DISUSUN OLEH :
1. Al Amin : 21222001
2. Amelia : 21222002
3. Nani Zuyinah : 21221090
4. Ricka Damayanti : 21221169
5. Riri Andriani : 21222009
6. Vebrima Y : 21221092
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan Hidayah-Nya, salam kepada Nabi Muhammad SAW, sehingga penulis dapat
menyelesaikan Laporan dengan judul “Evidence Based Nursing: Pemberian Terapi
Murotal Terhadap Pasien Skizofrenia Dengan Halusinasi Pendengaran”.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Jiwa
Program Profesi Ners STIKes Pertamedika. Dalam pembelajaran dan penyusunan
makalah ini, kami banyak mendapatkan bimbingan, arahan, dan dukungan dari berbagai
pihak.
Banyak literature yang membahas teori dan penerapan dari sistem farmakologi
dan telah kami klasifikasikan sesuai perkembangan yang ada, baik dari penerapan dan
capaian yang telah teraplikasi dalam dunia keperawatan, khususnya di lapangan.
Kemudian kami coba untuk menelaah dan menarik kesimpulan serta saran dari
pembahasan yang ada. Namun kami merasa masih ada kekurangan sehingga kritik dan
saran sangat diharapkan.
Penulis
(KELOMPOK)
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
WHO (World Health Organization) memperikarakan 450 juta jiwa atau
26% dari jumlah penduduk dunia mengalami gangguan jiwa, sekitar 10%
orang mengalami gangguan jiwa ketika dewasa dan 25% penduduk
diperkirakan akan mengalami gangguan jiwa pada usia tertentu selama
hidupnya. Jumlah penderita gangguan jiwa di Indonesia pada tahun 2018
adalah 14 juta jiwa atau 6% dari jumlah penduduk dan prevalensi seperti
gangguan jiwa berat. Skizofrenia mencapai sekitar 400.000 orang atau
sebanyak 1,7% per 1000 penduduk (World Health Organization, 2018).
Menurut data dari Dinas Kesehatan Jawa Tengah tahun 2018 jumlah
gangguan jiwa pada tahun 2018 masih 121.962 orang dan pada tahun 2019
meningkat menjadi 260.247 orang. Halusinasi pendengaran merupakan salah satu
masalah gangguan jiwa yang seringmuncul pada pasien skizofrenia, klien
skizofrenia 90% mengalami halusinasi. Sekitar 70% halusinasi pendengaran
dialami oleh pasien gangguan jiwa di Rumah Sakit Jiwa di Indonesia (Mamnu’ah,
2020).
Halusinasi pendengaran atau akustik adalah persepsi yang seolah-olah
mendengar suara padahal suara tersebut sebenarnya tidak ada. Isi suara
halusinasi dapat berupa suatu perintah tentang perilaku klien sendiri dan klien
merasa yakin bahwa suara ini ada (Trimelia dalam Raba, 2018). Klien yang
mengalami halusinasi pendengaran disebabkan oleh ketidakmampuan klien
dalam mengenal dan mengontrol halusinasi pendengaran tersebut (Maramis,
2015).
Dampak yang dapat ditimbulkan oleh pasien yang mengalami halusinasi
pendengaran adalah kehilangan kontrol dirinya, dimana pasien mengalami panik
dan perilakunya di kendalikan oleh halusinasinya. Dalam situasi ini pasien
dapat melakukan bunuh diri (suicide), membunuh orang lain (homicide),
bahkan sampai merusak lingkungan (Retno dan Amelia, 2018).
Cara memperkecil dampak yang ditimbulkan pada pasien
halusinasi pendengaran yaitu dibutuhkan penanganan halusinasinya yang tepat
1
(Hawari, 2009). Ada beberapa cara mengatasi pasien halusinasi pendengaran
yaitu psikofarmakologi, psikoterapi, terapi spiritual, dan rehabilitasi (Hawari
2009 dalam Septiana 2017).
Gangguan halusinasi dapat diatasi dengan terapi farmakologi dan
nonfarmakologi. Salah satu terapi nonfarmakologi yang efektif adalah
terapi murrotal. Al-Qur’an dapat digunakan untuk mengobati berbagai macam
penyakit jasmani dan rohani. Al-qur’an dapat menjadi penerapis dalam mengubah
pikiran, kepribadian pasien secara bertahap, dan sebagai penyembuh pasien dengan
gangguan kejiwaan.
Terapi AlQur’an terbukti mengaktifkan sel-sel tubuh, suara yang didengarkan
masuk melalui telinga diteruskan hingga koklea, stimulus suara ditransmisikan
kearea serebral, sistem limbik, dan korpus kolosum. Ketika suara diperdengarkan,
seluruh daerah sistem limbik dirangsang menghasilkan sekresi feniletilamin yang
merupakan suatu neuro yang bertanggung jawab pada perasaan. Pada saraf otonom,
stimulasi suara menyebabkan sistem saraf parasimpatis berada di atas sistem saraf
simpatis sehingga merangsang gelombang otak alfa yang menghasilkan kondisi
rileks. Terapi suara seperti mendengarkan murottal Al-Qur’an juga menyebabkan
pelepasan endorphin oleh kelenjar pituitary, sehingga akan mengubah keadaan mood
atau perasaan. Keadaan psikologis yang tenang akan mempengaruhi sistem limbik
dan saraf otonom yang menimbulkan rileks, aman, dan menyenangkan sehingga
merangsang pelepasan zat kimia gamma amino butric acid, enchepalin dan beta
endhorphin yang akan mengeliminasi neurotransmitter rasa nyeri maupun kecemasan
(Wahida, 2015). Kelebihan dari terapi murrotal adalah Kekuatan dari intervensi
terapi murotal adalah dapat dilakukan untuk jangka panjang dan tidak
menimbulkan efek samping.
Berdasarkan peneletian yang dilakukan oleh beberapa peneliti terkait
dengan penerapan terapi murottal dalam menurunkan tingkat halusinasi
pendengaran menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan terhadap skor
halusinasi setelah diberikan intervensi terapi murottal.
B. Tujuan
Untuk mengetahui pengaruh pemberian terapi murotal untuk menurunkan tanda
gejala halusinasi pendengaran pada pasien skizofrenia.
2
C. Manfaat
Hasil laporan kasus ini bagi bidang keilmuan keperawatan jiwa, diharapakan dapat
memberi refrensi dan data base yang berkaitan dengan terapi murotal pasien
skizofrenia dengan halusinasi pendengaran. Sehingga dapat dijadikan rekomendasi
terapi non farmakologi untuk menurunkan tanda gejala halusinasi pendengaran
pada pasien skizofrenia.
3
BAB II
ANALISA JURNAL
A. Jurnal Utama
1. Judul Jurnal
Pengaruh Terapi Murattal Al-Quran Terhadap Tingkat Skala Halusinasi
Pendengaran Pada Pasien Skizofrenia Di RSU Dr.H.Koesnadi Bondowoso
2. Peneliti
Agung Riyadi, Handono, Baitus Sholehah (2022)
3. Populasi, Sampel dan Teknik Sampel
Total sampel sejumlah 11 pasien penderita skizofrenia dengan menggunakan
teknik purposive sampling.
4. Desain Penelitian
Penelitian kuantitatif dengan rancangan pra eksperimental desaign dengan
pendekatan pre-post desaign.
5. Instrumen Yang Digunakan
Lembar kuesioner data demografi tentang karakteristik subyek
Lembar observasi dari Gillian Haddock, University of Manchester, 1994
berupa Auditory Hallucinations Rating Scale.
6. Uji Statistik Yang Digunakan
Pengolahan data uji statistik dengan menggunakan uji wilcoxon.
7. Hasil penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan cara responden diberikan terapi murattal Al-
Quran dengan mendengarkan surah Al-Fatihah, Al-Ikhlas, Al-Falaq, An-Nass,
AlKafirun, dan Ayat Kursi, surat -surat tersebut dipilih karena merupakan ayat-
ayat Ruqyah yang sering digunakan sebagai pengobatan dalam islam.
Hasil penelitian ini menunjukan adanya pengaruh setelah dilakukan Terapi
Murattal Al-Quran yaitu dengan mendengarkan dimulai pada hari ke 5 dengan P
value 0,043, hari ke 6 dengan P value 0,026 dan hari ke 7 dengan P Value 0,011.
Maka dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh antara Terapi Murottal Al-Quran
terhadap tingkat skala halusinasi pendengaran pasien skizofrenia di Rawat Inap
Pav. Seroja RSU dr.H.Koesnadi Bondowoso.
4
B. Jurnal Pendukung
1. Jurnal Pendukung 1
a. Judul Jurnal
Terapi Al-Quran Dalam Mengontrol Halusinasi Pendengar Pada Pasien
Skizofrenia
b. Peneliti
Yeni Devita, Hendriyani (2020)
c. Populasi, Sampel dan Teknik Sampel
Jumlah sampel pada penelitian ini berjumlah 46 responden yang dibadi
menjadi 2 yaitu 23 responden untuk kelompok intervensi dan 23 responden
untuk kelompok kontrol.
d. Desain Penelitian
Penelitian ini mengggunakan desain Quasy Experiment dengan rancangan Pre-
Post With Control Group
e. Instrumen Yang Digunakan
Lembar kuesioner data demografi tentang karakteristik subyek
Instrument Auditory Hallucinations Rating Scale (AHRS) yang
dikembangkan oleh Haddock (2009).
f. Uji Statistik Yang Digunakan
Uji statistik paired T-test dan Independent T-test
g. Hasil Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan cara responden diberikan terapi murattal Al-
Quran dengan mendengarkan beberapa ayat al-qur’an dan terjemahannya yang
terdiri dari QS:AL-Fatihah: 1-7, QS:Al-Isra: 82, QS:Yunus: 57, dan QS:Al-
Ra’d:11. Surat AL fatihah dipilih karena merupakan induk dari seluruh
alqur’an dan memiliki kedudukan yang tinggi. Surat al-fatihah juga merupakan
surat yang popular dan menjadi obat untuk segala penyakit. Surat Al-Isra: 82
dan Yunus: 57dipilih karena surat tersebut menjelaskan bahwa segala penyakit
yang ada pada manusia yang salah satunya sakit kejiwaan dapat disembuhkan
dengan membaca Al-qur’an. Dan surat AL-Ra’d:11 berisikan tentang
motivasi untuk merubah nasib.
Setelah dilakukan penelitian tentang efektivitas terapi alqur’an dalam
mengontrol halusinasi pendengaran pada pasien skizofrenia maka dapat ditarik
5
kesimpulan bahwa terjadi penurunan rerata skor halusinasi pendengaran pada
pasien setelah diberikan terapi berupa membaca beberapa ayat al-qur’an yang
terdiri dari QS:AL-Fatihah: 1-7, QS:Al-Isra: 82, QS:Yunus: 57, dan QS:Al-
Ra’d:11 yaitu dari 26,26 menjadi 7,61. Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa terapi al-qur’an efektif dalam mengontrol halusinasi pendengaran pada
pasien skizofrenia.
2. Jurnal Pendukung 2
a. Judul Jurnal
Efektivitas Terapi Murottal Al-Qur’an Terhadap Skor Halusinasi Pasien
Halusinasi
b. Peneliti
Mimi Aisyah, Jumaini, Safri (2019)
c. Populasi, Sampel dan Teknik Sampel
Jumlah sampel pada penelitian ini berjumlah 33 responden yang dibadi
menjadi 2 yaitu 17 responden untuk kelompok intervensi dan 16 responden
untuk kelompok kontrol. Sampel dipilih dengan teknik pengambilan sampel
purposive sampling.
d. Desain Penelitian
Desain penelitian quasi eksperimental berupa rancangan penelitian pre-post test
with design control group.
e. Instrumen Yang Digunakan
Lembar kuesioner data demografi tentang karakteristik subyek
Instrument Hallucination Rating Scale (HRC)
f. Uji Statistik Yang Digunakan
Analisis bivariat dengan uji dependent sample T test dan Independent sample T
test.
g. Hasil Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan cara responden diberikan terapi murattal Al-
Quran dengan mendengarkan surah Al-Fatihah, Al-Ikhlas, Al-Falaq, An-Nass,
AlKafirun, dan Ayat Kursi, surat -surat tersebut dipilih karena merupakan ayat-
ayat Ruqyah yang sering digunakan sebagai pengobatan dalam islam.
Intervensi terapi murottal Al-Qur’an dengan uji Dependent sample T test
kelompok eksperimen menunjukkan hasil yang signifikan terhadap penurunan
6
skor halusinasi karena didapatkan p value (0,000) < (α=0,05) dan pada
kelompok kontrol menunjukan hasil yang tidak signifikan terhadap skor
halusinasi karena didapatkan p value (0,130) > (0,05). Hasil Uji Independent
sample T test didapatkan p value (0,000) < (α=0,05), maka dapat disimpulkan
bahwa ada perbedaan yang signifikan efektivitas terapi murottal Al- Qur’an
terhadap skor halusinasi pada pasien halusinasi.
C. Jurnal Pembanding
1. Jurnal Pembanding 1
a. Judul Jurnal
Penerapan Terapi Musik Klasik Terhadap Pasien Skizofrenia Dengan Masalah
Keperawatan Halusinasi
b. Peneliti
Madepan Mulia, Meilisa, Dewi Damayanti (2021)
c. Populasi, Sampel dan Teknik Sampel
Penelitian melibatkan 2 orang pasien skizofrenia dengan masalah keperawatan
halusinasi di Klinik Gangguan Jiwa Aulia Rahma Kota Bandar Lampung
d. Desain Penelitian
Penelitian kualitatif dengan desain studi kasus (case report).
e. Instrumen Yang Digunakan
Kuesioner tanda dan gejala halusinasi untuk mengukur tingkat halusinasi dan
Standar Operasioal Prosedur (SOP) terapi musik klasik.
f. Hasil Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan cara responden diberikan terapi musik klasik
dengan mendengarkan musik dari Haydn dan Mozart. Menurut Campbell
(2001) dalam Mulia dkk (2021), Musik klasik dari Haydn dan Mozart mampu
memperbaiki konsentrasi, ingatan dan persepsi spasial.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa sebelum diberikan terapi musik
klasik, skor halusinasi Tn. R adalah 8, sesudah diberikan terapi musik klasik
skor halusinasi adalah 3 dengan selisih penurunan 5 skor. Sedangkan pada Tn.
A sebelum diberikan terapi musik klasik skor halusinasi Tn. A adalah 9,
sesudah diberikan terapi musik klasik skor kecemasan adalah 4 dengan selisih
penurunan 5 skor. Dapat disimpulkan bahwa terapi musik klasik menurunkan
7
tingkat halusinasi pada pasien skizofrenia dengan diagnosa keperawatan
halusinasi.
2. Jurnal Pembanding 2
a. Judul Jurnal
Efektivitas Terapi Musik Klasik Terhadap Penurunan Tanda dan Gejala pada
Pasien Halusinasi Pendengaran
b. Peneliti
Wuri Try Wijayanto, Marisca Agustina (2019)
c. Populasi, Sampel dan Teknik Sampel
Sampel yang terlibat dalam penelitian ini sebanyak 30 orang. Sampel diambil
dari total populasi karena jumlah populasi kurang dari 100 dan seluruh
populasi dijadikan sampel penelitian.
d. Desain Penelitian
Desain penelitian yang digunakan yaitu kuantitatif dengan pre and post test
without control.
e. Instrumen Yang Digunakan
Lembar kuesioner data demografi tentang karakteristik subyek
Lembar observasi berisikan tentang tanda dan gejala halusinasi. Dalam hal
ini lembar observasi diisi sebelum dilakukan terapi musik klasik dan setelah
dilakukan terapi musik klasik.
f. Uji Statistik Yang Digunakan
Analisa bivariat menggunakan uji Paired Sampel T-Test
g. Hasil Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan cara responden diberikan terapi musik klasik
dengan mendengarkan musik klasik Mozart. Musik klasik Mozart
memberikan ketenangan, memperbaiki persepsi spasial dan
memungkinkan pasien untuk berkomunikasi baik dengan hati maupun
pikiran. Musik klasik Mozart juga memiliki irama, melodi, dan frekuensi
tinggi yang dapat merangsang dan menguatkan wilayah kreatif dan
motivasi di otak.
Berdasarkan hasil penelitian terlihat nilai mean perbedaan skor antara
sebelum dan sesudah adalah 6,200 dengan standar deviasi 2,882. Hasil uji
statistik menggunakan Uji Paired T-Tes menunjukkan p value sebesar 0,000
8
(p < 0,05), artinya dapat disimpulkan ada perbedaan antara tanda dan
gejala halusinasi pendengaran pada pasien halusinasi pendengaran sebelum
dan sesudah terapi musik klasik atau ada efektivitas terapi musik klasik
terhadap penurunan tanda dan gejala halusinasi pendengaran pada pasien
halusinasi pendengaran.
D. Analisa PICO
1. Problem
Halusinasi Pendengaran Pada Skizofrenia
2. Intervention
Intervensi yang dilakukan berupa pemberian terapi murattal Al-Quran dengan
mendengarkan ayat-ayat Ruqyah (surah Al-Fatihah, Al-Ikhlas, Al-Falaq, An-
Nass, AlKafirun, dan Ayat Kursi) sebanyak 2 kali sehari selama 7 hari selama
15-20, sebelum minum obat pada pasien skizofrenia dengan halusinasi
pendengaran.
3. Comparison
Jurnal pembanding 1 berjudul “Penerapan Terapi Musik Klasik Terhadap
Pasien Skizofrenia Dengan Masalah Keperawatan Halusinasi”, menunjukan
sebelum diberikan terapi musik klasik, skor halusinasi Tn. R adalah 8, sesudah
diberikan terapi musik klasik skor halusinasi adalah 3 dengan selisih penurunan
5 skor. Sedangkan pada Tn. A sebelum diberikan terapi musik klasik skor
halusinasi Tn. A adalah 9, sesudah diberikan terapi musik klasik skor kecemasan
adalah 4 dengan selisih penurunan 5 skor. Dapat disimpulkan bahwa terapi
musik klasik menurunkan tingkat halusinasi pada pasien skizofrenia dengan
diagnosa keperawatan halusinasi.
Jurnal pembanding 2 berjudul “Efektivitas Terapi Musik Klasik Terhadap
Penurunan Tanda dan Gejala pada Pasien Halusinasi Pendengaran”, menunjukan
nilai mean perbedaan skor antara sebelum dan sesudah adalah 6,200
dengan standar deviasi 2,882. Hasil uji statistik menggunakan Uji Paired T-Tes
menunjukkan p value sebesar 0,000 (p < 0,05), artinya dapat disimpulkan
ada perbedaan antara tanda dan gejala halusinasi pendengaran pada pasien
halusinasi pendengaran sebelum dan sesudah terapi musik klasik atau ada
9
efektivitas terapi musik klasik terhadap penurunan tanda dan gejala halusinasi
pendengaran pada pasien halusinasi pendengaran.
4. Outcome
Jurnal utama berjudul “Pengaruh Terapi Murattal Al-Quran Terhadap Tingkat
Skala Halusinasi Pendengaran Pada Pasien Skizofrenia Di RSU Dr.H.Koesnadi
Bondowoso ”, menunjukan adanya pengaruh setelah dilakukan Terapi Murattal
Al-Quran dimulai pada hari ke 5 dengan P value 0,043, hari ke 6 dengan P value
0,026 dan hari ke 7 dengan P Value 0,011. Maka dapat disimpulkan bahwa ada
pengaruh antara Terapi Murottal Al-Quran terhadap tingkat skala halusinasi
pendengaran pasien skizofrenia di Rawat Inap Pav. Seroja RSU dr.H.Koesnadi
Bondowoso.
10
BAB III
LANDASAN TEORI
A. Konsep Halusinasi
1. Pengertian Halusinasi
Halusinasi adalah suatu keadaan dimana klien mengalami perubahan sensori
persepsi yang disebabkan stimulus yang sebenarnya itu tidak ada (Sutejo,
2017). Halusinasi adalah persepsi klien terhadap lingkungan tanpa stimulus
yang nyata, sehingga klien menginterpretasikan sesuatu yang tidak nyata tanpa
stimulus atau rangsangan dari luar (Stuart dalam Azizah, 2016).
Halus inasi pendengaran paling sering terjadi ketika klien mendengar suara-
suara. Halusinasi ini sudah melebur dan pasien merasa sangat ketakutan,
panik dan tidak bisa membedakan antara khayalan dan kenyataan yang
dialaminya (Hafizudiin, 2021).
Dari beberapa pengertian yang dikemukakan oleh para ahli mengenai
halusinasi di atas maka penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa
halusinasi adalah persepsi klien yang salah melalui panca indra terhadap
lingkungan tanpa ada stimulus atau rangsangan yang nyata. Sedangkan
halusinasi pendengaran adalah kondisi di mana pasien mendengar suara,
terutama suara-suara orang yang sedang membicarakan apa yang sedang
dipikirkannya dan memerintahkan untuk melakukan sesuatu.
2. Etiologi Halusinasi
Menurut Keliat, 2016 dalam jurnal (Nazela Nanda Putri, 2022) faktor penyebab
yang di bagi menjadi dua, yaitu:
a. Faktor predisposisi
1) Faktor perkembangan
Tugas perkembangan klien terganggu misalnya rendahnya kontrol dan
kehangatan keluarga menyebabkan klien tidak mampu mandiri sejak
kecil, mudah frustasi, hilang percaya diri
2) Faktor Sosial dan Budaya
Seseorang yang merasa tidak diterima dilingkungan sejak bayi sehingga
akan merasa kesepian dan tidak percaya pada lingkungannya (Zelika
11
& Dermawan, 2015). Berdasarkan beberapa defenisi diatas social dan
budaya dalam lingkungan masyarakat dan keluarga yang sering
dikucilkan dan akan merasa kesepian dan tidak percaya pada lingkungan.
3) Biokimia
Hal tersebut berdampak pada terjadinya gangguan jiwa jika seseorang
mengalami sosial yang berlebihan, tubuh menghasilkan zat kimia
saraf yang dapat menyebabkan halusinasi, seperti buffalophenone dan
dimethyltransferase halini berpengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa
(DMP) (Sutejo, 2020).
Adanya stress berlebihan dialami seseorang maka didalam tubuh
akan menghasilkan suatu zat yang bersifat halusiogenik neurokimia.
Akibat stress berkepanjangan menyebabkan teraktivitasnya
neurotransmitter otak misalnya terjadi ketidakseimbangan acetylchoin
(Zelika & Dermawan, 2015).
Berdasarkan beberapa defenisi diatas Sosial biokimia merupakan yang
dimana stress berkepanjangan menyebabkan teraktivitasnya
neurotransmitter otak misalnya ketidak seimbangan acetychoin
dopamine.
4) Psikologis
Hubungan interpersonal tidak harmonis, dan biasanya seseorang
menerima berbagai peran yang kontradiktif, yang akan menimbulkan
banyak Sosial dan kecemasan, serta berujung pada hancurnya orientasi
realitas (Sutejo, 2020).
Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah terjerumus
pada penyalahgunaan zat adiktif. Hal ini berpengaruh pada
ketidakmampuan klien mengambil keputusan tegas, klien lebih suka
memilih kesenangan sesaat dari lari dari alam nyata menuju alam khayal
(Zelika & Dermawan, 2015). Berdasarkan beberapa defenisi diatas
sosial psikologi terlalu banyak stress dan kecemasan serta berujung pada
hancurnya orientasi realitas.
5) Sosial Genetik
Penelitian telah menunjukkan bahwa anak-anak sehat yang dirawat oleh
orang tua pasien skizofrenia lebih mungkin mengembangkan
12
skizofrenia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Sosial keluarga
memiliki pengaruh yang sangat penting terhadap penyakit ini (Dermawan,
2016).
b. Faktor Presipitasi
Menurut Keliat bahwa faktor presipitasi adalah faktor pemungkin
timbulnya gangguan jiwa atau secara umum adalah timbulnya gangguan
setelah adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan isolasi, perasaan tidak
berguna, putus asa dan tidak berdaya.
Faktor presipitasi merupakan stimulus yang dipersepsikan oleh individu
sebagai tantangan, ancaman, atau tuntutan yang memerlukan social ekstra
untuk menghadapinya. Adanya rangsangan dari lingkunagan, seperti
partisipasi klien dalam kelompok, terlalu lama tidak diajak komunikasi, objek
yang ada di lingkungan, dan juga suasana Sosial terisolasi seringg menjasi
pencetus terjadinya halusinasi. Hal tersebut dapat meningkatkan Social dan
kecemasan yang merangsang tubuh mengeluarkan zat halusinogenik (Stuart,
Keliat & Pasaribu 2016).
Sedangkang menurut Yuanita (2019), tanda dan gejala halusinasi terdiri dari :
a. Menarik diri dari orang lain, dan berusaha untuk menghindari diri dari
orang lain sehingga menyebabkan klien sulit berhubungan dengan
orang lain. Hal ini terjadi ketika pasien mulai merasa tidak mampu lagi
mengontrol halusinasinya dan mulai berupaya menjaga jarak antara dirinya
dengan objek yang dipersepsikan sehingga klien mulai menarik diri dari orang
lain.
13
b. Tersenyum sendiri, tertawa sendiri duduk terpukau (berkhayal), bicara
sendiri dan memandang suatu arah, menggerakan bibir tanpa suara,
pergerakan mata yang cepat dan respon verbal yang lambat. Tanda dan gejala
ini masuk kedalam golongan non psikotik dimana klien mengalami stress,
cemas, kesepian yang memuncak dan tidak dapat diselesaikan sehingga
membuat klien mulai melamun dan memikirkan hal-hal yang menyenangkan dan
menyebabkan hal ini terjadi
c. Tiba-tiba marah, curiga, bemusuhan, merusak (diri sendiri, orang lain dan
lingkungan), menyerang, gelisah, ekspresi muka tegang, mudah tersinggung
dan jengkel. Dimana hal ini disebabkan karena halusinasi dari pasien tadi
berubah menjadi mengancam, memerintah, dan memarahi klien. Sehingga
klien menjadi takut, tidak berdaya dan hilang control dari situlah
sehingga menyebabkan hal ini terjadi.
4. Jenis-Jenis Halusinasi
Menurut Muhith 2016 dalam Jur nal (Nazela Nanda Putri 2022), jenis halusinasi
terbagi menjadi 4 yaitu :
a. Halusinasi pendengaran
Mendengar suara-suara atau kebisingan, seperti suara orang. Suara berbentuk
kebisingan yang kurang keras sampai kata-kata yang jelas berbicara tentang
klien, bahkan sampai percakapan lengkap antara dua orang atau lebih. Pikiran
yang didengar klien dimana pasien disuruh untuk melakukan sesuatu yang
kadang-kadang membahayakan (Muhith, 2016).
b. Halusinasi Penglihatan
Stimulus visual dalam bentuk kilatan cahaya gambaran geometris,
gambaran kartun, banyangan yang rumit dan kompleks. Bayangan
menyenangkan atau menakutkan seperti melihat monster (Muhit, 2016).
Halusinasi penglihatan adalah yang dimana kontak mata kurang, senang
menyendiri, terdiam dan memandang kesuatu sudut dan sulit berkonsentrasi
(Erviana & Hargiana, 2018)
c. Halusinasi Penghirup
Membaui bau-bauan tertentu seperti darah, urin, atau feses, umumnya bau-
bauan yang tidak menyenangkan. Karakteristik ditandai dengan adanya
14
bau busuk, amis dan bau yang menjijikan seperti darah,urine atau fases
kadang tercium bau harum (Yusalia, 2018). Berdasarkan beberapa defenisi
diatashalusinasi penghirup merupakan gangguan penciuman bau yang
biasanya ditandai dengan membaui aroma seperti darah, urine dan fases
terkadang membaui aroma segar.
d. Halusinasi Pengecap
Karakteristik ditandai dengan merasakan sesuatu yang busuk, amis dan
menjijikkan merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urine atau feses
(Muhith, 2015).
15
5. Mekanisme Terapi Murottal Al-Qur’an
Dalam Menurunkan Halusinasi Terapi dengan alunan bacaan Al-Qur’an dapat
dijadikan alternatif terapi baru sebagai terapi relaksasi bahkan lebih baik
dibandingkan dengan terapi audio lainnya karena stimulan Al-Qur’an
dapat memunculkan gelombang delta sebesar 63,11% (Abdurrachman &
Andhika, 2008) dalam (Zainuddin & Hashari, 2019).
Ketika klien di dengarkan lantunan ayat suci Al-Qur’an gelombang suara
yang masuk menciptakan sekelompok frekuensi yang mencapai telinga
kemudian bergerak ke sel-sel otak dan mempengaruhinya melalui medan-
medan elektromagnetik, frekuensi ini yang dihasilkan dalam sel-sel ini akan
merespon medan-medan tersebut dan memodifikasi getaran-getarannya.
Perubahan pada getaran inilah yang mampu membuat otak menjadi rileks
dan tenang sehingga dapat mengurangi halusinasi (Zainuddin & Hashari, 2019).
6. Teknik Terapi Murottal Al-Qur’an
Tehnik pemberian murottal Al-Qur.an menurut Nurjamiah
sebagai berikut:
a. Persiapan
1) Memperkenalkan diri
2) Persiapan pasien bina hubungan saling percaya diberi penjelasan tentang
hal-hal yang akan dilakukan tujuan terapi.
3) Persiapan alat Earphone dan MP3/ tablet berisikan murottal.
4) Persiapan perawat menyiapkan alat dan melakukan ke arah pasien
5) Perawat mencucci tangan dan menutupi tirai memastikan privacy pasien
terjaga
6) Mengatur posisi pasien senyaman mungkin
b. Pelaksanaan
Cara melakukan murottal adalah :
1) Menanyakan kesiapan pasien untuk pemberian terapi.
2) Menghubungkan Earphone dengan MP3/tablet berisikan murottal Letakan
earphone di telinga kiri dan kanan
3) Dengarkan murottal selama 15-20 menit.
16
BAB IV
ANALISA SWOT
A. Analisa SWOT
1. Strength:
Kekuatan dari intervensi terapi murotal adalah dapat dilakukan untuk jangka
panjang, tidak menimbulkan efek samping, dan alat yang digunakan mudah
didapatkan. Terapi ini juga dapat dilakukan baik secara perorangan atau
kelompok.
2. Weakness :
Tidak semua orang bisa atau mau melakukan terapi murotal, hanya dilakukan oleh
kalangan tertentu yaitu umat muslim.
3. Opportunity :
Peluang untuk intervensi ini adalah terapi yang murah, mudah, dan dapat
dilakukan jangka panjang. Pasien dapat memilih sendiri surat yang akan
didengarkan, pasien juga dapat memilih ingin mendengaran murrotal tanpa
terjemahan atau beserta terjemahannya.
4. Treat :
Terapi murotal dilakukan 2 kali sebelum minum obat, selama 15-20 menit. Pada
penelitian ini intervensi dilakukan selama 7 hari. Pada saat dilakukan terapi
murotal pasien bisa saja mengalami gelisah, pasien kadang tidak konsisten
dengan kontrak dan menghentikan terapi secara tiba-tiba.
17
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil dari EBN yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa terapi
murotal dapat menurunkan tanda dan gejala halusinasi pendengaran pasa pasien
dengan skizofrenia, sehingga terapi murotal dapat digunakan untuk
mengembangkan artikel penelitian dan juga dapat menjadi salah satu pedoman
inovasi dalam menangani masalah halusinasi pendengaran pada pasien dengan
skizofrenia. Terapi murotal juga dapat dilakukan untuk jangka panjang, tanpa
efek samping, dan dapat dilakukan baik secara perorangan atau kelompok.
B. Saran
Hasil dari penelitian ini menjadi referensi perawat dalam memberikan
intervensi yang bersifat non farmakologis terapi murotal dapat dijadikan salah satu
alternatif dalam menurunkan tanda dan gejala halusinasi pendengaran pada pasien
dengan skizofrenia.
18
DAFTAR PUSTAKA
Agung, Riyadi dkk. 2022. Pengaruh Terapi Murattal Al-Quran Terhadap Tingkat Skala
Halusinasi Pendengaran Pada Pasien Skizofrenia Di RSU Dr.H.Koesnadi
Bondowoso. Jurnal Ilmu Keperawatan Al-Asalmiya Nursing Volume 11, Nomor 1.
Aisyah, Mimi dkk. 2019. Efektivitas Terapi Murottal Al-Qur’an Terhadap Skor
Halusinasi Pasien Halusinasi. Jurnal Kesehatan JOM FKp, Vol. 6 No. 1.
Devita, Yeni dkk. 2020. Terapi Al-Quran Dalam Mengontrol Halusinasi Pendengar Pada
Pasien Skizofrenia. Jurnal Kesehatan IKESPNB Volume 11 Nomor 02 (2020) 111
– 114.
Mulia, Madepan dkk. 2021. Penerapan Terapi Musik Klasik Terhadap Pasien Skizofrenia
Dengan Masalah Keperawatan Halusinasi. Jurnal Ilmu Keperawatan Indonesia
(JIKPI) ISSN: 746-2579 Vol. 2, No. 2
Wijayanto Tri, Wuri dkk. 2019. Efektivitas Terapi Musik Klasik Terhadap Penurunan
Tanda dan Gejala pada Pasien Halusinasi Pendengaran. Jurnal Ilmu Keperawatan
Indonesia Edisi Maret 2019 Vol 7 No 01
iv
Yanti, Dian A dkk. 2020. Efektivitas Terapi Musik Terhadap Penurunan Tingkat
Halusinasi Pendengaran Pada Pasien Ganguan Jiwa Di Rumah Sakit Jiwa Prof.
Dr.M. Ildrem. Jurnal Keperawatan dan Fisioterapi (JKF), e-ISSN 2655-0830 Vol. 3
No.1 Edisi Mei
v
AUDITORY VOCAL HALLUCINATION RATING SCALE (AVHRS)1,2
(Jenner and Van de Willige, 2002)
The AVHRS is a structured interview to obtain detailed information about a patient’s auditory
vocal hallucinations in the past month.
For clinical and/or research purposes it is possible to evaluate one or more other time
periods, e.g. past week, past year, lifetime, etc.
Below, one period is given: past month (mth), plus an opportunity to choose another period.
Rate the highest score that ever occurred in the time period, but if in doubt
between two scores select the lowest.
Rate ‘8’ if the answer remains unclear, even after thorough probing.
Rate ‘9’ in case the question was not asked.
Diagnosis: ____________________________________
1
Translation into English: A.A. Bartels-Velthuis, G. van de Willige (both University Medical Center Groningen, University Center
for Psychiatry, University of Groningen) and F.J. Nienhuis (WHO Training and Reference Center for SCAN and CIDI/University
Medical Center Groningen, University Center for Psychiatry, University of Groningen).
2
Bartels-Velthuis AA, Van de Willige G, Jenner JA, Wiersma D (2012). Consistency and reliability of the Auditory Vocal
Hallucination Rating Scale (AVHRS) (2012). Epidemiology and Psychiatric Sciences, 21, 305-310.
© J.A. Jenner and G. van de Willige, University Medical Center Groningen, University Center for Psychiatry,
P.O. Box 30.001 (CC72), 9700 RB Groningen, the Netherlands, e-mail: rgoc@umcg.nl
AVHRS: interview
Mq: How many voices did you hear in the past month, was it always just one voice or were
there more voices?
Specify number of voices (past month:…………… / other period:.…….…… )
Note: If the patient heard only one voice, the next question can be skipped, but tick 1 at question
1b.
Remember to ask about ‘the voice’ instead of ‘the voices’ in the following questions.
Mq: Are these voices speaking separately (one by one) or together at the same time?
mth
0 0 no voices in the given time period, or less than once a month
1 1 always one voice
2 2 several voices, always speaking separately; number of voices: …
3 3 several voices, (occasionally) speaking simultaneously; number of voices: …
8 8 not clear, even after probing
9 9 not asked
mth
1 1 there are only voices when falling asleep
2 2 there are only voices during waking up
3 3 there are voices when falling asleep and during waking up, but not at other times
4 4 the voices may occur at all times; when falling asleep, during waking up and at other
times
8 8 not clear, even after probing
9 9 not asked
3. Frequency
mth
0 0 no voices in the given time period, or less than once a month (specify frequency: ...….)
1 1 at least once a week
2 2 at least once a day
3 3 at least once an hour
4 4 continuously, or with occasional interruptions of a few minutes *)
8 8 not clear, even after probing
9 9 not asked
*) Scoring 4 on this question, implies a score of 4 on the next question also. In this case question 4 can be
skipped. (Note: tick 4 for ‘duration’.)
© J.A. Jenner and G. van de Willige, University Medical Center Groningen, University Center for Psychiatry,
P.O. Box 30.001 (CC72), 9700 RB Groningen, the Netherlands, e-mail: rgoc@umcg.nl
2
AVHRS: interview
4. Duration
mth
0 0 no voices in the given time period, or less than once a month
1 1 only a few seconds, a transient experience
2 2 a few minutes
3 3 at least one hour
4 4 several hours, consecutively or continuously
8 8 not clear, even after probing
9 9 not asked
5. Location
Mq: When you hear voices, where does the sound seem to come from?
Oq: From inside or outside your head?
mth
0 0 no voices in the given time period, or less than once a month
1 1 only from inside the head
2 2 both from inside and outside the head
3 3 only from outside the head, but close to the ears
4 4 only from outside the head, further away
8 8 not clear, even after probing
9 9 not asked
6. Loudness
mth
0 0 no voices in the given time period, or less than once a month
1 1 more quiet than patient’s own voice, e.g. whispering
2 2 about the same as patient’s own voice
3 3 louder than patient’s own voice
4 4 very loud; shouting or screaming
8 8 not clear, even after probing
9 9 not asked
© J.A. Jenner and G. van de Willige, University Medical Center Groningen, University Center for Psychiatry,
P.O. Box 30.001 (CC72), 9700 RB Groningen, the Netherlands, e-mail: rgoc@umcg.nl
3
AVHRS: interview
mth
0 0 no voices in the given time period, or less than once a month
1 1 patient thinks that the voices are caused by internal factors only (they are associated
with him/herself)
2 2 patient thinks that the voices are caused mainly internal (≥ 50%), but there may also
be external causes
3 3 patient thinks that the voices are caused mainly external (> 50%), but there may also
be internal causes
4 4 patient thinks that the voices are caused by external factors only
8 8 not clear, even after probing
9 9 not asked
Note: Scoring of question 7: take the average in reference period.
8. Negative content
Mq: Do your voices say unpleasant, negative or annoying things? Or are they mostly
neutral?
Mq: Do your voices also say positive things?
Mq: How often do your voices say negative things and how often do they say positive (or
neutral) things?
Oq: Could you give me some examples of what the voices are saying? (Make a note of these
examples.)
…………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………
mth
0 0 the voices never say unpleasant, negative or annoying things
1 1 the voices only occasionally say unpleasant, negative or annoying things
2 2 more than occasionally but less than half of what the voices say is unpleasant,
negative or annoying
3 3 half or more of what the voices say is unpleasant, negative or annoying
4 4 every time the voices say unpleasant, negative or annoying things
8 8 not clear, even after probing
9 9 not asked
Note: If it is clear from question 8 that the voices are not unpleasant, negative or annoying, score 0 on question 9,
and continue with question 10.
© J.A. Jenner and G. van de Willige, University Medical Center Groningen, University Center for Psychiatry,
P.O. Box 30.001 (CC72), 9700 RB Groningen, the Netherlands, e-mail: rgoc@umcg.nl
4
AVHRS: interview
Mq: You told me that the voices are unpleasant, negative or annoying. Do they say
unpleasant, negative or annoying things about you or your family or only about
other people? Or do they say only annoying things like cursing?
Mq: Do the voices forbid you to do certain things, like: “Don't do this or that” or “Don't tell
or say this or that”?
Mq: Do the voices threaten you, or do they say that you have to hurt yourself or other
people?
mth
0 0 the voices are not unpleasant, negative or annoying
1 1 the voices are unpleasant, negative or annoying to a certain extent, but not
unpleasant about the patient or his/her family (e.g. voices cursing or making
remarks about other people)
2 2 the voices are saying unpleasant, negative or annoying things about the behaviour of
the patient or his/her family, but not about the patient (e.g., “You’re acting crazy or
stupid.” or “Your family doesn’t want to see you any more”).
3 3 the voices are saying unpleasant, negative or annoying things about the patient or
his/her family themselves (e.g., “You are ugly, disturbed, mad, …” or “Your parents
are mad …”).
4 4 the voices are threatening the patient and/or are giving orders (e.g., instructions to
hurt him/herself or others, to injure or grieve his/herself or his/her family)
8 8 not clear, even after probing
9 9 not asked
mth
0 0 the voices never cause distress or suffering
1 1 the voices sometimes cause distress or suffering, but less than 50% of the time
2 2 half of the time the voices cause distress or suffering
3 3 most of the time the voices cause distress or suffering
4 4 the voices always cause distress or suffering
8 8 not clear, even after probing
9 9 not asked
Note: Scoring 0 on question 10, implies a score of 0 on question 11. In this case please tick 0 on the next
question.
Mq: You just said you suffer from the voice(s). Could you tell me to what extent this
affects you? How much do you suffer emotionally from them?
Note: If the response is unclear, present all response options.
mth
0 0 the voices do not cause distress or suffering
1 1 the voices cause some distress or suffering
2 2 the voices cause serious distress or suffering
3 3 the voices cause severe distress or suffering, but it could be worse
4 4 the voices cause extreme distress or suffering, the worst that one could imagine
8 8 not clear, even after probing
9 9 not asked
© J.A. Jenner and G. van de Willige, University Medical Center Groningen, University Center for Psychiatry,
P.O. Box 30.001 (CC72), 9700 RB Groningen, the Netherlands, e-mail: rgoc@umcg.nl
5
AVHRS: interview
Mq: To what extent do the voices interfere with your daily life?
Oq: Do your voices interfere with chores and daily activities like work, study, housekeeping,
shopping or other activities?
Oq: Do you get into trouble with your family or friends because of the voices? Can you give me an
example?
Oq: Have the voices kept you from proper self-care, like washing or getting properly dressed, etc.
mth
0 0 no interference with daily functioning
Patient is capable of living independently, without problems in daily activities.
Patient is able to maintain social and family relationships (if any).
1 1 limited interference with daily functioning
The voices may affect concentration, but everyday activities and social and family
relationships can be maintained. Patient can live without additional support.
2 2 moderate interference with daily functioning
Some restrictions in everyday activities and/or social and family relationships.
Patient is able to live at home, but needs support and/or coaching with everyday
activities or supported employment.
3 3 severe interference with daily functioning
Patient is frequently on sick leave and/or has job support. Day treatment or outpatient
treatment may often be required.
Patient keeps some everyday activities, self-care and social relationships.
4 4 complete interference with daily functioning
Because of the voices hospitalization is required. Inability to maintain everyday
activities and relationships.
Self-care is severely disrupted.
8 8 not clear, even after probing
9 9 not asked
13. Control
Mq: Do you feel that you can manage or control your voices?
Oq: For instance, can you evoke them or let them disappear? Do they listen to you and do they
do what you want them to do?
mth
0 0 patient has full control over the voices;
he/she can evoke them and let them disappear whenever he/she wants to.
1 1 patient has some control over the voices most of the time
2 2 patient has some control over the voices half of the time
3 3 patient has some control over the voices only occasionally
4 4 patient has no control over the voices;
he/she can never evoke them, nor let them disappear.
8 8 not clear, even after probing
9 9 not asked
© J.A. Jenner and G. van de Willige, University Medical Center Groningen, University Center for Psychiatry,
P.O. Box 30.001 (CC72), 9700 RB Groningen, the Netherlands, e-mail: rgoc@umcg.nl
6
AVHRS: interview
14. Anxiety
mth
0 0 the voices never cause anxiety
1 1 the voices hardly ever cause anxiety
2 2 the voices sometimes cause anxiety
3 3 the voices cause anxiety most of the time
4 4 sometimes patient gets completely into a panic because of the voices
8 8 not clear, even after probing
9 9 not asked
mth
0 0 no, the voices never interfere with thinking
1 1 no, the voices hardly ever interfere with thinking
2 2 yes, the voices sometimes interfere with thinking
3 3 yes, most of the time the voices interfere with thinking
4 4 yes, always interfere with thinking
8 8 not clear, even after probing
9 9 not asked
Explanation:
Voices representing aloud patient’s own thoughts are called 1st person voices.
Voices talking to the patient or giving him instructions are called 2nd person voices.
Voices talking with each other about the patient are called 3rd person voices.
All three kinds of voices may be present, so rate all that apply.
Mq: Do the voices say aloud what you are thinking? For instance, “Oh, I am stupid”. (If yes,
score 1st person)
Mq: Are the voices talking to you? For instance, “You are stupid” (If yes, score 2nd person)
Mq: Are the voices talking with each other about you? For instance, “Look, he/she is doing
the same stupid things again”. (If yes, score 3rd person)
© J.A. Jenner and G. van de Willige, University Medical Center Groningen, University Center for Psychiatry,
P.O. Box 30.001 (CC72), 9700 RB Groningen, the Netherlands, e-mail: rgoc@umcg.nl
7
AVHRS: interview
mth
0 0 no voices in the given time period, or less than once a month
© J.A. Jenner and G. van de Willige, University Medical Center Groningen, University Center for Psychiatry,
P.O. Box 30.001 (CC72), 9700 RB Groningen, the Netherlands, e-mail: rgoc@umcg.nl
8
AVHRS: SCORING FORM
……………
past month
1a Number of voices
1b Separately or simultaneously
2 Hypnagogic and/or hypnopompic voices
3 Frequency
4 Duration
5 Location
6 Loudness
7 Origin of the voices
8 Negative content
9 Severity of negative content
10 Frequency of distress or suffering
11 Intensity of distress or suffering
12 Interference with daily functioning
13 Control
14 Anxiety
© J.A. Jenner and G. van de Willige, University Medical Center Groningen, University Center for Psychiatry,
P.O. Box 30.001 (CC72), 9700 RB Groningen, the Netherlands, e-mail: rgoc@umcg.nl
Al-Asalmiya Nursing
Jurnal Ilmu Keperawatan (Journal of Nursing Sciences)
https://jurnal.stikes-alinsyirah.ac.id/index.php/keperawatan/
Volume 11, Nomor 1, Tahun 2022
p-ISSN: 2338-2112
e-ISSN: 2580-0485
ABSTRAK
Kesehatan jiwa masih menjadi permasalahan kesehatan yang signifikan di dunia. Pasien
gangguan jiwa yang dirawat di Bondowoso cukup banyak hal ini dipengaruhi beberapa
faktor diantaranya adalah faktor ekonomi, faktor rumah tangga, pekerjaan, asmara dan
masih banyak lagi. Gejala yang muncul berbeda setiap pasien yaitu perubahan perilaku,
gangguan tidur, stress, perilaku agresif dan dapat munculnya halusinasi pada pasien.
Tujuan dari peneltian ini adalah menganalisa pengaruh terapi murattal al-quran terhadap
tingkat skala halusinasi pendengaran pada pasien skizofrenia. Penelitan ini
menggunakan pre- experimental design One grup. Dengan sampel pasien yang ada di
rawat inap paviliyun seroja pada pasien halusinasi pendengaran sebanyak 11 responden.
Analisa data menggunakan uji korelasi wilcoxon, dan didapatkan hasil penelitian bahwa
adanya pengaruh setelah dilakukan Terapi Murattal Al-Quran dimulai pada hari ke 5
dengan P value 0,043, hari ke 6 dengan P value 0,026 dan hari ke 7 dengan P Value
0,011. Kesimpulan dari penelitian ini yaitu ada pengaruh terapi murattal al-quran untuk
menurunkan tingkat skala halusinasi pendengaran pasien skizofrenia.
Kata kunci : Halusinasi Pendengaran, Terapi Murottal Al-Quran
ABSTRACT
Mental health is still a significant health problem in the world. Mental disorders
patients treated in Bondowoso are quite a lot this is influenced by several factors
including economic factors, household factors, work, romance and many more.
Symptoms that appear are different for each patient, namely changes in behavior, sleep
disturbances, stress, aggressive behavior and the appearance of hallucinations in
patients. The purpose of this study was to analyze the effect of murattal al-quran
therapy on the level of auditory hallucinations scale in schizophrenic patients. This
study uses a pre-experimental design One group. With a sample of patients who were
hospitalized at the Seroja Pavilion, 11 respondents had auditory hallucinations. Data
analysis used the Wilcoxon correlation test, and the results showed that there was an
effect after Murattal Al-Quran Therapy started on day 5 with a P value of 0.043, day 6
with a P value of 0.026 and day 7 with a P value of 0.011. The conclusion of this study
is that there is an effect of murattal al-quran therapy to reduce the level of the auditory
hallucination scale in schizophrenic patients
Keywords: Auditory Hallucinations, Murottal Al-Quran Therapy
Page | 90
Al-Asalmiya Nursing / Vol. 11, No. 1, Tahun 2022
Page |91
Al-Asalmiya Nursing / Vol. 11, No. 1, Tahun 2022
Page |92
Al-Asalmiya Nursing / Vol. 11, No. 1, Tahun 2022
Page |93
Al-Asalmiya Nursing / Vol. 11, No. 1, Tahun 2022
Negative
P. Value
Variabel
Positive
Selisih
Ranks
Ranks
Mean
Mean
Variabel Mean Med Min- 95%CI
± SD ian Maks
Postest 8,82 ± 8 5-13 6,70 – Pre 10,6
Murottal 0,95 10,94 Murottal
1,78 4 6 0,794
Post 8,82
Murottal
Hasil analisis tentang postest
responden setelah dilakukan perlakuan Berdasarkan tabel diatas
terapi murotal Al-Quran didapatkan diperoleh hasil uji statistik Wilcoxon,
rata-rata nilai tingkat skala halusinasi bahwa dengan perlakuan terapi murottal
pendengaran adalah 8,82 dengan nilai Al-quran tidak ada pengaruh signifikan
terendah adalah 5 dan nilai tertinggi tingkat skala halusinasi pendengaran
tingkat skala halusinasi pendengaran yang ditandai nilai negative ranks
adalah 13. Dari hasil estimasi interval adalah 4 dan positive ranks 6 , Nilai P
dapat disimpulkan bahwa 95%, diyakini value 0,794 > 0,05.
rata-rata tingkat skala halusinasi
pendengaran berada pada rentang nilai 6. Hasil Posttest hari 3 dengan
6,70 sampai dengan 10,94. menggunakan uji Wilcoxon
sebelum dan sesudah terapi
4. Hasil Posttest hari 1 dengan murottal Al-Quran
menggunakan uji Wilcoxon
sebelum dan sesudah terapi
murottal Al-Quran
Negative
P. Value
Variabel
Positive
Selisih
Ranks
Ranks
Mean
Mean
Negative
P. Value
Variabel
Positive
Selisih
Ranks
Ranks
Pre 10,6
Mean
Mean
Murottal
1,78 5 5 0,797
Post 8,82
Pre 10,6 Murottal
Murottal
1,78 3 4 0,865
Post 8,82
Murottal Berdasarkan tabel diatas
diperoleh hasil uji statistik Wilcoxon,
Berdasarkan tabel diatas bahwa dengan perlakuan terapi murottal
diperoleh hasil uji statistik Wilcoxon, Al-quran tidak ada pengaruh signifikan
bahwa dengan perlakuan terapi murottal tingkat skala halusinasi pendengaran
Al-quran tidak ada pengaruh signifikan yang ditandai nilai negative ranks
tingkat skala halusinasi pendengaran adalah 5 dan positive ranks 5, Nilai P
yang ditandai nilai negative ranks value 0,797 > 0,05.
adalah 3 dan positive ranks 4, Nilai P
value 0,865 > 0,05. 7. Hasil Posttest hari 4 dengan
menggunakan uji Wilcoxon
sebelum dan sesudah terapi
murottal Al-Quran
Page |94
Al-Asalmiya Nursing / Vol. 11, No. 1, Tahun 2022
Negative
Variabel
P. Value
Positive
Negative
Variabel
P. Value
Positive
Selisih
Ranks
Ranks
Selisih
Mean
Mean
Ranks
Ranks
Mean
Mean
Pre 10,6 Pre 10,6
Muro Muro
ttal ttal
1,78 7 3 0,101 1,78 8 1 0,026
Post 8,82 Post 8,82
Muro Muro
ttal ttal
P. Value
Variabel
Positive
Negative
Variabel
P. Value
Selisih
Positive
Ranks
Ranks
Mean
Mean
Selisih
Ranks
Ranks
Mean
Mean
Page |95
Al-Asalmiya Nursing / Vol. 11, No. 1, Tahun 2022
Page |96
Al-Asalmiya Nursing / Vol. 11, No. 1, Tahun 2022
halusinasi pendengaran (Brunelin et al, stimulus suara itu muncul (Price, 2016).
2012). Sering kali pasien halusinasi
Gangguan jiwa merupakan pendengaran mengalami kesulitan
gangguan dalam berpikir (cognitive), dalam mengontrol halusinasinya. Salah
kemauan (volition), emosi (affective), satu tindakan yang dapat membantu
tindakan (psychomotor) (Yosep, 2007). pasien dalam mengontrol halusinasinya
Menurut Malim (2002) Gangguan jiwa adalah dengan memberikan pengobatan
merupakan deskripsi sindrom dengan dan perawatan kepada pasien. Pasien
variasi penyebab. Umumnya ditandai sebaiknya di rawat di Rumah Sakit
adanya penyimpangan yang untuk mendapatkan berbagai terapi
fundamental, karakteristik dari pikiran dalam membantu pasien mengontrol
dan persepsi, adanya afek yang tidak halusinasinya. Pasien halusinasi yang
wajar atau tumpul (Yusuf, dkk, 2015). tidak mendapatkan pengobatan dan
Seseorang mengalami gangguan perawatan akan berdampak terhadap
jiwa apabila ditemukan adanya perilaku seperti agresi,bunuh diri,
gangguan pada fungsi mental, yang menarik diri dari lingkungan, serta
meliputi emosi, pikiran, perilaku, dapat mencelakai diri sendiri dan orang
perasaan, motivasi, kemauan, keinginan, lain (Stuart, 2016).
daya tilik diri, dan persepsi sehingga Halusinasi adalah gangguan atau
mengganggu dalam proses hidup di perubahan persepsi dimana pasien
masyarakat dan timbulah perasaan mempersepsikan sesuatu yang
tertekan. Hal ini ditandai dengan sebenarnya tidak terjadi. Suatu
menurunnya kondisi fisik akibat penerapan panca indra tanpa ada
gagalnya pencapaian sebuah keinginan rangsangan dari luar, suatu penghayatan
yang akan menurunnya semua fungsi yang dialami suatu persepsi melalui
kejiwaan. Perasaan tertekan atau panca indra tanpa stimulus ekstren atau
depresi akibat gagalnya seseorang persepsi palsu (Prabowo, 2014).
dalam memenuhi sebuah tuntutan akan Halusinasi adalah kesalahan sensori
mengawali terjadinya penyimpangan persepsi yang menyerang pancaindera,
kepribadian yang merupakan awal dari hal umum yang terjadi yaitu halusinasi
terjadinya gangguan jiwa (Nasir, 2011). pendengaran dan pengelihatan
Gejala skizofrenia dibagi walaupun halusinasi pencium, peraba,
menjadi dua yaitu gejala negatif dan dan pengecap dapat terjadi (Townsend,
gejala positif. Gejala negatif yaitu 2010).
menarik diri, tidak ada atau kehilangan Halusinasi adalah suatu keadaan
dorongan atau kehendak. Gejala positif dimana klien mengalami perubahan
yaitu halusinasi, waham, pikiran yang sensori persepsi yang disebabkan
tidak terorganisir, dan perilaku yang stimulus yang sebenarnya itu tidak ada
aneh (Videbeck, 2008). Dari gejala (Sutejo, 2017). Halusinasi adalah
tersebut, halusinasi merupakan gejala persepsi klien terhadap lingkungan
yang paling banyak ditemukan, lebih tanpa stimulus yang nyata, sehingga
dari 90% pasien skizofrenia mengalami klien menginterpretasikan sesuatu yang
halusinasi (Yosep, 2013). tidak nyata tanpa stimulus atau
Kemudian Pasien skizofrenia rangsangan dari luar (Stuart dalam
yang mengalami halusinasi Azizah, 2016). Berdasarkan pengertian
pendengaran tidak memiliki halusnasi itu dapat diartikan bahwa,
kemampuan untuk mengendalikan halusinasi adalah gangguan respon yang
pikiran dan perilaku mereka ketika diakibatkan oleh stimulus atau
Page |97
Al-Asalmiya Nursing / Vol. 11, No. 1, Tahun 2022
Page |98
Al-Asalmiya Nursing / Vol. 11, No. 1, Tahun 2022
Page |99
Al-Asalmiya Nursing / Vol. 11, No. 1, Tahun 2022
ditandai nilai negative ranks adalah 8 pengobatan yang bisa dilakukan dengan
dan positive ranks 0. Nilai P value surah Al Fatihah (Alcaff, 2014).
0,026 < 0,05. Membaca surah Al Fatihah
Berdasarkan tabel Hasil Analisis sebanyak 70 kali mampu
Postest hari ke-7 diperoleh hasil uji menyembuhkan tremor atau biasa
statistik Wilcoxon, bahwa dengan disebut gemetaran (Pedak, 2009).
perlakuan terapi murottal Al-quran ada Membaca al-qur’an dapat menstabilkan
pengaruh signifikan tingkat skala getaran neuron. Telah banyak hasil
halusinasi pendengaran yang ditandai penelitian ynag membuktikan bahwa al-
nilai negative ranks adalah 8 dan qur’an bermanfaat untuk pengobatan
positive ranks 0. Nilai P value 0,01 < dan penyembuhan penyakit fisik dan
0,05. kejiwaan [22]. Seperti yang telah
Sehingga dari hasil analisis terbukti dalam penelitian ini bahwa
tersebut terdapat pengaruh signifikan membaca beberapa ayat al-qur’an
terapi murottal al-quran terhadap efektif dalam mengontrol halusinasi
tingkat skala halusinasi pendengaran di pendengaran dan sebagai terapi dalam
mulai pada hari ke 5, 6 dan 7. penatalaksanaan halusinasi pendengaran
Hal ini sesuai dengan penelitian pada pasien skizofrenia.
Sari (2016) tentang efektifitas Adapun pokok kandungan surat
mendengarkan murottal Al-Quran Ar-Rahman menurut Departemen
mendapatkan hasil bahwa murottal Al- Agama RI, Al-Qurán dan terjemahan
Quran dengan surah Ar Rahman efektif (Mudhiah, 2014), adalah sebagai
dalam menurunkan skor halusinasi berikut: 1) Dari segi keimanan, surat
pasien. Selain surah Ar Rahman surah Ar-Rahman mencatat beberapa aspek,
lain yang sering digunakan untuk terapi yaitu: pertama, dalamsurat Ar-Rahman
dalam kesehatan adalah surah Al Mulk, Allah mengajarkan manusia agar pandai
Al Falaq, AL Ikhlas, An Nas, Al berbicara (ayat 3 – 4). Kedua, semua
Baqarah, dan Al Fatihah.Berdasarkan jenis pepohonan dan tumbuh-tumbuhan
penelitian yang dilakukan oleh Julianto tunduk kepada hukum Allah (ayat 5 –
dan Subandi (2015) didapatkan hasil 7). Ketiga, semua makhluk akan hancur
bahwa membaca Al Fatihah dapat kecuali Allah (ayat 26 – 27). Keempat,
menurunkan depresi dengan Allah selalu dalam kesibukan (ayat 29).
menurunkan produksi hormon kortisol Kelima, manusia diciptakan dari tanah
yang dipengaruhi oleh thalamus melalui dan jin dari api (ayat 14 – 15). 2) Dari
coliculus superior dan coliculus inferior segi hukum, dalam surat Ar-Rahman
dan hipothalamus dengan merangsang Allah mewajibkan kepada manusia
sistem endokrin. untuk berlaku adil dalam mengukur,
Surah Al Fatihah memiliki menakar, dan menimbang (ayat 9). 3)
kedudukan yang tinggi dengan sebutan Dalam surat Ar-Rahman Allah juga
Ummul Kitab yang artinya induk dari menyatakan bahwa manusia dan jin
seluruh Al-Qur’an. Surah Al Fatihah ini tidak dapat melepaskan diri dari kuasa
terdiri dari 7 ayat dan merupakan surah Allah.
yang popular dan paling dihafal oleh Tambahan penjelasan oleh Al-
umat muslim (Ridha, 2007). Surah Al Hadis lain (Surin, 1978), yakni: Suatu
Fatihah merupakan obat dari segala ketika Rasulullah SAW membaca ayat
penyakit dan Rasulullah Saw. Telah 29 surat Ar-Rahman dihadapan para
mencontohkan berbagai macam sahabat. Lalu, para sahabat bertanya:
Äpakah yang dimaksud dengan
Page |100
Al-Asalmiya Nursing / Vol. 11, No. 1, Tahun 2022
Page |101
Al-Asalmiya Nursing / Vol. 11, No. 1, Tahun 2022
Page |102
Al-Asalmiya Nursing / Vol. 11, No. 1, Tahun 2022
Page |103
Al-Asalmiya Nursing / Vol. 11, No. 1, Tahun 2022
Page |104
Al-Asalmiya Nursing / Vol. 11, No. 1, Tahun 2022
Page |105
JURNAL KESEHATAN – VOLUME 11 NOMOR 02 (2020) 111 - 114
Jurnal Kesehatan
| ISSN (Print) 2085-7098 | ISSN (Online) 2657-1366 |
Artikel Penelitian
ARTICLE INFORMATION A B S T R A C T
Received: November 14, 2019
Revised: February 17, 2020 Halusinasi merupakan salah satu gangguan jiwa yang terus meningkat dari tahun ke tahun.
Halusinasi di RSJ Tampan Provinsi Riau selalu menempati urusan pertama dibandingkan
Available online: July 01, 2020
dengan jenis gangguan jiwa lainnya. Salah satu dari jenis halusinasi adalah halusinasi
pendengaran, dan jenis halusinasi ini juga selalu menempati urutan pertama dibandingkan
dengan jenis halusinasi lainnya seperti halusinasi penglihatan, perabaan, perasa, dan halusinasi
KEYWORDS penciuman. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas terapi Al-Qur’an dalam
mengontrol halusinasi pendengaran pada pasien skizofrenia yang dirawat di Rumah Sakit Jiwa
Tampan Provinsi Riau. Penelitian ini mengggunakan desain Quasy Experiment dengan
Halusinasi Pendengaran; Skizofrenia, Terapi rancangan Pre-Post With Control Group. Desain ini memberikan intervensi terapi Al-Qur’an
Al-Quran pada kelompok intervensi dan memberikan intervensi generalis pada kelompok kontrol.
Instrument yang digunakan pada penelitian ini adalah instrument Auditory Hallucinations
Rating Scale (AHRS) yang dikembangkan oleh Haddock (2009). Analisa yang digunakan pada
CORRESPONDENCE penelitian ini adalah analisa bivariat dengan menggunakan uji statistik paired T-test dan
E-mail: yenidevita@payungnegeri.ac.id Independent T-test.hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya penurunan rerata skor
halusinasi pendengaran sebelum dan sesudah diberikan terapi al-qur’an yaitu dari 26,26 menjadi
7,61. Sehingga dapat disimpulkan bahwa terapi al-qur’an eektif dalam mengontrol halusinasi
pendengaran pada pasien skizofrenia dengan p value 0,000. Berdasarkan hasil penelitian ini
disarankan kepada perawat jiwa di RSJ Tampan Provinsi Riau untuk dapat mempraktikkan
terapi al-qur’an sebagai salah satu intervensi bagi pasien skizofrenia dengan halusinasi
pendengaran.
PENDAHULUAN Salah satu tanda dan gejala nyata dari skizofrenia adalah
Skizofrenia merupakan masalah serius dalam kesehatan halusinasi [3]. Halusinasi pendengaran merupakan gejala yang
jiwa yang butuh perhatian penuh. Sekitar 1% penduduk didunia sangat umum terjadi pada pasien skizofrenia [4]. Sekitar 50%-70%
telah menderita skizofrenia pada saat hidup dalam suatu waktu [1]. pasien skizofrenia mengalami halusinasi pendengaran [5]. Pasien
Data WHO tahun 2016 menunjukkan bahwa terdapat 21 juta jiwa yang mengalami halusinasi pendengaran tidak mampu
terkena skizofrenia. Data Riskesdas 2013 menunjukkan prevalensi mengendalikan pikiran mereka ketika suara-suara itu datang
skizofrenia mencapai 400.000 orang atau sebanyak 1,7 per 1000 menghampiri [6]. Terapi yang dapat dilakukan untuk mengurangi
States (2007) adalah dengan pemberian terapi medis dan QS:Yunus: 57, dan QS:AL-Ra’d:11. Klien diminta untuk membaca
psikoterapi [7]. surat tersebut beserta artinya. Pelaksanaan terapi Al-Qur’an ini
Terapi Al-Qur’an merupakan salah satu bentuk psikoterapi terdiri dari 8 kali pertemuan. Pertemuan dilakukan perhari. Dalam
yang dapat menjaga kesehatan jiwa seseorang [8]. Psikoterapi sehari dilakukan hanya sekali pertemuan. Instrument yang
merupakan salah satu bentuk dari terapi modalitas keperawatan digunakan pada penelitian ini adalah instrument Auditory
jiwa yang berupa pemberian praktek lanjutan oleh perawat jiwa [9]. Hallucinations Rating Scale (AHRS) yang dikembangkan oleh
Banyak peneliti telah membuktikan terapi Al-Quran dalam Haddock (2009). Analisa yang digunakan pada penelitian ini adalah
kesehatan jiwa. Penelitian yang dilakukan oleh [10] menunjukkan analisa bivariat dengan menggunakan uji statistik Paired T-test dan
hasil bahwa terapi mendengarkan Al-Quran dapat meningkatkan Independent T-test.
kesehatan mental masyarakat dan dapat digunakan sebagai
psikoterapi. Penelitian yang dilakukan oleh [11] menunjukkan hasil HASIL DAN PEMBAHASAN
bahwa terapi Al-Qur’an efektif dalam menurunkan derajat
Berikut akan dijelaskan tentang hasil penelitian tentang
insomnia pada lansia. Penelitian yang dilakukan oleh [12]
efektifitas terapi al-qur’an dalam mengontrol halusinasi
menunjukkan hasil bahwa kecemasan pasien yang akan menjalani
pendengaran pada pasien skizofrenia.
operasi dapat menurun dengan mendengarkan Al-Qur’an dan
Kemampuan Mengontrol Halusinasi Pendengaran Pada
terjemahannya. Al-Qur’an dapat digunakan untuk mengobati
Kelompok Kontrol Dan Kelompok Intervensi Sebelum Dan
berbagai macam penyakit jasmani dan rohani [13]. Al-qur’an dapat
Sesudah Diberikan Terapi
menjadi penerapis dalam mengubah pikiran, kepribadian pasien
Kemampuan mengontrol halusinasi pendengaran sebelum
secara bertahap, dan sebagai penyembuh pasien dengan gangguan
dan sesudah kelompok intervensi dilakukan terapi Al-Qur,an
kejiwaan [14].
dianalisis dengan menggunakan uji paired T-test. Hasilnya dapat
Jumlah kunjungan pasien gangguan jiwa dari laporan
dilihat sebagai berikut :
rekam medik RSJ Tampan Provinsi Riau pada bulan Oktober 2018
sebanyak 125 pasien yang dirawat inap. Diantaranya adalah Tabel 1: Kemampuan Mengontrol Halusinasi Pendengaran
masalah keperawatan jiwa halusinasi 69 orang, resiko perilaku Pada Kelompok Kontrol Dan Kelompok Intervensi Sebelum
Dan Sesudah Diberikan Terapi
kekerasan 38 orang, defisit perawatan diri 4 orang, isolasi sosial 4
orang, harga diri rendah 7 orang, waham 1 orang, dan resiko bunuh Kelompok Keterangan N Mean SD SE P
value
diri 2 orang. Dari data tersebut jelas terlihat bahwa masalah Kontrol Sebelum 23 24,78 4,264 0,889
keperawatan halusinasi merupakan masalah keperawatan tertinggi Terapi
Sesudah 23 20,35 5,060 1,055 0,000
yang terjadi pada pasien. Hasil wawancara dan observasi yang Terapi
dilakukan peneliti pada bulan April tahun 2018 didapatkan bahwa Selisih 4,43
Intervensi Sebelum 23 26,26 8,698 1,814
terapi Al-Qur’an belum pernah dilakukan, untuk itu peneliti tertarik Terapi
melakukan penelitian dengan memberikan terapi Al-Qur’an dalam Sesudah 23 7,61 6,720 1,401 0,000
Terapi
mengontrol halusinasi pada pasien skizofrenia.
Selisih 18,65
26,26 dan sesudah diberikan terapi Al-Qur’an adalah 7,61. Terdapat psikoreligius : membaca al-fatihah terhadap skor halusinasi pasien
rata-rata perbedaan skor kemampuan mengontrol halusinasi pada skizofrenia. Terapi Al-Qur.an merupakan salah satu bentuk dari
kelompok kontrol sesudah diberikan terapi generalis sebesar 18,65. terapi modalitas keperawatan jiwa yang efektif dalam mengurangi
Hasil uji statistik didapatkan p value = 0,000, maka dapat gejala halusinasi pada pasien skizofrenia [16]. Terapi modalitas
disimpulkan bahwa ada perbedaaan kemampuan mengontrol merupakan terapi non farmakologi dalam keperawatan jiwa yang
halusinasi pendengaran pada kelompok intervensi sebelum dan diberikan oleh perawat jiwa bagi penderita skizofrenia [9].
sesudah diberikan terapi Al-Qur’an. Terapi psikoreligius yang salah satunya adalah terapi al-
Hasil analisis menunjukkan bahwa selisih rata-rata qur’an sangat dianjurkan oleh beberapa ahli kejiwaan karena dapat
kemampuan mengontrol halusinasi pendengaran pada kelompok menyembuhkan seseorang dari penyakit kejiwaan [17]. Al-Qur’an
kontrol adalah 4,43 dan pada kelompok intervensi adalah 18,65. juga memiliki pengaruh terhadap aspek fisiologi dan psikologis
Hal ini menunjukkan bahwa selisih rata-rata pada kelompok seseorang. Al-Qur’an mampu merelaksasi ketegangan urat-urat
intervensi yang diberikan terapi Al-Qur’an lebih tinggi dari pada saraf dan menurunkan voltase listrik otot [14]. Al-Qur’an
kelompok kontrol yang diberikan terapi generalis. Hal ini merupakam media penyembuhan gangguan kejiwaan manusia di
menunjukkan bahwa terapi Al-Qur’an lebih efektif dalam masa modern. Al-Qur’an dapat mengubah tingkah laku dan pikiran
mengontrol halusinasi pendengaran pada pasien skizofrenia manusia. Al-Qur’an adalah obat penyembuh berbagai penyakit baik
dibandingkan dengan hanya memberikan terapi generalis saja. penyakit fisik maupun penyakit jiwa. Hal ini sesuai dengan arti dari
salah satu ayat al-qur’an yang dibaca oleh responden yaitu surat Al-
Perbedaan Kemampuan Mengontrol Halusinasi Pendengaran Isra ayat 82 yang artinya “Dan kami turunkan dari al-qur’an suatu
Pada Kelompok Kontrol Dan Kelompok Intervensi Sesudah yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman
Diberikan Terapi dan al-qur’an tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim
Perbedaan kemampuan mengontrol halusinasi pendengaran selain kerugian”, dan surat Yunus ayat 52 yang artinya “ Wahai
sebelum dan sesudah kelompok intervensi diberikan terapi manusia, sungguh telah datang kepadamu pelajaran al-qur’an dari
dianalisis dengan menggunakan uji Independent T-test. Hasilnya tuhanmu. Penyembuh bagi penyakit yang ada dalam dada dan
dapat dilihat sebagai berikut: petunjuk serta rahmat bagi orang yang beriman”. Dari terjemahan
Tabel 2: Analisis Peningkatan Kemampuan Mengontrol surat dalam al-qur’an tersebut jelaslah bahwa segala penyakit yang
Halusinasi Pendengaran Sebelum Dan Sesudah Kelompok
ada pada manusia yang salah satunya sakit kejiwaan dapat
Intervensi Dilakukan Terapi Al-Qur’An
disembuhkan dengan membaca Al-qur’an.
Kelompok N Mean SD SE P
Penelitian yang dilakukan oleh [18] tentang efektifitas
value
Kontrol 23 20,35 5,060 1,055 mendengarkan murotal al-quran terhadap skor halusinasi pada
0,048
Intervensi 23 7,61 6,720 1,401 pasien halusinasi pendengaran diperoleh hasil bahwa terdapat
penurunan skor halusinasi yang signifikan pada kelompok
Hasil analisis pada tabel 2 menunjukkan bahwa rata-rata eksperimen, hal ini menunjukkan bahwa terapi murotal al-quran
kemampuan mengontrol halusinasi pendengaran pada kelompok efektif dalam menurunkan skor halusinasi pada pasien halusinasi
kontrol sesudah diberikan terapi generalis adalah 20,35 dan dan pendengaran. Penelitian lain juga dilakukan oleh [19] yang
rata-rata kemampuan mengontrol halusinasi pendengaran pada menunjukkan hasil bahwa terdapat perbedaan yang signifikan
kelompok intervensi sesudah diberikan terapi Al-Qur’an adalah antara tingkat depresi lansia sebelum dan sesudah diberikan terapi
7,61. Hasil uji statistik didapatkan p value 0,048, maka dapat al-Qur’an. Hal ini menunjukkan bahwa terapi Al-Qur’an
disimpulkan bahwa ada perbedaan kemampuan mengontrol berpengaruh terhadap tingkat depresi pada lansia. [20] berpendapat
halusinasi pada pasien skizofrenia antara kelompok kontrol yang bahwa membaca Al-Qur’an merupakan salah satu intervensi yang
diberikan terapi generalis saja dan kelompok intervensi yang dapat diberikan kepada pasien, karena al-qur’an dapat
diberikan terapi Al-Qur’an. menghilangkan perasaan takut, marah, gelisah, depresi, dan putus
asa.
Pembahasan Mendengar dan membaca Al-Qur’an terbukti dapat
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terapi Al-Qur’an meningkatkan kondisi mental seseorang. Hal ini diperkuat dengan
efektif dalam mengontrol halusinasi pendengaran pada pasien hasil penelitian yang dilakukan oleh [10] tentang efek membaca al-
skizofrenia. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang qur’an untuk kesehatan mental para staff medis di Iran yang
dilakukan oleh [15] yang menunjukkan bahwa ada pengaruh terapi menunjukkan bahwa rerata kesehatan mental kelompok eksperimen
DOI: http://dx.doi.org/10.35730/jk.v11i2.429 Devita, Y, Et Al. 113
DEVITA, Y, ET AL / JURNAL KESEHATAN - VOLUME 11 NOMOR 02 (2020) 111 - 114
Abstract
Hallucinations are disorders or changes in perception where patients perceive something that actually doesn't happen.
An appreciation experienced by a perception through the external senses of stimulus: false perception. Hallucinatory
control can be done with one of the therapeutic modalities, namely psychiatric therapy. One of the psychological
therapies that can be used is the media of the Qur'an, especially the verses of the Qur'an which are common to
meruqyah, namely surah Al-Fatihah, Ayat Kursi, Al-Kafirun, Al-Ikhlas, Al-Falaq, and An-Nas . This study aims to
determine the effectiveness of murottal Al-Qur'an therapy on hallucinatory scores. This study uses a pretest-posttest
design with control groups. The sample of this study was 33 respondents who were divided into 17 respondents in the
experimental group and 16 respondents in the control group were taken based on inclusion criteria using a purposive
sampling technique. Each experimental group was given intervention for 6 consecutive days. The measuring instrument
used is the Hallucination Rating Scale (HRC) that has been standardized. The analysis used was univariate analysis
using the Dependent sample T test and bivariate analysis using the Independent sample T test. Statistical results were
obtained p value (0,000) < (α = 0,05) so it can be concluded that there were significant differences between the
experimental group and the control group after murottal Al-Qur'an therapy on hallucination scores. Therefore, the
Murottal Al-Qur'an therapy intervention is effective in reducing hallucinatory scores. The suggestions from researchers
for nurses to apply murottal Al-Qur'an therapy to all mental disorders, because it has been proven in this study
murottal Al-Qur'an therapy provides meaningful results on hallucinatory patients hallucination scores.
Abstract
Hallucinations are mental disorders in the form of a five-sensory response, namely sight, hearing,
smell, touch and taste to unreal sources. This mental disorder is caused by biological,
psychological and socio-cultural factors that affect thought processes and can lead to stimulus
confusion. The purpose of this study was to determine the level of hallucinations in schizophrenic
patients before and after being given therapy of music classic at Aulia Rahma Mental Disorders
Clinic Bandar Lampung. The method in this study used nursing action in the form therapy of
music classic on 2 schizophenic patients with hallucinatory nursing problems reported in the form
of case studies. The results showed that after being given nursing action in the form therapy of
music classic to the two participants, there was a decrease in the level of hallucinations. The
conclusion of this study is that nursing action in the form therapy of music classic can reduce
hallucinations in schizophrenic patients.
Abstrak
Halusinasi adalah gangguan jiwa berupa respons panca-indera yaitu penglihatan, pendengaran,
penciuman, perabaan dan pengecapan terhadap sumber yang tidak nyata. Gangguan jiwa ini
disebabkan oleh faktor biologi, psikologi dan sosial budaya sehingga mempengaruhi proses pikir
dan dapat menyebabkan terjadinya kekacauan stimulus. Tujuan dari penelitian ini adalah
mengetahui tingkat halusinasi pada pasien skizofrenia sebelum dan sesudah diberikan terapi musik
klasik di Klinik Gangguan Jiwa Aulia Rahma Kota Bandar Lampung. Metode dalam penelitian
menggunakan tindakan keperawatan berupa terapi musik klasik terhadap 2 orang pasien skizofenia
dengan masalah keperawatan halusinasi yang dilaporkan dalam bentuk studi kasus. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa setelah diberikan tindakan keperawatan berupa terapi musik klasik
pada kedua partisipan terjadi penurunan tingkat halusinasi. Kesimpulan dari penelitian ini bahwa
tindakan keperawatan berupa terapi musik klasik dapat menurunkan halusinasi pada pasien
skizofrenia.
1. PENDAHULUAN
Gangguan jiwa adalah suatu perubahan pada fungsi jiwa yang menimbulkan
penderitaan pada individu dan atau hambatan dalam melaksanakan peran sosial
(Keliat, Akemat, Daulima & Nurhaeni, 2012). Salah satu diagnosis gangguan jiwa
yang sering dijumpai adalah Skizofrenia (Keliat, Wiyono & Susanti, 2011).
Skizofrenia merupakan gangguan jiwa yang ditandai dengan adanya penyimpangan
yang sangat dasar dan adanya perbedaan dari pikiran, disertai dengan adanya ekspresi
emosi yang tidak wajar (Sutejo, 2017). Skizofrenia merupakan penyakit atau
gangguan jiwa kronis yang dialami oleh 1% penduduk. Pasien yang dirawat dengan
gangguan skizofrenia di rumah sakit jiwa sekitar 80% dari total keseluruhan pasien
(Keliat, Wiyono & Susanti, 2011).
World Health Organization (WHO) menyebutkan bahwa 25% dari penduduk dunia
pernah menderita masalah kesehatan jiwa, 1% diantaranya adalah gangguan jiwa
berat. Potensi seseorang terserang gangguan jiwa memang tinggi, setiap saat 450 juta
Penerapan Terapi Musik Klasik Terhadap Pasien Skizofrenia Dengan Masalah Keperawatan
Halusinasi | Madepan Mulia
Jurnal Ilmu Keperawatan Indonesia (JIKPI)
ISSN: 746-2579
Vol. 2, No. 2, September 2021 10
orang di seluruh dunia terkena dampak permasalahan jiwa, saraf, maupun perilaku.
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas, 2018) menunjukkan bahwa prevalensi
skizofrenia/psikosis di Indonesia sebanyak 6,7 per 1000 rumah tangga. Artinya, dari
1.000 rumah tangga terdapat 6,7 rumah tangga yang mempunyai anggota rumah
tangga (ART) pengidap skizofrenia/psikosis.
Salah satu terapi nonfarmakologi yang efektif dalam mengatasi halusinasi adalah
mendengarkan musik. Hal ini didukung oleh Wijayanto & Marisca (2017) yang
menyatakan bahwa ada pengaruh terapi musik klasik terhadap penurunan tanda dan
gejala pada pasien halusinasi pendengaran. Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui tingkat halusinasi pada pasien yang mengalami skizofrenia sebelum dan
sesudah diberikan terapi musik klasik di Klinik Gangguan Jiwa Aulia Rahma Kota
Bandar Lampung.
2. METODE PENELITIAN
Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan desain studi kasus (case report).
Penelitian melibatkan 2 orang pasien skizofrenia dengan masalah keperawatan
halusinasi di Klinik Gangguan Jiwa Aulia Rahma Kota Bandar Lampung, tingkat
kesadaran compos mentis, mampu berkomunikasi dengan baik dan bersedia menjadi
subyek penelitian. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner
tanda dan gejala halusinasi untuk mengukur tingkat halusinasi dan Standar Operasioal
Prosedur (SOP) terapi musik klasik.
Tabel 1
Tingkat Halusinasi Sebelum Diberikan Terapi Musik Klasik
Pada Pasien Skizofrenia dengan Diagnosa Keperawatan Halusinasi (n=2)
Klien Skor Tingkat Halusinasi
Halusinasi
Tn. R 8 Halusinasi Tingkat Sedang
Tn. A 9 Halusinasi Tingkat Sedang
Penerapan Terapi Musik Klasik Terhadap Pasien Skizofrenia Dengan Masalah Keperawatan
Halusinasi | Madepan Mulia
Jurnal Ilmu Keperawatan Indonesia (JIKPI)
ISSN: 746-2579
Vol. 2, No. 2, September 2021 11
Tabel 2
Tingkat Halusinasi Sesudah Diberikan Terapi Musik Klasik
Pada Pasien Skizofrenia dengan Diagnosa Keperawatan Halusinasi (n=2)
Klien Skor Tingkat Halusinasi
Halusinasi
Tn. R 3 Halusinasi Tingkat Rendah
Tn. A 4 Halusinasi Tingkat Rendah
Tabel 3
Perbedaan Tingkat Halusinasi Sebelum dan Sesudah Diberikan Terapi
Musik Klasik Pada Pasien Skizofrenia dengan Diagnosa
Keperawatan Halusinasi (n=2)
Klien Skor Halusinasi
Sebelum Sesudah Selisih
Tn. R 8 3 5
Tn. A 9 4 5
B. PEMBAHASAN
Partisipan dalam penelitian ini adalah Tn. R dan Tn. A. Partisipan ke-1
adalah Tn. R, usia 40 tahun, jenis kelamin laki-laki, tingkat pendidikan
SMA, agama islam dan status belum menikah. Partisipan ke-2 adalah Tn. A,
usia 40 tahun, jenis kelamin laki-laki, tingkat pendidikan SMA, agama islam
dan status belum menikah. Dari hasil penelitian kedua partisipan mengalami
halusinasi pendengaran dengan karakteristik mendengar bisikan atau
bayangan, menyatakan kesal, menyendiri, melamun, konsentrasi buruk,
curiga dan melihat ke satu arah. Selain itu, saat dilakukan pengkajian kedua
partisipan juga tampak bingung dan malu, tampak menunduk, kurang
Penerapan Terapi Musik Klasik Terhadap Pasien Skizofrenia Dengan Masalah Keperawatan
Halusinasi | Madepan Mulia
Jurnal Ilmu Keperawatan Indonesia (JIKPI)
ISSN: 746-2579
Vol. 2, No. 2, September 2021 12
Hal ini sesuai dengan tanda dan gejala halusinasi menurut Damayanti &
Iskandar (2012) yang menerangkan bahwa halusinasi adalah salah satu
gejala gangguan jiwa dimana klien mengalami perubahan sensori persepsi,
merasakan sensasi palsu berupa suara, pengelihatan, pengecapan, perabaan
atau penghidu. Klien merasakan stimulus yang sebetulnya tidak ada. Selain
itu, tanda gejala yang muncul pada pasien juga berdasarkan rujukan dari
Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia (DPP PPNI,
2016).
Penerapan Terapi Musik Klasik Terhadap Pasien Skizofrenia Dengan Masalah Keperawatan
Halusinasi | Madepan Mulia
Jurnal Ilmu Keperawatan Indonesia (JIKPI)
ISSN: 746-2579
Vol. 2, No. 2, September 2021 13
4. KESIMPULAN
Hasil penelitian ini menunjukkan penurunan tingkat halusinasi pada pasien
skizofrenia dengan diagnosa keperawatan halusinasi setelah diberikan terapi
musik klasik. Hasil ini merekomendasikan perlunya penelitian selanjutnya
untuk melihat efektivitas terapi musik klasik terhadap halusinasi pada pasien
skizofrenia dengan jumlah sampel yang lebih besar dan menggunakan
kelompok kontrol serta mengeksplor perbandingan dengan terapi lain.
5. DAFTAR PUSTAKA
Campbell, Don. (2001). Efek Mozart, Memanfaatkan Musik Untuk
Mempertajam Pikiran, Meningkatkan Kreativitas dan Menyehatkan
Tubuh. Penerjemah T. Hermaya. Cetakan Januari. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama.
Damayanti, M & Iskandar. (2012). Asuhan Keperawatan Jiwa. Bandung:
Refika Aditama
Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia. (2016). Standar
Diagnosis Keperawatan Indonesia. Edisi 1. Jakarta: Dewan Pengurus
Pusat. Persatuan Perawat Nasional Indonesia (DPP PPNI).
Keliat, B. A., Wiyono, A. P., & Susanti, H. (2011). Manajemen Kasus
Gangguan Jiwa: CMHN (Intermediate Course). Jakarta: EGC.
Keliat, B. A., Akemat, Daulima, N. H., & Nurhaeni, H. (2012). Keperawatan
Kesehatan Jiwa Komunitas: CMHN (Basic Course). Jakarta: EGC.
Keliat, B. A. (2019). Asuhan Keperwatan Jiwa. Jakarta: EGC.
Probowo, Eko. (2014). Konsep & Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa.
Yogyakarta: Nuha Medika.
Riset Kesehatan Dasar. (2018). Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan, Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Sutejo. (2017). Keperawatan Kesehatan Jiwa: Prinsip dan Praktik Asuhan
Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Pustaka Baru Press.
Wijayanto, W. T., & Marisca, A. (2017). Efektifitas Terapi Musik Klasik
Terhadap Penurunan Tanda Dan Gejala Pada Pasien Halusinasi
Pendengaran. Jurnal Ilmu Keperawatan Indonesia, Vol 7, No. Retrieved
fromhttp://journals.stikim.ac.id/index.php/jiiki/article/view/234
Williams & Wilkins. (2011). Nursings: Menafsirkan Tanda-Tanda dan Gejala
Penyakit. Jakarta: PT. Indeks.
Penerapan Terapi Musik Klasik Terhadap Pasien Skizofrenia Dengan Masalah Keperawatan
Halusinasi | Madepan Mulia
ARTIKEL PENELITIAN
Efektivitas Terapi Musik Klasik Terhadap Penurunan Tanda dan Gejala
pada Pasien Halusinasi Pendengaran
Abstrak
Peningkatan penderita penyakit jiwa menyebabkan masalah di bidang kesehatan salah satunya mengalami
gangguan halusinasi berupa halusinasi pendengaran. Hal ini dapat diatasi dengan terapi farmakologi dan non
farmakologi. Terapi non farmakologi yang dapat digunakan berupa terapi musik klasik. Tujuan penelitian ini
untuk mengetahui efektivitas terapi musik klasik terhadap penurunan tanda dan gejala halusinasi pendengaran.
Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif menggunakan rancangan quasi eksperimen dengan disain
penelitian pre and post test without control. Tehnik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan total
populasi dengan sampel 30 responden di RS Jiwa dr. Soeharto Heerdjan Jakarta. Hasil analisa statistik
menggunakan uji paired t test menunjukkan p value sebesar 0,000 artinya terdapat efektivitas pemberian terapi
musik klasik terhadap penurunan tanda dan gejala halusinasi pendengaran. Saran bagi keluarga pasien yang
mengalami halusinasi pendengaran untuk dapat mengaplikasikan terapi musik klasik dengan bantuan tenaga
kesehatan untuk mengurangi tanda dan gejala halusinasi pendengaran.
Kata kunci : Tanda dan Gejala Halusinasi Pendengaran, Terapi Musik Klasik,
Abstract
Increased illness sufferers causes problems in the health field one misbehaving hallucinations in the form of
auditory hallucinations. This can be overcome with pharmacological and non-pharmacological therapy. Non
pharmacological therapies that can be used in the form of classical music therapy. The purpose of this research
was to know classical music therapy's effectiveness against a decrease in signs and symptoms of auditory
hallucinations. Type of this research is quantitative research uses quasi experiment design with design research
pre and post test without control. Sampling techniques in the study using a sample with a total population of 30
respondents in Mental Hospital Dr. Soeharto Heedjan Jakarta. The results of the statistical analysis using the
paired t test test indicates p value of 0.000 means there is the effectiveness of the grant of a classical music
therapy against a decrease in signs and symptoms of auditory hallucinations. Advice for the families of patients
who experience auditory hallucinations to be able to apply the classical music therapy with the help of health
workers to reduce the signs and symptoms of auditory hallucinations.
189
Wuri Try Wijayanto Jurnal Ilmu Keperawatan Indonesia
RS Jiwa Provisi Sumatra Utara menunjukkan seseorang melamun atau merasa dirinya berada
adanya perbedaan tanda dan gejala skizofrenia dalam suasana hati yang emosional atau tidak
yang bermakna antara kelompok intervensi dan terfokus, musik klasik dapat membantu
kelompok kontrol (P-value<0.05). Skizofrenia memperkuat kesadaran dan meningkatkan
menurun secara bermakna pada kelompok organisasi metal seseorang jika didengarkan
intervensi (P-value< 0.05). Sedangkan pada selama sepuluh hingga lima belas menit.16
kelompok kontrol Skizofrenia menurun secara Berdasarkan data rekam medik RSJ dr.
tidak bermakna (P-value> 0.05).10 Soeharto Heerdjan Jakarta periode Januari
Gold, dkk. (2005) melakukan penelitian sampai dengan Juni 2015, jumlah kunjungan
mengenai efektifitas terapi musik sebagai pasien sebanyak 35.396 dan yang dirawat inap
terapi tambahan pada pasien skizofrenia. Hasil sebanyak 1474. 10 besar diagnosa penyakit
penelitian ini menunjukkan bahwa terapi pasien rawat inap diantaranya Skizofrenia
musik yang diberikan sebagai terapi tambahan Paranoid (766), Skizofrenia yang tak Terinci
pada perawatan standar dapat membantu (216), Skizoafektif, Tipe Manik (51),
meningkatkan kondisi mental pasien Skizofrenia Residual (37), Psikotik Akut (32),
skizofrenia.11 Skizofrenia Hebrefenik (28), GMO (Gangguan
Terapi musik terdiri dari dua kata yaitu Mental Organik (20), Skizoafektif (20),
terapi dan musik. Kata terapi berkaitan dengan Skizoafektif, Tipe Depresi (18), dan Gangguan
serangkaian upaya yang dirancang untuk Afektif Bipolar, Manik dengan Gejala Psikotik
membantu atau menolong orang. Biasanya kata (14). Penderita gangguan jiwa halusinasi
tersebut digunakan dalam konteks masalah sebanyak 136 pasien dan 30 diantaranya
fisik dan mental. Terapi musik adalah sebuah mengalami halusinasi pendengaran. Peneliti
terapi kesehatan yang menggunakan musik di mengambil khusus diagnosa halusinasi
mana tujuannya adalah untuk meningkatkan pendengaran murni, agar penelitian lebih
atau memperbaiki kondisi fisik, emosi, kognitif spesifik dalam penerapan terapi musik klasik.
dan sosial bagi individu dari berbagai kalangan Hasil studi pendahuluan yang dilakukan
usia. Bagi orang sehat, terapi musik bisa dengan cara wawancara terhadap 10 perawat
dilakukan untuk mengurangi stres dengan cara di ruang rawat inap RS Jiwa dr. Soeharto
mendengarkan musik.12 Heerdjan tanggal 18 Agustus 2015 didapatkan
Terapi musik sangat mudah diterima organ perawat mengatakan tindakan keperawatan
pendengaran dan kemudian melalui saraf yang dilakukan pada pasien halusinasi adalah
pendengaran disalurkan ke bagian otak yang mengidentifikasi halusinasi, cara mengontrol
memproses emosi yaitu sistem limbik.8 Pada halusinasi, dan terapi aktivitas kelompok:
sistem limbik di dalam otak terdapat stimulasi persepsi sensori halusinasi dan
neurotransmitter yang mengatur mengenai perawat mengatakan pernah melakukan terapi
stres, ansietas, dan beberapa gangguan terkait musik klasik sebagai terapi nonfarmakologi
ansietas.13 Musik dapat mempengaruhi pada pasien dengan masalah gangguan
imajinasi, intelegensi, dan memori, serta dapat persepsi sensori: halusinasi, namun RS lebih
mempengaruhi hipofisis di otak untuk sering melakukan TAK dalam 1 minggu sekali
melepaskan endorfin.14 sehingga peneliti ingin mengetahui sejauh
Musik dibagi atas 2 jenis yaitu musik mana efektivitas terapi musik terhadap
“acid” (asam) dan “alkaline” (basa). Musik penurunan tanda dan gejala halusinasi
yang menghasilkan acid adalah musik hard pendengaran.
rock dan rapp yang membuat seseorang Berkaitan dengan hal tersebut diatas
menjadi marah, bingung, mudah terkejut dan mengingat tingginya angka penderita gangguan
tidak fokus. Musik yang menghasilkan alkaline jiwa di Indonesia, dan kurangnya tindakan
adalah musik klasik yang lembut, musik terapi musik oleh perawat di RS Jiwa dr.
instrumental, musik meditatif dan musik yang Sorharto Heerdjan, peneliti tertarik untuk
dapat membuat rileks dan tenang seperti musik melakukan penelitian mengenai “ Efektivitas
klasik. 15 terapi musik klasik terhadap penurunan tanda
Musik klasik Mozart mampu memperbaiki dan gejala pada pasien halusinasi
konsentrasi, ingatan dan presepsi spasial. Pada pendengaran di ruang rawat inap elang,
gelombang otak, gelombang alfa mencirikan merak dan perkutut RS Jiwa dr. Soeharto
perasaan ketenangan dan kesadaran yang Heerdjan Jakarta tahun 2015”.
gelombangnya mulai 8 hingga 13 hertz. Tujuan dari penelitian ini adalah
Semakin lambat gelombang otak, semakin mengidentifikasi efektivitas terapi musik klasik
santai, puas, dan damailah perasaan kita, jika terhadap penurunan tanda dan gejala pada
191
Wuri Try Wijayanto Jurnal Ilmu Keperawatan Indonesia
pasien halusinasi pendengaran di ruang rawat elang RS Jiwa dr. Soeharto Heerdjan Jakarta
inap elang, merak dan perkutut RS Jiwa Dr. yaitu sampel dan tempat tersebut sesuai dengan
Soeharto Heerdjan Jakarta tahun 2015. kriteria penelitian dan mudah dijangkau
sehingga dapat memperoleh data dasar yang
Metode diperlukan. Penelitian ini dimulai dari bulan
Agustus 2015 sampai dengan Februari 2016
Metode penelitian adalah suatu cara untuk Prosedur pengumpulan data adalah suatu
memperoleh kebenaran ilmu pengetahuan atau proses pendekatan kepada subjek dan proses
pemecahan masalah, pada dasarnya pengumpulan karakteristik subjek yang
menggunakan metode ilmiah.21 Pada bagian diperlukan dalam suatu penelitian.23 Alat
metode penelitian ini akan diuraikan mengenai pengumpulan data yang digunakan adalah
desain penelitian, populasi, sampel, sumber lembar observasi. Obrservasi merupakan salah
data, instrumen dan prosedur analisa data. satu teknik pengumpulan data yang tidak
Rancangan penelitian yang digunakan hanya mengukur sikap dari responden
adalah rancangan quasi eksperiment. Quasi (wawancara dan angket) namun juga dapat
eksperimen adalah penelitian yang menguji digunakan untuk merekam berbagai fenomena
coba suatu intervensi pada sekelompok subjek yang terjadi (situasi, kondisi). Teknik ini
dengan atau tanpa kelompok pembanding digunakan bila penelitian ditujukan untuk
namun tidak dilakukan randomisasi untuk mempelajari perilaku manusia, proses kerja,
memasukkan subjek ke dalam kelompok gejala-gejala alam dan dilakukan pada
perlakuan atau kontrol.22 responden yang tidak terlalu besar.17
Desain penelitian yang digunakan Jenis skala pengukuran yang digunakan
yaitu kuantitatif dengan pre and post test adalah skala Likert. Lembar observasi terdiri
without control. Pada desain penelitian ini, dari: data demografi, cara melakukan terapi
peneliti hanya melakukan intervensi pada satu musik, ceklist observasi yang berisikan
kelompok tanpa pembanding. Efektifitas pernyataan tentang tanda dan gejala halusinasi.
perlakuan dinilai dengan cara membandingkan Dalam hal ini lembar observasi diisi sebelum
nilai post test dengan pre test.22 Alasan dilakukan terapi musik klasik dan setelah
menggunakan desain tersebut dalam penelitian dilakukan terapi musik klasik.
ini untuk mengetahui efektifitas pemberian Analisa yang digunakan adalah analisa
terapi musik klasik terhadap penurunan tanda univariat digunakan untuk mendapatkan
dan gejala pada pasien halusinasi pendengaran gambaran tentang karakteristik responden,
di ruang rawat inap elang, merak dan perkutut mendeskripsikan tingkat halusinasi
RS Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan Jakarta tahun pendengaran sebelum dan sesudah dilakukan
2015. terapi musik klasik dan analisa bivariat
Dalam penelitian ini populasinya adalah digunakan untuk melihat pengaruh terapi
pasien jiwa dengan masalah keperawatan musik klasik terhadap tingkat halusinasi
Gangguan Sensori Presepsi: Halusinasi pendengaran pada pasien halusinasi dengar.
Pendengaran yang rawat di ruang rawat inap di
merak, perkutut dan elang RS Jiwa dr. Hasil
Soeharto Heerdjan Jakarta sejumlah 30 orang. Analisa Univariat
Sampel yang terlibat dalam penelitian ini Penyajian hasil penelitian disusun
adalah semua pasien dengan Gangguan Sensori berdasarkan sistematika yang dimulai dengan
Presepsi: Halusinasi Pendengaran yang rawat gambaran analisa univariat yang bertujuan
di ruang rawat inap merak, perkutut dan elang untuk melihat distribusi frekuensi variabel
RS Jiwa dr. Soeharto Heerdjan Jakarta dengan dependen dan independen. Sedangkan analisa
menggunakan total populasi yaitu sebanyak 30 bivariat untuk melihat efektivitas pemberian
orang. Alasan mengambil total populasi karena terapi musik klasik terhadap penurunan tanda
jumlah populasi kurang dari 100 dan seluruh dan gejala halisinasi dengar.
populasi dijadikan sampel penelitian. Dengan Penelitian ini dilakukan di RS Jiwa dr.
kriteria pasien dengan halusinasi pendengaran Soeharto Heerdjan Jakarta di ruang rawat inap
murni. elang, perkutut dan merak. Penelitian ini
Sumber data diperoleh dari pasien dengan dilakukan selama 14 hari yaitu pada tanggal 27
halusinasi pendengaran di ruang rawat inap Desember 2015 hingga 09 januari 2016.
merak, perkutut dan elang RS Jiwa dr. Semua responden tersebut diberikan terapi
Soeharto Heerdjan Jakarta. Alasan peneliti musik klasik secara bersamaan di ruangan
memilih ruang rawat inap merak, perkutut dan
192
Vol. 7 No. 1 Maret 2017 Jurnal Ilmu Keperawatan Indonesia
193
Wuri Try Wijayanto Jurnal Ilmu Keperawatan Indonesia
194
Vol. 7 No. 1 Maret 2017 Jurnal Ilmu Keperawatan Indonesia
positif bagi kehidupan manusia. Sehubungan 3 menjadi 2, dapat disimpulkan bahwa adanya
dengan itu ia mengatakan: "Without music, life penurunan tingkat halusinasi pada kelompok
would be an error." Dalam kenyataannya eksperimen yang telah diberikan terapi musik
musik memang memiliki fungsi atau peran klasik. Hasil uji pada kelompok kontrol yang
yang sangat penting sehingga tidak satupun tidak diberikan terapi musik klasik didapatkan
manusia yang bisa lepas dari keberadaan nilai significancy (p value) 0,414 atau p value
musik. > α (0,05), maka Ha ditolak. Hal ini berarti
Efektivitas pemberian terapi musik klasik tidak ada perbedaan yang signifikan antara
terhadap penuruan tanda dan gejala pretest dan posttest pada kelompok kontrol.
halusinasi pendengaran Hal ini ditunjukkan tidak adanya perubahan
Secara umum beberapa musik klasik nilai rata-rata antara pretest dan posttest pada
dianggap memiliki dampak psikofisik yang kelompok kontrol, dapat disimpulkan bahwa
menimbulkan kesan rileks, santai, cenderung tidak ada penurunan tingkat halusinasi pada
membuat detak nadi bersifat konstan, memberi kelompok kontrol. Perbedaan tingkat
dampak menenangkan, dan menurunkan stress. halusinasi posttest pada kelompok eksperimen
Tetapi pemakaian musik jenis ini perlu dan kelompok kontrol didapatkan p value
pertimbangan tentang waktu tampilan musik, 0,000 < α (0,05), maka Ho ditolak berarti ada
taraf usia perkembangan, dan latar belakang perbedaan yang signifikan tingkat halusinasi
budaya, serta aktivitas motorik yang sesuai dan setelah (posttest) diberikan terapi musik klasik
diassosiasikan dengan kasih sayang dan antara kelompok eksperimen dan kelompok
estetika. Waktu yang ideal dalam mendengrkan kontrol.19
terapi musik adalah 10 sampai dengan 15 Hal ini sesuai dengan teori bahwa terapi
menit. musik klasik merupakan sebuah terapi
Musik klasik Mozart adalah musik klasik kesehatan yang menggunakan musik klasik
yang muncul 250 tahun yang lalu. Diciptakan yang bertujuan untuk meningkatkan atau
oleh Wolgang Amadeus Mozart. Musik klasik memperbaiki kondisi fisik, emosi, kognitif, dan
Mozart memberikan ketenangan, memperbaiki sosial bagi individu dari berbagai kalangan
persepsi spasial dan memungkinkan pasien usia. Dalam penilitan ini dengan menggunakan
untuk berkomunikasi baik dengan hati maupun musik klasik sebagai terapi yang diketahui
pikiran. Musik klasik Mozart juga memiliki dapat meningkatkan atau memperbaiki kondisi
irama, melodi, dan frekuensi tinggi yang dapat fisik, emosi, kognitif dan sosial akan
merangsang dan menguatkan wilayah kreatif membantu mengurangi penurunan tanda dan
dan motivasi di otak. Musik klasik Mozart gejala halusinasi pendengaran responden. 8
memiliki efek yang tidak dimiliki komposer Menurut Stuart & Laraia tanda dan gejala
lain. Musik klasik Mozart memiliki kekuatan halusinasi antara lain: respon terhadap realita
yang membebaskan, mengobati dan dan tidak tepat, tersenyum dan tertawa sendiri,
menyembuhkan.18 berbicara sendiri, melakukan aktivitas fisik
Berdasarkan tabel 7 terlihat nilai mean yang merefleksikan isi halusinasi, bersikap
perbedaan skor antara sebelum dan sesudah seperti mendengarkan sesuatu / memiringkan
adalah 5,200 dengan standar deviasi 2,882. kepala ke satu sisi seperti jika seorang sedang
Hasil uji statistik didapatkan 0,000 (p < 0,05), mendengarkan sesuatu, kurangnya interaksi
maka dapat disimpulkan ada perbedaan antara dengan orang lain, dan kurang dapat
tanda dan gejala halusinasi pendengaran pada berkonsentrasi. Jenis-jenis halusinasi terdiri
pasien halusinasi pendengaran sebelum dan dari: halusinasi audio/dengar, halusinasi
sesudah terapi musik klasik atau ada efektivitas visual/lihat, halusinasi olfaktorik/penciuman
terapi musik klasik terhadap penurunan tanda (bau/hidu), halusinasi gustatorik/kecap, dan
dan gejala halusinasi pendengaran pada pasien halusinasi taktil/raba-rasa/kinestetik.6
halusinasi pendengaran. Pemberian intervensi terapi musik klasik
Hal ini sejalan dengan hasil penelitian membuat seseorang menjadi rileks,
terdahulu oleh Rafina Damayanti, Jumaini, Sri menimbulkan rasa aman dan sejahtera,
Utami (2014) yang menyatakan bahwa Pada melepaskan rasa gembira dan sedih,
kelompok eksperimen didapatkan nilai melepaskan rasa sakit dan menurunkan tingkat
significancy (p value) 0,003 atau p value < α stres, sehingga dapat menyebabkan penurunan
(0,05), maka Ho ditolak. Hal ini berarti ada kecemasan.20
perbedaan antara pretest dan posttest dan Menurut peneliti, penelitian yang peneliti
terjadi penurunan nilai rata-rata pretest dan lakukan sejalan dengan teori dan penelitian
posttest diberikan terapi musik klasik yaitu dari sebelumnya. Bahwa terapi musik klasik
195
Wuri Try Wijayanto Jurnal Ilmu Keperawatan Indonesia