Anda di halaman 1dari 42

MAKALAH

PANCASILA DALAM KONTEKS SEJARAH PERJUANGAN BANGSA


DISUSUN GUNA MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH
PANCASILA
Dosen Pengampu:
Dr. H. Metroyadi, S.H, M.Pd dan Zain Ahmad Fauzi, M.Pd

Disusun Oleh:
Kelompok 6
Angela 2310125220081
M. Ajmul Nashir 2310125210076
Musdalifah 2310125320017
Nazwa Azkia Ramadhani 2310125320022
Nur Haliza 2310125320016
Nurlayalia Ramadhini 2310125220059
Nur Inayah 2310125120033
Rakhmadaniati Faznur 2310125220063
Siti Jamilah 2310125320026

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARMASIN
TAHUN 2023
DAFTAR TUGAS
NAMA NIM TUGAS
Angela 2310125220081 Meresume subbab 2.5 & Moderator
M. Ajmul Nashir 2310125210076 Membuat makalah & Operator
Musdalifah 2310125320017 Meresume subbab 2.3 & Pemateri
Nazwa Azkia Ramadhani 2310125320022 Meresume subbab 2.1, Pemateri &
Membuat PPT
Nur Haliza 2310125320016 Meresume subbab 2.2 & Pemateri
Nurlayalia Ramadhini 2310125220059 Meresume subbab 2.7 & Pemateri
Nur Inayah 2310125120033 Meresume subbab 2.6 & Pemateri
Rakhmadaniati Faznur 2310125220063 Meresume subbab 2.4 & Pemateri
Siti Jamilah 2310125320026 Meresume subbab 2.8 & Pemateri
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
dengan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul "Pancasila
Dalam Konteks Sejarah Perjuangan Bangsa" ini dengan penuh kemudahan, tanpa
pertolongan-Nya mungkin makalah ini tidak dapat kami selesaikan dengan baik
dan tepat waktu.

Tujuan makalah ini adalah untuk menambah pengetahuan tentang


Pancasila Dalam Konteks Sejarah Perjuangan Bangsa.

Kami juga mengucapkan terima kasih kepada Dr. H. Metroyadi, S.H,


M.Pd. dan Zain Ahmad Fauzi, M.Pd selaku dosen pembimbing mata kuliah
Pancasila yang telah membimbing kami dalam belajar dan juga pembuatan
makalah ini.

Kami menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih banyak


kekurangannya. Hal ini disebabkan keterbatasan pengetahuan, waktu, serta
sumber yang kami miliki. Oleh karena itu, kritik dan saran yang sifatnya
membangun sangat kami harapkan untuk perbaikan penyusunan selanjutnya.

Akhir kata semoga Makalah "Pancasila Dalam Konteks Sejarah


Perjuangan Bangsa" bermanfaat bagi para pembaca. Semoga Tuhan Yang Maha
Esa selalu meridhoi usaha kami.

Banjarmasin, September 2023

Kelompok 6

i
ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................i
DAFTAR ISI.........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................1
1.1 Latar Belakang.....................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah................................................................................1
1.3 Tujuan Penulisan..................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN.......................................................................................2
2.1 Pengertian Pancasila...........................................................................2
2.2 Zaman Kutai.......................................................................................6
2.3 Zaman Sriwijaya...............................................................................11
2.4 Zaman Kerajaan-Kerajaan sebelum Majapahit.................................15
2.5 Zaman Penjajahan Majapahit............................................................19
2.6 Zaman Penjajahan.............................................................................22
2.7 Kebangkitan Nasional.......................................................................24
2.8 Zaman Penjajahan Jepang.................................................................30
BAB III PENUTUP.............................................................................................35
3.1 Kesimpulan.......................................................................................35
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................36

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pancasila merupakan landasan ideologi negara Indonesia yang mempunyai


peranan sentral dalam membentuk karakter bangsa. Makalah ini bertujuan untuk
memahami sejarah Pancasila, asal usul nilai-nilainya, dan peranannya dalam
sejarah perjuangan bangsa. Sejarah Pancasila tidak hanya berkaitan erat dengan
perjuangan melawan kolonialisme, tetapi juga mencakup proses pembentukan jati
diri dan visi bangsa. Memahami sejarah ini membantu kita untuk tetap setia pada
nilai-nilai Pancasila yang menjadi pedoman pembangunan dan kemajuan negara.
Makalah ini mengupas tentang sejarah Pancasila dari zaman kerjaan, peristiwa-
peristiwa penting yang membentuknya, serta makna filosofis nilai-nilai tersebut
dalam konteks perjuangan nasional Indonesia.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa pengertian Pancasila?
2. Bagaimana sejarah Pancasila dari zaman Kutai hingga penjajahan Jepang?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Dapat memahami pengertian Pancasila
2. Dapat memahami sejarah Pancasila dari zaman Kutai hingga penjajajhan
Jepang.

1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Pancasila

Secara umum, pengertian Pancasila terbagi menjadi 3, yaitu:

A. Pengertian Pancasila secara Etimologis.

Secara etimologis istilah “Pancasila” berasal dari Sansekerta dari India


(bahasa kasta Brahmana) adapun bahasa rakyat biasa adalah bahasa Prakerta.
Perkataan Pancasila mula-mula terdapat dalam kepustakaan Budha di
India. Ajaran Budha bersumber pada kitab suci Tri Pitaka yang terdiri atas tiga
macam buku besar yaitu: Suttha Pitaka, Abidhama Pitaka, dan Vinaya Pitaka.
Dalam ajaran Budha terdapat ajaran moral untuk mencapai NIrwana dengan
melalui Samadhi, dan setiap golongan berbeda kewajiban moralnya. Ajaran-
ajaran moral tersebut adalah sebagai berikut: Dasasyiila; Saptasyiila;
Pancasyiila.
Ajaran Pancasila menurut Budha adalah merupakan lima aturan (larangan)
atau five moral principles, yang harus ditaati dan dilaksanakan oleh para
penganut biasa atau awam. Pengaruh ajaran moral Budha (Pancasila) masih
juga dikenal di dalam Masyarakat Jawa, yang disebut dengan “lima larangan”
atau “lima pantangan” moralitas yaitu dilarang :
Mateni, artinya membunuh
Maling, artinya mencuri
Madon, artinya berzina
Mabok, artinya meminum minuman keras atau menghisap candu
Main, artinya berjudi.
Semua huruf dari ajaran moral tersebut diawali dengan huruf “M” atau
dalam Bahasa Jawa disebut “Ma”, oleh karena itu lima prinsip moral tersebut
“Ma lima” atau “M 5” yaitu lima larangan.

2
B. Pengertian Pancasila secara Historis.

Proses perumusan Pancasila diawali ketika dalam sidang BPUPK pertama


dr. Radjiman Widyodiningrat. Mengajukan suatu masalah, khususnya akan
dibahas pada sidang tersebut. Masalah tersebut adalah tentang suatu calon
rumusan dasar negara Indonesia yang akan dibentuk.
Pada tanggal 1 Juni 1945 di dalam sidang tersebut Ir. Soekarno berpidato
secara lisan (tanpa teks) mengenai calon rumusan dasar negara Indonesia.
Kemudian untuk memberi nama istilah dasar negara tersebut Soekarno
memberikan nama “Pancasila” yang artinya lima dasar.
Pada tanggal 17 Agustus 1945 Indonesia memproklamasikan
kemerdekaannya, kemudian keesokan harinya tanggal 18 Agustus 1945
disahkanlah Undang-Undang Dasar 1945 termasuk Pembukaan UUD 1945 di
mana termuat isi rumusan lima prinsip sebagai satu dasar negara yang diberi
nama Pancasila.
Sejak saat itulah perkataan Pancasila telah menjadi bahasa Indonesia dan
merupakan istilah umum. Walaupun dalam Alinea IV Pembukaan UUD 1945
tidak termuat istilah ‘pancasila” namun yang dimaksudkan Dasar Negara
Republik Indonesia adalah disebut dengan istilah “Pancasila”.
Adapun secara terminology historis proses perumusan Pancasila adalah sebagai
berikut:
b. Ir. Soekarno (1 Juni 1945)
Dalam pidato yang diajukan oleh Soekarno secara lisan usulan lima asas
sebagai dasar negara Indonesia yang akan dibentuknya, yang rumusannya
adalah sebagai berikut:
1. Nasionalisme atau Kebangsaan Indonesia
2. Internasionalisme atau Perikemanusiaan
3. Mufakat atau Demokrasi
4. Kesejahteraan sosial
5. Ketuhanan yang berkebudayaan

3
Selanjutnya beliau mengusulkan bahwa kelima sila tersebut dapat diperas
menjadi “Tri Sila” yang rumusannya
1. Sosio Nasional yaitu “Nasionalisme dan Internasional”
2. Sosio Demokrasi yaitu “Demokrasi dengan Kesejahteraan rakyat”
3. Ketuhanan Yang Maha Esa.
b. Piagam Jakarta (22 Juni 1945)
Pada tanggal 22 Juni 1945 sembilan tokoh nasional yang juga tokoh
Dokuritu Zyunbi Tioosakay mengadakan pertemuan untuk membahas pidato
serta usul-usul mengenai dasar negara yang telah dikemukakan dalam sidang
Badan Penyelidik. Sembilan tokoh tersebut dikenal dengan “Panitia Sembilan”,
yang setelah mengadakan sidang berhasil Menyusun sebuah naskah piagam
yang dikenal “Piagam Jakarta” yang di dalamnya memuat Pancasila, sebagai
buah hasil pertama kali disepakati oleh sidang.
Adapun rumusan Pancasila sebagaimana termuat dalam Piagam Jakarta
adalah sebagai berikut :
1. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk-
pemeluknya
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dan
permusyawaratan/perwakilan
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

C. Pengertian Pancasila secara Termonologis

Proklamasi Kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945 itu telah melahirkan


negara Republik Indonesia. Untuk melengkapi alat-alat perlengkapan negara
sebagaimana lazimnya negara-negara yang merdek, maka Panitia Persiapam
Kemerdekaan Indonesia (PPKI) segera mengadakan sidang. Dalam sidangnya
tanggal 18 Agustus 1945 telah berhasil mengesahkan UUD Negara Republik
Indonesia yang dikenal dengan UUD 1945. Adapun UUD 1945 tersebut terdiri
atas dua bagian yaitu Pembukaan UUD 1945 dan pasal-pasal UUD 1945 yang

4
berisi 37 ayat pasal 1, Aturan Peralihan yang terdiri atas 4 pasal dan 1 Aturan
Tambahan terdiri atas 2 ayat.
Dalam bagian Pembukaan UUD 1945 yang terdiri atas empat Alinea
tersebut tercantum rumusan Pancasila sebagai berikut :
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

Rumusan Pancasila sebagaimana tercantum dalam pembukaan UUD 1945


inilah yang secara konstitusional sah dan benar sebagai dasar Negara Republik
Indonesia, yang disahkan oleh PPKI yang mewakili seluruh rakyat Indonesia.
Terdapat pula rumusan-rumusan Pancasila sebagai berikut:

a. Dalam Konstitusi RIS (Republik Indonesia Serikat).


Dalam konstitusi RIS yang berlaku tanggal 29 Desember 1949 sampai
dengan 17 Agustus 1950, tercantum rumusan Pancasila sebagai berikut :
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Peri Kemanusiaan
3. Kebangsaan
4. Kerakyatan
5. Keadilan sosial
b. Dalam UUDS (Undang-undang Dasar Sementara 1950).
Dalam UUDS 1950 yang berlaku mulai tanggal 17 Agustus 1950 sampai
tanggal 5 Juli 1959, terdapat pula rumusan Pancasila seperti rumusan yang
tercantum dalam Konstitusi RIS, sebagai berikut :
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Peri Kemanusiaan
3. Kebangsaan
4. Kerakyatan

5
5. Keadilan sosial
c. Rumusan Pancasila di Kalangan Masyarakat.
Selain itu terdapat juga rumusan Pancasila dasar negara yang beradar
di kalangan masyarakat luas, bahkan rumusannya sangat beranekaragam
antara lain terdapat rumusan sebagai berikut :
1. Ketuhanan Yag Maha Esa
2. Peri Kemanusiaan
3. Kebangsaan
4. Kedaulatan Rakyat
5. Keadilan sosial

Dari bermacam-macam rumusan Pancasila tersebut di atas yang sah


dan benar secara konstitusional adalah rumusan Pancasila sebagaimana
tercantum dalam Pembukaan UUD 1945. Hal ini diperkuat dengan
ketetapan NO. XX/MPRS/1996, dan Inpres No. 12 tanggal 13 April 1968
yang menegaskan bahwa pengucapan, penulisan dan rumusan Pancasila
Dasar Negara Republik Indonesia yang sah dan benar adalah sebagaimana
tercantum dalam Pembukaan UUD 1945.

2.2 Zaman Kutai


A. Sejarah Berdirinya Kerajaan Kutai
Letak Kerajaan Kutai berada di hulu sungai Mahakam, Kalimantan
Timur yang merupakan Kerajaan Hindu tertua di Indonesia. Ditemukannya
tujuh buah batu tulis yang disebut Yupa yang mana ditulis dengan huruf
Pallawa dan berbahasa Sanskerta tersebut diperkirakan berasal dari tahun 400
M (abad ke-5). Prasasti Yupa tersebut merupakan prasasti tertua yang
menyatakan telah berdirinya suatu Kerajaan Hindu tertua yaitu Kutai. Tidak
banyak informasi mengenai Kerajaan Kutai. Hanya 7 buah prasasti Yupa
tersebutlah sumbernya. Penggunaan nama Kutai sendiri ditentukan oleh para
ahli sejarah dengan mengambil nama dari tempat ditemukannya prasasti Yupa
tersebut.

6
Yupa adalah tugu batu yang berfungsi sebagai tugu peringatan yang
dibuat oleh para Brahmana atas kedermawanan Raja Mulawarman. Dituliskan
bahwa Raja Mulawarman, Raja yang baik dan kuat yang merupakan anak dari
Aswawarman dan merupakan cucu dari Raja Kudungga, telah memberikan
20.000 ekor sapi kepada para Brahmana. Dari prasasti tersebut didapat bawah
Kerajaan Kutai pertama kali didirikan oleh Kudungga kemudian dilanjutkan
oleh anaknya Aswawarman dan mencapai puncak kejayaan pada masa
Mulawarman (Anak Aswawarman). Menurut para ahli sejarah nama
Kudungga merupakan nama asli pribumi yang belum terpengaruh oleh
kebudayaan Hindu.

Namun anaknya, Aswawarman diduga telah memeluk agama Hindu


atas dasar kata ‘warman’ pada namanya yang merupakan kata yang berasal
dari bahasa Sanskerta. Berikut di bawah ini merupakan daftar raja-raja yang
pernah memimpin Kerajaan Kutai, di antaranya adalah sebagai berikut:

1. Maharaja Kudungga, gelar anumerta Dewawarman (pendiri)


2. Maharaja Aswawarman (anak Kundungga)
3. Maharaja Mulawarman (anak Aswawarman)
4. Maharaja Marawijaya Warman
5. Maharaja Gajayana Warman
6. Maharaja Tungga Warman
7. Maharaja Jayanaga Warman
8. Maharaja Nalasinga Warman
9. Maharaja Nala Parana Tungga
10. Maharaja Gadingga Warman Dewa
11. Maharaja Indra Warman Dewa
12. Maharaja Sangga Warman Dewa
13. Maharaja Candrawarman
14. Maharaja Sri Langka Dewa
15. Maharaja Guna Parana Dewa
16. Maharaja Wijaya Warman

7
17. Maharaja Sri Aji Dewa
18. Maharaja Mulia Putera
19. Maharaja Nala Pandita
20. Maharaja Indra Paruta Dewa
21. Maharaja Dharma Setia.
B. Kehidupan Politik Kerajaan Kutai
Dalam kehidupan politik seperti yang dijelaskan dalam yupa bahwa raja
terbesar Kutai adalah Mulawarman, putra Aswawarman dan Aswawarman
adalah putra Kudungga. Dalam yupa juga dijelaskan bahwa Aswawarman
disebut sebagai Dewa Ansuman/Dewa Matahari dan dipandang sebagai
Wangsakerta atau pendiri keluarga raja. Hal ini berarti Asmawarman sudah
menganut agama Hindu dan dipandang sebagai pendiri keluarga atau dinasti
dalam agama Hindu.

Untuk itu para ahli berpendapat Kudungga masih nama Indonesia asli
dan masih sebagai kepala suku, yang menurunkan raja-raja Kutai. Dalam
kehidupan sosial terjalin hubungan yang harmonis/erat antara Raja
Mulawarman dengan kaum Brahmana, seperti yang dijelaskan dalam yupa,
bahwa Raja Mulawarman memberi sedekah 20.000 ekor sapi kepada kaum
Brahmana di dalam tanah yang suci bernama Waprakeswara. Istilah
Waprakeswara tempat suci untuk memuja Dewa Siwa di pulau Jawa disebut
Baprakewara. Sejak muncul dan berkembangnya Pengaruh Hindu di Kaltim,
terjadi perubahan dalam tata pemerintahan, yaitu dari sistem pemerintahan
kepala suku menjadi sistem pemerintahan raja atau feodal.

C. Kehidupan Sosial Budaya Kerajaan Kutai

Berdasarkan isi prasasti-prasasti Kutai, dapat diketahui bahwa pada


abad ke-4 M di daerah Kutai terdapat suatu masyarakat Indonesia yang telah
banyak menerima pengaruh Hindu. Masyarakat tersebut telah dapat
mendirikan suatu kerajaan yang teratur rapi menurut pola pemerintahan di
India. Masyarakat Indonesia menerima unsur-unsur dari luar dan

8
mengembangkannya sesuai dengan tradisi bangsa Indonesia. Kehidupan
budaya masyarakat Kutai sebagai berikut:

1. Masyarakat Kutai adalah masyarakat yang menjaga akar tradisi


budaya nenek moyangnya.
2. Masyarakat yang sangat tanggap terhadap perubahan dan kemajuan
kebudayaan. Menjunjung tingi semangat keagamaan dalam
kehidupan kebudayaannya.
3. Masyarakat Kutai juga adalah masyarakat yang respons terhadap
perubahan dan kemajuan budaya. Hal ini dibuktikan dengan
kesediaan masyarakat Kutai yang menerima dan mengadaptasi
budaya luar (India) ke dalam kehidupan masyarakat.
4. Selain dari itu masyarakat Kutai dikenal sebagai masyarakat yang
menjunjung tinggi spirit keagamaan dalam kehidupan
kebudayaannya. Penyebutan Brahmana sebagai pemimpin spiritual
dan ritual keagamaan dalam yupa-prasasti yang mereka tulis
menguatkan kesimpulan itu.
D. Kehidupan Ekonomi Kerajaan Kutai
Kehidupan ekonomi di Kerajaan Kutai dapat diketahui dari dua hal
berikut ini:

1. Letak geografis Kerajaan Kutai berada pada jalur perdagangan antara


Cina dan India. Kutai menjadi tempat yang menarik untuk disinggahi
para pedagang. Hal tersebut memperlihatkan bahwa kegiatan
perdagangan telah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat Kutai,
di samping pertanian.
2. Keterangan tertulis pada prasasti yang mengatakan bahwa Raja
Mulawarman pernah memberikan hartanya berupa minyak dan 20.000
ekor sapi kepada para Brahmana.
E. Kehidupan Keagamaan Kerajaan Kutai
Agama Hindu di Kerajaan Kutai mulai berkembang pada masa
pemerintahan Raja Aswawarman. Agama Hindu yang berkembang adalah

9
Hindu Syiwa sebagai dewa tertinggi tetapi di luar golongan brahmana dan
ksatria, sebagian besar masyarakat Kutai masih menjalankan adat istiadat dan
kepercayaan asli mereka. Jadi, walaupun Hindu telah menjadi agama resmi
kerajaan, masih terdapat kebebasan bagi masyarakatnya untuk menjalankan
kepercayaan aslinya. Dewa Syiwa diyakini sebagai simbol Brahma yang
memiliki kekuatan untuk meleburkan alam semesta. Perkembangan agama
Hindu Syiwa dibuktikan dengan adanya tempat suci yang bernama
Waprakeswara yang digunakan untuk memuja Dewa Syiwa.

Di Kerajaan Kutai, agama Hindu Syiwa menjadi agama resmi,


walaupun hanya berkembang di lingkungan istana. Sedangkan, rakyat Kutai
masih pada kepercayaan kaharingan. Kaharingan adalah kepercayaan suku
Dayak di Kalimantan, yang menyembah Ranying Hatalla Langit sebagai
pencipta alam semesta. Kepercayaan ini memiliki beberapa persamaan
dengan agama Hindu satunya penggunaan sesajen. Oleh karena itu, pada
tanggal 20 April 1980, kaharingan dimasukkan dalam kategori agama Hindu.

F. Masa Kejayaan Kerajaan Kutai

Tidak banyak informasi mengenai Kerajaan Kutai yang temukan.


Tetapi menurut prasasti Yupa, puncak kejayaan Kerajaan Kutai berada pada
masa pemerintahan Raja Mulawarman. Pada masa pemerintahan
Mulawarman, kekuasaan Kutai hampir meliputi seluruh wilayah Kalimantan
Timur. Rakyat Kutai pun hidup sejahtera dan makmur.

Ditemukannya prasasti atau yupa di Muara Kaman merupakan salah


satu bukti bahwa kehidupan Kutai sangatlah makmur dan sejahtera. Kejayaan
Kerajaan Kutai meredup ketika berada di bawah pimpinan Dinasti Kudungga.
Hal ini terjadi ketika Kerajaan besar seperti Majapahit dan Singosari sedang
mengalami masa-masa kegemilangan. Sejak saat itu, tidak ada lagi cerita
tentang kehidupan Kerajaan Kutai yang berada di bawah Dinasti Kudungga.
Kudungga berasal dari Kerajaan Campa di Kamboja.

10
Aswawarman yang merupakan anak dari Kudungga dipercaya untuk
menjadi raja pertama di Kerajaan Kurtai Martadipura dengan sebutan
Wangsakerta. Tetapi, pada beberapa catatan sejarah juga ada yang
menganggap Kudungga sebagai raja yang pertama dari Kutai. Setelah Raja
Aswawarman, tonggak kepemimpinan Kerajaan Kutai diberikan kepada Raja
Mulawarman. Raja Mulawarman merupakan anak dari Raja Aswawarman.
Dimasa pemerintahan Raja Mulawarman ini kerajaan mencapai masa
kejayaan.

Hal ini terjadi karena kebijaksanaan dan perhatiannya terhadap hal-hal


yang bersifat religius. Raja Mulawarman memberikan hadiah berupa emas,
tanah, dan ternak secara adil kepada para Brahmana. Selain itu, beliau juga
mengadakan upacara sedekah di tempat yang dianggap suci atau
Waprakeswara. Pada masa pemerintahan Raja Mulawarman, rakyat juga
sangat menghormati rajanya dengan menyelenggarakan kenduri demi
keselamatan sang raja. Bukti kebesaran Raja Mulawarman juga tertuang
dalam tulisan-tulisan yang ada di tugu prasasti. Prasasti Mulawarman terdiri
dari tujuh Yupa. Prasasti tersebut berisi puisi anustub. Namun dari ketujuh
prasasti tersebut, hanya empat Yupa yang sudah berhasil dibaca dan
diterjemahkan.

G. Keruntuhan Kerajaan Kutai

Kerajaan Kutai berakhir saat Raja Kutai yang bernama Maharaja


Dharma Setia tewas dalam peperangan melawan Aji Pangeran Sinum Panji
yang merupakan Raja dari Kerajaan Kutai Kartanegara. Kutai dan Kutai
Kartanegara merupakan dua buah kerajaan yang berbeda. Kutai Kartanegara
berdiri pada abad ke-13 di Kutai Lama. Terdapatnya dua kerajaan yang
berada di sungai Mahakam tersebut menimbulkan friksi di antara keduanya.
Pada abad ke-16 terjadi peperangan di antara kedua Kerajaan tersebut.

2.3 Zaman Sriwijaya


Sriwijaya adalah kerajaan Hindu-Buddha yang berkembang pada abad
ke-7 hingga 11 Masehi di Sumatera. Selain dikenal sebagai kerajaan Bahari,

11
Sriwijaya merupakan pusat penyebaran agama Buddha dan pengajaran bahasa
Sanskerta. Karena hal tersebutlah Sriwijaya sering dikunjungi oleh para biksu
mancanegara. Selain itu, Sriwijaya memiliki kelompok masyarakat yang
beragama lain seperti agama Tantris, Kristen, dan Islam sebagai hasil
hubungannya dengan kerajaan lain. Sriwijaya tidak hanya memiliki pusat
kekuasaan yang luas, akan tetapi juga menjadi pusat kebudayaan, peradaban,
dan pustas ilmu pengetahuan agama Buddha. Hal tersebut didasarkan pada
berita Cina yang ditulis oleh I-Tsing yang memaparkan jika di Sriwijaya ada
lebih dari 1000 biksu yang tinggal disana.

Kata Sriwijaya pertama kali mucnul dalam prasasti Kota Kapur di


Pulau Bangka oleh H. Kern di tahun 1913 dengan mengidentifikasikan kata
“Sriwijaya” sebagai nama seorang raja. Kerajaan Sriwijaya baru dikenal di
dunia setelah seorang arkeolog bernama Geogre Ceodes di tahun 1918
berhasil menjelaskan bahwa kata “Sriwijaya” di dalam Prasasti Kapur
merupakan sebuah Kerjaan di wilayah Sumatera Selatan yang berpusat di
Palembang. Dalam berita Cina, Kerajaan ini disebut sebagai She-li-fo-she
yang adalah sebuah kerajaan di pantai timur Sumatera Selatan, di tepi sungai
Musi, Palembang. Hal tersebut juga dikemukakan oleh Samuel Beal di tahun
1884. Pada masa itu orang belum mengenal nama Sriwijaya sebagai sebuah
Kerajaan.

Prasasti pada masa Sriwijaya terkenal sekali dengan prasasti kutukan


(sapatha) yang ditujukan kepada siapa saja yang berani menentang penguasa
Sriwijaya. Prasasti kutukan Sriwijaya berupa prasasti yang terbuat dari batu
(saila prasasti) terdapat 5 buah prasasti, yaitu Prasasti Bungkuk (Jabung),
Prasasti Palas Pasemah, Prasasti Kota Kapur, Prasasti Karang Brahi, dan
Prasasti Telaga Batu. Prasasti Telaga Batu ditemukan di kota Palembang
terdiri atas 28 baris, prasasti Kota Kapur ditemukan di kota Kapur terdiri atas
10 baris, prasasti Karang Birahi ditemukan di Jambi terdiri atas 16 baris. Dua
buah prasasti kutukan lainnya ditemukan di Lampung,yaitu prasasti Palas
Pasemah terdiri atas 13 baris dan prasasti Bungkuk (Jabung) terdiri atas 13

12
baris. Dari kelima buah prasasti kutukan ini, hanya satu yang berangka tahun,
yaitu prasasti Kota Kapur yang dipahat tahun 680 Saka atau 686 Masehi
(Sertiawan, 2019: 45).

A. Sejarah Berdirinya Kerajaan Sriwijaya


Nama Sriwijaya berasal dari sebuah bahasa Sanskerta yaitu ‘Sri’ yang
memiliki makna bercahaya atau gemilang dan ‘Wijaya’ yang bermakna
kemenangan. Kemudiam dapat disimpulkan bahwa makna dari nama
“Sriwijaya” adalah kemenangan yang gemilang. Menurut isi di dalam Prasasti
Kota Kapur, Kerajaan Sriwijaya diperkirakan telah berdiri pada abad ke-7
Masehi didirikan oleh Daputa Hyang Sri Jayanasa. Sejarah pendirian kerajaan
Sriwijaya termasuk sebagai sejarah yang sangat sulit sekali dipecahkan
dikarenakan sumber yang tersedia tidak menjelaskan struktur genealogis yang
rapi antara raja-raja di kerajaan Sriwijaya.
Di dalam Prasasti Kedukan Bukit dan Prasasti Talang Tuo memberikan
penjelasan bahwa Daputa Hyang melakukan sebuah perjalanan dengan
jumlah 20 ribu bala tentara dari Miananga Tawan ke Palembang, Jmabi, dan
juga Bengkulu. Dalam perjalanan tersebut, Daputa Hyang mampu
menaklukkan daerah-daerah strategis untuk prpses perdagangan kerajaan
Sriwijaya.
Prasasti Kota Kapur dari Pulau Bangka telah menjelaskan bahwa
Sriwijaya telah diperkirakan sudah menguasai Sumatera bagian Selatan,
Bangka Belitung, hingga ke Lampung. Bahkan juga telah diperkirakan Sri
Jayanasa juga melakukan percobaan ekspedisi militer ke Jawa dan di anggap
sudah tidak berbakti lagi kepada Sriwijaya. Peristiwa tersebut bersamaan
dengan terjadinya keruntuhan kerajaan Tarumanegara dan Kerajaan Kalingga
yang diperkerikan telah runtuh diakibatkan karena serangan dari Sriwijaya.
B. Raja-raja Kerajaan Sriwijaya
Pada sebuah kerajaan pastilah ada seorang raja yang memipin kerajaan
tersebut, termasuk juga dalam kerajaan Sriwijaya. Akan tetapi, sejumlah ahli
menjelaskan jika struktur garis keturunan raja-raja Sriwijaya banyak yang
telah terputus dan hanya didukung dengan sejumlah bukti yang terbilang

13
kurang kuat. Raja pertama yang pernah memimpin kerajaan Sriwijaya adalah
Daputa Hyang Sri Jayanasa. Kemudian diikuti oleh raja dengan kekuasaan
yang besar dan sangat terkenal adalah Balaputeradewa. berikut ini akan
diuraikan nama-nama raja yang pernah memimpin di kerajaan Sriwijaya dari
masa ke masa setelah masa kekuasaan dari Daputa Hyang Sri Jayanasa.
1. Dharmasetu Sriwijaya
2. Sri Indrawarman
3. Raja Dharanindra
4. Raja Samaratungga
5. Rakai Pikatan
6. Balaputeradewa
7. Sri Udayadityawarman
8. Sri Culamaniwarman atau Cudamani Warmadewa.
9. Sri Marawijayatunggawarman
10. Sri Sanggaramawijiayatunggawarman
C. Masa Kejayaan Kerajaan Sriwijaya
Kerajaan Sriwijaya mencapai masa puncak kejayaannya pada masa
pemerintahan Raja Balaputeradewa pada abad ke-8 Masehi dan 9 Masehi.
awal mulanya, Kerajaan Sriwijaya mengalami masa gemilangnya sampai
pada masa pemerintahan Sri Marawijaya. Hal tersebut didasari pada Kerajaan
Sriwijaya yang saat itu disibukkan dengan adanya perang melawan Jawa pada
tahun 922 Masehi dan 1016 Masehi. Kemudian dilanjutkan dengan melawan
Kerajaan Cola (India) di tahun 1017 sampai dengan 1025 Masehi hingga raja
Sri Sanggaramawijaya berhasil tertangkap.
Di masa kejayaannya, wilayah Sriwijaya telah mampu menguasai jalur
perdagangan di Selat Malaka. Selain itu wilayah dari kekuasaanya tersebut
mampu diperluas hingga ke Jawa Barat, Klaimantan Barat, Bangka Belitung,
Malaysia, Singapura, dan Thailand Selatan. Untuk mengamankan wilayah
laut, Sriwijaya melakukan pembangunan armada laut yang sangat kuat
sehingga kapal asing yang ingin berdagang di wilayahnya merasa aman.

14
Setelah itu Sriwijaya berkembang menjadi kerajaan maritime yang sangat
kuat pada masanya.

D. Runtuhnya Kerajaan Sriwijaya


Kerajaan Sriwijaya telah mengalami kemunduran di masa
pemerintahannya pada abad ke-11 Masehi. Raja Sriwijaya berhasil ditangkap
oleh Kerajaan Cola yang dipimpin oleh raja Rajendra Coladewa. Kerajaan
Singasari dari Jawa di abad ke-13 Masehi telah berhasil mengalahkan
kerajaan Melayu yang sebelumnya berada di bawah kekuasaan Sriwijaya
melalui sebuah ekspedisi Pamalayu. Dikarenakan adanya persaingan dengan
kerajaan-kerajaan dari Jawa, pertahanan Sriwijaya pun semakin melemah
sehingga kelemahan tersebut telah dimanfaatkan oleh Kerajaan Sukhodaya
dari Thailand yang telah merebut wilayah di Semenanjung Malaysia dan
Selat Malaka. Sriwijaya akhirnya benar-benar mengalami keruntuhan atas
serangan dari kerajaan Majapahit di abad ke-14 Masehi. Ada beberapa faktor
yang memengaruhi runtuhnya kerajaan Sriwijaya, diantaranya adalah raja
Sriwijaya tidak dapat memimpin dengan baik, Jauhnya letak Palembang dari
lautan, sector militer yang mengalami penurunan, banyaknya wilayah
Sriwijaya yang melepaskan diri, perkembangan Islam yang semakin pesat,
dan adanya serangan dari kerajaan lain.

2.4 Zaman Kerajaan-Kerajaan sebelum Majapahit


Sebelum kerajaan Majapahit muncul, telah muncul kerajaan-kerajaan
baik di wilayah Jawa Tengah maupun di wilayah Jawa Timur secara silih
berganti.
Kerajaan yang muncul diwilayah Jawa Tengah yaitu:
a. Kerajaan Kalingga
Di Jawa Tengah pada abad ke VII telah berdiri sebuah kerajaan
bernama Kalingga(holing). Kekaisaran T'ang menjelaskan bahwa wilayah
kekuasaan Kerajaan Kalingga (Holing) terbentang luas. Di sebelah utara
berbatasan dengan Kamboja (Ta Hen-la), di sebelah timur berbatasan dengan

15
Bali (Po-li), dan di sebelah selatan berbatasan dengan laut. Dari uraian
tersebut sangat sulit menentukan letak Kerajaan Kalingga. Sumber Cina
lainnya menyebutkan bahwa Kerajaan Holing juga sering disebut sebagai
Cho-po. Dari keterangan itu diperkirakan bahwa letak pusat Kerajaan
Kalingga di Jawa Tengah.
Meski letak pusat pemerintahannya belum dapat dipastikan, Kerajaan
Kalingga memiliki peran yang cukup besar, baik di Nusantara maupun di
tingkat internasional. I-tsing, seorang pendeta dari Cina yang belajar di
Kerajaan Sriwijaya, menceritakan bahwa pada tahun 604 seorang seniornya
yang bernama Hui-ning bersama Yun-ki pernah datang ke Kalingga untuk
belajar agama Buddha. Keterkenalan lembaga pendidikan di Kerajaan
Kalingga karena memiliki ahli yang tersohor kepandaiannya, yaitu
Janabhadra.
Salah satu penguasa Kerajaan Kalingga yang terkenal adalah Ratu
Sima. Digambarkan bahwa Ratu Sima adalah pemimpin yang sangat tegas,
adil, dan bijaksana. Ia menerapkan hukum kerajaan tanpa pandang bulu,
sehingga sangat dihormati oleh rakyat.

b. Kerajaan Mataram Jawa Tengah


Selain adanya Kerajaan Kalingga di Jawa tengah, terdapat juga
kerajaan Mataram kuno, Kerajaan Mataram berpusat di Jawa Tengah bagian
utara. Prasasti Canggal menjelaskan tentang awal Kerajaan Mataram Kuno
dengan candra sangkala berbunyi Cruti Indria Rasa yang menunjuk angka
tahun 654 Saka atau 732 M. Dijelaskan juga bahwa pada awalnya Kerajaan
Mataram Kuno diperintah oleh Sanna dan kemudian digantikan oleh Sanjaya
yang bergelar Rakai Mataram Sang Ratu Sanjaya. Sanjaya adalah anak dari
saudara perempuan Sanna. Kondisi kerajaan dalam keadaan makmur dan
kaya akan emas. Raja Sanjaya digantikan Sri Maharaja Rakai Panangkaran.
Dari Sanjaya ke Panangkaran terjadi perubahan gelar, yaitu dari ratu ke
maharaja. Perubahan itu kemungkinan besar karena pada zaman Panangkaran
wilayah kekuasaannya semakin luas, sehingga merasa pantas untuk
menggunakan gelar maharaja. Perluasan itu menjadikan Mataram Kuno

16
bertemu dengan Wangsa Syailendra yang memiliki wilayah kekuasaan di
Jawa Tengah bagian selatan sampai Yogyakarta. Kedua penguasa kemudian
menjalin persahabatan yang ditandai pembangunan Candi Kalasan di sebelah
timur kota Yogyakarta. Bahkan kemudian terjadi pernikahan antara Rakai
Pikatan dari Mataram dengan Pramodhawardhani, putri Samaratungga dari
Wangsa Syailendra. Sesudah Samaratungga wafat, terjadi perselisihan antara
Rakai Pikatan dengan Balaputeradewa (saudara laki-laki Pramodhawardhani)
yang kelak menjadi raja Sriwijaya dari garis keturunan ibu.
Wangsa Syailendra sendiri sebelumnya merupakan pemimpin
masyarakat yang cukup hebat. Hal itu antara lain tampak dari banyaknya
candi yang berhasil dibangun, seperti Borobudur, Mendut, Sewu, Kalasan,
dan Ratu Boko.
Selain diwilayah Jawa Tengah, muncul juga kerajaan-kerajaan di
wilayah Jawa Timur yaitu :
a. Kerajaan Mataram Jawa Timur
Pada abad ke-10, pusat Kerajaan Mataram dipindahkan oleh Mpu
Sindok ke Jawa Timur. Di sana Mpu Sindok membangun kerajaan baru di
daerah Tamlang (Tambelang di dekat Caruban, Jawa Timur sekarang) pada
tahun 851 Saka sebagai Dinasti Isana. Nama Isana diambil dari gelar resmi
raja Sindok, Sri Maharaja Rakai Hino Sri Isana Wikramadharmattungadewa.
Meski telah memproklamasikan sebuah dinasti baru, Mpu Sindok tidak
melupakan leluhurnya. Hal itu dapat disimak dari nama Medang Kamulan
sebagai nama kerajaannya. Kata "Medang" adalah nama lain dari Mataram,
sedang "Kamulan" berasal dari kata mula yang berarti pada awalnya. Dengan
demikian, nama Medang Kamulan berarti berawal atau berasal dari Mataram.
Pengganti Mpu Sindok adalah Raja Dharmawangsa. Selama masa
pemerintahannya, Kerajaan Mataram Jawa Timur atau dikenal juga sebagai
Medang Kamulan menjalin persahabatan dengan pelbagai kerajaan. Di
tingkat internasional, Dharmawangsa menjalin hubungan baik antara lain
dengan Dinasti Sung yang berkuasa di Cina. Di daerah Nusantara,
Dharmawangsa mempererat tali persaudaraan dengan Kerajaan Bali. Dia

17
menikahkan putrinya dengan putra Udayana yang bernama Airlangga. Akan
tetapi, kerajaan tidak dapat bertahan lama. Pada tahun 1016, yaitu saat pesta
pernikahan dilangsungkan, Kerajaan Medang Kamulan hancur oleh serbuan
Kerajaan Sriwijaya yang bersekutu dengan Kerajaan Wurawari.
Serangan mendadak Kerajaan Wurawari membawa korban raja beserta
seluruh keluarganya. Salah satu orang yang selamat adalah Airlangga
bersama pengikut setianya yang bernama Narottama. Pada tahun 1031,
Airlangga berusaha memulihkan kejayaan Dinasti Isana dengan jalan
memproklamasikan diri sebagai raja. Gelar yang disandangnya adalah Rakai
Halu Sri Lakeswara Dharmawangsa Airlangga Teguh Ananta
Wikramatunggadewa.
Oleh karena istana Medang Kamulan telah hancur, Airlangga
memindahkan pusat kerajaannya di Kahuripan. Secara bertahap Airlangga
berjuang untuk mengembalikan wilayah kekuasaan Dinasti Isana dengan cara
menaklukkan kerajaan-kerajaan kecil di sekitar Kahuripan. Perjuangan
Airlangga tersebut, terutama saat menaklukkan Rangda Indirah, terabadikan
dalam bentuk cerita rakyat yang berjudul Calon Arang.
Selain memulihkan wilayah kerajaan, Airlangga juga berhasil
membangun pelabuhan Hujung Galuh untuk mengembangkan perdagangan.
Pembangunan dilakukan dengan pembuatan tanggul di sepanjang Sungai
Brantas, sehingga kapal-kapal dagang yang besar dapat masuk sampai
kotaraja Kahuripan. Berkat kebijakan Airlangga, pelabuhan Hujung Galuh
menjadi pusat perdagangan internasional yang ramai dikunjungi kapal-kapal
dagang dari Ceylon, Champa, Burma, dan Chola.
Di bidang pertanian, Kerajaan Kahuripan berhasil membangun sistem
irigasi dengan bendungan Waringin Sapta. Sistem irigasi itu mampu
menjadikan Kahuripan menjadi salah satu pemasok beras terpenting di
Nusantara. Dengan pelbagai prasarana yang dibangun, masyarakat Kahuripan
mampu mengembangkan kehidupan yang lebih sejahtera. Airlangga sebagai
raja yang sangat besar jasanya bagi masyarakat, sehingga ketika wafat pada
tahun 1049, dia memperoleh pemuliaan dalam bentuk patung.

18
b. Kerajaan Singasari
pada abad ke XIII berdiri sebuah kerajaan bernama Singasari atau
sering pula ditulis Singosari, yaitu sebuah kerajaan di Jawa Timur yang
didirikan oleh Ken Arok pada tahun 1222. Lokasi kerajaan ini sekarang
berada di daerah Singosari, Malang.
Berdasarkan Prasasti Kudadu, nama resmi Kerajaan Singasari yang
sesungguhnya ialah Kerajaan Tumapel. Menurut Nagarakertagama, ketika
pertama kali didirikan tahun 1222, ibukota Kerajaan Tumapel bernama
Kutaraja.
Pada tahun 1254, Raja Ranggawuni alias Wisnuwardhana mengangkat
putranya yang bernama Kertanagara sebagai yuwaraja dan mengganti nama
ibukota menjadi Singasari. Nama Singasari yang merupakan nama ibukota
kemudian justru lebih terkenal daripada nama Tumapel. Maka, Kerajaan
Tumapel pun terkenal pula dengan nama Kerajaan Singasari.
Kertanagara adalah raja terakhir dan raja terbesar dalam sejarah
Singasari (1268 - 1292). Ia adalah raja pertama yang mengalihkan
wawasannya ke luar Jawa. Pada tahun 1275, ia mengirim pasukan Ekspedisi
Pamalayu untuk menjadikan Sumatera sebagai benteng pertahanan dalam
menghadapi ekspansi bangsa Mongol. Saat itu penguasa Sumatera adalah
Kerajaan Dharmasraya (kelanjutan dari Kerajaan Malayu). Kerajaan ini
akhirnya tunduk dengan dikirimkannya bukti arca Amoghapasa yang dikirim
oleh Kertanagara, sebagai tanda persahabatan kedua negara. Kerajaan
Singasari sendiri erat kaitannya dengan berdirinya kerajaan Majapahit.

2.5 Zaman Penjajahan Kerajaan Majapahit


Kerjaan Majapahit atau sering disebut juga dengan nama Wimatikta
merupakan kerajaan besar di Nusantara yang didirikan oleh Raden Wijaya
pada tahun 1293 M. Kerajaan ini merupakan salah satu kerajaan terlama
dalam periode klasik Hindu-Buddha yang pernah berdiri di Nusantara
(Rahardjo, 2002; Djafar, 2009). Kerajaan Majapahit mencapai masa
keemasannya pada pemerintahan Raja Hayam Wuruk dengan Mahapatih
Gajah Mada yang dibantu oleh Laksamana Nala dalam memimoin armadanya

19
untuk menguasai Nusantara. Wilayah kekuasaan Majapahit semasa jayanya
itu membentang dari semenanjung Melayu (Malaysia sekarang) sampai Irian
Barat melalui Kalimantan Utara.
Majapahit berdasarkan sumber-sumber tertulis diberitakan merupakan
kelanjutan dari wangsa Rajasa yang diyakini sebagai pendiri kerajaan
Singhasari (Sidomulyo, 2007). Panggung sejarah Singhasari dan berlanjut
hingga Majapahit dari segi pelaku utamanya dapat dipandang dari munculnya
3 dahan silsilah dalam pohon wangsa Rajasa. Pohon pertama adalah pohon
Ametung dengan Kendedes yang menurun hingga Anusapati,
Wisnuwardhana, Kertanegara hingga keempat putri yang menjadi ibu yang
melahirkan raja-raja Majapahit. Belum lagi ranting dari dahan ini pastilah
juga menjadi anggota utama keluarga Majapahit (Sidomulyo, 2007; Hardiati,
2010). Dahan yang kedua dan penting adalah dari jalur Ken Angrok dengan
Ken Dedes yang menurunkan Mahisa Wongateleng, Narasinghamurti, Dyah
Lembu Tal, hingga Wijaya. Begitu pula ranting-rantingnya mulai yang
generasi Mahisa Wonga Teleng hingga Wijaya. Terakhir adalah dahan Ken
Angrok dengan Ken Umang yang menurunkan Tohjaya dan saudara-
saudaranya, meskipun jalur ini tidak terekam secara baik dalam dejarah
namun tidak menutup kemungkinan keluarga mereka menduduki posisi
cukup penting sebagai keluarga yang mengalir darah rajasawamsa.
Pada masa kerajaan Majapahit, agama Hindu dan Buddha hidup
berdampingan dengan damai dalam satu kerajaan. Empu Prapanca menulis
Negarakertagama (1365). Dalam kitab tersebut telah terdapat istilah
Pancasila. Empu Tantular mengarang buku Sutasoma, dan di dalam buku
itulah kita jumpai seloka persatuan nasional yaitu Bhinneka Tunggal Ika,
yang melambangkan bangsa dan negara Indonesia yang tersusun dari
berbagai unsur rakyat (bangsa) yang terdiri atas berbagai macam suku, adat
istiadat, golongan, kebudayaan dan agama, wilayah yang terdiri atas beribu-
ribu pulau menyatu menjadi bangsa dan negara Indonesia. Secara fisioligis
isitilah seloka itu diambil dari bahasa Jawa kuno, berasal dari zaman kerajaan
Keprabuan Majapahit yang zaman Keemasannya dibawah kekuasaan Prabu

20
Hayam Wuruk dan Mahapatih Gajah Mada (1350-1364). Pada zaman
kerajaan Majapahit tersebut hidup berbagai agama dan aliran antara lain
Hindu dengan berbagai macam aliran dan sektenya, serta berbagai macam
tradisi yang tampak dalam Tantrayana dan upacara Crada (yaitu upacara
dalam menghormati nenek moyang yang telah meninggal) kemudian
bercampur yang disebut dengan syincritisme.
Pada tahun 1351 Hayam Wuruk dinobatkan menjadi raja Majapahit
bergelar Sri Rajasanagara dan berakhir pada tahun 1389 saat ia meninggal.
Uaha-usaha Hayam Wuruk selama pemerintahannya adalah meningkatkan
kemakmuran rakyat dengan berbagai usaha dan tindakan nyata, yaitu sebagai
berikut;
1) Perjalanan ke daerah-daerah.
2) Mengadakan hubungan antara pemerintah pusat dengan daerah.
3) Pembangynan fisik sarana dan prasarana.
4) Mengatur perpajakan.
5) Membangun kerukunan antar umat beragama.
6) Penegakan hukum dan perundang-undangan.
7) Membentuk stuktur pemerintahan dan birokrasi.
Tidak dapat dipungkiri bahwa kejayaan Majapahit tidak dapat
dilepaskan dari peran Patih Gajah Mada, yang saat itu mengucapakan sumpah
Palapa, dalam sidang Ratu dan Menteri-menteri di paseban keprabuan
Majapahit pada tahun 1331, yang berisi cita-cita mempersatukan seluruh
Nusantara raya sebagai berikut: Saya baru akan berhenti berpuasa makan
Palapa, jika kalau seluruh Nusantara bertakluk dibawah kekuasaan negara,
jika kalau Gurun, Seram, Tanjung, Haru, Pahang, Dempo, Bali, Sunda,
Palembang dan Tumasik telah dikalahkan (Yamin, 1960).
Selain itu, dalam masa pemerintahan Hayam Wuruk, kerajaan
Majapahit senantiasa mengadakan hubungan baik dengan beberapa kerajaan
di dunia, yaitu kerajaan Tiongkok, Ayodya, Champa juga Kamboja.
Kejayaan Majapahit menjulang dalam arena sejarah Indonesia dan
meninggalkan banyak nilai-nilai nasionalisme. Namun adanya perselisihan

21
dan perangkat saudara, juga peristiwa wafatnya Hayam Wuruk dan Gajah
Mada, kerajaan Majapahit mulai menunjukan tanda-tanda pudar dan
mengalami keruntuhan dengan “Sinar Hilang Kertaning Bumi” pada
permulaan abad XVI (1520).

2.6 Zaman Penjajahan


Setelah Majapahit runtuh pada permulaan abad XVI maka berkembang
lah agama Islam dengan pesatnya di Indonesia. Bersamaan dengan itu ber
kembang pulalah kerajan-kerajaan Islam seperti kerajaan Demak, dan mulai
lah berdatangan orang-orang Eropa di nusantara. Mereka itu antara lain orang
Portugis yang kemudan diikuti oleh orang-orang Spanyol yang ingin mencari
pusat tanaman rempah-rempah.
Bangsa asing yang masuk ke Indonesia yang pada awalnya berdagang
adalah orang-orang bangsa Portugis. Namun lama kelamaan bangsa Portugis
mulai menunjukkan perannya dalam bidang perdagangan yang meningkat
menjadi praktek penjajahan misalnya Malaka sejak tahun 1511 dikuasai oleh
Portugis.
Pada akhir buruk XVI Bangsa Belanda Datang pula ke Indonesia
saranggan menempuh jalan yang penuh kesulitan Untuk menghindarkan
persaingan di antara Mereka sendiri (Belanda), kemudian mereka
membangun sebuah perkumpulan dagang yang bernama VOC(Vereenigde
Oost-Indische Compagnie) atau bisa juga disebut dengan kongsi dagang,yang
di rakyat dengan istilah 'kompeni’
Tujuan pendirian VOC adalah:
a. Menghilangkan persaingan yang akan merugikan para pedagang
Belanda
b. Menyatukan tenaga untuk menghadapi saingan dari bangsa Portugis
dan pedagang-pedagang lainnya di Nusantara.
c. Mencari keuntungan sebesar-besarnya untuk membiayai perang
melawan Spanyol.

22
Adapun hak-hak khusus yang diberikan kepada VOC, yaitu:
a. Hak monopoli dalam perdagangan
b. Hak mengadakan perjanjian dengan raja atau penguasa setempat atas
nama pemerintahan Belanda, dan
c. Hak membentuk pasukan militer, mendirikan benteng, dan
mengumumkan perang.
Praktek-praktek VOC mulai kelihatan dengan paksaan-paksaan,
sehingga rakyat mulai mengadakan perlawanan.
Mataram di bawah pemerintahan Sultan Agung (1613-1645) berupaya
mengadakan perlawanan dengan menyerang ke Batavia pada tahun 1628 dan
tahun 1629, walaupun tidak berhasil meruntuhkan namun Gubernur Jendral
J.P. Coen tewas dalam serangan Sultan Agung yang kedua itu.
Beberapa saat setelah Sultan Agung di angkat, maka Mataram menjadi
bagian kekuasaan kompeni. Bangsa belanda mulai memainkan peranan
politiknya dengan licik di Indonesia. Di Makasar yang memiliki kedudukan
yang sangat vital berhasil juga dikuasai oleh kompeni tahun (1667) dan
timbullah perlawanan dari rakyat Makasar di bawah Hasanudin. Menyusul
pula wilayah Banten (Sultan A agung) dapat ditundukkan pula oleh kompeni
pada tahun 1684.
Pada abad itu sejarah mencatat bahwa belanda berusaha dengan keras
untuk memperkuat dan mengintensifkan kekuasaannya di seluruh Indonesia
Mereka ingin membulatkan hegemoninya sampai kepelosok-pelosok
nusantara kita. Melihat praktek-praktek penjajahan Belanda tersebut maka
meledak serang lah perlawanan rakyat di berbagai wilayah nusantara, antara
lain: Patimurad (yang Maluku (1817), Baharudin di Palembang (1819), Imam
Bonjol di Minang semula kabau (1821-1837). Pangeran Diponegoro di Jawa
Tengah (1825-1830) Jlen panjantik, Polim, Teuku Tjik di Tiro, Teuku Umar
dalam perang Aceh (1860), anak Agung Made dalam perang Lombok (1894-
1895). Sisingamangaraja di tanah Batak (1900), dan masih banyak
perlawanan rakyat di berbagai daerah di nusantara. Dorongan akan cinta
tanah air menimbulkan semangat untuk melawan penindasan dari bangsa

23
Belanda, namun sekali lagi karena tidak adanya ke satuan dan persatuan di
antara mereka dalam perlawanan melawan penjajah, maka perlawanan
tersebut senantiasa kandas dan bahkan menimbulkan banyak korban.
Penghisapan mulai memuncak ketika belanda mulai menerapkan sistem
monopoli melalui tanam paksa (1830-1870) dengan memaksakan beban
kewajiban terhadap rakyat yang tidak berdosa. Penderitaan rakyat semakin
menjadi-jadi dan Belanda sudah tidak peduli lagi dengan ratap penderitaan
tersebut, bahkan mereka semakin gigih dalam menghisap rakyat untuk
memperbanyak kekayaan bangsa Belanda.

2.6 Kebangkitan Nasional


Zaman kebangkitan nasional adalah masa dimana kebangkitan
semangat dan persatuan, kesatuan dan nasionalisme untuk menuju dan
memperjuangkan kemerdekaan indonesia. Semangat nasionalisme ini lahir atas
respon terhadap kolonialisme dan imperialisme Belanda yang berlangsung
selama tiga setengah abad. Pada masa inilah mulai munculnya kelompok
masyarakat Indonesia yang menginginkan adanya perubahan karena
penindasan dan penjajahan yang teramat lama.
Perlawanan untuk melawan penjajah telah dimulai sejak awal mula
kedatangan bangsa Belanda, saat itu perjuangan rakyat dilakukan dengan
berperang secara frontal dan dipimpin oleh seorang panglima perang, dari
perlawanan ini muncul sejumlah perlawanan di berbagai wilayah, seperti
Perang Aceh, Perang Diponegoro di daerah Banten, Perang Paderi di Sumatera
Barat dan lainnya.
Usaha untuk melawan penjajah melalui jalur ini tidak memberikan efek
yang signifikan karena perjuangan hanya terbatas terhadap daerah-daerah
tertentu saja ditambah lagi dengan fakta bahwa pihak Belanda memiliki senjata
yang canggih untuk berperang, berbanding terbalik dengan rakyat Indonesia
yang hanya menggunakan alat perang tradisional dan seadanya, ditambah lagi
dengan Sumber Daya Manusia yang tidak memiliki ketrampilan perang
dibandingkan dengan pasukan Belanda.

24
Namun pada akhir abad 19 dan awal abad 20 perjuangan bangsa
Indonesia memasuki babak baru, dimana perjuangan kemerdekaan telah
bergerak ke cara yang lebih efisien dan efektif, penerapan politik etis oleh
pihak Belanda dengan mengizinkan untuk mendirikan organisasi bagi rakyat
Indonesia adalah suatu kesempatan yang sangat besar dan tidak disia-siakan
oleh masyarakat Indonesia.

1. Budi Utomo
a. Latar Belakang
Kondisi sosial ekonomi pada abad 19 semakin memburuk, hal ini
disebabkan oleh eksploitasi kolonial, politik liberal dan politik etis. Di satu
sisi keuntungan yang diperoleh pemerintah kolonial dialirkan ke negeri
Belanda, dilain sisi kemelaratan dan kesengsaraan semakin menindih
masyarakat Indonesia. Politik etis merupakan usaha-usaha memajukan
pengajaran, tetapi pada abad 20 terdapat kekurangan dana belajar bagi
anak-anak indonesia. Keadaan ini menimbulkan keprihatinan Dr. Wahidin
Sudirohusodo yang merupakan tamatan sekolah dokter pribumi Stovia di
Jakarta. Pada tahun 1906-1907 dia melakukan propaganda mengelilingi
pulau Jawa.
Pada 1907 Dr. Wahidin Sudirohusodo mengadakan pertemuan
dengan para mahasiswa Stovia, ia mengusulkan agar para mahasiswa
segera mendirikan organisasi yang bertujuan memajukan derajat bangsa.
Ide Dr. Wahidin Sudiro Husodo itu diterima dan dikembangkan oleh
Sutomo dan kawan-kawannya untuk mendirikan organisasi Budi Utomo di
Jakarta pada tanggal 20 Mei 1908 yang bertujuan untuk memajukan
pengajaran, teknik/industri, peternakan, pertanian dan perdagangan serta
menghidupkan kembali kebudayaan.
b. Kongres Pertama Budi Utomo
Pada tanggal 3 sampai dengan 5 Oktober 1908 diselenggarakan
kongres Budi Utomo yang pertama di Yogyakarta. Dalam kongres tersebut
berhasil diputuskan beberapa hal, yaitu:

25
1) menyusun Pengurus Besar Budi Utomo dengan diketuai oleh
R.A Tirtokusumo yang merupakan mantan Bupati Karang
Anyar;
2) mengesahkan AD/ART Budi Utomo;
3) ruang gerak terbatas pada daerah Jawa-Madura; dan
4) Yogyakarta menjadi pusat organisasi.
Setelah kongres berlangsung, dalam waktu singkat organisasi
Budi Utomo terjadi perubahan orientasi. Semula orientasi terbatas pada
kalangan priyayi, tetapi setelah muncul edaran yang dimuat dalam Batavia
Nieuwsblad tanggal 7 Agustus 1909, menekankan bagaimana cara
memperbaiki kehidupan rakyat secara lebih komprehensif.
Tokoh Budi Utomo
Dengan berdirinya organisasi Budi Utomo ini bergabunglah
beberapa tokoh yang memiliki kapasitas luar biasa, diantaranya Dr.
Wahidin Sudirohusodo, Sutomo dan Soeradji, R.A. Tirtokusumo Bupati
Karanganyar, yang kemudian ditunjuk sebagai ketua organisasi ini dan
juga terdapat tokoh-tokoh, baik dari kalangan tua dan muda lainnya.
Dalam perjalanan sejarahnya, organisasi Budi Utomo ini terpecah
kepada dua golongan. Pertama golongan tua yang menempuh
perjuangannya dengan cara lama yaitu sosio kultural, seperti R.A.
Tirtokusumo Bupati Karang Anyar ditunjuk sebagai ketua Budi Utomo.
Setelah pengangkatannya, banyak anggota baru yang berasal dari kalangan
priyayi dan pejabat kolonial. Kedua yaitu golongan muda yang menempuh
perjuangannya melalui jalan politik dalam menghadapi pemerintah
kolonial Belanda didukung oleh para mahasiswa. Perjuangan yang diambil
oleh golongan muda ini sangat tepat karena berhasil mengimbangi politik
pemerintahan kolonial Belanda.
c. Peran Budi Utomo Dalam Memperjuangkan Kemerdekaan
Dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia Budi Utomo
berperan penting terhadap pergerakan nasional untuk mengusir penjajah.
Budi Utomo bergerak di bidang pendidikan yaitu didirikannya Studiefond

26
atau Darmawara pada akhir tahun 1907 untuk perkumpulan para pelajar
khususnya dari daerah Jawa dan Madura. Tujuannya adalah untuk
menolong para pemuda Indonesia agar dapat menuntut pelajaran di
Perguruan Tinggi. Budi utomo juga meminta kepada pemerintah Hindia
Belanda untuk memberikan beasiswa kepada anak-anak muda agar bisa
belajar ke negeri Belanda.
Peran Budi Utomo cukup penting dalam kehidupan masyarakat
dan negara yaitu berfungsi sebagai jembatan antara pejabat kolonial yang
maju dengan kaum pelajar Jawa sehingga Budi Utomo akan mendapat
kesempatan memperoleh kemampuan berorganisasi politik. Budi Utomo
juga mengajukan suatu tuntutan untuk adanya persamaan kedudukan
dalam hukum.
d. Kemunduran Budi Utomo
Peran Budi Utomo semakin memudar seiring berdirinya
organisasi lain yang lebih aktif dan penting bagi pribumi. Beberapa
diantaranya bersifat keagamaan, kebudayaan dan pendidikan serta
organisasi yang bersifat politik. Dengan munculnya organisasi baru
tersebut menyebabkan organisasi Budi Utomo mengalami kemunduran.

2. Sarekat Dagang Islam (SDI)


Sarekat Dagang Islam atau SDI merupakan organisasi Pergerakan
Nasional yang bergerak di bidang perdagangan. Organisasi ini didirikan
oleh seorang pedagang batik dari Laweyan Surakarta pada November
1911. Namun kebanyakan sumber lain menyebutkan bahwa organisasi ini
telah didirikan oleh Haji Samanhudi pada tanggal 16 Oktober 1905 di
Solo, jauh sebelum Budi Utomo didirikan.
Didirikannya SDI ini dimaksudkan untuk merespon fenomena
monopoli perekonomian yang dilakukan oleh para pedagang Cina, serta
secara tidak langsung untuk menentang pemerintah kolonial Belanda yang
melindungi dan berdiri di belakang para pedagang Cina. Di samping itu,
SDI didirikan dengan tujuan untuk melindungi para pedagang pribumi.
Kehadiran SDI ternyata menimbulkan konflik yang berkepanjangan

27
dengan para pedagang Cina, sehingga SDI dilarang oleh pemerintah
kolonial Belanda.
Setelah itu SDI berubah nama menjadi SI (Sarekat Islam) pada
tahun 1912, pusat gerakan organisasi ini berpindah dari Kota Surakarta
menuju Surabaya. SI semakin berkembang pesat karena pemimpin
utamanya, Haji Oemar Said Cokroaminoto mempergunakan Islam untuk
membangkitkan kesadaran nasional.
Sekitar tahun 1912-1916, pertumbuhan SI sangat pesat karena SI
merupakan organisasi terbuka dalam menerima anggota. Mereka tidak
membatasi golongan tertentu seperti yang terjadi di Budi Utomo. Dampak
pertumbuhan yang pesat ini membuat pemerintah Belanda mulai
mengawasi pergerakan SI. Pada bulan maret 1916, akhirnya Gubernur
Jendral Idenburg mengambil kebijakan hanya mengakui SI secara lokal
guna membatasi dan menghalangi perkembangan SI. Namun dengan
kepintaran mereka, SI menyiasati kebijakan itu dengan mendirikan Central
Sarekat Islam (CSI) pada Bulan Februari 1917, dimana semua cabang SI
dimasukan ke dalam anggota CSI. Selain itu, dengan masuknya dua tokoh
intelektual Haji Agoes Salim dan Abdoel Muis ke dalam SI semakin
memperkokoh organisasi ini.
Atas beberapa fakta sejarah tersebut, Samanhudi dengan keras
menuntut agar tanggal berdiri SDI tersebut harus diakui sebagai permulaan
Kebangkitan Nasional, karena organisasi ini telah berkontribusi tiga tahun
lebih awal dalam melawan penjajah dari Budi Utomo yang berdiri pada 20
Mei 1908.
3. Indische Partij (1913)
Organisasi ini berdiri pada tanggal 6 September 1912 di Bandung.
Didirikan oleh Cipto Mangunkusurno, Douwes Dekker dan Suwardi
Suryaningrat, yang terkenal dengan sebutan "Tiga Serangkai". Berbeda
dengan organisasi sebelumnya, di mana organisasi sebelumnya bersifat
sangat hati-hati sedangkan organisasi ini bersifat keras dan langsung
bergerak dalam bidang politik.

28
Sifat keberaniannya sangat menonjol, yaitu melalui tulisan-
tulisannya yang dirnuat dalam berbagai majalah, Suwardi Suryaningrat
menulis dalam harian "De Express" dengan judul "Als ik eens Nederlander
was" (Andaikata saya seorang Belanda). Tulisan ini sebenarnya ditujukan
untuk menyindir pemerintah Hindia Belanda yang pada waktu itu akan
mengadakan peringatan 100 tahun pembebasan negeri Belanda dari
penjajahan Perancis. Karena itu, tulisan tersebut segera ditarik dari
peredaran dan Suwardi Suryaningrat ditangkap.
Berhubung Suwardi termasuk salah satu pendiri Indische Partij
dan sesuai dengan anggaran dasar Indische Partij yang disusun pada
tanggal 25 Desember 1912 di Bandung, maka dr. Cipto Mangunkusumo
berusaha membelanya. Tulisan dr. Cipto tersebut dimuat di dalam majalah
Indische Partij yang bernama "Het Tijdschrift" dan hariannya bernama
"De Express". Adapun judul tulisan tersebut berbunyi (dalam bahasa
Indonesianya) "Kekuatan atau Ketakutan". Setelah tulisan dr. Cipto
Mangunkusumo tersebut beredar di majalah dan juga di harian itu, maka
tidak lama kemudian dr. Cipto juga ditangkap. Dengan demikian di antara
pendiri lndische Partij tersebut, yang tersisa ialah Douwes Dekker.
Dengan pendiriannya yang tetap teguh dan sangat berpegang
kepada prinsip perjuangan, sebagaimana bertujuan sebagai berikut :
"Tujuan Indische Partij ialah untuk membangunkan patriotisme
semua "Indiers" terhadap kepada Tanah Air, yang telah memberi lapangan
hidup kepada mereka agar mereka mendapat dorongan untuk bekerjasama
atas dasar persamaan ketatanegaraan untuk memajukan Tanah Air
"Hindia" dan untuk mempersiapkan kehidupan rakyat yang merdeka".
(Sartono Kartodirdjo 197 5 : 191).
Setelah Suwardi Suryaningrat dan dr. Cipto ditangkap, maka
Douwes Dekker terus mengadakan pembelaannya. Di dalam majalah dan
harian Indische Partij, Douwes Dekker menulis pembelaan itu dengan
judul (bahasa Indonesianya) "Pahlawan kita Suwardi Suryaningrat dan
Cipto Mangunkusumo". Setelah tulisan tersebut diketahui oleh pihak

29
pemerintah kolonial Belanda, maka Douwes Dekker ditangkap oleh
pemerintah. Dengan demikian ketiga tokoh Indische Partij, semuanya telah
ditangkap pemerintah Hindia-Belanda pada tahun yang sama, yaitu tahun
1913. Jadi umur Indische Partij sangat singkat, kurang lebih hanya satu
tahun saja.
Sebenarnya ketiga pemimpin lndische Partij tersebut ditawari
dibuang di dalam negeri saja, yaitu Douwes Dekeer ke Timor (Kupang),
dr. Cipto Mangunkusumo ke Banda dan Suwardi Suryaningrat ke Bangka.
Namun ketiganya memilih dibuang ke luar negeri saja, yakni ke negeri
Belanda. Karena kalau dibuang di dalam negeri diperlakukan hukum
kolonial (kejam), kalau di buang ke luar negeri diperlakukan hukum
internasional. Sifat hukum internasional adalah liberal dan demokrasi,
sehingga masih dapat untuk mempelajari masalah-masalah perjuangan di
negara-negara lain. Sepeninggalnya "Tiga Serangkai" ke negeri Belanda,
keadaan organisasi Indische Partij semakin lama semakin mundur
dikarenakan adanya larangan dari pihak pemerintah kolonial Belanda.
4. Partai Nasional Indonesia (PNI)
Dalam situasi yang menggoncangkan itu munculah Partai Nasional
Indonesia (PNI)1927 yang dipelopori oleh Soekarno,
Ciptomangunkusumo, Sartono, dan tokoh lainnya. Mulailah kini
perjuangan nasional Indonesia dititik beratkan pada kesatuan nasional
dengan tujuan yang jelas yaitu Indonesia merdeka. Tujuan itu
diekspresikannya dengan kata-kata yang jelas, kemudian diikuti dengan
tampilnya golongan pemuda diantaranya: Muh. Yamin, Wongsonegoro,
Kuncoro Purbopranoto, serta tokoh-tokoh muda lainnya. Perjuangan
rintisan kesatuan nasional kemudian diikuti dengan Sumpah pemuda
tanggal 28 Oktober 1928, yang isinya satu Bahasa, satu Bangsa dan satu
tanah air Indonesia. Lagu Indonesia raya pada saat ini pertama kali
dikumandangkan dan sekaligus sebagai penggerak kebangkitan kesadaran
berbangsa dan bernegara.

30
Kemudian PNI oleh para pengikutnya dibubarkan, dan diganti
bentuknya dengan Partai Indonesia (Partindo) 1931. Kemudian golongan
Demokrat yaitu Moh. Hatta dan St. Syahrir mendirikan PNI baru yaitu
Pendidikan Nasional Indonesia (1933), dengan semboyan kemerdekaan
Indonesia harus.
2.8 Zaman Penjajahan Jepang
Jepang pada awalnya mengaku sebagai saudara tua yang akan
melindungi dan membebaskan asia dari kekejaman belanda (bangsa barat).
Setelah berhasil menduduki wilayah Indonesia dan mendapatkan sambutan
rakyat yang cukup baik, maka bangsa Jepang tidak melewatkan kesempatan
nya begitu saja. Mereka berusaha untuk menarik dukungan dari rakyat
sebanyak mungkin, salah satu caranya dengan membentuk organisasi yang
bersifat sosial kemasyarakatan. Pada dasarnya organisasi yang dibentuk ini
tetap ditujukan untuk kemakmuran Jepang Semata. Berikut beberapa
organisasi yang bersifat sosial kemasyarakatan pada masa pemerintahan
Jepang.

1. Gerakan Tiga A
Tiga A merupakan propaganda jepang untuk memikat hati rakyat
indonesia. Didirikan pada tanggal 29 April 1942. tepat dengan Hari Nasional
Jepang yakni kelahiran (Tencosetsu) Kaisar Hirohito. Gerakan ini diplopori
oleh Hitoshi Shimizu yang kemudian menunjuk Mr Syamsuddin, seorang
parindrist (anggota partai indonesia raya dari Jawa barat) sebagai ketua. Dan
barisan pemuda dipercayakan ke Sukarjo Wirjopranoto.
Isi semboyan gerakan tiga A:
1) Nippon Pelindung Asia
2) Nippon Pemimpin Asia
3) Nippon Cahaya Asia

Namun gerakan tiga A kurang menarik rakyat karena bukan gerakan


kebangsaan. Akhirnya pada tahun 1943 gerakan ini dibubarkan dan
digantikan dengan Putera.

31
2. Putera
Putera adalah organisasi yang dibentuk Jepang pada 16 April 1943 dan
dipimpin oleh Empat Serangkai, yaitu Ir. Soekarno, M. Hatta, Ki Hajar
Dewantoro, dan K.H. Mas Mansyur. Putera memiliki beberapa penasihat dari
Jepang yaitu S. Miyoshi, G Taniguci, Iciro Yamasaki, dan Akiyama.Struktur
organisasi ini dibagi sesuai dengan tingkatnya, yaitu syu, ken, dan gun.
menggunakan fasilitas jepang seperti radio dan koran. Tujuan Putera :
a. Gerakan ini tidak dibiayai jepang, namun pemimpin bangsa
diperbolehkan
b. Membangun dan menghidupkan kembali hal-hal yang dihancurkan
Belanda.
c. Putera bertugas untuk memusatkan segala potensi rakyat guna
membantu Jepang dalam perang.
d. Putera juga bertugas memperbaiki bidang sosial ekonomi. Gerakan
ini berhasil mempersiapkan mental masyarakat untuk menyambut
kemerdekaan dua tahun kemudian.

Unsur yang mendukung putera antara lain yaitu, Persatuan Guru


Indonesia, Perkumpulan Pegawai Pos Menengah, Pegawai Pos Telegraf
Telepon dan Radio, serta Pengurus Besar Istri Indonesia di bawah pimpinan
Maria Ulfah Santoso. Barisan Banteng, Badan Perantaraan, dan Pelajar
Indonesia serta Ikatan Sport Indonesia. Pada 1944 jepang membubarkan
putera karena dianggap tidak menguntungkan jepang.

3. MIAI (Majelis Islam A'la Indonesia)

Jepang ingin mengambil simpati muslim agar mau mendukung Jepang


dalam perang melawan negara-negara Barat. Untuk itu, Jepang
menghidupkan kembali MIAI. MIAI adalah badan federasi bagi ormas Islam
yang dibentuk dari hasil pertemuan 18-21 September 1937. Didirikan oleh
KH Mas Mansyur. Pada 4 September 1942 jepang mengaktifkan kembali
MIAI dengan tujuan agar ormas-ormas Islam yang bernaung di bawahnya

32
bisa memobilisasi umat untuk keperluan perang Jepang. Markasnya di
Surabaya dipindah ke Jakarta. MADULIS BLAM ALAA ADUNA
Tugas MIAI saat itu:
1) Menempatkan umat Islam pada kedudukan yang layak dalam
masyarakat Indonesia.
2) Mengharmoniskan Islam dengan tuntutan perkembangan zaman.
3) Ikut membantu Jepang dalam Perang Asia Timur Raya.

Namun MIAI berfokus pada pergerakan islam. Mei 1943, MIAI


membentuk Majelis Pemuda yang diketuai oleh Ir Sofwan dan membentuk
Majelis Keputrian yang dipimpin oleh Siti Nurjanah. Pada november 1943
MIAI dibubarkan karena tidak berkontribusi terhadap perang jepang. MIAI
digantikan dengan Masyumi.

4. Masyumi (Majelis Syuro Muslimin)


Indonesia (Masyumi) merupakan sebuah organisasi bentukan Jepang
pada tanggal 24 Oktober 1943 sebagai NU bentuk pengendalian kaum
muslim dari potensi pemberontakan, Masyumi berdiri sebagai pengganti
MIAI. Pendiri Masyumi saat itu adalah K.H. Wachid Hasyim, Mohammad
Natsir, Kartosoewirjo ingin organisasi Masyumi menjadi pelopor pergerakan
melalui semangat Islam dalam berperang melawan penjajahan untuk merebut
kemerdekaan. Masyumi diketuai oleh K.H. Mas Mansyur dan didampingi
K.H. Hasyim Asyari.

Masyumi dimanfaatkan oleh tokoh-tokoh dari pergerakan nasional


Indonesia untuk mengonsolidasikan oraganisasi-organisasi Islam, seperti
Muhammadiyah, Nadhlatul Ulma. Persatuan Indonesia, dan Sarekat Islam.
Sama halnya dengan MIAL masyumi memiliki visi bahwa setiap umat Islam
diwajibkan untuk jihad fisabilillah (berjuang di jalan Allah) dalam berbagai
bidang, termasuk bidang politik. Para kaum muda muslimin, khususnya para
santri dipersiapkan untuk berjuang secara fisik maupun secara politis.

33
Setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, pada tanggal 7 November
1945 Masyumi menjadi partai politik. Masyumi termasuk partai yang
dominan saat awal kemerdekaan. Pada 17 Agustus 1960 Soekarno resmi
membubarkan Masyumi lewat Kepres 200/1960 dan memenjarakan kader
yang terlibat PRRI. Partai Masyumi membubarkan diri untuk menghindari
cap sebagai partai terlarang. Pada masa itu, Partai Masyumi dianggap terlibat
dalam Pemberontakan PRRI yang dipimpin oleh Kartosoewirjo.

5. Jawa Hokokai
Himpunan Kebaktian Jawa (Jawa Hokokai) merupakan perkumpulan
yang. dibentuk oleh Jepang pada 8 Januari 1944 sebagai pengganti Pusat
Tenaga Rakyat. Hokokai awalnya dibentuk di Jawa oleh Panglima Tentara
Ke-16, Jendral Kumakici Harada. Hal ini dilakukan karena Jepang sadar
bahwa Poetera lebih bermanfaat bagi perjuangan kemerdekaan bangsa
Indonesia dibandingkan membela kepentingan Jepang untuk berperang
melawan sekutu.

Jawa Hokokai merupakan organisasi resmi pemerintah dan berada


langsung di bawah pengawasan pejabat Jepang. Tujuan pendirian organisasi
ini adalah untuk penghimpunan tenaga rakyat, baik secara lahir ataupun batin
sesuai dengan hokosishin (semangat kebaktian). Adapun yang termasuk
semangat kebaktian itu di antaranya mengorbankan diri, mempertebal
persaudaraan, dan melaksanakan sesuatu dengan bukti. Tiga hal inilah yang
dituntut dari rakyat Indonesia oleh pemerintah Jepang. Adapun program
kegiatan jawa hokokai, sebagai berikut.
1) Melakukan sesuatu dengan ikhlas dan sekuat tenaga untuk
mewujudkan
kepentingan Jepang.

34
2) Memimpin rakyat untuk menyumbangkan seluruh tenaga
berdasarkan rasa persaudaraan antar sesama bangsa.
3) Memperkokoh pembelaan tanah air.

Struktur kepemimpinan di dalam jawa hokokai langsung dipegang oleh


Guiscikan, sedangkan di daerah dipimpin oleh Syucohan. Perkumpulan ini
adalah pelaksana pengerahan atau mobilisasi (penggerakan) barang yang
berguna untuk kepentingan perang. Keanggotaan Jawa Hokokai adalah para
pemuda yang berusia minimal 14 tahun dan maksimal 22 tahun.

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dapat disimpulkan, Pancasila sebagai ideologi negara tidak hanya
menjadi pedoman moral dalam kehidupan bermasyarakat, tetapi juga
mencerminkan sejarah yang panjang dan kompleks.
Sejarah Indonesia dimulai dengan peradaban awal seperti Kerajaan
Kutai dan Kerajaan Sriwijaya, yang memberikan unsur budaya dan komersial
yang penting. Kisah berlanjut pada masa kerajaan sebelum Majapahit yang
meletakkan dasar bagi perkembangan kebudayaan dan peradaban Indonesia.
Dilanjutkan oleh Kerajaan Majapahit menjadi puncak sejarah kejayaan
Indonesia dengan kekayaan budaya dan politiknya. Sayangnya, masa kolonial
datang bersamaan dengan datangnya bangsa Eropa, sehingga membawa
perubahan drastis dalam sejarah Indonesia. Pada masa penjajahan, banyak
penderitaan yang dialami bangsa Indonesia.
Namun sejarah Indonesia juga mencatat babak penting berupa
kebangkitan nasional, melahirkan semangat persatuan dan kebanggaan
bangsa. Perjuangan melawan kolonialisme Jepang juga merupakan satu
peristiwa penting dalam pembentukan Pancasila.
Mencerminkan perjuangan dan nilai-nilai sejarah tersebut, Pancasila
menonjol sebagai landasan moral dan filosofis bangsa Indonesia. Nilai-nilai
seperti Ketuhanan, Kemanusian, Persatuan, Kerakyatan, dan Keadilan yang

35
terkandung dalam Pancasila menjadi kekuatan pendorong yang
memungkinkan Indonesia untuk terus berkembang sebagai negara yang
berdaulat dan beradab.
Dengan demikian, makalah ini menunjukkan bahwa Pancasila
merupakan cerminan sejarah bangsa Indonesia yang beragam baik suku,
agama, ras, dan lain sebagainya yang terus menghiasi perjalanan bangsa
menuju masa depan yang lebih baik.

36
DAFTAR PUSTAKA
Djafar, H. 2009. Masa Akhir Majapahit: Girindrawarddhana dan Masalahnya.
Jakarta: Komunitas Bambu.
Hardiati, E.S. 2010. Sejarah Nasional Indonesia Jilid II: Zaman Kuno. Edisi
Pemuktahiran. Jakarta: Balai Pustaka.
Haryono, Timbul. (1997). Kerajaan Majapahit. masa sri Rajasanagara sampai
Girindrawarddhana, 107-113. Yogyakarta: Jurnal Humaniora.
Kaelan. 2014. Pendidikan Pancasila. Yogyakarta. Pradigma.
Rahardjo, S. 2002. Peradaban Jawa: Dinamika Pranata Politik, Agama, dan
Ekonomi Jawa Kuno. Jakarta: Komunitas Bambu.
Sidomulyo, H. 2007. Napak Tilas Perjalanan Mpu Prapanca. Jakarta: Wedatama
Widya Sastra.
Slametmulyana. 1979. Nagarakertagama dan Tafsir Sejarahnya. Jakarta:
Bhratara.
Wahyudi, Deny Yudo. 2013. Kerajaan Majapahit:Dinamika Dalam Sejarah
Nusantara. Jurnal Sejarah dan Budaya 7. 1: Jurnal Sejarah dan Budaya.
Yamin, H Muhammad. 1962. Tatanegara Majapahit. Jakarta: Yayasan Prapanca.
Rhidatul, Rifda. 2016. Kerajaan Sriwijaya. Indramayu.
Fikriansyah, Ilham. 2023. Sejarah Singkat Kerajaan Sriwijaya Beserta Nama
Raja-rajanya.
Purwanta, H. dkk. 2007. Sejarah untuk SMA/MA Kls XI-Bahasa. Jakarta:
Grasindo.

37

Anda mungkin juga menyukai