Anda di halaman 1dari 10

Resume 7 – Islam dan faham kenegaraan dalam konteks politik Indonesia

 Sebelum kemerdekaan nama Indonesia adalah istilah atau sebagai ide atas negara –
negara bangsa dalam relatif baru. Namun, secara resminya baru dinyatakan dalam
sumpah pemuda (1928) Maka dari itu perlu ditekankan dalam konteks negara
Indonesia yg panjang sebagai dasar untuk pergerakan dan perlawananan terhadap
penjajahan untuk sebuah Indonesia yang merdeka.
 Kata Indonesia, ditecutkan pertama Richardson dan George Samuel, yaitu indunesia.
Namun jauh sebelum itu juga pernah dikatakan sebagai Indochina, karena terletak di
kepulauan antara indo-china dan Australia, yang kemudian menjadi Nusantara, Lalu
ketika belanda datang untuk menjajah, Indonesia berganti nama lagi dengan istilah
Netherlandsch-Indie (Hindia – Belanda), namun karena sering tertukar dengan
wilayah lain diganti kembali dengan nama Indonesia.
 Sebelum belanda datang, sudah ditemukan banyak wilayah, pulau, kerajaan, ras,
agama/kepercayaan dan suku-bangsa (etnik) yang sangat beragam dan sudah lama
berkembang sejak manusia purba.
 Sebelum Indonesia seperti sekarang dan dikelilingi keberagaman, agama yang ada
saat itu adalah Animisme, dinamisme dan kekuatan ghaib. Sehingga, agama islam di
Indonesia bukanlah agama asli Indonesia, agama islam hadir setelah banyak agama
terdahulu yang sudah banyak berkembang di masyarakat indonesia, sehingga agama
awal negara Indonesia adalah animisme dan dinamisme yang berkembang sebelum
kerajaan hindu-budha hadir. Agama hindu sendiri hadir 2-4M, budha dari india, 5M,
islam 2 gelombang, gel.1 6M , gel.2 13M, katolik dari portugis, protestan dari
belanda,
 Indonesia memiliki peninggalan peradaban yang erat kaitannya dengan hubungan
agama dengan politik. Hindu dengan kerajaan kutai, budha dengan Kerajaa Sriwijaya
dan candi borobudur, islam dengan Kerajaan Islam dan kesultanannya (Kerajaan
Jeumpa, Samudera Pasai, dan Mataram). Sedangkan, Agama Kristen hadir
berbarengan dengan pemerintah colonial dan penjajahan. Makanya agama Kristen
susah berkembang di masyarakat, karena ia hadir sebagai bentuk penjajahan.
 Kerajaan hindu cepat menyebar karena masyarakatnya atau penguasa pribumi
menganut agama hindu, hal itupun juga yang dialami dengan Agama Islam.
 Muncul 2 aliran politik di Indonesia, yaitu pemikiran politik islam dan pemikiran
politik kebangsaan. Pemikir yang melandaskan agar Indonesia bersandar pada Islam,
dilatarbelakangi karena sebagian besar (mayoritas) penduduknya umumnya beragama
islam. Sedangkan, pemikir yang belandaskan agar Indoneisa bersandar pada
kebangsaan dilatarbelakangi karena wilayah dan warisan budaya Belanda (beragam
kepercayaan).
 Aliran islam banyak bertransformasi dalam gerakan, salah satunya serikat dagang
islam (Samanhudi) yang dibentuk untuk bersaing dengan pedagang-pedagang asing.
 Sarekat dagang islam kemudian berubah menjadi gerakan politik 1911, dengan nama
sarikat islam (Tjokroaminoto).
 1908 budi utomo, berkembang menjadi PNI (Partai Nasionalis Indonesia) dam dan
dipimpin oleh Soekarno.
 Perdebatan antara Indonesia harus berdasarkan pada ajaran islam dengan Indonesia
harus berprinsip kebangsaan dicetuskan oleh 2 tokoh Muh. Natsir (islam/PKS) dan
Soekarno (Nasionalis). Menurut Natsir, islam adalah yang terbaik untuk menajdi
dasar negara, dan islam butuh negara untuk mewujudkan ajaran dan rukun islam
dalam masyarakat. Soe kebangsaan Indonesia adalah dasar yang terbaik untuk
mewujudkan keberagaman diantara banyak kepercayaan didalamnya mengakomodasi
keberagaman didalamnya, kalau Indonesia bersandar pada islam ditakutkan Indonesia
akan bersikap diskriminatif terhadap selain islam (non-islam) sehingga tidak
merangkul keberagaman yang ada. Perdebatan ini sekarang kita kenal dengan sebutan
Islam vs Kebangsaan.
Resume 8 – Penelitian Behavior dan Analisis

 Budaya politik sebagai sebuah sistem nilai atau keyakinan yang membentuk lembaga
dan perilaku politik tak hanya didekati dengan cara mengamati, memahami, dan
menafsirkannya dari satu komunitas, tapi juga dari individu atau anggota komunitas
tersebut.
 Pendekatan yang menekankan pentingnya budaya politik sebagaimana difahami,
diyakini dan disikapi oleh individu merupakan karakteristik dasar dari pendekatan
behaviorisme dalam studi budaya politik
 Bagi pendekatan behaviorisme, budaya politik adalah orientasi atau kecendrungan
pandangan, keyakinan atau sikap individu terhadap objek politik : sistem politik dan
komponen-komponen di dalam sistem itu.
 Pandangan yang menginginkan politik bersandar pada islam, disisi lain ada
pandangan yang menginginkan politik bersandar pada paham kebangsaan.
 Indonesia sekarang merupakan percampuran antara aliran politik kebangsaan dan
islam yang disatu padukan menjadi satu.
 Pendekatan kualitatif tidak bisa menjawab pertanyaan itu, karena kualitatif penafsiran
menurut peneliti itu sendiri (subjective).
 Karakter dari penelitian behavior unit analisisnya bersifat individu; unit analisis yang
diamati individu per orang. yang lebih dikenal luas penelitian behavior adalah
pemilihan umum dengan studi perilaku politik pemilih
 Maka harus melakukan penelitian yang bertumpu pd individu
 Sistem politik : individu dan negara, masyarakt sipil (civil society) dan kelompok
kepentingan, partai politik (input), eksekutif, legislatif dan yudikatif (output). Hasil
input dan output nantinya akan menjadi kebijakan-kebijakan publik dan pelaksanaan
yang dijalankan oleh birokrat.
 Dalam pendekatan kuan unsur input sangat penting, karena suatu negara dinilai baik
atau buruknya berdasarkan perilaku warga negara.
 Individu mengawasi dan dapat merespon diterima/ditolaknya hasil output dari parpol
ke ely. Individu walaupun wn tapi berperan sentral dan terpenting.
 Pentingnya kebebasan, toleransi, egaliter, budaya amloseksyen.
 Demokrasi di prancis tidak sematang di US dan UK
 Ada unsur agama, yang tidak cocok dengan budaya demokrasi, karena bagi katolik
hierarki keagamaan sangat kuat, sedangkan hubungannya lebih egliter di protestan.
 Agama mempengaruhi kebudayaan demokrasi di setiap negara di belahan dunia.
 Negara-negara islam sebetulnya sangat kesulitan mengembangkan demokrasi, karena
agama islam tidak cocok dengan demokrasi. Lalu Indonesia? sebenernya islam di indo
secara umum tidak bertentangan dengan konsep demokrasi
 Menurut Almond dan Verba mengenai Civic Culure (1963) atau Budaya Demokrasi.
Ada tiga budaya politik yang dapat dilihat dari sikap warga:
 Budaya politik apatis (apathetic): tidak terorientasi atau tidak punya sikap terhadap
objek politik. Efeknya : sistem stabil tapi tak berkembang. Indikator : tidak tertarik
politik, tak mengikuti berita politik, tak membicarakan masalah politik dengan orang
lain, terasing dengan lingkungan politik, pesimis dengan keadaan.
 Budaya politik partisipan : warga bersikap aktif dan berpartisipasi dalam
hubungannya dengan objek politik tapi disertai dengan rasa tidak percaya pada objek
politik (tak percaya pada orang lain, pada kelompok sosial, pada pemerintah, dll).
Efeknya, sistem politik berkembang tapi tak stabil. Indikator budaya politik partisipan
: tertarik politik, berafiliasi dengan partai (party ID), diskusi politik, mengikuti berita
politik, efekisi (merasa diri bisa dan mampu), optimis.
 Budaya politik demokrasi (civic culture) : warga aktif dan berpartisipasi dan disertai
dengan sikap percaya (trust) terhadap objek politik. Efeknya, sistem berkembang dan
stabil.
Resume 9: Norms dan Ronald Inglehart : Budaya Post Materialist

Post Materialisme terjadi umumnya pada tingkat negara-negara yang telah


mengalami modernisasi atau industrialisasi, terutama pada masa perang dingin atau
sebelumnya (Amerika dan Eropa Barat). Pada tingkat individu sendiri, orang-orang
yang telah melewati tingkat kesejahteraan mater, telah mengalami modernisasi atau
pendidikan yang tinggi. Pada era modernisasi, kondisi ekonomi ditandai dengan
menekankan kesejahteraan materi dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi, lewat
industrialisasi, pembangunan fisik (infrastruktur), dan kepemilikan oleh negara
maupun individu.

Sedangkan, pada era post materialisme, ekonomi ditandai dengan menekannya


kesejahteraan non-materi dan kualitas hidup serta juga kesejahteraan subjektif. Lalu,
dalam bidang politik ditandai dengan kekuasaan yang tidak terpusat, berorientasi pada
kekuasaan rakyat langsung, tidak perwakilan, partisipasi, referendum untuk tiap
kebijakan atau keputusan publik, menekan hak asasi manusia. Sedangkan, sosial
budaya menekan aktualisasi diri, kesetaraan, kebebasan, estetika, tingkat reproduksi
yang rendah atau nol, toleransi dan multikulturalisme, agama sebagai makna hidup
individual, tidak terorganisasi dan tidak mengakui otoritas agama yang terpusat.

Menurut pandangan Pippa Norris dan Ronald Inglehart, dalam perspektif


budaya politik, agama dapat mempengaruhi proses dan hasil politik, dan pengaruh itu
tergantung pada seberapa penting agama dalam kehidupan satu masyarakat.
Sedangkan dalam negara post materialisme peranan agama semakin tidak penting atau
tidak berpengaruh sebagai spiritual dalam kehidupan personal atau kolektif.

Dalam negara post materialisme, orang semakin rasional dan semakin modern,
maka agama semakin tidak penting dalam kehidupan politik (teori sekularisasi), lalu
agama dinilai bersifat tetap atau konstan, dan menjadi tidak konstan (tidak tetap)
hingga bisa menjadi penting karena ada pluralisme, persaingan dan kebebasan elite
agama untuk mendapatkan pengaruh dan pengikut.

Orang semakin sekular karena semakin rasional (Weber), semakin


terspesialisasi kemampuan dan keahliannya dalam menjawab pertanyaan yang
dihadapi manusia (division of labor, Durkheim) bukan lagi didasarkan atas iman atau
agama yang bersifat umum, peran agama semakin dibatasi. Rasionalisasi itu
menjelma terutama dalam sains dan teknologi, apakah yang bersifat fisik atau sosial
budaya dan bagaimana alam semesta tercipta.

Resume 10 : Orientasi Pada Sistem Politik

Budaya politik harus dibaca dalam konteks sistem politik yang lebih makro
seperti dukungan pada sistem politik demokratis. Sebuah sistem politik akan stabil
jika didukung penuh oleh warga negara. Sebaliknya, jika tak didukung maka akan
terjadi guncangan, protes, dll. Partisipasi dan pilihan politik turut menentukan sukses
tidaknya sebuah sistem politik. Dalam sistem politik modern, kecintaan pada negara
harus diatas segalanya, melampaui kecintaan pada suku dan agama. Meski begitu,
masih banyak negara, termasuk di Indonesia yang kecintaanya terhadap negara
berkurang. Bahkan di anaktirikan. Hati dan fikiran warga negara terbelah separuh
cinta tanah air, separuhnya lagi cinta agama maupun etnis.

Menurut Huntington, demokrasi merupakan anak kandung peradaban barat


dan meragukan jika konsolidasi demokrasi bisa terjadi di peradaban non barat.
Kriteria sikap, kepercayaan pada hukum, pemisahan agama dan politik, komitmen
terhadap individualisme, pluralism sosial, dan percaya pada institusi. Secara eksplisit,
Huntington bilang masyarakat muslim memiliki budaya politik sendiri yang
bertentangan dengan demokrasi. Disamping itu, Bernard Lewis dan Ellie Kedourie
juga melihat islam tidak sesuai dengan demokrasi. Inti perbedaannya terletak pada
syari’ah sebagai hukum islam yang kaku, bersifat memaksa, berada di luar individu,
dan seterusnya.

Dalam konteks individu, budaya demokrasi (civic culture) bisa mencangkup


seperangkat sikap yang mendukung demokrasi sebagai sistem politik, yang
didefinisikan sebagai institusi yang menjamin persamaan hak di depan hukum, hak
minoritas, kebebasan dan kompetisi, kebebasan pers, dll. Dukungan terhadap nilai
demokrasi ini disebut sebagai dukungan terhadap prinsip-prinsip rezim. Legitimasi
demokrasi adalah penerimaan secara umum warga bahwa demokrasi sebagai satu-
satunya sistem pemerintahan yang dikehendaki oleh mayoritas.

Rezim demokratis hanya ada dalam komunitas politik (negara bangsa). Jika negara
bangsa tak stabil maka konsolidasi demokrasi sulit terwujud. Negara bangsa bisa memperkuat
ataupun memperlemah karena penerimaan secara budaya sikap, dukungan positif, lemah
karena dianggap konsep baru. Dalam islam, solidaritas keagamaan lebih unggul ketimbang
solidaritas sosial politik. Umat islam dalam hal ini kesulitan mengkombinasikan hal tersebut.
Resume 11 : Perihal Modal Sosial

Modal sosial pertama kali digunakan untuk merujuk pada kehendak baik,
persahabatan, simpati dan hubungan sosial antara individu dan keluarg ayang
menciptakan unit sosial. Menurut Robert Putnam pentingnya modal sosial dilihat dari
kontribusi terhadap demokrasi meliputi tindakan kolektif dan partisipasi masyarakat.
Pentingnya modal sosial didasari atas: asumsi bahwa demokrasi membutuhkan
keterlibatan warga dalam dukungan kolektif. Keyakinan dan absolutsi bahwa
demokrasi membutuhkan dukungan dari warga negara yang ikut berpartisipasi.

Ada 2 unsur modal sosial, ada interpersonal trust (kepercayaan terhadap orang
lain), citizen distrust, stabilitas demokrasi. Kedua, jaringan civic engagement
(keterlibatan warga secara sukarela dalam perkumpulan sosial). Menurut Robert
Putnam, jika kita (masyarakat) percaya dengan lembaga demokrasi sebagai ujung
tombak demokrasi maka kita akan menemukan satu hal yang sama (praktik politik
sama), namun perilaku politiknya berbeda. Bagi Ronald Inglehart, modal sosial yang
dikaitkan dengan rasa saling kepercayaan antar masyarakat karena hal ini
dilatarbelakangi dari tradisi agama yang dianut, dimana Kristen katolik dan hindu
dianggap lebih cepat saling percaya dibandingkan dengan islam.

Keterlibatan civil society tidak hanya membantu seseorang peduli, tetapi juga
membantu konsolidasi demokrasi. Konsolidasi demokrasi merupakan sesuatu yang
tak mungkin di kalangan masyarakat karena tidak adanya civic association atau civic
engagement pada masyarakat islam. Hal ini karena secara pribadi seorang muslim
sangat jarang sekali yang tertarik untuk ikut organisasi lain selain dari keagamaan.
Namun hal ini tidak berlaku kepada masyarakat muslim di Indonesia.

Umat islam dipandang punya persepsi yang mengarah bahwa islam tidak
cocok dan tidak mendukung sistem demokrasi. Satu hal yang mempertegas
ketidakcocokan islam terhadap demokrasi tercermin melalui min hum dan min na
(kelompok saya dan kelompok kamu), hal ini sangat tidak mendukung demokrasi dan
kepercayaan dalam membangun rasa kebersamaan antar umat.
Resume 12 : Toleransi Politik

Membahas mengenai toleransi erat pengertiannya dengan sifat saling menghargai


perbedaan. Toleransi merupakan kesediaan untuk menerima, menghargai dan menghormati
segala sesuatu hal yang berbeda dari kita, baik secara agama, politik, maupun yang lainnya.
Toleransi di Indonesia dapat dikatakan masih jauh dari kata sempurna, terutama dalam hal ini
di kalangan internal umat islam sendiri mengenai banyaknya aliran agama islam di Indonesia
yang dapat dikatakan masih sulit menghargai satu dengan yang lainnya, padahal mereka
sejatinya masih satu ideologi yang sama, hanya saja dalam beberapa praktik ritualnya saja
yang berbeda. Contoh : mengenai persoalan ibadah Sunnah.

Pada level politik, toleransi juga sangat penting. Hanya karena beda memilih tokoh
politik, beda partai, dan berbeda ideologi dukungan politik menjadi kacau, berantakan dan
merusak persatuan antar masyarakat. Pada level konteks berbeda agama juga ikut terlibat,
contoh Agama Islam dan Kristen sebagai agama yang sama-sama menerapkan konsep
misionaris didalamnya. Banyak diantaara umatnya yang masing-masing masihn menganggap
agamanya paling superior dengan agama lain, sehingga cenderung bersifat intoleran bahkan
hingga perilaku destruktif. Contoh : pengeboman dan pembakaran rumah ibadah, konflik
antar umat beragama, perang salib, konflik agama di boznia-herzegovina, aksi 212, dsb.

Sikap intoleran secara alamiah berpotensi terjadi di masyarakat yang terbelah secara
agama, etnis dan geografis. Walaupun demikian, sikap intoleran sangat dilarang dalam
budaya demokrasi. Toleransi justru dipercaya sebagai faktor penting membangun negara
demokrasi agar dapat bekerja dengan baik. Toleransi dapat berpengaruh sejauh mana partai
politik dapat berlangsung dengan damai tanpa kekerasan. Oleh karenanya, elit dan massa
harus memiliki sikap toleran guna menjamin partisipasi politik yang sehat. Massa yang tak
toleran, sebaiknya pasif karena akan menghambat konsolidasi demokrasi. Apalagi elit yang
tak toleran akan berpotensi merusak demokrasi di suatu negara. Watak dasar dari intoleran
adalah dasar otoritas negara dianggap tidak penting dan hanya instrument ketidakadilan dan
penindasan serta ancaman bagi kelangsungan hidup kelompok mereka.

Dalam islam, toleransi merujuk pada sikap dan perilaku kaum muslim terhadap non-
muslim. Sikap toleran atau intoleran sangat terkait dengan faham keagamaan (historis) dan
kondisi sosial politik seorang muslim. Misalnya al Maidah 51, yang mengakibatkan
timbulnya aksi 212 bagi kaum muslim yang intoleran. Bahkan menurut hasil survei
masyarakat cenderung sangat menghindari bertempat tinggal dengan masyarakat yang
berbeda agama degan dirinya.

Dalam mengatasi intoleransi di Indonesia, dibutuhkan peran seluruh kelompok yang


netral dan waras dalam menelaah ajaran agama mereka. Diperlukan banyak kerjasama dari
berbagai macam instansi ataupun tokoh yang harus berperan dalam mengatasi problem ini,
diantaranya adalah civil society seperti ormas yang netral (NU, Muhammadiyah, dll), PERS,
LSM, Mahasiswa dan gerakan dakwah yang benar dalam menyediakan ruang bebas bagi
tumbuhnya jiwa toleransi politik di Indonesia

Anda mungkin juga menyukai