apabila dibutuhkan perawatan lebih lanjut.

2. Nama Gangguan : Overdosis Opiat


Kriteria Diagnostik :
A. Baru saja menggunakan Opiat.

16
B. Konstriksi Pupil (atau dilatasi pupil akibat anoksia dari overdosis berat) dan satu
(atau lebih) gejala-gejala di bawah ini berkembang selama atau segera setelah
penggunaan Opiat :
- Tidak sadar
- Pernafasan pelan dan dangkal
C. Tidak disebabkan oleh gangguan fisik atau mental lainnya.
Diagnosis Diferensial : Intoksikasi zat psikoaktif lain atau campuran
Pemeriksaan Penunjang : Laboratorium, termasuk urinalisis
Terapi Overdosis Opiat :
• Lakukan penanganan sesuai kegawatdaruratan (sesuai algoritma).
• Lakukan Naloxone Challenge Test :
- Berikan 0,2-0,4 mg Naloxone I.V. setiap 5 menit atau dengan injeksi bahu
subkutan dan intramuskuler.
- Awasi secara ketat tanda-tanda dini gejala putus zat seperti : dilatasi pupil,
tachypone, lakrimasi, rinore atau berkeringat.
- Bila tidak ada reaksi terlihat, setelah 15-30 menit, dosis kedua 0,4 mg I.V.
atau 0,4-0,8 mg s,c dapat diberikan dan perhatikan reaksinya.
• Rujuk pasien ke rumah sakit apabila dibutuhkan perawatan lebih lanjut.

3. Nama Gangguan : Intoksikasi Kokain


Kokain (disebut juga Blow, C, Coke, Crack, Flake, Snow) merupakan stimulan yang
kuat dan mengakibatkan ketergantungan kuat pada penggunanya. Dalam upaya
mendapatkan efek high, mereka menggunakan dosis yang makin lama makin
meningkat. Dalam peredarannya, kokain merupakan bubuk berwarna putih,
sebagai bentuk garam kokain hidroklorida atau freebase. Kokain hidroklorida larut
dalam air, digunakan dengan cara disuntikan atau dihidu. Bentuk freebase
digunakan dengan cara dibakar seperti rokok. Crack adalah nama jalanan untuk
kokain yang dapat dirokok, bentuknya seperti kristal batu karang.
Karena cara penggunaannya kokain menimbulkan efek fisik pada tubuh sebagai
berikut :
- Masalah jantung, termasuk serangan jantung
- Gangguan respirasi sampai kegagalan pernapasan
- Gangguan sistem syaraf termasuk stroke
- Gangguan pencernaan, penurunan nafsu makan
Menggunakan kokain bercampur alkohol akan membentuk komponen berbahaya
yang dikenal sebagai KOKAETILEN, yang membuat efek euforia menjadi kuat dan
kemungkinan fatalitas dengan kematian mendadak.
Kokain dalam sistem syaraf pusat akan mengganggu proses reabsorbsi dopamine,
suatu chemical messenger terkait rasa nyaman dan gerakan. Dengan mekanisme
dopamine ini sistem syaraf dirangsang untuk euforia. Peningkatan perasaan
nyaman membuat penggunanya tidak merasa lelah dan kesiagaan meningkat,
tergantung rute penggunaan. Makin cepat diabsorbsi tubuh, makin kencang
perasaan high. Makin cepat absorbsi, makin pendek aksi durasinya. Dengan
snorting durasinya 15-30 menit, sementara dirokok durasi efeknya 5-10 menit.
17
Penggunaan yang meningkat membuat perasaan high makin tinggi dan
meningkatkan risiko adiksi.
Kriteria Diagnostik :
A. Baru saja menggunakan Kokain.
B. Tingkah laku maladaptif yang bermakna secara klinis atau perubahan psikologis
(misalnya euforia atau afek mendatar; perubahan dalam sosiabilitas;
hypervigilance/kewaspadaan yang meningkat; interpersonal sensitivity;
anxietas, tension atau kemarahan; tingkah laku yang stereotip; hendaya daya
nilai; hendaya fungsi sosial atau pekerjaan) yang berkembang selama atau
segera setelah penggunaan Kokain.
C. Dua (atau lebih) dari yang berikut ini yang terjadi selama atau segera setelah
penggunaan Kokain :
1. Takikardia atau Bradikardia
2. Dilatasi pupil
3. Peningkatan atau penurunan tekanan darah
4. Berkeringat atau rasa dingin
5. Mual atau muntah
6. Penurunan berat badan
7. Agitasi atau retardasi psikomotor
8. Kelemahan otot, depresi pernapasan, nyeri dada atau aritmia jantung
9. Bingung (confusion), kejang, diskinesia, distonia atau koma
D. Gejala-gejala tersebut tidak disebabkan oleh gangguan fisik atau mental lainnya.
Diagnosis Diferensial : Gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan zat
psikoaktif lain (golongan stimulansia).
Pemeriksaan Penunjang : Laboratorium, terutama urinalisis
Terapi Intoksikasi Kokain :
• Usaha penunjang (supportive measures).
• Bila agitasi dapat diberikan golongan Benzodiazepine, misalnya :
Diazepam 10-30 mg per oral atau parenteral; atau Khlordiazepoxide 10-25
mg per oral yang dapat diulangi setelah setengah sampai satu jam.
• Bila ada gejala psikotik, dapat diberikan Chlorpromazine 3 x 100 mg oral
atau 100 mg secara parenteral atau Haloperidol 3 x 2 mg oral atau 5 mg
secara parenteral.
• Bila hipertermia dapat diberikan kompres dingin (external cooling)
• Bila kejang dapat diberikan Diazepam atau Fenitoin (misalnya : Dilantin)
injeksi.
• Bila hipertensi berikan antihipertensi; bila hipertensinya berat segera
dirujuk.
• Rujuk pasien ke rumah sakit apabila dibutuhkan perawatan lebih lanjut.

4. Nama Gangguan : Intoksikasi Amfetamin atau Zat Yang Menyerupai


Kriteria Diagnostik :
A. Baru menggunakan Amfetamin atau zat yang menyerupai (misalnya :
Methylphenidate, MDA, MDMA).
18
B. Secara klinis terdapat perilaku maladaptif atau perubahan psikologis yang
bermakna (misalnya : Euforia atau afek yang tumpul; perubahan dalam
kehidupan sosial, waspada yang berlebihan, sensitif dalam hubungan
interpersonal, cemas, tegang atau marah, perilaku stereotipik, hendaya daya
nilai atau hendaya fungsi sosial dan pekerjaan) yang berkembang selama atau
segera setelah menggunakan Amfetamin atau zat yang menyerupai.
C. Dua (atau lebih) dari gejala di bawah ini berkembang selama atau segera setelah
penggunaan Amfetamin atau zat yang menyerupai :
1. Takikardi atau Bradikardi
2. Dilatasi Pupil
3. Peningkatan atau penurunan tekanan darah
4. Banyak keringat atau kedinginan
5. Mual atau muntah
6. Penurunan berat badan
7. Agitasi atau retardasi psikomotor
8. Kelelahan otot, depresi sistem pernapasan, nyeri dada atau aritmia jantung
9. Kebingungan, kejang-kejang, diskinesia, distonia atau koma
D. Gejala-gejala di atas tidak disebabkan oleh gangguan fisik atau mental lainnya.
Diagnosis Diferensial : - Intoksikasi Kokain
- Intoksikasi PCP
- Intoksikasi Halusinogen
Pemeriksaan Penunjang : - Urinalisis
- EKG : sesuai indikasi
- Evaluasi status psikiatrik (sesuai gejala)
Terapi Intoksikasi Amfetamin atau Zat Yang Menyerupai :
Simptomatik; untuk penggunaan oral, merangsang muntah dan activated charcoal
adalah penting. Selain itu mungkin perlu pengobatan suportif lain :
• Antipsikotik misalnya : Haloperidol 2-5 mg atau Chlorpromazine 1 mg/kg BB
setiap 4-6 jam bila tidak ada Haloperidol di puskesmas.
• Antihipertensi, bila diperlukan.
• Kontrol temperatur (selimut dingin)
• Beta blocker receptor dapat mengurangi beberapa gejala cathecolaminergic dan
golongan Benzodiazepine dapat mengontrol ansietas.
• Kejang dapat diterapi dengan Diazepam intravena, Lorazepam atau Fenitoin bila
resisten terhadap golongan Benzodiazepin.
• Karena ada kemungkinan terjadi aritmia kordis yang dapat mengancam
kehidupan, maka “cardiac monitoring” dapat dilakukan.
• Rujuk pasien ke rumah sakit.

5. Nama Gangguan : Intoksikasi Kanabis


Kriteria Diagnostik :
A. Baru menggunakan Kanabis
B. Timbul perilaku maladaptif dan perubahan psikologis yang bermakna secara
klinis (misalnya : gangguan koordinasi motorik, euforia, ansietas, merasa waktu

19
berjalan lambat, hendaya daya nilai, penarikan diri) yang berkembang selama
atau segera setelah penggunaan Kanabis.
C. Dua (atau lebih) dari gejala-gejala di bawah ini yang berkembang dalam dua jam
penggunaan Kanabis :
1. Kemerahan Konjungtiva
2. Peningkatan Nafsu Makan
3. Mulut Kering
4. Takikardi
D. Gejala-gejala tersebut bukan disebabkan oleh gangguan fisik atau mental
lainnya.
Diagnosis Diferensial : Intoksikasi Halusinogen
Pemeriksaan Penunjang : Urinalisis
Terapi Intoksikasi Kanabis :
• Umumnya tidak diperlukan farmakoterapi khusus, tetapi mungkin supportive
“talking down” (Ciptakan suasana yang tenang, Ajak bicara tentang apa yang
dialami, Jelaskan kondisi ini bersifat sementara dan dalam waktu 4-8 jam akan
menghilang)
• Bila ansietas berat, berikan golongan Benzodiazepine, misalnya :
- Lorazepam 1-2 mg oral
- Chlordiazepoxide 10-50 mg oral
• Diazepam 10-30 mg per oral atau parenteral, diulang setiap jam bila diperlukan
(hati-hati depresi pernafasan, dosis maksimal pemberian Diazepam parenteral
adalah 20 mg/hari).
• Apabila gejala psikotik menonjol maka dapat diberikan Haloperidol 1-2 mg per
oral.
• Bila gejala psikotik menonjol, dapat diberikan Haloperidol 1-2 mg oral atau
intramuskular; dapat diulangi setiap 20-30 menit.
• Rujuk pasien ke rumah sakit.

6. Nama Gangguan : Intoksikasi Alkohol


Kriteria Diagnostik :
A. Baru saja menggunakan Alkohol
B. Terdapat perilaku maladaptif atau perubahan psikologik yang secara klinis
bermakna (misalnya : perilaku seksual atau agresivitas yang tidak sesuai,
emosi labil, hendaya daya nilai, hendaya fungsi sosial atau pekerjaan) yang
berkembang selama atau segera setelah penggunaan Alkohol).
C. Satu (atau lebih) dari gejala-gejala berikut ini yang berkembang selama atau
segera setelah penggunaan Alkohol :
1. Bicara cadel
2. Inkoordinasi
3. Jalan sempoyongan
4. Nistagmus
5. Hendaya dalam pemusatan perhatian atau daya ingat
6. Stupor atau koma

20
D. Gejala-gejala tersebut di atas tidak disebabkan oleh gangguan fisik atau mental
lainnya.
Diagnosis Diferensial : - Intoksikasi Benzodiazepine/Barbiturat
- Hipoglikemia
- Trauma kepala
- Hepatic Encephalopati
- Ensefalitis
- Diabetik Ketoasidosis
- Hematoma Subdural
- “Post Ictal Status”
- Penyebab lain ataxia seperti penyakit neurodegeneratif
Pemeriksaan Penunjang : - Laboratorium
- Urinalisis
Terapi Intoksikasi Alkohol :
• Hipoglikemia : 50 mg Dextrose 40%
• Koma :
- Posisikan pasien dalam posisi mantap atau posisi recovery.
- Observasi ketat tiap 15 menit (kesadaran, T, N, RR).
- Injeksi Thiamine 100 mg I.V untuk profilaksis terjadinya Wernicke
Encephalopathy, lalu 50 ml Dextrose 50% I.V (tidak boleh terbalik).
- Berikan 0,4-2 mg Naloxone bila ada riwayat/kemungkinan pemakaian
Opioida.
• Problem perilaku :
- Petugas keamanan dan perawat siap bila pasien agresif.
- Terapis harus toleran dan tidak membuat pasien takut atau merasa
terancam.
- Buat suasana yang tenang dan bila perlu tawarkan makan.
- Berikan dosis rendah sedatif, misalnya : Lorazepam 1-2 mg oral atau
Haloperidol 5 mg oral bila kelihatannya pasien akan agresif atau boleh injeksi
Haloperidol 5 mg intra muskular bila sudah agresif dan atau Diazepam injeksi
10 mg I.M.
• Apabila kesadaran menurun maka rujuk pasien ke rumah sakit.

7. Nama Gangguan : Keracunan Metanol


Kriteria Diagnostik :
A. 0-12 jam atau lebih setelah terpapar jika bersamaan dengan Etanol ditelusuri
apakah pasien memiliki riwayat minum-minum/mengkonsumsi minuman
keras/miras ilegal alkohol dan/atau minum bersama-sama dengan kasus-kasus
yang dicurigai keracunan Metanol.
B. 12-24 jam atau lebih setelah terpapar jika bersamaan dengan Etanol dilakukan
anamnesis dan pemeriksaan pada pasien, apakah pasien merasa mabuk
dengan gejala seperti merasa mual dan tidak sehat, merasakan nyeri dada atau
gejala-gejala di saluran pencernaan seperti dada terasa berat dan gejala-gejala
di saluran pencernaan, perut terasa sakit, mengalami hiperventilasi (nafas cepat)
dengan pernafasan lebih dari 25 kali per menit dan apakah pasien mengalami
21
gangguan penglihatan dengan gejala antara lain berbagai gangguan
penglihatan, mulai dari pandangan kabur sampai kebutaan.
C. 24-48 jam atau lebih setelah terpapar jika bersamaan dengan Etanol dilakukan
pemeriksaan pada pasien apakah pasien mengalami koma, tidak sadarkan diri.
Diagnosis Diferensial : Asidosis Metabolik yang disebabkan oleh :
1. Keracunan Ethylene Glycol;
2. Sepsis;
3. Gagal ginjal;
4. Ketoasidosis diabetik (atau Metformin-Associated Lactic
Acidosis (MALA));
5. Ketoasidosis alkoholik.
Tata laksana :
A. 0-12 jam atau lebih setelah terpapar jika bersamaan dengan Etanol
dilaksanakan observasi pada pasien asimptomatik.
B. 12-24 jam atau lebih setelah terpapar jika bersamaan dengan Etanol pada
pasien dengan :
- Hiperventilasi (nafas cepat) diberikan Etanol dan Bikarbonat. Observasi
minimum 24 jam.
- Hiperventilasi (nafas cepat), gangguan penglihatan, sadar diberikan Etanol,
Bikarbonat, Asam Folat, pertimbangkan rujukan ke fasilitas dialisis.
C. 24-48 jam atau lebih setelah terpapar jika bersamaan dengan Etanol pada
pasien dengan :
- Hiperventilasi, koma diberikan Etanol, Bikarbonat, Asam Folat, rujuk ke
fasilitas dialisis.
- Normoventilasi atau Hipoventilasi (nafas lambat), koma maka prognosis buruk
pada keracunan Metanol. Hati-hati dengan Etanol seandainya hal ini adalah
keracunan Etanol kecuali yakin keracunan Metanol, beri Bikarbonat, Asam
Folat.

Dosis :
• Bikarbonat (NaHCO3):
- 500 mmol/L : berikan 250-500 ml atau lebih dalam 1-2 jam sampai hiperventilasi
terkoreksi (Respiration Rate < 20 kali /menit).
- 167 mmol/L : berikan 1000-1500 ml atau lebih dalam 1-2 jam sampai
hiperventilasi terkoreksi (Respiration Rate < 20 kali /menit).
- Jika hanya obat oral yang tersedia : bikarbonat tablet 500 mg (=6 mmol), 6-10
tablet setiap jam sampai hiperventilasi terkoreksi (Respiration Rate < 20 kali
/menit).
• Asam Folat : 50 mg IV atau oral (contohnya : tablet 5 mg) setiap 6 jam selama
24-48 jam.
• Jika perlu diintubasi : pasien harus dihiperventilasi (Respiration Rate > 25 kali
/menit) (sampai dipindahkan ke fasilitas dengan ICU), berikan antidot (etanol
oral/intravena) tanpa menunda-nunda, berikut dosisnya :

22
ETANOL 5% 10% 20% 40% ETANOL
ETANOL ETANOL ETANOL (spirit)
(bir) (minuman (anggur
anggur) fortifikasi)
Dosis awal 15 ml/kg 7,5 ml/kg 4 ml/kg 2 ml/kg
Dosis minum (per jam) 2 ml/kg/jam 1 ml/kg/jam 0,5 ml/kg/jam 0,25 ml/kg/jam
(bukan peminum rutin)
Dosis minum (per jam) 4 ml/kg/jam 2 ml/kg/jam 1 ml/kg/jam 0,5 ml/kg/jam
(peminum rutin)

Metanol tidak dengan sendirinya beracun, tetapi dimetabolisme menjadi Asam


Format yang sangat beracun. Tata laksananya berfokus pada blokade enzim (ADH)
dengan antidot (Etanol), buffer asidosis metabolik dengan Bikarbonat dan jika
memungkinkan menggunakan dialisis untuk mengeluarkan Metanol dan Format
yang kemudian mengoreksi asidosis metabolik. Keadaan ini menyebabkan
pasien harus dirujuk ke rumah sakit. Asam Folat juga dapat diberikan untuk
meningkatkan metabolisme endogen dari Format.
Petugas kesehatan siap menghubungi rumah sakit rujukan, rumah sakit setempat
atau pusat penanganan racun terdekat jika ada pasien-pasien yang dicurigai kuat
keracunan Metanol untuk mendatangkan bantuan, meminta saran dan untuk
mendiskusikan kemungkinan intervensi. Salah satu alasan yang paling penting
untuk ini adalah kemungkinan untuk mengidentifikasi alkohol beracun di tempat
memulai pengobatan dini dan mampu untuk memperingatkan masyarakat tentang
potensi bahaya. Di mana ada satu biasanya ada banyak kasus.

8. Nama Gangguan : Overdosis Alkohol


Kriteria Diagnostik :
A. Baru saja menggunakan Alkohol
B. Terdapat perilaku maladaptif atau perubahan psikologik yang secara klinis
bermakna (misalnya : perilaku seksual atau agresivitas yang tidak sesuai, emosi
labil, hendaya daya nilai, hendaya fungsi sosial atau pekerjaan) yang
berkembang selama atau segera setelah penggunaan Alkohol).
C. Satu (atau lebih) dari gejala-gejala berikut ini yang berkembang selama atau
segera setelah penggunaan Alkohol :
1. Bicara cadel
2. Inkoordinasi
3. Jalan sempoyongan
4. Nistagmus
5. Hendaya dalam pemusatan perhatian atau daya ingat
Status kesadaran : koma
D. Gejala-gejala tersebut di atas tidak disebabkan oleh gangguan fisik atau mental
lainnya.
Diagnosis Diferensial : - Intoksikasi Benzodiazepine/Barbiturat
- Hipoglikemia

23
- Trauma kepala
- Hepatic Encephalopati
- Ensefalitis
- Diabetik Ketoasidosis
- Hematoma Subdural
- “Post Ictal Status”
- Penyebab lain ataxia seperti penyakit neurodegeneratif
Pemeriksaan Penunjang : - Laboratorium
- Darah : Alcohol Blood Level
- Urinalisis
- Breath Analyzer Test
Terapi Intoksikasi Alkohol :
• Hipoglikemia : 50 mg Dextrose 40%
• Koma :
- Tidurkan pasien terlentang dan posisi “face down” untuk mencegah aspirasi.
- Observasi ketat tiap 15 menit (kesadaran, T, N, RR).
- Injeksi Thiamine 100 mg I.V. untuk profilaksis terjadinya Wernicke
Encephalopathy, lalu 50 ml Dextrose 40% I.V. (tidak boleh terbalik).
- Berikan 0,4-2 mg Naloxone bila ada riwayat/kemungkinan pemakaian Opioida.
• Problem perilaku :
- Petugas keamanan dan perawat siap bila pasien agresif.
- Terapis harus toleran dan tidak membuat pasien takut atau merasa terancam.
- Buat suasana yang tenang dan bila perlu tawarkan makan.
- Berikan dosis rendah sedatif, misalnya : Lorazepam 1-2 mg oral atau
Haloperidol 5 mg oral bila kelihatannya pasien akan agresif atau boleh injeksi
Haloperidol 5 mg intra muskular bila sudah agresif.
ALCOHOL BLOOD LEVEL YANG BERHUBUNGAN DENGAN GEJALA SSP
KONSENTRASI (g/dl) PEMINUM SPORADIK PEMINUM KRONIK
0.050 (taraf pesta) Euforia Tak tampak gejala
0.075 Suka berkumpul (gregarious) Sering masih belum tampak
Suka ngomel (garrolous) gejala
0.100 (intoksikasi secara Tidak terkoordinasi Gejala minimal
hukum*)
0.125 – 0.150 Perilaku tak terkontrol Menyenangkan, mulai
euforia, kurang koordinasi
0.200 – 0.250 Hilang kewaspadaan, Membutuhkan usaha untuk
Lethargy mempertahankan
emosi/kontrol motorik
0.300 – 0.350 Stupor sampai Koma Mengantuk, lamban
Lebih dari 0.500 Fatal, mungkin membutuhkan Koma
hemodialisis
*) di beberapa tempat (seperti California) 0.080 sudah ditetapkan intoksikasi secara hukum.

24
• Rujuk pasien ke rumah sakit.

9. Nama Gangguan : Intoksikasi Sedatif-Hipnotik/Ansiolitik (Benzodiazepine)


Kriteria Diagnostik :
A. Baru saja menggunakan Sedatif Hipnotik/Ansiolitik
B. Timbul perilaku maladaptif dan perubahan psikologis yang bermakna secara
klinis (misalnya : perilaku seksual atau agresif yang tidak sesuai, inappropriate,
mood labil, hendaya daya nilai, hendaya fungsi sosial dan pekerjaan) yang
berkembang selama atau segera setelah penggunaan Sedatif
Hipnotik/Ansiolitik.
C. Satu (atau lebih) terjadi gejala-gejala berikut ini yang berkembang selama atau
segera setelah penggunaan Sedatif Hipnotik/Ansiolitik :
1. Bicara cadel
2. Inkoordinasi
3. Jalan sempoyongan
4. Nistakmus
5. Gangguan perhatian atau daya ingat
6. Stupor atau koma
D. Gejala-gejala tersebut tidak disebabkan oleh gangguan fisik atau mental
lainnya.
Diagnosis Diferensial : - Intoksikasi Alkohol
- Progresif Dementia
- Multipel Sklerosis
- Hematoma Subdural
Pemeriksaan Penunjang : - Urinalisis
- Darah, misalnya : fungsi hati seperti SGOT, SGPT;
fungsi ginjal seperti ureum dan kreatinin
- EKG
Terapi Intoksikasi Sedatif-Hipnotik/Ansiolitik :
Diperlukan terapi kombinasi yang bertujuan :
a. Mengurangi efek obat di dalam tubuh
b. Mengurangi absorbsi obat lebih lanjut
c. Mencegah komplikasi jangka panjang
Langkah I : Mengurangi efek Sedatif Hipnotik :
• Flumazenil (antagonis golongan Benzodiazepine) : 0,2 mg intravena kemudian
(setelah 30 detik) diikuti dengan 0,3 mg dosis tunggal; obat tersebut lalu dapat
diberikan lagi sebanyak 0,5 mg (setelah 60 detik) sampai total kumulatif
sebanyak 3,0 mg. Pada pasien ketergantungan, penggunaan Flumazenil
dapat merangsang putus zat.
• Untuk tingkat serum yang tingginya ekstrim dan gejala-gejala sangat berat,
pikirkan untuk dialisis atau hemoperfusion dengan charcoal resin. Cara ini juga
berguna bila ada intoksikasi berat dari barbiturat yang lebih short-acting.
• Tindakan suportif termasuk:
25
- Pertahankan jalan napas, pernapasan buatan bila diperlukan.
- Pasang jalur intravena untuk hidrasi
- Alkalinisasi urin sampai pH 8 untuk memperbaiki pengeluaran obat dan
untuk diuresis berikan Furosemide 20-40 mg per oral untuk
mempertahankan pengeluaran urin sekitar 3-6 ml/kg/jam.
Langkah II : Mengurangi absorbsi obat lebih lanjut :
• Rangsang muntah bila baru terjadi pemakaian, kalau tidak, pikirkan Activated
Charcoal. Perhatian perawatan harus diberikan untuk mencegah aspirasi.
Langkah III : Mencegah komplikasi :
• Perhatikan tanda-tanda vital dan depresi pernapasan, aspirasi dan edema
paru. Bila sudah terjadi aspirasi, dapat diberikan antibiotik.
• Bila pasien ada usaha untuk bunuh diri, maka dia harus ditempatkan di tempat
khusus dengan pengawasan setelah perawatan daruratnya.
Rujuk pasien ke rumah sakit.

10. Nama Gangguan : Intoksikasi Halusinogen


Terapi Intoksikasi Halusinogen :
• Lingkungan yang nyaman.
• Jelaskan efek yang ditimbulkan obat-obat tersebut dan efek tersebut akan
menghilang seiring dengan bertambahnya waktu.
• Pemberian antiansietas yaitu Diazepam 10-30 mg oral atau Lorazepam 1-2 mg
oral.
Kriteria Diagnosis :
A. Baru saja menggunakan Halusinogen (misalnya : LSD, Psilocybin, Mescalin)
B. Terjadinya perubahan perilaku dan psikologis yang bermakna secara klinis
(misalnya : depresi atau ansietas, ideas of reference, ketakutan kehilangan
pikiran, ide paranoid, hendaya daya nilai, hendaya fungsi sosial atau
pekerjaan) yang berkembang selama atau segera setelah penggunaan
Halusinogen.
C. Perubahan persepsi dalam keadaan kesadaran dan kewaspadaan penuh
(misalnya : subjective intensification of perceptions, depersonalisasi
derealisasi, ilusi, halusinasi, synesthesia) yang berkembang selama atau
segera setelah penggunaan Halusinogen.
D. Dua (atau lebih) gejala-gejala berikut ini, berkembang selama atau segera
setelah penggunaan Halusinogen :
1. Dilatasi pupil
2. Takikardi
3. Berkeringat
4. Palpitasi
5. Mata berkabut (blurring of vision)
6. Tremor
7. Inkoordinasi

26
E. Gejala-gejala tersebut tidak disebabkan oleh gangguan fisik atau mental
lainnya.
Diagnosis Diferensial : - Intoksikasi Amfetamin
- Intoksikasi PCP
- Intoksikasi Anticholinergic
- Gangguan Schizophreniform
- Delirium
- Dementia
- Gangguan Mood yang berat : - psikotik depresi
- bipolar disorder
Pemeriksaan Penunjang : - Urinalisis
- EKG
- Darah
Terapi Intoksikasi Halusinogen :
• Intervensi Non Farmakologik :
- Lingkungan yang tenang, aman dan mendukung.
- Reassurance : bahwa obat tersebut dapat menimbulkan gejala-gejala itu; dan
ini akan hilang bersamaan dengan bertambahnya waktu (“talking down”).
• Intervensi Farmakologik :
Pilihan untuk “bad trip” atau serangan “panik”:
- Diazepam 10-30 mg oral.
- Lorazepam 1-2 mg oral.
- Fenobarbital 30-120 mg oral 2-3 kali sehari.
• Rujuk pasien ke rumah sakit.

11. Nama Gangguan : Intoksikasi Inhalansia


Terapi Intoksikasi Inhalansia :
• Pertahankan oksigenasi.
• Simptomatik.
• Pasien dengan gangguan neurologik bermakna, misalnya neuropati atau
persistent ataxia, harus mendapatkan evaluasi formal dan observasi ketat,
sehingga pasien harus dirujuk.
Kriteria Diagnosis :
A. Penggunaan lama atau singkat, dosis tinggi Inhalansia (kecuali gas anesthesi
dan short acting vasodilator).
B. Terdapat perubahan perilaku dan psikologis yang bermakna secara klinis
(misalnya : suka berkelahi, suka menyerang, apati, hendaya daya nilai,
hendaya fungsi sosial atau pekerjaan) yang berkembang selama atau segera
setelah penggunaan Inhalansia.
C. Dua (atau lebih) gejala-gejala berikut ini terjadi selama atau segera setelah
penggunaan Inhalansia :
1. Dizziness
2. Nistagmus
3. Inkoordinasi
4. Bicara cadel
27
5. Jalan sempoyongan
6. Lethargy
7. Refleks-refleks berkurang
8. Retardasi psikomotor
9. Tremor
10. Kelemahan otot yang menyeluruh
11. Blurred vision atau diplopia
12. Stupor atau koma
13. Euforia
D. Gejala-gejala tersebut tidak disebabkan oleh gangguan fisik atau mental
lainnya.
Diagnosis Diferensial : - Intoksikasi Alkohol
- Intoksikasi Sedatif Hipnotik/Ansiolitik
Pemeriksaan Penunjang : - Urinalisis
- Darah lengkap antara lain : fungsi lever/hati, fungsi
ginjal (disesuaikan dengan ketersediaan)
Terapi Intoksikasi Inhalansia :
• Pertahankan oksigenasi.
• Tidak ada antidote yang spesifik.
• Simptomatik.
• Pasien dengan gangguan neurologik bermakna, misalnya neuropati atau
persisten ataxia, harus mendapat evaluasi formal dan follow up yang ketat.
• Rujuk pasien ke rumah sakit apabila dibutuhkan perawatan lebih lanjut.

II. Tata laksana Putus Zat


Tata laksana Umum
Penanganan kondisi medis umum.
Pemantauan tanda-tanda vital.

1. Nama Gangguan : Putus Zat Opioida


Kriteria Diagnosis :
A. Salah satu di bawah ini :
1. Penghentian (atau pengurangan) penggunaan Opioida yang berat dan telah
berlangsung lama (beberapa minggu atau lebih lama).
2. Penggunaan antagonis Opioida setelah masa penggunaan Opioida.
B. Paling sedikit terdapat 3 gejala berikut yang timbul akibat penghentian atau
pengurangan penggunaan Opioida dalam waktu beberapa menit sampai
beberapa hari :
1. Disforia
2. Nausea atau Vomiting
3. Nyeri Otot
4. Lakrimasi atau Rinorrhea
5. Dilatasi Pupil, Piloereksi atau Berkeringat
6. Diare
7. Menguap (Yawning)
28
8. Demam
9. Insomnia
C. Gejala-gejala pada kriteria B menyebabkan distress yang secara klinis
bermakna atau hendaya sosial, okupasional atau fungsi penting lain.
D. Tidak disebabkan oleh gangguan fisik atau mental lainnya.
Diagnosis Diferensial : - Common Cold
- Gastro Enteritis
Pemeriksaan Penunjang : Laboratorium, terutama urinalisis
Terapi Putus Zat Opioid :
• Terapi simptomatik dengan menggunakan analgetik bila ada rasa nyeri atau bila
pasien gelisah maka dapat diberikan golongan Benzodiazepin, Diazepam 3 x 5
mg (per oral) atau antipsikotik dosis rendah Haloperidol 2 x 2-5 mg (per oral).
• Apabila pasien sangat gelisah, berikan suntikan/injeksi tunggal Haloperidol 2,5-
10 mg (I.M) yang dapat diulang setiap 30 menit hingga mencapai dosis
maksimal 30 mg atau Diazepam injeksi 10 mg (I.V lebih baik, dapat diberikan
I.M bila I.V sulit dilakukan, kontraindikasi pada penurunan kesadaran) yang
dapat diulang setiap 30 menit hingga mencapai dosis maksimal 20 mg.
Kombinasi keduanya dapat diberikan bila kondisi gaduh gelisah pasien sangat
berat. Perhatikan tanda-tanda efek samping pemberian Haloperidol. Untuk
pasien usia 12-18 tahun dapat menggunakan Haloperidol injeksi dengan dosis
2,5-5 mg. Dosis ini dapat diulang setiap 30 menit sampai dengan dosis
maksimal 10 mg per hari.
• Rujuk pasien ke rumah sakit.

2. Nama Gangguan : Putus Kokain


Kriteria Diagnosis :
A. Penghentian atau pengurangan penggunaan Kokain yang berat dan telah
berlangsung lama.
B. Dysphoric mood dan dua (atau lebih) perubahan fisiologis di bawah ini yang
terjadi dalam beberapa jam atau beberapa hari setelah kriteria A :
1. Rasa lelah.
2. Mimpi buruk yang jelas (vivid, unpleasent dreams).
3. Insomnia atau Hipersomnia.
4. Peningkatan nafsu makan.
5. Retardasi psikomotor atau agitasi.
C. Gejala-gejala pada kriteria B menyebabkan distress yang secara klinis
bermakna atau terjadi hendaya sosial, okupasional atau fungsi penting lainnya.
D. Gejala-gejala tersebut tidak disebabkan oleh gangguan fisik atau mental
lainnya.
Diagnosis Diferensial : - Gangguan Kecemasan
- Gangguan Depresi
- Gangguan Mental dan Perilaku akibat penggunaan zat
psikoaktif lainnya
Pemeriksaan Penunjang : - Laboratorium
29
- Evaluasi psikiatrik terkait kesadaran pasien, ada
gaduh gelisah atau tidak, ada gangguan persepsi atau
tidak
Terapi Putus Kokain, Amfetamin atau Zat yang Menyerupai :
• Tempatkan pada suasana tenang.
• Berikan Benzodiazepin misalnya Diazepam 1 x 5 mg untuk tidur.
• Berikan anti depresan misalnya amitriptilin 1 x 25 mg sampai gejala depresi
teratasi.
• Rujuk pasien ke rumah sakit.

3. Nama Gangguan : Putus Alkohol


Kriteria Diagnosis :
A. Penghentian atau pengurangan dari penggunaan yang berat dan terus
menerus dari alkohol.
B. Dua (atau lebih) yang berikut ini yang berkembang dalam beberapa jam
sampai beberapa hari setelah kriteria A :
• Hiperaktifitas saraf autonom, misalnya berkeringat atau nadi lebih dari 100
kali per menit
• Peningkatan tremor tangan
• Insomnia
• Mual atau muntah
• Halusinasi visual, taktil atau auditori sementara atau ilusi
• Agitasi psikomotor
• Ansietas
• Kejang Grandmal
C. Gejala-gejala di kriteria B menyebabkan distress yang bermakna secara klinis
atau hendaya fungsi sosial, pekerjaan atau fungsi penting lainnya.
D. Gejala-gejala tersebut di atas tidak disebabkan oleh gangguan fisik atau
mental lainnya.
Kadang-kadang terjadi Delirium Tremens dengan ditemukannya gangguan daya
ingat (gross memory disturbance) disertai gejala putus alkohol yang lain. Delirium
Tremens mulai timbul 2 atau 3 hari setelah berhenti minum alkohol dan menetap
selama 1-5 hari.
Diagnosis Diferensial : - Putus zat Sedatif Hipnotik
- Dementia
- Psikotik
- Malingering
- Factitious Disorder
Pemeriksaan Penunjang : - Darah lengkap : termasuk MCV, uric acid, trigliserida,
aspartate aminotransferase (SGOT), ureum, HDL
Terapi Putus Alkohol :
• Atasi kondisi gelisah dengan golongan Benzodiazepin (Diazepam 5 mg I.M atau
I.V yang dapat diulang tiap 30 menit sampai dosis maksimal 20 mg/hari).

30
• Bila ada kejang akibat putus zat maka atasi dengan golongan Benzodiazepin
(Diazepam 5 mg yang disuntikkan I.V secara perlahan).
• Dapat juga diberikan Thiamine 100 mg via NGT, ditambah 4 mg Magnesium
Sulfat dalam 1 liter 5% Dextrose/normal saline selama 1-2 jam.
• Bila terjadi Delirium Tremens harus dirujuk (rujuk pasien ke rumah sakit).
Delirium Tremens ditandai dengan penurunan kesadaran dan perilaku yang
gaduh gelisah dan dapat disertai dengan kejang setelah kondisi putus
penggunaan alkohol.

4. Nama Gangguan : Putus Amfetamin atau Zat yang Menyerupai


Kriteria Diagnosis :
A. Penghentian (pengurangan) mendadak penggunaan Amfetamin atau zat yang
menyerupai yang sudah digunakan dalam jumlah banyak dan waktu lama.
B. Mood yang disforik dan dua (atau lebih) perubahan psikologis di bawah ini
yang berkembang dalam beberapa jam atau beberapa hari setelah kriteria A :
1. Fatique
2. Halusinasi atau mimpi buruk
3. Insomnia atau Hipersomnia
4. Nafsu makan meningkat
5. Retardasi atau agitasi psikomotor
C. Gejala-gejala pada kriteria B secara klinis bermakna menimbulkan distress
atau gangguan dalam kehidupan sosial, pekerjaan atau fungsi-fungsi penting
lainnya.
D. Gejala-gejala di atas tidak disebabkan oleh gangguan fisik atau mental lainnya.
Diagnosis Diferensial : - Intoksikasi Amfetamin
- Putus Kokain atau zat yang menyerupai
- Manik atau Hipomanik episode
Pemeriksaan Penunjang : - Urinalisis
- EKG : sesuai indikasi
- Evaluasi psikiatrik terkait kesadaran pasien, ada
gaduh gelisah atau tidak, ada gangguan persepsi
atau tidak
Terapi Putus Amfetamin atau Zat yang Menyerupai : - Antipsikotik
- Antiansietas
- Antidepresi

Rujuk pasien ke rumah sakit.

5. Nama Gangguan : Putus Hipnotik-Sedatif/Ansiolitik


Kriteria Diagnosis :
A. Penghentian (atau pengurangan) penggunaan Hipnotik-Sedatif atau Ansiolitik
yang telah berlangsung lama dan berat.
B. Dua (atau lebih) gejala-gejala berikut ini, berkembang dalam beberapa jam
atau beberapa hari setelah Kriteria A :
31
1. Hiperaktivitas autonom (misalnya berkeringat atau nadi lebih dari 100 kali
per menit)
2. Tremor tangan meningkat
3. Insomnia
4. Mual atau muntah
5. Halusinasi visual, taktil atau auditorik yang bersifat sementara atau ilusi
6. Agitasi psikomotor
7. Ansietas
8. Kejang Grandmal
C. Gejala-gejala pada kriteria B menyebabkan distress yang secara klinis
bermakna atau gangguan sosial, pekerjaan atau fungsi penting lainnya.
D. Gejala-gejala tersebut tidak disebabkan oleh gangguan fisik atau mental
lainnya.
Diagnosis Diferensial : - Putus Alkohol
- Intoksikasi Kokain
- Intoksikasi Amfetamin
- Hipertiroidism
- Gangguan ansietas primer
Pemeriksaan Penunjang : - Urinalisis
- Darah
Terapi Putus Hipnotik-Sedatif/Ansiolitik :
- Penatalaksanaan kegawatdaruratan umum.
- Rujuk pasien ke rumah sakit.

D. NON PSIKOFARMAKA
I. Intervensi Psikososial
Kedaruratan adiksi NAPZA memerlukan penatalaksanaan dalam waktu yang tepat
dan keahlian interpersonal. Suatu keadaan krisis yang terjadi karena gangguan
penggunaan NAPZA menjadi bagian penatalaksanaan petugas kesehatan di FKTP untuk
membantu orang dengan kedaruratan adiksi NAPZA dan jika memungkinkan
menyebabkan terjadinya perubahan perilaku untuk kesehatan pasien sehingga suatu
pelayanan krisis tidak hanya sesederhana mengumpulkan data lalu mengirim pasien ke
tempat lain, namun diperlukan proses interpersonal yang terjadi antara pasien dan staf di
Instalasi Gawat Darurat FKTP.
Penatalaksanaan psikososial termasuk didalamnya adalah beberapa bentuk
konseling, psikoterapi, pelatihan sosial dan pelatihan vokasional. Penatalaksanaan ini
bermanfaat untuk menyediakan dukungan, edukasi dan panduan kepada orang-orang
yang mengalami gangguan penyalahgunaan NAPZA beserta keluarganya.
Tujuannya adalah pasien gangguan penyalahgunaan NAPZA beserta keluarganya
mampu mengurangi efek negatif dari penggunaan zat, dampak buruk baik secara fisik,
mental, sosial, kultural dan memahami dampak hukum. Intervensi psikososial juga akan
berdampak mengurangi kesulitan dalam mengerjakan kegiatan di rumah, sekolah,
pekerjaan dan segera mampu meningkatkan fungsi dan kualitas hidupnya.
Terdapat 3 komponen dari intervensi psikososial yang dilakukan pada suatu
keadaan kedaruratan, yaitu :

32
a. Membangun hubungan (Building an Alliance), wawancara dilakukan dengan
menciptakan dan memelihara hubungan terapeutik petugas dan pasien.
b. Menghadapi krisis melalui proses stabilisasi dan intervensi, menenangkan pasien dan
keluarga adalah mutlak harus dilakukan karena pasien dan keluarga sering kali tidak
mampu menyelesaikan masalah atau melakukan coping secara efektif.
c. Melakukan psikoterapi, yang dilakukan adalah melibatkan proses tukar pikiran dan
ekspresi perasaan antara pasien dan petugas, diawali dengan menjalin hubungan yang
baik agar pasien mau terlibat dalam terapi, tujuannya adalah pasien mampu kembali
ke tingkat fungsi sebelumnya dan tujuan terapi yang terakhir adalah untuk
menghasilkan perubahan perilaku keluar dari penyalahgunaan NAPZA. Ada 4 hal yang
harus dilakukan dalam psikoterapi, yaitu :
1. Penenteraman (reassurance);
2. Pemberian contoh dan insentif;
3. Pemberian informasi;
4. Respek, pengertian dan kehangatan emosional.

II. Hal-hal penting dalam penanganan kegawatdaruratan psikiatrik pada


orang/klien/pasien dengan gangguan penggunaan NAPZA :

1. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam menangani klien/pasien gaduh


gelisah
a. Menjaga jarak personal
• Jaga jarak aman kurang lebih 1,5 hingga 3 langkah dari klien/pasien.
• Ini akan memudahkan menghindar saat klien/pasien menyerang staf.
• Jarak personal yang sesuai akan mengurangi kecemasan klien/pasien sehingga
mencegah klien/pasien melakukan perilaku kekerasan.
• Apabila klien/pasien menyuruh anda menyingkir, maka lakukan segera.
• Klien/pasien dengan riwayat trauma lebih sensitif jika jarak personal diabaikan.
• Libatkan petugas keamanan puskesmas bila ada untuk berjaga-jaga termasuk
untuk melihat apakah ada barang berbahaya atau NAPZA yang dibawa oleh
klien/pasien serta untuk berkoordinasi dengan pihak berwajib setempat apabila
terjadi sesuatu yang berbahaya.
b. Menjaga privasi klien/pasien
• Pindahkan segera klien/pasien dari ruang publik ke ruang privat untuk melakukan
wawancara.
• Dengan cara ini klien/pasien akan merasa lebih aman, terhindar dari perasaan
terancam dan dihargai privasinya.
c. Empati dan tidak menghakimi
• Fokus untuk memahami perasaan klien/pasien.
• Terlepas apa yang dirasakan dan dilakukan klien/pasien benar atau tidak, namun
faktanya hal ini sedang anda hadapi.
• Respon verbal yang dapat anda berikan: “Saya yakin pasien lain juga merasakan
apa yang anda alami”
d. Menghindari sikap provokatif
• Tunjukan bahasa tubuh yang memberikan perasaan aman buat klien/pasien:
hindari menyembunyikan tangan (terkesan menyembunyikan senjata).
33
• Hindari sikap konfrontatif (berhadapan terkesan menantang).
• Berdiri menyamping dengan klien/pasien.
• Tidak melipat tangan atau membalikan tubuh (menunjukan kurangnya minat).
• Atur sikap tubuh sesuai dengan ungkapan verbal (menunjukan ketulusan,
sehingga klien/pasien lebih tenang).
e. Menghindari reaksi yang berlebihan
• Tunjukan sikap tenang, tetap rasional dan profesional.
• Meskipun anda tidak dapat mengontrol perilaku klien/pasien, cara anda
menanggapi perilakunya dapat mempengaruhi apakah situasinya meningkat
atau mereda.
• Berempati dengan perasaan, bukan perilaku.
• Respon verbal yang tepat: “Saya mengerti Anda ___________, namun tidak
boleh membentak staf/petugas.”
f. Mempertahankan kontak mata
• Perhatikan bahwa hanya satu orang dari tim yang melakukan kontak verbal
dengan klien/pasien.
• Perkenalkan diri secara singkat, tanyakan nama klien/pasien dan nama
panggilan yang disukai.
• Beritahukan keberadaan anda dan tim adalah untuk menjaga keselamatan
klien/pasien.
g. Interaksi singkat
• Gunakan kalimat yang pendek dan kosa kata yang sederhana.
• Klien/pasien dengan agitasi mempunyai masalah dalam memproses informasi
verbal.
• Komunikasi verbal yang kompleks dapat menimbulkan kebingungan
klien/pasien, akhirnya dapat menyebabkan eskalasi meningkat.
• Berikan klien/pasien waktu untuk merespon sebelum memberikan informasi
tambahan.
• Lakukan pengulangan setiap kali meminta sesuatu kepada klien/pasien,
menetapkan batasan atau menawarkan alternatif terhadap sesuatu hal.
h. Mendengarkan apa yang diungkapkan klien/pasien
• Lakukan teknik komunikasi mendengar aktif (mendengarkan klien/pasien sambil
sesekali memberikan respon).
• Teknik klarifikasi: “Beritahu saya jika saya boleh membuka gelangnya.”
• Hindari pernyataan yang bersifat menghakimi klien/pasien.
i. Mengabaikan pertanyaan yang provokatif
• Menjawab pertanyaan klien/pasien yang menantang sering kali menghasilkan
konflik.
• Jika klien/pasien menantang, alihkan perhatian mereka ke masalah yang sedang
dihadapi.
• Abaikan tantangannya, bukan klien/pasiennya, contoh :
- Klien/pasien: “Mengapa perawat itu tidak suka dengan saya?”
- Respon verbal: “Tolong beri tahu saya lagi kapan gejala Anda mulai?”
j. Menetapkan aturan dan batasan yang jelas
• Beritahukan klien/pasien perilaku yang dapat diterima.
34
• Sampaikan bahwa perilaku mencederai diri dan orang lain tidak dapat diterima.
• Sampaikan batasan perilaku tersebut bukan sebagai ancaman.
• Yakinkan klien/pasien bahwa staf membantunya membangun perilaku yang
dapat diterima.
• Respon verbal: “Penting bagi Anda untuk tetap tenang agar kami dapat
memeriksa kesehatan anda.”
2. Hal-hal yang perlu diperhatikan lainnya :
a. Hal yang perlu dilakukan
- Penilaian di ruang gawat darurat hendaklah cepat dan tepat.
- Telitilah untuk mencegah manajemen yang salah atau diagnosis yang salah.
- Berpikir dan bersikap kritis.
- Tetap tenang.
- Hindari stigma dan lakukan pendekatan dengan sikap hangat, terbuka dan tidak
menghakimi, dengan demikian pasien/keluarga percaya kepada tenaga
kesehatan dan tidak merasa terancam sehingga mampu memberikan informasi
terkait penggunaan zatnya.
- Mengontrol perasaan cemas, bingung, aneh dan depresi.
- Bersikap suportif.
- Menjaga jarak aman.
- Menawarkan pilihan: mengontrol diri, minum obat atau dibantu dengan fiksasi.
- Melakukan pendokumentasian.
- Komunikasi terapeutik :
• Bicara dengan tenang.
• Gunakan kalimat singkat dan jelas.
- Nilailah situasi, apakah pasien dalam keadaan agitasi atau stupor dan tentukan
zat yang digunakan.
- Jika ditemukan gejala putus zat, hindarkan pasien dari stimulus lingkungan yang
berlebihan misalnya pencahayaan yang terlalu terang atau lingkungan yang
berisik.
- Berikan edukasi mengenai kondisi pasien secara jelas dan singkat.
- Persuasi pasien untuk tidak gelisah.
- Edukasi pasien dan keluarga untuk melanjutkan pengobatan masalah
penyalahgunaan NAPZA di institusi yang terkait (IPWL).
- Psikoterapi suportif dengan memberikan pujian kepada pasien apabila bersikap
tenang.
- Observasi adanya tanda-tanda risiko bunuh diri pada pasien.
b. Hal yang perlu dihindari
- Mengancam klien
- Mentertawakan klien
- Ragu-ragu
- Perasaan terancam
- Sikap menghakimi
- Marah terhadap keluarga
3. Indikator Keberhasilan Manajemen Kedaruratan Adiksi NAPZA
- Tanda-tanda vital pasien dalam keadaan stabil
- Pasien dalam keadaan tenang dan kooperatif (kondisi emergency sudah teratasi)
35
III. Rujukan
Pada lembar pengantar rujukan dari FKTP ke RS dicantumkan :
1. Temuan apa yang didapatkan pada pasien saat datang/gejala apa yang dialami
pasien;
2. Diagnosis awal pasien di FKTP;
3. Terapi yang telah diberikan untuk penanganan kedaruratan adiksi NAPZA di FKTP;
4. Temuan-temuan lain sehubungan dengan zat termasuk barang/zat yang dibawa
atau ada bersama pasien saat datang/dibawa ke FKTP untuk penanganan
kedaruratan;
5. Status pembiayaan layanan kesehatan yang dimiliki pasien.

ALUR RUJUKAN PADA PASIEN KEDARURATAN ADIKSI NAPZA

RS UMUM/RS JIWA/RSKO

RS PROVINSI

PUSKESMAS/KLINIK
RSU KAB/KOTA
SWASTA

DARURAT/NON DARURAT

MASYARAKAT/PENGGUNAAN
NAPZA

36
Kepustakaan

1. Safar P, Bircher NG. 1988. Cardiopulmonary Cerebral Resuscitation: Basic and Advanced
Cardiac and Trauma Life Support : an Introduction to Resuscitation Medicine. Saunders.
2. Kurniadi, Hartati. dkk. 2000. Standar Terapi RS Ketergantungan Obat. Jakarta:
Departemen Kesehatan RI, Direktorat Jenderal Pelayanan Medik, RS. Ketergantungan
Obat.
3. Lubis, D.B. dan Elvira S.D. 2005. Penuntun Wawancara Psikodinamik dan Psikoterapi.
Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
4. Sadock B.J. & Sadock V.A. 2010. Kaplan & Sadok’s, Synopsis of Psychiatry: Behavioral
Science / Clinical Psychiatry, 10th Edition. New York: Lippincott Wliiliams & Wilkins.
5. Duckworth, K. dan Freddman, J. 2012. Psychososial Treatment, Review Article, National
Alliance on Mental Illness. http://bit.ly/1K1RUwc . Diakses pada 27 November 2022.
6. American Psychiatric Association. 2013. Diagnostic and Statistical Manual of Mental
Disorders, Fifth Edition. London: American Psychiatric Publishing.
7. Maslim, Rusdi. 2013. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas PPDGJ-III
dan DSM-5. Jakarta: PT Nuh Jaya – Jakarta.
8. Meany, PA dkk. Circulation July 23, 2013. Cardiopulmonary Resuscitation Quality:
Improving Cardiac Resuscitation Outcomes Both Inside and Outside the Hospital A
Consensus Statement From the American Heart Association.
9. Budi A.K. & Jessica P. (Eds). 2016. Prinsip dan Praktik Keperawatan Kesehatan Jiwa
Stuart (1st ed.). Singapura: Elsevier Singapore.
10. Hagberg and Benumof's. October 9, 2017. Hagberg and Benumof's Airway Management.
4th Edition.
11. Maramis, Albert dkk. 2018. Buku Saku Penatalaksanaan Kegawatdaruratan Psikiatrik di
Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP). Jakarta: Direktorat Bina Kesehatan Jiwa,
Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI.
12. EMACC-WG/MSF Norway/Oslo University Hospital. 2019. Methanol Poisoning Protocol
Intersection Document (1st edition 2019).
13. Panchal et al. 2020;142(suppl 2): 366–S468. Adult Basic and Advanced Life Support:
2020 AHA Guidelines for CPR and ECC. Circulation.
14. Communication Skills in Mental Health and Addiction. NursingAnswers.net.
https://nursinganswers.net/assignments/communication-skills-in-mental-health-and-
addiction.php?vref=1. 7th May 2020. Web. Diakses pada 13 November 2022.
15. Olasveengen, TM dkk. 2021. European Resuscitation Council Guidelines 2021: Basic Life
Support. Resuscitation. European Resuscitation Council. Elsevier.
16. Wu, K. dan Baker J. 2022. Patient Communication In Substance Abuse Disorders.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK549858/ [Updated 2022 Jul 25]. In: StatPearls
[Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing. Diakses pada 13 November 2022.

37
Tim Penyusun

Kementerian Kesehatan RI
Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat
Direktorat Kesehatan Jiwa
Jakarta, 2022

Pelindung : drg. R. Vensya Sitohang, M.Epid.


Penyusun
Ketua : drg. Luki Hartanti, MPH
Anggota : dr. Herbet Sidabutar, Sp.KJ; dr. Husni Arbie; dr. Hasyati Dwi Kinasih; dr. Lucia Maya
Savitri, MARS; Achmad Arifurrohman, SKM, M.H.Kes.; Dody Arek Purnomo, S.E.

Kontributor :
RSKO Jakarta; dr. Lidya Heryanto, Sp.KJ; dr. Dedi Atila, Sp.An- KIC; Ns. Adek Setiyani, S.Kep.,
M.Kep., Sp.Kep.J; Ira Miranti, S.Si., MHSM, Apt.; Mohammad Irsad, S.Psi., M.Psi., Psikolog;
Punto Dewo, SKM, M.Kes; Intan Kusumawati, SKM, MKM; dr. Rondang Rosmawati Nababan,
Sp.KJ; dr. Siti Jamilah; dr. Fitria Pratiwi; dr. Faudila Novita Ladyana; dr. Ria Rizky D.Siregar;
Dina Melinda, AMK; dr. Intan Soraya; dr. Jonathan Aditama.

Editor :
drg. Luki Hartanti, MPH;
dr. Husni Arbie;
dr. Hasyati Dwi Kinasih;
Intan Oktavia, M.Psi;
Muhamad Aby Al-Hafidz, S.Kom.

Diterbitkan oleh :
Kementerian Kesehatan RI
Hak cipta dilindungi oleh undang-undang.
Dilarang memperbanyak buku ini sebagian atau seluruhnya dalam bentuk dan
dengan cara apapun juga, baik secara mekanis maupun elektronik termasuk
fotocopy, rekaman dan lain-lain tanpa seijin tertulis dari penerbit.

38
Lampiran

1. Lampiran 1 : Undang Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 tentang


Narkotika.
2. Lampiran 2 :Undang Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2014 tentang
Kesehatan Jiwa
3. Lampiran 3 : Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 422 Tahun 2010 tentang Pedoman
Penatalaksanaan Medik Gangguan Penggunaan NAPZA.
4. Lampiran 4 : Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1627 Tahun 2010 tentang
Pedoman Pelayanan Kegawatdaruratan Psikiatrik.
5. Lampiran 5 : Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 2415 Tahun 2011 tentang
Rehabilitasi Medis Pecandu, Penyalahguna dan Korban Penyalahgunaan Narkotika.
6. Lampiran 6 : Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 701 Tahun 2018 tentang
Penetapan Institusi Penerima Wajib Lapor dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan Pengampu
dan Satelit Program Terapi Rumatan Metadona.
7. Lampiran 7 : Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 43 Tahun 2019 tentang Pusat
Kesehatan Masyarakat.
8. Lampiran 8 : Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 4 Tahun 2020 tentang
Penyelenggaraan Institusi Penerima Wajib Lapor.
9. Lampiran 9 : Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 9 Tahun 2022 tentang Perubahan
Penggolongan Narkotika.
10. Lampiran 10 : Media KIE

Seluruh Lampiran dapat diunduh pada tautan berikut:


https://link.kemkes.go.id/LampiranBukuSakuPenatalaksanaanKedaruratanAdiksiNAPZA
Atau scan QR Code berikut:

39

Anda mungkin juga menyukai