Anda di halaman 1dari 7

Fenomena Islam di Amerika Serikat dan Australia

Pendahuluan
Fenomena masyarakat muslim di Amerika Serikat dan Australia
merupakan peristiwa yang menarik untuk dibahas. Dalam makalah ini kita tidak
akan membahas sejarah kedatangan Islam dari periode pertama abad ke-19,
namun pembahasan pada periode dinamika berkembangnya Islam di Amerika
dan Australia hingga saat ini. Latar belakang orang Islam di Amerika dan
Australia terdiri dari orang Islam generasi pertama yang bermigrasi ke Amerika
dan Australia yang di sebabkan berbagai peristiwa di negara asal mereka karena
adanya konflik seperti, Perang Saudara, Kudeta Militer, Genocida Etnis dan sebab
lain yaitu ingin menempuh pendidikan serta memperbaiki kondisi ekonomi. Ada
pula orang Islam yang merupakan penduduk asli Amerika dan Australia
(pribumi) yang memilih untuk berpindah agama menjadi Islam.
Para pengamat melihat, baik di Amerika dan Australia sepak terjang
pengembangan Islam mengikuti kepemimpinan komunitas atau lembaga dalam
mengawal dan melindungi terhadap gerakan kebebasan beragama serta upaya
mempertahankan identitas Islam dalam kondisi dimana nilai-nilai keadilan,
moralitas, hidup berdampingan dengan orang-orang beragama dan budaya yang
berbeda. Seperti para Imigran Muslim yang mencoba mempertahankan identitas
mereka tanpa adanya dukungan kelembagaan. Sehingga Imigran Muslim harus
mempertahankan agama dan identitas mereka di tengah masyarakat yang
diskriminatif dan tidak dapat menghargai identitas mereka. Untuk itu baik orang
Islam pribumi atau Imigran Muslim di Amerika dan Australia berupaya dapat
menyatu dengan karakter masyarakat Amerika dan Australia yang dianggap
progresif, demokratis dan terbuka. Tetapi upaya ini seringkali terhalang oleh
beberapa kelompok komunitas kulit putih yang melakukan perlawanan rasis
terhadap orang Islam pribumi atau Imigran Islam yang mana mereka tidak
setuju jika masyarakat Amerika dan Australia menjadi masyarakat yang
heterogen serta mengakomodir berbagai macam ras, bangsa dan agama. Oleh
sebab itu fenomena Akulturasi masyarakat Muslim Amerika dan Australia
menjadi cukup dinamis untuk dibahas dan dilihat dari berbagai aspek, baik dari
aspek Politik, Ekonomi dan Sosial Budaya.

Akulturasi Pada Masyarakat Muslim


Masyarakat Imigran Muslim di Amerika dan Australia tentu pada awalnya
mengalami Culture Shock karena mereka memasuki suasana dan kondisi yang
baru dan berbeda jauh dengan apa yang mereka temukan di negara asal mereka.
Biasanya kondisi ini tidak berlangsung lama karena manusia sejatinya akan
melakukan adaptasi untuk bisa Survive dengan kondisi baru. Tekanan-tekanan
Politik, Ekonomi dan Sosial Budaya akan mengarahkan mereka kepada sebuah
proses yang disebut Akulturasi. Menurut Redfield, Linton dan Hersckovits
(1936), Akulturasi adalah, “Proses perubahan budaya yang terjadi ketika
individu dari latar belakang budaya yang berbeda datang ke dalam kontak
tangan pertama yang berkepanjangan, terus menerus”. Menurut John W. Berry
(2005), Akulturasi adalah, “Proses perubahan budaya dan psikologis yang
berlangsung sebagai kontak antara dua atau lebih kelompok budaya dan
anggota”. Sehingga memaknai Teori Akulturasi dalam mempelajari Fenomena
Islam di Amerika Serikat dan Australia, adalah bagaimana orang Islam pribumi
dan Imigran Muslim beradaptasi dengan budaya Amerika dan Australia dalam
menjalani kehidupan mereka. Menurut John W. Berry (2005), terdapat empat
strategi Akulturasi yaitu Asimilasi, Separasi, Integrasi dan Marginalisasi.
Asimilasi terjadi ketika suatu kelompok atau individu mengadopsi norma-norma
budaya negara dimana dia migrasi atas kemauan sendiri atau paksaan
pemerintah. Separasi terjadi ketika suatu kelompok atau individu menolak
budaya dominan tempat mereka bermigrasi dan mempertahankan budaya
asalnya. Integrasi terjadi ketika suatu kelompok atau individu mampu
mengadopsi norma-norma budaya dominan tempat mereka bermigrasi sambil
mempertahankan budaya asal mereka yang melahirkan masyarakat
multikultural. Marginalisasi terjadi ketika kelompok atau individu menolak
budaya asal mereka dan juga menolak budaya tempat mereka migrasi. Hal ini
melahirkan kelompok masyarakat yang dipinggirkan, disingkirkan, diabaikan
dan dilupakan oleh masyarakat.1 Makalah ini akan mempelajari Akulturasi orang
Islam pribumi dan Imigran Muslim Amerika dan Australia, bagaimana
berkomitmen secara Islami masuk dalam arus utama masyarakat Islam yang
moderat, dan bagaimana orang Islam membangun manifestasi wacana Politik,
Ekonomi dan Sosial Budaya dalam rangka membangun masa depan mereka di
Amerika dan Australia.

Dinamika Politik Masyarakat Muslim


Masyarakat Imigran Muslim yang telah menetap di Amerika dan Australia
secara perlahan menjadi warga negara yang diakui oleh otoritas negara itu.
Upaya untuk menjadi warga negara tidak semudah yang dibayangkan. Seringkali
masyarakat Imigran Muslim dikategorikan sebagai beban bagi negara-negara
barat karena dianggap tidak mempunyai pendidikan dan skill yang memadai.
Proses Naturalisasi menjadi warga negara Amerika atau Australia bagi Imigran
Muslim telah menimbulkan isu politik di negara Amerika dan Australia. Isu-Isu
politik bercampur dengan Prejudice yang melabel masyarakat Imigran Muslim
sebagai ancaman yang dapat mendestabilisasi ketahanan dan keamanan di
Amerika maupun Australia menimbulkan stereotip yang mendistorsi masyarakat
Imigran Muslim dengan istilah Kekerasan Rasial, Teroris, Ektrimisme, Islam
Radikal dan citra negatif lainnya. Dengan adanya stereotip itu masyarakat

1
Human Geography: Landscape of Human Activities, 13th Edition-Jerome Fellmann,McGraw Hill.
Imigran Muslim melakukan kerja-kerja bantahan untuk membangun citra Islam
yang modernis dan adaptif dengan kehidupan dan sistem negara.
AMC (American Muslim Council) Chicago AS-1990, adalah organisasi yang
paling dekat mewakili politik Islam di Amerika yang berubah nama menjadi The
American Muslim Council, adalah organisasi Islam yang moderat dan tidak
bertujuan mendirikan negara Islam di Amerika Serikat. Kerja-kerja mereka
adalah dakwah Islam, konsultasi iman, menggalang amal untuk negara-negara
Muslim dan berjuang melawan citra negatif Islam dalam masyarakat barat.
Namun organisasi ini kini sudah tidak ada karena dicurigai terlibat dalam
gerakan terorisme 2, yang memunculnya Islamophobia dan narasi permusuhan
di ruang publik. MPAC (Muslim Public Affairs Council)-1998, adalah organisasi
politik Islam yang berupaya memperkuat pluralisme Amerika yang berdampak
pada muslim Amerika dengan menselaraskan kerja organisasinya dengan nilai-
nilai dan kebijakan Amerika. Berbasis di Washington DC dan Los Angeles, MPAC
membantu membentuk kebijakan dalam negeri dan luar negeri, membela
kepentingan nasional Amerika, merancang dan melaksanakan legislatif,
menyampaikan pesan strategis, bekerja sama dengan pemerintah, departemen
eksekutif demi meningkatkan kebebasan sipil, kebebasan publik dan kebebasan
beragama untuk semua orang Amerika3. ISPU (Institute for Social Policy and
Understanding) 2002, adalah organisasi Think Thank yang berbasis di Michigan
yang beranggotakan para profesional Muslim pribumi Amerika yang
mengembangkan penelitian berorientasi pada solusi terhadap tantangan dan
peluang Muslim Amerika. Organisasi ini berusaha membawa sudut pandang
Muslim Amerika pada debat kebijakan Amerika terhadap kebijakan dalam dan
luar negeri yang berdampak langsung kepada Muslim Amerika. Tidak seperti
organisasi lainnya dalam menggalang dana, ISPU mendapat dana hibah dari arus
utama.
Berbeda dengan masyarakat Muslim di Amerika, masyarakat Muslim
Australia aktif secara sipil dan politik baik dalam organisasi atau independen.
Pada sebuah penelitian oleh Anita Harris dan Roose (2014, 798) yang
mewawancarai 80 Muslim Australia di Melbourne dan Brisbane tampak
keterlibatan mereka sehari-hari dalam kerja-kerja sosial, dan umat Islam di
Australia menganggap iman mereka adalah jalan hidup mereka yang dipengaruhi
refleksi moral dan politik sebagai pedoman untuk bertindak 4. Studi Australia
Johns, Mansouri, Lobo (2015;Vergani et al.2017), pada 49 wawancara berfokus
di Melbourne, tim peneliti menemukan banyak orang Muslim memandang
praktik keyakinan Islam tidak menghambat kegiatan sipil (Johns, Mansouri, Lobo
2015,186), bahwa kerja sosial dan kerja-kerja sipil adalah amanat Islam yang
mana agama Islam mewajibkan orang Islam untuk aktif terlibat dalam melayani

2
Muqtedar Khan; Political Muslim in America: From Islamism to Exceptionalism, 2015.
3
https://www.mpac.org/about.php
4
On the (In) Compatibility of Islamic Religiosity and Citizenship in Western Democracies: The Role of
Religion for Muslims’ Civic and Political Engagement, Mario Peucker,2018.
masyarakat (Vergani et.al.2017,72). Dari banyaknya penelitian wawancara di
Australia dapat disimpulkan bahwa dorongan orang Muslim Australia
melakukan kerja-kerja sosial dan kerja sipil adalah berlandaskan pada iman
mereka yang dapat dilakukan baik dalam suatu organisasi seperti partai politik
atau dilakukan secara independen. Jumlah masyarakat Muslim di Australia yang
kini 2% dari total jumlah penduduk Australia, dirasa perlu memiliki
keterwakilan umat Islam di parlemen federal Australia. Hal ini telah mendorong
masyarakat Muslim Australia untuk lebih aktif dalam kerja-kerja sipil di
pemerintahan dan mendirikan partai politik. Pada 2022 politikus Muslim
Australia Edham Nurredin Husic keturunan Bosnia dari partai buruh, terpilh
sebagai Menteri Perindustrian dan Ilmu Pengetahuan, dan merupakan Muslim
pertama yang menjadi menteri di pemerintahan Australia 5, bersama rekannya
Anne Aly sebagai wanita muslim pertama seorang Imigran Mesir yang terpilih
menjadi Menteri Pendidikan Anak Usia Dini dan Menteri Pemuda 6. Studi
penelitian (Jakubowicz, Collins & Chafic 2012; Environics Institute 2016)
dikalangan Muslim Sydney memaparkan orang Muslim tidak menemukan
hambatan dalam menjalankan iman mereka bersama dengan identitas sipil
dalam ruang demokrasi barat modern. Dan menganggap Islam konsisten dengan
nilai-nilai Australia, fakta empiris bahwa Muslim yang religius cenderung
menganggap ajaran Islam sejalan dengan demokrasi barat (Dunn et.al.2015,30 &
32).
Di saat barat mengklaim bahwa keyakinan Islam tidak sesuai dengan
nilai-nilai demokrasi liberal dan dianggap sebagai ancaman budaya bagi
masyarakat dan politik (Cesari 2013,6-7; Morgan & Poynting,2012), hal ini telah
membentuk iklim politik Islamophobia dan menggiring opini publik yang
membangun retorika menolak menerima Muslim sebagai warga negara yang
setara. Studi penelitian Jones dan rekan, melakukan survei kepada responden
mereka di Amerika Serikat bahwa nilai Islam tidak sesuai dengan cara hidup
orang Amerika (Jones et.al.2006,26). Pew Research Center mendapatkan 44%
responden di Amerika Serikat berkata bahwa terjadi konflik alami dan
demokrasi (Lipka 2017)7. Kesimpulan ini tampaknya berdasarkan pada konteks
peran dan kesetaraan gender dan hak-hak seksual kelompok minoritas dimana
Islam lebih konservatif dan pola ini dianggap mirip dengan prinsip orang Kristen
garis utama. Hal ini mempertanyakan apakah agama Islam melarang mereka
menjadi warga negara di iklim demokrasi dan apakah nilai-nilai Islam memiliki
dampak positif bagi partisipasi politik mereka? Robert Putnam berpendapat,
bukan hanya partisipasi politik untuk menciptakan demokrasi yang sehat tapi

5
https://www.minister.industry.gov.au/ministers/husic
6
https://www.google.com/amp/s/amp.theguardian.com/australia-news/2022/jun/03/australias-first-
muslim-federal-ministers-anne-aly-and-ed-husic-hope-appointments-mark-new-era-of-inclusivity
7
On the (In) Compatibility of Islamic Religiosity and Citizenship in Western Democracies: The Role of
Religion for Muslims’ Civic and Political Engagement, Mario Peucker,2018.
keterlibatan sipil dan kesukarelaan masyarakatlah yang membuat demokrasi
bekerja (Putnam 1993; Halman 2003).

Representasi Politik Muslim Amerika


Ilhan Abdullahi Omar atau Ilhan Omar adalah salah satu politisi Muslim
Amerika dari perwakilan Amerika Serikat di kongres ke 5 Minnesota berasal dari
Partai Demokrat. Ilhan Omar adalah politisi, Imigran dari Somalia Afrika Timur
yang telah dinaturalisasi dan menjadi orang Amerika Somalia. Ilhan Omar
bersama keluarganya migrasi dari Somalia ke New York pada 1995, demi
menghindari perang saudara di Somalia. Ilhan tinggal di pengungsian selama 4
tahun. Pada September 2015 Ilhan terpilih menjadi direktur Inisiatif Kebijakan
Jaringan Wanita yang bekerja mengadvokasi wanita dari Afrika Timur untuk
berperan pada kepemimpinan sipil dan politik. Selama menjadi politisi Amerika
Ilhan banyak menerima serangan verbal dari masyarakat kulit putih dan Partai
Republik yang di dominasi warga kulit putih dan beragama Kristen. Presiden
Donald Trumph dari Partai Republik pernah memberikan serangan verbal
kepadanya dengan menyuruh Ilhan dan rekan-rekan politisinya untuk kembali
ke negara asalnya. Kemenangan Ilhan dapat di artikan sebagai gerakan
kelompok minoritas yang membawa misi pro imigran ditengah sentimen anti
imigran di zaman pemerintahan Presiden Donald Trumph. Sifat anti imigran ini
muncul dari kecurigaan masyarakat kulit putih Amerika kepada Imigran yang
dianggap tidak dapat menghargai identitas masyarakat Amerika dan identitas
Imigran bertabrakan dengan identitas warga lokal. Kesetiaan atau loyalitas
politisi Imigran Muslim selalu dipertanyakan. Apakah mereka politisi Imigran
Muslim sedang memanipulasi identitas mereka untuk kekuasaan dan tujuan
politik yang lebih menunjukkan perasaan membentuk identitas grup dan
mengabaikan kelompok lain yaitu masyarakat lokal. Setiap identitas setidaknya
tersirat sedikit kepentingan politik untuk mendukung kebijakan politik yang
hanya mendukung satu kelompok saja. Hal ini menjadi alasan bagi masyarakat
lokal kulit putih Amerika bahwa politisi Imigran Muslim berkewarganegaraan
ganda tidak dapat loyal terhadap negaranya.
Menurut konvensi 1951, negara-negara berkewajiban memberikan suaka
kepada pengungsi yang didefinisikan sebagai mereka yang berada di luar negara
kebangsaannya dan tidak dapat atau tidak mau kembali ke negara asalnya
karena “ketakutan yang masuk akal terhadap kemungkinan disiksa karena
alasan ras, agama, kebangsaan, keanggotaan dalam kelompok sosial tertentu
atau opini politik”8. Amerika Serikat adalah sebuah bangsa imigran dan
gelombang imigran yang terus mengalir telah memperkaya kebudayaan
Amerika. Namun hal ini juga menjadi kecemasan banyak pihak terutama datang
dari warga lokal kulit putih, karena tekanan muncul pada pendistribusian
8
UNHCR,’Convention and Protocol Relating to The Saturs of Refugee, Introduction to Global Politics;
Richard W.Mansbach & Kirsten L.Raffwert.hal.749.
kesejahteraan mulai dari pelayanan sosial, pendidikan, peluang mendapatkan
pekerjaan dan masalah upah buruh. Dalam dekade terakhir tampak ada
pergeseran antara dominasi negara dan munculnya identitas non negara yang
berarti penurunan arti penting kekuasaan negara. Potensi konflik akibat
permasalahan loyalitas semakin meluas di Amerika yang dulu di dominasi oleh
Kristen, tetapi setelah banyaknya Imigran Muslim yang datang ke Amerika,
mereka telah mengisi ruang pekerjaan bergaji rendah yang tidak mau diisi warga
lokal Amerika. Kondisi ini tampaknya mengkhawatirkan warga lokal Amerika
dimana sekarang Imigran Muslim yang dulunya hanya penduduk sementara dan
kini banyak menetap, telah banyak mengisi ruang kerja profesional bahkan
partisipasi politik mereka semakin meningkat di partai politik sayap kanan
diberbagai negara bagian di Amerika Serikat. Hal ini menimbulkan kecurigaan
warga lokal Amerika bahwa Imigran Muslim yang ada di Amerika diduga lebih
mengutamakan identitas mereka daripada identitas nasional Amerika, walaupun
orang Muslim Amerika telah menunjukkan bahwa mereka adalah warga negara
yang setia. Amerika Serikat adalah negara yang mampu membangun toleransi
terhadap identitas agama Imigran. Mereka di perbolehkan membangun budaya
dan identitas mereka sebagai sebuah mekanisme bagi Imigran menjadi orang
yang setia kepada Amerika. Namun hal ini tidak otomatis diterima oleh warga
lokal Amerika, beberapa politisi, jurnalis dan akademisi menyatakan bahwa
Islam tidak sejalan dengan cita-cita demokrasi 9. Data yang di survey masjid-
masjid di Amerika Serikat menunjukkan bahwa 98% para pemimpin agama
Islam mendorong keterlibatan politik mereka di Amerika. (Bagby 2012) 10.
Perilaku politik orang Islam di Amerika dapat dilihat dari partisipasi dan
keterlibatan mereka pada partai politik dan menjalankan fungsinya.
Kesimpulannya bahwa masyarakat Muslim Amerika dan Australia sangat
adaptif dan mampu berintegrasi terhadap kehidupan politik ditempat mereka
tinggal. Hal ini merupakan bentuk hasil interaksi dengan warga negara asli
Amerika dan Australia yang penuh dinamika dalam menerima orang Islam
sebagai komunitas yang berbeda melahirkan masyarakat yang multikultural.
Tetapi masih saja ada ketegangan interaksi yang bersifat temporer antara
masyarakat Muslim Amerika dengan pemerintah yang berkuasa seperti dimasa
kepemimpinan Presiden Donald Trumph. Data Pew Research Center,2017
menunjukkan warga Amerika terus mengekspresikan pandangan yang beragam
baik terhadap orang Islam maupun agama Islam. Tetapi dibeberapa indikator,
opini tentang orang Islam maupun agama Islam menjadi lebih positif di beberapa
tahun belakangan11. Orang–orang Islam di Amerika Serikat dan Australia yang
terlibat dalam promosi demokrasi telah mampu menjadi moderat yang
memungkinkan mereka dapat berekspresi dan berpartisipasi dalam politik.

9
Huntington 1993,2004;Lewis 2002 (Politics and Religion,12,2019, Aubrey Westfall, Wheaton College)
10
Politics and Religion,12,2019, Aubrey Westfall, Wheaton College
11
https://www.pewresearch.org/religion/2017/07/26/how-the-u-s-general-public-views-muslims-and-
islam/
Walaupun belum mampu meraih suara mayoritas namun bukan berarti tidak
cakap dalam merumuskan kebijakan politik dan mengimplementasikan nilai-
nilai demokrasi, tetapi hal ini dikarenakan belum cukup tersedia ruang untuk
menyambut orang Islam berkiprah dalam partai-partai politik besar untuk dapat
merumuskan kebijakan publik yang mempromosikan kebebasan beragama dan
nilai-nilai demokrasi yang berkeadilan.

Fitriah Abdul Azis S.Sos


NIM : 221131048
PGSD Universitas Paramadina

Anda mungkin juga menyukai