Anda di halaman 1dari 25

BAB III

DASAR SISTEM KONTROL

III.1. Sistem Kontrol

Sistem kontrol adalah proses pengaturan ataupun pengendalian terhadap

satu atau beberapa besaran (variabel, parameter) sehingga berada pada suatu

harga atau dalam suatu rangkuman harga (range) tertentu. Dalam, istilah lain

disebut juga teknik pengaturan, sistem pengendalian atau sistem pengontrolan.

Ditinjau dari segi peralatan, sistem kontrol terdiri dari berbagai susunan

komponen fisis yang digunakan untuk mengarahkan aliran energi ke suatu mesin

atau proses agar dapat menghasilkan prestasi yang dIIInginkan.

Tujuan utama dari suatu sistem pengontrolan adalah untuk mendapatkan

optimisasi dimana hal ini dapat diperoleh berdasarkan fungsi daripada sistem

kontrol itu sendiri, yaitu: pengukuran (measurement), membandingkan

(comparison), pencatatatan dan perhitungan (computation), dan perbaikan

(correction).

Secara umum sistem kontrol dapat dikelompokkan sebagai berikut:

1. Dengan operator (manual) dan otomatik.

2. Jaringan tertutup (closed loop) dan jaringan terbuka (open loop).

3. Servo dan regulator.

4. Menurut sumber penggerak: elektris, pneumatis (udara, angin), hidraulis

(cairan), dan mekanis.


Pengontrolan secara elektrik dan pneumatik atau kombinasinya lebih

banyak ditemukan dalam industri maupun aplikasi teknis lainnya. Hal ini

disebabkan beberapa kelebihan yang diberikannya yaitu pemakaian daya yang

lebih kecil, kemampuan untuk pengontrolan jarak jauh, lebih mudah diperoleh dan

responsnya lebih cepat. Disamping itu dimensi peralatan dapat dibuat lebih kecil.

III.1.1. Manual dan Otomatis

Pengontrolan secara manual adalah pengontrolan yang dilakukan oleh

manusia yang bertindak sebagai operator, sedang pengontrolan secara otomatis

adalah pengontrolan yang dilakukan oleh mesin-mesin atau peralatan yang bekerja

secara otomatis dan operasinya dibawah pengawasan manusia. Pengontrolan

secara manual banyak ditemukan dalam kehidupan sehari-hari seperti pada

penyetelan suara radio, televisi, pengaturan cahaya televisi, pengaturan aliran air

melalui keran, pengaturan kecepatan kendaraan, dan lainnya.

Pengontrolan secara otomatis banyak ditemui dalam proses industri,

pengendalian pesawat, pembangkit tenaga listrik. Sebagai contoh adalah

pengaturan aliran, temperatur dan tekanan dengan menggunakan katup pengatur,

pengontrolan suhu ruangan oleh thermostat, pengontrolan daya listrik oleh relay,

circuit-breaker (pemutus atus).

III.1.2. Jaringan Terbuka dan Tertutup

Sistem terbuka adalah sistem kontrol dimana keluaran tidak memberikan

efek terhadap besaran masukan, sehingga variabel yang dikontrol tidak dapat

dibandingkan terhadap harga yang dIIInginkan seperti Gambar 3.1.


x Sistem y
G(s)

Gambar 3.1. Sistem Kendali Terbuka

Dimana: X = Sinyal Masukan

Y = Sinyal Keluaran

Hubungan antara fungsi masukan, fungsi alih sistem dan fungsi keluaran :
Y
=G
X

Sistem kontrol dengan jaringan tertutup adalah sistem pengontrolan

dimana besaran keluaran memberikan efek terhadap besaran masukan sehingga

besaran yang dikontrol dapat dibandingkan terhadap harga yang di inginkan

melaui alat pencatat (indicator atau recorder) seperti pada Gambar 3.2.

Selanjutnya perbedaan harga yang terjadi antara besaran yang dikontrol dan

penunjukan alat pencatat digunakan sebagai koreksi yang pada gilirannya akan

merupakan sasaran pengontrolan. Sistem kontrol tertutup mempunyai banyak

keunggulan dibanding sistem kontrol terbuka, yaitu mempunyai tingkat ketepatan

yang lebih tinggi, dan tidak peka terhadap gangguan, dan perubahan pada

lingkungan.
E=x-z
x
+ y
Sistem
G(s)
-

z= Hy

Umpan Balik
H(s)

Gambar 3.2. Sistem Kendali Tertutup

Hubungan antara fungsi masukan, fungsi alih sistem, fungsi umpan balik

dan fungsi keluaran :

Z = HY, mempunyai nilai negatif dan harus dikurangkan dari tegangan masukan

sehingga menghasilkan masukan pada penguat itu sebesar

E=X=Z

Y
G =
E

= Y
Y
G  HY

= Y
Y  GHY
G

Y G
=
X 1  GH
III.I.3. Servo dan Regulator

Sebuah regulator adalah bentuk lain daripada servo.Istilah ini digunakan

untuk menunjukan sistem dalam mana terdapat harga “steady state” konstan untuk

sinyal masukan yang konstan. Perbedaan utama adalah bahwa pada regulator

diberikan sinyal tambahan (sinyal gangguan, u) sehingga akan menghasilkan

keluaran yang berbeda dengan servo seperti pada Gambar 3.3. Istilah regulator

diperoleh dari pemakaiannya mula-mula yaitu sebagai pengontrol kecepatan dan

tegangan, yang disebut pengatur kecepatan dan pengatur tegangan.

Pada servo dIIInginkan: r (t)  c(t)  1;

sedang pada regulator r(t)  c(t)


u 0
dIIInginkan:

r(t) c(t) r(t) c(t)


SERVO REGULATOR

c(t) r(t)  c(t)


r(t)  1 u 0

(a) servo (b) regulator

Gambar 3.3. Servo dan Regulator

Dimana: r(t) = Sinyal Referensi Masukan

c(t) = Sinyal Referensi

Keluaran u = Gangguan
Pada regulator, efek gangguan ini perlu dikompensasi agar harga keluaran

tetap sama dengan masukan, dari persamaan diatas:

r(t)  c(t)
 0; sehingga yang akan diperoleh adalah,
u

r(t) - c(t)  0 atau

r(t) = c(t), yaitu masukan = keluaran

III.2. Karakterstik Sistem Kontrol

Beberapa karakteristik penting dari sistem kontrol otomatik adalah sebagai

berikut:

1. Sistem kontrol otomatik merupakan sistem dinamis (berubah terhadap

waktu) yang dapat berbentuk linear maupun non linear. Secara matematis

kondisi ini dinyatakan oleh persamaan-persamaan yang berubah terhadap

waktu, misalnya persamaan differensial linear maupun tidak linear.

2. Bersifat menerima informasi, memprosesnya, mengolahnya dan kemudian

mengembangkannya.

3. Komponen yang membentuk sistem kontrol ini akan saling mempengaruhi

(berinteraksi).

4. Bersifat mengembalikan sinyal ke bagian masukan (feedback) dan ini

digunakan untuk memperbaiki sifat sistem. Karena adanya pengembalian

sinyal ini (sistem umpan balik) maka pada sistem kontrol otomatik selalu

terjadi masalah stabilisasi.


III.3. Pemakaian Sistem Kontrol

Pemakaian sistem kontrol otomatik banyak ditemui dalam kehidupan

sehari-hari baik dalam pemakaian langsung maupun tidak langsung.

Pemakaian sistem kontrol ini dapat dikelompokkan sebagai berikut:

1. Pengontrolan proses: temperatur, aliran, tekanan, tinggi permukaan cairan,

viskositas. Misalnya pada industri kimia, makanan, tekstil, pengilangan dan

lain-lain.

2. Pembangkit tenaga listrik (pengontrolan distribusi tenaga).

3. Pengontrolan numerik (numerical control, N/C): pengontrolan operasi yang

membutuhkan ketelitian tinggi dalam proses yang berulang-ulang. Misalnya:

pengeboran, pembuatan lubang, tekstil, pengelasan.

4. Transportasi: elevator, escalator, pesawat terbang, kereta api, conveyor (ban

berjalan), pengendalian kapal laut dan lain-lain.

5. Servomekanis.

6. Bidang non teknis, seperti: ekonomi, sosiologi, dan biologi.

Berikut ini adalah diagram blok dari proses pengontrolan level dengan

menggunakan differential pressure transmitter, ialah:

Set Point

In Put + Out Put


Kontroller Katup Pneumatik Tangki Air
-

transmitter

Gambar 3.4. Diagram Blok Sistem Pengontrolan


Pada Gambar 3.4. bagian kontroller mempunyai summing junction dengan

tanda positif-negatif, di titik inilah langkah membandingkan dilakukan dengan

mengurangi besaran set point dengan sinyal measurement variable, hasilnya

adalah sinyal yang disebut error.

Hampir semua sistem pengendalian selalu dimulai dengan menampilkan

blok diagram sistem pengontrollan otomatis. Secara umum elemen sistem

kontrolnya, ialah:

1. Feedback adalah sistem pengendali otomatis yang mempunyai dua

summing junction yaitu positif feedback dan negatif feedback.

2. Proses (process) adalah tatanan peralatan yang mempunyai suatu fungsi

tertentu. Input proses dapat bermacam-macam, yang pasti ia merupakan

besaran yang dimanipulasi oleh final control element atau control valve

agar measurement variable sama dengan set point. Input proses ini juga

disebut manipulated variable.

3. Transmitter adalah alat yang berfungsi untuk membaca sinyal sensing

element, dan mengubahnya menjadi sinyal yang dapat dimengerti oleh

kontroller.

4. Set point adalah besaran proses variabel yang dikehendaki. Sebuah

kontroller akan selalu berusaha menyamakan controlled variable dengan

set point.

5. Error adalah selisih antara set point dikurangi measured variable. Error

bisa negatif dan bisa juga positif. Bila set point lebih besar dari measured

variable, error akan menjadi positif, sebaliknya bila set pointnya lebih

kecil dari measured variable, error menjadi negatif.


6. Kontroller adalah elemen yang mengerjakan tiga dari empat tahap langkah

pengendalian, yaitu membandingkan set point dengan measurement

variable, menghitung berapa banyak koreksi yang perlu dilakukan, dan

mengeluarkan sinyal koreksi sesuai dengan hasil perhitungan tadi,

kontroller sepenuhnya menggantikan peran manusia dalam mengendalikan

sebuah proses.

III.4. Transduser

Transduser (transducer) adalah sebuah alat yang mengubah satu bentuk

daya menjadi bentuk daya lainnya untuk berbagai tujuan termasuk pengubahan

ukuran atau informasi. Transduser bisa berupa peralatan listrik, elektronik,

elektromekanik, elektromagnetik, fotonik. Dalam pengertian yang lebih luas,

transduser kadang-kadang juga didefinisikan sebagai suatu peralatan yang

mengubah suatu bentuk sinyal menjadi bentuk sinyal lainnya. Pada umumnya

adalah mengubah besaran-besaran fisis tersebut menjadi besaran listrik; misalnya:

tekanan, temperatur, aliran, posisi, dan lain-lain. Contoh yang umum adalah

pengeras suara (audio speaker), yang mengubah beragam voltase listrik yang

berupa musik atau pidato, menjadi vibrasi mekanis. Contoh lain adalah mikrofon,

yang mengubah suara kita, bunyi, atau energi akustik menjadi sinyal atau energi

listrik

Transduser atau sensor adalah salah satu bagian dari komponen sistem

pengaturan. Sensor yang digunakan sebagai elemen yang langsung mengadakan

kontak dengan yang diukur; sedang transduser berfungsi untuk mengubah besaran

fisis yang diukur menjadi besaran fisis lainnya.


III.5. Alat-alat Kontrol

Jika sebuah sistem kontrol adalah stabil dan hanya memerlukan perbaikan

respons (misalnya mengurangi atau menghilangkan ess (penyimpangan dalam

keadaan mantap) atau memperbesar kecepatan respons) maka yang dilakukan

adalah penggunaan alat-alat kontrol dari jenis P (proportional), I (integral), atau

D (differential).

Jenis-jenis Alat kontrol ini terdiri dari :

a. Alat kontrol tipe P (proporsional)

b.Alat kontrol tipe I (integral)

c.Alat kontrol tipe D (differensial)

kontroller Proporsional, Integral, dan differensial dalam prakteknya dapat

digabung menjadi satu kontroller yang disebut kontroller Proportional plus

Integral plus Derivative ( P + D + I).

II.5.1. Alat Kontrol Tipe Proporsional (Proportional Control)

Pada jenis ini terdapat hubungan kesebandingan antara keluaran terhadap

kesalahan, yaitu:

m(t) = K e(t), dimana K disebut konstanta kesebandingan.

Pertambahan harga K akan menaikkan penguatan sistem e ss (penyimpangan

dalam keadaan mantap). Pemakaian alat kontrol jenis ini saja sering tidak

memuaskan karena penambahan K selain akan membuat sistem lebih sensitif,


tetapi juga cenderung mengakibatkan ketidakstabilan. Disamping itu pertambahan

K adalah terbatas dan tidak cukup untuk mencapai respons sampai suatu harga

yang dIIInginkan.

Kenyataannya dalam usaha mengatur harga K terdapat keadaan-keadaan

yang bertentangan. disatu pihak dIIInginkan mengurangi e ss sebanyak mungkin,

tetapi hal ini akan mengakibatkan osilasi bagi respons yang berarti memperlama

”settling-time”, sedang di pihak lain respons terhadap setiap perubahan masukan

harus terjadi secepat mungkin tetapi dengan lonjakan dan osilasi sekecil mungkin.

Respons yang cepat memang dapat diperoleh dengan memperbesar K, tetapi hal

ini juga akan mengakibatkan ketidakstabilan sistem.

Untuk mengatasi masalah-masalah ini, alat pengontrol yang akan

digunakan harus mempunyai persyaratan berikut:

a. Penguatan yang tinggi pada frekuensi-frekuensi yang sangat rendah (untuk

mengurangi kesalahan-kesalahan)

b. Penguatan yang tinggi pada frekuensi-frekuensi tinggi (yakni dengan

secepatnya mengikuti perubahan masukan bila laju perubahan transien adalah

yang paling cepat). Hal ini perlu untuk menjamin respons yang cepat.

c. Pada frekuensi-frekuensi menengah (yakni dalam bagian terakhir respons

transien dan sebelum “on set” (kondisi-kondisi mantap) penguatan sebaiknya

cukup rendah agar terjamin respons yang tidak mengalami lonjakan yang

berlebihan dan juga setiap kecenderungan berosilasi akan diredam dengan

cepat.
III.5.2. Alat Kontrol Tipe Integral (I)

Alat kontrol jenis ini (integral control, I) dimaksudkan untuk

menghilangkan kesalahan posisi dalam kondisi mantap (steady position error)

tanpa mengubah karakteristik-karakteristik frekuensi tinggi dan hal ini dapat

dicapai dengan memberikan penguatan tak terhingga pada frekuensi nol yakni

pada kondisi mantap.

Alat kontrol ini biasanya digunakan bersama tipe P dan D, namum dalam

hal-hal dimana kecepatan respons dan ketidakstabilan bukan merupakan masalah,

tipe P +I adalah cukup. Walaupun demikian, penambahan tipe P perlu mendapat

perhatian karena efeknya mengurangi kestabilan yakni karena mengakibatkan

bertambahnya keterlambatan fasa (phase-lag).

Alat kontrol jenis I dapat berupa peralatan pneumatik, hidraulik,

elektronik. Bagian integral (I) menunjukkan bahwa tindakan pengontrolan akan

terus bertambah selama terjadi kesalahan dan bila sinyal penggerak (actuating

signal, m(t)) yang cukup telah terakumulir, maka sinyal e(t) akan menurun

menuju nol. Melalui pemilihan komponen rangkaian yang tepat, lokasi frekuensi

nol dan frekuensi pojok dapat direncanakan agar pengontrolan secara integral (I)

hanya efektif pada frekuensi-frekuensi rendah sedang tipe P nya memiliki

penguatan yang konstan serta menghasilkan kestabilan pada frekuensi menengah

dan frekuensi yang lebih tinggi.

III.5.2. Alat Kontrol Tipe Differnsial (D)

Alat kontrol jenis ini (disebut juga “rate-control”) digunakan untuk

memperbaiki atau mempercepat prestasi respons transien sebuah sistem kontrol.


Alat ini selalu disertai oleh tipe P, sedang tipe I hanya digunakan bila diperlukan.

DIIIkut sertakannya tipe D ini sebagai alat kontrol memberikan efek menstabilkan

sistem dengan cara memperbesar “phase-lead” terhadap penguatan loop kontrol

yakni dengan mengurangi “phase-lead” terhadap penguatan loop kontrol yakni

dengan mengurangi “phase-lag” penguatan tersebut.

Alat kontrol ini sangat bermanfaat sebab responnya terhadap laju

perubahan kesalahan menghasilkan koreksi yang berarti sebelum kesalahan

tersebut bertambah besar, jadi efeknya adalah menghasilkan tindakan

pengontrolan yang cepat. Hal ini sangat penting bagi sistem kontrol yang

perubahan bebannya terjadi secara tiba-tiba, karena dapat menghasilkan sinyal

pengontrol selama kesalahan (error) berubah. Karena tipe D ini melawan

perubahan-perubahan yang terjadi dalam keluaran yang dikontrol, efeknya adalah

menstabilkan sistem loop tertutup dan ini dapat meredam osilasi yang mungkin

terjadi.

Penting diperhatikan bahwa tipe D ini tidak dapat dipakai secara tersendiri

karena tidak akan memberi jawaban (respons) terhadap suatu kesalahan dalam

kondisi mantap. Dengan demikian alat ini harus digabung dengan tipe P atau

P + I, sehingga konfigurasi atau bentuknya adalah P + D atau P + D + I


III.6. Differential Pressure Transmitter

Differential pressure transmitter (transmitter beda tekanan) kerap kali

dipakai untuk mengukur tekanan. Bila sebuah bejana ditutup atau kedap udara,

tekanan dasar (P) berubah tidak hanya menurut tinggi permukaan cairan (h), tetapi

juga pada tekanan fase gas (P G ) seperti Gambar 3.1.

PG
P = PG + ph

h
p
P

Gambar 3.6. Pengukuran Dengan Tekanan Dasar

Tekanan hidrostatik pada dasar suatu bejana tergantung pada berat jenis

dan ketinggian cairan. Tekanan ini di ukur dengan manometer, pada bejana

tertutup dan bertekanan, yang di ukur adalah beda tekanan antara dasar bejana dan

ruang di atas cairan.


Karena itu, tinggi permukaan cairan (h) tidak dapat didapat hanya dengan

mengukur tekanan dasar (P). Seperti pada Gambar 3.2 tinggi permukaan cairan (h)

didapatkan dengan beda tekanan antara tekanan fase gas (P G ) dan tekanan (P2),

jadi:

PG
P1 = P2

P2 = PG + ph

(P2 - P1) = ph h
p
P1 P2

Gambar 3.7. Pengukuran Dengan Beda Tekanan

Cara ini tergantung pada berat jenis. Elemen perasa dari detektor ini

adalah diafrakma. Detektor ini tidak mempunyai batang pemuntir dengan gerak

memuntir, melainkan hanya mempunyai batang lentur yaitu batang penghubung

yang menghubungkan diafrakma dengan batang gaya. Detektor beda tekanan

terdiri dari dua ruangan yaitu ruang tekanan tinggi dan ruang tekanan rendah.

Untuk level transmitter, ruang tekanan tinggi di hubungkan dengan tekanan cairan

pada bejana, sedangkan ruang tekanan rendah di hubungkan dengan tekanan uap

pada bejana.
Untuk pengukur permukaan cairan ini, bila terdapat uap yang dapat

mengembun pada fase gas, kondesat berkumpul di dalam pipa penyalur dibagian

tekanan rendah, jadi tidak memungkinkan pengukuran yang teliti.

Dalam hal ini, metoda yang dipakai adalah dengan mengisi lebih dulu pipa

penyalur dengan cairan yang secara kimia bersifat stabil dan tidak berpengaruh

buruk terhadap proses, cairan itu disebut sealing liquid. Alat pengukuran itu

dilengkapi dengan seal pot seperti pada Gambar 3.8.

PG
Seal pot
Sealing liquid h1

h2

P1 P2
p

Gambar 3.8. Pengukuran Dengan Menggunakan Sealing Liquid

Tekanan tinggi sealing liquid ditambahkan pada tekanan P G .

P 1= P G+  S (h 1 + h 2 )

Dimana: s = kerapatan sealing liquid

Juga: P 2 = P G +  h
Beda tekanan didapatkan sebagai berikut:

P=P2-P1

= h+  S (h 1 + h 2 )

Bila kerapatan sealing liquid (  S ) dan tinggi (h 1 + h 2 ) diketahui, tinggi

permukaan cairan (h 2 ) didapatkan dengan cara mengukur beda tekanan.

Dengan kata lain, sistem tersebut bekerja dimana perbedaan tekanan antara

fasa uap dan bagian terendah dari cairan diukur oleh differential pressure

transmitter dan selanjutnya diperoleh permukaan cairan.

Differensial tersebut memindahkan perbedaan tekanan yang diukur ke


2
dalam suatu sinyal pneumatik (0,2 sampai 1,0 kg/cm ) atau sinyal listrik (4

sampai 20 mA) dan memancarkannya ke kontroller, indikator dan lain sebagainya

dalam ruang kendali.

Cairan-cairan proses mempunyai kecenderungan untuk berubah menjadi

padatan pada waktu di dinginkan ataupun apabila ia mengandung pertikel-partikel

dan karenanya mempunyai kecenderungan untuk terjadinya penyumbatan,

digunakan suatu differential pressure transmitter yang di pasang pada flensa.

Karena transmitter ini dipasang langsung flensa dari bejana, maka tidak di

butuhkan suatu jalur dan hal ini akan membantu mencegah terjadinya

penyumbatan. Bagaimanapun juga tipe ini mempunyai satu cacat yaitu tidak dapat

dilaksanakan suatu zero adjustment atau pelepasan dari transmitter tersebut,

kecuali bejana tersebut di kosongkan dengan cara shut down dari pabrik.

Transmitter beda tekanan melakukan fungsi, beda tekanan dan konversi

beda tekanan di deteksi dalam bentuk sinyal listrik atau pneumatik bersama-sama

dengan transmisi sinyal.


III.7. Prinsip Kerja Differential Pressure Transmitter

Transmitter merupakan alat atau kelanjutan dari sensor. Dimana

transmitter ini dapat merubah sinyal proses yang diterima oleh detektor diubah

menjadi sinyal listrik serta mengirimkan sinyal tersebut ke alat penerima seperti

pencatat (recorder), pengatur dan penunjuk.

Differential pressure transmitter mempunyai hubungan-hubungan ke tekanan

rendah dan tinggi seperti pada Gambar 3.4. Tekanan tinggi (HP) dan tekanan

rendah (LP) diterima oleh membran penyekat (seal diaphragm). Bagian dalam

dari membran penyekat (seal diaphragm) tekanan tinggi dan tekanan rendah dIIIsi

dengan cairan silikon. Tekanan yang diukur pada bagian tekanan tinggi mendesak

dirinya sendiri pada membran bagian tekanan tinggi dan menekan membran

tersebut. Pada waktu membran tersebut tertekan, bagian dalam isian silikon

bergerak maju mengenai bagian pengembus (bellows) oleh sejumlah tekanan

sehubungan dengan gerakan membran tersebut. Pengembus tersebut mengembang

mengenai bagian bertekanan rendah (LP) oleh sejumlah pergerakan dari isian

silikon tersebut. Sementara itu, tekanan yang terukur pada bagian bertekanan

rendah (LP) juga akan mendesak dirinya sendiri pada membran bertekanan rendah

(LP) dan menekan pengembus tersebut dari bagian luar. Bagian puncak

pengembus tersebut bergerak ke bagian bertekanan rendah (LP) dan pengembus

tersebut berhenti mengembang. Dengan bergeraknya panjang bagian puncak dari

pengembus, maka lengan pemuntir tersebut akan bergerak ke kiri dan memutar

batang pemuntir tersebut. Pergerakan batang pemuntir ini diubah ke dalam suatu

sinyal listrik atau sinyal pneumatik untuk kemudian dipancarkan.


Keterangan:

1. Diafrakma Penyekat

(Seal Diaphram)

2. Isi Silikon

(Silicon Fill)

3. Pengembus

(Bellows)

4. Diafrakma Penyekat

(Seal Diaphram)

5.Lengan Pemuntir

(Torque Arm)

6. Isi Silikon

(Silicon Fill)

7. Batang Pemuntir

(Torque Rod)

Gambar 3.9. Skematik Potongan Meterbodi sebuah Transmitter

Setelah itu bagian pengirim, akan mengubah gerak-gerak mekanik detektor

ke dalam bentuk sinyal pneumatik. salah satu contoh dari bagian pengirim
transmitter pneumatik adalah transmitter gaya seimbang (Force Balance

Transmitter) seperti pada Gambar 3.10.

Prinsip kerja dari transmitter gaya seimbang:

 Pergerakan dari batang pemuntir menghasilkan pergerakan maju-mundur

pada pengimbang utama. Bergeraknya pengimbang utama akan mengubah

kedudukan pembalik sehingga akan menjauhi dan mendekati pemancar.

 Bila pembalik menjauhi pemancar maka tekanan balik udara penggerak

diafrakma besar pada relai pilot akan berkurang dari sebelumnya.

Sebaliknya bila pembalik mendekati pemancar “tekanan balik” udara

penggerak diafakma besar pada relai pilot akan bertambah dari

sebelumnya.

 Berubahnya tekanan balik udara penggerak diafrakma besar pada relai

pilot akan mengubah kedudukan kerangan pilot pada relai untuk membuka

dan menutup.

 Bila kerangan pilot membuka maka tekanan udara instrumen out-put

menjadi bertambah, sebaliknya bila kerangan pilot menutup, tekanan udara

instrumen out-put menjadi berkurang. Dengan demikian penggerak dari

batang pemuntir akan menghasilkan perubahan pada tekanan udara

instrumen out-put.

 Udara instrumen out-put juga dikirim ke kapsul pengimbang balik.

 Tekanan udara instrumen out-put akan terus bertambah atau berkurang

sampai pengimbang utama mendapatkan gaya balas yang sama besar dari

kapsul pengimbang balik melalui pengimbang utama.


 Sekali gaya pada pengimbang utama sama dengan gaya pada pengimbang

kedua, maka tekanan udara instrumen out-put tidak berubah lagi.

Bagian-bagian utama dari transmitter ini adalah, sebagai berikut:

1. Penyetel titik nol (Zero Adjustment)

Digunakan untuk mendapatkan titik nol dari batasan operasi transmitter.

2. Pengimbang kedua (Secondary Beam)

Digunakan sebagai batang yang meneruskan gaya gerak balas terhadap gaya

gerak pengimbang utama.

3. Kapsul pengimbang balik (Rebalancing Capsule)

Merupakan kapsul yang berisi diafrakma penggerak pengimbang utama.

4. Pemancar (Nozzle)

Digunakan sebagai ruangan udara penggerak diafrakma besar pada relai

pilot.

5. Pembalik (Buffle)

Digunakan sebagai plat penutup.

6. Pembatas Beban Balik Berlebih (Reverse Overload Stop)

Merupakan ganjal pembatas gerak pengimbang utama (pada kedudukan

maksimum).

7. Pengimbang Utama (Primary Beam)

Merupakan batang penerus gerak-gerak mekanik setengah melingkar dari

batang pemuntir pada detektor.


8. Pipa-pipa Kapsul Pengimbang Balik (Capsule Tubing)

Digunakan untuk menyalurkan udara penghasil gaya gerak balas terhadap

gaya pengimbang utama.

9. Pipa untuk Pemancar (Nozzle Tubing)

Merupakan pipa penyalur udara untuk

pemancar.

10. Penyetel Batasan Lebar (Coarse Span- Adjustment)

Digunakan sebagai penyetel untuk memperlebar bidang gerak pengimbang

utama

11. Relai Pilot (Pilot Relay)

Digunakan sebagai kerangan pengatur tekanan udara instrumen dari

transmitter.

12. Penyetel Batasan Sempit (Find Span-Adjusment)

Digunakan sebagai penyetel unuk mempersempit bidang gerak pengimbang

utama.

13. Pegas Peninggi atau Penekan (Suppression atau Elevation Spring)

Digunakan untuk alat penyetel menaikkan skala perbandingan antara variabel

proses dengan tekanan udara instrumen output.


Keterangan:

1. Penyetel Tititk Nol

2. Pengimbang

Kedua

3. Kapsul

Pengimbang Balik

4. Pemancar

5. Pembalik

6. Pembatas Beban

Balik Berlebih

7. Pengimbang

Utama

8. Pipa Kapsul

Pengimbang Balik

9. Pipa untuk

Pemancar

10. Penyetel Batasan

Lebar

11. Penyetel Batasan

Sempit

12. Relai Pilot

13. Pegas

Peninggi atau

Penekan

Gambar 3.10. Skematik Pneumatik Transmitting Unit


Perbedaan tekanan didapat dari naik turunnya tinggi permukaan cairan

dalam bejana, perubahan tekanan ini sebanding dengan perubahan tinggi

permukaan. Pada industri, tekanan dapat diatur sesuai dengan yang dIIInginkan

oleh proses, dimana pada aplikasinya tekanan haruslah di jaga agar produksi yang

dihasilkan bagus dan tidak terbuang.

Perubahan tekanan tersebut akan dikalibrasikan pada saat akan digunakan.

Proses pengkalibrasian akan disesuaikan dengan tinggi bejana, massa jenis cairan

dan gravitasi.

Prinsip utamanya berdasarkan pengukuran beda tekanan yang dihasilkan

oleh perbedaan tekanan dari tinggi bejana yang akan diukur, tekanan yang

dihasilkan oleh cairan juga tergantung pada massa jenis, gravitasi bumi dan tinggi

permukaan.

Prinsip dari pressure transmitter ini menggunakan rumus fisika, yaitu

p =  gh, dimana: p = tekanan (Pa, atm)

 = massa jenis cairan 


kg 

3
 m 


g = gravitasi bumi 9.8 m
det

h = tinggi permukaan cairan (m,cm)

Untuk penggunaan di industri atau pabrik, massa jenis dari cairan berbeda,

ini dapat kita lihat dari tabel dibawah ini:


Tabel 3.1. Massa Jenis Cairan

Massa Jenis 
Jenis Cairan kg 
3 
 m 

Air 1 103

Es 0.92 103
Glyserol
1.26 103
Alkohol
0.76 103
Benzene
0.88 103
Air Raksa
2.14 104

Anda mungkin juga menyukai