Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Meningkatnya berbagai fasilitas dan pelayanan kesehatan serta

kesejahteraan penduduk saat ini diketahui menyebabkan peningkatan usia

harapan hidup (UHH) yang berdampak pada semakin meningkatnya jumlah

penduduk lanjut usia. Jumlah penduduk lansia di Indonesia mencapai 24 juta

jiwa yang merupakan jumlah terbesar ke-4 di dunia setelah China, India dan

Amerika Serikat. Jumlah tersebut terus meningkat setiap tahunnya dan

menjadikan populasi lansia sebagai salah satu dari triple burdens yang dihadapi

Indonesia, yaitu jumlah kelahiran bayi yang masih tinggi, masih dominannya

penduduk muda, dan jumlah lansia yang terus meningkat, keadaan ini

membutuhkan upaya kesehatan lansia yang komprehensif (Kementrian

Kesehatan, 2013).

Menurut World Population Data Sheet yang dilansir Population

Reference Bureau (PRB) memperkirakan bahwa penduduk lansia di dunia yang

berusia 65 tahun ke atas pada tahun 2012 berjumlah sekitar 564 juta jiwa.

Sebanyak 53% dari seluruh penduduk lansia dunia itu berada di Asia (BKKBN,

2012). WHO mengemukakan bahwa, di kawasan Asia Tenggara populasi lansia

sekitar 142 juta jiwa. Pada tahun 2050 diperkirakan populasi lansia meningkat 3

kali lipat dari tahun ini. Pada tahun 2000 jumlah lansia sekitar 5,300,000 (7,4%)

dari total polulasi, sedangkan pada tahun 2010 jumlah lansia 24,000,000 (9,77%)

1
dari total populasi, dan tahun 2020 diperkirakan jumlah lansia mencapai

28,800,000 (11,34%) dari total populasi (Kemenkes RI, 2014).

Data sensus penduduk menunjukkan, jumlah penduduk lansia di

Indonesia tahun 2010 sebanyak 18,1 juta jiwa (7,6 persen dari total populasi),

tahun 2014 meningkat jadi 20,24 juta jiwa (8,03 persen populasi (BPS, 2014).

Diperkirakan jumlah penduduk Lanjut Usia di Indonesia pada tahun 2020 akan

mencapai 28,8 juta jiwa atau sekitar 11% dari total penduduk Indonesia. Pada

tahun 2021 usia lanjut di Indonesia diperkirakan mencapai 30,1 juta jiwa yang

merupakan urutan ke 4 di dunia sesudah Cina, India dan Amerika Serikat.

Menjelang tahun 2050 jumlahnya diperkirakan meningkat menjadi lebih dari 50

juta jiwa. Penduduk lansia merupakan kelompok usia yang rentan terhadap

penyakit degenerative (Kemenkes, 2014).

Seiring peningkatan usia, pada lansia akan mengalami perubahan-

perubahan fisik, psikososial, dan spiritual. Salah satu perubahan fisik lansia

adalah perubahan pola tidur (Gafur, 2013). Pola tidur pada lansia cendrung

berubah-ubah karena kemampuan fisik semakin menurun. Dan juga terjadi

perubahan siklus sirkandian, yaitu fase tidur lebih maju sehingga lansia memulai

tidur lebih awal dan bangun lebih awal pula. Kemudian lansia terbangun pada

malam hari sehingga bangun pagi tidak segar (Hanun, 2011). Menurut Kaplan

dan Sadock (1997) dalam Hanun (2011) insomnia merupakan kesukaran dalam

memulai atau mempertahankan tidur yang bisa bersifat sementara atau persisten.

Dalam sumber lain juga disebutkan insomnia adalah ketidakmampuan untuk

tidur, tetap tidur, atau tidak merasa segar ketika bangun tidur.

2
Insomnia pada lansia merupakan keadaan dimana individu mengalami

suatu perubahan dalam kuantitas dan kualitas pola istirahatnya yang

menyebabkan rasa tidak nyaman atau mengganggu gaya hidup yang di

inginkan.Gangguan tidur pada lansia jika tidak segera ditangani akan berdampak

serius dan akan menjadi gangguan tidur yang kronis. Secara fisiologis, jika

seseorang tidak mendapatkan tidur yang cukup untuk mempertahankan

kesehatan tubuh dapat terjadi efek-efek seperti pelupa, konfusi dan disorientasi

(Asmadi, 2008).

Menurut National Sleep Foundation tahun 2010 sekitar 67% dari 1.508

lansia di Amerika usia 65 tahun keatas melaporkan mengalami insomnia dan

sebanyak 7,3 % lansia mengeluhkan gangguan memulai dan mempertahankan

tidur atau insomnia. Kebanyakan lansia beresiko mengalami insomnia yang

disebabkan oleh berbagai faktor seperti pensiunan, kematian pasangan atau

teman dekat, peningkatan obat-obatan, dan penyakit yang dialami. Di Indonesia

insomnia menyerang sekitar 50% orang yang berusia 65 tahun, setiap tahun

diperkirakan sekitar 20%-50% lansia melaporkan adanya insomnia dan sekitar

17% mengalami insomnia yang serius. Prevalensi insomnia pada lansia cukup

tinggi yaitu sekitar 67% (Puspitosari, 2011).

Insomnia pada usia lanjut dihubungkan dengan penurunan memori,

konsentrasi terganggu dan perubahan kinerja fungsional. Adapun faktor-faktor

yang mempengaruhi insomnia adalah faktor gaya hidup, seperti kebiasaan

mengkonsumsi alkohol, rokok, kopi (kafein), kurangnya beraktivitas atau

olahraga. Gaya hidup seperti merokok mengkonsumsi minuman yang

3
mengandung kafein (kopi) dan kurangnya berolahraga menyebabkan timbulnya

insomnia (Wulandari, 2011).

Salah satu faktor yang mempengaruhi kondisi insomnia pada lansia

adalah gaya hidup lansia salah satunya adalah kebiasaan mengkonsumsi kopi

(kafein), yang sudah menjadi kebiasaan masyarakat Indonesia. Pengaruh gaya

hidup dan semakin maraknya kafe serta kedai kopi memberikan kontribusi

dalam peningkatan jumlah konsumen kopi. Kopi merupakan salah satu sumber

kafein yang tersebar luas dan dapat diperoleh secara bebas,disamping produk

lain selain minuman berenergi, cocoa, dan sofdrink (Swastika,2012). Konsumsi

kafein didunia saat ini cukup tinggi, lebih dari 80% populasi dunia

mengkonsumsi kafein setiap ingkatkan (Sadock, 2007). Kafein banyak terdapat

dalam minuman, obat, suplemen dan permen merupakan stimulan yang paling

banyak digunakan didunia (Snel dan Lorist, 2011).

Konsumen kopi sebagai sumber utama kafein meningkat sebesar 98%

dalam 10 tahun terakhir di Indonesia (Swastika, 2012). Konsumsi kafein dalam

dosis rendah memang terbukti memberikan manfaat. Kafein dipercaya dapat

mempengaruhi performa atau kinerja dan keadaan mental dengan mengurangi

atau menghilangkan tidur (James dan Kaine,2005). Walau demikian kafein atau

mengkonsumsi kopi juga memiliki efek samping. hasil study deskriktif oleh

Bawazeer dan Alsobahi pada tahun 2013 menunjukan bahwa 33,4% peminum

minuman energi yang mengandung kafein mengaku mengalami efek samping

diantaranya palpitasi, insomnia, nyeri kepala, tremor, gelisah, serta mual dan

muntah. Selain itu konsumsi kafein secara reguler dapat menimbulkan efek

ketergantungan (Bawazeer dan alsobahi ,2013).

4
Beberapa study telah menemukan asupan kafein sebelum tidur dapat

menunda onset tidur, mengurangi jam tidur, dan kualitas tidur. Penelitian oleh

Vlasta Brezinova membuktikan bahwa pemberian kafein 300 mg sebelum tidur

dapat mengurangi jumlah tidur selama 2 jam. meningkatkan onset tidur selama

66 menit serta meningkatkan frekuensi terjaga pada waktu malam

(Brezinova,1974). Hasil penelitian Rafknowledge (2004) dalam Ernawati dan

Sudaryanto Agus (2009) mengemukakan bahwa individu yang merokok

memerlukan waktu dua kali lebih banyak untuk bisa tidur dan lebih sering

terbangun dibandingkan dengan individu yang tidak merokok. Selain itu lansia

lebih sensitif terhadap kopi, dimana mengkonsumsi 2 gelas kopi atau lebih akan

menyebabkan penurunan dari total jumlah waktu tidur sebanyak 2 jam dan

peningkatan jumlah waktu yang dibutuhkan untuk tidur.

Berdasarkan survei awal yang dilakukan penulis tanggal 24 Desember

2017 di Desa Blang Paoh Sa Kecamatan Julok Kabupaten Aceh Timur jumlah

lansia secara keseluruhan sebanyak 68 orang lansia yang berumur 60 tahun ke

atas. Dari hasil observasi dan wawancara terhadap 10 orang lansia didapatkan

lansia berumur diatas 60-74 tahun, 4 orang lansia perempuan mengalami sulit

tidur lansia mengatakan tidur kurang dari 4 jam 30 menit sehari semalam, mudah

terbangun pada malam hari sehingga waktu yang diperlukan untuk tidur kembali

setelah terbangun pada malam hari adalah antara 30-60 menit. Lansia

mengatakan mereka terbangun saat malam hari sebanyak 3-4 kali, sulit untuk

memulai tidur kembali dan bangun dini hari. 4 orang lansia laki-laki yang suka

minum kopi dan merokok mengatakan sulit tidur dan sering terbangun pada

malam hari, dan 2 orang lansia laki-laki tidak mengalami gangguan tidur.

5
Berdasarkan fenomena diatas dan permasalahan tersebut penulis tertarik

untuk melakukan penelitian tentang hubungan mengkonsumsi kopi dengan

insomnia pada lansia di Desa Blang Paoh Sa Kecamatan Julok Kabupaten Aceh

Timur.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka perumusan masalah pada

penelitian ini adalah “bagaimanakah hubungan mengkonsumsi kopi dengan

insomnia pada lansia di Desa Blang Paoh Sa Kecamatan Julok Kabupaten Aceh

Timur”?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum

Berdasarkan perumusan masalah di atas,maka tujuan umum peneliti

ini adalah untuk mengetahui hubungan mengkonsumsi kopi dengan

insomnia pada lansia di Desa Blang Paoh Sa Kecamatan Julok Kabupaten

Aceh Timur.

2. Tujuan khusus

a. Untuk mengetahui tingkat konsumsi kopi pada lansia dan kualitas tidur

lansia di Desa Blang Paoh Sa Kecamatan Julok Kabupaten Aceh Timur.

b. Untuk mengetahui kejadian insomnia pada lansia di Desa Blang Paoh

Sa Kecamatan Julok Kabupaten Aceh Timur.

6
D. Manfaat Penelitian

1. Bagi ilmu pengetahuan

Hasil penelitian dapat menambah wawasan untuk lebih

mengembangkan ilmu pengetahuan terutama keperawatan gerontik

mengenai hubungan konsumsi kopi dengan insomnia pada lansia.

2. Bagi Tempat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dan informasi

sehingga dapat mengetahui pengaruh minum kopi bagi kesehatan lansia.

3. Bagi lansia

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan

tentang bahaya mengkonsumsi kopi pada lansia yang insomnia dan salah

satu alternatif untuk mengatasi gangguan tidur.

4. Bagi peneliti selanjutnya

Penelitian ini dapat bermanfaat untuk menambah wawasan ilmu

pengetahuan bagi pembaca serta sebagai sumber referensi bagi peneliti

selanjutnya.

Anda mungkin juga menyukai