Anda di halaman 1dari 6

NAMA : JULI AFERIANTI

NIM : 856624247

TUGAS KARIL

Saudara mahasiswa peserta bimbingan Karya Ilmiah. Pada Tugas 2 ini, Saudara diminta
untuk membuat kutipan langsung dan kutipan tidak langsung dengan mencantumkan sumber
kutipan sesuai gaya selingkung UT yang terdapat pada Panduan Mata Kuliah Karil, serta
membuat daftar pustaka atau bibliografi

“KEDUDUKAN PENGADILAN PAJAK


DALAM SISTEM PERADILAN DI INDONESIA”

KUTIPAN LANGSUNG DARI JURNAL

Menurut Mahfud MD. (2015:352):


Dimensi hukum yang juga sangat penting dalam perpajakan adalah peradilan pajak, sebab
dalam praktik banyak wajib pajak yang merasa dirugikan oleh aparat dalam menentukan
besarnya pajak. Para wajib pajak harus diberi kepastian bahwa dirinya tidak dirugikan dan
tidak diperlakukan secara semena-mena dalam penetapan pajak yang dibebankan kepada
mereka sehingga kalau hal itu terjadi harus ada lembaga peradilan yang menyelesaikannya
sesuai dengan undang-undang

Menurut Mahfud MD. (2015:356)


Meskipun begitu masih menjadi persoalan jika eksistensi Pengadilan Pajak sebagaimana
diatur UU No. 14 Tahun 2002 ini dikaitkan dengan pengawasan terhadapnya. Ternyata UU
ini masih menganut dualisme pembinaan, tidak sejalan dengan semangat yang menggelora
pada awal reformasi bahwa pembinaan kekuasaan kehakiman harus diletakkan dibawah satu
atap, baik pembinaan teknis-judicial maupun pembinaan administratif, organisatoris, dan
finasial. Ternyata pembinaan atas Pengadilan Pajak masih bersifat dualistis seperti terlihat
dalam Pasal 5 UU No.14 Tahun 2002

Untuk mengikuti semangat reformasi seharusnya pembinaan Pengadilan Pajak ini segera
diintegrasikan ke dalam satu atap Mahkamah Agung sebagai puncak kekuasaan kehakiman.
Sebagai ide, peletakan kelembagaan Pengadilan Pajak secara terintegrasi di bawah satu atap
Mahkamah Agung akan lebih memudahkan pembinaan dan pengawasan. Untuk itu ketentuan
Pasal 5 UU 14 Tahun 2000, terutama Ayat (2) Ayat (2), yang berbunyi, “Pembinaan
organisasi, administrasi, dan keuangan bagi Pengadilan Pajak dilakukan oleh Departemen
Keuangan” dan pasal-pasal serta ayat-ayat lain yang senafas dengan itu perlu segera dicabut
dan diperbaharui.

Menurut , Wedhasari, Ratih dan I Wayan Parsa. (2021: 161), prinsip independensi yang tidak
selaras dengan penyelenggaraan Pengadilan Pajak dengan pembinaan oleh Kementrian
Keuangan dan Mahkamah Agung, menghendaki adanya pemisahan kekuasaan secara
institusional maupun secara fungsional.

Menurut Adi Sulistiyono dalam Wedhasari, Ratih dan I Wayan Parsa. (2021: 161),
Independensi peradilan dapat diuji melalui dua hal, yaitu ketidakberpihakan (impartiality)
dan keterputusan relasi dengan para aktor politik (political insularity). Imparsialitas hakim
terlihat pada gagasan bahwa para hakim akan mendasarkan putusannya pada hukum dan
fakta- fakta di persidangan, bukan atas dasar keterkaitan dengan salah satu pihak yang
berperkara.

Menurut , Wedhasari, Ratih dan I Wayan Parsa. (2021: 162),


Revisi terhadap ketentuan Pasal 5 UU Pengadilan Pajak terkait sistem pembinaan
pengadilan pajak yang memberikan kewenangan secara menyeluruh baik kewenangan kepada
Mahkamah Agung secara teknis dan juga pembinaan keuangan, organisasi dan administrasi.
Terbentuknya aturan tersebut menyatukan dapat melenyapkan kontroversi yuridis yang ada
dengan cara menyatukan pembinaan “pengadilan pajak dibawah satu atap Mahkamah Agung

Menurut Hidayat TW (2020:76),


Kedudukan Pengadilan Pajak sebagai lembaga peradilan dalam lingkup peradilan Tata
Usaha Negara yang berada di bawah Mahkamah Agung, diperkuat dengan adanya Putusan
dari Mahkamah Konstitusi atas perkara Nomor 004/PUU-11/2004 tanggal 13 Desember
2004. Dalam pertimbangan hukum pokok perkara Hakim Mahkamah Konstitusi menyatakan
bahwa Pengadilan Pajak termasuk dalam lingkup peradilan yang berada di bawah Mahkamah
Agung sebagaimana diamanatkan Pasal 24 ayat (2) UUD 1945.

Menrut Hidayat TW (2020:81),


Keberadaan Pengadilan Pajak sebagai badan peradilan khusus yang berada dibawah
Mahkamah Agung, merupakan bagian dari kekuasaan kehakiman yang merdeka dan
independen, dan dengan telah menerapkan prinsip-prinsip pengadilan baik dalam lembaga
badan peradilan maupun dalam hukum acara peradilan Pajak.Hal ini menjadikan secara
prinsip bahwa Pengadilan Pajak dapat membuat putusan-putusan atas sengketa pajak sebagai
putusan yang besifat final and binding, yang mencerminkan keadilan substantif

Menurut Sumolang, K (2029: 10 ):


Pengadilan pajak saat ini masih banyak kekurangan yang berada dalam peradilan tersebut.
Berdirinya dua kaki antara pemerintah (eksekutif) dalam hal ini kementerian keuangan dan
Mahkamah Agung (yudikatif), ini bisa menimbulkan ketimpangan hukum bagi lembaga
pengadilan pajak tersebut dengan adanya kementerian keuangan dan Mahkamah Agung yang
tidak sesuai dengan sistem hukum Indonesia yang mengenal tentang pembagian kekuasaan.
Pengadilan pajak seharusnya berada dalam ranah Mahkamah Agung agar pembinaan dan
pengelolaan lembaga tersebut bisa sesuai dengan undang-undang

Menurut Ispriyarso, Budi. (2019: 654)


Dualisme pembinaan terhadap Pengadilan Pajak di dalam Sistem Peradilan di Indonesia,
merupakan suatu hal yang janggal dalam Kekuasaan Kehakiman dewasa ini, karena
berdasarkan ketentuan Pasal 21 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan
Kehakiman, semua urusan Organisasi, administrasi, dan finansial Mahkamah Agung beserta
Lingkungan Peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung adalah berada di bawah
Mahkamah Agung. Disamping itu tentang mekanisme pengangkatan hakim Pengadilan Pajak
yang melibatkan eksekutif (Menteri Keuangan) sebagaimana yang diatur dalam Pasal 8 ayat
(1) dan ayat (2) UU Nomor 14 Tahun 2002 juga bertentangan dengan UU Kekuasaan
Kehakiman.

Menurut Ispriyarso, Budi. (2019: 655), pembinaan organisasi, administrasi dan keuangan
Pengadilan Pajak yang dberada di bawah Menteri Keuangan dari aspek keadilan dikuatirkan
akan mempengaruhi independensi/kebebasan hakim dalam memberikan putusan.

Menurut Ispriyarso, Budi. (2019: 659),


Pembinaan Pengadilan Pajak sampai sekarang masih terjadi dualisme pembinaan ,
pembinaan administrasi, organisasi dan keuangan dilakukan oleh Kementerian Keuangan,
sedangkan pembinaan teknis peradilan oleh Mahkamah Agung. Dualisme pembinaan
terhadap Pengadilan Pajak dihilangkan dengan cara menyatukan pembinaan Pengadilan Pajak
baik pembinaan administrasi, organisasi dan Keuangan maupun pembinaan teknis peradilan
dilakukan oleh Mahkamah Agung. Ketentuan dualisme pembinaan Pengadilan Pajak yang
terdapat dalam UU Pengadilan Pajak harus segera diubah

Devitasari, AA. (2020),


Sebelum Mahkamah memutus Putusan MK Nomor 10/PUU-XVIII/2020, ketua dan wakil
ketua badan peradilan pajak diusulkan atau dipilih oleh Menteri Keuangan. Pemilihan ketua
dan wakil ketua badan peradilan pajak bernilai strategis dan krusial dalam penegakan hukum
di bidang pajak. Sehingga keterlibatan Menteri Keuangan dalam memilih ketua dan wakil
ketua akan mempengaruhi kebebasan atau independensi hakim dalam memutus perkara pajak
sekaligus mengaburkan garis demakarsi kewenangan kekuasaan kehakiman dan kekuasaan
eksekutif

Menurut Sina CH, (2018) dalam Permadi, Restu, dkk. (2020: 400), kebijakan (One Roof
System) telah menjadikan pembinaan kepegawaian, administratif dan finansial yang
sebelumnya dikelola secara langsung oleh Pemerintah, kini telah menjadi kekuasaan
Mahkamah Agung, walaupun belum sepenuhnya.

Menurut Permadi, Restu, dkk. (2020: 412):


Secara ideal, Mahkamah Agung dan badan peradilan dibawahnya sebagai lembaga pelaku
kekuasaan kehakiman harus diberikan kemandirian secara kelembagaan, yakni dalam hal
pengurusan organisasi, administrasi dan finansial, serta kemandirian personal
yaknikemandirian dan independensi yang diberikan kepada Hakim selaku pejabat Negara
yang melaksanakan kekuasaan kehakiman berdasarkan undang -undang. Kedua jenis
kemandirian tersebut dapat dilaksanakan salah satunya adalah dengan menggunakan
instrument peraturan perundangundangan yang mendukung penerapan kemandirian tersebut.
setidaknya terdapat 2 (dua) hal yang harus disempurnakan agar upaya penerapan
prinsipkekuasaan kehakiman dapat dilaksanakan dengan sempurna. Dua hal tersebut adalah
memberikan kemandirian lembaga yakni dengan menyerahkansepenuhnya pengelolaan
organisasi, administrasi dan finansial secara sepenuhnya kepada Mahkamah Agung sebagai
pengadilan Negara tertinggi

Menurut Sartono (2015)


Kedudukan Pengadilan Pajak tidak disebutkan secara eksplisit di dalam Undang-undang
Dasar 1945, hanya saja di dalam Pasal 15 (dan Penjelasannya) Undang-Undang Nomor 4
Tahun 2004, LN No. 8 Tahun 2004, TLN No. 4358 tentang Kekuasaan Kehakiman,
dinyatakan bahwa pengadilan khusus hanya dapat dibentuk dalam salah satu lingkungan
peradilan sebagaimana dimaksud di dalam Pasal 10 yang diatur dengan undang-undang.
Ketentuan pasal ini menjelaskan pengadilan khusus dapat dibentuk berdasarkan undang-
undang serta harus masuk kedalam salah satu lingkungan empat peradilan yang sudah ada
yaitu Peradilan Umum, Peradilan Agama, Peradilan Militer dan Peradilan Tata Usaha
Negara.

KUTIPAN TIDAK LANGSUNG

Sistem penyatuatapan (one roof system) terkait pembinaan teknis-judisial maupun pembinaan
administratif, organisatoris, dan finasial Pengadilan Pajak ke bawah Mahkamah Agung
penting untuk diwujudkan agar sesuai dengan disain ketatanegaraan sistem peradilan di
Indonesia.
Sengketa pajak timbul disebabkan oleh beberapa hal, misalnya kebijakan perpajakan yang
dikeluarkan oleh Pemerintah, namun pada prakteknya Wajib Pajak tidak puas sehingga Wajib
Pajak mengajukan upaya hukum. Sengketa juga bisa timbul karena adanya perbedaan
interpretasi antara Wajib Pajak dengan Ditjen Pajak terkait penerapan peraturan perundang-
undangan, atau karena adanya perbedaan metode penghiitungan jumlah pajak mengenai
jumlah yang harus disetor pada negara (dari Hidayah, Khoirul. (2019))

KUTIPAN LANGSUNG DARI BUKU

Menurut Saidi (2013:8),


Asas asas hukum yang diberlakukan atau diterapkan dalam hukum acara peradilan pajak,
salah satunya adalah penyelenggaraan kekuasaan kehakiman yang merdeka dan bebas. Asas
ini diartikan bahwa Pengadilan Pajak sebagai pengadilan khusus dalam lingkungan peradilan
tata usaha negara tidak boleh ada campur tangan kekuasaan, baik dari eksekutif, legislative
dan yudikatif secara langsung maupun tidak langsung berkehendak untuk mempengaruhi
dalam pengambilan putusan atas suatu sengketa pajak.

Menurut Djatmiko (2016):


Sitem peradilan pajak dalam kerangka konstitusi Negara Republik Indonesia, pada
hakikatnya merupakan korelasi hukum antara hubungan hukum yang terikat dalam Pasal 23
ayat (2) atau Pasal 23A dan Pasal 24 serta Pasal 25 UUD 1945 baik sebelum maupun sesudah
Amandemen. Dalam ketentuan tersebut diatas, dinyatakan bahwa Pasal 23 ayat (2) yang
menyebutkan bahwa segala pajak untuk keperluan negara berdasarkan Undang Undang,
sedangkan Pasal 23A Amandemen Ketiga UUD 1945 menyebutkan “Pajak dan pungutan lain
yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan Undang-Undang”

Menurut Supandi (2016)


Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pegadilan Pajak,
maka Pengadilan Pajak sesuai pengkhususan terhadap keempat lingkup peradilan tersebut
diatas, sehingga masalah ketika berlakunya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1997 tentang
Badan Penyelesaian Sengketa Pajak (BPSP) yang kedudukannya berada diluar sistem
peradilan nasional (kekuasaan kehakiman) yaitu dibawah kekuasaan eksekutif telah berubah
menjadi Pengadilan Pajak yang berada dibawah kekuasaan yudikatif. Meskipun demikian,
juga harus tegas tentang pengkhususan Pengadilan Pajak tersebut masuk lingkup salah satu
dari empat peradilan sesuai undang-undang kekuasaan kehakiman nasional yang berlaku

Menurut Ritonga (2020:418)


Dengan menunjuk Pasal 10 dan Pasal 15 Undang Undang Nomor 4 Tahun 2004 serta
Pasal 2 dan Pasal 9A Undang Undang Nomor 9 Tahun 2004, maka Pengadilan Pajak yang
dibentuk dengan Undang Undang Noor 14 Tahun 2002 adalah pengadilan khusus di
lingkungan bidang peradilan tata usaha negara dan sebagai badan peradilan yang berada
dibawah Mahkamah Agung sebagaimana dimaksud pada pasal 24 UUD 1945.

KUTIPAN TIDAK LANGSUNG DARI BUKU

Mahkamah Agung sebagai lembaga pengawas peradilan berperan melakukan pengawasan


terhadap jalannya peradilan dimana Pengadilan Pajak adalah lembaga kekuasaan kehakiman
yang berpuncak pada MA, telah terbukti diimplementasikan dalam ketentuan Pasal 5 ayat (2)
Undang Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, yaitu melakukan
pengawasan internal dalam pelaksanaan tugas yudisial. (Djatmiko, 2016)
DAFTAR PUSTAKA:

1) JURNAL

Devitasari, AA. (2020), Menakar Independensi Hakim Pengadilan Pajak Pasca Putusan
MK Nomor 10/PUU-XVIII/2020, Jurnal Konstitusi, Volume 17, Nomor 4.

Hidayat, TW. (2020), Keberadaan dan Peran Pengadilan Pajak dalam Memberikan
Keadilan Substantif Kepada Wajib Pajak, Jurnal Selisik Volume 6 Nomor 1

Ispriyarso, Budi. (2019). Penyatuan Pembinaan Pengadilan Pajak, Administrative Law


and Governance Journal Volume 2 Issue 4

Mahfud MD. (2015). Aspek Hukum Negara dan Administrasi Negara Kelembagaan
Pengadulan Pajak, Jurnal Hukum dan Peradilan, Volume 4, Nomor 3: hal 351-360

Permadi, Restu, dkk. (2020), Tinjauan Hukum Kemandirian Dan Independensi


Mahkamah Agung Didalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia, Jurnal Pembangunan
Hukum Indonesia Volume 2, Nomor 3, halaman 399-415

Sartono, (2015). Kemandirian dan Kebebasan Hakim Pengadilan Pajak Dalam


Memeriksa dan Memutus Sengketa Pajak Sebagai Bentuk Penegakan Hukum. (Disertasi
Doktoral. Universitas Jayabaya) diakses dari
http://repo.jayabaya.ac.id/1820/1/DISERTASI%20-
%20SARTONO.pdf tanggal 30 Oktober 2022

Sumulang, Kristendo. (2019). Kedudukan Pengadilan Pajak Dalam Sistem Peradilan Di


Indonesia, Lex Administratum, Vol. VII/No. 4

Wedhasari, Ratih dan I Wayan Parsa. (2021). Independensi Pengadilan Pajak Dalam
Sistem Kekuasaan Kehakiman Di Indonesia, Jurnal Kertha Negara Vol. 9 No. 3, 154-163

2) BUKU

Hary Djatmiko. (2016). Problematika Sengketa Pajak dalam mekanisme Peradilan Pajak
di Indonesia, Jakarta: Biro Hukum dan Humas Mahkamah Agung.

Hidayah, Khoirul. (2019). Penyelesaian Sengketa Pajak: Konsep dan Konstruksi


Pengaturan Mediasi di Indonesia, Malang : Setara Press.

Pudyatmoko, Y Sri. (2015). Memahami Keadilan di Bidang Pajak. Yogyakarta : Cahaya


Atma Pustaka

Ritonga, A. Anshari.. (2017). Tinjauan Hukum Pajak Sebagai Ilmu Hukum Bersifat
Khusus-Tambahan Penjelasan Pengantar Ilmu Hukum Pajak & Perpajakan Indonesia).
Jakarta: Pustaka El Manar.

Saidi, M Djafar. (2013). Hukum Acara Peradilan Pajak. Jakarta : Rajawali Press
Sina CH, I. (2018). Politik Hukum Jaminan Kemerdekaan Kekuasaan Kehakiman Di
Indonesia. Universitas Gadjah Mada.

Sulistiyono, Adi. 2018. Sistem Peradilan di Indonesia Dalam Teori dan Praktik. Depok:
Prenadamedia Group.

Supandi. (2016). Keberadaan Pengadilan Pajak Dalam Sistem Peradilan


Nasional Indonesia. Bandung: PT. Alumni.

Anda mungkin juga menyukai