Sekretariat Daerah Biro Perekonomian dan Kerjasama
Kajian Pengembangan Promosi Destinasi Wisata di Kabupaten Fakfak dan Kaimana TA. 2019
2.1 Tinjauan Kebijakan Provinsi Papua Barat
Sistem Perkotaan Provinsi di Papua Barat ditentukan bebrapa hal, hal utama yang menentukan sistem kota-kota adalah RTRW Nasional (PP 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional) yang menentukan kota Pusat Kegiatan Nasional (PKN) dan Pusat Kegiatan Wilayah (PKW), sedangkan Pusat Kegiatan Lokal (PKL) ditentukan oleh provinsi. Pertumbuhan penduduk yang akan dialami oleh Papua Barat dalam jangka waktu perencanaan selama dua dekade mendatang dialokasikan pada pusat-pusat pertumbuhan eksisting. Sistem kota-kota ini didasarkan atas analisis hirarki pusat-pusat permukiman di Provinsi Papua Barat yang terdiri sebagai berikut : 1. Pusat Kegiatan Nasional (PKN) Pusat Kegiatan Nasional (PKN) adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala internasional, nasional atau beberapa propinsi. Pusat Kegiatan Nasional di Provinsi Papua Barat berdasarkan RTRW Nasional ditetapkan di Kota Sorong yang merupakan pusat pertumbuhan utama dalam skala pelayanan nasional, terutama lebih pada kegiatan ekonomi sesuai dengan kecenderungan yang telah ada selama ini. Fungsi Sorong adalah : Simpul kegiatan yang mempunyai potensi sebagai pintu gerbang ke kawasan-kawasan internasional dan mempunyai potensi untuk mendorong daerah sekitarnya pada skala regional. Pelayanan jaringan transportasi (udara, darat, laut) untuk mewujudkan struktur ruang wilayah nasional, provinsi dengan orientasi ke PKN lain dan PKW terkait Pusat jasa, pengolahan dan pengumpul barang secara nasional atau melayani beberapa provinsi. Simpul transportasi secara nasional atau meliputi beberapa provinsi. Pusat jasa keuangan yang melayani nasional atau beberapa provinsi.
Laporan Pendahuluan – BAB 2 Hal : 2-1
Pemerintah Provinsi Papua Barat Sekretariat Daerah Biro Perekonomian dan Kerjasama Kajian Pengembangan Promosi Destinasi Wisata di Kabupaten Fakfak dan Kaimana TA. 2019 Penetapan Kota Sorong sebagai PKN memperhatikan perkembangan kegiatan perkotaan yang sangat pesat, terutama pada perdagangan dan jasa yang berskala nasional dan internasional. Struktur perekonomian Kota Sorong mulai bergeser menuju sektor sekunder dan tersier, diantaranya industri pengolahan, perdagangan, jasa dan pariwisata walaupun secara umum masih didominasi oleh sektor pertanian. Skala pelayanan bersifat nasional dan internasional yang dimiliki Kota Sorong telah mampu menempatkan kawasan ini sesuai fungsinya sebagai PKN. Aksesibilitas dari dan menuju Kota Sorong yang semakin meningkat telah mendorong meningkatnya pergerakan orang dan barang. Pelabuhan dan bandar udara Domine Eduard Osok di Kota Sorong merupakan salah satu gerbang ekspor-impor berskala nasional dan internasional 2. Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala provinsi atau beberapa kabupaten/kota. Penentuan PKW di Provinsi Papua Barat yaitu Manokwari, Fakfak dan Ayamaru yang merupakan pusat pertumbuhan utama dalam skala regional dan memiliki orientasi nasional. Kabupaten Manokwari saat ini berfungsi sebagai PKW, Mengingat ditetapkannya Manokwari sebagai ibukota Provinsi Papua Barat, maka perlu upaya untuk mendorong Manokwari sebagai PKN. Fungsi kota PKW adalah : Pusat jasa, pusat pengolahan dan simpul transportasi yang melayani beberapa kabupaten. Pelayanan jaringan telekomunikasi dan energi yang mendukung pelayanan provinsi. Pelayanan jaringan telekomunikasi dan energi yang mendukung pelayanan provinsi. Pelayanan jaringan transportasi (udara, darat, sungai) untuk mewujudkan sistem antar kota. Upaya mendorong pemantapan fungsi PKN Kota Sorong perlu didukung dengan upaya mendorong pemantapan fungsi PKW terutama dalam memberikan pelayanan skala regional yang dapat mengurangi pergerakan langsung dari PKL dan kawasan perdesaan ke PKN. Kinerja PKW sebagai pusat-pusat pertumbuhan disetiap kawasan andalan juga perlu ditingkatkan. Berdasarkan hasil kajian, keberadaan kawasan andalan belum cukup efektif dalam pengembangan kawasan, sehingga upaya untuk mendorong sinergitas antara pengembangan PKW perlu ditingkatkan. Pengembangan infrastruktur dan pelayanan yang bersifat lokal diharapkan dapat dipenuhi oleh PKW sebagai pusat koleksi dan distribusi yang dapat melayani kebutuhan kawasan andalan terkait.
Laporan Pendahuluan – BAB 2 Hal : 2-2
Pemerintah Provinsi Papua Barat Sekretariat Daerah Biro Perekonomian dan Kerjasama Kajian Pengembangan Promosi Destinasi Wisata di Kabupaten Fakfak dan Kaimana TA. 2019
3. Pusat Kegiatan Lokal (PKL)
Pusat Kegiatan Lokal (PKL) adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala kabupaten/kota atau beberapa kecamatan. Dalam upaya mendorong perkembangan fungsi Pusat Kegiatan Lokal (PKL) dan kaitannya dengan desa pusat produksi, rencana pengembangan sistem perkotaan menetapkan Pusat Kegiatan Lokal (PKL) dalam sistem perkotaan provinsi sebagai pendukung berfungsinya Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) dan mengurangi pergerakan dari desa pusat produksi langsung ke Pusat Kegiatan Nasional (PKN). Pusat Kegiatan Lokal (PKL) diharapkan dapat berfungsi sebagai pusat koleksi dan distribusi lokal di setiap kabupaten dan/atau beberapa kecamatan terdekat. Untuk itu, setiap Pusat Kegiatan Lokal (PKL) akan dilengkapi dengan fasilitas minimum yang perlu ada untuk mendorong berfungsinya Pusat Kegiatan Lokal (PKL). Pembangunan atau peningkatan fasilitas tersebut perlu dilengkapi dengan peningkatan dalam kualitas pelayanan fasilitas sehingga dapat memenuhi kebutuhan penduduk di dalam wilayah pelayanan. Desa pusat produksi diproyeksikan menjadi pusat- pusat perdesaan yang menjadi basis produksi di setiap kawasan andalan. PKL untuk Provinsi Papua Barat ditentukan di kota Terminabuan (Sorong Selatan), Aimas (Kabupaten Sorong), Kaimana, Bintuni Waisai (Raja Ampat), Raisei (Teluk Wondama), Fef (Tambrauw) dan Maybrat dengan fungsi sebagai berikut: Pusat pelayanan wilayah pengembangan yang berfungsi sebagai pusat perdagangan, jasa, perumahan dan permukiman serta industri kecil dengan skala pelayanan satu wilayah pengembangan Sebagai pusat layanan wilayah yang ada disekitarnya Pusat pelayanan pemerintahan lokal yang meliputi pelayanan kegiatan kegiatan sosial, perdagangan dan jasa. Pembangkit kegiatan pada lingkup kabupatennya sekaligus memberikan pelayanan pelayanan kepada wilayah kabupaten tersebut. 4. Pusat Kegiatan Strategis Nasional (PKSN) Kawasan strategis nasional adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting secara nasional terhadap kedaulatan negara, pertahanan dan keamanan negara, ekonomi, sosial, budaya, dan/atau lingkungan, termasuk wilayah yang ditetapkan sebagai warisan dunia. Provinsi papua barat mempunyai dua Pusat Kegiatan Strategis Nasional, yaitu Pulau Fani Kawasan Perbatasan Laut RI sebagai pulau terluar, dan Kawasan Raja Ampat sebagai Kawasan Konservasi Keanekaragaman Hayati.
Laporan Pendahuluan – BAB 2 Hal : 2-3
Pemerintah Provinsi Papua Barat Sekretariat Daerah Biro Perekonomian dan Kerjasama Kajian Pengembangan Promosi Destinasi Wisata di Kabupaten Fakfak dan Kaimana TA. 2019 2.1.1. Rencana Satuan Wilayah Pengembangan Provinsi Papua Barat Struktur ruang wilayah Provinsi Papua Barat disusun menjadi 4 SWP (Satuan Wilayah Pengembangan). Pembagian SWP nantinya juga diikuti dengan pengembangan pusat-pusat hierarki dan penyediaan jaringan infrastruktur terutama transportasi. Dengan demikian akan tercipta keterkaitan antar SWP yang terintegratif di wilayah Provinsi Papua Barat. Pembagian Satuan Wilayah Pengembangan untuk Provinsi Papua Barat adalah sebagai berikut: 1. SWP 1: Kabupaten Manokwari, Kabupaten Teluk Wondama (administrasi, industri, pertanian, perikanan tangkap & budidaya, & kehutanan), pusat Kabupaten Manokwari Satuan wilayah pembangunan 1 meliputi Kabupaten Manokwari dan Kabupaten Teluk Wondama di Provinsi Papua Barat bagian utara. SWP ini memiliki areal laut yang berbatasan dengan Samudera Pasifik dan Kepulauan Biak Numfor (Provinsi Papua). Produksi perikanan tangkap di wilayah SWP 1 ini merupakan salah satu yang tertinggi meski masih di bawah wilayah lain seperti Kota Sorong. Kekayaan peraian Teluk Wondama potensial untuk dikembangkan budidaya laut (teripang, dsb). Wilayah SWP 1 ini juga merupakan salah satu wilayah di Papua Barat yang kaya dengan hutan. Daerah SWP 1 telah memiliki beberapa jenis industri pengolahan. Dari segi unit usaha, jumlah industri yang ada di wilayah ini paling tinggi. Meski demikian, dari jumlah nilai produksi, di bawah wilayah lain seperti Sorong. Hal ini karena jenis industri yang ada di wilayah SWP 1 ini cenderung berupa usaha mikro, kecil, dan menengah. Di Kabupaten Manokwari telah berkembang kawasan pertanian tanaman pangan dan hortikultura dan sangat potensial untuk terus dikembangkan. Komoditas unggulan antara lain padi, kedelai, jagung dan buah-buahan. Saat ini kebutuhan pangan khususnya beras yang diproduksi di Provinsi Papua Barat belum cukup untuk memenuhi kebutuhan sehingga harus diimpor dari luar daerah. Oleh karena itu diupayakan peningkatan produksi tanaman pangan khususnya beras mutlak diperlukan dengan sasaran utama pencapaian swasembada. Di dalam wilayah SWP 1 ini terdapat Manokwari yang ditetapkan sebagai ibukota bagi Provinsi Papua Barat yang merupakan provinsi bentukan baru ini. Untuk itu pengembangan SWP 1 akan diarahkan juga pada fungsi administrasi pemerintahan. Selain itu dengan kecenderungan yang telah ada di wilayah ini, SWP 1 juga diarahkan untuk pengembangan industri berskala kecil, perikanan tangkap dan budidaya, pertanian dan kehutanan. 2. SWP 2 : Kabupaten Sorong dan Kota Sorong, Kabupaten Sorong Selatan, dan Teluk Bintuni (industri pertambangan & penggalian, perkebunan, kehutanan,
pertanian, industri perikanan, perdagangan & jasa), pusat Kota Sorong
Laporan Pendahuluan – BAB 2 Hal : 2-4
Pemerintah Provinsi Papua Barat Sekretariat Daerah Biro Perekonomian dan Kerjasama Kajian Pengembangan Promosi Destinasi Wisata di Kabupaten Fakfak dan Kaimana TA. 2019 Wilayah SWP 2 meliputi Kabupaten Sorong, Kabupaten Sorong Selatan, Kabupaten teluk Bintuni, dan Kota Sorong yang berada di wilayah kepala burung sebelah barat laut dan berhadapan dengan kepulauan Raja Ampat, merupakan wilayah yang relatif terbuka untuk kawasan budidaya. Wilayah Sorong dikenal sebagai areal pertambangan sejak jaman penjajahan Belanda. Pertambangan dan penggalian yang ada di wilayah ini saat ini merupakan penghasil tambang terbesar bagi Papua Barat. Usaha pertambangan banyak tersebar di wilayah kabupaten Sorong dan usaha industri pengolahannya berada di sekitar areal kota Sorong. Hutan di wilayah SWP 2 terutama di Kabupaten Sorong dan Kabupaten Sorong Selatan, serta Kabupaten Teluk Bintuni sangat luas. Selain kehutanan, perkebunan juga cukup menonjol dibandingkan dengan wilayah lain, misalnya dalam komoditi kelapa dan coklat. Wilayah SWP 2 juga memiliki potensi tinggi akan kegiatan pertambangan meski belum dilaksanakan, kebanyakan masih dalam tahap eksplorasi. Meski demikian saat ini, tengah dibangun LNG Tangguh di Teluk Bintuni. Kegiatan pertambangan yang sedang dalam masa konstruksi ini akan mejadi salah satu kegiatan pertambangan paling besar di areal Papua Barat yang memiliki potensi memberikan bagi hasil yang signifikan bagi wilayah ini. Keberadaan Mangrove di Teluk Bintuni yang merupakan bagian wilayah rentan dan harus dilindungi, menjadikan wilayah ini penting dari aspek konservasi. Untuk mencegah aglomerasi di Kabupaten Teluk Bintuni yang dikhawatirkan dapat menurunkan daya dukung lingkungan Kawasan Mangrove Bintuni, maka Pemerintah Papua Barat mengupayakan pengelolan kerjasama antar kabupaten, strategi penyebaran dan pemerataan pertumbuhan di pusat-pusat pertumbuhan. Wilayah SWP 2 ini juga dikenal sebagai pintu gerbang atau simpul transportasi di Provinsi Papua Barat. Kota Sorong merupakan pintu gerbang Papua Barat (PKN). Arus transportasi dari wilayah-wilayah lain (dari arah Indonesia barat) memasuki Papua Barat melalui Kota Sorong. Demikian juga sebaliknya, arus dari Papua Barat ke wilayah-wilayah lain melalui Kota Sorong, sehingga Kota Sorong merupakan penghubung antara Papua Barat dengan provinsi- provinsi lain diseluruh Indonesia dan khususnya dengan wilayah Kawasan Timur Indonesia. Hal ini menjadikan wilayah SWP 2 terutama areal kota Sorong sebagai daerah dengan kegiatan jasa dan perdagangan yang paling menonjol di Papua Barat. Ini tak lepas dari maraknya kegiatan pertambangan di wilayah ini, menjadikan pembangunan sarana perhubungan dilakukan untuk mengangkut hasil tambang ke wilayah lain. Fasilitas pelabuhan baik udara dan laut yang ada di Sorong merupakan yang terbesar. Untuk itu wilayah SWP 2 akan dikembangkan untuk fungsi-fungsi industri, pertambangan dan penggalian, perkebunan, kehutanan, perdagangan dan jasa.
Laporan Pendahuluan – BAB 2 Hal : 2-5
Pemerintah Provinsi Papua Barat Sekretariat Daerah Biro Perekonomian dan Kerjasama Kajian Pengembangan Promosi Destinasi Wisata di Kabupaten Fakfak dan Kaimana TA. 2019
3. SWP 3: Kabupaten Raja Ampat (wilayah konservasi, ekowisata (bahari) dan
pengembangan perikanan tangkap dan budidaya) Wilayah SWP 3 terdiri dari wilayah yang termasuk Kabupaten Raja Ampat. Wilayah ini berupa kepulauan dan terletak di Provinsi Papua Barat paling timur, berbatasan dengan kepulauan Maluku. Kepulauan Raja Ampat merupakan kepulauan yang memiliki bentang lahan laut yang sangat khas, terutama dengan kekayaan terumbu karangnya. Daerah ini memiliki jenis-jenis spesies coral yang sangat bervariasi, dari segi jumlah mencapai 75% dari seluruh jenis spesies coral yang ada di dunia. Hal ini menjadikan wilayah kepulauan Raja Ampat menjadi salah satu wilayah kelautan yang terkaya di dunia. Selain memiliki kekayaan laut dari segi jenis spesies coral, kawasan ini juga kaya akan berbagai jenis ikan. Saat ini, karena kekayaan lautnya ini, mulai datang wisatawan terutama dari luar negeri. Dengan karakternya yang sangat khas maka pengembangan wilayah SWP 3 diarahkan pada fungsi wilayah konservasi dan budidaya ekowisata bahari. Areal dengan kekayaan seperti Raja Ampat, dari segi lingkungan tak hanya krusial bagi wilayah sekitarnya namun juga untuk dunia. Wilayah ini dikembangkan kegiatan ekowisata, juga akan dikembangkan sebagai areal perikanan tangkap namun tetap harus mengingat pada koridor ekologi dan keberlanjutan. 4. SWP 4: Kabupaten Fakfak dan Kabupaten Kaimana (industri, perikanan tangkap, kehutanan), pusat Fakfak SWP 4 terdiri dari wilayah yang termasuk dalam Kabupaten Fakfak, Kota Fakfak, dan Kabupaten Kaimana. Wilayah ini berada di daerah paling selatan dari Provinsi Papua Barat. Wilayah SWP 4 berhadapan langsung dengan areal perairan Laut Arafura. Di wilayah ini juga terdapat Teluk Triton yang memiliki bentang lahan laut khas dan merupakan daerah kelautan yang kaya. Potensi perikanan yang dimiliki wilayah ini pun tergolong tinggi. Produksi beberapa jenis komoditas ikan seperti kakap putih, tenggiri, dan udang windu yang berasal dari wilayah SWP 4 ini merupakan yang tertinggi di Provinsi Papua Barat. Di SWP ini terdapat kawasan yang sejak lama diidentifikasi sebagai kawasan yang potensial untuk pertanian, perkebunan dan peternakan, yakni Bomberay. Dalam RTRWN, Bomberay (Fakfak) termasuk bagian Kawasan Andalan Fakfak dsk. Untuk menunjang pengembangan kawasan ini, Pemda Papua Barat telah mengusulkan pembangunan pelabuhan Kokas yang menjadi pelabuhan feeder bagi Pelabuhan utama di Sorong. Sebagaimana wilayah lain di Papua Barat, wilayah SWP 4 ini juga sama seperti SWP 1, kaya akan hutan. Produksi dari kehutanan di wilayah relatif cukup tinggi. Dengan potensi kelautan dan kehutan yang tinggi dapat mendorong pada potensi tumbuhnya kegiatan industri di wilayah SWP 4 ini. Kegiatan industri akan menjadi forward linkages dari kegiatan perikanan
Laporan Pendahuluan – BAB 2 Hal : 2-6
Pemerintah Provinsi Papua Barat Sekretariat Daerah Biro Perekonomian dan Kerjasama Kajian Pengembangan Promosi Destinasi Wisata di Kabupaten Fakfak dan Kaimana TA. 2019 dan kehutanan yang tumbuh di wilayah ini. Untuk itu maka pengembangan SWP 4 akan diarahkan pada fungsi industri, perikanan, tangkap, dan kehutanan. Pembagian setiap kawasan menjadi satu SWP tertentu dilihat berdasarkan hirarki fungsional yang lebih bersifat horizontal. Hal ini dimaksudkan untuk mengupayakan pengembangan ruang yang terdesentralisasi pada sumberdaya alam setempat serta terciptanya keseimbangan pertumbuhan yang proporsional sehingga mendorong terciptanya satuan ruang yang lebih efisien. Struktur ruang yang terbentuk berdasarkan SWP yang ditentukan akan menjadi acuan dalam penentuan kawasan strategis provinsi, Gambar 2.1. Rencana Struktur Ruang Provinsi Papua Barat
Laporan Pendahuluan – BAB 2 Hal : 2-7
Pemerintah Provinsi Papua Barat Sekretariat Daerah Biro Perekonomian dan Kerjasama Kajian Pengembangan Promosi Destinasi Wisata di Kabupaten Fakfak dan Kaimana TA. 2019 2.2 RENCANA SISTEM JARINGAN PRASARANA PROVINSI PAPUA BARAT Rencana pengembangan infrastruktur wilayah terdiri dari pengembangan infrastruktur jalan dan perhubungan, pengembangan infrastruktur sumberdaya air dan irigasi berbasis DAS, pengembangan infrastruktur energi dan kelistrikan, pengembangan infrastruktur telekomunikasi, pengembangan infrastruktur permukiman. Tujuan pengembangan infrastruktur wilayah provinsi menyediakan infrastruktur wilayah yang mampu mendukung aktivitas ekonomi, sosial dan budaya melalui : 1. Penyediaan infrastruktur jalan dan perhubungan yang handal dan terintegrasi untuk mendukung tumbuhnya pusat-pusat pertumbuhan 2. Penyediaan infrastruktur sumber daya air dan irigasi yang handal berbasis DAS untuk mendukung upaya konservasi dan pendayagunaan sumber daya air serta pengendalian daya rusak air 3. Peningkatan cakupan pelayanan dan kualitas infrastruktur energi dan telekomunikasi 4. Peningkatan penyediaan infrastruktur permukiman. Secara spesifik rencana sistem jaringan prasarana wilayah di Provinsi Papua Barat bertujuan untuk: 1. meningkatkan posisi Papua Barat menjadi kawasan yang lebih kompetitif dan memiliki daya saing dengan wilayah-wilayah lain di NKRI 2. mendukung pemerataan pertumbuhan ekonomi wilayah 3. membuka keterisolasian antar wilayah
2.2.1. Rencana Pengembangan Sistem Transportasi
Pembangunan infrastruktur transportasi mempunyai peran penting dalam pengembangan suatu wilayah serta mendukung pertumbuhan sektor-sektor lain. Ketersediaan aksesibilitas ataupun keterjangkauan pelayanan infrastruktur transportasi dapat lebih mempererat dukungan antar wilayah maupun pemerataan pembangunan antar wilayah. Provinsi Papua Barat merupakan wilayah strategis di bagian Timur Indonesia serta mempunyai potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia yang perlu dikembangkan secara terpadu dan didukung oleh tersedianya pelayanan infrastruktur transportasi yang dapat menjangkau keseluruh wilayah provinsi. Masih terbatasnya ketersediaan pelayanan infrastruktur transportasi di Provinsi Papua Barat merupakan kendala terbesar bagi pembangunan tersebut sehingga diperlukan suatu komitmen dan rencana aksi pembangunan infrastruktur transportasi yang diharapkan mempercepat pembangunan wilayah tersebut secara terpadu. 1. Kebijakan Transportasi Darat a. Mengembangkan jaringan transportasi; b. Membuka akses daerah terisolir;
Laporan Pendahuluan – BAB 2 Hal : 2-8
Pemerintah Provinsi Papua Barat Sekretariat Daerah Biro Perekonomian dan Kerjasama Kajian Pengembangan Promosi Destinasi Wisata di Kabupaten Fakfak dan Kaimana TA. 2019 c. Meningkatkan aksesibitas kawasan andalan; d. Mendukung pemanfaatan potensi clan keunggulan wilayah; e. Mendukung sistem integrasi antarmoda transportasi; f. Meningkatkan keselamatan transportasi; 2. Kebijakan Transportasi Laut, Sungai, Danau, dan Penyebrangan a. Kelancaran koleksi, distribusi dan mobilitas; b. Aksesibilitas antara kawasan andalan dan kawasan sub regional dan kawasan internasional; c. Meningkatkan volume perdagangan melalui pelabuhan-pelabuhan; d. Pengembangan jaringan prasarana pelabuhan laut dengan memperhatikan tatanan kepelabuhanan nasional; e. Pengembangan jaringan lalu-lintas angkutan laut untuk menjangkau kota-kota di sepanjang garis pantai; f. pengembangan keselamatan dan keamanan pelayaran. 3. Kebijakan Transportasi Udara a. Memantapkan, fungsi bandar udara pusat penyebaran di Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat; b. Mendukung pengembangan potensi pariwisata; c. Membuka dan memantapkan jalur internasional; d. Pengembangan jalur selatan yang masih terisolir dan terbatas prasarana jalan dan laut. 4. Rencana pengembangan infrastruktur transportasi darat, laut dan udara adalah: a. Mengembangkan sistem jaringan arteri primer sebagai penghubung antar PKN dan antara PKN dan PKW. b. Mengembangkan jalan kolektor primer sebagai penghubung antar PKW antara PKW dengan PKL. c. Mengembangkan jaringan transportasi laut sebagai penghubung kota-kota sepanjang pantai. d. Mengembangkan jaringan transportasi udara yang berfungsi sebagai penghubung dan pembuka keterisolasian kota-kota di wilayah pedalaman. e. Mengembangkan transportasi terpadu dalam rangka mendukung pengembangan PKN. f. Mengembangkan pelabuhan dan bandar udara untuk mendukung PKN dan PKW. 1. Rencana Transportasi Darat Sistem jaringan transportasi darat di Provinsi Papua Barat terdiri atas jaringan jalan nasional, dan jaringan transportasi sungai, danau, dan penyeberangan. Jaringan jalan nasional terdiri atas jaringan jalan arteri primer, jaringan jalan kolektor primer, dan jaringan jalan strategis nasional. Rencana Jalan
Laporan Pendahuluan – BAB 2 Hal : 2-9
Pemerintah Provinsi Papua Barat Sekretariat Daerah Biro Perekonomian dan Kerjasama Kajian Pengembangan Promosi Destinasi Wisata di Kabupaten Fakfak dan Kaimana TA. 2019 Sistem jaringan jalan primer disusun berdasarkan rencana tata ruang dan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk pengembangan semua wilayah di tingkat nasional, dengan menghubungkan semua simpul jasa distribusi yang berwujud pusat-pusat kegiatan sebagai berikut : a) Menghubungkan antarpusat kegiatan nasional b) Menghubungkan secara menerus PKN, PKW, PKL c) Menghubungkan PKN dan/atau PKW dengan bandar udara pusat penyebaran skala pelayanan primer/sekunder/tersier dan pelabuhan internasional/nasional. Jaringan jalan primer terdiri dari: a) Jalan arteri primer menghubungkan secara berdaya guna antar PKN atau antara PKN dengan PKW dan antar kota yang melayani kawasan berskala besar dan atau cepat berkembang dan atau pelabuhan-pelabuhan utama. b) Jalan kolektor primer menghubungkan secara berdaya guna antar PKW atau antara PKW dengan PKL dan atau kawasan-kawasan berskala kecil dan atau pelabuhan regional dan pelabuhan pengumpan lokal. c) Jalan lokal primer menghubungkan secara berdaya guna PKN dengan PKL, PKW dengan PKL, antar PKL atau PKL dengan pusat kegiatan lingkungan serta antar pusat kegiatan lingkungan. Jaringan jalan kolektor primer dikembangkan untuk melayani dan menghubungkan kota-kota besar pusat kegiatan nasional, antar pusat kegiatan wilayah dan/atau kawasan-kawasan berskala kecil dan/atau pelabuhan pengumpan regional serta pelabuhan pengumpan lokal. Jaringan jalan strategis nasional dikembangkan untuk menghubungkan : a) Antar-PKSN dalam satu kawasan perbatasan negara; b) Antara PKSN dan pusat kegiatan lainnya; c) PKN dan/atau PKW dengan kawasan strategis nasional. Pembangunan transportasi darat di Provinsi Papua Barat diprioritaskan pada: a) Pembangunan prasarana jalan dan fasilitas keselamatan transportasi jalan terkait dengan penanganan 11 (sebelas) ruas jalan strategis yaitu ruas-ruas: Sorong-Klamono-Ayamaru- Maruni, Manokwari-Maruni-Mameh-Bintuni, Sorong-Makbon-Mega, Fakfak-Hurimber- Bomberay; b) Pembangunan fasilitas keselamatan transportasi jalan terkait dengan penanganan ruas-ruas lain dalam rangka membuka isolasi dan pengembangan daerah potensi baru; c) Pengembangan simpul jaringan transportasi jalan untuk terminal penumpang Tipe A, diutamakan pada kota-kota yang berfungsi sebagai Pusat Kegiatan Nasional (PKN) atau kota- kota lain yang memiliki permintaan tinggi untuk pergerakan penumpang antar kota, dan antar provinsi.
Laporan Pendahuluan – BAB 2 Hal : 2-10
Pemerintah Provinsi Papua Barat Sekretariat Daerah Biro Perekonomian dan Kerjasama Kajian Pengembangan Promosi Destinasi Wisata di Kabupaten Fakfak dan Kaimana TA. 2019 Untuk itu rencana jaringan jalan yang dapat diterapkan untuk mendukung struktur ruang wilayah dengan tetap memperhatikan kondisi eksisting fisik di Papua Barat adalah sebagai berikut: (1) Pembangunan Jalan Arteri Primer. (a). Ruas Jalan Teminabuan-Kota Sorong (perbaikan) (b). Ruas Jalan Bintuni-Kota Sorong melalui Teminabuan (c). Ruas Jalan Kota Sorong - Klamono, Kambuaya, Kebar, Mubrani, Prafi, Maruni - Manokwari (perbaikan) (2) Pembangunan Jalan Kolektor Primer (a). Ruas jalan Sorong - Makbon (b). Ruas jalan Kambuaya (Ayamaru) - Teminabuan (c). Ruas jalan Sorong - Seget (d). Ruas jalan Manokwari - Mubrani (e). Ruas jalan Mameh - Bintuni (f). Ruas jalan Fak fak - Hurimber - Kokas (g). Ruas jalan Fak fak - Torea - Werba - Siboru (h). Ruas jalan Hurimber - Baham - Bomberai (i). Ruas Jalan Beraur-Sorong, Salawati-Sorong, Aimas-Sorong (j). Ruas Jalan Prafi-Manokwari, Warmare-Manokwari, Oransbari-Manokwari (k). Perbaikan Ruas Jalan Kaimana-Fakfak, Fakfak Barat-Fakfak (l). Ruas Jalan Rumberpon-Rasiei, Wasior-Resiei, Wamesa-Rasiei (m). Ruas Jalan Bintuni-Babo, Bintuni-Merdey, Moskona Selatan-Bintuni (n). Ruas Jalan Teminabuan-Manokwari (perbaikan) (o). Ruas Jalan Bintuni-Manokwari (melalui Manokwari-Maruni-Mameh-Bintuni) (p). Ruas Jalan Manokwari - Maruni - Granbari - Ransiiki - Mameh Permasalahan yang timbul pada pengembangan transportasi darat adalah adanya kawasan lindung yang terlalui oleh rencana jaringan jalan, hal ini terkait dengan adanya kerentanan kawasan lindung terhadap perkembangan budidaya yang dipicu oleh adanya jaringan jalan. Namun apabila ditinjau secara seksama perkembangan penduduk Papua Barat yang rendah, sehingga pertumbuhan kegiatan yang berada di sepanjang rencana jaringan jalan yang terdapat di kawasan lindung masih akan dapat dikendalikan. Disisi lain pengembangan transportasi darat di Provinsi Papua Barat merupakan hal yang penting untuk membuka keterisolasoian daerah. 2. Rencana Transportasi Sungai, Danau dan Penyeberangan Pembangunan Transportasi Sungai, Danau dan Penyeberangan diprioritaskan pada: a) Mengarahkan pengembangan simpul jaringan penyeberangan lintas provinsi dengan interaksi kuat, meliputi : Sorong-Patani, Sorong-Wahai, Fakfak-Wahai, Sorong-Biak.
Laporan Pendahuluan – BAB 2 Hal : 2-11
Pemerintah Provinsi Papua Barat Sekretariat Daerah Biro Perekonomian dan Kerjasama Kajian Pengembangan Promosi Destinasi Wisata di Kabupaten Fakfak dan Kaimana TA. 2019 b) Mengarahkan pengembangan pelayanan penyeberangan lintas kabupaten/kota dengan interaksi kuat, meliputi : Sorong-Seget, Seget-Mogem, Seget-Taminabuan. A. Rencana Transportasi Laut Pelabuhan Laut Utama diarahkan untuk melayani kegiatan dan alih muat angkutan laut dalam negeri dan internasional dalam jumlah tinggi dan jangkauan pelayanan tinggi. Adapun kriteria pelabuhan utama adalah : 1. Bagian dari prasarana penunjang fungsi pelayanan PKN dalam sistem transportasi antar negara 2. Berfungsi sebagai simpul utama pendukung pengembangan produksi wilayah pengembangan ke pasar internasional 3. Menghubungkan pelabuhan utama ke dan dari pelabuhan luar negeri 4. Menghubungkan antar pelabuhan utama dan antar pelabuhan pengumpul. Pelabuhan utama tersier diarahkan untuk melayani kegiatan dan alih muat angkutan laut nasional dan internasional dalam jumlah menengah dan jangkauan pelayanan menengah. Adapun kriteria pelabuhan utama tersier adalah : 1. Menghubungkan pelabuhan tersier ke dan dari pelabuhan di luar negeri. 2. Menghubungkan antar pelabuhan utama sekunder-tersier atau antar pelabuhan utama tersier- tersier. Pembangunan Transportasi Laut diprioritaskan pada : 1. Pembangunan Pelabuhan Arar di Sorong diarahkan menjadi pelabuhan internasional dengan fungsi sebagai pelabuhan utama sekunder. 2. Pembangunan Pelabuhan Nasional di Manokwari, dan Kaimana dengan fungsi sebagai pelabuhan utama tersier; 3. Rencana pengembangan pelabuhan umum, Rencana transportasi laut di Papua Barat memiliki peranan penting dan untuk itu rencananya adalah sebagai berikut : 1. Rencana peningkatan hubungan dalam skala nasional a. Pengembangan pelabuhan Internasional di Sorong. Mendorong Fungsi Sorong Sebagai PKN. b. Pembangunan Pelabuhan Nasional Manokwari dan Kaimana. Mendorong fungsi kedua wilayah ini sebagai PKW c. Pembangunan dermaga penumpang/barang untuk mendukung simpul penyeberangan lintas provinsi 2. Rencana pengembangan pelabuhan umum, dan pelabuhan khusus. a. Rencana Pelabuhan umum Pembangunan Pelabuhan Arar di Sorong diarahkan menjadi pelabuhan internasional dengan fungsi sebagai pelabuhan utama sekunder.
Laporan Pendahuluan – BAB 2 Hal : 2-12
Pemerintah Provinsi Papua Barat Sekretariat Daerah Biro Perekonomian dan Kerjasama Kajian Pengembangan Promosi Destinasi Wisata di Kabupaten Fakfak dan Kaimana TA. 2019 Pembangunan Pelabuhan Nasional di Manokwari dan Kaimana dengan fungsi sebagai pelabuhan utama tersier b. Rencana pengembangan Pelabuhan umum sebagaimana dimaksud di atas meliputi: Pengembangan Pelabuhan Manokwari yang mempunyai fungsi pelabuhan pengumpan primer dan Oransbari yang mempunyai fungsi pelabuhan pengumpan sekunder Pelabuhan Waisior dan Windesi di Kabupaten Teluk Wondama yang mempunyai fungsi pelabuhan pengumpan sekunder, Pelabuhan Sorong yang mempunyai fungsi pelabuhan pengumpan primer, sedangkan pelabuhan Fatanlap, Klamono, Makbon, Mega, Seget, Sele, Susunu, Salawati, Sailolof, Muarana mempunyai fungsi pelabuhan pengumpan sekunder di Sorong, Bomberay yang mempunyai fungsi pelabuhan pengumpan primer, sedangkan Fakfak, Kokas, P.Adi, Karas, Adijaya di Fakfak mempunyai fungsi pelabuhan pengumpan sekunder. Pelabuhan Kaimana yang mempunyai fungsi pelabuhan pengumpan primer, sedangkan Kalobo, Kangka, Kasim dan Etna mempunyai fungsi pelabuhan pengumpan sekunder di Kaimana, Kabare, Saonek, Saokorem di Raja Ampat dengan fungsi sebagai pelabuhan pengumpan sekunder, Pelabuhan1 Teminabuan yang mempunyai fungsi pelabuhan pengumpan primer, Waigama, Inanwatan di Kabupaten Sorong Selatan, Babo, Bintuni di Kabupaten Teluk Bintuni yang mempunyai fungsi pelabuhan pengumpan sekunder c. Transportasi laut sebagai pendukung sistem kota-kota dalam struktur ruang wilayah. Pembangunan dermaga/pelabuhan lokal di distrik padat permukiman dan atau kepulauan terpencil di Kabupaten Raja Ampat. Antara lain: Misool, Misool Timur Selatan, Waigeo Barat. d. Selain pengaturan pada tatanan kepelabuhan, jaringan transportasi laut juga mengatur hal- hal yang terkait dengan alur lintas penyeberangan. Berdasarkan Pasal 24 ayat 3, disebutkan bahwa lintas penyeberangan terdiri dari : lintas penyeberangan antar provinsi yang menghubungkan antarjaringan jalan nasional dan antarjaringan jalur kereta api antarprovinsi; lintas penyeberangan antar negara yang menghubungkan antarjaringan jalan pada kawasan perbatasan; lintas penyeberangan lintas kabupaten/kota yang menghubungkan antarjaringan jalan provinsi dan jaringan jalur kereta api dalam provinsi; dan lintas pelabuhan penyeberangan dalam kabupaten/kota yang menghubungkan antarjaringan jalan kabupaten/kota dan jaringan jalur kereta api dalam kabupaten/kota. Lintas penyeberangan tersebut membentuk jaringan penyeberangan sabuk utara, sabuk tengah, sabuk selatan, dan penghubung sabuk dalam wilayah nasional. Wilayah Provinsi Papua
Laporan Pendahuluan – BAB 2 Hal : 2-13
Pemerintah Provinsi Papua Barat Sekretariat Daerah Biro Perekonomian dan Kerjasama Kajian Pengembangan Promosi Destinasi Wisata di Kabupaten Fakfak dan Kaimana TA. 2019 Barat terrmasuk kedalam lintas penyeberangan sabuk utara yang merupakan lintas penyeberangan antarprovinsi dan terdiri dari lintas Bitung-Ternate-Patani-Sorong, Manokwari-Biak-Jayapura. Untuk lintasan antar kabupaten/kota di Provinsi Papua Barat pada saat ini sudah terlayani dengan baik, namun perlu adanya penambahan frekuensi lintas antar kabupaten/kota tersebut agar terjadi peningkatan pelayanan mengingat perhubungan laut merupakan alernatif yang paling memungkinkan apabila terjadi kerusakan pada trasnportasi darat dan pengembamngan transportasi udara yang belum memadai. 3. Rencana Transportasi Udara Pembangunan Transportasi Udara diprioritaskan pada: 1. Bandar udara pusat penyebaran dengan skala pelayanan tersier untuk pengembangan wilayah dengan prioritas tinggi di Rendani-Manokwari, dan Domine Eduard Osok-Sorong; 2. Bandar udara pusat penyebaran dengan skala pelayanan tersier untuk pengembangan wilayah dengan prioritas sedang di Waisai; 3. Bandar udara bukan pusat penyebaran untuk pengembangan wilayah dengan prioritas sedang di Torea-Fakfak, Utarom, Bintuni, Wasior, Babo, Anggi, Kebar, Ransiki, Inanwatan, Teminabuan, Ayawasi, Kambuaya (Ayamaru), Werur. Pembangunan fasilitas transportasi udara akan dilakukan di setiap wilayah di Papua Barat dengan perincian sebagai berikut: 1. Pembangunan lapangan udara bukan pusat penyebaran untuk pengembangan wilayah dengan prioritas sedang: Torea-Fakfak, Bintuni, Wasior, Babo, Anggi, Kebar, Ransiki, Inanwatan, Teminabuan, Ayawasi, Ayamaru (Kambuaya) 2. Pembangunan lapangan udara perintis untuk angkutan kepulauan: wilayah Raja Ampat, Wilayah Teluk Wondama
2.2.2. Sistem Jaringan Energi dan Kelistrikan Provinsi Papua Barat
Arahan pengembangan sistem prasarana energi diarahkan untuk : 1. Meningkatkan ketersediaan energi/listrik untuk mendukung kegiatan permukiman dan sistem aktivitas pada sentra-sentra produksi melalui kebijakan pengembangan prasarana listrik/energi. 2. Mengembangkan sumber-sumber energi baru guna mengantisipasi sulitnya pemenuhan energi listrik (krisis listrik) di masa depan akibat kenaikan bahan bakar minyak. Sumber energi yang potensial dan sesuai dengan karakteristik wilayah Provinsi Papua Barat yang tersebar dan tidak kompak adalah batubara, tenaga air (pembangkit listrik mikro hidro), gelombang, nuklir, energy matahari, biofuel, dan biodiesel. 3. Memberikan peluang dengan menyediakan perangkat insentif yang dapat menarik investor/swasta untuk membangun sumber energi baru dengan tetap menjaga kelestarian lingkungan.
Laporan Pendahuluan – BAB 2 Hal : 2-14
Pemerintah Provinsi Papua Barat Sekretariat Daerah Biro Perekonomian dan Kerjasama Kajian Pengembangan Promosi Destinasi Wisata di Kabupaten Fakfak dan Kaimana TA. 2019 4. Memberikan peluang dan insentif kepada swadaya masyarakat untuk membangun pembangkit- pembangkit listrik skala kecil misalnya dengan pemanfaatan sumber tenaga air, sumber tenaga matahari, ombak dan sebagainya. Arahan pengembangan system energi terutama listrik diarahkan sesuai dengan kebutuhan pengembangannya, dalan sistem pengembangan energi listrik nasional untuk Provinsi Papua Barat terdiri dari jaringan transmisi tenaga listrik 150 KV yang melintas di Kota Sorong, Kabupaten Sorong, Kabupaten Maokwari, serta Kabupaten Fakfak. Gambar 2.2. Arahan Pengembangan Transportasi Darat Provinsi Papua Barat
Gambar 2.3. Arahan Pengembangan Transportasi Laut Provinsi Papua Barat
Laporan Pendahuluan – BAB 2 Hal : 2-15
Pemerintah Provinsi Papua Barat Sekretariat Daerah Biro Perekonomian dan Kerjasama Kajian Pengembangan Promosi Destinasi Wisata di Kabupaten Fakfak dan Kaimana TA. 2019
Gambar 2.4. Rencana Jaringan Transportasi Udara
2.2.3. Sistem Prasarana Telekomunikasi Provinsi Papua Barat
Pengembangan infrastruktur telekomunikasi ditujukan untuk membuka akses wilayah-wilayah yang belum terjangkau dan terlayani oleh jaringan telekomunikasi. Adapun arahan pengembangan sistem prasarana telekomunikasi di Provinsi Barat sebagai berikut : 1. Mempertahankan dan memelihara jaringan telekomunikasi melalui integrasi dengan sistem komunikasi lain dan dengan sistem permukiman. 2. Mengembangkan jaringan komunikasi dengan cara : a. Mengembangkan prasarana dan sarana telekomunikasi untuk meningkatkan keterkaitan antar wilayah di Provinsi Papua Barat b. Mengembangkan jaringan telekomunikasi sampai ke desa-desa terutama Desa Pusat Pertumbuhan (DPP) dalam rangka meningkatkan keterkaitan kota-desa. 3. Mengembangkan jaringan telekomunikasi untuk mendukung pengembangan kota-kota dan kawasan-kawasan prioritas. a. Pengembangan sistem jaringan telekomunikasi untuk melayani PKN, PKW, PKSN, PKL dan kawasan strategis di Provinsi Papua Barat untuk meningkatkan kemudahan pelayanan telekomunikasi bagi dunia usaha dan masyarakat. b. Pengembangan sistem jaringan telekomunikasi pada kawasan yang tersebar dan terpencil baik di dataran maupun pulau-pulau kecil di Provinsi Papua Barat, sehingga komunikasi tetap berjalan, utamanya pada kawasan perbatasan dan kawasan prioritas. c. Memanfaatkan kemajuan teknologi informasi dan satelit dalam mendorong pengembangan sistem prasarana telekomunikasi. d. Pengembangan sistem jaringan telekomunikasi untuk mengantisipasi terjadinya bencana alam.
Laporan Pendahuluan – BAB 2 Hal : 2-16
Pemerintah Provinsi Papua Barat Sekretariat Daerah Biro Perekonomian dan Kerjasama Kajian Pengembangan Promosi Destinasi Wisata di Kabupaten Fakfak dan Kaimana TA. 2019 Secara umum rencana penembangan sistem telekomunikasi untuk Provinsi Papua Barat diterapkan dengan jaringan mikro digital yang melintasi seluruh Kabupaten/Kota di Provinsi Papua Barat. A. Sistem Prasarana Permukiman dan Pengelolaan Lingkungan Provinsi Papua Barat Rencana pengembangan permukiman adalah penyediaan sarana prasarana yang dapat memenuhi kebutuhan sesuai dengan standar minimum pelayanan yang ada dengan skala pelayanan lintas wilayah kabupaten/kota. Terdapat beberapa arahan pengembangan wilayah yang akan secara langsung ataupun tidak langsung akan berpengaruh pada pengembangan permukiman. Pada wilayah dimana pengembangan perkotaan menjadi bagian utama (PKN), rencana lebih dikonsentrasikan pada penanganan perumahan perkotaan dan pedesaan, air bersih dan pengelolaan persampahan untuk mendukung peran dan fungsi sistem perkotaan tersebut. Adapun arahan pengembangan sistem prasarana pengelolaan lingkungan di Provinsi Barat sebagai berikut : 1. Meningkatkan prasarana pengelolaan lingkungan untuk mendukung kegiatan permukiman dan sistem aktivitas pada sentra-sentra produksi melalui kebijakan pengembangan prasarana lingkungan. 2. Mengembangkan prasarana lingkungan dengan cara : a. Pengembangan TPA untuk melayani kota besar seperti Sorong dan Manokwari b. Pengelolaan limbah rumah tangga dengan sistem terpadu c. Pengelolaan limbah industri dan pertambangan dengan memperhatikan kualitas lingkungan d. Pengembangan sistem drainase konvensional dan ekodrainase dengan pertimbangan kondisi tanah dan topografi. 3. Pengembangan pengawasan terhadap pengelolaan limbah industri dan pertambangan. 4. Penegakan hukum yang tegas bagi pengelolaan limbah industri dan pertambangan yang tidak sesuai dengan standar dan ketentuan yang berlaku. B. Sistem Prasarana Sumber Daya Air dan Irigasi/Pengairan Provinsi Papua Barat Rencana pengembangan prasarana sumber daya air dan irigasi dilaksanakan dalam Wilayah Sungai (WS) dan Daerah Aliran Sungai (DAS) di Provinsi Papua Barat. Pengembangan sistem prasarana pengairan diarahkan untuk : 1. Meningkatkan ketersediaan air baku yang dapat dimanfaatkan oleh berbagai sektor untuk seluruh wilayah melalui pembangunan waduk-waduk pada kawasan yang secara hidrologis, geologis, dan topografis memungkinkan. Secara khusus, dalam jangka pendek sektor-sektor yang mendapat prioritas dalam pelayanan prasarana pengairan adalah sektor perdesaan untuk mendukung kegiatan kegiatan pertanian dan pertambangan dan sektor perkotaan untuk mendukung kegiatan industri pengolahan.
Laporan Pendahuluan – BAB 2 Hal : 2-17
Pemerintah Provinsi Papua Barat Sekretariat Daerah Biro Perekonomian dan Kerjasama Kajian Pengembangan Promosi Destinasi Wisata di Kabupaten Fakfak dan Kaimana TA. 2019 2. Pembangunan waduk-waduk diarahkan untuk fungsi konservasi ekosistem, pengendalian banjir, serta untuk menyuplai ke kawasan-kawasan strategis terdekat seperti daerah kawasan industri, kawasan budidaya pertanian unggulan, kawasan pertambangan dan kota-kota pusat kegiatan. 3. Pengamanan daerah dataran tengah yang juga merupakan daerah potensial air bawah tanah serta daerah aliran sungai utama melalui langkah-langkah pelestarian kawasan, pengamanan kawasan penyangga, pelestarian dan pengamanan sumberdaya air, pencegahan erosi, dan pencegahan pencemaran air.
2.3 Pola Ruang Wilayah Provinsi Papua Barat
2.3.1. Pola Ruang Kawasan Lindung Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya di Provinsi Papua Barat terdiri dari Hutan Lindung, Kawasan Resapan Air, dan Kawasan Bergambut 1. Hutan Lindung Kawasan hutan lindung merupakan kawasan hutan yang karena keadaan sifatnya diperuntukan guna pengaturan tata air, pencegahan bencana banjir dan erosi serta pemeliharaan kesuburan tanah. Luas kawasan hutan lindung di Provinsi Papua Barat sampai 2028 adalah sekitar 22.323,08 Km 2. Kawasan-kawasan yang telah ditetapkan sebagai kawasan hutan lindung di Provinsi Papua Barat tersebar di Kabupaten Manokwari, Kota Sorong, Kabupaten Sorong, Kabupaten Raja Ampat, Kabupaten Sorong Selatan, Kabupaten Teluk Bintuni, Kabupaten Fakfak, Kabupaten Kaimana, dan Kabupaten Teluk Wondama. Dalam rangka mengendalikan dengan areal peruntukan pada kawasan hutan lindung dikenakan ketentuan: Inventarisasi dan pemetaan partisipatif kawasan hutan lindung di Provinsi Papua Barat Pemaduserasian Tata Ruang Wilayah dan Tata Guna Hutan Optimalisasi Pengelolaan Kawasan Konservasi melalui Studi kelayakan katagori kawasan konservasi, pengusulan perubahan kategori kawasan konservasi sesuai hasil studi, pengusulan Penetapan kategori kawasan konservasi baru bila diperlukan sesuai hasil studi, restrukturisasi Unit Pelaksana Teknis Pengelola kawasan sesuai hasil rasionalisasi katagori kawasan Mengefektifkan kegiatan reboisasi pada hutan lindung dan kawasan konservasi dalam skema program dan anggaran pengelola kawasan Penyusunan sistem informasi kehutanan untuk mengetahui potensi dan masalah di kawasan lindung Tidak diijinkan melakukan pemanfaatan ruang yang mengubah bentang alam, mengganggu kesuburan dan keawetan tanah, fungsi hidro-orologis serta kelestarian flora dan fauna.
Laporan Pendahuluan – BAB 2 Hal : 2-18
Pemerintah Provinsi Papua Barat Sekretariat Daerah Biro Perekonomian dan Kerjasama Kajian Pengembangan Promosi Destinasi Wisata di Kabupaten Fakfak dan Kaimana TA. 2019 Pemanfaatan diijinkan apabila dilakukan kepentingan ilmu pengetahuan, penyelidikan serta bagi kepentingan nasional dan hajat hidup orang banyak serta dapat menjaga keaslian bentang alam, kesuburan dan keawetan tanah, fungsi hidrologis, serta kelestarian flora dan fauna. 2. Kawasan Resapan Air Resapan air dibuat untuk memasukkan kembali air yang diambil dari dalam tanah sehingga keseimbangan air tanah dapat dipertahankan. Dengan adanya kawasan resapan air selain dapat mempertahankan keseimbangan air tanah juga berguna untuk mencegah bencana alam seperti banjir dan longsor,. Resapan air pun berguna untuk tumbuh-tumbuhan yang berada disekitar lokasi resapan air sehingga pada musim kemarau tumbuhan tersebut tidak kekurangan air. Di Provinsi Papua Barat, kawasan Resapan Air tersebar di seluruh kabupaten/kota di provinsi Papua Barat yaitu Kabupaten Manokwari, Kota Sorong, Kabupaten Sorong, Kabupaten Raja Ampat, Kabupaten Sorong Selatan, Kabupaten Teluk Bintuni, Kabupaten Fakfak, Kabupaten Kaimana, dan Kabupaten Teluk Wondama dengan luas sekitar 1.981.762,00 Ha. Ketentuan dalam pengelolaan kawasan resapan air di Provinsi Papua Barat dilakukan sebagai berikut: Restrukturisasi Unit Pelaksana Teknis Pengelola Kawasan sesuai hasil rasionalisasi katagori kawasan Pembatasan pembangunan pada kawasan resapan air Tidak diijinkan melakukan pemanfaatan ruang yang mengubah bentang alam, mengganggu kesuburan dan keawetan tanah, dan fungsi hidro-orologis. Pemanfaatan diijinkan apabila dilakukan kepentingan ilmu pengetahuan, penyelidikan serta bagi kepentingan nasional dan hajat hidup orang banyak serta dapat menjaga keaslian bentang alam, kesuburan dan keawetan tanah, fungsi hidrologis, serta kelestarian flora dan fauna. Pengembangan resapan air untuk kawasan perkotaan 3. Kawasan Bergambut Kawasan bergambut mempunyai potensi yang sangat besar dalam menyimpan karbon (carbon storage) maupun menyerap karbon (carbon sink), yakni dalam bentuk biomassa vegetasi atau tegakan hutan dan pada kandungan bahan organik pembentuk tanah gambut itu sendiri. Pohon-pohon dan tanah gambut dapat menyerap gas karbon dioksida (CO2) akibat penggunaan bahan-bahan seperti bensin, minyak dan batu bara yang dihasilkan oleh negara-negara industri dan melalui proses fotosintesis dapat dirubah menjadi oksigen (O2) yang dibutuhkan setiap makhluk hidup di dunia. Gambut hanya mungkin terbentuk apabila terdapat limpahan biomass atau vegetasi pada suatu kawasan yang mengalami hambatan dalam proses dekomposisinya. Faktor penghambat utama tersebut adalah genangan air sepanjang tahun atau kondisi rawa. Dalam konteks yang demikian, hutan sebagai penghasil limpahan biomass, yang terdapat di Provinsi Papua Barat, khususnya pada areal-areal
Laporan Pendahuluan – BAB 2 Hal : 2-19
Pemerintah Provinsi Papua Barat Sekretariat Daerah Biro Perekonomian dan Kerjasama Kajian Pengembangan Promosi Destinasi Wisata di Kabupaten Fakfak dan Kaimana TA. 2019 yang selalu tergenang air adalah merupakan kawasan potensial terbentuknya gambut. Tetapi sebaliknya, tidak semua areal hutan dapat membentuk lahan-lahan bergambut. Gambut dapat pula digambarkan sebagai “bentuk semu dari tanah” yang tidak lain merupakan suatu lapisan di bagian atas permukaan tanah atau batuan induk, hasil dari proses dekomposisi bahan- bahan organik (biomass) dalam 3 (tiga) tingkatannya yakni fibrik (kasar), hemik (medium) dan saprik (halus). Rencana Kawasan Bergambut di Provinsi Papua Barat terletak di Kabupaten Teluk Bintuni dan Sorong Selatan dengan luas sekitar 574.996 Ha. Adapun arahan pengelolaan kawasan bergambut di Provinsi Papua Barat dijelaskan sebagai berikut: Melakukan program diversifikasi dan inovasi dalam memanfaatkan potensi-potensi yang dikandung dari sumber daya kawasan bergambut. Pengelolaan kawasan bergambut berbasiskan pertisipasi masyarakat dalam meningkatkan perekonomian sekaligus memelihara kawasan bergambut sebagai kawasan lindung. Tidak diijinkan melakukan pemanfaatan ruang yang mengubah bentang alam, mengganggu kesuburan dan keawetan tanah, dan fungsi hidro-orologis. Pemanfaatan diijinkan apabila dilakukan kepentingan ilmu pengetahuan, penyelidikan serta bagi kepentingan nasional dan hajat hidup orang banyak serta dapat menjaga keaslian bentang alam, kesuburan dan keawetan tanah, fungsi hidrologis, serta kelestarian flora dan fauna. 4. Kawasan Perlindungan Setempat Arahan Pengelolaan Kawasan Perlindungan Setempat untuk Provinsi Papua Barat adalah sebagai berikut: 1. Kawasan Sekitar Mata Air Mata air adalah air tanah yang secara alami muncul karena adanya hubungan antara akuifer dengan permukaan tanah. Hubungan tersebut bisa berupa rekahan saluran pelarutan atau pemotongan topografi. Mata air berdebit besar umumnya muncul karena adanya rekahan dan sering terjadi pada batuan vulkanik muda. Penentuan kawasan perlindungan sekitar mata air ditetapkan dalam RTRW masing-masing kabupaten/kota disesuaikan dengan lokasi, volume dan fungsi utama. Perlindungan di sekitar mata air ini dimaksudkan melindungi secara langsung dari gangguan khususnya aktifitas manusia yang berakibat menurunnya kualitas mata air. Perlindungan setempat ini difokuskan kepada badan air dari mata air, perlindungan daerah tangkapan mata air atau recharge area ditekankan dalam perlindungan kawasan resapan air. Untuk perlindungan setempat kawasan sekitar mata air ditetapkan minimal radius 200 meter dari mata air. Kawasan dengan radius 15 meter dari mata air harus bebas dari bangunan kecuali bangunan penyaluran air. 2. Kawasan Sekitar Waduk/Danau
Laporan Pendahuluan – BAB 2 Hal : 2-20
Pemerintah Provinsi Papua Barat Sekretariat Daerah Biro Perekonomian dan Kerjasama Kajian Pengembangan Promosi Destinasi Wisata di Kabupaten Fakfak dan Kaimana TA. 2019 Waduk atau danau sangat banyak terdapat di Papua Barat. Sebagain besar waduk sudah dimanfaatkan baik untuk sumber air irigasi, sumber air bersih, pembangkit tenaga listrik serta pariwisata. Mengingat berbagai kepentingan dalam pemanfaatan waduk/danau maka perlu dipertegas batas lapangan kawasan perlindungan. Maka bila ada aktifitas lain di luar fungsi tersebut harus berada di luar batas sempadan kawasan waduk/danau. Luas kawasan penyangga untuk waduk/danau ditetapkan secara teknis oleh instansi yang berwenang dan ditetapkan lebih lanjut dalam rencana tata ruang masing-masing kabupaten/kota. 3. Sempadan Sungai Penentuan kawasan sempadan sungai bagi perlindungan DAS ditentukan berdasarkan Permen PU No. 63 Tahun 1993 yaitu sekurang-kurangnya 100 meter di kiri kanan sungai besar, dan 50 meter di kiri kanan anak sungai yang berada di luar permukiman. Batas kawasan ini ditetapkan lebih lanjut dalam rencana tata ruang kabupaten kota khususunya sungai yang melewati perkotaan yang didominasi permukiman padat. Bantaran sungai harus bebas dari bangunan kecuali untuk bangunan inspeksi. Pemanfaatan sempadan sungai, adalah sebagai berikut: a. Pengelolaan zona pemanfaatan DAS dilakukan dengan membagi tipologi DAS. Berdasarkan tipologinya, DAS terbagi menjadi daerah hulu sungai, daerah sepanjang aliran sungai, daerah irigasi, daerah perkotaan dan industri, serta daerah muara sungai dan pantai. b. Arahan kegiatan daerah hulu sungai : Pengaturan erositas dan pemeliharaan hutan. Pengaturan tanah perkebunan. Pengaturan tanah pertanian. c. Arahan kegiatan daerah sepanjang aliran sungai Pengembangan irigasi. Pengembangan navigasi dan transportasi air. Pengembangan drainase. Pembangunan sarana dan prasarana pengembangan sumber daya air (pengendalian banjir, pengendalian sedimen, pengembangan suplai air bersih perkotaan, pencegahan pencemaran, peningkatan kualitas air baku). d. Arahan kegiatan muara sungai/pantai: Pengembangan perikanan/tambak/perikanan darat Pengembangan pariwisata dengan tetap memperhatikan aspek ekologis. e. Pengembangan pelabuhan. 4. Sempadan Pantai
Laporan Pendahuluan – BAB 2 Hal : 2-21
Pemerintah Provinsi Papua Barat Sekretariat Daerah Biro Perekonomian dan Kerjasama Kajian Pengembangan Promosi Destinasi Wisata di Kabupaten Fakfak dan Kaimana TA. 2019 Penetapan sempadan pantai didasarkan pada PP No 29 tahun 1986 mengenai Kriteria Penetapan Kawasan Lindung adalah daerah sepanjang tepian yang lebarnya proporsional dengan bentuk dan kondisi fisik pantai minimal 100 meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat. Penetapan sempadan pantai ini ditekankan kepada pertimbangan karakteristik pantai. Untuk pantai dengan karakteristik pantai yang cukup landai cenderung memiliki abrasi yang cukup tinggi. Untuk itu penentuan besarnya sempadannya harus ditetapkan berdasarkan kerentanan tersebut. Diperlukan upaya penanaman mangrove di wilayah pantai tersebut untuk meminimalkan abrasi pantai dan mencegah intrusi air laut ke daratan. Untuk pantai yang merupakan daerah rawan tsunami penetapan sempadan pantai ditekankan pada penetapan zona bahaya tsunami berdasarkan pengalaman sebelumnya. Daerah bahaya I ditetapkan sejauh 3500 meter dari garis pasang tertinggi ke arah darat. Permukiman tidak diijinkan berada pada zona ini. Zona bahaya 1 ini dibagi manjadi beberapa zona yang berfungsi mengurangi kecepatan dan ketinggian gelombang. Zona ini terdiri dari : 1. Zona mangrove. 2. Zona perikanan darat/tambak. 3. Zona perkebunan. Untuk pulau-pulau kecil sempadan pantai untuk kepulauan ditetapkan 130 x perbedaan pasang tertinggi dan surut terendah berdasarkan pertimbangan perlindungan ekosistem pesisir/coastal ekosistem. Ekosistem pesisir khusus di pulau-pulau kecil memiliki kekhasan, peran dan fungsi yang penting sehingga diperlukan upaya perlindungan. Selain itu ekosistem pulau-pulau kecil memiliki peran dan fungsi sebagai berikut: 1. Pengatur iklim global. 2. Siklus hidrologi dan biogeokimia. 3. Penyerap limbah. 4. Sumber plasma nutfah dan sistem penunjang kehidupan di daratan. Selain fungsi ekologis, pulau-pulau kecil mempunyai manfaat ekonomi bagi manusia, antara lain menyediakan jasa-jasa lingkungan (alam) berupa pemanfaatan lingkungan alam yang indah dan nyaman dalam bentuk kegiatan pariwisata laut, kegiatan budidaya (ikan, udang, rumput laut) yang dapat bermanfaat bagi peningkatan pendapatan atau mata pencaharian penduduk setempat, serta potensi sumberdaya hayati yang memiliki keanekaragaman yang tinggi dan bernilai ekonomis, seperti berbagai jenis ikan, udang, kerang yang kesemuanya dapat dimanfaatkan bagi kepentingan kesejahteraan masyarakat. 5. Sempadan Sungai di Kawasan Permukiman Sempadan sungai sering juga disebut dengan bantaran sungai. Tapi, sebenarnya ada sedikit perbedaan, karena bantaran sungai adalah daerah pinggir sungai yang tergenangi air saat banjir (flood plain) dan bantaran sungai bisa juga disebut bantaran banjir. Sedang sempadan sungai
Laporan Pendahuluan – BAB 2 Hal : 2-22
Pemerintah Provinsi Papua Barat Sekretariat Daerah Biro Perekonomian dan Kerjasama Kajian Pengembangan Promosi Destinasi Wisata di Kabupaten Fakfak dan Kaimana TA. 2019 adalah daerah bantaran banjir ditambah lebar longsoran tebing sungai (sliding) yang mungkin terjadi, lebar bantaran ekologis, dan lebar keamanan yang diperlukan terkait dengan letak sungai dengan areal permukiman. Sempadan sungai (terutama di daerah bantaran banjir) merupakan daerah ekologi dan sekaligus hidrolis sungai yang maha penting. Sempadan sungai tidak dapat dipisahkan dengan badan sungainya (alur sungai) karena secara hidrolis dan ekologis merupakan satu kesatuan. Secara hidrolis sempadan sungai merupakan daerah bantaran banjir yang berfungsi memberikan kemungkinan luapan air banjir ke samping kanan kiri sungai sehingga kecepatan air ke hilir dapat dikurangi, energi air dapat diredam di sepanjang sungai, serta erosi tebing dan erosi dasar sungai dapat dikurangi secara simultan. Di samping itu, sempadan sungai merupakan daerah tata air sungai yang padanya terdapat mekanisme inflow ke sungai dan outflow ke air tanah. Poses inflow outflow tersebut merupakan proses konservasi hidrolis sungai dan air tanah pada umumnya. Secara ekologis sempadan sungai merupakan habitat di mana komponen ekologi sungai berkembang. Dengan ekosistem sempadan sungai yang subur, maka sistem konservasi air di sepanjang sungai dapat terjaga. Lebih jauh, komponen vegetasi sungai secara hidrolis berfungsi sebagai retensi alamiah sungai. Dengan demikian, air sungai dapat secara proposional dihambat lajunya ke hilir. Dampaknya adalah dapat mengurangi banjir dan erosi di sepanjang sungai. Jika sistem ekologi dan hidrolis sempadan sungai ini terganggu-misalnya dengan adanya bangunan di atasnya, proyek pentalutan sungai, pelurudan, dan sudetan yang mengubah areal sempadan, serta adanya penanggulan, maka fungsi ekologis dan hidrolis sempadan sungai yang sangat vital tersebut akan rusak total. Kawasan perlindungan setempat sempadan sungai di kawasan permukiman berupa sempadan sungai ditetapkan sekurang-kurangnya 10 meter. 6. Sempadan Hutan Bakau/Mangrove kawasan perlindungan mangrove adalah kawasan tempat tumbuhnya tanaman mangrove di wilayah pesisir/laut yang berfungsi untuk melindungi habitat, ekosistem, dan aneka biota laut, melindungi pantai dari sedimentasi, abrasi dan proses akresi (pertambahan pantai) dan mencegah terjadinya pencemaran pantai. Kawasan Perlindungan Setempat (KPS) sempadan pantai berhutan bakau minimal 130 kali rata- rata perbedaan air pasang tertinggi dan terendah tahunan diukur dari garis air surut terendah kearah darat yang merupakan habitat hutan bakau/mangrove. Adapun kawasan perlindungan hutan bakau/ mangrove meliputi sepanjang pantai di Provinsi Papua Barat termasuk kepulauan. 7. Kawasan Terbuka Hijau Kawasan lindung untuk ruang terbuka hijau kota adalah termasuk didalamnya hutan kota, meliputi kawasan permukiman industri, tepi sungai, pantai dan jalan dikawasan perkotaan untuk
Laporan Pendahuluan – BAB 2 Hal : 2-23
Pemerintah Provinsi Papua Barat Sekretariat Daerah Biro Perekonomian dan Kerjasama Kajian Pengembangan Promosi Destinasi Wisata di Kabupaten Fakfak dan Kaimana TA. 2019 meningkatkan nilai estetika lingkungan perkotaan dan kenyamanan kehidupan. Hutan yang terletak didalam wilayah perkotaan atau sekitar kota memiliki luas hutan minimal 0,25 hektar 5. Kawasan Suaka Alam, Pelestarian Alam, dan Cagar Budaya Kawasan suaka alam merupakan kawasan yang karena keadaan alamnya mempunyai kekhasan tumbuhan satwa dan ekosistimnya atau ekosistem tertentu yang perlu dilindungi dan perkembangannya berlangsung secara alami. Kawasan cagar alam dikembangkan dalam rangka mencapai tujuan sebagai berikut: 1. Menjaga ekosistem hutan dan segala isinya 2. Memberikan kenyamanan bagi penduduk setempat dan pengunjung Cagar alam Berdasarkan pertimbangan tersebut, maka rencana pemanfaatan ruang kawasan suaka alam di Provinsi Papua Barat terletak di Kabupaten Manokwari, Kabupaten Sorong, Kabupaten Raja Ampat, Kabupaten Sorong Selatan, Kabupaten Teluk Bintuni, Kabupaten Fakfak, Kabupaten Kaimana, dam Kabupaten Teluk Wondama. Kawasan lindung di Provinsi Papua Barat yang memiliki nilai strategis kabupaten : Cagar Alam Pulau Waegeo Barat, Cagar Alam Wekwek Kwoor, Taman Nasional laut Cenderawasih, Cagar Alam Pantai Sausapor, Suaka Margasatwa Sabuda Tataruga, Suaka Margasatwa Mubrani Kairomi, Taman Wisata Alam Sorong, Taman Wisata Alam Gunung Meja, Taman Wisata Sungai Sausiran. Kawasan lindung nasional, terdiri dari kawasan suaka alam nasional, yaitu: Suaka alam laut Kaimana, Suaka Margasatwa Tanjung Mubrani-Sidei-Wibain I-dan Wibain II, Suaka margasatwa Pulau Venu, Cagar Alam Piulau Waigeo Barat, Cagar Alam Pulau Batanta Barat, Cagar Alam Pegunungan Arfak, Cagar Alam Salawati Utara, Cagar Alam Biak Utara, Cagar Alam Tamarau Selatan, Cagar Alam Pulau Supriori, Cagar Alam Pegunungan Wondiboy, Cagar Alam Pulau Waigeo Timur, Cagar Alam Pulau Misool, Cagar Alam Pulau Kofiau, Cagar Alam Pegunungan Wayland, Cagar Alam Teluk Bintuni, Cagar Alam Pegunungan Fakfak, Cagar Alam Pegunungan Kumawa, Cagar Alam Tamrau Utara, Cagar Alam Tanjung Wiay, Cagar Alam Wagura Kote, Taman Wisata Alam Beriat, dan Taman Wisata Alam Klamono. Luas keseluruhan cagar alam di Provinsi Papua Barat sekitar 335,31 km2. Pelestarian kawasan suaka alam merupakan komponen yang penting dalam lingkup tata ruang, sehingga pengelolaannya (pengawasan dan pengendalian) di kawasan suaka alam untuk setiap kegiatan yang dapat mengganggu lingkungan suaka alam perlu menjadi prioritas. Berdasarkan hal tersebut, maka pelestarian kawasan suaka alam dilakukan dengan cara: 1. Memelihara keanekaragaman flora dan fauna 2. Pembangunan pos-pos keamanan di sekitar kawasan cagar alam yang berfungsi menjaga keamanan kawasan cagar alam. 3. Kawasan lindung yang berupa cagar alam dipertahankan keberadaannya dan dijaga kelestariannya.
Laporan Pendahuluan – BAB 2 Hal : 2-24
Pemerintah Provinsi Papua Barat Sekretariat Daerah Biro Perekonomian dan Kerjasama Kajian Pengembangan Promosi Destinasi Wisata di Kabupaten Fakfak dan Kaimana TA. 2019 4. Perlu dibuat suatu buffer zona (kawasan penyangga) untuk membatasi antara fungsi lindung dan budidaya. Pada zona ini bisa dikembangkan model pengelolaan hutan berbasis masyarakat (PHBM), sehingga masyarakat dapat merasakan manfaat ekonomi pengolahan lahan, namun juga berpartisipasi dalam pengelolaan hutan. 6. Kawasan Rawan Bencana Alam Karakteristik bencana yang ada di Provinsi Papua Barat yaitu Gempa dan Tsunami. Kawasan rawan bencana alam ini meliputi kawasan rawan gempa dan tsunami yang terletak di daerah pesisir maupun daratan di Provinsi Papua. Umumnya daerah patahan aktif Sesar Sorong merupakan zona yang sangat rawan gempabumi. Wilayah Manokwari merupakan daerah yang paling rawan gempa. Akan tetapi, secara umum wilayah Papua Barat rawan terhadap gempa bumi seperti Teluk Wondama dan Tambrauw. Sementara itu potensi tsunami dapat terjadi dari wilayah gempa yang aktif di sisi barat-daya Papua Barat seperti pada daerah Seram, Aru, yang akan dapat mengenai wilayah barat daya pantai Papua Barat. Demikian pula sesar-sesar geser di daerah selatan Biak dapat menimbulkan potensi tsunami yang dapat mengenai daerah Teluk Cendrawasih. Potensi gempa besar pada zona Subduksi di utara Papua juga memiliki peluang untuk menimbulkan gempa di sekitar pantai utara Papua Barat. Daerah rawan longsor umumnya juga merupakan daerah pegunungan yang terjal. Tinggian Kemum, dan Sabuk Lenguru merupakan daerah yang relatif rawan longsor di Papua Barat. Daerah yang merupakan kawasan banjir di Papua Barat adalah Kabupaten Sorong dan Teluk Bintuni. Zona kerawanan banjir Papua Barat sangat berhubungan dengan wilayah dataran rendah di sekitar Dataran Tengah. Sungai-sungai mengalir secara intensif di dataran tengah yang menyebabkan daerah ini rawan mengalami banjir dan sedimentasi (pendangkalan sungai, dan pantai). Untuk itu, diperlukan upaya mitigasi bencana pada daerah yang rawan terhadap gempa dan tsunami. Hal-hal yang perlu di siapkan adalah 1. Jalur Evakuasi dan Jalur Pertahanan Hidup (escape route & relief route). 2. Area/Bangunan Penyelamatan (escape area & building). 3. Bukit Penyelamatan (escape hill). 4. Sabuk Hijau (green belt), 5. Menciptakan Sistem Peringatan Dini (Tsunami Early Warning System / TEWS). 6. Pemahaman Masyarakat (Community Awareness). Ada 3 elemen penting dalam memberdayakan masyarakat untuk paham dan peduli akan ancaman bahaya tsunami yaitu: Pedoman/Petunjuk mengenai tsunami dan cara evakuasi. Sosialisasi kepada seluruh masyarakat pada lokasi rawan bencana tsunami serta pejabat terkait
Laporan Pendahuluan – BAB 2 Hal : 2-25
Pemerintah Provinsi Papua Barat Sekretariat Daerah Biro Perekonomian dan Kerjasama Kajian Pengembangan Promosi Destinasi Wisata di Kabupaten Fakfak dan Kaimana TA. 2019
Gambar 2.5. Penetapan Kawasan Lindung Provinsi Papua Barat
2.3.2. Pola Ruang Kawasan Budidaya Kegiatan budidaya yang akan dikembangkan dibedakan menurut karakteristiknya dalam memanfaatkan ruang, yaitu : Kawasan, pertambangan, perindustrian, permukiman, pertanian merupakan kegiatan budidaya intensif dalam memanfaatkan ruang; Kawasan pariwisata (yang berorientasi pada obyek dan daya tarik wisata alam) dapat dipandang sebagai kegiatan yang fleksibel di dalam memanfaatkan ruang sehingga kawasannya dapat saja tumpang tindih/terpadu pada kawasan-kawasan lain; dan Kawasan Hankam dapat dipandang sebagai kegiatan yang bersifat khusus dan kawasannya dapat berlokasi secara tumpang tindih/diserasikan dengan kawasan-kawasan lainnya. Perbedaan karakteristik kegiatan budidaya ini perlu menjadi salah satu pertimbangan dalam perumusan kebijksanaan pengembangannya atau pemanfaatan ruang pada tiap kawasan budidaya. Kebijaksanaan dalam pemanfaatan kawasan budidaya ditunjukkan pada upaya optimasi pemanfaatan sumber daya wilayah sesuai dengan daya dukung lingkungan. Sasaran pengembangannya adalah : Memberikan arahan pemanfaatan ruang kawasan budidaya secara optimal dan mendukung pembangunan berkelanjutan; Memberikan arahan untuk menentukan prioritas pemanfaatan ruang antar kegiatan budidaya yang berbeda; dan Memberikan arahan bagi perubahan jenis pemanfaatan ruang dari jenis kegiatan budidaya tertentu ke jenis lainnya.
Laporan Pendahuluan – BAB 2 Hal : 2-26
Pemerintah Provinsi Papua Barat Sekretariat Daerah Biro Perekonomian dan Kerjasama Kajian Pengembangan Promosi Destinasi Wisata di Kabupaten Fakfak dan Kaimana TA. 2019 Secara umum, pengelolaan kawasan budidaya akan menyangkut : Pengembangan kegiatan utama serta pemanfaatan kawasan secara optimal pada tiap kawasan budidaya; Pengembangan prasarana pendukung di tiap kawasan budidaya; Pengendalian pemanfaatan ruang kegiatan budidaya yang dapat mengganggu fungsi lindung; Penanganan masalah tumpang tindih/terpadu antar kegiatan budidaya; Pelaksanaan koordinasi yang terpadu dari setiap instansi terkait untuk setiap pengembangan kawasan budidaya, khususnya kegiatan yang berskala besar; Konsistensi dalam penerapan dan pemanfaatan arahan vegetasi/tanaman yang telah dihasilkan melalui penelitian khusus oleh lembaga terkait (Perguruan Tinggi, Lembaga Penelitian dll); Penyertaan studi lingkungan dalam mengembangkan kegiatan budidaya pada lahan-lahan yang berada dibawah kawasan suaka alam untuk menjaga kelestariannya; dan Penanganan lahan kritis di kawasan budidaya disesuaikan dengan kondisi setempat dengan pemilihan tanaman yang memiliki nilai ekonomi. 1. Kawasan Permukiman Kawasan permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan. Pemanfaatan ruang kawasan permukiman dikembangkan dalam rangka mencapai tujuan: a. terciptanya kegiatan permukiman yang memiliki aksebilitas dan pelayanan infrastruktur yang memadai sehingga perlu disesuaikan dengan rencana struktur tata ruangnya dan tingkat pelayanan wilayah (struktur/hirarki kota) b. menyediakan permukiman untuk memenuhi kebutuhan penduduk dan perkembangannya. c. menciptakan aktivitas sosial ekonomi yang harmonis dengan seluruh komponen pengembangan wilayah seperti dengan aktivitas perdagangan dan jasa,industri, pertanian, dan lain-lain. Berdasarkan pertimbangan tersebut, maka rencana pola pemanfaatan ruang untuk kawasan permukiman perkotaan dikembangkan dengan pola linier dan mengelompok mengikuti jaringan jalan utama. Pengembangan kawasan permukiman perkotaan dilakukan pada wilayah-wilayah dengan konsentrasi penduduk tinggi dan memiliki lokasi yang strategis. Arahan pengembangan kawasan permukiman perdesaan mempertimbangkan kegiatan lainnya yang terdapat dalam kawasan perdesaan seperti kegiatan pertanian, termasuk pengelolaan sumberdaya alam, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, kegiatan ekonomi dan revitalisasi pasar tradisional sampai pada pasar tingkat desa tradisional. Untuk kawasan permukiman pedesaan dikembangkan dengan pola mengelompok. Wilayah yang dikembangkan menjadi kawasan perrmukiman pedesaan adalah di seluruh kabupaten dengan lebih memperhatikan pengelompokan eksisting dan ketersediaan lahan untuk pertanian sebagai mata
Laporan Pendahuluan – BAB 2 Hal : 2-27
Pemerintah Provinsi Papua Barat Sekretariat Daerah Biro Perekonomian dan Kerjasama Kajian Pengembangan Promosi Destinasi Wisata di Kabupaten Fakfak dan Kaimana TA. 2019 pencaharian serta tidak berada pada wilayah-wilayah rawan bencana. Luas kawasan permukiman sampai akhir tahun perencanaan sekitar 10,03 Km2. 2. Kawasan Hutan Produksi Hasil produksi merupakan kawasan hutan yang diperuntukkan guna produksi hasil hutan untuk memenuhi keperluan masyarakat pada umumnya dan khususnya untuk pembangunan industri dan ekspor. Hasil hutan akan dikembangkan dalam rangka mendukung perekonomian wilayah dan kelestarian alam dan lingungan hidup. Adanya penebangan liar (illegal logging) menimbulkan ancam bagi makhluk hidup dan lingkungan di sekitarnya, seperti hilangnya atau matinya satwa hutan tersebut, pencemaran udara, ancaman bencana alam seperti banjir, longsor, dan lain-lain. Sehingga untuk mencegah bencana alam akibat pemanfaatan hutan yang tidak ramah lingkungan diperlukan pengelolaan hutan produksi yang memperhatikan kesinambungan lingkungan hidup. Pengembangan industri pengelolaan dengan bahan baku kayu dapat dikembangkan di Provinsi Papua Barat diantaranya dengan membuat kertas, kerajinan tangan, dan lain-lain. Selain itu, untuk mendukung kapasitas industri kayu perlu adanya budidaya tanaman industri bernilai ekonomis. a. Hutan Produksi Tetap Kawasan yang sesuai untuk kawasan hutan produksi tetap di Provinsi Papua Barat adalah terletak pada seluruh kabupaten dan kota yang ada di Provinsi Papua Barat. Luas lahan hutan produksi tetap untuk Provinsi Papua Barat adalah 488,26 km2. b. Hutan Produksi Terbatas Kawasan yang sesuai untuk kawasan hutan produksi terbatas di Provinsi Papua Barat adalah terletak pada seluruh kabupaten dan kota yang ada di Provinsi Papua Barat. Luas lahan hutan produksi terbatas untuk Provinsi Papua Barat adalah 538,98 km2. c. Hutan Produksi yang Dapat Dikonversi Kawasan yang sesuai untuk kawasan hutan produksi tetap di Provinsi Papua Barat adalah terlteak pada seluruh kabupaten dan kota yang ada di Provinsi Papua Barat. Luas lahan hutan produksi untuk Provinsi Papua Barat adalah 520,95 km2. 3. Kawasan Pertanian Kawasan pertanian yang dikembangkan berdasarkan pada kawan pertanian yang telah ada serta kecocokan lahan berdasarkan kriteria untuk pertanian. Di Provinsi Papua Barat kawasan pertanian tersebar di seluruh kabupaten/kota dengan luas 50,02 Km2. 4. Kawasan Kawasan Perkebunan Pengembangan kawasan perkebunan diarahkan untuk: 1. Meningkatkan pendapatan daerah 2. Meningkatkan kesempatan kerja masyarakat setempat
Laporan Pendahuluan – BAB 2 Hal : 2-28
Pemerintah Provinsi Papua Barat Sekretariat Daerah Biro Perekonomian dan Kerjasama Kajian Pengembangan Promosi Destinasi Wisata di Kabupaten Fakfak dan Kaimana TA. 2019 3. Mendorong terciptanya keterkaitan sektor-sektor hulu dan hilir perkebunan yang dapat menstimulasi pengembangan ekonomi wilayah sekitar perkebunan 4. Meningkatkan nilai ekspor 5. Mendukung keberlanjutan ekosistem di wilayah sekitarnya, terutama yang berfungsi lindung. 5. Kawasan Budidaya Perikanan Darat dan Laut Arah pengembangan kawasan budidaya perikanan darat dan laut dilakukan pada wilayah yang dapat dimanfaatkan untuk kegiatan penangkapan, budidaya dan industri pengolahan hasil perikanan. Kegiatan pada kawasan budidaya perikanan didorong untuk tidak mengganggu kelestarian lingkungan hidup. Arahan pengembangan kawasan perikanan, meliputi: a. pengembangan kawasan budidaya air tawar; b. pengembangan kawasan budidaya air payau; c. pengembangan kawasan budidaya air laut; dan d. pengembangan kawasan industri pengolahan perikanan. Pengembangan kawasan perikanan, dilaksanakan untuk: a. meningkatkan produksi ikan; b. meningkatkan konsumsi ikan; c. meningkatkan ekspor hasil pertanian; d. meningkatkan kesempatan berusaha dan kesempatan kerja; e. meningkatkan pendapatan pembudidaya ikan dan udang; dan f. meningkatkan pengelolaan dan pelestarian sumberdaya perikanan. 6. Kawasan Pertambangan Sampai saat ini belum diketahui jumlah kandungan dan kualitas tambang yang yang terkandung di Provinsi Papua Barat, namun apabila akan dilakukan eksplorasi dan ekspoitasi, maka perlu adanya perencanaan khusus untuk kawasan ini. Perencanaan kawasan pertambangan dimungkinkan dari rekomendasi rencana tata ruang wilayah, menurut Undang-Undang no 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang dimungkinkan untuk membuat Rencana Induk Sektoral yang salah satunya adalah Rencana Induk Kawasan Pertambangan. Dengan rencana yang disusun, diharapkan pengelolaan pertambanan di Provinsi Papua Barat dapat diatur dan menjadi pemicu bagi pertumbuhan ekonomi wilayah dan masyarakatnya. Pengembangan kawasan pertambangan dilakukan dengan menjaga kualitas lingkungan seingga kemantapan sektor pertambangan yang sudah tercapai terus terjaga dan ditingkatkan sehingga pada tahapan ini adalah masa pemeliharaan pasokan pertambangan, mantapnya desa mandiri pertambangan, mantapnya kemampuan masyarakat dalam pembangunan sektor pertambangan. Pertambangan yang sudah berjalan di Provinsi Papua Barat adalah kawasan pertambangan BP Tangguh.dengan luas total 46,65 Km2 yang terletak di Kabupaten Teluk Bintuni.
Laporan Pendahuluan – BAB 2 Hal : 2-29
Pemerintah Provinsi Papua Barat Sekretariat Daerah Biro Perekonomian dan Kerjasama Kajian Pengembangan Promosi Destinasi Wisata di Kabupaten Fakfak dan Kaimana TA. 2019 7. Kawasan Pariwisata Kawasan pariwisata menurut Undang-undang Nomor 9 Tahun 1990 tentang Kepariwisataan adalah kawasan dengan luas tertentu yang dibangun atau disediakan untuk memenuhi kebutuhan pariwisata. Kawasan pariwisata di Papua Barat telah diatur dalam Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (RIPPDA) Provinsi Papua Barat. Pengembangan kepariwisataan diarahkan pada peningkatan keunggulan daya tarik wisata di wilayah perdesaan melalui pengembangan produk wisata yang unik, tradisional dan mencerminkan jati diri masyarakat Papua Barat yang berakar pada alam dan budaya, peningkatan kinerja objek dan daya tarik wisata yang berdaya saing serta pemanfaatan potensi sumber daya alam secara berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. Selain itu, dilakukan juga peningkatan pengembangan pariwisata berbasis masyarakat (community based development) serta kualitas sarana dan prasarana pariwisata dengan standar yang mamadai. Pengembangan kawasan pariwisata di Provinsi Papua Barat diarahkan kepada tiga cluster kawasan wisata yaitu cluster I Kabupaten Manokwari- Kabupaten Teluk Bintuni- Kabupaten Teluk Wondama, cluster II Kabupaten Raja Ampat-Kabupaten Sorong-Kota Sorong-Kabupaten Sorong Selatan, dan cluster III Kabupaten Kaimana-Kabupaten Fakfak. 8. Pengembangan Kawasan Perdagangan Sektor perdagangan dan jasa juga merupakan sektor yang menjadi unggulan dalam setiap wilayah pengembangan. Sektor ini akan difokuskan untuk dikembangkan pada kawasan perkotaan (PKN, PKW, dan PKL) Provinsi Papua Barat sesuai dengan fungsinya. Kawasan perdagangan dan jasa yang dimaksud adalah kawasan perdagangan dan jasa yang berada pada simpul perkotaan setingkat PKN untuk melayani kegiatan lintas provinsi atau berada pada simpul perkotaan setingkat PKW untuk melayani kegiatan lintas kabupaten/kota. Kawasan ini juga memiliki prasarana berupa jaringan jalan, sarana transportasi seperti terminal, pelabuhan laut dan/ atau bandar udara, prasarana listrik, telekomunikasi dan air baku. Selain itu, kawasan perdagangan dan jasa hendaknya juga memiliki fasilitas penunjang kegiatan ekonomi kawasan. 9. Pengembangan Ruang Terbuka Hijau Ruang terbuka hijau menurut RTRWN adalah area memanjang/ jalur dan/ atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam. Dengan memperhatikan definisi dan pembahasan mengenai RTH maka arahan pengembangan ruang terbuka hijau adalah sebagai berikut : 1. Mengembangkan luasan RTH minimal 30% dari luasan kawasan perkotaan. 2. Menegaskan dan melindungi kawasan-kawasan yang termasuk ke dalam RTH. Komponen RTH yang termasuk dalam kawasan budidaya adalah: 1. RTH-Kota, meliputi hutan kota; taman kota; taman lingkungan; tempat pemakaman umum; pulau jalan; lapangan olahraga/ lapangan terbuka dan taman rekreasi.
Laporan Pendahuluan – BAB 2 Hal : 2-30
Pemerintah Provinsi Papua Barat Sekretariat Daerah Biro Perekonomian dan Kerjasama Kajian Pengembangan Promosi Destinasi Wisata di Kabupaten Fakfak dan Kaimana TA. 2019 2. Infrastruktur/ Utilitas, meliputi jalur hijau sempadan jalan, yaitu: jalan arteri, kolektor dan lokal; sempadan instalasi berbahaya; sempadan kereta api dan pekarangan sarana transportasi. 3. Perumahan, meliputi pekarangan perumahan. 4. Jasa, meliputi pekarangan pemerintahan, pekarangan perkantoran, pekarangan fasilitas kesehatan dan pekarangan fasilitas pendidikan. 5. Militer, meliputi pekarangan kawasan militer. 6. Perdagangan, meliputi pekarangan fasilitas perdagangan. 7. Industri, meliputi pekarangan kawasan industri/ pergudangan Berdasarkan data dan hasil analisis serta kemampuan para ahli untuk merumuskan arahan pemanfaatan ruang tersebut lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 2.1. Jenis Penggunaan Lahan
Jenis Penggunaan No Luas (KM2) % Lokasi Lahan Kawasan Lindung 1 Kawasan yang melindungi kawasan bawahannya: Kabupaten Manokwari, Kabupaten Sorong, Kabupaten Raja Ampat, Kabupaten Sorong Selatan, Hutan Lindung 22.252,38 15,54 Kabupaten Teluk Bintuni, Kabupaten Fakfak, Kabupaten Kaimana, dam Kabupaten Teluk Wondama Kabupaten Manokwari, Kabupaten Sorong, Kabupaten Raja Ampat, Kabupaten Sorong Selatan, Kawasan Resapan Air 26.284,08 18,36 Kabupaten Teluk Bintuni, Kabupaten Fakfak, Kabupaten Kaimana, dam Kabupaten Teluk Wondama Kabupaten Sorong Selatan, Kawasan bergambut 15.780,93 11,02 Kabupaten Teluk Bintuni Kawasan Kabupaten 2 * * Perlindungan Manokwari,
Laporan Pendahuluan – BAB 2 Hal : 2-31
Pemerintah Provinsi Papua Barat Sekretariat Daerah Biro Perekonomian dan Kerjasama Kajian Pengembangan Promosi Destinasi Wisata di Kabupaten Fakfak dan Kaimana TA. 2019 Jenis Penggunaan No Luas (KM2) % Lokasi Lahan Setempat Kota Sorong, Kabupaten Sorong, Kabupaten Raja Ampa, Kabupaten Sorong Selatan, Kabupaten Teluk Bintuni, Kabupaten Fakfak, Kabupaten Kaimana, dam Kabupaten Teluk Wondama Kabupaten Manokwari, Kota Sorong, Kabupaten Sorong, Kabupaten Raja Ampa, Kabupaten Kawasan Suaka Alam, Sorong Selatan, 3 Pelestarian Alam, dan 17.788,01 12,42 Kabupaten Cagar Budaya Teluk Bintuni, Kabupaten Fakfak, Kabupaten Kaimana, dam Kabupaten Teluk Wondama Kabupaten Manokwari, Kabupaten Sorong, Kawasan Rawan 4 5.947,59 4,15 Kabupaten Bencana Alam Teluk Wondama, Kabupaten Raja Ampat Jumlah 88.052,99 61,50 Kawasan Budidaya tersebar pada Ibukota Kabupaten dan 1 Permukiman 3.306,94 2,31 provinsi serta permukiman pedesaan Tambang (BP Kabupaten 2 4.139,73 2,89 Tangguh) Teluk Bintuni tersebar di seluruh 3 Hutan produksi tetap 12.928,43 9,03 Kabupaten/Kota di Provinsi Papua Barat tersebar di seluruh Hutan produksi 4 9.419,08 6,58 Kabupaten/Kota terbatas di Provinsi Papua Barat 5 Hutan produksi yang 11.220,42 7,84 tersebar di
Laporan Pendahuluan – BAB 2 Hal : 2-32
Pemerintah Provinsi Papua Barat Sekretariat Daerah Biro Perekonomian dan Kerjasama Kajian Pengembangan Promosi Destinasi Wisata di Kabupaten Fakfak dan Kaimana TA. 2019 Jenis Penggunaan No Luas (KM2) % Lokasi Lahan dapat dikonversi seluruh Kabupaten/Kota di Provinsi Papua Barat Tersebar di seluruh Pertanian Lahan 6 4.286,58 2,99 Kabupaten/Kota Basah di Provinsi Papua Barat Tersebar di seluruh Pertanian Lahan 7 4176,61 2,92 Kabupaten/Kota Kering di Provinsi Papua Barat Tersebar di seluruh Pertanian Tanaman 8 5654,33 3,95 Kabupaten/Kota Tahunan di Provinsi Papua Barat Jumlah 55.132,12 38,50 Total 143.185,11 100 Sumber: RTRW Provinsi Papua Barat
Gambar 2.6. Arahan Pemanfaatan Ruang
Laporan Pendahuluan – BAB 2 Hal : 2-33
Pemerintah Provinsi Papua Barat Sekretariat Daerah Biro Perekonomian dan Kerjasama Kajian Pengembangan Promosi Destinasi Wisata di Kabupaten Fakfak dan Kaimana TA. 2019 Adapun kebijakan Provinsi Papua Barat dalam Penataan Ruang , antara lain : 1. mengoptimalkan hubungan fungsional antara Pemerintah Pusat, Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat, serta kabupaten/kota di wilayah Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat; 2. mengembangkan kapasitas aparatur; 3. menerapkan sistem keterkaitan pola bertingkat yang harmonis antara pemerintah provinsi dengan pemerintah kabupaten/kota; 4. melaksanakan pembangunan Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat sesuai dengan kebutuhan daerah yang mengacu pada Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, Rencana Tata Ruang Wilayah Pulau, Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi dan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota; 5. melakukan revitalisasi pelayanan pendidikan yang menjangkau seluruh kampung untuk menyiapkan sumber daya manusia yang berkualitas bagi masa depan Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat; 6. melakukan revitalisasi pelayanan kesehatan yang menjangkau seluruh kampung; 7. melakukan percepatan pengembangan transportasi terpadu yang meliputi transportasi darat, transportasi laut dan transportasi udara, yang berbasis pada pusat-pusat pengembangan wilayah untuk mendukung pengembangan otonomi khusus; 8. melakukan percepatan pengembangan infrastruktur energi, komunikasi, perumahan, air bersih dan sanitasi yang menjangkau seluruh wilayah; 9. mengembangkan ekonomi yang berdaya saing melalui pengembangan klaster pada kawasan strategis di Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat dengan memerhatikan MP3EI. Kebijakan pembangunan sosial ekonomi dilakukan melalui peningkatan hasilguna dan dayaguna pelayanan publik di bidang ketahanan pangan, penanggulangan kemiskinan, pendidikan, kesehatan, transportasi terpadu, infrastruktur dasar, dan pengembangan ekonomi rakyat. Kebijakan pembangunan sosial politik dan budaya dilakukan melalui pembangunan komunikasi yang konstruktif antara pemerintah dengan masyarakat Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat. Kebijakan pembangunan sosial ekonomi meliputi: 1. program ketahanan pangan, dengan memprioritaskan pada daerah rawan pangan melalui pengembangan tanaman pangan lokal di kawasan perdesaan dan kawasan terisolir; 2. program penanggulangan kemiskinan, dengan memprioritaskan pada pemberian bantuan jaminan sosial, pengembangan kapasitas dan pemberian modal usaha bagi masyarakat tertinggal; 3. program ekonomi rakyat di tingkat kampung, dengan memprioritaskan pada pengembangan kelompok usaha petani, nelayan, perdagangan, serta usaha mikro dan kecil untuk melembagakan kegiatan produktif dan meningkatkan pendapatan warga di tingkat kampung; 4. program pelayanan pendidikan, dengan memprioritaskan pada peningkatan pelayanan pendidikan dasar terutama untuk memastikan kegiatan belajar mengajar dapat berjalan di seluruh kampung dengan fasilitas dan jumlah guru yang memadai, serta menyiapkan pendidikan kejuruan;
Laporan Pendahuluan – BAB 2 Hal : 2-34
Pemerintah Provinsi Papua Barat Sekretariat Daerah Biro Perekonomian dan Kerjasama Kajian Pengembangan Promosi Destinasi Wisata di Kabupaten Fakfak dan Kaimana TA. 2019 5. program pelayanan kesehatan, dengan memprioritaskan pada peningkatan pelayanan pos pelayanan terpadu, pusat kesehatan masyarakat pembantu, dan pusat kesehatan masyarakat di tingkat distrik, serta meningkatkan kemampuan masyarakat dalam peningkatan pelayanan pos kesehatan di tingkat kampung; 6. program infrastruktur dasar, dengan memprioritaskan pada dukungan pelayanan transportasi terpadu, energi, telekomunikasi, dan air bersih dan sanitasi melalui pendekatan kawasan; 7. program perlakuan khusus bagi pengembangan kualitas sumber daya manusia putra-putri asli Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat. Kebijakan pembangunan sosial politik dan budaya dilakukan dengan: 1. pemetaan dan penanganan sumber permasalahan di bidang politik, penegakan hukum dan hak asasi manusia (HAM); 2. pemetaan dan pendekatan terhadap kelompok-kelompok strategis di dalam masyarakat Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat; 3. perumusan dan pengembangan kebijakan sosial politik yang memperhatikan budaya lokal; 4. penyusunan dan pelaksanaan mekanisme dan substansi komunikasi konstruktif antara wakil-wakil masyarakat, pemerintah kabupaten/kota, pemerintah provinsi, dan Pemerintah Pusat.