Nama Peneliti:
Dr. I Made Arcana, M. Sc
Yaya Setiadi, SST, MM
Telah disahkan oleh Kepala Unit Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (UPPM)
Sekolah Tinggi Ilmu Statistik (STIS), pada tanggal 27 November 2017
Menyetujui,
Kepala UPPM Ketua Peneliti
Mengetahui
Pembantu Ketua I
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini dengan
judul “Pengaruh Indeks Kekayaan dan Faktor Sosial Demografi Terhadap Proporsi
Pengeluaran Makanan Rumah Tangga di Indonesia Tahun 2015” yang disusun untuk
melengkapi persyaratan dalam melaksanakan penelitian dosen di Sekolah Tinggi
Ilmu Statistik (STIS).
Penyelesaian penelitian ini tidak terlepas dari peran para pimpinan STIS,
yang telah memberikan kesempatan untuk melakukan penelitian dan dukungan yang
diberikan, baik moril maupun materiil sehingga penelitian ini dapat diselesaikan
Untuk semua dukungan tersebut, penulis menyampaikan penghargaan yang setinggi-
tingginya dan terima kasih yang tidak terhingga.
Akhir kata, walau tulisan ini bagai setitik air di samudra luas, penulis berharap
dapat menjadi sumbangan kecil bagi dunia pendidikan di Indonesia. Dalam
melakukan penelitian ini, sudah barang tentu banyak hal yang dapat memunculkan
perbedaan pendapat, informasi maupun referensi. Oleh karenanya, kritik dan saran
terhadap tulisan ini sangat dihargai.
i
ABSTRAK
Pola pengeluaran rumah tangga dapat digunakan sebagai salah satu alat ukur untuk
menilai tingkat kesejahteraan rumah tangga, dimana semakin rendah proporsi
pengeluaran untuk makanan terhadap total pengeluaran maka semakin baik tingkat
perekonomian penduduk. Indeks kekayaan rumah tangga yang dihitung menggunakan
metode Principle Component Analysis (PCA) digunakan sebagai aproksimasi untuk
pendapatan rumah tangga. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
gambaran umum proporsi pengeluran rumah tangga dalam sebulan yang dialokasikan
untuk makanan berdasarkan wilayah perkotaan dan perdesaan, serta menganalisis
pengaruh indeks kekayaan rumah tangga dan faktor sosial demografi rumah tangga
( tingkat pendidikan kepala rumah tangga, jenis kelamin kepala rumah tangga, jumlah
anggota rumah tangga, status bekerja kepala rumah tangga dan tingkat pendidikan
kepala rumah tangga) terhadap proporsi pengeluaran makanan. Proporsi pengeluaran
sebulan untuk makanan pada rumah tangga di Indonesia sangat bervariasi dengan
nilai median sebesar 53,7 persen untuk wilayah perkotaan, relatif lebih rendah
dibandingkan nilai median untuk wilayah perdesaan sebesar 60,0 persen. Dengan
menerapkan Multiple Classification Analysis (MCA), dihasilkan bahwa indeks
kekayaan memiliki pengaruh positif terhadap proporsi konsumsi makanan, baik di
wilayah perkotaan maupun perdesaan. Di wilayah perkotaan, indeks kekayaan rumah
tangga berkontribusi sebesar 37,3 persen dan di wilayah perdesaan sebesar 29,4
persen. Faktor demografi seperti jenis kelamin KRT menyumbang sekitar 59,3 persen
untuk proporsi konsumsi makanan untuk rumah tangga di wilayah perdesaan, dan
sebesar 51,0 persen di wilayah perkotaan.
ii
ABSTRACT
The pattern of household expenditure can be used as a measurement for assessing the
level of household welfare, which the lower the proportion of expenditure for food
compared to the total expenditure, the better the economic level of the population.
The household wealth index calculated using the Principle Component Analysis
(PCA) method is used as an approximation for household income. The purpose of this
study is to describe the general pattern of the proportion of household expenditure in
a month allocated for food based on urban and rural areas, and to analyze the
influence of household wealth index and household demographic social factors (such
as education level of household head, sex of household head, number of household
members, work status of household head and education level of household head) to
proportion of food expenditure. The proportion of monthly food expenditure on
households in Indonesia varies greatly with the median of 53.7 percent for urban
areas, relatively lower than the median for the rural areas of 60.0 percent. By
applying Multiple Classification Analysis (MCA), it was discovered that the wealth
index had a positive influence on the proportion of food consumption, both in urban
and rural areas. In urban areas, the household wealth index contributed 37.3 percent
and in rural areas by 29.4 percent. Demographic factors such as sex of household
head accounted for about 59.3 percent for the proportion of food consumption of
households in rural areas, and 51.0 percent in urban areas.
iii
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ................................................................................................................ ii
14 …………..
3.2. Metode Analisis.…………………......................................................................
iv
3.2.1. Analisis Deskriptif......................................................................................
15
v
DAFTAR TABEL
3.1. Uraian nama variabel dan pembagian kategori yang digunakan ............... 15
4.5. Hasil estimasi rata-rata dengan model MCA di wilayah perkotaan ......... 29
4.8. Hasil estimasi rata-rata dengan model MCA di wilayah perdesaan ......... 32
vi
DAFTAR GAMBAR
4.1. Pola distribusi persentase pengeluaran rumah tangga untuk makanan ... 21
vii
DAFTAR LAMPIRAN
No Keterangan Halaman
viii
BAB I.
PENDAHULUAN
1
perkembangan penduduk miskin di Indonesia antar waktu. Salah satu instrumen yang
utama adalah jumlah penduduk yang rata-rata pengeluarannya di bawah garis
kemiskinan.
Konsumsi merupakan bagian penting dalam kehidupan seseorang. Pemenuhan
kebutuhan hidup yang harus dipenuhi setiap hari oleh manusia tidak terlepas dari
aktivitas konsumsi. Pengeluaran konsumsi dapat menjadi sebagai salah satu indikator
untuk menilai tingkat kesejahteraan ekonomi individu atau rumah tangga (BPS,
2008). Disamping itu, pola konsumsi penduduk juga merupakan salah satu indikator
sosial ekonomi masyarakat yang sangat dipengaruhi oleh budaya dan lingkungan
setempat. Budaya dan perilaku lingkungan akan membentuk pola kebiasaan tertentu
pada kelompok masyarakat. Data pengeluaran dapat mengungkapkan pola konsumsi
rumah tangga secara umum menggunakan indikator proporsi pengeluaran untuk
makanan dan non makanan. Komposisi pengeluaran rumah tangga dapat dijadikan
ukuran untuk menilai tingkat kesejahteraan ekonomi penduduk.
Rumah tangga yang proporsi pengeluarannya lebih besar untuk makanan
biasanya merupakan rumah tangga yang masih pada taraf tingkat subsisten.
Sementara rumah tangga yang lebih banyak mengkonsumsi untuk barang-barang
mewah dan kebutuhan sekunder merupakan rumah tangga yang lebih sejahtera (Mor
& Sethia, 2010). Dengan mengamati pola konsumsi rumah tangga, baik untuk
makanan dan bukan makanan, dapat diketahui standar hidup yang diterapkan dalam
rumah tangga tersebut.
Pada Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI), salah satu ukuran
yang digunakan untuk menggambarkan tingkat kesejahteraan rumah tangga adalah
indeks kekayaan (wealth index) yang merupakan indeks komposit dari kumulatif
standar hidup suatu rumah tangga. Dari hasil SDKI 2012 memperlihatkan bahwa
rumah tangga di daerah perkotaan memiliki kecenderungan lebih besar berada dalam
60 persen kuintil kekayaan tertinggi, sementara rumah tangga di daerah perdesaan
menunjukkan kecenderungan lebih besar masuk dalam 40 persen kuintil kekayaan
terendah.
2
1.2. Identifikasi dan Pembatasan Masalah
3
mempengaruhi pola konsumsi rumah tangga yang digambarkan melalui proporsi
pengeluaran rumah tangga untuk makanan, antara lain tingkat pendidikan kepala
rumah tangga (KRT), jumlah anggota rumah tangga (ukuran rumah tangga), status
bekerja kepala rumah tangga, jenis kelamin kepala rumah tangga, serta status wilayah
(perdesaan dan perkotaan).
Berdasarkan pemaparan masalah di atas, penulis tertarik untuk mengetahui
lebih mendalam tentang pengaruh indeks kekayaan dan faktor sosial demografi
rumah tangga yaitu tingkat pendidikan KRT, jumlah anggota rumah tangga, status
bekerja KRT serta jenis kelamin KRT terhadap proporsi pengeluaran makanan pada
rumah tangga di Indonesia. Kepala rumah tangga menjadi fokus penelitian karena
memegang peranan penting pada pengambilan keputusan dalam rumah tangganya,
termasuk keputusan dalam pemenuhan kebutuhan rumah tangga (makanan dan bukan
makanan). Status bekerja dari kepala rumah tangga memiliki peran penting dan
berdampak pada tingkat kecukupan dalam pemenuhan kebutuhan seluruh anggota
tangganya (The Parliement of the Commonwealth of Australia, 2000), yang pada
gilirannya akan mempengaruhi penilaian dari masyarakat di sekitar tempat
tinggalnya. Secara makro, permasalahan yang berkaitan dengan status bekerja
penduduk, seperti pengangguran, menjadi penting dan mendesak untuk diselesaikan
karena dapat berdampak luas sebagai sumber utama kemiskinan, mendorong
peningkatan keresahan sosial dan kriminalitas, serta dapat menghambat pembangunan
dalam jangka panjang (Depnakertrans, 2004).
4
2. Menganalisis pola hubungan serta besarnya pengaruh indeks kekayaan
rumah tangga terhadap proporsi pengeluaran makanan rumah tangga
dalam sebulan
3. Menganalisis hubungan dan menghitung besarnya pengaruh indeks
kekayaan bersama-sama dengan faktor sosial demografi rumah tangga
terhadap proporsi pengeluaran makanan rumah tangga dalam sebulan.
Pemaparan mengenai penelitian ini disajikan dalam lima bab yang memuat
uraian tentang proses pelaksanaan penelitian sampai pembahasan mengenai hasil
penelitan serta kesimpulan yang diperoleh. Bab I menguraikan tentang latar belakang
dilaksanakannya penelitian ini dan identifikasi permasalahan dari fenomena yang
menjadi subyek penelitian yang mengarah pada sasaran yang ingin dicapai dari
penelitian yang dilakukan. Landasan teori yang terkait dengan topik penelitian, baik
dalam bidang statistik maupun tentang indeks kekayaan serta faktor sosial demografi
rumah tangga yang ingin diungkap, dijelaskan secara rinci dalam Bab II. Disamping
itu, diuraikan juga penelitian terkait yang memuat penelitian-penelitian yang pernah
dilakukan sebelumnya yang mengarahkan pada dirancangnya kerangka pikir
penelitian yang menjelaskan tentang hubungan antara variabel bebas dan variabel tak
bebas dalam penelitian ini. Pada Bab 3 diuraikan tentang metodologi yang digunakan
dalam melakukan penelitian, mencakup sumber data yang digunakan dan metode
analisis yang dilakukan untuk mencapai tujuan penelitian. Selanjutnya Bab 4 memuat
hasil perhitungan statistik yang dilakukan dan pembahasan mengenai interpretasi
hasil penelitian dengan analisis deskriptif menggunakan tabel atau grafik dan analisis
inferensia dengan menerapkan Multiple Classification Analysis (MCA). Terakhir,
pada Bab 5 memaparkan tentang kesimpulan yang diperoleh dilengkapi saran-saran
berdasarkan kesimpulan yang diuraikan sebelumnya.
5
BAB II.
TINJAUAN PUSTAKA
6
Model Multiple Classification Analysis dituliskan dalan bentuk persamaan
berikut (Andrew, 1973):
𝑌𝑖𝑗⋯𝑛 = 𝑦̅ + 𝛼𝑖 + 𝛽𝑗 + ⋯ + (𝛼𝛽)𝑖𝑗 + ⋯ + 𝑒𝑖𝑗⋯𝑛 (2.1)
dimana:
𝑌𝑖𝑗⋯𝑛 : adalah nilai variabel tak bebas yang didasarkan pada kategori ke-𝑖
dari variabel bebas A, kategori ke-𝑗 dari variabel bebas B, dan
seterusnya;
𝑦̅ : merupakan nilai rata-rata variabel tak bebas
𝛼𝑖 : adalah besarnya pengaruh variabel bebas A terhadap variabel tak
bebas;
𝛽𝑗 : adalah besarnya pengaruh variabel bebas B terhadap variabel tak
bebas;
(𝛼𝛽)𝑖𝑗 : adalah besarnya pengaruh interaksi variabel bebas A dan B terhadap
variabel tak bebas; dan 𝑒𝑖𝑗⋯𝑛 menunjukkan random error.
Uji Simultan
𝐸/(𝐶 − 𝑃)
𝐹= ~𝐹(𝐶−𝑃);(𝑁−𝐶+𝑃−1) (2.2)
𝑍/(𝑁 − 𝐶 + 𝑃 − 1)
7
dengan:
𝑍 = (∑ 𝑊𝑘 (𝑌𝑘 − 𝑌̅)2 ) − 𝐸
𝑘
dimana:
N : jumlah sampel;
𝑈𝑖
𝜂𝑖 = √ (2.3)
𝑇
8
dimana:
2
𝑈𝑖 = ∑ (∑ 𝑊𝑖𝑗𝑘 ) (𝑌̅𝑖𝑗 − 𝑌̅)
𝑖 𝑗
𝑇 = ∑ 𝑊𝑘 (𝑌𝑘 − 𝑌̅)2
𝑘
Statistik Beta (𝛽𝑖 ) digunakan untuk mengukur hubungan variabel bebas ke-i
dalam model terhadap variabel tak bebas Y setelah dilakukan adjustment. Artinya,
pengukuran besarnya pengaruh variabel bebas ke-𝑖 dilakukan dengan
mempertimbangkan pengaruh variabel bebas lainnya yang terlibat dalam model.
Statistik Beta diperoleh dengan mengaplikasikan formula berikut:
𝐷𝑖
𝛽𝑖 = √ (2.4)
𝑇
dengan:
2
𝐷𝑖 = ∑ (∑ 𝑊𝑖𝑗𝑘 ) (𝛼̂𝑖𝑗 )
𝑖 𝑗
dimana 𝛼̂𝑖𝑗 adalah besarnya deviasi variabel bebas ke-𝑖 kategori ke-𝑗 yang telah
disesuaikan.
Indeks kekayaan adalah ukuran komposit dari standar hidup kumulatif rumah
tangga. Indeks kekayaan dihitung dengan menggunakan data yang mudah
dikumpulkan mengenai kepemilikan rumah tangga terhadap aset terpilih, seperti
televisi, sepeda, sepeda motor, kulkas; bahan yang digunakan untuk pembangunan
9
perumahan; dan jenis akses air bersih dan fasilitas sanitasi rumah tangga.
Penghitungan indeks kekayaan menggunakan prosedur statistik yang dikenal sebagai
analisis komponen utama. Dengan mengamati indeks kekayaan rumah tangga akan
menempatkan rumah tangga tersebut dalam skala relatif. Sering kali indeks kekayaan
disajikan dalam bentuk kategorik menjadi lima kuintil kekayaan untuk
membandingkan pengaruh kekayaan pada berbagai indikator populasi, kesehatan dan
gizi.
Indeks kekayaan adalah salah satu karakteristik rumah tangga yang sering kali
memiliki pengaruh besar pada kesehatan serta memungkinkan untuk identifikasi
masalah khusus bagi rumah tangga miskin, seperti akses yang tidak merata terhadap
perawatan kesehatan, dan juga masalah khusus untuk rumah tangga/penduduk kaya,
seperti di negara-negara Afrika yang akan meningkatkan risiko infeksi HIV.
Penghitungan indeks kekayaan dikembangkan oleh Program DHS dan
memungkinkan pemerintah untuk melakukan evaluasi terhadap layanan kesehatan
masyarakat, kampanye vaksinasi, pendidikan, dan intervensi penting lainnya yang
berkaitan dengan rumah tangga paling miskin.
Disamping itu, indeks kekayaan memungkinkan untuk melakukan identifikasi
terhadap status ekonomi rumah tangga yang mempengaruhi tingkat kesehatan
anggota rumah tangga dengan menggunakan metode multivariate, bivariat maupun
analisis yang lebih kompleks. Sebagai salah satu contoh, dalam sebuah penelitian
terhadap sembilan negara, para peneliti telah dapat menunjukkan bahwa status
ekonomi bukanlah faktor pendorong untuk kasus kekerasan dalam rumah tangga.
10
pengaruh yang konsisten terhadap proporsi pengeluaran makanan, total pengeluaran
pendidikan, dan total pengeluaran kesehatan. Lebih jauh lagi, semakin banyak jumlah
ART cenderung meningkatkan proporsi pengeluaran makanan, pengeluaran
pendidikan dan kesehatan. Terungkap pula bahwa rumah tangga yang memiliki
proporsi pengeluaran makanan terbesar tetapi pengeluaran pendidikan dan
kesehatannya terkecil adalah rumah tangga dengan KRT yang bekerja sebagai pekerja
mandiri.
Fathia Rizky Ananda (2015) mengungkapkan bahwa terjadinya konsumsi
dipengaruhi oleh berbagai macam faktor diantaranya faktor ekonomi dan faktor
sosial. Dari segi ekonomi, konsumsi secara langsung dapat dipengaruhi oleh
pendapatan. Semakin tinggi pendapat kepala keluarga maka akan meningkatkan
konsumsi keluarganya. Sedangkan dari segi sosial, konsumsi dapat dipengaruhi oleh
jumlah anggota keluarga, pendidikan, dan jam kerja. Apabila suatu rumah tangga
memiliki ukuran anggota tangga yang relatif besar, maka akan semakin tinggi pula
kebutuhan yang harus terpenuhi. Selanjutnya, kepala rumah tanga dengan tingkat
pendidikan yang tinggi memiliki kecenderungan untuk meningkatkan konsumsi
bukan makanan dibandingkan makanan. Untuk kepala rumah tangga yang bekerja
dengan jam kerja yang relatif tinggi maka semakin besar beban kerja yang diterima
secara langsung yang akan mempengaruhi pengeluaran, baik untuk makanan maupun
bukan makanan.
Variabel pendapatan rumah tangga, jumlah anggota rumah tangga, pendidikan
ibu rumah tangga merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi pengeluaran
makanan rumah tangga petani. Hal ini diutarakan oleh M. A. Rachmah, Mukson, dan
S. Marzuki yang melakukan penelitian terhadap rumah tangga petani di Kecamatan
Suruh Kabupaten Semarang pada tahun 2016. Sedangkan harga bahan pokok beras,
konsumsi protein hewani serta konsumsi harian protein nabati dan hewani tidak
berpengaruh terhadap pengeluaran makanan rumah tangga petani di Kecamatan
Suruh Kabupaten Semarang.
11
2.3. Kerangka Pikir Penelitian
Dari hasil kajian terhadap penelitan terkait pola konsumsi rumah tangga untuk
makanan yang dilakukan sebelumnya, terungkap bahwa faktor sosial demografi
rumah tangga seperti jenis kelamin kepala rumah tangga, tingkat pendidikan tertinggi
yang ditamatkan oleh kepala rumah tangga, jumlah anggota rumah tangga serta status
bekerja kepala rumah tangga memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pola
konsumsi rumah tangga untuk makanan. Disamping itu, pendapatan rumah tangga
yang didekati dengan indeks kekayaan rumah tangga memiliki peran yang penting
dalam menentukan proporsi pengeluaran ruman tangga untuk makanan dalam
sebulan.
12
kepala rumah tangga dan status bekerja kepala rumah tangga akan diteliti
kecenderungannya dalam mempengaruhi konsumsi makanan rumah tangga. Secara
rinci hubungan antara variabel bebas dan variabel tak bebas dapat dilihat pada bagan
yang ditampilkan pada Gambar 2.1.
13
BAB III
METODOLOGI
Dalam penelitian ini digunakan data sekunder yang merupakan hasil Survei
Sosial dan Ekonomi Nasional (Susenas) yang diselenggarakan oleh Badan Pusat
Statistik (BPS) pada bulan Maret 2016. Susenas merupakan survei rumah tangga
yang diselenggarakan secara berkala yang meliputi data kor dan data konsumsi /
pengeluaran. Data konsumsi / pengeluaran ini digunakan untuk mengevaluasi taraf
hidup penduduk Indonesia. Sementara itu, data pengeluaran yang dibedakan menurut
kelompok makanan dan bukan makanan, dapat digunakan untuk melihat strategi
penduduk dalam mengalokasikan sumber daya yang dimiliki untuk memenuhi
kebutuhan rumah tangganya.
Susenas Maret 2016 dilaksanakan di seluruh Indonesia. Banyaknya responden
yang menjadi sumber informasi dalam survei tersebut adalah sebanyak 291.414. Data
hasil survei dapat disajikan pada tingkat nasional, provinsi, dan kabupaten/kota.
Konsumsi rumah tangga yang dicakup dalam Susenas Maret 2016 dibedakan atas
konsumsi makanan dan bukan makanan tanpa memperhatikan asal barang baik
berasal dari pembelian maupun pemberian. Untuk pengeluaran rumah tangga terbatas
pada pengeluaran untuk kebutuhan rumah tangga saja, tidak termasuk pengeluaran
untuk keperluan usaha atau yang diberikan kepada pihak lain.
Metode analisis yang diterapkan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif
dan analisis inferensia dengan mengaplikasikan pengujian dan pemodelan secara
statistik. Analisis deskriptif yang disajikan dalam bentuk tabel dan grafik
dimaksudkan untuk melakukan eksplorasi secara lebih mendalam terhadap variabel-
14
variabel yang digunakan dalam penelitian ini sebelum diterapkan dalam analisis
inferensia. Selanjutnya, analisis inferensia dilakukan dengan menerapkan Multiple
Classification Analysis (MCA). Jenis analisis ini dimaksudkan untuk mengevaluasi
pola hubungan dan besarnya pengaruh variabel-variabel bebas terhadap variabel tak
bebas. Pada pemodelan statistik yang dihasilkan akan diterapkan pengujian secara
statistik untuk mengevaluasi tingkat keberartian model dan tingkat signifikansi dari
pengaruh yang diberikan oleh masing-masing variabel bebas.
Tabel 3.1. Uraian nama variabel dan pembagian kategori yang digunakan
NAMA
NO KETERANGAN VARIABEL KATEGORI
VARIABEL
Persentase pengeluaran makanan
1. prop_food -
rumah tangga
0 : 40% kuintil bawah
2. wealth Indeks kekayaan rumah tangga
1 : 60% kuintil atas
Jenis kelamin kepala rumah 0 : perempuan
3. sex
tangga 1 : laki-laki
1 : SD sederajat ke
Tingkat pendidikan tertinggi yang bawah
4. pendd ditamatkan oleh kepala rumah 2 : SD & SMP sederajat
tangga 3 : SMA sederajat ke
atas
0 : ART ≤ 4 orang
5. size Jumlah anggota rumah tangga
1 : ART > 4 orang
Status bekerja kepala rumah 0 : tidak bekerja
6. bekerja
tangga 1 : bekerja
15
Variabel yang tercantum dalam Tabel 1 dapat dikelompokkan menjadi 2(dua)
jenis variabel yaitu variabel hasil penghitungan seperti persentase pengeluaran dan
indeks kekayaan, serta variabel hasil pengukuran melalui informasi dari responden
survei seperti jenis kelamin KRT (kepala rumah tangga), tingkat pendidikan KRT,
jumlah ART dan status bekerja KRT.
16
standar ini kemudian digunakan untuk menciptakan titik impas yang mendefinisikan
kuintil kekayaan sebagai: terendah, kedua, tengah, keempat, dan tertinggi. Pada setiap
rumah tangga diberi nilai yang telah distandarisasi untuk setiap aset, dimana nilainya
berbeda-beda tergantung pada kepemilikan aset rumah tangga tersebut (dalam kasus
pengaturan kamar tidur digunakan jumlah orang per kamar). Nilai ini dijumlahkan
pada setiap rumah tangga, dan untuk individu diberi peringkat sesuai dengan jumlah
skor rumah tangga yang menjadi tempat tinggalnya. Selanjutnya seluruh sampel
dibagi menjadi lima kelompok dengan jumlah individu yang sama pada masing-
masing kelompok.
Kuintil kekayaan dinyatakan dalam bentuk kuintil individu dalam populasi,
bukan kuintil individu yang berisiko terhadap kesehatan seseorang atau indikator
penduduk lainnya. Pendekatan untuk mendefinisikan kuintil kekayaan memiliki
keuntungan untuk menghasilkan informasi yang secara langsung relevan dengan
pertanyaan pokok yang diinginkan, misalnya, status kesehatan atau akses terhadap
layanan untuk penduduk miskin pada populasi secara keseluruhan. Hal ini juga
berkaitan dengan perbandingan antar indikator untuk kuintil yang sama, karena unsur
penyebut dalam pembentukan kuintil tetap tidak berubah pada setiap indikator.
Namun demikian, beberapa jenis analisis barangkali memerlukan data untuk kuintil
individu yang berisiko seperti ini.
Seluruh indikator kesehatan, gizi dan penduduk dihitung setelah menerapkan
pembobot sampling sehingga jumlah yang dihasilkan dapat digeneralisasikan ke total
populasi. Untuk setiap indikator, nilai total atau rata-rata penduduk yang disajikan
adalah jumlah kuintil tertimbang untuk indikator tersebut, di mana bobot yang
diberikan pada setiap nilai kuintil adalah proporsi jumlah individu yang berisiko
dalam kuintil tersebut. Nilai total indikator yang dihasilkan oleh skema pembobotan
ini mewakili total penduduk, karena memperhitungkan fakta bahwa jumlah individu
yang berisiko dapat bervariasi di antara kuintil kekayaan. Demikian pula, setiap nilai
kuintil itu sendiri dapat direproduksi sebagai rata-rata tertimbang tingkat perkotaan/
pedesaan (berbobot dengan proporsi perkotaan/perdesaan) atau jenis kelaim laki-
laki/perempuan (dibobot oleh proporsi laki-laki/perempuan). Sebagai hasil dari skema
17
pembobotan ini, rata-rata populasi untuk indikator tertentu yang disajikan dalam tabel
biasanya akan berbeda dari rata-rata sederhana dari subkelompok populasi.
18
𝑝𝑟𝑜𝑝_𝑓𝑜𝑜𝑑 ̂
̂ 𝑖𝑗⋯𝑛 = 𝑝𝑟𝑜𝑝_𝑓𝑜𝑜𝑑
̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅ + 𝑤𝑒𝑎𝑙𝑡ℎ𝑖 + 𝑠𝑒𝑥𝑗 + 𝑝𝑒𝑛𝑑𝑑𝑘 + 𝑠𝑖𝑧𝑒𝑙
(3.1)
+𝑏𝑒𝑘𝑒𝑟𝑗𝑎𝑚 + 𝑠𝑒𝑥 ∗ 𝑏𝑒𝑘𝑒𝑟𝑗𝑎𝑛
dimana :
̂ 𝑖𝑗⋯𝑛 : nilai estimasi persentase konsumsi makanan rumah tangga sebulan
𝑝𝑟𝑜𝑝_𝑓𝑜𝑜𝑑
̂
̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅
𝑝𝑟𝑜𝑝_𝑓𝑜𝑜𝑑 : nilai rata-rata dari persentase konsumsi makanan
19
Perhitungan besarnya kontribusi variabel bebas yang terlibat dalam model
MCA secara simultan terhadap variasi perubahan variabel tak bebas digunakan
ukuran koefisien determinasi (𝑅 2 ).
20
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambar 4.1. Pola distribusi persentase pengeluaran rumah tangga untuk makanan
21
Bila ditinjau lebih dalam lagi mengenai pola komsumsi rumah tangga untuk
makanan pada masing-masing provinsi di Indonesia, maka terlihat pada Gambar 4.2
bahwa sebagian besar provinsi memiliki nilai median persentase pengeluaran rumah
tangga di atas nilai median nasional (ditunjukkan oleh garis warna merah sebesar 57
persen), diantaranya Provinsi Aceh (11), Sumatera Utara (12), Sumatera Barat (13),
NTT (53) dan Papua (94). Sementara provinsi dengan nilai median persentase
pengeluaran rumah tangga untuk makanan di bawah 50 persen adalah Provinsi DKI
Jakarta (31) dan Provinsi Bali (51). Gambar 2 secara lebih jelas memperlihatkan
keragaman nilai median persentase pengeluaran rumah tangga sebulan untuk
makanan pada masing-masing provinsi di Indonesia.
22
Konsumsi rumah tangga sebulan untuk makanan di daerah perkotaan
menunjukkan pola yang kurang lebih sama, dimana nilai mediannya sebesar 54
persen (lihat Lampiran 2). Daerah perkotaan di masing-masing provinsi di Indonesia
memperlihatkan pola persentase konsumsi makanan yang beragam seperti terlihat
pada Gambar 4.3. Sebagian besar (lebih dari 50 persen) provinsi menunjukkan nilai
median persentase konsumsi makanan di bawah median nasional, termasuk di
dalamnya Provinsi Papua (94).
Provinsi DKI Jakarta (31), D.I. Yogyakarta (34) dan Provinsi Bali (51)
menunjukkan nilai median di bawah 50 persen yang berarti bahwa rumah tangga
23
perkotaan di provinsi tersebut mengalami pergeseran pola konsumsi dari makanan ke
bukan makanan yang ditunjukkan oleh lebih besarnya persentase konsumsi bukan
makanan dibandingkan untuk makanan. Sementara Provinsi Sumatera Utara (12),
Sumatera Barat (13) dan Sulawesi Barat (76) memperlihatkan proporsi konsumsi
makanan dibandingkan bukan makanan lebih tinggi dibandingkan rumah tangga
perkotaan di provinsi lainnya di Indonesia.
Di daerah perdesaan terjadi fenomena yang cukup menarik dimana persentase
konsumsi makanan rumah tangga sebulan cukup homogen bila dibandingkan antar
provinsi di Indonesia yaitu berkisar 60 persen (lihat Lampiran 3). Provinsi Aceh (11),
Sumatera Utara (12), Sumatera Barat (13) dan Papua (94) memperlihatkan bahwa
proporsi konsumsi makanan oleh rumah tangga perdesaan di wilayah tersebut secara
konsisten di atas nilai median nasional. Pola konsumsi makanan di provinsi lainnya
disajikan pada Gambar 4.4.
Estimasi Rata-rata
Uraian Variabel Disesuaikan
Tidak
dengan Faktor
Disesuaikan
lain
prop_food wealth 0 58.3405 56.2522
1 47.6722 53.3710
sex 0 74.9120 71.9219
1 52.5513 53.0018
size 0 57.1581 56.0721
1 54.1400 55.0066
pendd 1 57.2961 56.5421
2 46.1911 51.5406
3 34.6640 40.8750
bekerja 0 58.9921 54.4979
1 50.6790 56.8210
sex*bekerja 0 59.9503 57.4858
1 48.3591 52.2842
25
Hasil pengujian secara parsial untuk setiap variabel bebas dalam model secara rinci
dapat dilihat pada Lampiran 5. Seluruh variabel bebas yang terdiri dari indeks
kekayaan, jenis kelamin KRT, pendidikan tertitnggi yang ditamatkan KRT, jumlah
anggota rumah tangga, status bekerja KRT, termasuk variabel interaksi antara jenis
kelamin dan status bekerja KRT secara parsial signifikan untuk digunakan dalam
model.
80.0 74.9
Persentase konsum makanan sebulan
70.0
58.3 59.0 60.0
57.2 57.3
60.0 54.1
52.6
50.7
47.7 48.4
50.0 46.2
40.0 34.7
30.0
20.0
10.0
0.0
Indeks Jenis Jumlah ART Pendidikan Status Jenis
Kekayaan kelamin KRT KRT bekerja KRT kelamin KRT
& status
bekerja
Gambar 4.5. Nilai estimasi persentase konsumsi makanan untuk setiap variabel
bebas yang terlibat dalam model MCA
26
terlihat bahwa perbedaan persentase konsumsi makanan yang cukup besar antara
KRT perempuan dan KRT laki-laki yaitu sebesar 22,3 persen. Sementara pada tingkat
pendidikan KRT, terjadi perbedaan persentase konsumsi makanan yang signifikan
antara KRT dengan pendidikan SD ke bawah dengan KRT dengan pendidikan SMA
ke atas yaitu sebesar 22,6 persen. Pada variabel interaksi antara jenis kelamin KRT
dan status bekerja KRT terjadi perbedaan sekitar 11,6 persen untuk persentase
konsumsi makanan rumah tangga pada KRT perempuan dengan status tidak bekerja
dan KRT laki-laki dengan status bekerja. Jumlah anggota rumah tangga sebagai
indikator untuk ukuran rumah tangga menunjukkan dampak perubahan yang relatif
kecil. Dengan kata lain, perubahan ukuran rumah tangga tidak berdampak secara
signifikan terhadap perubahan persentase konsumsi makanan rumah tangga sebulan.
Besarnya perbedaan persentase konsumsi makanan untuk setiap variabel bebas secara
rinci dapat dilihat pada Gambar 4.5.
27
persen. Sementara indeks kekayaan rumah tangga memiliki pengaruh secara mandiri
sebesar 35 persen. Sementara pengaruh variabel bebas dengan mempertimbangkan
pengaruh variabel lainnya dalam model diperlihatkan oleh nilai statistik Beta, dengan
nilai terbesar pada variabel jenis kelamin KRT sebesar 47,3 persen dan pendidikan
yang ditamatkan oleh KRT sebesar 25,3 persen.
Pada wilayah perkotaan, hasil pengujian terhadap model MCA yang dibentuk
untuk melakukan estimasi terhadap persentase konsumsi makanan rumah tangga di
Indonesia (lihat Tabel 4.4) menunjukkan bahwa model MCA yang melibatkan semua
variabel bebas yang telah ditentukan sebelumnya secara simultan dikatakan layak
digunakan untuk melakukan estimasi melalui model MCA dengan tingkat
signifikansi 𝛼 = 5 persen.
Hasil pengujian secara parsial untuk setiap variabel bebas dalam model MCA
pada wilayah perkotaan secara rinci dapat dilihat pada Lampiran 6. Seluruh variabel
bebas yang terdiri dari indeks kekayaan, jenis kelamin KRT, pendidikan tertitnggi
yang ditamatkan KRT, jumlah anggota rumah tangga, status bekerja KRT, termasuk
variabel interaksi antara jenis kelamin dan status bekerja KRT secara parsial
berkontribusi secara signifikan terhadap estimasi dalam model.
28
Tabel 4.5. Hasil estimasi rata-rata dengan model MCA di wilayah perkotaan
Estimasi Rata-rata
Uraian Variabel Disesuaikan
Tidak
dengan Faktor
Disesuaikan
lain
prop_food wealth 0 56.2477 53.4826
1 45.2980 50.6024
sex 0 74.6703 70.8814
1 50.2098 50.6003
size 0 54.1600 52.9854
1 51.8807 52.3147
pendd 1 54.9877 54.0185
2 44.4762 49.1460
3 33.6669 38.8050
bekerja 0 57.0134 51.4034
1 47.9872 53.5856
sex*bekerja 0 57.9899 54.8675
1 46.3261 49.8323
29
konsumsi makanan yang signifikan antara KRT dengan pendidikan SD ke bawah
dengan KRT dengan pendidikan SMA ke atas yaitu sebesar 21,3 persen. Pada
variabel interaksi antara jenis kelamin KRT dan status bekerja KRT terjadi perbedaan
sekitar 11,7 persen untuk persentase konsumsi makanan rumah tangga pada KRT
perempuan dengan status tidak bekerja dan KRT laki-laki dengan status bekerja.
Jumlah anggota rumah tangga sebagai indikator untuk ukuran rumah tangga
menunjukkan dampak perubahan yang sangat kecil. Dengan kata lain, perubahan
ukuran rumah tangga relatif tidak berdampak secara signifikan terhadap perubahan
persentase konsumsi makanan rumah tangga sebulan. Besarnya perbedaan persentase
konsumsi makanan untuk setiap variabel bebas secara rinci dapat dilihat pada Gambar
4.6.
80.0 74.7
Persentase konsum makanan sebulan
70.0
40.0 33.7
30.0
20.0
10.0
0.0
Indeks Jenis Jumlah ART Pendidikan Status Jenis
Kekayaan kelamin KRT KRT bekerja KRT kelamin KRT
& status
bekerja
Gambar 4.6. Nilai estimasi persentase konsumsi makanan untuk setiap variabel bebas
yang terlibat dalam model MCA di wilayah perkotaan
30
Tabel 4.6. Pengaruh masing-masing variabel bebas terhadap perubahan
persentase konsumsi makanan rumah tangga
31
Tabel 4.7. Hasil ANOVA terhadap model MCA di wilayah perdesaan
Tabel 4.8. Hasil estimasi rata-rata dengan model MCA di wilayah perdesaan
Estimasi Rata-rata
Uraian Variabel Disesuaikan
Tidak
dengan Faktor
Disesuaikan
lain
prop_food wealth 0 59.6439 58.2677
1 50.5269 55.6238
sex 0 75.0180 72.9434
1 54.4341 54.8261
size 0 58.2101 57.8364
1 57.0268 57.5296
pendd 1 58.8582 58.3745
2 48.4838 53.5983
3 36.5997 42.9099
bekerja 0 60.1521 56.9009
1 53.4376 59.1094
sex*bekerja 0 61.0913 59.2760
1 50.5776 54.3993
Hasil pengujian secara parsial untuk setiap variabel bebas dalam model MCA pada
wilayah perdesaann secara rinci dapat dilihat pada Lampiran 7. Seluruh variabel
bebas yang terdiri dari indeks kekayaan, jenis kelamin KRT, pendidikan tertitnggi
yang ditamatkan KRT, jumlah anggota rumah tangga, status bekerja KRT, termasuk
32
variabel interaksi antara jenis kelamin dan status bekerja KRT secara parsial
berkontribusi secara signifikan terhadap estimasi dalam model.
80.0 75.0
Persentase konsum makanan sebulan
70.0
59.6 60.2 61.1
58.2 57.0 58.9
60.0 54.4 53.4
50.5 50.6
48.5
50.0
40.0 36.6
30.0
20.0
10.0
0.0
Indeks Jenis Jumlah ART Pendidikan Status Jenis
Kekayaan kelamin KRT KRT bekerja KRT kelamin KRT
& status
bekerja
Gambar 4.7. Nilai estimasi persentase konsumsi makanan untuk setiap variabel bebas
yang terlibat dalam model MCA di wilayah perdesaan
33
pendidikan SMA ke atas yaitu sebesar 22,3 persen. Pada variabel interaksi antara
jenis kelamin KRT dan status bekerja KRT terjadi perbedaan sekitar 10,5 persen
untuk persentase konsumsi makanan rumah tangga pada KRT perempuan dengan
status tidak bekerja dan KRT laki-laki dengan status bekerja. Jumlah anggota rumah
tangga sebagai indikator untuk ukuran rumah tangga menunjukkan dampak
perubahan yang sangat kecil sekitar 1,2 persen. Dengan kata lain, perubahan ukuran
rumah tangga relatif tidak berdampak secara signifikan terhadap perubahan
persentase konsumsi makanan rumah tangga sebulan. Besarnya perbedaan persentase
konsumsi makanan untuk setiap variabel bebas secara rinci dapat dilihat pada Gambar
4.7.
34
statistik Beta, dengan nilai terbesar pada variabel jenis kelamin KRT sebesar 52,2
persen dan pendidikan yang ditamatkan oleh KRT sebesar 21,0 persen.
35
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
36
jumlah anggota rumah tangga, baik di wilayah perkotaan (7,3 persen)
maupun wilayah perdesaan (4,6 persen).
5.2. Saran
37
DAFTAR PUSTAKA
Andrew, F., Morgan J. N., Sonquist J. A., Klem L. (1973), Multiple Classification
Analysis. A report on a computer program for multiple regession using
categorical predictors, Second Edition, The Univerity of Michigan.
Retherford R.D., Choe M.J. (1993), Statistical models for causal analysis, Wiley and
Sons, New York
Rutstein, S. O. (2008). The DHS Wealth Index: Approaches for Rural and Urban
Areas. ORC Macro. Calverton, Maryland USA
Rutstein, S. O. & K. Johnson (2004). DHS Comparative Reports No. 6: The DHS
Wealth Index. ORC Macro. Calverton, Maryland USA
38
LAMPIRAN 1. Output statistik deskriptif wilayah perkotaan & perdesaan)
Ringkasan statistik untuk persentase pengeluaran makanan rumah tangga (Perkotaan
+ Perdesaan)
N Valid 291414
Mean 55.4795
Median 56.8714
Mode 56.18
Std.
Deviation 13.4931
Minimum 1.06
Maximum 97.31
Percentiles 10 37.2004
20 44.5142
30 49.4553
40 53.4079
50 56.8714
60 60.1454
70 63.4161
80 67.0016
90 71.6547
39
LAMPIRAN 2. Output statistik deskriptif wilayah perkotaan
Ringkasan statistik untuk persentase pengeluaran makanan rumah tangga (Perkotaan)
N Valid 124513
Mean 52.4957
Median 53.6836
Mode 44.88
Std. Deviation 13.95029
Minimum 1.85
Maximum 97.31
Percentiles 10 33.4652
20 40.7590
30 45.8903
40 50.0022
50 53.6836
60 57.2011
70 60.7573
80 64.5843
90 69.5791
40
LAMPIRAN 3. Output statistik deskriptif wilayah perdesaan
Ringkasan statistik untuk persentase pengeluaran makanan rumah tangga (perdesaan)
N Valid 166901
Mean 57.7056
Median 58.9993
Mode 56.18
Std. Deviation 12.69280
Minimum 1.06
Maximum 95.20
Percentiles 10 40.8294
20 47.6519
30 52.2112
40 55.7977
50 58.9993
60 62.0015
70 65.0339
80 68.3966
90 72.8199
41
LAMPIRAN 4. Output MCA tanpa variabel interaksi untuk wilayah perkotaan
dan perdesaan
ANOVAa,b
Hierarchical Method
42
Factor Summarya
Beta
Adjusted for
Eta Factors
R R Squared
43
LAMPIRAN 5. Output MCA dengan variabel interaksi untuk wilayah perkotaan
dan perdesaan
ANOVAa,b
Hierarchical Method
44
Factor Summarya
Beta
Adjusted for
Eta Factors
R R Squared
45
LAMPIRAN 6. Output MCA dengan variabel interaksi untuk wilayah perkotaan
ANOVAa,b
Hierarchical Method
46
Factor Summarya
Beta
Adjusted for
Eta Factors
R R Squared
47
LAMPIRAN 7. Output MCA dengan variabel interaksi untuk wilayah perdesaan
ANOVAa,b
Hierarchical Method
48
Factor Summarya
Beta
Adjusted for
Eta Factors
R R Squared
49