BAGIAN I SUBSTANSI PENGATURAN PENDIDIKAN TINGGI BIDANG KESEHATAN DALAM UU 17 2023 TENTANG KESEHATAN KETENTUAN UMUM • Tenaga Medis adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang Kesehatan serta memiliki sikap profesional, pengetahuan, dan keterampilan melalui Pendidikan profesi kedokteran atau kedokteran gigi yang memerlukan kewenangan untuk melakukan Upaya Kesehatan. • Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang Kesehatan serta memiliki sikap profesional, pengetahuan, dan keterampilan melalui pendidikan tinggi yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan Upaya Kesehatan. Pasal 207 ayat (2) Pengadaan Tenaga Medis dan Tenaga Kesehatan dilakukan melalui pendidikan tinggi dengan memperhatikan: a. ketersediaan dan persebaran institusi Pendidikan dan/ atau program studi pendidikan Tenaga Medis dan Tenaga Kesehatan pada setiap wilayah; b. keseimbangan antara kebutuhan penyelenggaraan Upaya Kesehatan dan/atau dinamika kesempatan kerja di dalam dan di luar negeri; c. keseimbangan antara kemampuan produksi Tenaga Medis dan Tenaga Kesehatan dan sumber daya yang tersedia; d. perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi; dan e. prioritas pembangunan dan Pelayanan Kesehatan. Pasal 212 (1) Mahasiswa yang menyelesaikan pendidikan Tenaga Kesehatan program diploma, program sarjana, dan program sarjana terapan mendapatkan ijazah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) Mahasiswa yang telah menyelesaikan pendidikan Tenaga Kesehatan program sarjana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat melakukan praktik profesi setelah menyelesaikan pendidikan profesi dan diberi sertifikat profesi. Pasal 213 (1) Dalam rangka menilai pencapaian standar kompetensi Tenaga Medis atau Tenaga Kesehatan, mahasiswa pada program vokasi dan program profesi, baik Tenaga Medis atau Tenaga Kesehatan harus mengikuti uji kompetensi secara nasional. (2) Uji kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan oleh penyelenggara pendidikan bekerja sama dengan Kolegium. (3) Mahasiswa yang menyelesaikan pendidikan program vokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang lulus uji kompetensi pada akhir masa pendidikan memperoleh sertiflkat kompetensi. (4) Mahasiswa yang menyelesaikan pendidikan program profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang lulus uji kompetensi pada akhir masa pendidikan memperoleh sertifikat profesi dan sertifikat kompetensi Pasal 215 Lulusan uji kompetensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 213 ayat (3) dan ayat (a) wajib diangkat sumpah profesinya oleh penyelenggara pendidikan sesuai dengan etika profesi. Pasal 218 (1) Tenaga Kesehatan dapat melanjutkan pendidikan ke program spesialis. (2) Peserta didik pada program spesialis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didayagunakan oleh Fasilitas Pelayanan Kesehatan dalam pemberian Pelayanan Kesehatan sebagai bagian proses pendidikan. Pasal 22O (1) Dalam rangka menilai pencapaian standar kompetensi Tenaga Medis atau Tenaga Kesehatan spesialis/ subspesialis, peserta didik pada program spesialis/ subspesialis, baik Tenaga Medis maupun Tenaga Kesehatan, harus mengikuti uji kompetensi berstandar nasional. (2) Standar kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun oleh Kolegium dan ditetapkan oleh Menteri. (3) Uji kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan oleh penyelenggara pendidikan bekerja sama dengan Kolegium. (4) Peserta didik yang menyelesaikan pendidikan program spesialis/subspesialis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang lulus uji kompetensi pada akhir masa pendidikan memperoleh sertifikat kompetensi dan sertifikat profesi. (5) Sertifikat kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (41 diterbitkan oleh Kolegium. (6) Sertifikat profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diterbitkan oleh penyelenggara pendidikan. PENJELASAN ATAS I UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2023 TENTANG KESEHATAN • Penyediaan Tenaga Medis dan Tenaga Kesehatan melalui peningkatan penyelenggaraan pendidikan spesialis/subspesialis, transparansi dalam proses Registrasi dan perizinan, serta perbaikan dalam mekanisme penerimaan Tenaga Medis dan Tenaga Kesehatan warga negara Indonesia lulusan luar negeri mela-lui uji kompetensi yang transparan; • Pasal 213 Ayat (1) Yang dimaksud dengan "uji kompetensi" adalah pengukuran pengetahuan, keterampilan, dan perilaku peserta didik untuk mencapai standar kompetensi. • Pasal 22O Ayat (1) Yang dimaksud dengan "uji kompetensi berstandar nasional" adalah pengukuran pengetahuan, keterampilan, dan perilaku peserta didik pada penyelenggara pendidikan tinggi bidang Kesehatan yang menyelenggarakan ujian sesuai dengan standar nasional dan berlaku secara nasional. BAGIAN II KETENTUAN PENYUSUNAN STANDAR PROFESI/ STANDAR KOMPETENSI TENAGA KESEHATAN BAGIAN III BAGAIMANA STANDAR KOMPETENSI DITERAPKAN DI PERGURUAN TINGGI MENGACU PADA PENGATURAN PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN TINGGI (PERMENDIKBUDRISTEK NOMOR 53 TENTANG PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN STANDARD NASIONAL PENDIDIKAN TINGGI Pasal 2 (1) Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi dilakukan melalui penetapan, pelaksanaan, evaluasi, pengendalian, dan peningkatan standar pendidikan tinggi. (2) Standar pendidikan tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas: a. SN Dikti; dan b. standar pendidikan tinggi yang ditetapkan oleh perguruan tinggi. Pasal 5 (1) Standar nasional pendidikan terdiri atas: a. standar luaran pendidikan; b. standar proses pendidikan; dan c. standar masukan pendidikan. (2) Standar luaran pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan standar kompetensi lulusan. (3) Standar proses pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri atas: a. standar proses pembelajaran; b. standar penilaian; dan c. standar pengelolaan. (4) Standar masukan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c terdiri atas: a. standar isi; b. standar dosen dan tenaga kependidikan; c. standar sarana dan prasarana; dan d. standar pembiayaan. (5) Standar nasional pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi acuan dalam menyusun, menyelenggarakan, dan mengevaluasi kurikulum. Standar Kompetensi Lulusan Pasal 6 1) Standar kompetensi lulusan merupakan kriteria minimal mengenai kesatuan kompetensi sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang menunjukkan capaian mahasiswa dari hasil pembelajarannya pada akhir program pendidikan tinggi. 2) Standar kompetensi lulusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan untuk menyiapkan mahasiswa menjadi anggota masyarakat yang beriman, bertakwa, berakhlak mulia, berkarakter sesuai dengan nilai-nilai Pancasila, mampu dan mandiri untuk menerapkan, mengembangkan, menemukan ilmu pengetahuan dan teknologi yang bermanfaat bagi masyarakat, serta secara aktif mengembangkan potensinya. 3) Standar kompetensi lulusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dirumuskan dalam capaian pembelajaran lulusan. Capaian Pembelajaran Lulusan (CPL) Pasal 7 Capaian pembelajaran lulusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) untuk setiap program studi mencakup kompetensi yang meliputi: a. penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi, kecakapan/keterampilan spesifik dan aplikasinya untuk 1 (satu) atau sekumpulan bidang keilmuan tertentu; b. kecakapan umum yang dibutuhkan sebagai dasar untuk penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi serta bidang kerja yang relevan; c. pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan untuk dunia kerja dan/atau melanjutkan studi pada jenjang yang lebih tinggi ataupun untuk mendapatkan sertifikat profesi; dan d. kemampuan intelektual untuk berpikir secara mandiri dan kritis sebagai pembelajar sepanjang hayat. Ketentuan Penyusunan CPL Pasal 8 (1) Capaian pembelajaran lulusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 disusun oleh unit pengelola program studi dengan melibatkan: a. pemangku kepentingan; dan/atau b. dunia usaha, dunia industri, dan dunia kerja. (2) Capaian pembelajaran lulusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memperhatikan: a. visi dan misi perguruan tinggi; b. kerangka kualifikasi nasional Indonesia; c. perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi; d. kebutuhan kompetensi kerja dari dunia kerja; e. ranah keilmuan program studi; f. kompetensi utama lulusan program studi; dan g. kurikulum program studi sejenis. (3) Capaian pembelajaran lulusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diinformasikan kepada mahasiswa pada program studi tersebut. (4) Capaian pembelajaran lulusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun ke dalam mata kuliah pada setiap program studi. (5) Mata kuliah sebagaimana dimaksud pada ayat (4) memiliki capaian pembelajaran mata kuliah yang berkontribusi pada capaian pembelajaran lulusan. STANDAR PENDIDIKAN TINGGI YANG DITETAPKAN OLEH PERGURUAN TINGGI Pasal 64 (1) Standar pendidikan tinggi yang ditetapkan oleh perguruan tinggi merupakan penjabaran operasional SN Dikti sesuai tingkat mutu dan keluasan substansi yang ditetapkan perguruan tinggi. (2) Standar pendidikan tinggi yang ditetapkan oleh perguruan tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat pelampauan terhadap SN Dikti dalam hal tingkat mutu dan keluasan substansi. (3) Standar pendidikan tinggi yang ditetapkan oleh perguruan tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh pemimpin perguruan tinggi setelah mendapat pertimbangan: a. senat perguruan tinggi bagi perguruan tinggi negeri; atau b. senat perguruan tinggi dan persetujuan badan penyelenggara bagi perguruan tinggi swasta. Perancangan kurikulum PS-PTV hingga implementasi dan evaluasinya, mencakup tahapan berikut: I. Tahap Analisis Konsiderans, dengan luaran: Dokumen Rancangan Rumusan Capaian Pembelajaran Lulusan PS-PTV II.Tahap Model dan Desain, dengan luaran: Dokumen Rumusan Capaian Pembelajaran Lulusan PS-PTV III.Tahap Konstruksi dan Pra-Uji, dengan luaran: Dokumen Perangkat Kurikulum IV.Tahap Implementasi Kurikulum: Dokumen Operasionalisasi Kurikulum V. Evaluasi Kurikulum: Dokumen Evaluasi Kurikulum Pentingnya merujuk Melibatkan pada standar profesi stakeholders terkait KARAKTERISTIK UTAMA PENDIDIKAN TINGGI VOKASI (TERMASUK BIDANG KESEHATAN) 1. Pendidikan Tinggi Vokasi didorong oleh kebutuhan industri (industrial driven) (baca: dunia kerja/ FASYANKES), dan bukan diadakan karena untuk memenuhi kebutuhan/cita-cita mahasiswa, keinginan dosen, atau visi misi penyelenggara pendidikan tinggi vokasi. Dengan demikian, kurikulum, program dan penilaian ketercapaian hasil belajar disusun untuk memenuhi kebutuhan industri, baik dalam konten maupun dalam mode pembelajaran; 2. Kualifikasi lulusan Pendidikan Tinggi Vokasi dikembangkan bersama-sama dengan pelaku pasar tenaga kerja dan industri (baca: Fasyankes); 3. Asesmen keterampilan dasar menjadi penilaian yang sangat penting sebagai basis dari rekrutmen calon mahasiswa Pendidikan Tinggi Vokasi; 4. Proses pembelajaran Pendidikan Tinggi Vokasi harus bisa cukup fleksibel, melibatkan pemangku kepentingan khususnya pengguna dan industry (FASYANKES) , serta dapat memanfaatkan pembelajaran jarak jauh dan pembelajaran daring; KARAKTERISTIK UTAMA PENDIDIKAN TINGGI VOKASI (TERMASUK BIDANG KESEHATAN) 5. Magang menjadi proses pembelajaran wajib Pendidikan Tinggi Vokasi, karena magang adalah model pembelajaran berbasis kerja yang sangat efektif untuk mengembangkan keterampilan dan mentransisikan mahasiswa ke dunia kerja nyata; 6. Capaian pembelajaran pada domain keterampilan kerja khusus lulusan Pendidikan Tinggi Vokasi dapat dinilai, diukur, dan disertifikasi, serta dapat menunjukkan level kualifikasi yang ditargetkan; 7. Proses pembelajaran Pendidikan Tinggi Vokasi melibatkan kemitraan dengan industri, khususnya dalam pemanfaatan teknologi di industri; (INDUSTRI = FASYANKES) 8. Proses pembelajaran Pendidikan Tinggi Vokasi bersifat kolaboratif dan didukung oleh sistem penjaminan mutu yang handal; 9. Selain menghasilkan lulusan dengan kompetensi terkini, penyelenggaraan Pendidikan Tinggi Vokasi dilengkapi dengan jalur yang jelas bagi lulusan untuk melakukan pembelajaran sepanjang hayat. TERIMA KASIH