Anda di halaman 1dari 9

PERBEDAAN RESIKO KEJADIAN ANEMIA ANTARA PENDERITA GONDOK DAN NON

GONDOK DI SDN TLEKUNG 01 BATU


Sri Hidayati Suprihatin*, I Nengah Tanu K**, Asri Dwi Hidhayati***
ABSTRAK
GAKI merupakan masalah global, mengenai semua bangsa dan hampir di semua negara di
dunia. Walaupun sudah dilakukan berbagai cara dengan teknologi baru untuk mengurangi
prevalensi gondok endemik nyatanya masih terdapat banyak penderita GAKI (Pudjiadi, 2003).
Faktor lain yang diduga dapat berperan dalam peningkatan kejadian gondok yaitu adanya
hubungan antara iodium dengan zat gizi mikro yang lain, salah satunya yaitu zat besi.
Penemuan terakhir membuktikan bahwa kekurangan zat besi dapat menyebabkan
terganggunya metabolisme tiroid dalam tubuh manusia (Soekatri, 2003). Penelitian ini dilakukan
untuk mengetahui perbedaan resiko kejadian anemia antara penderita gondok dan non gondok.
Sampel dalam penelitian ini adalah siswa SDN Tlekung 01 Junrejo Kota Batu yang menderita
gondok dan non gondok dengan menggunakan teknik sampling purposive sampling. Desain
penelitian yang digunakan yaitu observasional analitik yang bersifat case control. Data yang
diperoleh dianalisis dengan menggunakan uji statistik OR. Hasil uji statistik OR pada tingkat
kepercayaan 95% menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan resiko kejadian anemia antara
penderita gondok dan non gondok.
Kata kunci: iodium, gondok, zat besi, anemia
ABSTRACT
Iodine Deficiency Disorders (IDD) represented global problem, hitting all nation and almost all
state in the world. Although various new technologies have been done to lessen endemic
thyroid prevalence, reality showed there are still a lot of patient of IDD (Pudjiadi, 2003). Other
factor which was expected to play in part of goiter occurence relation is the existence of
between iodium with other micronutrient, one of them is iron. Last research proved that iron
deficiency can cause trouble in tiroid metabolism of human being (Soekatri, 2003). This
research was done to know the different risk of anemia occurence between goitrous patient and
non goitrous. Sample in this research was the students of SDN Tlekung 01 Junrejo Batu which
suffered from goitrous and non goitrous with use sampling technique purposive sampling. The
research desain was analytical observasion with case control. The data drawn was analysed by
using statistical test OR. The result of statistical test OR at confidence interval 95% indicated
that there were no different risks of occurence anemia between goitrous patient and non
goitrous.
Keywords: iodine, goiter, iron, anemia
* Laboratorium Biokimia-Biomolekuler FKUB
** Dosen Politeknik Kesehatan Malang Jurusan Gizi
*** Mahasiswa Program Studi Ilmu Gizi Kesehatan FKUB
PENDAHULUAN
GAKI merupakan masalah global, mengenai semua bangsa dan hampir di semua negara di
dunia. Telah diperkirakan bahwa 200 juta orang di dunia menderita gondok, ditambah lagi
dengan banyaknya penderita kretin dan bisu tuli. Walaupun sudah dilakukan berbagai cara
dengan teknologi baru untuk mengurangi prevalensi gondok endemik nyatanya masih terdapat
banyak penderita GAKI.1 Sebetulnya, masalah GAKI merupakan suatu “fenomena gunung es”
dimana puncak piramid (sekitar 1-10%) berupa kretin dan pembesaran kelenjar gondok.
Lapisan dibawahnya (5-30%) berupa pengurangan kecerdasan pada penderita GAKI grade IA
dan IB. Lapisan tersembunyi (30-70%) adalah kaki piramida dalam bentuk kerusakan sel otak,
hilangnya produktivitas kerja dan gangguan metabolisme energi.2
Penderita GAKI pada umumnya banyak ditemukan di daerah pegunungan dimana makanan
yang dikonsumsi sangat tergantung dari produksi makanan dari tanaman setempat yang
tumbuh pada kondisi kadar iodium yang rendah di tanah. Secara umum diyakini bahwa faktor
defisiensi iodium yang berat dan berlangsung secara terus menerus adalah penyebab utama
terjadinya GAKI, terutama pada daerah-daerah pegunungan dan dataran tinggi karena
miskinnya kandungan iodium dalam tanah dan air di wilayah tersebut . 3
Rendahnya konsumsi iodium disebabkan karena rendahnya konsumsi bahan makanan sumber
iodium dan rendahnya kandungan iodium dari air minum. Keadaan ini diperberat lagi dengan
rendahnya penggunaan garam beriodium.4
Selain itu ada indikasi bahwa zat goiterogenik dalam bahan makanan yang dimakan setiap hari
dapat menyebabkan pembesaran kelenjar tiroid dan dapat mengganggu hormogenesis
sehingga dapat membesarkan kelenjar tiroid3.
Faktor lain yang diduga dapat berperan dalam peningkatan kejadian gondok yaitu adanya
hubungan antara iodium dengan zat gizi mikro yang lain, salah satunya yaitu zat besi.
Penemuan terakhir membuktikan bahwa kekurangan zat besi dapat menyebabkan
terganggunya metabolisme tiroid dalam tubuh manusia. Hess, Sonja Y et al 5 menegaskan
bahwa anemia kekurangan zat besi dapat menurunkan konsentrasi plasma hormon tiroid,
menurunkan aktifitas
deiodinasi tiroksin hepatic, mengganggu pembentukan triiodotironin (T3) dari T4, dan
menghambat respon hormone yang merangsang tirotropin (Thyrotrophin Releasing Hormone/
TRH). Kekurangan zat besi juga mempengaruhi terjadinya gondok melalui perubahan pada
system saraf pusat yang mengontrol metabolisme tiroid. Jika mekanisme terganggunya
metabolisme tiroid tersebut berlangsung dalam jangka waktu yang cukup lama maka dapat
menyebabkan terjadinya pembesaran kelenjar tiroid (gondok).
Kota Batu merupakan daerah pegunungan yang beresiko tinggi terhadap terjadinya gondok.
Berdasarkan hasil kegiatan palpasi gondok dan pemantauan garam tingkat rumah tangga di
Kota Batu tahun 2003, kota ini termasuk dalam kategori prevalensi Total Goiter Rate (TGR)
tingkat sedang (26%), dimana terdapat dua kecamatan yang termasuk dalam kategori
prevalensi TGR tingkat berat yaitu Kecamatan Junrejo (38,89%) dan Kecamatan Bumiaji
(37,14%). Hasil kegiatan palpasi gondok yang terbaru tahun 2005 di Kecamatan Junrejo
terdapat Sekolah Dasar yang memiliki prevalensi TGR tingkat berat yaitu SDN Tlekung 01
(42,4%).
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui
perbedaan resiko kejadian anemia antara penderita gondok dan non gondok di SDN Tlekung 01
Junrejo, Batu.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan desain penelitian observasional analitik yang bersifat case control,
dengan kasus adalah anak SD penderita gondok sedangkan kontrol adalah anak SD yang tidak
menderita gondok/non gondok.
Populasi dalam penelitian ini adalah siswa SDN Tlekung 01 Junrejo Kota Batu. Kriteria sampel
inklusi untuk penelitian ini yaitu siswa SDN Tlekung 01 Junrejo Kota Batu, saat ini menduduki
kelas 1 hingga kelas 6, berdomisili di wilayah Kota Batu, bersedia menjadi sampel dalam
penelitian. Teknik sampling yang digunakan adalah porposive sampling.
Data yang dikumpulkan meliputi: karakteristik responden, frekuensi konsumsi pangan sumber
iodium, frekuensi konsumsi pangan sumber goiterogenik, penggunaan garam beriodium dan
kejadian anemia yang diketahui melalui kadar hemoglobin darah.
HASIL PENELITIAN

A. Gambaran Umum Responden


Pada penelitian ini responden yang digunakan tidak dilakukan matching jenis kelamin dan usia,
sehingga responden yang digunakan untuk kasus dan kontrol tidak dibedakan jenis kelaminnya.
Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa responden terbanyak baik dari kelompok
kasus maupun kontrol berjenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 52 siswa (66,67%),
sedangkan berdasarkan usianya diketahui bahwa sebaran umur responden baik untuk
kelompok kasus maupun kelompok kontrol yaitu mulai umur 6 tahun hingga 15 tahun.

B. Frekuensi Konsumsi Pangan Sumber Iodium


Diketahui bahwa sebagian besar siswa SDN Tlekung 01 (48,72%) mengkonsumsi ikan
tawar basah kurang dari 3 kali perminggunya dan 61,54% siswa jarang mengkonsumsi ikan
tawar kering 1-3 kali dalam sebulan. Ikan laut basah jarang dikonsumsi siswa (1-3 kali dalam
sebulan) karena daerah penelitian jauh dari lautan, namun siswa sering mengkonsumsi ikan
laut kering kurang dari 3 kali dalam seminggu. 74,37% siswa jarang mengkonsumsi daging sapi
dan 64,11% siswa juga jarang mengkonsumsi susu (1-3 kali dalam sebulan). 52,56% siswa
mengkonsumsi telur kurang dari 3 kali dalam seminggunya. Distribusi prosentase pangan
sumber iodium disajikan pada Tabel 1. Berdasarkan hasil uji statistik Kolmogorov -Smirnov
maka terdapat perbedaan rata-rata skor konsumsi pangan sumber goiterogenik antara
penderita gondok dengan non gondok (p < 0,05). Perbedaan skor rata-rata konsumsi pangan
sumber iodium antara penderita gondok dan non gondok disajikan pada Tabel 2.

Tabel 1.Distribusi Prosentase Konsumsi Pangan Sumber Iodium


Pangan Sumber Iodium Prosentase (%) Konsumsi Jumla
h
0 1 10 15 30 60 90

Ikan tawar basah 32,05 48,72 17,95 1,28 100


Ikan tawar kering 34,62 61,54 3,84 100
Ikan laut basah 25,64 43,59 24,36 5,13 1,28 100
Ikan laut kering 2,56 24,36 41,03 23,08 6,41 1,28 1,28 100
Daging sapi 74,36 25,64 100
Daging ayam 25,65 57,69 15,38 1,28 100
Susu 64,11 19,23 6,41 6,41 2,56 1,28 100
Telur 14,1 52,56 21,79 8,97 2,56 100
Keterangan: Skoring berdasarkan Prihatini, dkk (1995)

2 : Tidak pernah dikonsumsi dalam 1 tahun

3 : Jarang dikonsumsi 1-3 kali sebulan

11 : Dikonsumsi kurang dari 3 kali perminggu

15 : Dikonsumsi 3-5 kali perminggu


30 : Dikonsumsi 1 kali sehari
60 : Dikonsumsi 2 kali sehari
90 : Dikonsumsi 3 kali sehari

Tabel 4. Distribusi Perbedaan Skor Rata-Rata Konsumsi Pangan Sumber Goiterogenik Antara
Penderita Gondok dan Non Gondok
Pangan Sumber Zat Goiterogenik Skor Rata-Rata Konsumsi Taraf signifikan

Gondok Non Gondok

Sawi 22,44 12,36 0,000


Ubi / Singkong 8,41 4,13 0,000
Kol / Kubis 15,28 8,92 0,000
Kacang tanah 10,95 6,82 0,000

D. Status Penggunaan Garam Beriodium Dari 78 siswa SDN Tlekung 01 yang menjadi
responden dalam penelitian ini, diketahui bahwa sebagian besar siswa (76,9%) menggunakan
garam yang beriodium untuk memasak sehari-hari. Hanya 23,1% siswa yang menggunakan
garam yang tidak beriodium. Adanya garam yang tidak beriodium diduga disebabkan oleh
kesalahan dalam penyimpanan dan diduga adanya pemalsuan garam dari produsen garam
tersebut.
Berdasarkan hasil uji statistik Chi-Square pada tingkat kepercayaan 95% maka dapat
disimpulkan bahwa terdapat perbedaan status penggunaan garam beriodium antara penderita
gondok dan non gondok (p value < 0,05).

E. Kejadian Anemia
Dengan menggunakan klasifikasi CDC maka dapat diketahui bahwa prosentase terbesar baik
dari kelompok kasus (penderita gondok) dan kelompok kontrol (penderita non gondok) berada
pada keadaan anemia sedang, dimana kadar Hb sampel berkisar antara 7,0-9,9 gr %. Distribusi
siswa berdasarkan klasifikasi anemia disajikan pada Tabel 5. Hasil uji statistik OR untuk anemia
ringan dengan normal pada tingkat kepercayaan 95% menunjukkan bahwa OR = 1,75 dan CI
0,0 – 92,99. Sedangkan hasil uji statistik OR untuk anemia sedang dengan normal pada tingkat
kepercayaan 95% menunjukkan bahwa OR = 0,91 dan CI 0,02 – 35,16. Secara statistik hasil
tersebut tidak signifikan, sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan resiko
kejadian anemia antara penderita gondok dan non gondok.

Tabel 5. Distribusi Siswa Berdasarkan Klasifikasi Anemia


Klasifikasi Anemia Status Pembesaran Kelenjar Tiroid
Gondok Non Gondok

n % n %

Normal 1 2,56 1
Anemia ringan 7 17,95 4
Anemia sedang 31 79,49 34
Anemia berat 0 0 0
Jumlah 39 100 39
PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Responden


Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa sebagian besar (66,67%) responden baik
kelompok kasus maupun kelompok kontrol berjenis kelamin perempuan. Sedangkan menurut
usia diketahui bahwa sebaran yang paling banyak (24,36%) pada kelompok kasus dan
kelompok kontrol terdapat pada usia 11 tahun.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Sukati Saidin, dkk (2002) 6, dimana menurut hasil
penelitian sebagian besar responden berjenis kelamin perempuan yang menunjukkan bahwa
perempuan lebih rentan terhadap kekurangan iodium dibandingkan dengan laki-laki. Menurut
Winarno, F.G (2004)7 pada umumnya wanita dan anak perempuan mempunyai kecenderungan
lebih mudah terkena penyakit gondok daripada pria dan anak laki-laki. Masa paling peka
terhadap kekurangan iodium terjadi pada waktu usia meningkat dewasa (puber).

B. Perbedaan Frekuensi Konsumsi Pangan Sumber Iodium Antara Penderita Gondok dan
Non Gondok
Dalam bahan makanan kandungan iodium ternyata sangat kecil dan kadarnya hanya dapat
ditentukan dengan alat yang sangat peka7. Laut merupakan sumber utama iodium. Oleh karena
itu, makanan laut berupa ikan laut basah maupun ikan laut kering merupakan sumber iodium
yang baik8.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa terdapat perbedaan rata-rata skor konsumsi
pangan sumber iodium antara penderita
gondok dan penderita non gondok. Skor rata-rata konsumsi pangan sumber iodium yang
tertinggi yaitu ikan laut kering dan telur. Ikan laut basah dan daging sapi masih merupakan
sumber protein hewani yang jarang dikonsumsi oleh masyarakat di daerah penelitian.

C. Perbedaaan Frekuensi Konsumsi Pangan Sumber Goiterogenik Antara Penderita


Gondok dan Non Gondok
Kekurangan iodium merupakan penyebab utama terjadinya gondok, namun tidak dapat
dipungkiri bahwa faktor lain juga ikut berperan. Salah satunya adalah bahan pangan yang
bersifat goiterogenik9. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa terdapat perbedaan rata-
rata skor konsumsi pangan sumber goiterogenik antara penderita gondok dan non gondok. Skor
rata-rata konsumsi pangan sumber goiterogenik yang tertinggi yaitu sawi. Responden pada
kelompok kasus (penderita gondok) mengkonsumsi sawi hampir setiap hari, sedangkan pada
kelompok kontrol (penderita non gondok) mengkonsumsi sawi hampir 3-5 kali dalam seminggu.
Goiterogenik adalah zat yang dapat menghambat pengambilan zat iodium oleh kelenjar tiroid,
sehingga konsentrasi iodium dalam kelenjar menjadi rendah. Selain itu zat goiterogenik dapat
menghambat perubahan iodium dari bentuk anorganik ke bentuk organic sehingga
pembentukkan hormon tiroksin terhambat10.
D. Perbedaan Status Penggunaan Garam Beriodium Antara Penderita Gondok dan Non
Gondok
Dalam menanggulangi Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (GAKI), WHO menganjurkan
untuk menggunakan garam beriodium9. Garam beriodium merupakan garam dapur yang
ditambah iodium didalamnya atau diiodisasi dengan senyawa iodium 11.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa pengguna garam yang beriodium lebih besar
prosentasenya untuk tidak menderita gondok jika dibandingkan dengan pengguna garam yang
tidak beriodium. Berdasarkan hasil uji statistik Chi-Square pada tingkat kepercayaan 95% maka
dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan status penggunaan garam beriodium antara
penderita gondok dan non gondok (p value < 0,05).
E. Perbedaan Resiko Kejadian Anemia Antara Penderita Gondok dan Non Gondok
Beberapa tahun terakhir ini terdapat penemuan baru dimana terdapat faktor lain yang diduga
dapat berperan dalam peningkatan kejadian gondok yaitu adanya hubungan antara iodium
dengan zat gizi mikro yang lain. Penemuan terakhir membuktikan bahwa kekurangan zat besi
dapat menyebabkan terganggunya metabolisme tiroid dalam tubuh manusia.
Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat diketahui bahwa sebagian besar sampel baik kelompok
kasus (penderita gondok) maupun kelompok kontrol (penderita non gondok) menderita anemia
tingkat sedang dimana kadar haemoglobin (Hb) berkisar antara 7,0 – 9,9 gr%. Hasil uji statistik
OR tidak signifikan yang berarti tidak ada perbedaan resiko kejadian anemia antara penderita
gondok dan non gondok.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Sukati Saidin, dkk (2002) 6 dimana berdasarkan
hasil penelitiannya menyatakan bahwa tidak ada perbedaaan kadar Hb yang bermakna antara
kelompok kasus (penderita gondok) dengan kelompok kontrol (penderita non gondok). Hasil
survey di Filipina juga menyatakan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan prevalensi
gondok antara anak dengan anemia dan tanpa anemia.
Namun hasil penelitian ini tidak sejalan dengan pernyataan Hess, Sonja Y et al (2002)5 yang
menyatakan bahwa anemia kekurangan zat besi dapat menurunkan konsentrasi plasma
hormon tiroid, menurunkan aktifitas deiodinasi tiroksin hepatic, mengganggu pembentukan
triiodotironin (T3) dari T4, dan menghambat respon hormon yang merangsang tirotropin (TRH).
Kekurangan zat besi juga mempengaruhi terjadinya gondok melalui perubahan pada system
saraf pusat yang mengontrol metabolisme tiroid. Pada anak dengan kekurangan zat besi terjadi
penurunan konsentrasi tiroksin (T4) dan triiodotironin (T3) dan terjadi peningkatan konsentrasi
tirotropin.

KESIMPULAN

1. Berdasarkan karakteristik responden maka dapat diketahui bahwa sebagian besar (66,67%)
responden baik kelompok kasus maupun kelompok kontrol berjenis kelamin perempuan,
sedangkan menurut usia

diketahui sebaran yang paling banyak (24,36%) terdapat pada usia 11 tahun.

2. Ada perbedaan rata-rata skor konsumsi pangan sumber iodium antara penderita gondok dan
penderita non gondok.

3. Ada perbedaan rata-rata skor konsumsi pangan sumber goiterogenik antara penderita
gondok dan penderita non gondok.
4. Dari 78 siswa SDN Tlekung 01 yang menjadi responden dalam penelitian ini, diketahui
bahwa sebagian besar siswa (76,9%) menggunakan garam yang beriodium sedangkan
hanya 23,1% siswa yang menggunakan garam yang tidak beriodium.

5. Ada perbedaan status penggunaan garam beriodium antara penderita gondok dan non
gondok

6. Tidak ada perbedaan resiko kejadian anemia antara penderita gondok dan non gondok.
SARAN

1. Diharapkan bagi orang tua siswa untuk dapat meningkatkan konsumsi pangan sumber
iodium dan selalu menggunakan garam beriodium dengan memperhatikan bentuk dan merk
garam yang digunakan.

2. Diharapkan bagi pengelola program penanggulangan Gangguan Akibat Kekurangan Iodium


(GAKI) melakukan kegiatan evaluasi dari pemberian kapsul iodol pada sasaran agar dapat
mengetahui seberapa besar efektifitas dari pemberian kapsul iodol terhadap penurunan
angka TGR masyarakat.

3. Diharapkan bagi pengelola program penanggulangan anemia agar dapat memberikan tablet
Fe sesuai dengan sasaran yang seharusnya diberi dan melakukan penyuluhan tentang
anemia, karena berdasarkan hasil penelitian ini didapatkan seluruh responden menderita
anemia.

DAFTAR PUSTAKA

1. Pudjiadi, Solihin. 2003. Ilmu Gizi Klinis Pada Anak. Edisi Keempat. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI

2. Baliwati, Yayuk Farida dkk. 2004. Pengantar Pangan dan Gizi. Jakarta: Penebar Swadaya.
Halaman 22

3. Triyono. 2004. Identifikasi Faktor yang Diduga Berhubungan dengan Kejadian Gondok pada
Anak Sekolah Dasar di Daerah Dataran Rendah (Studi di Kelurahan Kejayan
Kecamatan Kejayan Kabupaten Pasuruan). Jurnal GAKI Indonesia (Indonesian

Journal of IDD) Vol 3, No.1-3. April, Agustus,dan Desember 2004 diakses melalui
http://www.idd_indonesia.net/ tanggal 3 Mei 2006, 4:37 am

4. Adriani, Merryana dan Bambang Wirjatmadi. 1999. Indentifikasi Permasalahan Gangguan


Akibat Kekurangan Iodium di Daerah Perkotaan. Surabaya: Pusat Penelitian
Pengembangan Gizi, Universitas Airlangga dalam Info Pangan dan Gizi: Media Penyalur
Informasi Pangan dan Gizi. Volume 2 Tahun 2000

5. Hess, Sonja Y; Michael B Zimmermann; Pierre Adou; Toni Torresani; and Richard F Hurrell.
2002. Treatment of Iron Deficiency in Goitrous Children Improves The Efficacy of Iodized
Salt in Cote d’Ivoire. Am J Clin Nutr 2002;75:743-8 diakses melalui http://ajcn.org/
tanggal 24 Januari 2006, 7:05 am
6. M. Saidin; Muherdiyantiningsih; Endi Ridwan; Nur Ihsan; Astuti Lamid; Sukati dan Lies
Karyadi. 2002. Efektifitas Penambahan Vitamin A dan Zat Besi Pada Garam Iodium
Terhadap Status Gizi dan Konsentrasi Belajar Anak Sekolah Dasar. Penelitian Gizi
Makanan 2002,25:14-25

7. Winarno, F.G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama

8. Sunita Almatsier. 2003. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama

9. Djokomoeljanto, R. 2002. Masalah Gangguan Akibat Kekurangan Iodium: Pengamatan


Selama Seperempat Abad Terbukanya Kemungkinan Penelitian diakses melalui
http://www.idd_indonesia.net/ tanggal 4 Mei 2006, 1:06 am

10. Linder, M.C. 1992. Biokimia Nutrisi dan Metabolisme dengan Pemakaian Secara Klinis.
Jakarta: Universitas Indonesia

11. Tim Kimia Pangan. 2002. Penuntun Praktikum Kimia Makanan. Departemen Kesehatan,
Pendidikan Ahli Madya Gizi Malang

Anda mungkin juga menyukai