Anda di halaman 1dari 13

Stilistika: Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra

P-ISSN: 1978-8800, E-ISSN: 2614-3127


http://journal.um-surabaya.ac.id/index.php/Stilistika/index
Vol. ... No. ..., Desember 2022 , hal 1 - 13

NILAI DIDAKTIS PADA WAWACAN MAHABARATA R.MEMED


SASTRAHADIRAWIRA DKK DENGAN JUDUL LOELOEHOER PANDAWA
(TINJAUAN STRUKTURAL)

DIDACTICAL VALUE OF THE MAHABARATA REVIEW OF R.MEMED


SASTRAHADIRAWIRA et al. WITH THE TITLE LOELOEHOER
PANDAWA (STRUCTURAL REVIEW)

Fadiah Nur Salsabila1, Siti Maryam2, Siti Masitoh3, Ulfa Aulia Febriana4, Yeti5
Pendidikan Bahasa dan Sastra Daerah, STKIP Muhammadiyah Kuningan, Indonesia1,
Pendidikan Bahasa dan Sastra Daerah, STKIP Muhammadiyah Kuningan, Indonesia
2
, Pendidikan Bahasa dan Sastra Daerah, STKIP Muhammadiyah Kuningan,
Indonesia3, Pendidikan Bahasa dan Sastra Daerah, STKIP Muhammadiyah Kuningan,
Indonesia4, Pendidikan Bahasa dan Sastra Daerah, STKIP Muhammadiyah Kuningan,
Indonesia5
nursalsabilafadiah@gmail.com1, smariyam1512@gmail.com2,
masitohsiti931@gmail.com3, ulfaalfe@gmail.com4, melatiyeti9@gmail.com5
*Penulis korespondensi

Info Artikel ABSTRAK


Sejarah artikel: Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan struktur wawacan
Diterima … Mahabarata dan nilai etnopedagogik yang terdapat di dalamnya. Sumber
Direvisi … data penelitian ini adalah buku Wawacan Mahabarata karya R. Memed
Disetujui … Sastrahadiprawira dkk. Dalam penelitian ini digunakan metode deskriptif.
Data dikumpulkan melalui teknik studi pustaka. Data yang terkumpul
Kata kunci: diolah dengan teknik analisis unsur langsung. Berdasarkan hasil penelitian
wawacan, struktural, ditemukan bahwa struktur formal Wawacan Mahabarata meliputi guru
etnopedagogik gatra, guru wilangan, guru lagu, watak pupuh, dan sasmita pupuh. Struktur
naratif Wawacan Mahabarata memiliki tema sosial, ada 162 tokoh, latar
cerita (tempat, waktu, suasana), dan alur maju. Nilai etnopedagogik dalam
cerita ini tergambar dari moral kemanusiaan, yakni moral manusia
terhadap Tuhan, moral manusia kepada diri pribadi, moral manusia kepada
manusia lain, moral manusia kepada alam, moral manusia kepada waktu,
dan moral manusia dalam mencapai kepuasan lahir batin.
Article Info ABSTRACT
Article history: This study aims to describe the structure of the Mahabharata discourse and
Received… the ethnopedagogical values contained in it. The data source for this
Revised… research is the book Wawacan Mahabarata by R. Memed
Accepted … Sastrahadiprawira et al. In this research used descriptive method. Data was
collected through literature study techniques. The collected data is
Keyword: processed by direct elemental analysis techniques. Based on the results of
wawacan, structural, the study it was found that the formal structure of Wawacan Mahabarata
ethnopedagogic includes gatra teachers, wilangan teachers, song teachers, pupuh
characters, and sasmita pupuh. The narrative structure of Wawacan
Mahabarata has a social theme, there are 162 characters, story setting
(place, time, atmosphere), and forward plot. Ethnopedagogic values in this
story are reflected in human morality, namely human morals towards God,
human morals towards oneself, human morals towards other human
beings, human morals towards nature, human morals towards time, and

1
Nama Penulis/Judul
Stilistika: Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Vol. ....., No. ....., Januari/Juli… Hal 1 – .....

human morals in achieving inner and outer satisfaction.


Copyright © 2022

PENDAHULUAN nilai yang berkaitan dengan perubahan


Wawacan merupakan salah satu jenis sikap dan tingkah laku ke arah yang
sastra lama yang tersebar di wilayah lebih baik. Memelihara dan memberi
Sunda. Mendalami wawacan bukan latihan (ajaran, tuntunan, dan
perkara yang mudah seperti halnya pimpinan) mengenai akhlak dan
karya sastra lainnya. Padahal wawacan kecerdasan pikiran (Alwi, 2007: 263).
kaya akan pandangan hidup, filsafat Berdasarkan teori di atas dapat ditarik
dan nilai-nilai luhur yang perlu kesimpulan bahwa nilai didaktis itu
diperkenalkan kepada masyarakat. adalah nilai-nilai yang berhubungan
Tetapi, masyarakat sekarang jarang dengan pendidikan atau perubahan
sekali membaca wawacan, akibatnya prilaku ke arah yang lebih baik.
masyarakat sekarang kurang mengenal penanaman dan pengembangan nilai-
bentuk wawacan. Kurangnya media nilai pada diri seseorang. Sebagai
informasi yang mengenalkan karya cerita dalam bentuk tulisan, Wawacan
sastra lama mengakibatkan masyarakat Mahabarata bisa dianalisis dari segi
zaman sekarang tidak mengenal struktur dan nilai-nilai moral serta
bentuk karya sastra lama. Oleh karena unsur kedidaktisan nya. Sehubungan
itu, perlu adanya upaya untuk dengan hal tersebut, penelitian ini
mengenalkan wawacan kepada diberi judul "Nilai Didaktis pada
masyarakat. Wawacan merupakan Wawacan Mahabarata R. Memed
karya sastra lama yang dibentuk oleh Sastrahadiprawira dkk dengan Judul
beberapa jenis pupuh seperti dijelaskan Loeloehoer Pandawa (Tinjauan
oleh Iskandar-wassid (1996:168) Struktural). " Penelitian ini akan
bahwa wawacan adalah cerita yang menjelaskan gambaran isi cerita
didangding, disajikan dalam bentuk Wawacan Mahabarata; struktur cerita
puisi pupuh, umumnya panjang serta Wawacan Mahabarata; dan nilai
sering berganti pupuh, biasanya Didaktis yang terkandung dalam
berbarengan dengan bergantinya Wawacan Mahabarata. Tujuan umum
episode. Wawacan merupakan karya penelitian ini untuk mengetahui dan
sastra hasil pemikiran manusia yang memaparkan jenis karya sastra lama
kaya akan nilai-nilai moral yang perlu yang berupa wawacan. Secara khusus
diteliti untuk memberi gambaran penelitian ini untuk memaparkan
kehidupan masyarakat. Seperti Wawacan Mahabarata berdasarkan isi
gambaran tentang moral manusia cerita, struktur cerita, dan nilai
kepada Tuhan, moral manusia kepada didaktisnya. Penelitian ini sangat
diri pribadi, moral manusia kepada bermanfaat bagi pembaca baik secara
manusia lain, moral manusia kepada teortis maupun secara praktis. Secara
waktu, moral manusia keada alam, dan teoretis, hasil penelitian ini dapat
moral manusiadalam mencapai dimanfaatkan untuk dijadikan
kebahagian lahir dan batin. Sejalan dokumentasi dalam perkembangan
dengan penelitian yang akan sastra Sunda, khususnya karya sastra
membahas Nilai Kedidaktisan dalam Sunda lama yang berbentuk wawacan.
wawacan bahwa Nilai Didaktis adalah Penelitian ini pundapat dijadikan

2
Fadiah Nur Salsabila, Siti Maryam, Siti Masitoh, Ulfa Aulia Febriana, dan Yeti/Judul Nilai Didaktis Pada
Wawacan Mahabarata…

sebagai sumber referensi bagi sosial, dan


penelitian karya sastra Sunda lama. suasana.
Secara praktis, hasil penelitian ini 2. Penyajian
dapat dimanfaatkan bagi masyarakat kedidaktisan:
untuk memberi pengetahuan tentang menelaah prinsip-
wawacan dan bagi peneliti dapat prinsip
dijadikan sebagai penambah kedidaktisan/
pengetahuan mengenai struktur dan pendidikan/
nilai didaktis wawacan. pengajaran dalam
karya
METODE sastra/film.
Penelitian ini menggunakan Acuan:
metode kualitatif deskriptif melalui penyampaian
pendekatan didaktis. Kajian pengetahuan
pendekatan didaktis meliputi cara disajikan
mengungkapkan kedidaktisan, isi atau secara logis,
ungkapan kedidaktisan, dan sistematis,
penggunaan bahasa (Sumiyadi, sistemis, fokus,
2016).Data penelitian bersumber dari dan kontekstual.
Wawacan Mahabaratayang berjudul 2. Isi/ungkapan 1. Menemukan
“Loeloehoer Pandawa” karya R kedidaktisan kesesuaian isi/
Memed Sastrahadiprawira. ungkapan karya
Dalamwawacan ini penulis membidik sastra/ film
tema sosial dan menceritakannya dengan tujuan
secara orisinal dengan mengambil pendidikan
tokoh, karakter, dan setting terbaru. nasional. Acuan:
Pengambilan data dilakukan melalui UUSPN No. 20
pendekatan didaktis dengan mengacu Tahun 2003.
pada pedoman analisis didaktis pada Butir tujuan
tabel 1. pendidikan
nasional:
Tabel 1. Pedoman Umum Kedidaktisan karya sastra
NO. Butir-Butir Deskripsi berisi materi
Analisis Analisis yang dapat
1. Cara 1. Teknik mengembangkan
mengungkap pengungkapan: potensi pembaca
kan menelaah teknik untuk memiliki:
kedidaktisan pengungkapan a. kekuatan
karya spiritual
sastra/film. keagamaan yang
Acuan: struktur dapat
faktual wawacan, meningkatkan
yaitu alur dan keimanan,
pengaluran, ketakwaan, dan
tokoh dan berakhlak mulia.
penokohan, latar b. Sehat jasmani.
—tempat, waktu, c. Watak

3
Nama Penulis/Judul
Stilistika: Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Vol. ....., No. ....., Januari/Juli… Hal 1 – .....

/Kepribadian ilmu pengetahuan


yang bermartabat yang
mandiri, kreatif, menjadi sumber
demokratis, masalah/konflik
tanggung jawab, dan solusi yang
dan mampu diberikan.
mengendalikan Acuan: ilmu
diri. pengetahuan
d. dapat mengacu
Kecerdasan/beril pada ilmu-ilmu
mu. sains
e. Keterampilan (matematika,
sebagai bekal fisika, biologi,
kecakapan hidup. kimia, dsb.),
2. Menemukan sosial
dimensi budaya (antropologi,
yang termuat sosiologi,
dalam karya ekonomi,
sastra/film. geografi, sejarah,
Acuan: dimensi dsb.), dan
budaya yang humaniora
lengkap terdiri (linguistik, sastra,
atas filsafat, dsb).
bahasa, ilmu 3. Penggunaan Menelaah bahasa
pengetahuan, bahasa yang digunakan
profesi/pekerjaan, pengarang.
teknologi, seni, Acuan: karya
sistem/organisasi sastra/film
sosial, dan menggunakan
religi/agama. bahasa Indonesia
3. Menemukan standar
dimensi (mengikuti
pengetahuan kaidah
yang termuat struktur/gramatik
dalam karya a bahasa
sastra/. Acuan: Indonesia, ejaan,
dimensi dan
pengetahuan kosakata baku),
yang lengkap kecuali dialog
terdiri atas tokoh disesuaikan
pengetahuan dengan
faktual, konteks
konseptual. penggunaannya
Prosedural, dan agar komunikatif
metakognitif. dan dialogis.
4. Menemukan (Sumiyadi, 2016)
pengetahuan atau

4
Fadiah Nur Salsabila, Siti Maryam, Siti Masitoh, Ulfa Aulia Febriana, dan Yeti/Judul Nilai Didaktis Pada
Wawacan Mahabarata…

Alir penelitian ini digambarkan pada Cerita dalam kumpulan pupuh


diagram 1 berikut: tersebut banyak memberikan nilai-nilai
positif pagi para pembacanya. Adapun
hasil dari analisis melalui pendekatan
didaktik ini adalah sebagai berikut :

Cara Mengungkapkan
Kedidaktisan pada Wawacan
Loeloehoer Pandawa karya R.
Memed Sastrahadiprawira
Teknik pengungkapan kedidaktisan
dalam Wawacan Loeloehoer Pandawa
karya R. Memed Sastrahadiprawira
berkenaan dengan telaah teknik
HASIL DAN PEMBAHASAN pengungkapan karya sastra, yaitu
Dalam Wawacan yang berjudul dilihat dari alur dan pengaluran; tokoh
Loeloehoer Pandawa karya R. Memed dan penokohan; latar-tempat; waktu;
Sastrahadiprawira berisi enam pupuh sosial; dan suasana. Alur cerita pupuh
yaitu pupuh Dangdanggoela, ini menggunakan alur mundur yang
asmarandana, Kinanti, Midjil, Sinom, disajikan dengan gaya cerita tempo
dan Poetjoeng. Dibuka dengan pupuh terdahulu yang memang sedikit sulit
Dangdanggoela yang menceritakan isi untuk dipahami oleh pembaca zaman
dari kitab Mahabarata yang sekarang. Pupuh ini diawali dengan
menggunakan Bahasa Sanskrit. Dalam pupuh Dangdanggoela sebagai
pupuh tersebut dijelaskan bahwa pembuka yang mengenalkan tokoh
Pupuh dangdanggoela merupakan utama pada cerita tersebut. Hal ini
pupuh pembuka yang dikutip dari terlihat dari penggalan cerita berikut :
kitab Kahot, pusaka milik orang Hindu “ Katjatoerkeun noe djadi narpati,
yang merupakan Kitab Mahabarata. geus Kawentar kaadilannana
Pengutipan kitab tersebut memiliki djenenganana kasohor, Maha Praboe
tujuan agar orang-orang Sunda bisa santanoe, poetra Goesti Sri Narapati,
mengambil pembelajaran. Namun pada Maha radja Pratipa,
akhirnya Kitab mahabarata tersebut
mengalami perubahan sifat, yang poetoena Sang Praboe, anoe
menyebabkan isinya pun menjadi ngawangoen astina, kakasihna Sri
berubah. Narenda Praboe Hasti, Hasti hartina
Kumpulan pupuh tersebut Gadjah.”(halaman 18)
menceritakan kisah Seorang Raja Kisah ini berlanjut saat Sang adji
gagah nan pemberani yang Bernama tak sengaja bertemu dengan seorang
Maha Praboe santanoe (Sang Adji) perempuan yang sedang merantau, ia
putra dari Goesti Sri Narapati. Lama bernama Satyawati. Saat bertemu
sang Adji menjadi raja sampai dengan Sang Adji, satyawati tidak
akhirnya sang Adji meninggal dunia mengetahui bahwa ia seorang raja dan
dan diganti oleh adiknya yang ia sempat mengkritik Sang Adji yang
Bernama witjitrawirja. Dan setelahnya mengenakan perhiasan berlebihan.
Witjitrawirja meninggal, lalu diganti Namun setelah mengetahui bahwa
oleh Bisma putra dari sang adji. yang dihadapannya adalah seorang

5
Nama Penulis/Judul
Stilistika: Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Vol. ....., No. ....., Januari/Juli… Hal 1 – .....

maha raja, wajahnya memerah, “ Bisma djadi sesepoehna anoe


terkejut dan langsung bersujud ngaping ngolah nagri, saenggeus
memohon maaf atas perlakuannya poepoes tjitranggada, manahna
yang langsung berfikiran negatif kalangkoeng risi, bisi rayi sang Adji,
terhadap Raja karna ketidaktahuannya. teu lila djenengna praboe
Berikut penggalan ceritanya. dipondokkeun joeswana tjara rakana
soeargi, sabab tangtoe toeroenan barata
“Rehing tadi abdi Goesti, pegat.” (halaman
koemawantoen loekak lanjap, henteu
nohonan tetekon, tatakrama samistina, Suatu ketika Bisma mengikuti
koemargi henteu terang sanget sayembara yang diadakan Maha Radja
njembahkeun bebendoe, moegi teu Nagri Kasi yang bertujuan untuk
djadi doedoeka.” (Halaman 20) mencari pasangan hidup dari anak Sri
Narpati. Dalam bagian kisah ini,
Disanalah cerita itu dimulai dengan pengarang memberikan kesan kepada
menceritakan asal usul kenapa pembaca bahwa ketika mengambil
Satyawati bisa merantau sampai di Tindakan, bukan hanya sekedar untuk
tempat tersebut kepada Sang adji. kepentingan diri sendiri, tetapi
Awal mula Sang adji merasa hendaknya memikirkan kepentingan
kasihan terhadap satyawati, hingga orang lain. Bahkan dalam penggalan
akhirnya timbul perasaan sayang. cerita ini, mengandung nilai bakti yang
Kemudian cerita berlanjut sampai luhur seorang anak kepada orantua.
suatu Ketika Sang adji dengan Kisah tersebut tergambar dalam
Satyawati menikah dan memiliki dua kutipan cerita berikut.
putra laki-laki yang sangat tampan.
Sang adji pun merasa gembira. “Noe meunang bakal diganjar,
“barang geus aja taoenna, ditikahkeun ka Nji Poetri, Ambika boh
Prameswari satyawati, geus kagoengan Ambalika, saha bae nu kapilih, radja ti
doea putra, pameget kasep pinilih, unggal nagri, ka dajeuh Kasi
sang Radja boengah galih, para wargi Tjaroendoek, nja kitoe deui Bisma,
pon nja kitoe kakasihna noe tjikal, kana saembara soemping, tapi lain
Tjitranggada Kawinanrni, anoe keur kaperluan andjeunna” (Halaman
boengsoe Tjitrasena katelahna.” 29)
“Tina sabab andjeunna mah, geus
Cerita pun berlanjut dengan henteu palaj ka istri, ngiring soteh
meninggalnya sang Adji yang saembara, baktikeuneun ka Sang Adji,
kemudian gelar raja digantikan oleh Raja Astinapoeri, sangkan Radja
Bisma, putra dari sang Adji dari istri boeroe-boeroe , geura kagoengan
pertamanya. Sebab musabab Bisma putra, Bisma ka Kasi geud soemping,
menjadi Raja, karena adik dari Sang noe kasampak geus aja poeloehan
Adji yang Bernama Witjitrawirja yang raadja” (Halaman 29)
awalnya dijadikan Raja itu meninggal.
Sehingga Bisma lah yang naik menjadi Sejenak kisah ini beralih kepada
raja. Kisah tersebut tercatat dalam keadaan Satyawati.ia merasa kesal,
penggalan cerita sebagai berikut. sedih, dan kecewa karena anaknya
tidak menjadi raja. Tercatat dalam
penggalan cerita sebelumnya asal mula

6
Fadiah Nur Salsabila, Siti Maryam, Siti Masitoh, Ulfa Aulia Febriana, dan Yeti/Judul Nilai Didaktis Pada
Wawacan Mahabarata…

Satyawati mau menikah dengan Sang


Adji karena menginginkan tahta dan Pada Analisis tokoh dan
kemewahan dari Sang Adji. Dalam penokohan, pengarang memunculkan
potongan cerita terbut, pengarang satu tokoh yang penting yang menjadi
ingin memberikan pesan dan pelajaran tokoh utama pada kisah ini. Tokoh
kepada pembaca bahwa segala sesuatu Bisma dibangun dengan karakter yang
yang taburi bibit niat yang tidak baik, gagah nan pemberani, sangat
maka hasilnya pun akan sepadan. memegang ucapan dan tidak pernah
Berikut penggalaan ceritanya. mengingkari janji serta berbudi pekerti
yang luhur. Karakter Bisma tergambar
“Handjaloe sagede goenoeng, dalam penggalan cerita berikut.
kakara prameswari, emoet ka kadar
salira, teu dipaparinan milik, lila (1)
ngaping para poetra, wawales Goesti “Anoe matak pada mikaasih,
Jang Widi. doemoeh Bisma moelja tabe’atna,
Bongan Prameswari oedjoeb, koekoeh pengkoeh pageuh omong,
takaboer ria sarta dir, kasengsrem koe lamoen geus ragrag saoer, tara kersa
kamuljaan, sabaab Satyawati tadi, malikkeun deui, pageuh njepeng
keresa soteh ditikah, koe Radja djangdjina, sanadjan geus tangtoe,
Astinapoeri.” (Halaman 31) ngaroegikeun ka andjeunna,
djadjaohaeun sirik pidik djail dengki,
Kisah ini berlanjut Kembali melirik moestikaning manoesa.” (Halaman 18)
Bisma. Setelah ia memensangkan (2)
saembara, dan menikah dengan putri “Tina sabab andjeunna mah, geus
dari Sri Narapati yang sampai saat itu henteu palaj ka istri, ngiring soteh
tidak memiliki anak laki-laki sebagai saembara, baktikeuneun ka Sang Adji,
penerus kturunan Barata. Namun Raja Astinapoeri, sangkan Radja
dengan kesabaran dan berbagai usaha, boeroe-boeroe , geura kagoengan
akhirnya keinginan Bisma meneruskan putra, Bisma ka Kasi geud soemping,
keturunan Barata pun terkabul. Meski noe kasampak geus aja poeloehan
bukan dari darah dagingnya, raadja” (Halaman 29)
melainkan dari Abiasa putra dari
Satyawati. Kutipan (1) diatas menunjukan
Oleh Bisma putra tersebut terus bahwa Bisma memiliki karakter yang
diajarkan kebaikan dan budi pekerti sangat teguh pendirian. Apapaun
yang luhur. Dan setelah beranjak alasannya dan bagaimanapun
remaja, ia dilatih untuk mengurus akibatnya dia tetap akan menepati
negara. Dan keturunan inilah yang perkataan dan janjinya sekalipun
menjadi penerus keturunan Barata. merugikan dirinya sendiri.
Berikut kutipan ceritanya. Pada kutipan kedua menjelaskan
bahwa Bisma memiliki karakter yang
“Koe Bisma toeloej dikoekoet, bari berbudi pekerti yang luhur. Tindakan
teu kendat diwisik, kana soegri yang ia lakukan selalu berdasarkan
kahadean, poko kaloehoengan boedi, atas kepentingan bersama. Jika dikaji
barang geus rumadja poetra, lebih dalam, karakter Bisma ini
diwoeroek ngolah nagri.” (Halaman sangatlah pemberani dan memegang
33)

7
Nama Penulis/Judul
Stilistika: Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Vol. ....., No. ....., Januari/Juli… Hal 1 – .....

prinsip hidup. surga, melainkan menitis kepada


seseorang yang lain. Lalu pada kutipan
Dalam wawacan ini pengarang (3) mennjelaskan bahwa kepercayaan
menghadirkan banyak tokoh figuran yang dianut oleh kerjaan tadalah
yang menjadi dukungan penjelas dari kepercayaan agama Hindu.
karakter Bisma. Latar sosial dalam wawacan ini
Secara garis besar latar cerita ini memiliki kebiasaan jika seseorang
berada di sebuah kerajaan Tanah tidak memiliki anak laki-laki, dan
Hindi. Bagian latar tempat yang orang itu meninggal, maka istrinya
digambarkan dalam wawacan ini diperbolehkan menikah lagi untuk
diantaranya; Toetoegan Goenoeng meneruskan keturunan. Kebiasaan
Himalaya, Negeri, sisi sungai, rumah tersebut diceritakan pada kutipan cerita
Satyawati, dan Keraton / Kerajaan. berikut.
Latar waktu dalam wawacan terjadi “Ilahar di bangsa Hindoe, boh di
lima ratus taun sebelum Nabi Isa lahir, menak boh di koering, oepamana
pagi. Dan ada beberapa yang sahidji djalma, teu boga anak lalaki,
menunjukan adanya kepercayaan dari sarta eta djalma adjal, bodjona sok sina
cerita ini yang terdapat pada kutipan kawin.” (Halaman 32). Latar suasana
berikut; wawacan ini banyak menceritakan
(1) perjuangan Bisma dalam meneruskan
“Tjilakana djalma hiroep, teu boga keturunan Barata. Namun selain itu
anak lalaki, sabab taja noe noeloengan, tergambar juga suasana kegelisahan
lamoen geus nepi ka gusti, soekma Bisma, kekecewaan satyawati,
lesot tina raga, moal aya nu ngadjait.” kabingung, dan kebahagiaan. Beberapa
(Halaman 31) suasana itu tercermin dalam kutipan
(2) berikut ini:
“Soekmana tinangtoe ngaproek, (1) Kegelisahan
mpo nepi ka noe dioengsi, moal Sang Praboe kantoen gegetoen,
mandjing ka sawarga, teroes bae nitis soesah manah roentik galih, doemeh
deui, sabab taja noe ngaraksa, nja eta teu kagoengan poetra, noe baris
anak lalaki” (Halaman 31) noeloejkeun moekti, mentjarkeun terah
(3) Barata, ngageugeuh Astinapoeri”
“kitu tcek agama Hindoe, soekma (2) Kekecewaan
anoe geus lastari, kaloear tina ragana, “Handjaloe sagede goenoeng,
meunang soteh rahmat batin, oepama kakara prameswari, emoet ka kadar
disedekahan, koe anakna noe lalaki.” salira, teu dipaparinan milik, lila
(Halaman 31) ngaping para poetra, wawales Goesti
Jang Widi (Halaman 31)
kepercayaan yang digambarkan (3) Bingung
pada kutipan (1), menunjukan adanya Rek waktja teu weleh bingoeng,
tradisi yang dipercaya oleh kerajaan dehem deui reret deui, kantoen manah
bahwa jika tidak memiliki anak laki- keketegan, njaoer salebeting galih,
laki maka keturunan nya akan terputus kahajang the sing waspada, njahoeun
dan tidak ada penolong bagi mereka. kahajang aing.” (Halaman 23)
Kutipan (2) menjelaskan bahwa jika (4) Kebahagiaan
seseorang yang telah meninggal dunia “Bisma boengah sakalangkoeng,
sukmanya tidak langsung masuk ke doemeh maksoedna geus hasil, Sang

8
Fadiah Nur Salsabila, Siti Maryam, Siti Masitoh, Ulfa Aulia Febriana, dan Yeti/Judul Nilai Didaktis Pada
Wawacan Mahabarata…

Radja Witjitrawirja, soekmana bakal


kadjait sarta teu pegat toeroenan, aja ilmu pengetahuan yang dibahas
noe baris ngaganti.” (Halaman 33) dalam wawacan ini mulai dari cara
berfikir rasional.
Isi Kedidaktisan dari Wawacan Nilai pendidikan karakter dilihat
Leluhur Pandawa Sumiyadi (2016) dari sikap dan perilaku yang dilakukan
Memaparkan ada empat isi atau oleh tokoh, di antaranya: Karakter
ungkapan kedidaktisan, yaitu jujur terlihat dari usaha yang dilakukan
menemukan kesesuaian pendidikan tokoh untuk memperoleh kepercayaan
nasional, kesesuaian dimensi budaya, orang lain; Karakter toleransi terlihat
dimensi pengetahuan, dan menemukan dari sikap tokoh dalam menghargai
pengetahuan atau ilmu pengetahuan pendapat orang lain; Karakter mandiri
yang menjadi sumber masalah dan terlihat dari sikap dan perilaku tokoh
solusi yang diberikan karya sastra. yang tidak bergantung pada orang lain;
Nilai dimensi pendidikan nasional Karakter demokratis terlihat dari cara
yang tertuang dalam kurikulum 2013, tokoh berpikir, bersikap, serta menilai
yaitu, religius, nasionalis, mandiri, bahwa manusia memiliki hak dan
gotong royong, dan integritas kewajiban yang sama; Karakter rasa
(Kemendikbud; 2017). Pengarang ingin tahu terlihat dari usaha yang
dengan hebatnya telah menampilkan dilakukan tokoh untuk mengetahui dan
nilai-nilai pendidikan nasional tersebut mempelajari sesuatu; Karakter
dalam Wawacan Leluhur Pandawa . bersahabat atau komunikatif terlihat
Berikut kutipan ceritanya. dari cara tokoh bergaul,
“ Koe Bisma toeloej dikoekoet, bari berkomunikasi, dan bersosialisasi;
teu kendat diwisik, kana soegri Karakter cinta damai terlihat dari
kahadean, poko kaloehoengan boedi, usaha yang dilakukan tokoh, untuk
barang geus rumadja poetra, hidup rukun dan bahagia; Karakter
diwoeroek ngolah nagri.” (Halaman gemar membaca terlihat dari kebiasaan
33) dan kebutuhan tokoh dalam membaca;
“ Kapoengkoerna radja Pandoe, Karakter peduli sosial terlihat dari
resep goegoeroe di resi, harita sikap dan perilaku yang dilakukan
kagoengan mitra, sobat anu roeket tokoh dalam membantu orang lain;
dalit, djenenganana Soetjitra sami Karakter tanggung jawab terlihat dari
nonoman raspati.” (Halaman 34) sikap dan perilaku tokoh dalam
Nilai pendidikan yang terkandung melaksanakan tanggung jawab serta
dalam wawacan ini memiliki nilai kewajibannya.
pendidikan nasional yang dapat Dimensi nilai budaya pada
menjadikan semangat untuk para wawacan banyak menggambarkan
pembaca wawacan ini. Wawacan ini kebudayaan daerah suatu tertentu.
menyajikan cerita yang berhubungan Agama yang diceritakan dalam
dengan cara, agar para siswa dan wawacan ini mayoritas tentang agama
masyarakat sekitar semangat untuk Hindu. Bahasa yang digunakan dalam
membaca wawacan, dan juga semangat wawacan menggunakan bahasa sunda
untuk terus belajar. Dimensi sehingga tidak terlalu di pahami untuk
pendidikan nasional yang terkandung kalangan masyarakat yang tidak
yaitu; pengembangan kecerdasan ilmu, paham dengan bahasa sunda tersebut.
banyak Dengan menggunakan bahasa sunda

9
Nama Penulis/Judul
Stilistika: Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Vol. ....., No. ....., Januari/Juli… Hal 1 – .....

yang loma, bukan berarti tidak santun wawacn ini yang sulit dipahami.
melainkan sebagai bentuk keakraban Berikut beberapa penggalan diksi yang
mereka dalam berkomunikasi. Tetapi digunakan dalam Wawacan
dalam segi teknologi ini sangat Loeloehoer Pandawa.
tertinggal karena cerita wawacan ini “ teu aja pisan bentenna, mo
terjadi pada 2000 kebelakang. kenging ditarik deui, soemawonna ha
Sehingga pengembangan ilmu lieu mah, sanes adat satria, hina temen
pengetahuan dan teknologi kurang diri abdi, anoe kitoe sanes tabe’at
berkembang. oetama”
Aspek budaya yang terdapat dalam (Halaman 28)
Wawacan terlihat pada kutipan berikut
ini: PENUTUP
-“Mangkat tjatoer mimiti digoerit, Struktur formal Wawacan Mahabarata
kaajaan nagara Hindoestan, djaman berasarkan guru lagu dan guru
behditoeeun kahot, geus nandjoeng wilangan ditemukan pupuh yang
pandjang-poendjoeng, kaboedajan sesuai dengan aturan dan pupuh yang
djeung tatanagri, beres atoeranana, tidak sesuai dengan aturan. Pupuh
make pangaweroeh, saahlina-saahlina, yang sesuai dengan aturan adalah
teu patjorok kabeh make tata-titi, pupuh Magatru dan pupuh Pucung.
poegoeh oegeranana.” (Halaman 17) Sementara, pupuh yang tidak sesuai
-“ Anoe matak kakasih Sang Adji, dengan aturan adalah pupuh
ngalap kana ngaran sato hewan, Asmarandana, Dangdanggula, Dura,
sapedah ari Gadjah the, sato noe gagah Kinanti, Maskumambang, Mijil,
pamoek, pinter hodeng pinoeh kawani, Pangkur, Sinom, dan pupuh
minangka perlambangna, salira Sang Wirangrong. Struktur intrinsik
Praboe, lantaran Sri Maha Radja, Wawacan Mahabarata mengacu
harita the kaseboet radja pinilih, pinter kepada tema, tokoh, latar, dan alur.
djeung gagah rongkah.” (Halaman 18) Analisis tokoh dilihat dari kedudukan,
watak, kriteria, dan penceriman.
Wawacan ini menceritakan kisah Analisis latar terdiri atas latar tepat,
perjuangan Radja Bisma untuk waktu, dan latar sosial. Analisis
meneruskan keturunan Barata. Dalam didaktis dalam Wawacan Mahabarata
wawacan ini banyak membahas terkait mengacu kepada (1) cara
perjuangan seorang anak yang patuh mengungkapkan kedidaktisan; (2)
dan taat terhadap orang tuanya, isi/ungkapan kedidaktisan; dan (3)
sehingga Bisma tidak sedikitpun penggunaan bahasa.
berani untuk mengelak kepada orang
tuanya. UCAPAN TERIMA KASIH
Kami ucapkan terimakasih
Bahasa dalam Wawacan pada Allah S.W.T. yang terus
Loeloehoer Pandawa karya R. memberikan nikmat sehingga jurnal ini
Memed Sastrahadiprawira dapat dikerjakan tepat waktu.
Dalam setiap alur kisah Wawacan Terimakasih pada seluruh dosen Prodi.
Loeloehoer Pandawa karya R. Memed Pendidikan Bahasa dan Sastra Daerah,
Sastrahadiprawira ini menggunakan terutama pada Fajar Sukma Nur Alam,
Bahasa sunda terdahulu. Sehingga M.Pd. yang telah memberi masukan
banyak diksi yang digunakan dalam perihal tulisan ini.

10
Fadiah Nur Salsabila, Siti Maryam, Siti Masitoh, Ulfa Aulia Febriana, dan Yeti/Judul Nilai Didaktis Pada
Wawacan Mahabarata…

Terimakasih juga kepada pihak jurnal Warnaén, Suwarsih spk. (1987).


yang telah bersedia menerbitkan Pandangan Hidup Orang Sunda
artikel ini. Seperti Tercermin Dalam Tradisi
Lisan dan Sastra Sunda.
DAFTAR PUSTAKA Bandung: Departemen
Endeh. (2017). Nilai Didaktis Dalam Pendidikan dan Kebudayaan
Novel Hujan Karya Tere Liye. Direktorat Jenderal Kebudayaan
Program Studi Pendidikan Bagian Proyek Penelitian dan
Bahasa dan Sastra Indonesia Pengkajian Kebudayaan Sunda.
FKIP Universitas Galuh.
https://jurnal.unigal.ac.id/index.p Bahar, Hijrana, and Taufiq Mathar.
hp/diksatrasia/article/download/ 2015. “Upaya Pelestarian
595/493#:~:text=Berdasarkan Naskah Kuno Di Badan
%20beberapa%20teori%20di Perpustakaan Dan Arsip Daerah
%20atas,ke%20arah%20yang Provinsi Sulawesi Selatan.”
%20lebih Khizanah Al-Hikmah : Jurnal
%20baik.&text=penanaman Ilmu Perpustakaan, Informasi,
%20dan%20pengembangan Dan Kearsipan 3 (1): 89–100.
%20nilai%2Dnilai%20pada https://doi.org/10.24252/kah.v3i
%20diri%20seseorang. 1a8.
%E2%80%9D.
Dewi, Irna Kayati. 2012. “Wawacan
Fajar Sukma Nur Alam. (2017). Samun , Salah Satu Cerita
WAWACAN MAHABARATA Dalam Kesenian Gaok Di
KARYA R. MEMED Daerah Majalengka : Edisi Teks
SASTRAHADIPRAWIRA Dan Terjemahan.” Students E-
DKK.(Kajian Struktural dan Journals 1.
Etnopedagogik). STKIP http://jurnal.unpad.ac.id/ejournal
Muhammadiyah Kuningan. /article/view/1785/1801.
https://ejournal.upi.edu/index.ph
Dewi, Trie Utari. 2018. “Pembelajaran
p/lokabasa/article/view/15966.
Filologi Sebagai Salah Satu
Iskandarwassid. (1996). Kamus Istilah Upaya Dalam Mengungkap Dan
Sastra. Bandung: CV Geger Membangun Karakter Suatu
Sunten. Bangsa.” KAGANGA: Jurnal
Pendidikan Sejarah Dan Riset
Ruhaliah. (2013). Sejarah Sastra Sosial-Humaniora 1 (1): 48–61.
Sunda. Bandung: Jurusan https://doi.org/10.31539/kaganga
Pendidikan Bahasa Daerah FPBS .v1i1.232.
UPI.
Ekowati, Venny Indria, Sri Hertanti
Sudaryat, Yayat. (2015). Wawasan Wulan, Aran Handoko, and Nur
Kesundaan. Bandung: Jurusan Hanifah Insani. 2017.
Pendidikan Bahasa Daerah FPBS “Pendidikan Karakter Dalam
UPI. Iluminasi Naskah Babad
Pecinna.” Humaniora 22 (1): 32–
Stanton, Robert. (2012). Teori Fiksi. 44.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar https://journal.uny.ac.id/index.ph

11
Nama Penulis/Judul
Stilistika: Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Vol. ....., No. ....., Januari/Juli… Hal 1 – .....

p/humaniora/article/viewFile/19 Kuttab : Jurnal Perpustakaan


101/pdf. Dan Informasi 5 (1): 67.
https://doi.org/10.24952/ktb.v5i1
Fauziah, Reisa Rizkia. 2019. “Peranan .827.
Naskah Wawacan dalam
Kehidupan Masyarakat Sunda Lutfi, Khabibi Muhammad. 2015.
Studi Kasus: Ieu Wawacan “Cerita Nabi Muhammad
Papatah Pranata Ka Caroge”.” Berhempas Dengan Abu Jahil
Universitas Islam Negeri Syarif Karya Buya Abdus Salam :
Hidayatullah. Pendidikan Karakter Berbasis
https://doi.org/10.1017/CBO978 Nilai-Nilai Islam.” Manuskripta
1107415324.004. 5 (2).
Fitriani, Reli, Titin Nurhayati Ropiah, Opah, Ruhaliah. 2015.
Ma’mun, and Elis Suryani. 2019. “Wawacan Simbar Kancana
“Pendidikan Karakter Dalam (Kajian Struktural, Budaya, Dan
Naskah Puspakerma: Kajian Etnopedagogik).” Lokabasa 6
Konstruktivisme Perspektif Lev (1).
Vygotsky.” Jumantara: Jurnal https://doi.org/10.17509/jlb.v6i1.
Manuskrip Nusantara 10 (1): 3155.
125.
https://doi.org/10.37014/jumanta Ruhaliah. 2004. “Analisis
ra.v10i1.102. Struktur dan Nilai Budaya
Sunda.” Sonagar 2: 1–17.
Holil, Munawar. 2016. “Wawacan
Samun: Suntingan Teks Dan Supriyono, Sugeng, Nugraheni Eko
Terjemahan Disertai Analisis Wardani, and Kundharu
Genre Sastra.” Universitas Saddhono. 2018. “Nilai
Indonesia. Pendidikan Karakter Sajak
‘Bulan Ruwah’ Karya Subagio
———. 2018. “Alih Aksara Dan Sastrowardoyo Dalam
Terjemahan Teks Wawacan Pembelajaran Sastra.” Scholaria:
Samun Versi SD. 187 Koleksi Jurnal Pendidikan Dan
Perpustakaan Nasional RI.” In . Kebudayaan 8 (2): 120–31.
Jakarta: Perpustakaan Nasional https://doi.org/10.24246/j.js.201
Republik Indonesia. 8.v8.i2.p120-131
Holil, Munawar, and Titiek Abrams, M.H. 1999. A Glossary
Pudjiastuti. 2017. “Wawacan of Literary Terms. New York:
Samun: Between the Convention Holt, Rinehart & Winston.
and the Creation of Wawacan.”
In Cultural Dynamics in a Erlinda, Nofasari, Sumiyadi, dan Ninit
Globalized World. CRC Press. Alfianika. (2018). “Pengkajian
https://doi.org/10.1201/9781315 Sastra Didaktis Novel Bidadari
225340. Bermata Bening karya
Habiburrahman El Shirazy”,
Latiar, Hadira. 2018. “Preservasi Prosiding: Seminar Internasional
Naskah Kuno Sebagai Upaya Riksa Bahasa XII (hlm.471-480).
Pelestarian Budaya Bangsa.” Al- Bandung: Prodi Pendidikan

12
Fadiah Nur Salsabila, Siti Maryam, Siti Masitoh, Ulfa Aulia Febriana, dan Yeti/Judul Nilai Didaktis Pada
Wawacan Mahabarata…

Bahasa Indonesia SPs UPI Pembinaan Bahasa, Kementerian


Gedung Pascasarjana. Pendidikan dan Kebudayaan
Republik Indonesia.
Kembangmanggis. 2018. Burung-
Burung Kecil. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama.
Marlina. (2013). “Novel Negeri 5
Menara: Sebuah Tinjauan
Didaktis”. Jurnal Madah.
Volume 4 Nomor 2 Edisi
Oktober 2013. Hlm. 149-162.
Noor, Rohinah M.. (2011). Pendidikan
Karakter berbasis Sastra.
Jogjakarta : Ar-Ruzz Media.
Sumiyadi. (2014). Pengkajian Sastra
dan Film Adaptasinya sebagai
Bahan Peningkatan Kompetensi
Guru Bahasa Indonesia. Garut:
STKIP.
Sumiyadi. (2016). “Memperkukuh Jati
Diri Bangsa melalui Sastra
Didaktis”. Dalam Endang, dkk
(penyunting), Prosiding: Seminar
Nasional dan Kongres Ke-3
Ikatan Pengajar Bahasa
Indonesia (IPBI) (hlm. 72-82).
Cirebon: FKIP Unswagati Press.
Sundana, Lina, Andoyo Sastromiharjo,
dan Sumiyadi. (2018). “Sastra
Didaktis dalam Pembelajaran
Apresiasi Sastra”, Prosiding:
Seminar Internasional Riksa
Bahasa XII (hlm. 1085-1093).
Bandung: Prodi Pendidikan
Bahasa Indonesia SPs UPI
Gedung Pascasarjana.
Teeuw, A. (2003).Sastra dan Ilmu
Sastra: Pengantar Teori Sastra.
Jakarta: Pustaka Jaya.
Tim Penyusun. (2018). Kamus Besar
Bahasa Indonesia. Jakarta:
Badan Pengembangan dan

13

Anda mungkin juga menyukai