DOSEN PENGAMPU:
FITRIA NUGRAHANI, S.Pd., M.Si
DINDA KADARWATI, S.Pd., M.Pd
DISUSUN OLEH:
0
DAFTAR ISI
JUDUL
DAFTAR ISI ....................................................................................................... 1
KATA PENGANTAR ......................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN
1
BAB III PENUTUP
2
KATA PENGANTAR
Puji serta syukur kami sampaikan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas
berkat rahmat dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan tugas Makalah Pancasila
yang berjudul “Pancasila Sebagai Moral Kehidupan Bangsa” tepat pada waktunya
tanpa ada halangan yang begitu berarti.
Dalam penyusunan paper ini, kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu
Dinda Kadarwati, selaku dosen mata kuliah Pancasila Program Studi Teknik
Multimedia Digital Jurusan Teknik Informatika & Komputer Politeknik Jakarta
yang telah membimbing kami dan memberikan kesempatan kepada kami untuk
menyusun dan menyelesaikan makalah ini.
3
BAB I
PENDAHULUAN
Pancasila adalah sebuah pandangan hidup bangsa dan juga sebagai dasar
negara Indonesia. Selain itu, pada hakikatnya Pancasila juga merupakan suatu
kesatuan moral Bangsa Indonesia. Dengan demikian, penetapan Pancasila
sebagai dasar falsafah negara berarti moral bangsa telah menjadi moral negara,
yaitu moral yang mengikat negara. Hal ini membuktikan bahwa moral Pancasila
telah menjadi sumber tata tertib negara dan hukumnya serta seluruh kegiatan
negara dalam segala kehidupannya. Dengan kata lain, Negara Indonesia
dibangun atas dasar moral dan sudah seharusnya tunduk kepada moral, wajib
membela dan melaksanakannya, serta menjamin agar rakyat juga
melaksanakannya.
4
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka rumusan masalah
yang akan dibahas dalam makalah ini yaitu:
1.3 Tujuan
5
BAB II
PEMBAHASAN
Istilah Pancasila sudah dikenal lama sejak zaman kerajaan di Indonesia pada
masa kerajaan Majapahit yang digunakan sebagai pijakan moral hidup bangsa
Indonesia. Tulisan mengenai nilai-nilai tersebut tercantum dalam kitab Negara
Kertagama karangan Empu Prapanca dan dalam kitab Sutasoma karya dari Empu
6
Tantular. Dalam kitab Sutasoma terdapat Pancasila Krama (lima dasar tingkah laku
atau perintah kesusilaan) yang meliputi:
Selain lima dasar moral di atas, dalam kitab Sutasoma disebutkan adanya
semboyan Bhineka tunggal Ikatan Hana Dharma Mangruwa yang mempunyai arti
walaupun agama itu mempunyai perbedaan baik bentuk maupun sifatnya, akan
tetapi pada hakikatnya adalah satu juga. Semboyan inilah yang kemudian menjadi
semboyan pada lambang negara Indonesia, yaitu Bhineka Tunggal Ika.
7
Hudaibiyah, perjanjian yang ditulis Ali ditolak oleh pemuka-pemuka Quraisy karena
pada mulanya ada kalimat “bismilllahirrahmanirrahim” dan “Muhammad
Rasulullah” pada akhirnya dihapus dan diganti dengan Muhammad bin Abdillah.
Adapun alasan umat Islam menerima dan mempertahankan Pancasila yaitu26,
Pertama, Pancasila adalah kesepakatan bersama tokoh lintas golongan terdahulu
yang harus dipenuhi dan dilaksanakan serta dilarang untuk menghianati. Sama
seperti halnya Piagam Madinah pada tahun 622 M yang merupakan kesepakatan
politik antara Nabi Muhammad SAW dengan komunitas-komunitas lain di Madinah,
baik dengan bangsa Arab, maupun bangsa Yahudi. Kedua, Pancasila adalah titik
temu atau Common Platform (kalimatun sawa’a) dalam konteks kebangsaan, istilah
tersebut dipakai oleh Nurcholis Madjid mengambil dari Qs. Ali Imran: 64. Ketiga,
sila yang berjumlah lima dalam Pancasila merupakan dasar yang sesuai dengan
ajaran Islam. Sila pertama tentang Ketuhanan Yang Maha Esa, menurut ulama NU
sebagai pengesaan Tuhan yang wajib diterima dan diamalkan. Hal tersebut sesuai
dengan argumen penerimaan NU terhadap Pancasila yang berisi:
1. Pancasila sebagai dasar dan falsafah negara bukanlah agama, tidak bisa
menggantikan agama, dan tidak digunakan sebagai pengganti dari kedudukan
agama.
2. Sila ketuhanan Yang Maha Esa sebagai dasar Negara Republik Indonesia
menurut pasal 29 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945, yang menjiwai silasila
yang lain, mencerminkan tauhid menurut pengertian keimanan dalam Islam.
3. Bagi Nahdlatul ‘Ulama, Islam adalah aqidah dan syari’ah, meliputi aspek
hubungan manusia dengan Allah dan hubungan antar manusia.
4. Penerimaan dan pengamalan Pancasila merupakan perwujudan dari upaya
Islam Indonesia untuk menjalankan syari’at agamanya.
8
5. Sebagai konsekuensi dari sikap di atas, Nahdlatul ‘Ulama berkewajiban
mengamankan pengertian yang benar tentang Pancasila dan pengamalannya
yang murni dan konsekuen oleh semua pihak.
Keempat, Pancasila adalah sebuah “obyektivitasi” dari nilai-nilai Islam, seperti yang
dikemukakan oleh Kuntowijoyo, tokoh Muhammadiyah. “Obyektivitasi” adalah
proses menjadikan “yang subyektif” menjadi “obyektif ”. Jika dasar negara disebut
sebagai syariat Islam, maka golongan yang ada di luar Islam pasti akan menolak,
tetapi kalau kita “obyektifkan” nilai-nilai dari subyektif tadi, maka ajaran yang
sebelumnya subyektif, akan menjadi obyektif. Pancasila inilah yang menjadi
kesepakatan antara tokoh Islam dan tokoh non-Islam.
Kelima, Pancasila sudah diterima dua ormas Islam terbesar di Indonesia NU
dan Muhammadiyah, mereka menyatakan dan menerima bahwa Pancasila tidak
bertentangan dengan Islam.
9
kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan harus mendasari seluruh
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Kedua, Pancasila sebagai Weltanschauung, artinya nilai-nilai Pancasila itu
merupakan sesuatu yang telah ada dan berkembang di dalam masyarakat
Indonesia, yang kemudian disepakati sebagai dasar filsafat negara
(Philosophische Grondslag). Weltanschauung merupakan sebuah pandangan
dunia (worldview). Ajaran tentang nilai, makna, dan tujuan hidup manusia
yang terpatri dalam Weltanschauung itu menyebar dalam berbagai pemikiran
dan kebudayaan Bangsa Indonesia.
Urgensi Pancasila sebagai sistem filsafat atau yang dinamakan filsafat
Pancasila, artinya refleksi filosofis mengenai Pancasila sebagai dasar negara.
Sastrapratedja menjelaskan makna filsafat Pancasila sebagai berikut.
Pengolahan filosofis Pancasila sebagai dasar negara ditujukan pada beberapa
aspek. Pertama, agar dapat diberikan pertanggungjawaban rasional dan
mendasar mengenai sila-sila dalam Pancasila sebagai prinsip-prinsip politik.
Kedua, agar dapat dijabarkan lebih lanjut sehingga menjadi operasional dalam
bidang-bidang yang menyangkut hidup bernegara. Ketiga, agar dapat
membuka dialog dengan berbagai perspektif baru dalam kehidupan berbangsa
dan bernegara. Keempat, agar dapat menjadi kerangka evaluasi terhadap
segala kegiatan yang bersangkut paut dengan kehidupan bernegara,
berbangsa, dan bermasyarakat, serta memberikan perspektif pemecahan
terhadap permasalahan nasional.
2. Pancasila sebagai Sistem Etika
a. Pancasila dan Pengertian Nilai, Moral dan Norma
Kata “etika” sendiri berasal dari kata etos bahasa Yunani yang berarti adat,
kebiasaan, watak, sikap, dan cara berpikir. Dalam etika mengandung tiga
cakupan, (1) sistem nilai, yaitu nilai atau dasar yang digunakan sebagai
10
pedoman oleh individu atau kelompok masyarakat, (2) kode etik, yaitu
kumpulan dari nilai normal yang berlaku dalam masyarakat, dan (3) filsafat
moral, yaitu ilmu yang di dalamnya membahas mengenai baik dan buruk.43
Adapun yang dinamakan nilai adalah sesuatu yang baik, berharga, dan sesuatu
yang diperjuangkan. Nilai terbagi menjadi tiga yaitu nilainilai dasar, nilai
instrumental, dan nilai praktis. Sedangkan nilai yang terikat dan diberlakukan
dalam masyarakat disebut dengan norma.44
b. Pancasila sebagai Nilai Dasar, Nilai Instrumental, dan Nilai Praksis
Sebagai nilai dasar, Pancasila mempunyai peranan yang sangat vital bagi
kehidupan bangsa dan negara Indonesia. Pancasila menjadi acuan, dasar, inti
dari pelaksanaan realisasi kehidupan di Indonesia untuk mewujudkan cita-cita
bangsa Indonesia.
Maksud dari Pancasila sebagai nilai instrumental adalah pancasila menjadi
media terwujudnya prinsip-prinsip dasar kehidupan bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara sebagai upaya mewujudkan cita-cita dari masyarakat, bangsa,
dan negara Indonesia. Nilai tersebut dicantumkan dalam peraturan perundang-
undangan yang berlaku di Indonesia dalam rangka perwujudan dari nilai
instrumental pancasila.46 Pancasila sebagai nilai praksis berarti nilai-nilai
Pancasila digunakan dalam kehidupan dan kegiatan manusia pada semua
aspek sebagai bentuk penjiwaan dari nilai-nilai Pancasila. Nilai-nilai tersebut
dituangkan dalam P4 (Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila)
sebagai usaha pemahaman dan penghayatan terhadap nilai-nilai Pancasila.
Pelaksanaan P4 merupakan sarana, alat, atau media untuk mewujudkan fungsi
dari Pancasila sebagai nilai praksis.
c. Pancasila sebagai Nilai Fundamental bagi Bangsa
Nilai fundamental Pancasila melebur ke dalam moral, moral tersebut berisi
mengenai moral ketuhanan, moral kemanusiaan, moral persatuan, moral
11
kerakyatan, dan moral keadilan sosial. Lima moral ini dijadikan sebagai moral
dasar bagi bangsa Indonesia.
d. Makna nilai-nilai Pancasila
Pembahasan mengenai makna dari nilai-nilai yang terdapat dalam pancasila
akan dibahas oleh penulis dalam bab ini pada sub bab keempat (poin D)
3. Pancasila sebagai Ideologi
Makna Ideologi bagi Negara
Ideologi merupakan nilai-nilai yang dijadikan pedoman hidup suatu bangsa,
fungsi dari ideologi sebagai berikut :
1) Struktur kognitif; keseluruhan pengetahuan yang dapat menjadi landasan
untuk memahami dan menafsirkan dunia, serta kejadiankejadian di
lingkungan sekitarnya.
2) Orientasi dasar dengan membuka wawasan yang memberikan makna serta
menunjukkan tujuan dalam kehidupan manusia.
3) Norma-norma yang menjadi pedoman dan pegangan bagi seseorang untuk
melangkah dan bertindak. 4) Bekal dan jalan bagi seseorang untuk
menemukan identitasnya
5) Kekuatan yang mampu menyemangati dan mendorong seseorang untuk
menjalankan kegiatan dan mencapai tujuan.
6) Pendidikan bagi seseorang atau masyarakat untuk memahami, menghayati
serta memolakan tingkah lakunya sesuai dengan orientasi dan norma-norma
yang terkandung di dalamnya.
Walaupun Pancasila sebagai ideologi mempunyai keterbukaan, di dalamnya
memiliki batas-batas. Batas-batas tersebut diantaranya adalah :
1) Memiliki stabilitas yang dinamis
2) Larangan ideologi marxisme, leninisme, dan komunisme
3) Mencegah berkembangnya paham liberal
12
4) Melarang pandangan ekstrim yang dapat mengganggu stabilitas kehidupan
masyarakat
5) Menerapkan aturan mengenai penciptaan norma yang baru harus melalui
konsensus.
4. Pancasila sebagai Paradigma Pengembangan Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi serta Seni (IPTEKS)
Adapun sumber yang dijadikan dasar Pancasila sebagai nilai pengembangan
IPTEK adalah sebagai berikut:
a) Sumber Historis
Sumber historis yang dijadikan dasar pengembangan IPTEK tertera dalam
pembukaan UUD 1945 pada alinea keempat. Yang perlu dipertegas adalah
kata “mencerdaskan kehidupan bangsa”, kata tersebut mengandung berbagai
upaya pendidikan untuk mengembangkan IPTEK berdasarkan nilai-nilai
Pancasila. Dalam mencerdaskan bangsa tidak bisa terlepas dari nilai-nilai
spiritualas, kemanusiaan, solidaritas, musyawarah, dan keadilan.
b) Sumber Sosiologis Maksud dari sumber ini adalah Pancasila yang nota
benenya sebagai dasar nilai pengembangan IPTEK harus sesuai dan sejalan
dengan dimensi nilai-nilai ketuhanan dan kemanusiaan.
c) Sumber Politis Sumber politis Pancasila sebagai dasar nilai pengembangan
ilmu di Indonesia dapat dirunut ke dalam berbagai kebijakan yang dilakukan
oleh para penyelenggara negara. Dokumen pada masa Orde Lama yang
meletakkan Pancasila sebagai dasar nilai pengembangan atau orientasi ilmu.
Dengan demikian, Pancasila sebagai dasar nilai pengembangan ilmu pada
zaman Orde Lama belum secara eksplisit dikemukakan, tetapi oleh Soekarno
dikaitkan langsung dengan dimensi kemanusiaan dan hubungan antara ilmu
dan amal.
13
D. Nilai – Nilai Pancasila
Benar, baik, indah, atau religius. Untuk menentukan bernilai tidaknya sesuatu
dilihat kesesuaiannya dengan unsur-unsur yang terdapat pada diri manusia, yakni
unsur jasmani dan rohani yang terdiri dari akal pikiran atau cipta, rasa, karsa dan
keyakinan (Darmodiharjo, 1988). Pada kenyataannya yang bernilai itu tidak hanya
benda-benda atau sesuatu yang bersifat materi belaka, melainkan segala sesuatu
yang tidak 18 berwujud materi yang oleh Notonagoro (1974) disebut sesuatu yang
bersifat imaterial. Menilai berarti menimbang suatu kegiatan manusia untuk
menghubungkan sesuatu dengan sesuatu yang lain, kemudian diambil keputusan.
Keputusan itu merupakan keputusan nilai yang dapat menyatakan berguna atau tidak
berguna, benar atau tidak benar, baik atau tidak baik, indah atau tidak indah.
Keputusan nilai yang dilakukan oleh subjek penilaian tentu berhubungan dengan
unsur-unsur yang ada pada manusia sebagai subjek penilai, yaitu unsur-unsur
jasmani, akal, rasa, karsa dan kepercayaan. Sesuatu itu dikatakan bernilai apabila
sesuatu itu berharga, berguna, benar, indah, baik. Di dalam nilai itu sendiri
terkandung cita-cita, harapan-harapan, dan keharusan. Maka apabila kita berbicara
tentang nilai sebenarnya kita berbicara tentang hal yang ideal, yakni hal yang
menjadi cita–cita, harapan, dambaan dan keharusan.
Pada dasarnya anak sangat membutuhkan bimbingan dari orang lain terutama
orang tuanya untuk menanamkan nilai-nilai Pancasila dapat dilakukan. Selain itu,
anak usia dini juga harus dididik di sekolah agar dapat menanamkan nilai-nilai
Pancasila lebih dalam ke dalam jiwanya. Itu bertahan dan menjadi karakternya untuk
generasi berikutnya. Dengan segala macam informasi yang bertebaran di dunia
maya, sangat penting untuk menanamkan nilai-nilai Pancasila sejak dini. Nilai-nilai
Pancasila menjadi benteng pertahanan agar kita, anak-anak dan keluarga kita tidak
mudah melupakan budaya negeri ini. Belajar ideologi atau ideologi dari luar boleh
15
saja, tetapi kita mengetahuinya karena kita lahir dan besar di Indonesia. Karena
Indonesia sudah memiliki ideologi nasional yang terbukti menyatukan seluruh
elemen masyarakat - Pancasila. Dengan menanamkan nilai - nilai Pancasila sejak
dini, Bangsa Indonesia akan lebih kuat dan tangguh dalam menghadapi
permasalahan. Oleh karena itu perlu diwujudkannya Pancasila dalam hidup
bermasyarakat untuk menunjukkan identitas bangsa yang lebih bermartabat dan
berbudaya tinggi
Setiap bangsa mempunyai cita-cita untuk masa depan dan menghadapi masalah
bersama dalam mencapai cita-cita bersama. Cita-cita kita sebagai bangsa Indonesia
tercantum dalam Pembukaan UUD 1945, yakni mewujudkan suatu tatanan
masyarakat yang adil dan makmur materiil dan spiritual berdasarkan Pancasila.
Seperti halnya keluarga, suatu bangsa yang bertekad mencapai cita-cita bersama
memerlukan suatu pandangan hidup. Tanpa pandangan hidup, suatu bangsa akan
terombang ambing.
1. Nilai Ketuhanan
Nilai sakral adalah nilai yang mencerminkan Indonesia sebagai negara yang
religius. Artinya semua warga negara Indonesia menganut agama yang dapat
dipercaya.
2. Nilai Kemanusiaan
Nilai kemanusiaan adalah nilai yang mengajarkan bahwa semua warga negara
Indonesia harus adil dan manusiawi tanpa memandang perbedaan.
17
3. Nilai Persatuan
Nilai persatuan merupakan nilai yang berarti bahwa bangsa Indonesia harus
bersatu dan tidak terpecah belah karena perbedaan.
4. Nilai Kerakyatan
Nilai kerakyatan adalah nilai yang menunjukkan bahwa negara harus
mengutamakan rakyat.
5. Nilai Keadilan
Nilai keadilan adalah nilai ajaran bahwa semua orang Indonesia harus adil
kepada semua orang tanpa diskriminasi.
18
didirikan,ditegakkan dan dipertahankan. Dasar negara berasal daripandangan hidup
bangsa yang bersangkutan.
19
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Moral adalah realitas dari kepribadian pada umumnya bukan hasil dari
perkembangan pribadi semata, namun moral merupakan tindakan atau tingkah laku
seseorang. Moral tidaklah bisa dipisahkan dari kehidupan beragama. Di dalam
agama Islam perkataan moral sangat identik dengan moral. Di mana kata moral
berasal dari bahasa Arab jama dari khulqun yang berarti budi pekerti. Pembinaan
moral merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan remaja dewasa ini.
Sebelum remaja dapat berfikir secara logis dan memahami hal hal yang abstrak serta
belum sanggup menentukan mana yang baik dan buruk, mana yang benar dan salah.
3.1 Saran
Sebagai warga negara Indonesia yang menganut ideologi Pancasila, hendaknya kita
berperilaku atau bermoral sesuai dengan nilai nilai Pancasila. Para perumus
Pancasila tentunya sudah berfikir bagaimana ideologi Pancasila tidak akan
kadaluarsa sampai kapanpun. Pancasila adalah Indonesia. Indonesia adalah
Pancasila.
20
Daftar Pustaka
21