Anda di halaman 1dari 5

1.

Jelaskan makna nilai Materialisme dan Spiritualisme kemudian sebutkan contoh kegiatan
bisnis yang menunjukkan perbedaan penerapan kedua nilai ini dalam kegiatan berbisnis.

Spiritualisme berasal dari kata Spiritus(bahasa latin) yang berarti pernafasan, kehidupan,
sukma, jiwa. Pada awalnya “Spirituit”,diartikan sebagai semua unsur yang menghidupi dan
memberikan energi kepada alam semesta. Kadang-kadang “Spirit”, diartikan sebagai sesuatu
yang bersifat imateriel yang mempunyai kesadaran dan kehendak, serta kecerdasan.
Spiritualisme merupakan suatu ajaran yang menyatakan bahwa realistas mutlak dalam alam
semesta adalah jiwa, yang menjadi dasar alam semesta dan memberikan penjelasan secara
rasional. Kadang-kadang spiritualisme dipergunakan untuk menunjuk pada pandangan
idealistis, bahwa tidak ada yang ada kecuali suatu kehidupan mutlak dan kehidupan-
kehidupan yang terbatas.

Materialisme adalah ajaran yang menekankan keunggulan faktorfaktor material atas yang
spiritual dalam metafisika, teori nilai, epistemologi atau penjelasan historis.3 Namun
demikian ada beberapa pengertian tentang sifat dari materialisme ini antara lain: (1)
keyakinan bahwa tidak ada sesuatu selain materi yang sedang bergerak, tetapi pikiran
sungguh-sungguh ada karena adanya perubahan-perubahan material dan tidak bergantung
sama sekali pada materi. (2) materi dan alam semesta tidak mempunyai karakteristik-
karakteristik pikiran. (3) pelaku-pelaku imaterial tidak ada. (4) setiap perubahan mempunyai
sebab material. (5) materi dan aktifitasnya bersifat abadi. (6) tidak ada kehidupan dan tidak
ada pikiran yang kekal, semua gejala berubah

Dalam sejarah manusia ada dua falsafah yang dapat menguasai dan mendominasi kebanyakan
manusia, yakni falsafah materialisme yang berorientasi pada materi saja, dan falsafah
spiritualisme yang hanya berorientasi pada rohani saja.

Orang-orang yang berorientasi materi terdiri atas orang-orang ateis, komunis, animisme, dan
berhalaisme hidup untuk dunianya saja. Mereka melepaskan kehendak nalurinya dan tak
pernah puas. Bila terpenuhi satu keinginan, muncul keinginan baru, dan begitu seterusnya.
Syahwat manusia, bila sudah terbakar, akan menyeret dari sedikit ke yang banyak, dari
banyak ke yang terbanyak.

Mereka hidup di dunia ini dalam keadaan kosong. Jiwanya dikuasai nafsu, menghalalkan
segala cara untukmendapatkan apa yang diinginkan. Sementara falsafah spiritualisme yang
didasarkan pada kerahiban berpandangan bahwa pengabdian kepada Tuhan harus menekan
naluri seks, mengikis habis pendorong-pendorongnya, sekaligus mematikannya, yang juga
diatasi dengan mengurangi makan.

Budaya bisnis masih jauh panggang dari api dalam hal kesadaran etis dan moral. Paling tidak,
meruaknya kasus dan musibah-musibah beruntun belakangan ini dapat dilihat sebagai
indikator rendahnya pelaku bisnis menerapkan etika dan moralitas dalam bisnisnya.

Motivasi rendah
Dapat dikatakan, motivasi kaum pebisnis masih rendah, yakni tidak lebih mengejar
keuntungan dan laba semata. Malbisnis, seperti, illegal logging, trafficking (bisnis eksploitasi
manusia), korupsi, penimbunan barang, dan seenisnya, seakan membudaya.

Basis perilaku pebisnis saat ini umumnya adalah mendapatkan keuntungan demi keuntungan
itu sendiri. Bagi mereka, bisnis tidak akan eksis kecuali karena semata-mata keuntungan itu.
Karenanya, upaya apapun dalam mengejar dan menumpuk keuntungan mesti dilakukan.
Mengutip bahasa De George, inilah ‘mitos bisnis amoral’ yang cendrung menjadi pijakan
filosofis dan perilaku umum kaum pebisnis.

Tidak mengherankan, bila nilai-nilai etis dan moral dipertautkan dengan bisnis, akan
terdengar nada sumbang dan pesimisme. Dalam bahasa lain, bagi pebisnis, bisnis tidak ada
urusannnya dengan nilai-nilai moral dan etika. Bisnis dan etika merupakan ruang dan kamar
yang berbeda, dan sama sekali tidak relevan membicarakan nilai-nilai etis, moral, dan
spiritualitas dalam bisnis. Benarkah keuntungan bisa didapat hanya lewat tipu-menipu, culas,
curang, menindas hak-hak orang lain, mengurangi takaran dan mengabaikan nilai etis?
Bisakah kita kaya harta sambil kaya hati? Bisakah bisnis sukses dan mendapatkan laba
dengan tetap istiqamah kepada nilai agama atau spiritualitas?

Kekosongan jiwa
Rollo May dan para ahli kejiwaan umumnya di Amerika, meyakini betul determinan pokok
pasien-pasien gangguan jiwa yang berjubel di kliniknya, adalah kosongnya jiwa mereka dari
nilai-nilai fundamental tentang hidup. Yaitu suatu vitalitas untuk memaknai hidup dalam
kerangka dan tujuan kebaikan yang lebih luas. Inilah kerangka dan paradigma baru yang bisa
kita tawarkan kepada kaum pebisnis. Yaitu keniscayaan bagi pelaku bisnis untuk menata
ulang paradigma dan filosofi langkah bisnis mereka, Mereka perlu menata ulang visi, misi
dan komitmen diri. Pebisnis perlu nawaitu baru untuk membenahi basis penilaian kesuksesan
perusahaan, sistem apresiasi gaji dan prosedur kelayakan perizinan yang manusiawi.

Filosofi mendasar untuk ditancapkan sebagai akar paradigma kemanusiaan, sekaligus pondasi
paradigma dunia bisnis adalah tidak perlu biaya untuk menjadi pebisnis yang baik. Tidak
perlu penambahan angka dalam cashflow untuk tampil sebagai perusahaan yang baik dan
benar. Dalam bahasa Nabi Muhammad SAW, tidak ada ruginya menjadi manusia yang baik
dan santun. Dan penilaian manusia, sejatinya semata-mata didasarkan pada kualitas
pengabadian dan karya-karyanya bagi kemanusiaan.

Karena itu, setiap tawaran paradigma baru dalam bisnis, tetap harus dalam kerangka dan
filosofi dasar cara pandang ekonomi. Yaitu, bahwa manusia sebagai makhluk ekonomi, akan
terus melakukan barter, transaksi barang ataupun jasa.

Pebisnis yang baik tetap akan mendapatkan keuntungan dan laba. Ungkapan lugasnya, kaum
pebisnis tetap harus setia kepada motivasi dasar Karl Marx tentang kapitalisme dan
materialismenya. Namun, prinsip kreasi dan inovasi prinsip mendasar pesatnya rekayasa dan
perkembangan teknologi modern nilai-nilai (values) dalam perusahaan tetap harus dilakukan.

Artinya, sah-sah saja para pebisnis berupaya membukukan laba sebesar-besarnya di akhir
tahun buku perusahaannya.

Namun, saat bersamaan, prinsip nilai-nilai kebaikan yang lebih luas dan pengabdian kepada
nilai-nilai kemaslahatan bersama tetap diprioritaskan. Danah Zohar dan Ian Marshall, penulis
kecerdasan spiritual menyebutnya ‘modal spiritual (spiritual capital)’ di luar modal materi
dan modal sosial.

2. Mengapa perilaku bisnis pada hakikatnya harus diarahkan untuk memuliakan sumber daya
alam ( SDA) dan memberdayakan sumber daya manusia? Jelaskan pendapat Anda

Sumber Daya Manusia (SDM) adalah individu produktif yang bekerja sebagai penggerak
suatu organisasi, baik itu di dalam institusi maupun perusahaan yang memiliki fungsi sebagai
aset sehingga harus dilatih dan dikembangkan kemampuannya. Sumber Daya Manusia
(SDM) merupakan suatu hal yang sangat penting dan harus dimiliki dalam upaya mencapai
tujuan organisasi atau perusahaan. Sumber daya manusia merupakan elemen utama
organisasi dibandingkan dengan elemen sumber daya yang lain seperti modal, teknologi,
karena manusia itu sendiri yang akan mengendalikan faktor lain.

Sumber Daya Manusia merupakan faktor yang ikut terlibat secara langsung dalam
menjalankan kegiatan perusahaan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Perusahaan
yang baik dan memiliki citra positif di mata masyarakat tidak akan mengabaikan aspek
pengembangan kualitas SDM. Manusia sebagai penggerak perusahaan merupakan faktor
utama karena eksistensi perusahaan tergantung pada manusia-manusia yang terlibat
dibelakangnya. Pentingnya memuliakan SDM berupaya untuk menjaga kestabilan dan
kemampuan SDM di dalam perusahaan.

Begitu juga dengan penggunaan sumber daya alam, penggunaan yang dilakukan dengan
bijaksana dan sesuai kebutuhan perlu diterapkan agar hal ini menimbulkan kesadaran bagi
manusia yang bergantung pada hasil alam untuk selalu menjaga kelestarian sumber daya alam
agar dapat digunakan kembali dan keseimbangan sumber daya alam tetap terjaga.

Sumber daya alam (SDA) memegang peran penting dalam menunjang keberlangsungan
hidup di muka bumi. Setiap makhluk hidup, termasuk manusia bergantung pada sumber daya
alam untuk memenuhi kebutuhan hidup. Memanfaatkan sumber daya alam
sebaiknya adalah sesuai dengan kebutuhan dan dengan memperhatikan kelangsungan sumber
daya alam. Sumber daya alam yang berlimpah dapat kita manfaatkan untuk memenuhi
kebutuhan manusia dan kita kelola secara bijaksana.

Begitu pula dengan sumber daya manusia yang berpendidikan, terlatih dan berpotensi tinggi
lebih dibutuhkan oleh perusahaan untuk membantu keberhasilan kegiatan perusahaan, sumber
daya manusia berperan peting dalam perusahaan dalam keberhasilan kerja dan peningkatan
kualitas perusahaan dalam menyediakan barang atau jasa yang dibutuhkan konsumen.
Referensi:

Raharja, Sam’un Jaja, dkk. (2020). Filsafat Bisnis. Tangerang Selatan: Universitas Terbuka.

Soewartoyo, dkk, (2009). POTENSI SUMBER DAYA ALAM DAN PENINGKATAN


KUALITAS SUMBER DAYA MANUSIA DI KAWASAN ~SYARAKAT PESISIR,
KABUPATE~ BANGKA. Jurnal Kependudukan Indonesia, IV(2).
file:///C:/Users/HP/Downloads/185-499-1-SM.pdf

Nancy, Yonanda. (2021). “Cara Menjaga & Memanfaatkan Sumber Daya Alam (SDA) Serta
Contohnya” https://tirto.id/cara-menjaga-memanfaatkan-sumber-daya-alam-sda-serta-
contohnya-gjDc

Kurnisar. (2015). NILAI ANTINOMI NILAI SPIRITUALISME – NILAI


MATERIALISME. JURNAL BHINNEKA TUNGGAL IKA, 2(1).
file:///C:/Users/HP/Downloads/4558-9925-1-PB.pdf

Anda mungkin juga menyukai