Anda di halaman 1dari 50

CRITICAL BOOK REVIEW

“PENDIDIKAN PANCASILA”

Dosen Pengampu :
Drs. Elizon Nainggolan, M. Pd.

Disusun Oleh :
Kelompok 6

1. Ayu Wulandari (4213240030)


2. Dwi Arum Puspita (4213540003)
3. Timotius (4213240004)

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan Critical Book
Review ini yang tepat pada waktunya yang berjudul “Pendidikan Pancasila”.

Makalah review book ini berisikan tentang informasi seputar Pancasila. Kami menyadari
bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak
yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta
dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga makalah ini dapat bermanfaat
bagi para pembaca.

Medan, 04 November 2022


Penyusun

Kelompok 6
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................................................
DAFTAR ISI....................................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang ...................................................................................................................
1.2 Tujuan
1.3 Manfaat...............................................................................................................................
BAB II ISI BUKU
2.1 biligrafi buku/indentitas buku
2.2 Ringkasan Buku
BAB III PEMBAHASAN

3.1 Latar Belakang Masalah yang Akan Dikaji


3.2 Permasalahan Yang Akan DiKaji
3.3 Kajian Teori Yang Digunakan
3.4 Analisis Critical Book Report...........................................................................................
BAB IV PENUTUP

4.1 Kesimpulan
4.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................................
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Critical Book Review adalah penganalisisan, penilaian, dan pengevaluasian mengenai


keunggulan dan kelemahan buku, bagaimana isi buku tersebut bisa mempengaruhi cara
berpikir kita dan menambah pemahaman kita terhadap kajian Pendidikan Pancasila. Melalui
critical review kita menguji pikiran pengarang/ penulis berdasarkan sudut pandang kita
berdasarkan pengetahuan dan pengalaman yang kita miliki. Maksud pemberian tugas kuliah
berupa critical review ini adalah memenuhi salah satu tugas mata kuliah Pendidikan
Pancasila.

1.2 Tujuan CBR


1. Mengulas isi sebuah buku
2. Menambah wawasan
3. Melatih diri untuk berpikir kritis dalam merangkum isi buku
4. Mengetahui isi/konsep buku

1.3 Manfaat CBR


1. Mengetahi dan memahami isi buku
2. Memperoleh ilmu dan pengetahuan
3. Mengetahui akan keunggulan dan kelemahan buku
4. Menumbuhkan kekreaktivan dan berpikir kritis dalam menelaah sebuah buku
BAB II

IDENTITAS DAN ISI BUKU

2.1 Identitas Buku


1. Judul : Understanding Pancasila
2. Pengarang : Isnawan Dwi Parwanto
Prihartanto Eko Wibowo
3. Penerbit : Citra Sains Surakarta
4. T a h u n T
5. ISBN : 978-602-7992-24-1
6. J u m l a h

2.2 RINGKASAN BUKU


BAB 1
PENGANTAR PENDIDIKAN PANCASILA
Konsep Pendidikan Pancasila
Dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia, sesungguhnya nilai-nilai pancasila sebagai
pandangan hidup bangsa sudah terwujud dalam kehidupan bermasyarakat sejak sebelum
pancasila sebagai dasar negara dirumuskan dalam satu sistem nilai. Sejak zaman dahulu,
wilayah-wilayah di Nusantara ini mempunyai beberapa nilai yang dipegang teguh oleh
masyarakatnya, sebagai contoh : 1) Percaya kepada Tuhan dan toleran, 2) Gotong royong, 3)
Musyawarah, dan 4) Solidaritas atau kesetiakawan sosial, dan sebagainya.

BAB 2
PANCASILA DALAM SEJARAH BANGSA INDONESIA
Proses terbentuknya negara dan bangsa Indonesia melalui suatu proses sejarah yang cukup
panjang, yakni sejak zaman batu (prasejarah) hingga kemudian timbulnya kerajaan-kerajaan
pada abad ke-4, ke-5, dan kemudian dasar-dasar kebangsaan Indonesia telah mulai tampak
pada abad ke-7, yaitu saat munculnya kerajaan Sriwijaya dibawah Wangsa Syailendra di
palembang, dan puncaknya pada zaman kerajaan Majapahit abad ke-13 hingga sampai awal
abad ke-16.
Arus sejarah memperlihatkan dengan nyata bahwa semua bangsa memerlukan suatu
konsepsi dan cita-cita. Jika mereka tidak memilikinya atau jika konsepsi dan cita-cita itu
menjadi kabur dan usang, maka bangsa itu adalah dalam bahaya (Soekarno, 1989: 64).
Pentingnya cita-cita ideal sebagai landasan moralitas bagi kebesaran bangsa diperkuat oleh
cendikiawan-politisi Amerika Serikat, John Gardner, “No. nation can achhieve greatness
uncless it believe in something, and uncless that something has moral dimensions to sustain a
great civilization”. Tidak ada bangsa yang mencapai kebesaran kecuali jika bangsa itu
mempercayai sesuatu, dan sesuatu yang dipercayainya itu memiliki dimensi-dimensi moral
guna menopang peradaban besar (Madjid dalam Latif, 201: 42).

Begitu kuat dan mengakarnya Pancasila dalam jiwa bangsa menjadikan Pancasila terus
berjaya sepanjang masa. Hal tersebut disebabkan ideologi Pancasila tidak hanya sekedar
“confirm and deepen” Identitas bangsa Indonesia. Ia lebih dari itu, ia adalah identitas bangsa
Indonesia sendiri sepanjang masa. Sejak Pancasila digali kembali dan dilahirkan kembali
menjadi dasar dan ideologi negara, maka ia membangunkan dan membangkitkan identitas
yang yang dormant, yang “tertidur” dan yang “serius” selama kolonialisme (Abdulgani,
1979: 22).

Oleh karena itu, untuk mewujudkan Indonesia yang bebas dari perpecahan dan peperangan
antar bangsa sendiri, atau setidaknya meminimalisir perpecahan-perpecahan itu, perlu
dilakukan persatuan bangsa Indonesia secara bulat. Dari kalangan Pemuda tampillah tokoh-
tokoh seperti : Muh. Yamin, Wongsonegoro, Kuncoro Purbopranoto, dan tokoh-tokoh lainnya
yang merintis kesatuan nasional, sehingga lahirlah Kongres Pemuda 28 Oktober 1928,
akhirnya melahirkan Sumpah Pemuda, yang berintikan: satu tanah air, satu bangsa, dan satu
bahasa ialah Indonesia. Sumpah Pemuda merupakan ikrar dan janji bangsa Indonesia untuk
menegakkan semangat nasionalisme, menghilangkan sikap fanatisme kedaerahan dan
golongan Sumpah Pemuda juga menjadi awal perjuangan bangsa Indonesia untuk
menunjukkan keberadaannya di dunia internasional, sebagai bangsa yang merdeka dan
berdaulat.

Bangsa Indonesia dewasa ini terus dihantui oleh lunturnya semangat persatuan dan
orang ruangan gejala-gejala disintegrasi bangsa, oleh karena itu sangatlah penting untuk
memeluk dan merenungkan kembali hakikat Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 yang
dipelopori oleh para pemuda Indonesia masa itu.

Pancasila dalam Sejarah Bangsa Indonesia

1. Pancasila Pra Kemerdekaan


Jauh Sebelum periode pengusulan Pancasila, cikal bakal munculnya ideologi bangsa itu
diawali dengan lahirnya rasa nasionalisme yang menjadi pembuka pintu gerbang
kemerdekaan bangsa Indonesia. Kelahiran Pancasila sebagai dasar negara diawali pada
masa akhir zaman pendudukan fasisme Jepang di Indonesia. Pada sekitar tahun 1942
kedudukan bala tentara Jepang di berbagai medan pertempuran terutama di Asia
Tenggara sudah mulai terdesak, sangat jauh berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya
maka mulai saat itu Jepang hanya melakukan sikap defensif yang dari gempuran pihak
Sekutu.
a. Sidang BPUPKI Pertama
BPUPKI dilantik oleh Letjen kumakici Harada, panglima tentara ke-16 Jepang di
Jakarta, pada 28 Mei 1945. Sehari setelah dilantik, 29 Mei 1945, dimulailah sidang
yang pertama dengan materi pokok pembicaraan Jalan dasar negara. Sidang pertama
BPUPKI dilaksanakan selama 4 hari, berturut-turut yang tampil menyampaikan
pidato usulan dasar negara adalah tanggal 29 Mei 1945 Mr. Moeh. Yamin, 31 Mei
1945 Prof. Soepomo, dan 1 Juni 1945 Ir. Soekarno.
b. Perumusan masalah
Sembilan Tokoh nasional yang juga merupakan tokoh Dokuritsu Zyumbi
Tyosakhai atau yang lazim dikenal dengan sebutan Panitia Sembilan, pada tanggal 22
Juni 1945 mengadakan pertemuan untuk membahas pidato serta unsur-unsur
mengenai dasar negara yang diajukan dalam sidang BPUPKI. Panitia Sembilan
berhasil menyusun naskah piagam yang dikenal Piagam Jakarta.
Rumusan Pancasila sebagaimana termuat dalam Piagam Jakarta 22 Juni 1945
adalah sebagai berikut.
a) Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-
pemeluknya
b) Kemanusiaan yang adil dan beradab
c) persatuan Indonesia
d) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwakilan
e) Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Naskah awal “pembukaan hukum dasar” yang dijuluki “Piagam Jakarta” ini di
kemudian hari dijadikan “Pembukaan” UUD 1945, dengan sejumlah perubahan di
sana-sini.

c. Sidang BPUPKI kedua (10-17 Juli 1945)


Sebelum Sidang BPUPKI kedua dimulai, maka diumumkan adanya penambahan 6
anggota baru badan penyelidik. Beberapa keputusan penting yang dapat dihasilkan
adalah mengenai rencana bentuk negara. Dari 64 orang yang hadir (karena ada
beberapa yang berhalangan), yang pro Republik 55 orang, kerajaan ada 6 orang,
sisanya bentuk lain dan tidak berpendapat 1 orang.
Hari terakhir sidang BPUPKI tanggal 17 Juli 1945 merupakan sidang penutupan.
Dengan demikian maka jika kita perhatikan hanya dalam jangka waktu relatif singkat
29 Mei s/d 17 Juli 1945 (49 Hari) BPUPKI telah berhasil menyiapkan rancangan
mengenai suatu Naskah Rancangan Dasar Negara dan Undang-Undang Dasar yang
akan dipergunakan sebagai konstitusi negara Indonesia merdeka. Hanya dengan dua
kali masa sidang BPUPKI telah dapat menyelesaikan karya besar yang bersifat
monumental dalam bentuk memancangkan tonggak sejarah nasional dengan telah
diselesaikannya persoalan bangsa dan negara yang paling pokok, yaitu: dasar negara
dan bentuk negara. Namun bukan berarti dalam kurun waktu yang singkat tersebut
BPUPKI dalam merumuskan 2 agenda, terutama dalam membahas Dasar Negara
atau Philosofische Groonslag, azas kefilsafatan atau Weltanchauung dapat
menyelesaikan dengan mulus, tanpa menjumpai kerikil-kerikil tajam yang menjadi
batu sandungan. Debat dan diskusi yang cukup serius namun tetap tertib mewarnai
saat-saat Pancasila dapat dirumuskan. Akan tetapi sebaliknya cita-cita dengan
disertai semangat dan jiwa besar, sikap demokratis serta toleransi satu sama lain,
akhirnya semua yang terlibat di dalamnya mampu menekan keinginan untuk
kemenangan pribadi maupun golongan sendiri. Akhirnya saat-saat kritis secara bebas
landasan dasar negara dapat dilewati dengan selamat dan melibatkan semua pihak.
Ketika ke arah pemimpin Indonesia sedang sibuk mempersiapkan kemerdekaan
menurut skenario Jepang, terjadi perubahan Peta politik dunia. Salah satu penyebab
terjadinya perubahan Peta politik dunia ini adalah takutnya jepang terhadap sekutu.
Peristiwa itu diawali dengan jatuhnya bom atom di Kota Hiroshima pada 6 Agustus
1945. Sehari setelah peristiwa itu, 7 Agustus 1945, pemerintah pendudukan Jepang di
Jakarta mengeluarkan maklumat yang berisi:
a) pertengahan agustus 1945 akan dibentuk panitia persiapan kemerdekaan bagi
Indonesia (PPKI),
b) Panitia itu rencananya akan dilantik 18 Agustus 1945 dan mulai bersidang 19
Agustus 1945, dan
c) direncanakan 24 Agustus 1945 Indonesia di merdekakan
d. Periode Pengesahan Pancasila
Ketika Soekarno, Hatta dan Radjiman Wedyodiningrat menghadapi penguasa
militer Jepang di Asia Selatan ke Saigon untuk membahas tentang hari kemerdekaan
Indonesia sebagaimana yang pernah dijanjikan. Namun, di luar dugaan ternyata pada
14 Agustus 1945 Jepang menyerah kepada sekutu tanpa syarat. Pada 15 Agustus
1945 Soekarno, Hatta dan Radjiman kembali ke Indonesia. Kedatangan mereka
disambut oleh para pemuda mendesak agar kemerdekaan bangsa Indonesia
diproklamasikan secepatnya karena mereka tanggap terhadap perubahan situasi
politik dunia pada masa itu. Para pemuda setelah mengetahui Jepang menyerah
kepada sekutu sehingga Jepang tidak memiliki kekuasaan secara politis di wilayah
pendudukan, termasuk Indonesia. Perubahan situasi yang cepat yaitu menimbulkan
kesalahpahaman antara kelompok pemuda dengan Soekarno dan kawan-kawan
sehingga terjadilah penculikan atas diri Soekarno dan M. Hatta ke Rengas dengklok
(dalam istilah Pemuda pada waktu itu “mengamankan” ), tindakan pemuda itu
berdasar keputusan rapat yang diadakan pada pukul 24.00 WIB menjelang 16
Agustus 1945 di Cikini nomor 71 Jakarta (Kartodirdjo, dkk., 1975: 26)
Melalui jalan berliku, akhirnya dicetuskanlah proklamasi kemerdekaan Indonesia
pada 17 agustus 1945. Teks kemerdekaan itu didiktekan oleh Moh. Hatta dan ditulis
oleh Soekarno pada dini hari. Dengan demikian, naskah bersejarah teks proklamasi
kemerdekaan Indonesia ini digagas dan ditulis oleh dua tokoh proklamator tersebut
sehingga wajar jika mereka dinamakan Dwitunggal. Selanjutnya, naskah tersebut
diikuti oleh Sayuti Melik. Rancangan pernyataan kemerdekaan yang telah
dipersiapkan oleh BPUPKI yang diberi nama Piagam Jakarta, akhirnya tidak
dibacakan pada 17 Agustus 1945 karena situasi politik yang berubah.
Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, pada hakekatnya adalah cetusan jiwa
Pancasila yang didorong oleh amanat penderitaan rakyat. Proklamasi Kemerdekaan
17 Agustus 1945 merupakan sumber hukum berdirinya negara kesatuan Republik
Indonesia. Kemerdekaan Indonesia merupakan detik penjebolan tertib hukum
kolonial dan sekaligus merupakan detik pembangunan hukum nasional tertib hukum
Indonesia. Berdirinya sebagai negara Indonesia merdeka merupakan langkah awal
untuk menentukan nasib dan diri sendiri, dalam rangka menuju cita-cita negara
seperti tercantum pada pembukaan UUD 1945 alinea ke-4.
2. Indonesia Pasca Kemerdekaan 17 Agustus 1945
a. Sidang PPKI
Perlu Anda ketahui bahwa sehari setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia, yakni
18 Agustus 1945, PPKI bersidang untuk menentukan dan menegaskan posisi bangsa
Indonesia dan semua bangsa terjajah menjadi bangsa yang merdeka. PPKI yang semula
merupakan badan-badan pemerintah Jepang, Sejak saat itu dianggap Mandiri sebagai
badan nasional. Atas prakarsa Soekarno, anggota PPKI ditambah enam orang lain
dengan maksud agar lebih mewakili seluruh komponen bangsa Indonesia. Indonesia
sebagai bangsa yang merdeka memerlukan perangkat dan kelengkapan kehidupan
bernegara seperti Dasar Negara, UUD, Pemimpin Negara, dan perangkat pendukung
lainnya.
b. Pancasila Era Orde Lama
Setelah Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, ternyata bangsa Indonesia masih
menghadapi kekuatan sekutu yang berusaha untuk menanamkan kembali kekuasaannya
Belanda di Indonesia, yaitu pemaksaan untuk mengakui kekuasaan Netherlands indies
Civil administration (NICA). Selain itu Belanda secara licik mempropagandakan
kepada dunia luar bahwa negara proklamasi Republik Indonesia adalah hadia fasis
Jepang. Untuk melawan propaganda Belanda kepada dunia internasional, maka
pemerintah Republik Indonesia mengeluarkan maklumat, yaitu:
a) Maklumat Wakil Presiden No. x tanggal 16 Oktober 1945, tentang penghentian
kekuasaan luar biasa dari presiden sebelum masa waktunya (Seharusnya berlaku 6
bulan), kemudian dari maklumat tersebut memberikan kekuasaan MPR dan DPR,
yang semula dipegang oleh Presiden bernama KNIP.
b) Maklumat pemerintah tertanggal 3 November 1945, tentang pembentukan partai
politik sebanyak-banyaknya oleh rakyat. Hal ini sebagai akibat dari adanya anggapan
bahwa salah satu ciri demokrasi adalah multi partai, ini juga upaya agar dunia barat
menilai bahwa negara proklamasi kemerdekaan Indonesia adalah negara yang
demokratis.
c) Maklumat pemerintah tanggal 14 November 1945 intinya Mengubah sistem kabinet
presidensial menjadi kabinet parlementer berdasarkan asas demokrasi liberal.
Berlakunya sistem demokrasi liberal adalah jelas-jelas merupakan penyimpangan
secara konstitusional terhadap UUD 1945, sebagai akibat penerapan ini maka
pemerintah negara Indonesia mengalami Jatuh Bangun sehingga membawa
konsekuensi yang sangat serius terhadap kedaulatan negara Indonesia.

Negara Republik Indonesia Serikat (RIS)

Konferensi Meja Bundar (KMB) antara Belanda dan Belanda yang dilangsungkan
di Den Haag tanggal 23 Agustus - 2 September 1949, hasilnya adalah berdirinya
Republik Indonesia Serikat yang ditandatangani suatu persetujuan antara ratu Belanda
Yuliana dan Wakil pemerintah Republik Indonesia di kota Den Haag pada tanggal 27
Desember 1949 Belanda menyatakan Pengakuan kedaulatan atas Indonesia Belanda
mempergunakan istilah “penyerahan kedaulatan”. sebetulnys hasil KMB memang
kurang memuaskan kita, sebab bentuk negara serikat bukan kehendak rakyat indonesia
akan tetapi risk adalah bentuk maksimum yang dapat dicapai oleh para pemimpin
bangsa demi tegaknya negara Indonesia.

Negara Kesatuan Republik Indonesia tahun 1950

Perjalanan sejarah Indonesia memang melalui liku-liku pelik untuk dapat


mempertahankan eksistensinya.Keberadaan RIS dalam sejarah ketatanegaraan
Indonesia adalah sebagai suatu taktik politik untuk tetap konsisten terhadap deklarasi
proklamasi seperti yang tertuang dalam pembukaan UUD 1945, yakni negara
persatuan dan kesatuan sebagaimana termuat dalam alinea ke-4, pemerintah negara
yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah negara
Indonesia yang berdasarkan UUD 1945 dan Pancasila. Terjadinya gerakan kebangsaan
secara spontan untuk membentuk negara kesatuan dengan menggabungkan diri dengan
negara proklamasi Republik Indonesia yang berpusat di Yogyakarta, meskipun pada
waktu itu negara RI dengan pusat di Yogyakarta hanya status sebagai negara bagian
RIS.

Berdasarkan pengalaman sejarah ketatanegaraan RI selama menganut sistem politik


demokrasi parlementer belum atau tidak pernah mengalami pemerintahan yang stabil.
Hal ini karena pemerintah selalu bergantung pada kadar koalisi (kemantapan
berkoalisi) dari partai-partai pendukung pemerintah di lembaga DPR dalam hal ini
Apabila kadar kualisi mengalami keretakan dan berbalik, maka kebijaksanaan
pemerintah juga berantakan sehingga mengakibatkan kabinet (terpaksa) membubarkan
diri.

Dekrit Presiden 5 Juli 1959

Pelaksanaan Pemilu pertama tahun 1955 ternyata tidak dapat memenuhi harapan
dan keinginan masyarakat, bahkan mengakibatkan semakin tidak stabilnya pada
bidang politik, ekonomi, sosial maupun pertahanan keamanan. Kondisi ini disebabkan
beberapa hal berikut.

1. Makin kuatnya modal-modal raksasa terhadap perekonomian Indonesia


2. Jatuh Bangunnya kabinet, maka pemerintah tidak mampu menyalurkan dinamika
masyarakat ke arah pembangunan bidang ekonomi
3. Sistem liberal yang dianut berdasar UUD 1950 mengakibatkan Jatuh Bangun
kabinet, sehingga pemerintahan tidak stabil
4. Pemilu 1955 ternyata tidak mampu mencerminkan perimbangan kekuasaan politik
di DPR sebenarnya yang hidup di masyarakat, sebab masih banyak kekuatan-
kekuatan sosial politik dari daerah-daerah dan golongannya gunung terwakili di
DPR
5. Faktor yang menentukan keluarnya Dekrit Presiden 5 Juni 1959, adalah karena
konstituante yang bertugas membuat UUD yang bersifat tetap bagi negara RI,
ternyata gagal, meskipun telah bersidang secara manual setengah tahun. Bahkan
dalam persidangan banyak anggota konstituante yang tidak hadir, dikarenakan
tugas konstituante seharusnya membuat UUD ternyata membahas kembali dasar
negara.
Dalam kondisi yang semakin kacau dan membahayakan eksistensi negara maka
presiden akhirnya mengeluarkan Dekrit atau Pernyataan pada tanggal 5 Juli 1959
yang berisi :
1. Membubarkan konstituante
2. Menetapkan berlakunya kembali UUD 1945 dengan demikian UUDS tahun 1950
dinyatakan tidak berlaku
3. Dibentuk MPRS dan DPAS dalam waktu sesingkat-singkatnya.

Terdapat dua pandangan besar terhadap dasar negara yang berpengaruh terhadap
munculnya dekrit presiden . Pandangan tersebut yaitu mereka yang memenuhi
“anjuran” presiden/ pemerintah untuk “kembali ke Undang-Undang Dasar 1945”
dengan Pancasila sebagaimana dirumuskan dalam piagam Jakarta sebagai dasar
negara. Sedangkan pihak lainnya menyetujui kembali ke undang-undang Dasar 1945
tanpa cadangan, artinya dengan pancasila yang dirumuskan dalam pembukaan
undang-undang dasar yang disahkan PPKI tanggal 18 Agustus 1945 sebagai dasar
negara. Namun kedua usulan tersebut tidak mencapai keputusan sidang konstituante
(Anshari, 1981: 99).

Dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 tersebut Maka UUD 1945 dinyatakan
berlaku kembali di negara Republik Indonesia. Dekrit adalah suatu putusan dari organ
tertinggi kepada negara atau organ lain yang merupakan penjelmaan kehendak yang
bersifat sepihak dekrit terpaksa dilakukan apabila negara dalam kondisi darurat,
keselamatan negara dan bangsa terancam. Dasar hukum Dekrit adalah hukum darurat
yang dapat dibedakan menjadi dua yakni :

1. Hukum Tata negara darurat subjektif, suatu hukum dalam arti subjektif
pengembalian keputusan tindakan-tindakan hukum bahkan bila perlu melanggar
undang-undang hak asasi rakyat, bahkan jika perlu melanggar UUD. Contoh
Dekrit Presiden 5 Juli 1959.
2. Hukum Tata negara darurat objektif, yaitu suatu keadaan hukum yang
memberikan kewenangan organ tertinggi mengambil tindakan tindakan hukum,
akan tetapi tetap berlandaskan pada konstitusi yang berlaku, contoh : Surat
Perintah 11 Maret 1966.

Setelah berlakunya Dekrit Presiden 5 Juli 1959, kondisi Indonesia berlangsung


yang stabil. Tampaknya kondisi ini dimanfaatkan golongan komunis, di tubuh
pemerintah masih juga tidak luput dari bahaya, yaitu menanamkan ideologi bahwa
ideologi belum selesai, bahkan tidak akan selesai sebelum tercapainya masyarakat adil
dan makmur.

Nasakom dan Manipol USDEK

Pada peringatan Hari Kemerdekaan 17 Agustus 1959, Soekarno pada pidatonya


menguraikan ideologi demokrasi terpimpin, beberapa bulan kemudian dinamakan
manipol (manifestasi politik) yang isinya berintikan USDEK (Undang-Undang Dasar
1945, Sosialisme Indonesia, Demokrasi Terpimpin, Ekonomi Terpimpin dan
Kepribadian Indonesia) Manipol-USDEK adalah Doktrin resmi yang dicetuskan oleh
Soekarno sebagai suatu konsep politik harus terima dan jelaskan dalam setiap aktivitas
berbangsa dan bernegara. Diumpamakan juga manifesto politik/ USDEK bagaikan
Quran dan hadits shahih yang merupakan satu kesatuan, maka Pancasila dan manifesto
politik/ USDEK pun merupakan suatu kesatuan yang sama.

Nawaksara

Nawaksara adalah istilah yang dipergunakan untuk menyebut pidato pertanggung


jawaban presiden Soekarno di depan sidang istimewa MPRS pada tahun 1966 kegiatan
ini disampaikan dalam rangka pertanggungjawaban presiden selaku mpr atau situasi
sosial politik, kemerosotan ekonomi, dan moral bangsa yang tidak terkendali.
C. Pancasila Era Orde Baru

Setelah lengsernya Ir. Soekarno sebagai presiden, selanjutnya Jenderal Soeharto


yang memegang kendali terhadap negeri ini. Dengan berpindahnya kursi presiden
presidenan tersebut, arah pemahaman terhadap Pancasila pun mulai diperbaiki. Pada
peringatan hari lahir Pancasila, 1 Juni 1967 Presiden Soeharto mengatakan, “Pancasila
makin banyak mengalami ujian zaman dan makin bulat tekad kita mempertahankan
Pancasila”. Selain itu, Presiden Soeharto juga mengatakan “Pancasila sama sekali bukan
sekedar semboyan untuk dikumandangkan Pancasila bukan dasar falsafah negara yang
sekedar dikeramatkan dalam naskah UUD belakang Pancasila harus diamalkan”
(Setiardja, 1994: 5).

Setelah menjadi presiden, Soeharto mengeluarkan Inpres No. 12/1968 tentang


penulisan dan pembacaan Pancasila sesuai dengan yang tercantum dalam pembukaan
UUD 1945, Instruksi Presiden tersebut mulai berlaku pada tanggal 13 April 1968 sesuai
dengan Instruksi Presiden Nomor 12 tahun 1968 yang menjadi panduan dalam
mengucapkan Pancasila sebagai dasar negara, yaitu :

Satu : Ketuhanan Yang Maha Esa

Dua : Kemanusiaan yang adil dan beradab

Tiga : Persatuan Indonesia

Empat : Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan


perwakilan

Lima : Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Adapun nilai moral-moral yang terkandung dalam P4 atau Pedoman Penghayatan


dan pengalaman Pancasila berdasarkan Ketetapan TAP Nomor II/MPR/1978
menyatakan bahwa Pancasila meliputi 36 butir, yaitu :

1. Sila ketuhanan Yang Maha Esa (4 butir)


a. Percaya dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama dan
kepercayaan masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab
b. Hormat-menghormati dan bekerja sama antara pemeluk agama dan penganut-
penganut kepercayaan yang berbeda-beda sehingga terbina kerukunan hidup
c. Saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan
kepercayaannya
d. Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan kepada orang lain
2. Sila kemanusiaan yang adil dan beradab (7 butir)
a. Mengakui persamaan derajat, persamaan hak dan persamaan kewajiban antara
sesama manusia
b. Saling mencintai sesama manusia
c. Mengembangkan Sikap tenggang rasa dan tepo seliro
d. Tidak semena-mena terhadap orang lain
e. Menjunjung tinggi nilai kemanusiaan
f. Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan
g. Membela kebenaran dan keadilan
3. Sila persatuan Indonesia (5 butir)
a. Menempatkan persatuan, kesatuan, kepentingan dan keselamatan bangsa dan
negara diatas kepentingan pribadi dan golongan
b. Rela berkorban Untuk kepentingan bangsa dan negara
c. Cinta tanah air dan bangsa
d. Bangga sebagai bangsa Indonesia bertanah air Indonesia
e. Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa yang ber-Bhineka
Tunggal Ika
4. Sila kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwakilan 7 butir
a. Mengutamakan kepentingan negara dan masyarakat
b. Tidak memaksakan kehendak orang lain
c. Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan
bersama
d. Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi oleh semangat kekeluargaan
e. Dengan itikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan melaksanakan hasil
keputusan musyawarah
f. Musyawarah Musyawarah dilakukan dengan akal sehat sesuai dengan hati
nurani yang luhur
5. Sila keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia (12 butir)
a. Mengembangkan perbuatan perbuatan yang luhur yang mencerminkan sikap dan
suasana kekeluargaan dan gotong royong
b. Bersikap adil
c. Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban
d. Menghormati hak-hak orang lain
e. Suka memberi pertolongan kepada orang lain
f. Menjauhi sikap pemerasan terhadap orang lain

D. Pancasila Era Reformasi

Pancasila yang seharusnya sebagai nilai, dasar moral etik bagi negara dan aparat
pelaksana Negara, dalam kenyataan digunakan sebagai alat legitimasi politik. Puncak
dari keadaan tersebut ditandai dengan hancurnya ekonomi nasional, maka timbullah
berbagai gerakan masyarakat yang dipelopori oleh mahasiswa, cendekiawan dan
masyarakat sebagai gerakan moral politik yang menuntut adanya “reformasi” di segala
bidang politik, ekonomi dan hukum (Kaelan, 2000:245)

Saat Orde Baru tumbang, muncul Fobia terhadap Pancasila. Dasar negara itu untuk
sementara waktu Seolah dilupakan karena hampir Selalu identik dengan rezim orde
baru. Dasar negara itu berubah menjadi ideologi bukanlah satu-satunya sumber nilai
serta kebenaran negara menjadi maha tahu mana yang benar dan mana yang salah itu
telah tertanam di benak masyarakat melalui indoktrinasi (Ali, 2009: 50)

Dalam kehidupan sosial, masyarakat kehilangan kendali atas dirinya, akibatnya


terjadi konflik konflik horizontal dan vertikal secara masif dan pada akhirnya
merupakan sendi-sendi persatuan dan kesatuan bangsa dan negara Indonesia.

Namun demikian kesepakatan Pancasila menjadi dasar negara Republik Indonesia


secara normatif, “Pancasila sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan UUD 1945
adalah dasar negara dari negara kesatuan Republik Indonesia harus dilaksanakan secara
konsisten dalam kehidupan bernegara”. Ketetapan ini terus dipertahankan, meskipun
ketika itu Indonesia akan menghadapi Anda Amandemen undang-undang dasar negara
kesatuan Republik Indonesia tahun 1945.

Akan tetapi, istilah “Empat Pilar Kebangsaan” ini menurut Kaelan (2012: 249-252
mengandung; 1) lingistic mistake (kesalahan linguistik) atau dapat pula dikatakan
kesalahan terminologi; 2)ungkapan tersebut tidak mengacu pada realitas empiris
sebagaimana terkandung dalam ungkapan bahasa, melainkan mengacu pada suatu
pengertian atau ide, “berbangsa dan bernegara” itu dianalogikan bangunan besar
(gedung yang besar); 3) kesalahan kategori (category mistake) karena secara
epistemologis kategori pengetahuan pancasila, Undang-Undang dasar 1945, Negara
kesatuan Republik Indonesia, dan Bhinneka Tunggal Ika bukanlah merupakan kategori
yang sama. Ketidaksamaan itu berkaitan dengan realitas atau hakikat pengetahuannya,
wujud pengetahuan, kebenaran pengetahuannya serta koherensi pengetahuannya.

Makna penting dari kajian historis pancasila ini ialah untuk menjaga eksistensi
Negara Kesatuan Republik Indonesia. Karena itu seluruh komponen bangsa harus
secara imperatif kategoris menghayati dan melaksanakan pancasila baik sebagai Dasar
Negara maupun sebagai Pandangan Hidup Bangsa, dengan berpedoman kepada nilai-
nilai Pancasila dan Pembukaan UUD 1945 dan secara konsisten menaati ketentuan-
ketentuan dalam pasal-pasal UUD 1945.

Pancasila dakam Kajian Sejarah Bangsa Indonesia.

1. Pancasila sebagai Identitas Bangsa Indonesia


2. Pancasila sebagai Kepribadian Bangsa Indonesia
3. Pancasila sebagai Pandangan Hidup bangsa Indonesia
4. Pancasila sebagai Jiwa Bangsa
5. Pancasila sebagai Perjanjian Luhur

Sosio Historis Pancasila dalam Kajian Sejarah bangsa Indonesia

Nilai-nilai Pancasila sudah ada dalam adat istiadat, kebudayaan, dan agama yang
berkembang dalam kehidupan bangsa Indonesia sejak zaman kerajaan dahulu.
Sebagaimana diketahui bahwa nilai-nilai dasar yang terkandung dalam Pancasila
bersumber dan diberikan dari Local Wisdom, budaya, dan pengalaman bangsa
Indonesia, termasuk pengalaman dalam berhubungan dengan bangsa-bangsa lain.

Dinamika dan Tantangan Pancasila dalam Kajian Sejarah Bangsa Indonesia

Dinamika Pancasila dalam sejarah bangsa Indonesia memperlihatkan adanya


pasang surut dalam pemahaman dan pelaksanaan nilai-nilai Pancasila. Salah satu
tantangan terhadap Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara adalah
meletakkan nilai-nilai Pancasila tidak dalam posisi sebenarnya sehingga nilai-nilai
Pancasila menyimpang dari kenyataan hidup berbangsa dan bernegara.

BAB 3 PENGERTIAN PANCASILA

Pancasila Secara Ilmiah

Pancasila sebagai kajian filsafat harus memenuhi syarat-syarat ilmiah, yakni: 1) berobjek,
2) bermetode, 3) bersistem, dan 4) bersifat universal (Kaelan, 1999: 13).

Pengertian Pancasila

Pancasila jika dikaji secara ilmiah memiliki pengertian luas, baik sebagai dasar negara,
pandangan hidup bangsa, ideologi bangsa dan negara, maupun sebagai kepribadian bangsa.
Pancasila merupakan identitas nasional bagi bangsa Indonesia. Pembahasan pancasila secara
ilmiah harus merupakan satu kesatuan yang utuh, oleh karena itu Pancasila merupakan
kesatuan dan keutuhan “majemuk tunggal” yaitu kelima sila secara rumusan, inti dan isi dari
sila-sila Pancasila merupakan satu kesatuan dan kebulatan, yang tidak dapat dipisahkan
maupun diputar balik Tata ke urutannya.

BAB 4 PANCASILA DASAR NEGARA REPUBLIK Indonesia

Pancasila sebagai Dasar Filsafat atau Dasar Falsafah Negara (philosofische grondslag) dari
negara, ideologi negara (staats idee). Dalam pengertian ini maka Pancasila merupakan suatu
dasar nilai serta norma untuk mengatur pemerintah negara, dengan kata lain Pancasila
merupakan suatu dasar untuk mengatur penyelenggaraan negara.

Konsep Negara, Tujuan Negara, dan Dasar Negara

1. Konsep Negara
Terdapat 4 (empat) unsur yang menjadi syarat mutlak bagi adanya negara yakni, sebagai
berikut: a) Unsur tempat, atau daerah, wilayah atau territoir; b) Unsur manusia, atau
umat; c) Unsur organisasi, atau tata kerjasama, atau tata pemerintahan; d) Ideologi atau
perundang-undangan.
Berbicara tentang negara dari perspektif tata negara paling tidak dapat dilihat dari 2 (dua)
pendekatan, yaitu:
a. Negara dalam keadaan diam, yang fokus pengkajiannya terutama kepada bentuk dan
struktur organisasi negara.
b. Negara dalam keadaan bergerak, yang fokus pengkajian yang terutama kepada
mekanisme penyelenggaraan lembaga-lembaga negara, baik di pusat maupun di
daerah.

Bentuk negara, sistem pemerintahan, dan tujuan negara seperti apa yang ingin
diwujudkan serta bagaimana jalan atau cara mewujudkan tujuan negara tersebut, akan
ditentukan oleh dasar negara yang dianut oleh negara yang bersangkutan. Dengan kata
lain, dasar negara akan menentukan bentuk negara, bentuk dari sistem pemerintahan, dan
tujuan negara yang ingin dicapai, serta jarak apa yang ditempuh untuk mewujudkan
tujuan suatu negara.

Konsep negara hukum Indonesia merupakan perpaduan 3 (tiga) unsur, yaitu pancasila,
hukum nasional, dan tujuan negara. Apabila dipelajari secara seksama uraian tersebut,
maka dapat ditarik kesimpulan bahwa terdapat satu prinsip penting yang dianut, yaitu
Indonesia mengadopsi konsep negara modern yang ideal sebagaimana dikemukakan oleh
CarlSchmidt, yaitu demokratischen Rechtsstaat.

2. Tujuan Negara
Tujuan negara Republik Indonesia apabila disederhanakan dapat dibagi 2 (dua), yaitu:
mewujudkan kesejahteraan umum dan menjamin keamanan seluruh bangsa dan seluruh
wilayah negara. Oleh karena itu, pendekatan dalam mewujudkan fungsi negara tersebut
dapat dilakukan dengan 2 (dua) pendekatan yaitu:
a. Pendekatan kesejahteraan (prosperity approach)
b. Pendekatan keamanan (security approach)
3. Konsep Dasar Negara
Secara etimologis, istilah dasar negara maknanya identik dengan istilah grundnorm
(norma dasar); rechtsidee (cita hukum); staatsidee (cita negara), philosophische (dasar
filsafat negara). Banyaknya istilah dasar negara dalam kosakata bahasa asing
menunjukkan bahwa dasar negara bersifat universal, dalam arti setiap negara memiliki
dasar negara.

Pancasila sebagai Dasar Negara

Berlandaskan Pancasila, maka perpecahan bangsa Indonesia akan mudah dihindari


karena pandangan Pancasila bertumpu pada pola hidup yang berdasarkan keseimbangan,
keselarasan, dan keserasian sehingga perbedaan apakah yang ada dapat dibina menjadi
suatu pola kehidupan yang dinamis, penuh dengan keanekaragaman yang berada dalam
satu gerakan yang kokoh. Dengan peraturan yang berlandaskan nilai-nilai Pancasila, maka
perasaan adil dan tidak akan dapat diminimalkan. Hal tersebut dikarenakan Pancasila
sebagai dasar negara dan memberikan gambaran jelas tentang peraturan tersebut berlaku
untuk semua tanpa ada perlakuan diskriminatif dari siapapun. Oleh karena itulah, Pancasila
memberikan arah tentang hukum harus menciptakan keadaan yang lebih baik dengan
berlandaskan pada nilai-nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan
keadilan.

Sosio Historis Pancasila sebagai Dasar Negara

Dalam rangka menggali pemahaman Pancasila sebagai dasar negara, Anda akan
dihadapkan pada berbagai sumber Keterangan. Sumber-sumber tersebut meliputi semua
historis, sosiologis, dan politis.

1. Yuridis Ketatanegaraan Pancasila sebagai Dasar Negara


Secara yuridis ketatanegaraan, Pancasila merupakan dasar negara Republik Indonesia
sebagaimana terdapat pada pembukaan UUD 1945, yang kelahirannya sistem proses
kebangsaan Indonesia. Melalui UUD 1945 sebagai payung hukum, Pancasila perlu
diaktualisasikan agar dalam praktik demokrasinya tidak kehilangan arah dan dapat
meredam konflik yang tidak produktif.
2. Historis Pancasila sebagai Dasar Negara
Mahfud MD (2009:14) menyatakan bahwa berdasarkan penjelajahan historis diketahui
bahwa Pancasila yang berlaku sekarang merupakan hasil karya bersama dari berbagai
aliran politik yang ada di BPUPKI, yang kemudian disepakati dan disahkan oleh PPKI
pada saat negara didirikan. Lebih lanjut, Mahfud MD menyatakan bahwa ia bukan hasil
karya Moh. Yamin ataupun Soekarno saja, melainkan hasil karya bersama sehingga
tampil dalam bentuk, isi, dan filosofinya yang seperti sekarang.
3. Kajian Sosiologi Pancasila sebagai Dasar Negara
Pokok-pokok moralitas dan haluan kebangsaan-kebangsaan menurut alam
pancasila. Pertama, nilai-nilai ketuhanan (religiusitas) sebagai sumber etika dan
spiritualitas (yang bersifat vertikal transcendental) dianggap penting sebagai
fundamental etika kehidupan negara.
Kedua, nilai-nilai kemanusiaan universal yang bersumber dari hukum Tuhan,
hukum alam, dan sifat-sifat sosial (bersifat horizontal) dianggap penting sebagai
fundamental etika-politik kehidupan bernegara dalam pergaulan dunia.
Ketiga, nilai-nilai etis kemanusiaan harus mengakar kuat dalam lingkungan
pergaulan kebangsaan yang lebih dekat sebelum menjangkau pergaulan dunia yang
lebih jauh.
Keempat, nilai ketuhanan, nilai kemanusiaan, dan nilai serta cita-cita kebangsaan
itu dalam aktualisasinya harus menjunjung tinggi kedaulatan rakyat yang dipimpin
oleh hikmat kebijaksanaan.
Kelima, nilai ketuhanan, nilai kemanusiaan, nilai dan cita kebangsaan serta
demokrasi permusyawaratan itu memperoleh artinya sejauh dalam mewujudkan
keadilan sosial.
4. Secara Politis Pancasila sebagai Dasar Negara
Ketentuan dalam pasal 1 ayat (2) dan di dalam pasal 36A jo. Pasal 1 ayat (2) UUD
1945, terkandung makna bahwa Pancasila menjelma menjadi asas dalam sistem
demokrasi konstitusional, pancasila menjadi landasan etik dalam kehidupan politik
bangsa Indonesia. Selain itu, bagi warga negara yang berkiprah dalam suprastruktur
politik (sektor pemerintah), yaitu lembaga-lembaga negara dan lembaga-lembaga
pemerintahan, baik di pusat maupun di daerah, Pancasila merupakan norma hukum
dalam memformulasikan dan mengimplementasikan kebijakan publik yang
menyangkut hajat hidup orang banyak. Di sisi lain, bagi setiap warga negara yang
berkiprah dalam infrastruktur politik (sektor masyarakat) seperti organisasi
kemasyarakatan, partai politik, dan media massa, maka Pancasila menjadi kaidah
penuntun dalam cerita aktivitas sosial politiknya dengan demikian masyarakat akan
berfungsi memberikan masukan kepada pemerintah dalam sistem politiknya. Dengan
demikian, sektor masyarakat akan berfungsi memberikan masukan kepada pemerintah
dalam sistem politik.

Dinamika dan Tantangan Pancasila sebagai Dasar Negara

1. Dinamika Pancasila

Pancasila sebagai dasar negara lahir dan berkembang melalui suatu proses yang
cukup panjang. Pada mulanya, adat istiadat dan agama menjadi kekuatan yang membentuk
adanya pandangan hidup. Setelah Soekarno menggali kembali nilai-nilai luhur budaya
Indonesia pada 1 Juni 1945 barulah Pancasila disuarakan menjadi dasar negara yang
diresmikan pada 18 Agustus 1945 dengan dimasukkannya sila-sila pancasila dalam
pembukaan undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945.

Pada saat berdirinya negara Republik Indonesia yang ditandai dengan dibacakannya
teks proklamasi pada 17 Agustus 1945, bangsa Indonesia sebagai pengaturan kehidupan
bermasyarakat berbangsa dan bernegara berlandaskan Pancasila dan UUD 1945 .

Setelah dilaksanakan Dekrit Presiden, Indonesia kembali diganggu dengan


munculnya paham lain. Puncaknya adalah peristiwa pemberontakan G30S PKI 1965.
Peristiwa ini menjadi pemicu berakhirnya pemerintahan Presiden Soekarno yang diganti
oleh pemerintahan presiden Soeharto.

Pada masa pemerintahan presiden Soeharto, ditegaskan bahwa Pancasila sebagai


dasar negara akan dilaksanakan secara murni dan konsekuen. Pada tahun 1998 sesuai
dengan tuntunan gerakan reformasi Presiden Soeharto menyatakan berhenti dari jabatan
presiden. Namun, sampai saat ini tampaknya reformasi belum membawa angin segar bagi
dihayati dan diamalkannya Pancasila secara konsekuen oleh seluruh elemen bangsa. Sejak
2004 sampai sekarang berkembang, gerakan para akademisi dan pemerintah serta pencipta
Pancasila kembali menyuarakan Pancasila sebagai dasar negara melalui berbagai kegiatan
seminar kongres. Hal tersebut ditujukan untuk mengembalikan eksistensi Pancasila dan
membudayakan nilai-nilai Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa serta menegaskan
Pancasila sebagai dasar negara yang menjadi sumber hukum dalam penyelenggaraan
pemerintahan negara.

2. Tantangan terhadap Pancasila sebagai Dasar Negara

Pada era globalisasi dewasa ini, banyak hal yang akan merusak mental dan nilai
moral Pancasila yang menjadi kebanggaan bangsa dan negara Indonesia. Tantangan yang
muncul, antara lain berasal dari derasnya arus paham yang bersandar pada otoritas materi,
seperti liberalisme, kapitalisme, komunisme, sekuralisme, pragmatisme, dan hedonisme,
yang menggerus kepribadian bangsa yang berkarakter nilai-nilai Pancasila. Hal inipun
dapat dilihat dengan jelas, betapa paham-paham tersebut telah merasuk jauh dalam
kehidupan bangsa Indonesia sehingga melupakan kultur bangsa Indonesia yang memiliki
sifat religius, santun dan gotong royong.

Hakikat dan Urgensi Pancasila sebagai Dasar Negara

1. Hakikat Pancasila sebagai Dasar Negara


Mahfud M.D menegaskan bahwa penerimaan Pancasila sebagai dasar negara
membawa konsekuensi diterima dan berlakunya kaidah-kaidah penuntun dalam
pembuatan kebijakan negara, terutama dalam politik hukum nasional. Pancasila dasar
negara lahir sekurang-kurangnya memiliki empat kaidah penuntun dalam pembuatan
politik hukum atau kebijakan negara lainnya yaitu sebagai berikut :
a. Kebijakan umum dan politik hukum harus tetap menjaga integrasi atau keutuhan
bangsa dan ideologi maupun secara teritori.
b. Kebijakan umum dan politik hukum haruslah didasarkan pada upaya membangun
demokrasi (kedaulatan rakyat) dan nomokrasi (negara hukum) sekaligus.
c. Kebijakan umum dan politik hukum haruslah didasarkan pada upaya membangun
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Indonesia bukanlah penganut
liberalisme, melainkan secara ideologis menganut prismatika antara individualisme
dan kolektivisme dengan titik berat pada kesejahteraan umum dan keadilan sosial.
d. Kebijakan umum dan politik hukum haruslah didasarkan pada prinsip toleransi
beragama yang berkeadaban.

Kedudukan pancasila sebagai dasar negara dapat dirinci sebagai berikut :

a. Pancasila sebagai dasar negara adalah sumber dari segala sumber tertib hukum
Indonesia. Dengan demikian, Pancasila merupakan asas kerohanian hukum
Indonesia yang dalam Pembukaan undang-undang Negara Republik Indonesia
terjemahkan ke dalam empat pokok pikiran.
b. Meliputi suasana kebatinan dari UUD 1945.
c. Mewujudkan cita-cita hukum bagi dasar negara (baik hukum dasar tertulis maupun
tidak tertulis).
d. Mengandung norma yang mengharuskan UUD mengandung isi yang mewajibkan
pemerintah dan lain-lain penyelenggara negara (termasuk penyelenggara partai dan
golongan fungsional) memegang teguh cita-cita moral rakyat yang luhur.
2. Urgensi Pancasila sebagai Dasar Negara
Soekarno melukiskan urgensi pancasila bagi bangsa Indonesia secara ringkas sebagai
berikut : Pancasila adalah Weltanschauung, satu dasar falsafah, Pancasila adalah satu
alat pemersatu bangsa yang cukup pada hakekatnya suatu alat mempersatukan dalam
perjuangan mereka akan segala penyakit yang telah dilamar berpuluh-puluh tahun,
yaitu terutama imperialisme. Perjuangan suatu bangsa, perjuangan melawan
imperialisme, perjuangan mencapai kemerdekaan, dan perjuangan sesuatu bangsa
membuat corak sendiri-sendiri. Tidak ada dua bangsa yang cara berjalan yang sama.
Tiap-tiap bangsa mempunyai cara perjuangan sendiri, mempunyai karakteristik
sendiri. Oleh karena itu, pada hakekatnya bangsa sebagai individu mempunyai
kepribadian sendiri. Kepribadian yang terwujud dalam berbagai hal dalam
kenyataannya, dalam perekonomiannya, dalam wataknya, dan lain-lain sebagainya.
Untuk memahami urgensi pancasila sebagai dasar negara, dapat menggunakan 2
(dua) pendekatan, yaitu institusional (kelembagaan) dan human resourses
(personal/sumber daya manusia). Pendekatan institusional yaitu membentuk dan
menyelenggarakan negara yang bersumber pada nilai-nilai Pancasila sehingga negara
Indonesia memenuhi unsur-unsur sebagai negara modern, yang menjamin
terbentuknya tujuan negara atau terpenuhinya kepentingan nasional, yang bermuara
pada terwujudnya masyarakat adil dan makmur. Sementara, human resources terletak
pada dua aspek, yaitu orang-orang yang memegang jabatan dalam pemerintahan
(aparatur negara) yang melaksanakan nilai-nilai Pancasila secara murni dan konsekuen
di dalam pemenuhan tugas dan tanggung jawabnya sehingga formulasi kebijakan
negara akan menghasilkan kebijakan yang akan mengejawantahkan kepentingan
rakyat.

BAB 5 PANCASILA MENJADI IDEOLOGI NEGARA

Ideologi merupakan seperangkat sistem yang diyakini setiap warga negara dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Perlu diketahui bahwa Ketika suatu
ideologi bertitik tolak dari komponen-komponen budaya yang berasal dari sifat dasar bangsa
itu sendiri, maka pelaku-pelaku ideologi, yakni warga negara, lebih mudah melaksanakannya.
Para pelaku ideologi merasa sudah akrab, tidak asing lagi dengan nilai-nilai yang terdapat
dalam ideologi yang diperkenalkan dan diajukan kepada mereka.

Agama dapat menjadi sumber bagi suatu ideologi. Di saat ideologi bersumber dari agama,
maka akan ditemukan suatu bentuk negara teokrasi, yakni sistem pemerintahan negara yang
berlandaskan pada nilai-nilai agama tertentu. Apabila suatu negara bercorak teokrasi, maka
pada umumnya segala bentuk peraturan hukum yang berlaku di negara tersebut berasal dari
doktrin agama tertentu.

Dewasa ini, ideologi berkembang ke dalam bidang kehidupan yang luas, seperti ideologi
pasar dan ideologi agama. Ideologi pasar berkembang dalam kehidupan modren sehingga
melahirkan sikap konsumtif; sedangkan ideologi agama berkembang ke arah radikalisme
agama.

Konsep dan Urgensi Pancasila sebagai Ideologi Negara

1. Konsep Pancasila sebagai Ideologi Negara


Istilah ideologi berasal dari kata idea yang artinya gagasan, konsep, pengertian dasar,
cita-cita; dan logos yang berarti ilmu. Ideologi secara etimologis, artinya ilmu tentang
ide-ide (the science of ideas) atau ajaran tentang pengertian dasar. Dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia, ideologi didefinisikan sebagai kumpulan konsep bersistem yang
dijadikan asas pendapat yang memberikan arah dan tujuan untuk kelangsungan hidup.
Ideologi juga diartikan sebagai cara berpikir seseorang atau suatu golongan. Ideologi
dapat diartikan paham, teori, dan tujuan yang merupakan satu program sosial politik.

Beberapa tokoh atau pemikir Indonesia yang mendefinisikan odeologi sebagai berikut.

a. Sastrapratedja “Ideologi adalah seperangkat gagasa/ pemikiran yang berorientasi


pada tingkatan dan diorganisir menjadi suatu sistem yang teratur”
b. Soerjanto “Ideologi adalah hasil refleksi manusia berkat kemampuannya menjaga
jarak dengan dunia kehidupannya”
c. Mubyarto “Ideologi adalah sejumlah doktrin kepercayaan dan simbol-simbol
sekelompok masyarakat atau suatu bangsa yang menjadi pegangan dan pedoman
kerja ada perjuangan untuk mencapai tujuan masyarakat atau bangsa itu”

Selanjutnya, untuk melengkapi definisi tersebut perlu diketahui juga beberapa teori
ideologi yang dikemukakan oleh tokoh-tokoh pemikir ideologi sebagai berikut.

a. Martin Seliger : Ideologi sebagai sistem kepercayaan


b. Alvin Gouldner : Ideologi sebagai proyek nasional
c. Paul Hirst : Ideologi sebagai relasi sosial

Berikut beberapa corak ideologi :

a. Seperangkat prinsip dasar sosial politik yang menjadi pegangan kehidupan sosial
politik yang di inkorporasikan dalam dokumen resmi negara
b. Suatu pandangan hidup yang merupakan cara menafsirkan realitas serta
mengutamakan nilai tertentu yang mempengaruhi kehidupan sosial politik budaya
c. Suatu model atau paradigma tentang perubahan sosial yang tidak dikatakan sebagai
ideologi tetapi berfungsi sebagai ideologi misalnya ideologi pembangunan
d. Berbagai aliran pemikiran yang menonjolkan nilai tertentu yang menjadi pedoman
gerakan suatu kelompok
Beberapa fungsi Ideologi :

a. Struktur kognitif; keseluruhan pengetahuan yang dapat menjadi landasan untuk


memahami dan menafsirkan duniam serta kejadian-kejadian di lingkungan
sekitarnya
b. Berbagai bangsa dan kebudayaan menjadi lebih terbuka terhadap pengaruh timbal
balik
c. Pengakuan akan identitas dan keanekaragaman masyarakat dalam berbagai
kelompok dengan etnis dan religius
d. Masyarakat yang memiliki Ideologi dan sistem nilai yang berbeda bekerja sama dan
berusaha sehingga tidak ada satupun ideologi yang dominan
e. Kebudayaan Global merupakan sesuatu yang khas secara utuh dan heterogen
f. Orientasi dasar dengan membuka wawasan yang memberikan makna serta
menunjukkan tujuan dalam kehidupan manusia
g. Norma-norma yang menjadi pedoman dan pegangan bagi seseorang untuk
melangkah dan bertindak
h. Bekal dan jalan bagi seseorang untuk menemukan identitasnya
2. Urgensi Pancasila sebagai Ideologi Negara
Pancasila sebagai ideologi negara menghadapi berbagai bentuk tantangan. Salah satu
tantangan yang paling dominan dewasa ini adalah globalisasi. Globalisasi merupakan era
saling berhubungan antara masyarakat suatu bangsa terhadap masyarakat bangsa yang
lain sehingga masyarakat dunia menjadi lebih terbuka. Dengan demikian kebudayaan
global terbentuk dari pertemuan beberapa kepentingan mendekatkan masyarakat dunia.
Sastrapratedja menengarai beberapa karakteristik kebudayaan global sebagai berikut :

Pancasila sebagai Ideologi Negara

1. Warga Negara Memahami dan Melaksanakan Pancasila sebagai Ideologi Negara

Pada bagian ini , perlu diidentifikasikan unsur-unsur yang memengaruhi ideologi


pancasila sebagai berikut :

a. Unsur ateisme yang terdapat dalam ideologi Marxisme atau komunisme bertentangan
dengan sila ketuhanan Yang Maha Esa.
b. Unsur individualisme dalam liberalisme tidak sesuai dengan prinsip nilai gotong
royong dalam sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
c. Kapitalisme yang memberikan kebebasan individu untuk menguasai sistem
perekonomian negara tidak sesuai dengan prinsip ekonomi kerakyatan.
Salah satu dampak yang dirasakan dari kapitalisme ialah munculnya gaya hidup
konsumtif. Pancasila sebagai ideologi, selain menghadapi tantangan dari ideologi-
ideologi besar dunia juga menghadapi tantangan dari sikap dan perilaku kehidupan yang
menyimpang dari norma-norma masyarakat umum.
2. Penyelenggara Negara Memahami dan Melaksanakan Pancasila sebagai Ideologi
Negara
Pelaksanaan pancasila sebagai ideologi pancasila bagi penyelenggara negara merupakan
suatu orientasi kehidupan konstitusional. Artinya, ideologi pancasila di jabarkan ke dalam
berbagai peraturan perundang-undangan. Ada beberapa unsur penting dalam kedudukan
Pancasila sebagai orientasi kehidupan konstitusional :
a. Kesediaan untuk saling menghargai dalam kekhasan masing-masing
b. Aktualisasi lima sila pancasila
1) Sila ketuhanan Yang Maha Esa dirumuskan untuk menjamin tidak adanya
diskriminasi atas dasar agama sehingga negara harus menjamin kebebasan
beragama dan pluralisme ekspresi keagamaan.
2) Sila kemanusiaan yang Adil dan Beradab menjadi operasional dalam jaminan
pelaksanaan hak-hak asasi manusia karena hal itu merupakan tolak ukur
keberadaban serta solidaritas suatu bangsa terhadap setiap warga negara.
3) Sila persatuan Indonesia menegaskan bahwa rasa cinta pada bangsa Indonesia
tidak dilakukan dengan menutup diri dan menolak mereka yang di luar Indonesia
4) Sila kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan berarti komitmen terhadap demokrasi yang wajib
disuksekan.
5) Sila keadilan sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia berarti pengentasan
kemiskinan dan diskriminasi terhadap minoritas dan kelompok-kelompok lemah
perlu dihapus dari bumi Indonesia.
Sosio Historis Politis tentang Pancasila sebagai Ideologi Negara

1. Kajian historis Pancasila sebagai Ideologi Negara

Kedudukan pancasila sebagai ideologi oleh para penyelenggara negara yang berkuasa
sepanjang sejarah negara Indonesia, yakni :

a. Pancasila sebagai ideologi negara dalam masa pemerintahan Presiden Soekarno.


Pada masa pemerintahan Presiden Soekarno, Pancasila ditegaskan sebagai termasuk
pemersatu bangsa.
b. Pancasila sebagai ideologi dalam masa pemerintahan presiden Soeharto.
Pada masa pemerintahan presiden Soeharto, Pancasila dijadikan sebagai asas tunggal
bagi organisasi politik dan organisasi kemasyarakatan.
c. Pancasila sebagai ideologi dalam masa pemerintahan Presiden Habibie.
Presiden Habibie menggantikan Presiden Soeharto mundur pada 21 Mei 1998 atas
desakan berbagai pihak Habibie menghapus Penataran P-4. Pada masa sekarang ini,
resonansi Pancasila kurang bergema karena pemerintahan Habibie lebih disibukkan
masalah politik baik dalam negeri maupun luar negeri.
d. Pancasila sebagai ideologi dalam masa pemerintahan presiden Abdurrahman Wahid.
Pada masa pemerintahan presiden Abdurrahman Wahid muncul wacana tentang
penghapusan TAP No. XXV/MPRS/1966 tentang pelanggaran PKI dan
penyebarluasan ajaran komunisme.
e. Pancasila sebagai ideologi dalam masa pemerintahan Presiden Megawati.
Pada masa ini, Pancasila sebagai ideologi semakin kehilangan formalitasnya dengan
disahkannya undang-undang sisdiknas No. 20 tahun 2003 yang tidak mencantumkan
pendidikan Pancasila sebagai mata pelajaran wajib dari tingkat sekolah dasar sampai
perguruan tinggi.
f. Pancasila sebagai ideologi dalam masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono (SBY).
Pemerintahan SBY yang berlangsung dalam dua periode dapat dikatakan juga tidak
terlalu memperhatikan pentingnya Pancasila sebagai ideologi negara. Hal ini dapat
dilihat dari belum adanya upaya untuk membentuk suatu lembaga yang berwenang
untuk menjaga dan mengawal Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi negara
sebagaimana diamanatkan oleh Kepres no. 27 tahun 1999
g. Pancasila sebagai ideologi dalam masa pemerintahan Presiden Joko Widodo
(Jokowi).
Presiden Joko Widodo menjadi inspektur upacara peringatan hari lahir Pancasila ke
72 yang diselenggarakan di halaman Gedung Pancasila, Kementerian Luar Negeri,
Jakarta, 1 Juni 2017. Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam peringatan hari lahir
Pancasila mengembangkan pembentukan unit kerja atau lembaga yang fokusnya
adalah penguatan nilai-nilai dan ideologi Pancasila.
2. Sumber Sosiologis Pancasila sebagai Ideologi Negara

Pancasila sebagai ideologi negara berakar dalam kehidupan masyarakat. Unsur-


unsur sosiologis yang membentuk Pancasila sebagai ideologi negara meliputi hal-hal
sebagai berikut :

a. Sila ketuhanan Yang Maha Esa dapat ditemukan dalam kehidupan beragama
masyarakat Indonesia dalam berbagai bentuk Kepercayaan dan keyakinan terhadap
adanya kekuatan gaib.
b. Sila Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab dapat ditemukan dalam hal saling
menghargai dan menghormati hak-hak orang lain tidak bersikap sewenang-wenang
c. Sila Persatuan Indonesia dapat ditemukan dalam bentuk solidaritas, rasa setia kawan,
rasa cinta tanah air yang berwujud pada mencintai produk dalam negeri
d. Sila kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/
perwakilan dapat ditemukan dalam bentuk menghargai pendapat orang lain, semangat
musyawarah dalam mengambil keputusan.
e. Sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia tercermin dalam sikap suka
menolong, menjalankan gaya hidup sederhana, tidak mengolok dan berlebihan
3. Sumber Politis Pancasila sebagai Ideologi Negara
Pancasila sebagai ideologi negara dalam kehidupan politik di Indonesia unsur-unsur
politik yang membentuk Pancasila sebagai ideologi negara meliputi hal-hal sebagai
berikut.
a. Sila ketuhanan Yang Maha Esa diwujudkan dalam bentuk semangat toleransi antar
umat beragama
b. Sila kemanusiaan Yang Adil dan Beradab diwujudkan Sebutkan penghargaan
terhadap pelaksanaan hak asasi manusia (HAM) di Indonesia
c. Sila Persatuan Indonesia diwujudkan dalam mendahulukan kepentingan bangsa dan
negara daripada kepentingan kelompok atau golongan termasuk partai
d. Sila kerakyatan yang dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam ermusyawaratan
perwakilan diwujudkan dalam mendahulukan pengambilan keputusan berdasarkan
musyawarah daripada voting
e. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia diwujudkan dalam bentuk tidak
menyalahgunakan kekuasaan untuk memperkaya diri atau kelompok Karena
penyalahgunaan kekuasaan itu yang menjadi faktor pemicu terjadinya korupsi.

Dinamika dan Tantangan Pancasila sebagai Ideologi Negara

1. Dinamika Pancasila sebagai Ideologi Negara


Dinamika Pancasila sebagai ideologi negara dalam sejarah bangsa Indonesia
memperlihatkan adanya pasang surut dalam pelaksanaan nilai-nilai Pancasila. Pancasila
sebagai ideologi negara dalam masa pemerintahan Presiden Soekarno; sebagaimana
diketahui bahwa Soekarno termasuk salah seorang perumus Pancasila, bahkan menggali
dan memberi nama untuk dasar negara. Dalam hal ini, Soekarno memahami kedudukan
Pancasila sebagai ideologi negara. Namun dalam perjalanan pemerintahannya, ideologi
Pancasila mengalami pasang surut karena dicampur dengan ideologi komunisme dalam
konsep nasakom.
2. Tantangan terhadap Pancasila sebagai Ideologi Negara
Unsur-unsur yang mempengaruhi tantangan terhadap Pancasila sebagai ideologi negara
meliputi faktor eksternal dan internal. Adapun faktor eksternal meliputi hal-hal berikut.
a. Pertarungan ideologis antara negara-negara super power antara Amerika Serikat dan
Uni Soviet antara 1945-1950 yang berakhir dengan bubarnya negara soviet sehingga
Amerika menjadi satu-satunya negara super power
b. Menguatnya isu kebudayaan Global ditandai dengan masuknya berbagai ideologi
asing dalam kehidupan berbangsa dan bernegara karena keterbukaan informasi
c. Meningkatnya kebutuhan dunia sebagai akibat pertambahan penduduk dan kemajuan
teknologi sehingga terjadi eksploitasi terhadap sumber daya alam secara masif.
Dampak konkritnya adalah kerusakan lingkungan seperti banjir, kebakaran hutan.

Adapun faktor internal meliputi hal-hal sebagai berikut.

a. Pergantian rezim yang berkuasa melahirkan kebijakan politik yang berorientasi pada
kepentingan kelompok atau partai sehingga ideologi Pancasila sering terabaikan
b. Penyalahgunaan kekuasaan (korupsi) mengakibatkan rendahnya kepercayaan
masyarakat terhadap rezim yang berkuasa sehingga kelihatan hari ini menurun drastis
ketidakpercayaan terhadap partai politik (parpol) juga berdampak terhadap ideologi
negara.

Hakikat dan Urgensi Pancasila sebagai Ideologi Negara

1. Hakikat pancasila sebagai Ideologi Negara


Pada bagian ini akan dipahami hakikat Pancasila sebagai ideologi negara memiliki tiga
dimensi sebagai berikut.
a. Dimensi realitas; mengandung makna bahwa nilai-nilai dasar yang terkandung dalam
dirinya bersumber dari nilai-nilai yang hidup dalam bermasyarakat
b. Dimensi idealitas; mengandung cita-cita yang ingin dicapai dalam berbagai bidang
kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara
c. Dimensi fleksibilitas; mengandung relevansi atau kekuatan yang merangsang
masyarakat untuk mengembangkan pemikiran-pemikiran baru tentang nilai-nilai
dasar yang terkandung di dalamnya
2. Urgensi Pancasila sebagai Ideologi Negara
Peran ideologi negara itu bukan hanya terletak pada aspek legal formal, melainkan juga
harus hadir dalam kehidupan konkret masyarakat itu sendiri. Beberapa peran konkret
Pancasila sebagai ideologi meliputi hal-hal sebagai berikut.
a. Ideologi negara sebagai penuntun warga negara, artinya setiap perilaku warga negara
harus didasarkan pada preskripsi moral
b. Ideologi negara sebagai penolakan terhadap nilai-nilai yang tidak sesuai dengan sila-
sila Pancasila. Contohnya kasus terorisme yang terjadi dalam bentuk pemaksaan
kehendak melalui kekerasan.

BAB 6 PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT

Pancasila sebagai sistem filsafat merupakan bahan renungan yang menggugah kesadaran
para pendiri negar,a termasuk Soekarno ketika menggagas ide philosophische Grondslag.
Perenungan ini mengalir ke arah upaya untuk menemukan nilai-nilai filosofis yang menjadi
identitas bangsa Indonesia. Perenungan yang berkembang dalam diskusi-diskusi sejak sidang
BPUPKI sampai ke pengesahan Pancasila oleh PPKI termasuk salah satu momentum untuk
menemukan Pancasila sebagai sistem filsafat.

Pancasila merupakan filsafat bangsa Indonesia mengandung pengertian sebagai hasil


perenungan mendalam dari para tokoh pendiri negara (the founding fathers) ketika berusaha
menggali nilai-nilai dasar dan merumuskan dasar negara untuk di atasnya didirikan Negara
Republik Indonesia.

Kelima dasar atau prinsip yang terdapat dalam sila-sila Pancasila tersebut merupakan satu
kesatuan bagian-bagian, sehingga saling berhubungan dan saling bekerja sama untuk suatu
tujuan tertentu sehingga dapat disebut sebagai sistem. Pengertian suatu sistem, sebagaimana
dikutip oleh kaelan (2000: 66) dari Shrode dan Don Voich memiliki ciri-ciri sebagai berikut.

1. Suatu kesatuan bagian-bagian;


2. Bagian-bagian tersebut menpunyai fungsi sendiri-sendiri;
3. Saling berhubungan, saling ketergantungan;
4. Kesemuanya dimaksudkan untuk mencapai suatu tujuan bersana (tujuan sistem); dan
5. Terjadi dalam suatu lingkungan yang kompleks.

Pancasila sebagai sistem filsafat mengandung pemikiran tentang manusia berhubungan


dengan Tuhan, dengan diri sendiri, dengan sesama, dengan masyarakat bangsa yang semua
itu dimiliki oleh bangsa Indonesia. Oleh sebab itu, sebagai sistem filsafat, Pancasila memiliki
ciri khas yang berbeda dengan sistem sistem filsafat yang ada di dunia, seperti materialisme,
idealisme, rasionalisme, Liberalisme, komunisme, dan sebagainya.
Kekhasan nilai filsafat yang terkandung dalam Pancasila berkembang dalam budaya dan
peradaban Indonesia, terutama sebagai jiwa dan asas kerohanian bangsa dalam perjuangan
kemerdekaan bangsa Indonesia.

Menurut Darmodihardjo (1979: 86), pancasila adalah ideologi yang memiliki kekhasan,
yaitu:

1. Kekhasan pertama, Tuhan Yang Maha Esa sebab Ketuhanan Yang Maha Esa
mengandung arti bahwa manusia Indonesia Percaya adanya Tuhan;
2. Kekhasan kedua, penghargaan kepada sesama umat manusia apapun suku bangsa dan
bahasanya;
3. Kekhasan ketika, bangsa Indonesia menjunjung tinggi persatuan bangsa;
4. Kekhasan keempat, kehidupan manusia Indonesia bermasyarakat dan bernegara
berdasarkan atas sistem demokrasi; dan
5. Kekhasan kelima, keadilan sosial bagi hidup bersama.

Kendatipun demikian, sistem filsafat itu sendiri merupakan suatu proses yang berlangsung
secara kontinu sehingga perenungan awal yang dicetuskan para pendiri negara merupakan
bahan baku yang dapat dan akan terus merangsang pemikiran para pemikir berikutnya. Oleh
karena itu, akan dibahas kedudukan Pancasila sebagai sistem filsafat dengan berbagai
pemikiran para tokoh yang bertitik tolak dari teori-teori filsafat.

Konsep dan Urgensi Pancasila sebagai Sistem Filsafat

Filsafat merupakan awal dari ilmu pengetahuan filsafat disebut juga sebagai “mother of
Science”.

1. Konsep Pancasila sebagai Sistem Filsafat


Istilah filsafat berasal dari bahasa yunani, (philosophia), tersusun dari kata philos yang
berarti cinta atau philia yang berarti persahabatan, tertarik kepada dan kata sophos yang
berarti kebijaksanaan, pengetahuan, keterampilan, pengalaman praktis, inteligensi
(Bagus, 1996: 242). Dengan demikian philosophia secara harfiah berarti mencintai
kebijaksanaan. Kata kebijaksanaan juga dikatakan dalam bahasa Inggris, wisdom.
Berdasarkan makna kata tersebut maka mempelajari filsafat berarti merupakan upaya
manusia untuk mencari kebijaksanaan hidup yang nantinya dapat menjadi konsep yang
bermanfaat bagi peradaban manusia.
Beberapa pengertian filsafat berdasarkan watak dan fungsinya sebagaimana yang
dikemukakan Titus, Smith & Nolan sebagai berikut:
1) Filsafat adalah sekumpulan sikap dan kepercayaan terhadap kehidupan dan alam yang
biasanya diterima secara tidak kritis (arti informal)
2) Filsafat adalah suatu proses kritik atau pemikiran terhadap kepercayaan dan sifat
sangat dijunjung tinggi (arti formal)
3) Filsafat adalah usaha untuk mendapatkan gambaran keseluruhan (arti komprehensif)
4) Filsafat adalah analisa logis dari bahasa serta penjelasan tentang arti kata dan konsep
(arti analisis linguistik)
5) Filsafat adalah sekumpulan problematik yang langsung mendapat perhatian manusia
dan dicarikan jawabannya oleh ahli-ahli filsafat (arti aktual-fundamental).

Berdasarkan uraian tersebut, maka pengertian filsafat dalam arti informal itulah yang
paling sering dikatakan orang awam.

Mengapa pancasila dikatakan sebagai sistem filsafat? Ada beberapa alasan yang dapat
ditunjukkan untuk menjawab pertanyaan tersebut. Pertama; dalam sidang BPUPKI, 1
Juni 1945, Soekarno memberi judul pidatonya dengan nama Philosofische Grondslag
dari pada Indonesia Merdeka. Adapun pidato sebagai berikut: “Paduka Tuan Ketua yang
Mulia, saya mengerti apa yang Ketua Kehendaki! Paduka Tuan ketua minta dasar, minta
philosofische Grondslag, atau jika kita boleh memakai perkataan yang muluk-muluk,
Paduka Tuan Ketua yang mulia minta sesuatu Weltanschauung, di atas mana kita
mendirikan Negara Indonesia itu” (Soekarno, 1985: 7)

Noor Bakry menjelaskan bahwa Pancasila sebagai sistem filsafat merupakan hasil
perenungan yang mendalam dari para tokoh kenegaraan Indonesia. Hasil perenungan itu
semula dimaksudkan untuk merumuskan dasar negara yang akan merdeka. Selain itu,
hasil perenungan tersebut merupakan suatu sistem filsafat karena telah memenuhi ciri-ciri
berfikir filsafat. Beberapa ciri berpikir kefilsafatan meliputi:
(1) Sistem filsafat harus bersifat koheren, artinya berhubungan satu sama lain secara
runtut, tidak mengandung pernyataan yang saling bertentangan didalamnya. Pancasila
sebagai sistem filsafat, bagian-bagiannya tidak saling bertentangan, meskipun
berbeda, bahkan saling melengkapi, dan tiap bagian mempunyai fungsi dan
kedudukan tersendiri ;
(2) Sistem filsafat harus bersifat menyeluruh, artinya mencakup segala hal dan gejala
yang terdapat dalam kehidupan manusia. Pancasila sebagai sistem filsafat hidup
bangsa merupakan suatu pola yang dapat mewadahi semua kehidupan dan dinamika
masyarakat di Indonesia ;
(3) Sistem filsafat harus bersifat mendasar, artinya suatu bentuk perenungan mendalam
yang sampai ke inti mutlak permasalahan sehingga menemukan aspek yang sangat
fundamental. Pancasila sebagai sistem filsafat dirumuskan Berdasarkan inti mutlak
pada kehidupan manusia menghadapi diri sendiri, sesama manusia, dan Tuhan dalam
kehidupan bermasyarakat dan bernegara ;
(4) Sistem filsafat bersifat spekulatif, artinya buah pikir hasil perenungan sebagai
pranggapan yang menjadi titik awal yang menjadi pola dasar berdasarkan penalaran
logis, serta pangkal tolak pemikiran tentang sesuatu. Pancasila sebagai dasar negara
pada penggunaannya merupakan buah pikiran dari tokoh-tokoh kenegaraan sebagai
suatu pola dasar yang kemudian di buktikan kebenarannya melalui suatu diskusi dan
dialog panjang dalam sidang BPUPKI dan pengesahan PPKI.

Istilah Philosphische Grondslag dan Weltanschauung merupakan dua istilah yang sarat
dengan nilai-nilai filosofis. Pancasila sebagai dasar filsafat negara (Philosophische
Grondslag) nilai-nilai filosofis yang terkandung dalam sila-sila pancasila mendasari
seluruh peraturan hukum yang berlaku diindonesia. Artinya, nilai ketuhanan, kemanusiaan,
persatuan, kerakyatan dan keadilan harus mendasari seluruh peraturan perundang-
undangan yang berlaku.

Kedua, pancasila sebagai Weltanschauung, artinya nilai-nilai pancasila itu merupakan


sesuatu yang telah ada dan berkembang di dalam masyarakat Indonesia, yang kemudian di
sepakati sebagai dasar filsafat negara (Philosphische Grondslag). Ajaran tentang nilai,
makna, dan tujuan hidup manusia yang terpatri dalam Weltanschauung itu meyebar dalam
berbagai pemikiran dan kebudayaan Bangsa Indonesia.

Urgensi Pancasila sebagai Sistem Filsafat

Di dalam zaman modern ini, manusia memerlukan filsafat karena beberapa alasan.

Pertama, manusia telah memperoleh kekuatan baru yang besar dalam sains dan teknologi,
telah mengembangkan bermacam-macam teknik untuk memperoleh ketenteraman (security)
dan kenikmatan (comfort). Akan tetapi, pada waktu yang sama manusia merasa tidak tentram
dan gelisah karena mereka tidak tahu dengan pasti makna hidup mereka harus tempuh dalam
kehidupan mereka.

Kedua, filsafat melalui kerjasama dengan disiplin ilmu lain memainkan peran yang sangat
penting untuk memimpin manusia kepada keinginan-keinginan aspirasi mereka. Dengan
demikian, manusia dapat memahami pentingnya peran filsafat dalam kehidupan
bermasyarakat berbangsa dan bernegara.

Beberapa faedah filsafat yang perlu diketahui dan dipahami adalah sebagai berikut.
Pertama, faedah terbesar dari filsafat bersama adalah untuk menghalangi kemungkinan
adanya pemecahan-pemecahan terhadap kehidupan manusia. Jika pemecahan itu sudah
diidentifikasikan dan diselidiki, maka menjadi mudahlah bagi manusia untuk mendapatkan
pemecahan persoalan atau untuk meneruskan mempertimbangkan jawab-jawab tersebut.
Kedua, filsafat adalah suatu bagian dari keyakinan-keyakinan yang menjadi dasar perbuatan
manusia. Ide-ide filsafat membentuk pengalaman-pengalaman manusia pada waktu sekarang.
Ketiga, filsafat adalah kemampuan untuk memperluas bidang-bidang kesadaran manusia agar
dapat menjadi lebih hidup, lebih dapat membedakan, lebih kritis, dan lebih pandai.

Urgensi Pancasila sebagai sistem filsafat atau yang dinamakan filsafat pancasila, artinya
refleksi filosofis mengenai Pancasila sebagai dasar negara. Sastrapratedja menjelaskan makna
Pancasila sebagai berikut. Pengolahan filosofis Pancasila sebagai dasar negara ditunjukkan
pada beberapa aspek
1. agar dapat diberikan pertanggungjawaban rasional rasional dan mendasar mengenai sila-
sila dalam Pancasila sebagai prinsip-prinsip politik
2. agar dapat dijabarkan lebih lanjut sehingga menjadi operasional dalam bidang-bidang
menyangkut hidup bernegara
3. agar dapat membuka dialog dengan berbagai perspektif baru dalam kehidupan berbangsa
dan bernegara
4. agar dapat menjadi kerangka evaluasi terhadap segala kegiatan yang bersangkut paut
dengan kehidupan bernegara, berbangsa dan bermasyarakat, serta memberikan perspektif
pemecahan terhadap permasalahan nasional. Pertanggungjawaban rasional, penjabaran
operasional, ruang dialog, dan kerangka evaluasi merupakan beberapa aspek yang
diperlukan bagi pengolahan filosofis Pancasila, meskipun masih ada beberapa aspek lagi
masih dapat dipertimbangkan.

Diperlukan Pancasila sebagai Sistem Filsafat

1. Filsafat Pancasila sebagai Genetivus Objectivus dan Genetivus Subjectivus


2. Landasan Ontologis Filsafat Pancasila
3. Landasan Epistemologi Filsafat Pancasila
4. Landasan Aksiologis Pancasila

Sosio Historis, Sosiologis, dan politis tentang Pancasila sebagai Sistem Filsafat

1. Kajian Historis Pancasila sebagai Sistem Filsafat


2. Kajian Sosiologis Pancasila sebagai Sistem Filsafat
3. Kajian Politis Pancasila sebagai sistem Filsafat

Pada awalnya, Pancasila merupakan konsensus politik yang kemudian berkembang


menjadi sistem filsafat. Sumber politis Pancasila sebagai sistem filsafat meliputi wacana
politis tentang Pancasila sebagai sistem filsafat pada sidang BPUPKI, sidang PPKI dan
kuliah Soekarno antara Tahun 1948 dan 1959, tentang Pembahasan sila-sila pancasila
secara filosofis, dan mencakup berbagai argumen politis tentang Pancasila sebagai sistem
filsafat yang disuarakan kembali di era reformasi dalam pidato politik Habibie 1 Juni 2011.
Sumber politis Pancasila sebagai sistem filsafat berlaku juga atas kesepakatan
penggunaan simbol dalam kehidupan bernegara. Garuda Pancasila merupakan salah satu
simbol dalam kehidupan bernegara. Dalam pasal 35 Undang-Undang Dasar 1945 berbunyi
sebagai berikut. “Bendera Negara Indonesia ialah sang merah putih”. Pasal 36, “Bahasa
Negara ialah Bahasa Indonesia”. Pasal 36A, “Lambang Negara ialah Garuda Pancasila
dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika”. Pasal 36B, lagu kebangsaan Indonesia adalah
Indonesia Raya”. Bendera merah putih, Bahasa Indonesia, Garuda Pancasila dan Lagu
Indonesia Raya semuanya merupakan simbol dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di
Indonesia.

Simbol menurut teori Semiotika Peirce adalah bentuk tanda yang didasarkan pada
konvensi. (Berger, 2010: 247). Simbol adalah tanda yang memiliki hubungan dengan
objeknya berdasarkan konvensi, kesepakatan, atau aturan.

Dinamika dan Tantangan Pancasila sebagai Sistem Filsafat

1. Dinamika Pancasila sebagai Sistem Filsafat


2. Tantangan Pancasila sebagai Sistem Filsafat

Hakikat dan Urgensi Pancasila Sebagai Sistem Filsafat

1. Hakikat Pancasila sebagai Sistem Filsafat

Hakikat (esensi) Pancasila sebagai sistem filsafat terletak pada hal-hal sebagai
berikut:

a. Hakikat sila ketuhanan terletak pada keyakinan bangsa Indonesia bahwa Tuhan
sebagai prinsip utama dalam kehidupan semua makhluk.
b. Hakikat sila kemanusiaan adalah manusia monopluralis, yang terdiri atas 3
monodualis
c. Hakikat sila persatuan terkait dengan semangat kebangsaan.
d. Hakikat sila kerakyatan terletak pada prinsip musyawarah.
e. Hakikat sila keadilan terwujud dalam tiga aspek, yaitu keadilan distributif, legal,
dan komutatif.
2. Urgensi Pancasila sebagai Sistem Filsafat
a. Meletakkan pancasila sebagai sistem filsafat dapat memulihkan harga diri bangsa
Indonesia sebagai bangsa yang merdeka dalam politik, yuridis, dan juga merdeka
dalam mengemukakan ide-ide pemikirannya untuk kemajuan bangsa, baik secara
materi maupun spiritual
b. Pancasila sebagai sistem filsafat membangun alam pemikiran yang berakar dari
nilai-nilai budaya bangsa Indonesia sendiri
c. Pancasila sebagai sistem filsafat dapat menjadi dasar pijakan untuk menghadapi
tantangan globalisasi yang dapat melunturkan semangat kebangsaan

BAB 7 PANCASILA MENJADI SISTEM ETIKA

Pancasila sebagai sistem etika di samping merupakan way of life bangsa Indonesia, juga
merupakan struktur pemikiran yang disusun untuk memberikan tuntunan atau panduan
kepada setiap warga negara Indonesia dalam bersikap dan bertingkah laku.

Pancasila sebagai sistem etika merupakan moral guidance yang dapat diaktualisasikan
ke dalam tindakan konkrit, yang melibatkan berbagai aspek kehidupan. Oleh karena itu, sila-
sila Pancasila perlu diaktualisasikan lebih lanjut ke dalam putusan tindakan sehingga mampu
mencerminkan pribadi yang saleh, utuh, dan berwawasan moral-akademis.

Konsep dan Urgensi Pancasila sebagai Sistem Etika

1. Konsep Pancasila sebagai Sistem Etika


2. Urgensi Pancasila sebagai Sistem Etika

Pancasila sebagai Solusi Persoalan Bangsa dan Negara

Situasi negara Indonesia saat ini begitu memprihatinkan. Begitu banyak masalah menimpa
bangsa ini dalam bentuk krisis yang multidimensional. Krisis ekonomi, politik, budaya, sosial,
hankam, pendidikan danlain-lain, yang sebenarnya berhulu pada krisis moral. Tragisnya,
sumber kritis bisa berasal dari badan-badan yang ada di negara ini, baik eksekutif, legislatif,
maupun yudikatif, yang notabenya badan-badan yang serasi mengembang amanah rakyat.
Setiap hari kita disuruh berita-berita amanah yang dilakukan oleh orang-orang yang dipercaya
rakyat untuk menjalankan mesin pembangunan ini. Sebagaimana telah dikatakan bahwa
moralitas memegang kunci sangat penting dalam mengatasi krisis. Kalau krisis moral sebagai
hulu dari semua masalah, maka melalui moralitas pula dapat diatasi.

Moralitas dapat dianalogikan dengan seorang kurir kereta kuda yang mampu mengarahkan
kemana kereta akan berjalan. Arah perjalanan kereta tentu tidak lepas dari kemana tujuan
hendak dituju. Orang yang bermoral tentu mengerti mana arah yang akan dituju, sehingga
pikiran dan langkahnya akan diarahkan kepada tujuan tersebut, apakah tujuannya hanya untuk
kesenangan duniawi diri sendiri saja atau untuk kesenangan orang lain atau lebih untuk
kebaikan rohaniah yang lebih abadi yaitu pengabdian kepada Tuhan.

Pelajaran yang sangat berharga dapat diteladani dari para pendahulu kita yang berjuang
demi meraih kemerdekaan. Moralitas individu dan sosial yang begitu kuat dengan dipayungi
moralitas yang telah membuahkan hasil dari cita-cita mereka, meskipun mereka banyak tidak
sempat merasakan buah perjuangan sendiri. Dasar moral yang melandasi perjuangan mereka
terabadikan dalam pembukaan undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945
termuat dalam alinea-alineanya.

Manfaat Pancasila sebagai Sistem Etika

Pancasila sebagai sistem etika diperlukan dalam kehidupan politik untuk mengatur sistem
penyelenggaraan negara. Beberapa alasan mengapa pancasila sebagai sistem etika itu
diperlukan dalam penyelenggaraan kehidupan bernegara di Indonesia.

Sumber politis pancasila sebagai sistem etika terdapat dala norma-norma dasar
(Grundnorm) sebagai sumber penyusunan berbagai peraturan perundang-undangan di
Indonesia.

Etika politik mengatur masalah perilaku politikus, berhubungan dengan praktik institusi
sosial, hukum komunitas, struktur-struktur sosial, politik, ekonomi. Etika politik memiliki 3
dimensi, yaitu: tujuan, sarana, dan aksi politik itu sendiri.
BAB 8 PANCASILA MENJADI DASAR NILAI PENGEMBANGAN ILMU
Teknologi telah merambah berbagai bidang kehidupan manusia secara ekstensif dan
mempengaruhi sendi-sendi kehidupan manusia secara insentif, termasuk merubah pola pikir
dan budaya manusia, bahkan nyaris menggoyahkan eksistensi kodrat manusia sendiri
(Iriyanto, 2005).

Pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) dewasa ini mencapai kemajuan
pesat sehingga peradaban manusia mengalami perubahan yang luar biasa. Pengembangan
iptek tidak dapat terlepas dari sifat yang melingkupinya, artinya iptek telah berkembang
dalam suatu ruang budaya. perkembangan iptek pada gilirannya bersentuhan dengan nilai-
nilai budaya dan agama sehingga di satu pihak dibutuhkan semangat objektivitas.

Relasi antara Iptek dan nilai budaya, serta agama dapat ditandai dengan beberapa
kemungkinan sebagai berikut.

1. Iptek yang gayut dengan nilai budaya dan agama Sehingga pengembangan iptek harus
senantiasa didasarkan atas sikap human religius
2. Iptek yang lepas sama sekali dari norma budaya dan agama sehingga terjadi sekularisasi
yang berakibat pada kemajuan iptek tanpa dikawal dan diwarnai nilai human-religius
3. Iptek yang menempatkan nilai agama dan budaya sebagai mitra dialog di saat diperlukan.

Pancasila sebagai Dasar Nilai Pengembangan Ilmu

1. Konsep Pancasila sebagai Dasar Nilai Pengembangan Ilmu


2. Urgensi Pancasila sebagai Dasar Nilai Pengembangan Ilmu

Manfaat Pancasila sebagai Dasar Nilai Pengembangan Ilmu

Beberapa alasan, pancasila diperlukan sebagai dasar nilai pengembangan iptek dalam
kehidupan bangsa Indonesia meliputi hal-hal sebagai berikut.

a. Kerusakan lingkungan yang ditimbulkan oleh iptek,


b. Penjabaran sila-sila pancasila sebagai dasar nilai pengembangan iptek dapat memicu
terjadinya bencana
BAB 9 PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA REFORMASI

Pengertian paradigma pada mulanya dikemukakan oleh Thomas S. Khun dalam bukunya The
Structure of Scientific Revolution, yakni asumsi-asumsi dasar dan asumsi-asumsi teoritis yang
bersifat umum (sumber nilai), sehingga sebagai sumber hukum, metode yang dalam
penerapan ilmu pengetahuan akan menentukan sifat, ciri dari ilmu tersebut.

Paradigma dapat diartikan sebagai keutuhan konseptual yang sarat dengan muatan
ajaran, teori, dalil, bahkan juga pandangan itu untuk dijadikan dasar dan arah pengembangan
segala hal. Dalam istilah ilmiah, paradigma kemudian berkembang dalam berbagai bidang
kehidupan manusia dan ilmu pengetahuan lain, misal politik, hukum, ekonomi, budaya, serta
bidang-bidang lainnya. Istilah paradigma kemudia berkembang menjadi terminologi yang
mengandung konotasi pengertian sumber nilai, pola pikir, orientasi dasar, sumber asas serta
arah dan tujuan dari suatu perkembangan, perubahan serta proses pembangunan.

Pengertian Reformasi

Makna reformasi secara etimologis berasal dari kata reformation dari akar kata reform,
sedangkan secara harfiah reformasi mempunyai pengertian suatu gerakan memformat ulang,
menata ulang, menata kembali hal-hal yang menyimpang. Untuk dikembalikan pada format
atau bentuk semula sesuai dengan nilai ideal yang dicita-citakan rakyat.

Suatu gerakan reformasi dapat berjalan jika memenuhi unsur yang memiliki kondisi
sebagai berikut .

1. Suatu gerakan reformasi dilakukan karena adanya suatu penyimpangan penyimpangan


2. Suatu gerakan reformasi dilakukan dengan berdasar pada suatu kerangka struktural
tertentu
3. Gerakan reformasi akan mengembalikan pada dasar serta setiap negara demokrasi bahwa
Kedaulatan adalah ditangan rakyat sebagaimana terkandung dalam pasal 1 ayat 2
4. Reformasi dilakukan ke arah suatu perubahan yakni perubahan kondisi serta keadaan
yang lebih baik yang dilakukan dalam reformasi harus mengarah pada suatu kondisi
kehidupan rakyat lebih baik dalam segala aspek
5. Reformasi dilakukan dengan suatu dasar moral dan etik sebagai manusia yang
berketuhanan yang maha esa.

Pengertian Pancasila sebagai Paradigma Reformasi

Inti reformasi adalah memelihara segala hal yang sudah baik dari kinerja bangsa dan
negara di masa lampau, mengoreksi segala kekurangannya sama merintis pembaharuan untuk
menjawab tantangan masa depan. Melaksanakan kehidupan berbangsa dan bernegara masalah
memerlukan identifikasi, mana yang masih perlu dipertahankan dan mana yang harus
diperbaiki.

Peranan Pancasila dalam era reformasi harus nampak sebagai paradigma ketatanegaraan,
artinya Pancasila menjadi kerangka pikir atau pola pikir bangsa Indonesia, khususnya di
sebagai dasar negara. Ini berarti bahwa setiap gerak langkah bangsa dan negara Indonesia
harus selalu dilandasi oleh sila-sila yang terdapat dalam Pancasila.

Pancasila sebagai Paradigma Pembangunan

Pancasila sebagai paradigma pembangunan membangun suatu konsekuensi bahwa dalam


segala aspek pembangunan nasional harus berdasarkan hakikat nilai-nilai Pancasila. Oleh
karena pada hakekatnya nilai-nilai Pancasila didasarkan secara ontologis manusia sebagai
subjek pendukung pokok nilai-nilai Pancasila sekaligus sebagai pokok pendukung negara.

1. Pancasila Paradigma Pengembangan Ilmu Pengetahuan


2. Pancasila Paradigma POLEKSOSBUDHANKAM

Gerak Reformasi

Tujuan reformasi adalah menata kembali kehidupan bangsa dan negara dalam suatu sistem
negara di bawah nilai-nilai Pancasila, bukannya menghancurkan bangsa dan negara Indonesia.
Pada hakekatnya reformasi adalah mengembalikan tatanan kenegaraan kembali kearah
sumber nilai yang merupakan platform kehidupan bersama bangsa Indonesia. Oleh karena itu
Proses reformasi walaupun dalam lingkup reformasi total harus tetap berpedoman pada
tatanan nilai-nilai, arah, tujuan, serta cita-cita seperti yang terkandung dalam Pancasila.
BAB III
PEMBAHASAN CRITICAL BOOK REPORT

3.1 Latar Belakang Masalah Yang Akan Dikaji

Pancasila telah digunakan sebagai alat untuk memaksa rakyat setia kepada pemerintah
yang berkuasa dengan menempatkan Pancasila sebagai satu-satunya asa dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Oleh sebab itu, MPR melalui Sidang Istimewa
tahun 1998 dengan Tap. No. XVIII/MPR/1998 tentang Pencabutan Pedoman Penghayatan
dan Pengamalan Pancasila (P4) dan menetapkan Pancasila sebagai dasar negara. Pancasila
sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan UUD 1945 adalah dasar negara dari negara
kesatuan Republik Indonesia harus dilaksanaka secara konsisten dalam kehidupan bernegara.

Pandangan hidup bagi suatu bangsa adalah sesuatu hal yang tidak dapt dipisahkan
dengan kehidupan bangsa itu sendiri. Bangsa tidak memilii pandangan hidup adalah bangsa
yang tidak memiliki kepribadian dan jati diri sehingga bangsa itu mudah terombang-ambing
dari pengaruh yang berkembang dari luar negerinya. Pancasila sebagai kepribadian dan jati
diri bangsa Indonesia merupakan pencerminan nilai-nilai yang telah lama tumbuh dalam
kehidupan bangsa Indonesia.

Pancasila sebagai ideology nasional mengandung nilai-nilai budaya bangsa Indonesia,


yaitu cara berpikir dan cara kerja perjuangan. Pancasila perlu dipahami dengan latar
belakang sejarah perjuangan bangsa Indonesia. Gagasan tentang etika Pancasila pada
hakikatnya berkaitna dengan kedudukan Pancasila sebagai filsafat negara. Pancasila sebagai
dasar filsafat negara sebagaimana termuat dalam Pembukaan UUD 1945 memiliki implikasi
etis, yakni sebagai sumber norma etik. Etika Pancasila bersumber dari pemikiran mendalam
terhadap nilai-nilai dasar Pancasila.
3.2 Permasalahan Yang Akan Dikaji
Dengan melakukan tugas ini, kami mampu menyelesaikan tugas dan dapat memahami isi
buku . Selain untuk menjadi bekal mahasiswa di masa depan, penyelesaian tugas ini juga
dapat membantu mahasiswa menimbun ilmu pengetahuan, pengalaman, juga untuk
membantu kami meneliti berbagai sumber-sumber pembelajaran yang nantinya akan
digunakan untuk menjadi seorang guru. Dan agar kami dapat mengetahui, memahami dan
menambah wawasan mengenai Pancasila.
3.3 Kajian Teori Yang Digunakan
Pada buku utama hal. 18 yaitu bersilfasat, berarti berpikir sedalam-dalamnya
(merenung) terhadap sesuatu secara metodik, sistematis, menyeluruh, dan universal untuk
mencari hakikat sesuatu. Menurut D.Runes, filsafat berarti ilmu yang paling umum yang
mengandung usaha mencari kebijakan dan cinta akan kebijakan (BP-7,1993:8)
Pada buku utama hal.19 ( Lab.Pancasila IKIP.1990:20;21) yaitu mengenai aliran-aliran
utama yang ada sejak dahulu sampai sekarang meliputi aliran materialism, aliran
idealism/spritualisme, aliran realisme)
Pada buku utama hal.52 (BP-7 Pusat, 1993) yaitu Pembukaan UUD 1945 memenuhi
persyaratan sebagai ideology yang memuat ajaran,doktrin,teori, dan/atau ilmu tentang
cita-cita(ide) bangsa Indonesia yang diyakini kebenarannya dan disusun secara sistematis
serta diberi petunjuk pelaksanaanya.
Pada buku pembanding hal.7 yaitu Pendidikan Pancasila perlu dilihat dalam tiga
tataran: Pendidikan Pancasila sebagai kemasan kurikuler, pendidikan Pancasila sebagai
proses pembelajaran, dan pendidikan pancasila sebagai upaya sistematis proses nation’s
and character building ( Udin S.Winataputra,2008).

Pada buku pembanding hal.39 yaitu “Mempertahankan, memurnikan wujud dan


memurnikan pelaksanaan Pancasila dan UUD 1945, itulah fungsi dan tujuan Orde Baru.
Pancasila yang merupakan keluhuran pandangan hidup bangsa itu mencerminkan nilainilai
pokok pandangan hidup seluruh bangsa Indonesia dan merupakan kepribadian
Indonesia….”(Pranarka,1985:208-209).
3.4 Analisis Critical Book Report
Analisis yang dapat kami dapatkan dari buku ini yaitu, terdapat beberapa kelebihan,
diantaranya: Sampul/cover yang digunakan kelihatan simple tetapi tetap menarik dan
sederhana. Kemudian gambar pada sampul juga sangat bagus karena terdiri dari beberapa
gambar yang mencakup dari pembahasan yang ada di dalam buku tersebut. Bahasa yang
digunakan yaitu bahasa Indonesia yang mudah dimengerti.Sistematika penulisanya juga
tersusun dengan rapih.
Pada beberapa bab di dalam buku ini terdapat beberapa penjelasan yang sangat singkat
sehingga peserta didik mudah memahaminya. Pada setiap bab pada buku ini sebelum
pembahasan pada setiap bab nya terdapat penjelasan singkat mengenai yang dibahas pada
setiap bab. Pada buku ini terdapat istilah asing beserta artinya yang memudahkan pembaca
dalam memahami isi dari pembahasan tersebut. Pada buku ini terdapat banyak pendapat
para ahli mengenai Pendidikan Pancasila. Terdapat banyak soal atau latihan yang dapat
menguji kemampuan peserta didik seberapa paham mereka mengenai materi yang
dibahas. Pada bab ini terdapat sumber bacaan atau daftar pustaka mengenai penjelasan
materi yang ada di buku tersebut.
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Pancasila dapat digolongkan sebagai filsafat dalam arti produk, sebagai pandangan
hidup, dan filsafat dalam arti praktis. Hal ini bersifat filsafat Pancasila mempunyai fungsi
dan peranan sebagai pedoman dan pegangan dalam sikap,tingkah laku dan perbuatan dalam
kehidupan sehari-hari, dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara bagi
bangsa Indonesia di mana pun mereka berada.

Pendidikan tentang Pancsila adalah pendidikan mengenai pengetahuan akan rumus


(pengertian) Pancasila, kedudukan dan fungsinya bagi kehidupan bernegara. Pancasila adalah
pendidikan ber-Pancasila, yakni membelajarkan isi daripada Pancasila itu sendiri. Isi
Pancasila adalah nilai-nilai yang kemudian dijabarkan kedalam norma sosial dan hukum
bernegara.

4.2 Saran
Dengan demikian kiranya setiap mahasiswa terutama mahasiswa, kita dapat mewujudkan
apa yang menjadi tuntutan dari pada pendidikan itu dengan memperhatikan setiap kebutuhan
pengetahuan siswa. Setelah membahas mengenai penugasan crirical book report ini marilah kita
melestarikan gemar membaca, meneliti, serta memahami apa maksud dan tujuan dari setiap
buku yang diciptakan.
DAFTAR PUSTAKA

Parwanto I,Wibowo P.,2017.Understanding Pancasila Paradigma Baru Pendidikan


Pancasila.Jakarta: Citra Sains Surakarta

Pembagian Tugas:

mahasiswa pertama ngerjaian Cover - bab 8 (Ayu wulandari)

mahasiswa ketiga ngerjain Bab 9 dan analisis - kesimpulan (timotius)

PPT (dwi arum)

Anda mungkin juga menyukai