Anda di halaman 1dari 11

DUKUNGAN

Suatu ketika disaat keadilan sudah menjadi kata punah. Ada kisah 3 pelajar
yang duduk di bangku smp. Ketiga pelajar tersebut kebetulan sedang
mengikuti ulangan harian matematika pada hari itu. penasaran dengan
kisahnya langsung saja simak ceritanya.
(para murid memasuki kelas)
Aan : edan tenan... hari ini ulangan matematika, wes siap aku
Ryan: buset, tumben An. Sak retiku koe ra seneng matematika blas
Aan: Siap kui maksudku siap mumet
Ryan: Walah, nek kui aku yo setuju
Aan: kalian udah belajar ? aku belum belum belajar soalnya, paham materi aja
engga
pandhu : buat apa belajar aku kan udah pinter matematika , ngerjain sambil
merem aja dapet nilai bagus
Aan: "Haduh, haduh... cah iki neh"
Ryan : siap sipaling
Aan : halah pinter e mtk doang
pandhu : lha apa gak trima?
Ryan : udah jangan ribut bentar lagi mau dimulai pelajaran nya
Aan: Sssssttt.... kalian denger ga
*kelas diam*
*backsound langkah kaki*
*backsound thrill*

(suasana menjadi tegang saat langkah kaki guru kematian tersebut terdengar)
(bu lala memasuki kelas)

Bu Lala: "Selamat pagi anak-anak."


Kelas: "Pagi Bu..."
Bu Lala: "Seperti biasa sebelum memulai pelajaran kita berdoa dulu ya.
Berdoa mulai"
*nunduk semua pura² berdoa biar lancar, hehe*
Bu Lala: "Berdoa selesai"
*kelas ndangak*
Bu Lala: "Nah, anak-anak mari kita mulai pelajaran matematika yang me-nye-
nang-kan"
*Aan bisik² sama Ryan*
Aan: "Dih, menyenangkan?"
Ryan: "Gak waras gurune"
bu lala : anak anak hari ini ulangan ya, jumlah 10 soal uraian saja
Ryan: "Tumben 10, biasane kan 50"
Aan: "Perasaanku ga enak"
Bu Lala: "dikerjakan 20 menit jadi gak jadi dikumpulkan!!"
*Aan Ryan kaget*
*Pandhu nyengir*
*Bu Lala mbagiin soal*
*Aan Ryan kaget liat soal*
Ryan: "Bu, ini kan materinya belum diajarin"
Aan: "Iya Bu, terakhir hanya disuruh baca-baca saja. Kami mana bisa paham"
Bu Lala: "Heh, kalian udah dikasih buku paket itu buat apa? Yang namanya
pelajar itu ya belajar sendiri lah!"
Pandu: "Bener tu Yan, An. Lagian ini materi gampang juga"
*Aan Ryan sinis ke Pandu*
Aan : soalnya gak terlalu susah bu ?
bu lala : yang buat soal saya ya suka suka saya!!
Aan : baik bu
*mengerjakan soal dengan pasrah*
Aan : waduh sulit banget soalnya, mana aku belum belajar pula (sambil
ngeliat soal)
pandhu : "Woy, Aan"
*Aan menengok*
Pandu: "Nomer 9 nih boss"
Aan : "Sombong amat "
(para murid melanjutkan mengerjakan soal )
(Pandhu maju mengumpulkan Jawaban)
Pandhu: "Saya udah jadi, Bu"
Bu Lala : wah pandu udah jadi aja ,pinter banget kamu, jawaban kamu
kayaknya bener bener semua juga
pandhu: makasih bu
(pandhu kembali ke bangku sambil ngejek Aan)
pandhu : "tutor mtk bosss"
*Aan berdecak*
Bu Lala: "Anak-anak waktu ulangan sudah habis jawabannya dikumpulkan
jadi atau nggak jadi tetep dikumpulin"
Aan : waduh aku baru sampe nomer 2 , kamu udah jadi ryan?
ryan : aku aja baru sampe nomer 5
pandhu: makanya pinter
ryan : Sombong banget lu , yuk aan ngumpulin jawabannya
( maju ngumpulin jawaban)
bu lala : baik anak anak untuk hasil ulangan akan ibu koreksi sekarang, kalian
kerjakan dulu soal buku paket tentang materi selanjutnya
*Bu Lala ngoreksi*
*murid mengerjakan*
Pandu: "Waduh udah aku kerjain semua saking gam-pang-nya"
Aan: "Eh Ndu, liat ndang. Aku gak paham materine"
*pandu pura² gatau*
Ryan: "Woi Ndu, koe budeg po piye to?"
Aan: "Sorong papan, tarik papan. Buah keranji dalam perahu"
Aan: "Pamer pinter dia gaskan, bagi jawaban dia tak mau"
Ryan: "Wes wes, rasah serius serius Yo gak papa. Paling gak di koreksi"
Bu Lala: "Anak-anak, ini ulangannya sudah saya koreksi ya. Bisa di lihat punya
masing masing."
*Bu Lala membagikan kertas ulangan*
Bu Lala: "Ini punya Pandhu, Aan, terus Ryan"
Aan: "Astaghfirullah"
*Aan megang kepala, cemas*
*Pandu ekspresi senang*

Tak lama, bel istirahat pun berbunyi. Pelajaran berakhir, tapi Aan dan Ryan
masih sibuk bertahan hidup dari tugas matematika.

Bu Lala: "Anak-anak waktunya istirahat, kalo belum selesai jadikan PR saja


besok saya nilai. Ibu pergi dulu ya"
Bu Lala: "Mau beli soto di kantin, laper hehe"
*Bu Lala pergi*

*Ryan nggebrak meja trs berdiri*


Ryan: "Ratau ngajar isone nyoto" [teriakk]
*nada marah*
*Aan: "Heh ojo ngono, nanti ada yang tersinggung"
*liat penonton*

Pandhu: "Woi, Nilai kalian berapa?"


Ryan: "Aku 80"
Aan: "Aku 30" [agak sedih]
Pandhu: "30? Itu nilai apa ukuran sepatu? Aku loh dapet 100 hahahaha"
*Aan nggebrak meja, trs berdiri*
Aan: "Ngece buanget we. Ngajak gelud pa piye?"
Ryan: "Heh Udah ya, jangan ribut. Gausah di dengerin, An"
Aan: "Gajelas wong e, mending awak e dhewe ning kantin"
Ryan: "Ayo"
Pandhu: "Lah nyatanya gitu, baperan ya"

Aan dan Ryan pun meninggalkan Pandhu yang sombong itu dengan kesal.
Saat Aan dan Ryan ke kantin, Bu Ana datang dan memberikan hasil ulangan
bahasa Jawa ke Pandhu yang saat itu dikelas sendirian.

*Bu Ana masuk kelas*

Bu Ana: "Eh Pandhu"


Pandhu: "Eh ibuk"
Bu Ana: "Iki nilai Bahasa Jawa dibagi ya, le. Ibu ada urusan jadi datengnya
agak telat"
Pandhu: "Siap bu"
*Bu Ana ngasih ke
Bu Ana: "Nilai mu tek iso elek banget. Ibu ga habis pikir"
Pandhu: "Ibuk ngomong apa ya"
*Pandhu terdiam*
Bu Ana: "Diem wae malahan. Yo wes Ibuk meh lungo sek"
*Bu Ana pergi"
Pandhu: "Eh? Hah? Iya Bu"
Pandhu: "Nilaiku? 30? Aan 100?"
*Pandhu cemas, pegang kepala*
Pandhu: "Eh, aku nduwe ide"
*Pandhu ngambil pensil n penghapus*
Pandhu: "Ibuk juga ngoreksi pake pensil sih. Ganti aja lah"
Pandhu: "Nilaiku 90, nilai Aan 50, nilai Ryan 60 aja deh"
*Pandhu liat penonton*
Pandhu: "Kalian jangan kasih tau siapa-siapa ya"

Setelah Pandu melaksanakan rencana jahat, licik, kejam, dan tanpa belas
kasihan itu Aan dan Ryan pun datang setelah ke kantin.

Pandhu: "Eh guys, ini udah di bagi nilai B Jawa nya. Tadi Ibuku bilang dia
dateng agak telat nanti"
Ryan: "Oh... ngono to? Nilai mu berapa, Ndu"
Pandhu: "90. Bagus kan?"
Ryan: "Hooh tenan"
Ryan: "Aan?"
Aan: "50"
Ryan: "Hah? Tenan wi?"
Aan: "Iki pasti enek salah koreksi. Pandhu ga mungkin 90"
Pandhu: "Lah? Ga terima fakta"
Aan: "Ngajak gelud meneh?"
Ryan: "Udah, jangan berantem, bentar lagi pelajaran Bu Ana"
Aan: "Yan, tuker tempat duduk. Aku males lingguh cedhak cah iki"
Pandhu: "Dih baperan"
Ryan: "Hush rasah manas-manas i. Aku pindah ya"
*Ryan Aan tuker tmpt duduk yg awalnya Aan di tengah"

Suasana makin memanas, Aan mulai muak dengan sikap tinggi hati milik
Pandhu. Ryan pun semakin jengkel dengan Pandhu. Ingin rasanya ia memukul
Pandhu dengan kursi yang ia duduki saat ini. Setelah itu, guru Bahasa Jawa
sekaligus ibu Pandhu pun datang ke kelas.
*Bu Ana dateng, kelas siap² buku*

Bu Ana: "Sugeng siyang, Cah"


Semua: "Sugeng siyang, Bu"
Bu Ana: "Pangapunten nggih ibu telat"
Semua: "Mboten napa napa, Bu"
Bu Ana: "Awak e dhewe bakal sinau babagan Tata Krama. Iki enek sing gelem
dadi contoh cah? Tata Krama marang guru"
Pandhu: "Ryan, cara ngasih tau kalau orang nya baik, itu gimana?"
Ryan: "Njenengan dinten niki segawon sanget"
Pandhu: "Itu Krama?"
Ryan: "Iya"
Pandhu: "Njenengan dinten niki"
Ryan "Segawon sanget"
Bu Ana: "Iki gak padha gelem toh?"
Pandhu: "Panjenengan dinten niki segawon sanget, Bu"
Ryan: "Cepet bilang 'Kula, Bu' gitu"
Pandhu: "Kula, Bu"
*angkat tangan*
Bu Ana: "Ya, Pandhu ndang"
Pandhu: "Panjenengan dinten niki segawon sanget, Bu"
*Bu Ana kaget*
Bu Ana: "Wani wani ne kowe ngomong ngono ning guru"
Bu Ana: "Pantes wae nilai mu 30"
Aan: "Loh, Pandhu mboten 90, Bu?"
Bu Ana "Pandhu? 90? Ya gak mungkin lah"
Aan: "Lah niku ten kertase 90, Bu"
Bu Ana: "Loh, iya ta cah?"
Bu Ana: "Wes wes, enek sing gak beres iki"
Bu Ana: "Endi kertas e kabeh"
Pandhu: "Waduh"
*Bu Ana mengambil kertas ulangan semuanya"
Bu Ana: "IKI GAK KAYAK TULISAN KU, Bentuk tulisan angka ne beda. Jelas di
ganti. Aan kudune 100, Pandhu 30, terus Ryan 90"
Bu Ana: "Jujur mesti mbok ganti ta"
Ryan: "Kamu ngganti, Ndu?"
Pandhu: "Gak i"
Bu Ana: "JUJUR SEKARANG, KALAU KETAHUAN NANTI HUKUMANNYA
BESAR"
Pandhu: "Iya Bu, maaf"
Bu Ana: "Metu we"
*Pandhu masih diam*
Bu Ana "KELUAR KELAS SEKARANG"
Bu Ana: "Jangan di tiru yo. Ibu ora seneng bocah sing seneng curang lan
ngapusi"
Semua: "Baik, Bu"
Bu Ana: "Ayo bahas pelajaran saiki"

Pelajaran terus berlanjut dengan Pandhu yang dilarang mengikuti pelajaran


ibunya sendiri hingga selesai. Tidak terbayang amarah ibunya nanti saat di
rumah. Setelah jam pulang semua murid pulang ke rumah masing masing
[semua pemain keluar]. Sementara Bu Ana mencari Pandhu anaknya dan
menemukannya di kantin.

Bu Ana: Pandhu, sekarang jelasin sama ibu kenapa berani berani nya km ganti
nilai ulangan mu"
Bu Ana: "Kenapa, Ndhu? Kamu tau kan kalau perbuatan itu ga baik?"
Pandhu: "Pandhu minta maaf, Bu. Tadi Pandhu bilang kaya gitu karna dikasih
tau sama Ryan, Pandhu ga tau arti segawon itu apa"
Pandhu: "Pandhu cuma mau ibu bangga sama Pandhu karna Pandhu bisa
bahasa jawa"
Bu Ana: "Yaampun nak, maafin ibu tadi udah salah paham sama kamu"
Pandhu: "Iya bu ga apa apa, tapi ibu jangan salahin Ryan ya"
Bu Ana: "Loh emang kenapa? Bukan nya dia yang bikin kamu salah?"
Pandhu: "Ryan begitu karna dia kesel bu sama Pandhu, tadi Pandhu sedikit
ada konflik sama Ryan dan Aan. Pandhu meremehkan mereka karena Pandhu
lebih pandai dalam matematika"
Bu Ana: "Pandhu.. Walaupun kamu lebih pandai dibanding mereka, jangan
pernah meremehkan mereka"
Pandhu: "Iya, Bu... Pandhu minta maaf, Bu"
Bu Ana: "Jangan minta maaf sama ibu, minta maaf ke mereka ya"
Pandhu : "Iya, Bu"
Bu Ana: "Oiya besok ada seleksi untuk lomba bahasa jawa, dan kelas yg
terpilih utk seleksi kelas 8H. Nanti kamu persiapin di rumah ya le.."
Pandhu: "Ooo siap, Bu"
Bu Ana: "Yaudah, ayo kita pulang dulu"

( berdiri , pergi dari scene )

Tibalah Aan di rumah dengan perasaan takut akan ibunya sendiri.

*Ibu duduk, Aan masuk scene*


Aan: "Aku pulang"
Ibu: "Gimana sekolahnya?" [ekspresi masih baik²]
Aan: "Biasa aja, Bu"
Ibu: "Mana tas nya biar ibu bawain, kamu mandi dulu ya nak"
Aan: "I-iya Bu"
*Aan keluar scene*
*Ibu tersenyum menunggu Aan keluar scene*
*Stlh Aan keluar scene, Ibu menggeledah tas Aan*
*Ibu menemukan ulangan matematika dan bahasa Jawa*
Ibu: "Tch, Ulangan harian matematika 30, ulangan bahasa Jawa 100"
Ibu: "Aan!"
*Aan lari masuk scene*
Aan: "Kenapa Bu?"
Ibu: "Jelasin ini apa!?"
Aan: "Itu ulangan harian Bu"
Ibu: "Matematika mu cuma 30?"
Aan: "Soal nya susah susah, Bu. Gurunya ga pernah ngajar"
Ibu: "Alesan, itu SMP kan sekolah favorit. Semua gurunya pasti ngajar dong"
Aan: "Tapi bu nilai bahasa Jawa Aan 100"
Ibu: "Ya terus kenapa Aan? Kamu pikir ibu peduli nilai bahasa Jawa kamu
gitu?"
*ibu menghela napas*
Ibu: "Aan, kan ibu pernah bilang. Ibu pengen kamu jadi sukses. Makannya
belajar matematika yang rajin ya nak"
Aan: "Tapi Aan lebih suka bahasa jawa, Aan enggak ngerti matematika"
Ibu: "Matematika lebih penting! Kamu ini di sekolahin bukannya makin pinter
malah bikin malu"
Aan: "Aan minta maaf Bu"
Ibu: "Kamu tau tetangga kita? Anaknya Pak Harun sama anaknya Pak Wasis.
Mereka ujian matematika dapet 100. Masa kamu ga bisa sih kayak mereka?"
Aan: "Aku cape dimarahin terus. Aku udah berusaha..."
*mbanting ato nggebrak apa gt*
Ibu: "Be-ru-sa-ha?"
*ibu tertawa*
Ibu: "Ya ampun Aan, Aan. Kalo kamu berusaha nilai kamu ga bakal anjlok gini"
Ibu: "Yaudah. Buktiin kamu sehebat apa kalo ga nurut sama Ibu. Tunjukin kalo
kamu bisa bahasa Jawa. Bandel banget sih jadi anak"
*Bu Mira meninggalkan scene*
*Aan terdiam*
Aan: "Kenapa ya ibu nggak bisa banggain pencapaian aku sedikit aja. Aku
harus nahan nangis tiap hari. Apa aku sejelek itu di mata ibu?"
*ini Aan sambil mberesin tasnya trs keluar scene*

Sungguh kasihan, Aan menahan rasa sakit dan air mata karena ibunya yang
memandangnya sebelah mata. Ini selalu terjadi setiap hari. Aan selalu
dibandingkan dengan anak lain yang prestasinya jauh lebih tinggi dari Aan.
Anak itu harus bertahan seperti ini selama di rumah.
Keesokan harinya Bu Ana meminta semua murid kelas 8 untuk mengikuti
seleksi lomba menulis cerita bahasa Jawa. Semua murid di seleksi terutama
kelas 8H di hari Sabtu.

Bu Ana: "Ketentuan lomba yaitu menulis cerita minimal 2 paragraf, kalau bisa
bersifat lokal. Tidak di perkenankan mencontek google ataupun sumber lain.
Waktu yang di berikan adalah 2 jam"
Bu Ana: "Tak tinggal metu sik ya"
Murid: "Nggih bu"
*Bu Ana keluar*
*kelas sunyi*
Pandu: "Eh guys, eng... aku minta maaf ya soal ulangan Bahasa Jawa kalian.
Kalian maafin aku nggak?"
Aan: "Eh Pandu, iya deh aku maafin. Lain kali jangan diulangi ya"
Ryan: "Oke Ndu tak maafin. Kan seru to nek satu kelas temenan semua.
Enggak ada yang musuh-musuhan. Enggak ada yang main sirkel."
Aan: "Iya, nggak enak tau Ndu. Kita kan sekelas, harus solid."
Pandu: "Makasih ya temen-temen, padahal aku udah jahat sama kalian. Aku
juga minta maaf karena sering nyakitin kalian dan sombong sama kalian"
Ryan: "Nggak papa Ndu. Meski kamu jahat, sombong, licik, tidak berperasaan,
tidak berperikemanusiaan kami tetep maafin dan temenan sama kamu kok. Ya
kan An?"
Aan: "Iyolah, meski omonganmu selalu nyakitin hatiku dan kadang sirahmu
meh tak genjreng, tapi aku tetep maafin kok"
Pandu: "Makasih ya teman-teman sudah maafin aku, meski kalian bikin kesel
juga*
Ryan Aan: AHAHAHA
Pandu: "An, kan kamu pinter bahasa Jawa. Aku doain kamu menang seleksi
lomba ini deh"
Ryan: "Aminn... Nek entuk hadiah duit bagi tiga ya An"
Aan: "Makasih Ndu. Kalo misalnya aku menang aku akan jajanin kalian cireng
dan semoga aku bisa banggain ibuku"
Ryan: "Nilai ulanganmu 100 pasti ibumu udah bangga An"
Aan: "Tapi ibuku nggak pernah banggain kelebihan ku di bahasa Jawa. Ibuku
bilang aku bodoh cuman karena ga bisa matematika"
Pandu: "Kamu pinter kok An. Standar pintar itu bukan bisa matematika, tapi
bisa mapel apa aja. Asal kamu serius dan berusaha, pasti bisa jadi orang
sukses"
Aan: "Wih, tumben jenius kamu Ndu"
Ryan: "Hooh, ndengaren"
Pandu: "Sebenarnya, ibuku ngajarin itu ke aku. Orang orang bisa sukses
dengan caranya sendiri"
Aan: "Bu Ana pasti sayang banget sama kamu Ndu, nggak kayak ibuku"
Ryan: "An, bentuk kasih sayang orang juga beda-beda. Aku yakin ibumu koyo
ngono ben koe sukses. Mungkin carane wae sing salah"
Pandu: "Bener kata Ryan, coba kamu nanti bicarakan baik-baik dengan ibumu
tentang perasaanmu"
Aan: "Oke, makasih ya kalian. Aku merasa habis ini hubunganku dengan ibuku
bakal membaik"
Ryan: "Eh ayo fokus ngerjain dulu"
Aan Pandu: "Ayo!"

*ngerjain lagi*

Mereka pun kembali akur dan menjadi pribadi yang lebih baik karena saling
bertukar pikiran. Indahnya pertemanan.
Di sisi lain, saat hendak menjemput Aan, Bu Mira bertemu dengan Bu
Ana.Ternyata dahulu mereka adalah teman dekat yang sudah lama tak
bertemu. Mereka memperbincangkan banyak hal.

Bu Mira: "Eh, Ana?"


Bu Ana: "Mira, lama ga ketemu ya"
Mira: "Ih padahal udah lama nggak ketemu masih aja awet muda. Aku jadi
ngerasa lebih tua"
Ana: "Ya ampun Mira, jangan merendah gitu deh"
Mira: "Apa mungkin aku keliatan tua karena sering marah-marah ya"
Ana: "Astaga Mira, kamu ada masalah apa? Coba cerita"
Mira: "Biasa, anak aku matematikanya anjlok malah bahasa Jawa nya yang
tinggi"
Ana: "Oh, Aan ya? Dia pinter banget bahasa Jawa nya , aku malah berharap
semoga anakku itu Aan"
Mira: "Loh padahal nilai matematika anak mu tinggi, kenapa malah iri sama
aku? Harusnya bangga dong anakmu bisa matematika pasti jadi orang sukses.
Lah anakku?"
Ana: "Mira, kamu tau nggak? nilai itu bukan segalanya"
Mira: "Nilai bukan segalanya tapi segalanya butuh nilai kan?"
Ana: "Kamu tau nggak? Anakku pernah ngganti nilai ulangan Bahasa Jawa
biar dia dapet nilai bagus. Saat sampai di rumah, aku tanya alesan dia
ngelakuin itu apa."
Mira: "Alasannya apa? kan itu cuman nilai bahasa Jawa? segitunya ya?"
Ana: "Dia ngelakuin itu agar aku bisa membanggakan dia"
*Mira terdiam*
Ana: "Kadang, anak hanya perlu dihargai untuk berkembang. Kamu tau
gimana rasanya saat kamu mati-matian ngerjain sesuatu tapi nggak dihargai"
Mira: "Em... rasanya sakit dan aku pengen marah"
Ana: "Dan kamu tau gimana dampaknya kalau Aan selalu kamu marahi seperti
itu kan?"
Mira: "T-tapi Ana, Bahasa Jawa enggak bisa buat nyari kerja yang gajinya
tinggi. Aku cuma takut kalau Aan saat besar nanti enggak bisa sukses"
Ana: "Kalau kamu takut dia nggak bisa sukses, artinya kamu nggak percaya
dengan anakmu sendiri"
Ana: "Aku minta tolong kamu hargai kerja keras Aan selama ini untuk bisa
mahir matematika. Aku minta tolong kamu hargai pencapaian Aan selama ini
di Bahasa Jawa."
Mira: "Benar juga ya, aku nggak kepikiran seberapa besar rasa sakit yang Aan
tanggung selama ini. Dia pasti selalu menahan tangis saat aku membebaninya
dengan tekanan seperti itu"
Ana: "Benar Ra, aku doakan Aan agar kelak besar nanti jadi orang sukses"
Mira: "Terimakasih banyak Ana, aku mulai merubah pola pikirku tentang
anakku sendiri"
Mira: "Tapi aku harus mulai darimana?"
Ana: "Kebetulan, Aan sedang mengikuti seleksi lomba bahasa Jawa. Coba
kamu dukung dan beri dia semangat"
Mira: "Oke, aku coba"

Tanpa mereka sadari, ternyata anak-anak sudah pulang selesai seleksi. Aan
kaget mendapati ibunya yang sudah ada di sekolahnya itu.

Aan: "I-ibu..."
Ibu: "Aan, bagaimana seleksinya? mudah?"
Aan: "Maaf bu, harusnya Aan fokus belajar matemat-"
Ibu: "Aan, mulai sekarang ibu akan dukung segala hal yang kamu sukai. Ibu
akan dukung terus kemampuan bahasa Jawa kamu"
Aan: "Maksudnya Bu?"
Ibu: "Ibu minta maaf selama ini sudah menyakiti kamu dan mengabaikan
pencapaian luar biasamu selama ini. Maaf, ibu gagal menjadi ibu yang baik.
Ibu hanya ingin memastikan kamu sukses, tapi malah jadi seperti ini"
Aan: "Aku mengerti Bu, ini bentuk kasih sayang ibu kan? Aan juga minta maaf
belum bisa bikin ibu bangga selama ini"
Ibu: "Aan kamu bicara apa? Ibu bangga banget dengan kamu, ibu bangga
sekali dengan pencapaian kamu. Ibu bangga dengan kerja kerasmu. Ibu
bangga punya anak seperti kamu.
Aan: "Makasih ya Bu, mulai sekarang Aan akan lebih bersemangat"
Ibu "Semangat Aan!"

Narator: "Semangat, nak!"


Aan: "Siapa kamu?"
Narator: "Selama ini aku Ayahmu"
Aan: "Ibu, siapa dia?"
Bu Mira: "Ibu ga kenal kok, siapa itu?"
Narator: "Kamu ga dikasih tau sutradaranya ya? Kamu yang narator"
(menunjuk Mira)

Semenjak saat itu Aan tidak pernah di paksa ibunya untuk meningkatkan nilai
matematika nya dengan kasar. Hubungan mereka semakin erat. Bu Mira
mendukung apapun keputusan Aan. Bahkan hasil tulisan cerita bahasa Jawa
milik Aan berhasil di muat di banyak koran dan mendapatkan juara hasil
tulisan terbaik se-provinsi Jawa Tengah. Semenjak saat itu Aan hidup dengan
bahagia.

Acintya Aufa/1 : Sutradara


Danishwara Priya/12 : Narator
Faiz Daffa/14 : Aan
Febriyan Tri/16 : Ryan
Galih Septyanto/19 : Pandhu
Nikita Kenya/25 : Bu Ana
Reina Almira/28 : Bu Mira
Yolanda Corel/32 : Bu Lala

Anda mungkin juga menyukai