Anda di halaman 1dari 12

GENTA HREDAYA Volume 4 No 2 Oktober 2020 P ISSN 2598-6848

E ISSN 2722-1415

NILAI-NILAI AGAMA HINDU YANG TERKANDUNG DALAM CERITA


MAHA PRASTANIKA PARWA

Oleh
Dewa Ketut Hendra Puspawan
Institut Teknologi Dan Bisnis STIKOM BALI
Email: hendrapuspawan88@gmail.com

ABSTRACT
The Maha Prastanika Parwa story is part of the Mahabharata. The Maha
Prastanika Parwa story has an influence on intellectuals and community leaders who view
this story from a philosophical point of view, because this story contains the values of
moral in a form that is staged directly to the conscience of the community, because this
story can be used as a guide in a community life. This research is in the form of a
qualitative design with a phenomenological approach. Data were collected using interview
techniques and literature techniques. After the data was collected, the data were analyzed
using an interpretive approach. Based on this analysis, the following conclusions are
obtained as a result of the research: (1) The story structure contained in the Maha
Prastanika Parwa story includes plot, theme, setting, characterization and mandate. (2).
The concept of Hindu theology contained in the Maha Prastanika Parwa story is that the
value of leadership is a basic concept of wisdom that must be used as a basis for wisdom
that must be used as a basis for action by leaders, Ethical values are good and noble
behavior in accordance with the provisions of Dharma and Yadnya, and the value of tattwa
is something that emphasizes us on a good deed.
Keywords: Hindu Theology, The Maha Prastanika Parwa Story

I. PENDAHULUAN tersebut orang lebih cepat memperoleh


Kemajuan Ilmu Pengetahuan dan kebutuhan hidup yang diinginkan.
Teknologi yang telah dapat dicapai saat ini Kemajuan Ilmu dan Teknologi yang
membawa pengaruh yang sangat besar membawa dampak negative yang tidak bisa
terhadap kehidupan umat manusia. diabaikan begitu saja. Kenyataan
Pengaruhnya tidak terbatas hanya pada membuktikan bahwa manusia saat ini
bidang-bidang tertentu saja namun sangat cenderung dihadapkan pada berbagai
meluas yaitu meliputi hampir seluruh aspek persoalan, situasi, dan kondisi yang
kehidupan mulai dari bidang ekonomi, semakin rumit dan kompleks, sehingga
sosial, politik, budaya dan bahkan membuat setiap orang harus siap berpacu
menyeluruh kepada hal-hal yang ada dan berkompleks dalam persaingan yang
kaitannya dengan masalah semakin ketat atau mempertahankan
keyakinan(keimanan) terhadap suatu eksistensinya dari berbagai tekanan dan
agama. Kemajuan IPTEK sebenarnya bisa kerasnya arus modernisasi yang semakin
membawa pengaruh positif terhadap mengglobal. Di jaman yang semakin
kehidupan manusia sehingga dapat modern ini masyarakat pada umumnya
menunjang kehidupan pada taraf yang lebih kurang mengetahui cerita-cerita
baik. Dengan menggunakan teknologi kepahlawanan seperti Ramayana dan
canggih berbagai kesulitan dapat diatasi Mahabharata, ini bisa disebabkan karena
dengan cepat dan semakin akurat. Saat ini banyaknya tontonan sinetron-sinetron yang
jarak, waktu dan ruang bukanlah menjadi lebih menarik menurut mereka sehingga
hambatan yang berarti untuk beraktivitas. ketertarikan mereka begitu keras terhadap
Singkatnya dengan perkembangan IPTEK sinetron-sinetron tersebut. Jangankan
masyarakat umum para siswa-siswa yang

152
masih duduk di bangku sekolah pun tidak cerita-cerita Mahabharata, khususnya cerita
begitu mengetahui secara menditail dan Maha Prastanika Parwa. Maha Prastanika
mendalam. Siswa-siswa tersebut mungkin Parwa adalah parwa ketujuh belas. Dan
hanya pernah mendengar sekilas jadi yang dengan demikian penulis berharap
mereka ketahui hanyalah sekilas saja. walaupun jaman semakin modern tetapi
Banyak karya sastra yang terpendam cerita-cerita kepahlawanan harus tetap
dalam pustaka tradisional mempunyai nilai mereka ketahui secara mendalam agar tidak
yang sangat tinggi dan masih dibutuhkan hilang begitu saja ditelan oleh jaman.
sampai saat ini. di antara karya sastra yang
dimaksud cerita–cerita yang terdapat dalam II. PEMBAHASAN
Ramayana dan Mahabharata.Cerita 2.1 Sinopsis Cerita Maha Prastanika
Ramayana dan Mahabharata merupakan Parwa
dua epos yang dituliskan dalam bentuk Maha Prastanika Parwa menceritakan
sastra yang tidak jauh berbeda dengan tentang suatu perjalanan suci yang
buku–buku, majalah–majalah,seni dilakukan oleh pandawa, sebelum ia
pewayangan atau legenda–legenda melakukan perjalanan tersebut ia
(Adnyana, 2009). Cerita tersebut memiliki menobatkan Parikesit menjadi Raja. Setelah
nilai filsafatnya yang begitu tinggi,banyak itu pandawa bersiap-siap untuk melakukan
mengandung nilai–nilai pendidikan Agama perjalanan yang besar ini dengan memakai
Hindu baik secara langsung maupun secara pakaian dari kulit kayu dan rusa,mereka
tidak langsung yang bertujuan untuk berdiri di depan istana mengucapkan
mempengaruhi sikap manusia dalam selamat tinggal untuk terakhir kalinya pada
menghadapi hidup yang lebih baik untuk rakyat. Draupadi,memakai pakaian dari
mencapai cita–citanya. Salah satu karya kulit kayu dan tanpa mengenakan permata
sastra dimaksud adalah : “Cerita Maha dan sutera, berdiri di sampingnya. Seluruh
Prastanika Parwa“ yang terdapat dalam rakyat menangis. Pandawa terlihat sama
Mahabharata. seperti bebrapa tahun yang silam,ketika
Cerita Prastanika Parwa mempunyai mereka mengungsikan diri dari
pengaruh terhadap para intelektual dan Hastinapura. Tapi sekarang
tokoh–tokoh masyarakat yang memandang berbeda,kedamaian yang aneh telah
cerita ini dari segi pendidikan Agama memasuki jiwa mereka.wajah mereka
Hindu, karena cerita ini mengandung nilai– bersinar dengan cahaya yang berasal dari
nilai pendidikan tata susila dalam bentuk dalam diri mereka. Mereka mengucapkan
yang dipentaskan secara langsung selamat tinggal pada Hastinapura dan pergi.
menyentuh hati nurani masyarakat, sebab Pertama kali mereka pergi ke kota Dvāraka.
cerita dapat dipakai suatu pedoman di Mereka melihat kota yang tenggelam di
dalam suatu kehidupan masyarakat. Cerita bawah air. Mereka berdiri ditepi pantai,
ini dipentaskan diambil dari cerita yang mereka melihat kota yang tenggelam di
bersumber dari Itihasa yaitu Ramayana dan bawah air. Dengan melihat lautan itu mimpi
Mahabharata merupakan epos besar Agama mereka seperti berbicara kepada
Hindu (Zoetmulder, 1990). mereka,mimpi mereka tentang masa lalu.
Berdasarkan pengamatan tersebut di Ketika mereka tenggelam dalam masa lalu.
atas, maka penulis merasa tertarik untuk
menelusuri dan mengkaji lebih jauh lagi 2.2 Nilai-Nilai Yang Terkandung Dalam
tentang permasalahan ini menurut konsep Cerita Maha Prastanika Parwa
Hindu yaitu dengan mengacu pada sumber 2.2.1 Nilai Kepemimpinan
kitab suci Weda dengan literature-literatur Kepemimpinan mengarahkan
lainnya sebagai cara untuk mengungkap kehidupan umat manusia untuk selalu
nilai-nilai ajaran Agama Hindu yang menciptakan kesejahteraan bersama serta
relevan dan agar mengetahui secara benar menegakkan dharma dan keadilan sehingga

153
terjalin hubungan selaras, serasi dan menegakan kebenaran dan keadilan karena
seimbang diantara sesama umat manusia. di dalam Agama Hindu semua hal tersebut
Menegakkan kebenaran dan keadilan adalah merupakan ajaran Dharma, karena Dharma
merupakan suatu kebajikan serta kewajiban merupakan sumber kebenaran dan keadilan.
umat beragama khususnya umat yang Kesimpulan yang dapat diambil dari
beragama Hindu, karena Dharma uraian diatas adalah seorang pemimpin
merupakan sumber kebenaran dan keadilan. yang patut dijadikan contoh oleh
Seperti diungkapkan dalam Maha bawahannya adalah seorang pemimpin yang
Prastanika Parwa berikut ini. memiliki kelebihan yang lebih dari
“Tatan hana ratu ninon nuni nadani bawahannya, kelebihan tersebut ada dalam
kala, kadi maha raja yudhistira, mulih segala bidang seperti bidang ilmu
ring swarga loka, miwah sarira nira. pengetahuan karena pemimpin yang pintar
Matanyan kebekan tan swarga loka, dalam pengetahuan maka akan lebih
teken lao teken prtiwitala denin yasa gampang memecahkan masalah-masalah
nira. Manke juga katwan kalewihnira ri yang dihadapinya,serta tidak pernah lupa
samanta raja nuni parwa”. selalu bertakwa kepada Tuhan agar
Terjemahan : senantiasa diberikan petunjuk-petunjuk
“Tidak ada raja yang kami lihat pada yang baik dalam menghadapi setiap
waktu dahuku kala,seperti maha Raja permasalahannya. Seperti Raja Yudhistira
Yudistira,pulang ke sorga beserta badan saat menjadi pemimpin ia selalu
kasarnya. Makanya dipenuhi seluruh jujur,bijaksana dan selalu menegakkan
sorga dan dunia oleh kertiyasanya. Dharma, maka sifat demikian dapat
Sekarang terbukti kelebihannya mengantarkannya ke surga dengan badan
dibandingkan dengan raja-raja pada kasarnya dan itulah kelebihannya dari raja-
jaman dahulu” (Subramaniam, 2007). raja pada jaman dahulu.

Uraian diatas mengandung makna 2.2.2 Nilai Etika


bahwa seorang pemimpin yang memiliki Etika dalam ajaran agama Hindu
jiwa kepemimpinan yang adil di dalam adalah merupakan bagian dari kerangka
kepemimpinannya mak kewibawaan akan dasar Agama Hindu yakni meliputi ajaran
dapat dicapainya, seperti di dalam sebuah tattwa (filsafat), ajaran susila (etika), dan
keluarga pada lingkungan paling kecil. ajaran upacara (ritual). Istilah etika itu
Seorang kepala keluarga jika memiliki jiwa sendiri sesungguhnya berasal dari bahasa
keadilan,kesetiaan dan kepercayaan pada Yunani yaitu dari kata “Ethos” yang berarti
anggota keluarganya maka keluarga yang ia kebiasaan atau adat. Namun kemudian
pimpin akan menjadi keluarga yang pemakaiannya dalam ilmu pengetahuan
bahagia. Begitu juga seorang pemimpin tidak semata-mata dipergunakan untuk
Negara Indonesia yang begitu banyaknya membahas kebiasaan atau adat , tetapi lebih
penduduk yang ada di dalamnya, pada itu juga didasarkan atas sifat-sifat dan
memerlukan pemimpin yang bijaksana yang intisari kemanusiaan. Dengan demikian
selalu mementingkan kepentingan penelitian terhadap segala tingkah laku
masyarakatnya diatas kepentingannya seseorang dapat dikatakan memiliki nilai
sendiri. Pendidikan kepemimpinan etis apabila perbuatannya tersebut tidak
mengarahkan kehidupan umat manusia bertentangan dengan ajaran kesusilaan yang
untuk selalu menciptakan kesejahteraan merupakan norma-norma atau kaidah-
bersama serta menegakan Dharma dan kaidah dari ajaran Agama Hindu. jadi
keadilan sehingga terjalin hubungan yang dengan menggunakan Agama sebagai dasar
selaras, serasi dan seimbang diantara dari etika Hindu maka untuk menentukan
sesama manusia. Agama Hindu selalu etis atau tidaknya perilaku seseorang,
mengarahkan umatnya agar senantiasa penilaiannya tidak hanya dilihat dari sudut

154
penampilan luarnya saja, tetapi juga akan terdahulu tidak ada yang mampu mencapai
ditentukan oleh kepribadian dan Budi surga dengan badan kasarnya. Terbuktilah
Pekerti yang bersangkutan. akhitnya kelebihan Maharaja Yudhistira, itu
Tujuan pokok dari etika adalah untuk dikarenakan karena Maharaja Yudhistira
menuntun manusia dalam memperhatikan mampu mengendalikan dirinya dari hal-hal
dirinya dengan mahluk sesamanya, dan yang tidak baik dan mampu melaksanakan
akhirnya menuntun mereka untuk mencapai perbuatan susila yaitu perbuatan yang baik
kesatuan jiwatmannya dengan Paramatma. yang mendorong rasa berkorban dan rasa
Di dalam hal ini pelaksanaan Dharma yang pengabdian untuk kebahagiaan sesamanya
diutamakan, seperti yang dijelaskan dalam dan dapat juga dapat menyebabkan
Maha Prastanika Parwa sebagai berikut ini. kebahagiaan pada dirinya sendiri juga.
“Matanya mulihen rin swarga loka, Karena semua pedoman dalam ajaran
teken sariranta tanaya Agama Hindu dapat dilaksanakan oleh
mani.Mankana anugrah san Maharaja Yudhistira, berbeda dengan
Hyang Dharma ri maharaja saudara-saudara dan istrinya Drupadi,
Yudhistira”. mereka tidak dapat mencapai surga dengan
Terjemahan: badan kasarnya karena mareka tidak dapat
“Oleh karenanya,pulanglah kamu ke mengendalikan sifat keangkuhannya yang
surga beserta badan kasarmu ada pada diri mereka sehingga mereka
anakku, demikian anugrah Sang gugur dalam perjalanan menuju Gunung
Hyang Dharma kepada Maharaja Himalaya.
Yudhistira” (Subramaniam, 2007. Sifat-sifat yang buruk harus
dikendalikan dengan cara bertingkah laku
Uraian diatas mengandung makna yang baik, selalu melaksanakan ajaran-
bahwa anugerah yang didapatkan Maharaja ajaran agama sebagai jalan untuk
Yudhistira dari Sang Hyang Dharma mengantarkan diri kita menuju kebahagiaan
merupakan hasil dari perbuatan yang yang abadi, mengendalikan pikiran-pikiran
Maharaja Yudhistira lakukan selama ini yang kotor yang dapat menimbulkan
yaitu perbuatan yang baik yang tingkah laku yang kurang baik. Semua hal
berlandaskan Dharma yang di dalam ajaran tersebut patut kita selalu ingat agar
Agama Hindu merupakan sesuatu hal yang kebahagiaan dapat kita capai seperti halnya
patut dijadikan landasan hidup agar selalu Maharaja Yudhistira yang dapat mencapai
dianugerahkan yang terbaik oleh Ida Sang surga dengan badan kasarnya. Itulah contoh
Hyang Widhi Wasa. Jadi dengan tingkah perbuatan yang patut kita tiru dalam
laku yang demikian maka Maharaja kehidupan sehari-hari (Sunardi, 1997).
Yudhistira dapat mencapai surga dengan Perbuatan yang kita lakukan sehari-hari
badan kasarnya. harus didasari dengan pemikiran yang baik
Dalam Maha Prastanika Parwa diuraikan sehingga akan tumbuh tingkah laku yang
sebagai berikut ini. baik pula. Dalam dunia pendidikan
“Manke juga katwan kalewih nira khususnya pendidikan Agama Hindu selalu
ri samanta raja nuni purwa” ditekankan untuk dapat membuat para anak
Terjemahan : didik kita bukan hanya dalam teori saja tahu
“Sekarang terbukti kelebihan akan perbuatan baik, tetapi harus dapat
dibandingkan dengan raja-raja jaman mengamalkan dalam kehidupan yang nyata
dahulu” sehingga dapat tumbuh generasi penerus
Kutipan diatas mengandung makna yang baik pula.
bahwa Maharaja Yudhistira mampu
mencapai surga dengan badan kasarnya, 2.2.3 Nilai Tattwa
hanya Maharaja Yudhistira saja yang Tattwa berarti kebenaran itu sendiri.
mampu seperti itu. Para raja-raja yang Di Bali kata tattwa inilah dipakai untuk

155
menyatakan kebenaran itu. Segi Maha Prastanika Parwa disebutkan sebagai
memandang kebenaran itu berlain-lainan, berikut ini.
maka kebenaran itu tamapknya berlain- “Tatan hana ratu nin hulun nadadi
lainan pula sesuai dengan segi memandang, kala,kadi Maharaja Yudhistira, mulih
walaupun kebenaran itu satu adanya. rin swarga loka mwan sarira nira.
Keyakinan orang akan kebenaran Tuhan Matanyan kebekan tan swarga loka
dalam Agama Hindu disebut Widhi Tattwa, tekengrtiwitala, denin yasanira. Manke
tentang atma disebut Atma Tattwa. Dapat juga katwan kalewin nirari samantaraja
disebutkan dalam kutipan Maha Prastanika nuni purwa. Mankana lin Bhagawan
Parwa adalah sebagai berikut ini. Narada”.
“Dhaten ia sirta rim wukir Terjemahan:
imawan,kupwa siragawe yoga, umande “Tidak ada raja yang kami lihat pada
laken Bhatara ri hatiniru”. waktu dahulu kala seperti Maharaja
Terjemahan : Yudhistira,pulang ke surga beserta
“Sampailah mereka di Gunung badan kasarnya. Makanya dipenuhi
Himalaya, di sana mereka bersama- seluruh surga dan dunia kerti yasanya.
sama melaksanakan yoga,meyakini Sekarang terbukti kelebihannya
Bhatara yang berada di dalam hatinya” dibandingkan dengan raja-raja pada
(Nurkencana, 2010). jaman dahulu. Demikianlah kata
Bhagawan Narada”.
Kutipan diatas mengandung makna
bahwa Maharaja Yudhistira beserta Kutipan diatas mengandung makna
saudara-saudaranya melakukan yoga dan bahwa Maharaja Yudhistira memiliki
meyakinkan adanya Tuhan yang berada di kelebihan dibandingkan dengan raja-raja
dalam dirinya sendiri, karena Tuhan bersifat yang lain yaitu Maharaja Yudhistira dapat
wyapi wyapaka nirwikara yang artinya mencapai surga dengan badan kasarnya, itu
meresapi segala dan mampumengatasi sifat dikarenakan teguhnya Maharaja Yudhistira
yang berubah-ubah, ini menunjukan bahwa melaksanakan ajaran Dharma. Ia selalu
Tuhan berada dimana-mana (Tim menyucikan pikirannya dengan selalu
Penyusun, 1993). Seperti jiwatman yang memegang teguh ajaran Agama dan selalu
merupakan Atman yang menghidupi semua mengingat apa saja yang boleh atau tidak
mahluk yang berasal dari Tuhan, maka dari boleh ia lakukan agar tidak dilanggar,
itu di dalam diri kita sendiri bersemayam karena Maharaja Yudhistira tahu betul
Tuhan,yang dapat mengetahui baik dan bahwa segala baik atau buruknya perbuatan
buruknya suatu perbuatan yang kita lakukan akan membawa dampak yang bukan hanya
semasa hidup kita di dunia, yamg tidak akan dinikmati sekarang tetapi juga bisa
bisa menutupi kesalahan yang kita lakukan dinikmati dikehidupan yang akan datang,
walaupun perbuatan tersebut tidak ada yang baik itu perbuatan yang baik ataupun
mengetahuinya tetapi jiwatman yang ada perbuatan yang kurang baik.
pada diri pasti akan tahu sebaik apapun kita Hukum Karma Phala akan selalu
menutupi hal tersebut. Maka dari itu semua ditegakan, jika kita selalu berbuat baik
hal yang kita lakukan dalam hidup ini selama hidup kita di dunia maka
sebaiknya selalu berlandaskan ajaran kebaikanlah yang akan kita dapatkan
Dharma karena dengan jalan berbuat dan dikehidupan berikutnya atau bahkan
bertingkah laku yang baik dan mampu jiwatman bisa mencapai surga,demikian
menjaga jiwa atau atma yang berada di sebaliknya jika perbuatan buruk yang sering
dalam tubuh masing-masing dengan jalan kita lakukan selama hidup kita maka
berbuat baik sehingga nantinya dapat keburukan yang akan kita dapatkan
kembali ke asal yaitu kepada Brahman dikehidupan berikutnya, dan jiwatman pun
(Nurkencana, 2010). Yang terdapat dalam akan mendapatkan neraka. Maka dari itu

156
perilaku baiklah yang harus kita tanamkan terhadap makhluk hidup dapat terlihat
pada diri kita sendiri mulai sekarang agar dalam cerita tersebut.
kehidupan kita nantinya lebih baik dari Seseorang yang setia dalam
sekarang. Dengan selalu melaksanakan kehidupannya maka niscaya tujuan akhir
ajaran Agama Hindu yang disebut dengan yaitu mencapai moksa akan dapat terwujud,
Tri Kaya Parisudha yaitu tiga gerak perilaku tetapi seseorang yang tidak setia dalam
yang harus disucikan yang terdiri dari hidupnya maka surga tidak akan pernah ia
manacika yang artinya berfikir yang baik, capai dan nerakalah yang akan ia dapatkan
wacika artinya berkata-kata yangbaik dan setelah ia meninggal (Pudja, 1981). Setiap
kayika artinya berbuat atau perbuatan yang orang memiliki kehidupan yang berbeda-
baik. Dengan melaksanakan ketiga perilaku beda antara manusia yang satu dengan yang
diatas maka kehidupan yang baik yang lainnya,itu karena manusia memiliki karma
berlandaskan Agama dapat kita capai wesana yang berbeda-beda, semua itu dapat
dengan baik sehingga kehidupan kita dilihat dari kelahiran seseorang yang
sebagai manusia tidak akan sia-sia begitu berbeda-beda tidak ada satupun yang sama
saja di dunia ini. Dengan melaksanakan antara manusia yang satu dengan yang
ketiga perilaku diatas sekaligus terdapat lainnya, seperti wajah yang dimiliki setiap
didalamnya mengenai kesetiaan, yang di manusia pasti berbeda-beda, walaupun
dalam ajaran Agama Hindu kesetiaan itu kadang ada persamaan sedikit tetapi sifat
disebut satya (Pendit, 1980). Ajaran satya dan tingkah lakunya pasti berbeda, ada pula
dalam Maha Prastanika Parwa adalah seseorang yang terlahir di keluarga yang
sebagai berikut ini. kaya, tidak pernah kekurangan sesuatu
“Sajna Bhatarendra, tar wenanhulun apapun, wajahnya yang cantik atau ganteng,
bhakti tyaga tumingalasono, apan pada ada juga yang miskin,memiliki wajah yang
bhakti tyaga naranya ago iku biasa-biasa saja, semua itu karna karma
papanya,tanahnyun nhulun wesananya. Setiap orang memiliki
tumingalakna”. kekurangan dan kelebihan, semua itu dapat
Terjemahan: terlihat dari tingkah lakunya sehari-hari
“Wahai Bhatara Indra, tidak bisa hamba dalam kehidupannya. Kesetiaan adalah
melaksanakan bhakti salah satu tingkah laku yang sangat mulia
tyaga(melaksanakan kesetiaan) jika yang akan dapat membawa kehidupan kita
meninggalkan si anjing, sebab sama- ke arah yang lebih baik dari sebelumnya,
sama mengakhiri kesetiaan, mengikuti sebaliknya jika dalam hidup ini kita tidak
perjalanan hamba. Yang dinamai bhakti pernah setia maka hidup kita kedepannya
tyaga besar sekali rintangannya, maka itu tidak akan bisa lebih baik dari sekarang.
hamba tidak mau meninggalkannya”. Bagimanapun fisik yang seseorang miliki
dalam kehidupannya tetap harus bersyukur
Kutipan diatas mengandung makna karena lahir menjadi manusia adalah
bahwa kesetiaan adalah menunjukan sesuatu hal yang sangat utama karena hanya
pelaksanaan Dharma dan sangat kelahiran sebagai manusia saja yang dapat
menentukan seseorang mencapai surga, memperbaiki diri, yang dikaruniai
seperti seekor anjing yang mengikuti kelebihan berfikir. Dengan kelebihan inilah
perjalanan MaharajaYudhistira sejak awal manusia dapat membedakan mana hal yang
perjalanan demi tercapainya suatu tujuan, baik dan patut dilakukan dan mana hal yang
begitu juga kesetiaan Maharaja Yudhistira tidak baik dan tidak patut dilakukan. Pikiran
yang tidak mau meninggalkan anjing yang baik dan bersih akan dapat kita capai
tersebut ketika ia dijemput oleh Dewa Indra dengan cara selalu menghubungkan diri ke
untuk diajak menuju surga, itu berarti hadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa dan
kesetiaan seorang Maharaja Yudhistira selalu menghindari larangannya (Sivananda,

157
1997). Yang terdapat di dalam kutipan lima macam kepercayaan. Adapun
Maha Prastanika Parwa sebagai berikut ini. pembagiannya sebagai berikut ini.
“Katon ta pucakin san Hyang 1. Percaya dengan adanya Tuhan (Sang
Mahameru de nira,amangih ta sira Hyang Widhi Wasa).
Walukarnawa,irika ta sira Telah diyakini bersama bahwa
bhrastayoga” manusia pada dasarnya adalah mahluk
Terjemahan : religius, Dengan menyadari kelemahan,
“Terlihatlah oleh mereka puncak kekurangan, keterbatasan dan ketidak
Gunung Hahameru, bertemulah sempurnaannya manusia cenderung untuk
mereka dengan Walukarnawa berpaling kepada kemahakuasaan Tuhan.
(lautan lumpur) di mana mereka Jika menemukan kesulitan atau
mengakhiri yoganya”. permasalahan berat yang tidak sanggup
Uraian diatas mengandung makna untuk mencarikan jalan keluar sebagai
bahwa dengan melakukan sesuatu dengan upaya penyelesaiannya,maka satu-satunya
sungguh-sungguh maka sesuatu yang kita jalan yang ditempuh adalah dengan
inginkan akan dapat tercapai dengan baik. memasrahkan diri dan meyerahkan diri
Seperti Panca Pandawa yang melakukan sepenuhnya segala permasalahan kepada
tapa brata, yoga dan semadi yang dapat Tuhan Yang Maha Esa untuk memberikan
mengendalikan pikirannya sehingga apapun petunjuk dan pertolongannya.
yang mereka inginkan dapat segera tercapai. Demikianlah orang-orang pada akhirnya
Keinginan mereka tersebut adalah ingin akan tunduk dengan kehendak yang
mendekatkan diri kepada Sang Pencipta, ditentukan olehnya dan berlutut terhadapa
semua itu bisa tercapai karna mereka kemahakuasaannya. Sebagai mahluk
memiliki keyakinan terhadap dirinya lemah manusia senantiasa menjadikan
sendiri. Tuhan sebagai tempat untuk mengadu,
Sebagai manusia yang memiliki memohon perlindungan, keselamatan dan
kelebihan dari ciptaan Tuhan yang lainnya ketenangan hidup (Untara & Gunawijaya,
maka dari itu setiap hal yang kita lakukan 2020).
harus berlandaskan dengan hati nurani kita Melalui penyerahan diri secara
sebab hati nurani akan membawa kita ikhlas dan setulus-tulusnya sesungguhnya
kearah yang baik dan patut kita akan dapat memberikan hikmah yang
tempuhdalam melakukan perbuatan. sangat besar bagi manusia karena dengan
Terkadang manusia ada juga yang tidak demikian akan dapat mengantarkan orang
percaya dengan keyakinan atau hati untuk bersujud bakti kepada Tuhan.
nuraninya sebab sifat yang ingin mencontoh Dengan demikian memiliki rasa bhakti
orang lain masih sangat dalam ada dalam yang sangat mendalam akan mendorong
diri mereka, mereka selalu merasa dengan orang untuk selalu ingin mengadakan
mencontoh orang lain yang belum tentu hubungan bathin denga Tuhan Yang maha
benar akan terkadang membuat mereka Esa. Dari jalinan rasa cinta kasih tersebut
puas akan sesuatu tersebut (Untara & pada akhirnya akan dapat menuntun
Somawati, 2020) manusia untuk mencapai kesempurnaan
Untuk menimbulkan rasa sujud bhakti serta mampu mensyukuri akan rahmat
kepada Tuhan yang berwujud sukma Tuhan. Namun untuk dapat mewujudkan
(abstrak) maka perlu yakin dulu dengan rasa sujud bhakti kepada Tuhan yang
adanya Tuhan. Keyakinan terhadap Tuhan bersujud suksma diperlukan adanya suatu
timbul di dalam diri manusia, bagi umat keyakinan terhadap keberadaan Tuhan
kebanyakan keyakinan itu timbul terlebih dahulu. Mengenai ajaran tersebut
berdasarkan Agama. Keyakinan tersebut diatas maka dapat dilihat dalam Maha
dikenal dengan nama Panca Sradha yaitu Prastanika Parwa sebagai berikut ini.

158
“Rahwa lin Maharaja Yudhistira, ri Maha Esa).jadi hal ini telah sesuai dengan
huwus nira winarah de Sang Arjuna, filsafat ketuhanan Hindu yang menyatakan
Medel ketanhulun laki Sang Arjuna tan bahwa Ida Sang Hyang Widhi Wasa
Sang Hyang Kala hetunin sarwa Buana adalah sebagai penguasa atas segala yang
pejah, Sang Hyang Kala hetunin sarwa ada di alam semesta ini. Tidak ada yang
bhawan hana. Kita tuwi weruha ri bisa luput dari kuasanya. Ida Sang Hyang
katatwan Sang Hyang Kala, matayana Widhi adalah tunggal adanya namun
wenang kita umaraha ri wwang sanak ta karena keterbatasan pikiran manusia maka
wanawsa, yapwan kapangih tan sreyang orang yang memberikan penggambaran
denta, hayawa ta trana rikin rajya. yang bermacam-macam sesuai dengan
Mankana ta lin Maharaja Yudhistira”. batas kemampuannya. Tuhan diberikan
sebutan Brahma sebagai pencipta,wisnu
Terjemahannya: sebagi pemelihara,siwa sebagai pelebur
“Berkatalah Maharaja Yudhistira dan Tuhan juga diberi gelar Bhatara Siwa
telah beliau beritahu oleh Sang Arjuna. yang berarti pelindung yang mulia.
Ingat kanda wahai adikku Sang Arjuna
bukanlah Sang Hyang Kala yang 2. Percaya dengan adanya Atman
menyebabkan segala yang berjiwa itu Suatu keyakinan terhadap adanya
tiada, Sang Hyang Kala juga yang Atma (jiwa) yang dapat memberikan
menyebabkan segala yang berjiwa itu ada. kehidupan pada setiap mahluk yang ada
Dinda sendiripun tahu tentang ikhwal pada alam semesta yang merupakan
Sang Hyang Kala,oleh karenanya harus ciptaan dari Hyang Widhi. Atma atau
kamu menyampaikan kepada saudara- jiwatman ini bersumber pada paramatma
saudaramu tentang perjalanan kita tinggal (Ida Sang Hyang Widhi Wasa).
di hutan, agar kita bisa bertemu dengan Mengenai ajaran percaya terhadap
yang terbaik, jangan terikat dengan adanya Atman tersebut diatas dijelaskan di
keratin”. dalam Maha Prastanika Parwa sebagai
berikut ini.
Berdasarkan kutipan diatas maka “Telas mati sang catur Pandawa
dapat disimak maknanya adalah setiap miwah Sang Drupadi kawekas ta san
mahluk hidup pasti akan mati. Ketika kita Yudhistira priawak, tuhu, nikan sona
mati kita tidak akan membawa semua tumutaken sira”.
yang kita miliki seperti harta benda, Terjemahan:
melainkan kita akan membawa hasil “Setelah meninggalnya empat
daripada perbuatan yang kita lakukan bersaudara dari Panca Pandawa ditambah
semasa hidup kita, maka dari pada itu dengan Dyah Drupadi, masih Sang
mulai sekarang kita belajar tidak terikat Yudhistira saja sendirinya, tetapi si anjing
akan duniawi seperti yang disampaikan yang mengikutinya”.
Maharaja Yudhistira kepada adik-adik dan
istrinya agar tidak terikat akan kerajaan Berdasarkan kutipan
keraton. Berdasarkan uraian diatas maka diatasmengandung makna bahwa
dapat disimpulkan bahwa nilai-nilai Widhi meninggalnya keempat bersaudara itu
Sradha yang terkandung dalam cerita ditambah dengan Dyah Drupadi berarti
Maha Prastanika Parwa adalah Atma telah meninggalkan badan kasarnya.
merupakan bagian dari ajaran Agama Walaupun manusia mati tetapi Atmanya
Hindu khususnya mengenai keimanana tetap hidup, hanya badan kasarnya saja
yang diwujudkan melalui ungkapan rasa yang hancur, dan mati sedangkan Atma itu
bhakti secara tulus iklas kehadapan Dewa kekal. Atma akan lahir
Indra yang merupakan manifestasi dari Ida kembali,penjelmaan terus berlanjut sampai
Sang Hyang Widhi wasa (Tuhan Yang menunggal dengan Brahman (Moksa).

159
Berdasarkan tinjauan dan analisis tersebut kita untuk mencapai surga. Seperti
di atas maka dapat disimpulkan bahwa Maharaja Yudhistira yang selalu
cerita Maha Prastanika Parwa ternyata melakukan perbuatan yang baik yang
mengandung nilai ajaran Atma Sradha berlandaskan Dharma yang akhirnya
yang semestinya dapat dijadikan pedoman membawa dirinya mencapai surga bahkan
dan pegangan dalam kehidupan beragama dengan badan kasarnya. Berbeda dengan
khususnya dalam pengendalian diri saudara-saudara dan istrinya yang karena
sehingga dapat meningkatkan kesucian di dalam hidupnya belum dapat
lahir bathin bagi umat Hindu (Suadnyana, sepenuhnya malakukan perbuatan
2020). berdasarkan Dharma maka mereka tidak
dapat mencapai surga seperti yang
3. Percaya dengan adanya
Maharaja Yudhistira dapatkan (Untara &
Karmaphala
Suardika, 2020).
Karmaphala adalah keyakinan
Demikianlah ajaran Karmaphala
terhadap hukum sebab akibat perbuatan
dalam ajaran Agama Hindu dan bila hal
kita (hukum karmaphala), karena setiap
tersebut dikaitkan dengan cerita Maha
perbuatan akan mendapatkan hasilnya
Prastanika Parwa maka dapat
(phalanya). Perbuatan yang baik (Subha
diungkapkan nilai-nilai Karmaphala
Karma)akan mendapatkan hasil yang baik,
Sradha yaitu ketika meninggalnya
tetapi sebaliknya perbuatan yang tidak
Drupadi saat perjalanan dikarenakan ia
baik (Asubha Karma) tentu saja akan
lebih menyayangi Arjuna, begitu juga
mendapatkan hasil (phala) yang tidak baik
dengan saudara-saudaranya Yudistira
pula.
meninggal karena Karmanya yang kurang
Pokok ajaran ini dapat disimak
baik (Darmawan, 2020). Orang yang telah
dalam Maha Prastanika Parwa sebagai
menguasai Panca Indrianya tidak pernah
berikut ini.
menemui bencana. Orang yang telah
“Hai anakku Maharaja Yudhistira,
menguasai Panca Indrianya tidak iri hati
haywa kita lara ripatinin wwan sanakita
menyaksikan kekayaan atau kedudukan
apan swabhawanin manusa dharma ika.
orang lain (Darmawan, 2020). Orang yang
Mankana mwan sanak tan tumutaken
bebas dari hati akan menghasilkan
dharma wasananya,katanyan kita dhak
kesenangan yang sempuna. Berdasarkan
mulihan swarga loka,mwah sarira,
tinjauan dan analisis tersebut di atas maka
phalanin dharma wasana tinemu
dapat disimpulkan bahwa cerita Maha
tuhagana de aji”.
Prastanika Parwa ternyata banyak
Terjemahannya:
mengandung nilai-nilai Ajaran
“Wahai anakku Maharaja
Karmaphala yang dapat dipedomani dan
Yudhistira, janganlah kamu bersedih hati
sebagai cermin dalam bertingkah laku
karena matinya adik-adikmu, karena sifat
karena melalui penggambaran dari cerita
manusia yang melaksanakan dharma.
tersebut telah jelas bahwa perbuatan baik
Demikianlah halnya adik-adikmu tidak
yang dilandasi dengan rasa kasih saying
dapat melaksanakan kewajibannya sampai
serta kebajikan akan mendatangkan phala
pada titik terakhir. Oleh karenanya
yang baik. Demikian sebaliknya perbuatan
marilah kamu sendirian saja pulang ke
yang tidak dilandasi dengan dharma akan
surga sekaligus dengan badan kasarmu
membawa phala buruk (Suadnyana, 2020).
hasil daripada pelaksanaan dharma yang
mantap yang kamu dapati”
4. Percaya dengan adanya
Berdasarkan kutipan diatas
Punarbhawa
mengandung makna bahwa setiap
Punarbhawa merupakan keyakinan
perbuatan yang kita lakukan harus
terhadap adanya “reinkarnasi” atau
berdasarkan dengan Dharma. Karena
kelahiran kembali (menitis) setelah mati.
perbuatan yang baik yang akan membawa

160
Bagi Atma yang masih terikat oleh seperti kehendak Bhatara. Baru demikian
pengaruh benda-benda duniawi maka kata Maharaja Yudhistira, maka lenyaplah
Atma tersebut akan ditarik oleh kekuatan anjing itu akhirnya, lalu datanglah Sang
benda-benda duniawi untuk lahir kembali Hyang Dharma, merangkul Maharaja
ke dunia. Reinkarnasi itu berakhir apabila Yudhistira (Untara, 2019)
Atma telah bebas atau lepas dari ikatan Uraian diatas mengandung makna
pengaruh duniawi dan akhirnya Atma itu bahwa kesetiaan yang dimiliki seekor
akan bersatu kembali dengan sumbernya anjing terhadap Maharaja Yudhistira
yaitu Paramatma atau Ida Sang Hyang membuat Maharaja Yudhistira tidak mau
Widhi wasa. Berdasarkan tinjauan dan meninggalkan anjing tersebut saat
analisis tersebut di atas maka dapat Maharaja Yudhistira diajak ke surga oleh
disimpulkan bahwa cerita Maha Dewa Indra. Penjelmaan Sang Hyang
Prastanika Parwa banyak mengandung Dharma ke dunia dalam wujud seekor
nilai-nilai ajaran Punarbhawa yang patut anjing ini berarti ujian yang sangat berat
diinsyafi oleh umat Hindu kerena jika bagi seorang manusia di dalam perjalanan
dicermati lebih jauh Punarbhawa pada hidup menuju ketenangan bathin.
hakekatnya adalah merupakan proses Seseorang yang mampu melaksanakan
pembenahan diri menuju tingkat ujian tersebut maka surga akan terbuka
penyempurnaan sehingga terbebas dari baginya (Suadnyana & Darmawan, 2020).
sengsara (Suadnyana, 2020).
Tentang ajaran Punarbhawa di 5. Percaya dengan adanya Moksa
dalam Maha Prastanika Parwa terdapat Moksa adalah suatu keyakinan
dalam kutipan sebagai berikut ini. terhadap adanya kebahagiaan yang kekal
“Hai Maharaja Yudhistira, ila-ila abadi atau sering disebut dengan istilah
ikan wwan tyaga apan kita tingalakenikan “Suka tan pewali dukha”, ini mengandung
wwan sanakta, bhakti sadari kita. Sajna arti bahwa Atma yang telah bebas dari
Bhatara Indra tan bhakti tyaga naranya, pengaruh ikatan duniawi akan dapat
apan tumigalaken amati brahmana, tan mencapai kebahagiaan yang kekal abadi
tumuli rin wwan sedegnya kalaran, (langgeng). Pada akhirnya Atma itu
drohaka rin mitra. Ya ta hetunin tan bersatu kembali kepada sumbernya yaitu
wenanhulun tumingalakna ikan sono. Paramatma (Hyang Widhi). Jadi
Lelen ton mantuken swarga pinake menunggalnya Atma dengan Hyang Widhi
nuhulun de Bhatara. Mankana lin Maha yang disebabkan kelepasan Atma dari
Raja Yudhistira,ilan ikan sono wekasa, keterikatan benda-benda duniawi disebut
manurun ta san Hyang Dharma Moksa. Demikian juga sama halnya
kumolaken Maha Raja Yudhistira”. dengan Atma bila telah mencapai moksa
Terjemahannya : akan menyatu dengan Brahman. Dalam
“Hai Maharaja Yudhistira, Maha Prastanika Parwa dapat
bertentangan sekali orang bhakti digambarkan sebagai berikut ini.
tyaga,sebab kamu meninggalkan adik- “Mankana ta kita make, manga tan
adikmu, yang selalu setia kepadamu. mulihen sargaloka, denin jananuraganta
Wahai Bhatara Indra, bukan bhakti tyaga tan tumingalaksananasu, kapuhhan
namanya, karena kesetiaan tertinggi pada nhulun ritan kapalanalan dharmestan ta
waktu hidupnya. Sama dosanya nanaya mami. Mankana anugraha Sang
membunuh wanita, membunuh pendeta, Hyang Dharma ri Maharaja Yudhistira”.
tidak memberikan pertolongan kepada Terjemahannya:
orang yang sedang kesusahan, medurhaka Demikian juga halnya kamu
kepada kawan seperguruan, maka itu sekarang ini, rela kamu tidak pulang ke
hamba tidak dapat meninggalkan si anjing. surga, disebabkan oleh kasih sayangmu
Lebih baik hamba tidak pulang ke surga tidak dapat meninggalkan si anjing. Heran

161
aku, dengan tidak dapat diganggu gugat suatu yang menekankan kita akan suatu
pelaksanaan dharmamu, anakku. Oleh perbuatan baik.
karenanya, pulanglah kamu ke surga Pendidikan yang baik yang
beserta badan kasarmu, wahai anakku. dimaksud adalah pendidikan yang patut kita
Demikian anugrah Sang Hyang Dharma contoh dan bisa membuat diri kita lebih
kepada Maharaja Yudhistira (Suadnyana, baik dari sebelumnya. Maha Prastanika
2020). Parwa mengingatkan kita akan betapa
besarnya kemahakuasaan Tuhan, jika beliau
Kutipan diatas mengandung makna berkehendak maka siapapun tak dapat
bahwa kesetiaan Maharaja Yudhistira menghalanginya. Maha Prastanika Parwa
dengan anjing tersebut adalah sebuah ujian mengajarkan kita untuk selalu berbuat baik
yang sangat berat yang dapat Maharaja serta membela kebenaran serta banyak
Yudhistira lalui dengan baik. Sehingga sekali mengandung pesan pendidikan
dapat membawa beliau menuju surga terutama nilai Budi Pekerti untuk kehidupan
dengan badan kasarnya. Berdasarkan sehari-hari. Maha Prastanika Parwa juga
uraian diatas jika dikaitkan dengan cerita mengandung nilai kepemimpinan yang
Maha Prastanika Parwa dapat diungkap menekankan kepada kebijaksanaan
nilai-nilai ajaran Moksa Sradha adalah kepemimpinan akan berhasil, apabila
ketika Yudistira dapat mencapai Sorga dilaksanakan oleh pemimpin yang ideal
karena perbuatan yang ia lakukan selalu artinya pemimpin yang memenuhi syarat-
benar dan tidak melanggar Agama (Titib, syarat tentang seorang pemimpin.
1998). Berdasarkan tinjauan analisis
tersebut diatas, dapat dipertegas bahwa DAFTAR PUSTAKA
cerita Maha Prastanika Parwa juga Agus Budi Adnyana Gede,2009.Pala Sruti
mengandung nilai-nilai ajaran kelepasan Itihasa Jenjang Belajar
yang patut dipedomani dalam Weda.Denpasar : Pustaka Bali Post.
meningkatkan kehidupan spiritual B.P. Dharma Nusantara.1986.Bhagawan
sehingga dapat dijadikan tuntunan untuk Gita.Jakarta
mendekatkan diri terhadap Tuhan Yang Darmawan, I. P. A. (2020). Pemujaan
Maha Esa (Untara & Supastri, 2020) Barong di Bali dalam Pandangan
Animisme Edward Burnett Tylor.
3 PENUTUP Sanjiwani: Jurnal Filsafat, 10(2),
Berdasarkan pembahasan mengenai 147-153.
sinopsis dan nilai-nilai Agama Hindu yang Darmawan, I. P. A. (2020). Bab 10
terkandung dalam cerita Maha Prastanika EKSISTENSI SENI DI TENGAH
Parwa adalah sebagai; Nilai kepemimpinan BADAI PANDEMI COVID-
adalah suatu konsep dasar tentang 19. Bali vs COVID-19: Book
kebijaksanaan yang wajib dipakai dasar Chapters, 151.
tentang kebijaksanaan yang wajib dipakai G.Pudja MA.SH. Teks Terjemahan
dasar bertindak oleh pemimpin. Komentar Sarasamuccaya Cetakan 1980.
Kebijaksanaan akan berhasil, Kamala Subramaniam, 2007. Mahabharata.
apabila dilakukan oleh pemimpin yang ideal Surabaya : Paramita.
artinya pemimpin yang memenuhi syarat- Nurkencana,2010.Keutamaan
syarat seorang pemimpin. Nilai Etika adalah Mahabharata.Denpasar:PT Pustaka
suatu tingkah laku yang baik dan mulia Manikgeni.
yang selaras dengan ketentuan Dharma dan Panitia Penyusun Kamus. 1978. Kamus
yadnya. Yang dimaksud dengan yadnya Bahasa Indonesia. Jakarta : Depdikbud.
dalam susila ini adalah hubungan yang Pendit, Nyoman S. 1980. Mahabharata.
selaras dan rukun antara sesama manusia Jakarta : Bhatara Karya Aksara.
dengan alam semesta. Nilai Tattwa adalah

162
Pudja, Gede. 1981.sarasamuscaya.Teks Untara, I. M. G. S., & Suardika, I. N.
Terjemahan, Komentar, Cetakan (2020). MAKNA FILOSOFI
Ketiga. Jakarta : Proyek Pengadaan AJARAN SIWA BUDDHA
Kitab Suci Hindu Departemen DALAM LONTAR
Agama RI. BUBUKSAH. Genta
Suadnyana, I. B. P. E. (2020). AJARAN Hredaya, 3(1).
AGAMA HINDU DALAM Untara, I. Made Gami Sandi, and Ayu
KISAH ATMA Veronika Somawati. "Internalisasi
PRASANGSA. Sphatika: Jurnal Pendidikan Karakter Pada Anak
Teologi, 11(2), 209-221. Usia Dini Dalam Keluarga Hindu
Suadnyana, I. B. P. E. (2020). Kain Tenun Di Desa Timpag Kabupaten
Cagcag pada Upacara Manusa Tabanan." Cetta: Jurnal Ilmu
Yadnya di Kelurahan Pendidikan 3.2 (2020): 333-358.
Sangkaragung Kabupaten Untara, I. M. G. S., & Gunawijaya, I. W. T.
Jembrana. Jñānasiddhânta: Jurnal (2020). Estetika dan Religi
Teologi Hindu, 2(1), 51-60. Penggunaan Rerajahan pada
Suadnyana, I. B. P. E. (2020). Ajaran Masyarakat Bali. Jñānasiddhânta:
Agama Hindu dalam Cerita Batur Jurnal Teologi Hindu, 2(1), 41-50.
Taskara. Sanjiwani: Jurnal
Filsafat, 11(2), 232-244. Zoetmulder, PJ.1995. Kamus Jawa Kuno-
Suadnyana, I. B. P. E., & Darmawan, I. P. Indonesia.
A. (2020). Nilai Pendidikan
Agama Hindu Dalam Lontar Siwa
Sasana. Cetta: Jurnal Ilmu
Pendidikan, 3(2), 371-391.
Subramaniam, Kamala. 2004. Mahabharata
. Surabaya : Paramita.
Sunardi, D.M. 1997. Barata Yudha. Jakarta
: Balai Pustaka.
Suryabrata,Sumadi,1983. Metodelogi
Penelitian. Jakarta : PT. Raka
Grafika Persada
Tim Penyusun Naskah Stua-satua Bali.
1993/1994. Mahabharata.
Denpasar. Dinas Pendidikan Dasar
Provinsi Daerah TK l Bali.
Titib,I Made,1998. Veda Sabda Suci
(pedoman praktis kehidupan).
Surabaya : Paramita.
Untara, I. M. G. S. (2019). KOSMOLOGI
HINDU DALAM
BHAGAVADGĪTĀ. Jñānasiddhân
ta: Jurnal Teologi Hindu, 1(1).
Untara, I. M. G. S., & Supastri, N. M.
(2020). AJARAN AHIMSA
DALAM
BHAGAVADGĪTĂ. Vidya
Darśan: Jurnal Mahasiswa
Filsafat Hindu, 1(1).

163

Anda mungkin juga menyukai