Anda di halaman 1dari 7

AKUNTANSI KEPERILAKUAN

ASPEK KEPERILAKUAN PADA AKUNTANSI SOSIAL DAN


LINGKUNGAN

Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Akuntansi Keperilakuan

Dosen Pengampu:
Dr. Enggar Diah Puspa Arum, S.E., M.Si., A.k., C.A., CIQaR., CIQnR., CIT.

Disusun Oleh:

Riyan Ardika C1C021184

Novita Efirawandefit C1C021185

PROGRAM STUDI AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS JAMBI

2022/2023
PEMBAHASAN

Aspek Perilaku Dalam Akuntansi Sosial Terhadap Perusahaan Baik Karyawan,


Masyarakat Dan Lingkungan

Salah satu cara yang ditempuh perusahaan dalam mengkomunikasikan infomasi pada
masyarakat tentang aktivitas tanggungjawab sosial perusahaan (TSP) atau corporate social
responsibility (CSR) adalah pengungkapan TSP pada laporan tahunannya. Dengan begitu
masyarakat diharapkan dapat mengetahui dan menilai TSP.
Di beberapa negara maju, pengungkapan TSP menjadi isu sensitif, karena dapat
mempengaruhi legitimasi perusahaan, tindakan politik yang tidak menguntungkan
perusahaan dan harga saham perusahaan. Terkait hal tersebut, ketidakjujuran dapat saja
terjadi dalam pengungkapan TSP. Keragamanan pengungkapan TSP inipun telah
memunculkan berbagai pertanyaan, misalnya apakah pengungkapan TSP merupakan
aktivitas reaktif atau proaktif dari perusahaan? Dari sudut pandang reaktif pengungkapan
TSP diekspetasi terjadi ketika perusahaan mendapat ancaman legitimasi. Sebaliknya, dari
sudut pandang proaktif pengungkapan TSP diekspektasi terjadi ketika manajer berupaya
meminimumkan laba dilaporkan untuk mengurangi tindakan politik yang tidak
menguntungkan perusahaan. Pengungkapan TSP di Indonesia dipengaruhi oleh niat
manajer. Niat manajer ini dipengaruhi tiga faktor, yaitu sikap manajer terhadap
pengungkapan TSP, norma subyektif manajer atas pengungkapan TSP, dan kontrol perilaku
persepsian manajer atas pengungkapan TSP. Kontrol perilaku persepsian atas pengungkapan
TSP tidak berpengaruh terhadap pengungkapan TSP. Kontrol perilaku persepsian atas
pengungkapan TSP hanya dapat mempengaruhi pengungkapan TSP setelah melalui niat
untuk pengungkapan TSP.

Pada sektor industri Aneka Industri, Industri Barang Konsumsi, Industri dasar dan
Kimia, Pertambangan dan Pertanian, pengungkapan tidak berhubungan dengan kinerja
keuangan perusahaan dalam jangka panjang waktu satu tahun setelah pengungkapan TSP.
Artinya pengungkapan TSP pada kelima sektor industri tersebut tidak mengandung nilai
bagi pasar dan bagi perusahaan dalam waktu satu tahun setelah pengungkapan TSP.
Penyediaan informasi oleh perusahaan kepada publik tidak hanya dipengaruhi oleh faktor-
faktor observable yang berkaitan dengan karakteristik perusahaan, tetapi juga faktor
unobservable yang melekat pada diri manajer.
Tuntutan terhadap perusahaan untuk memberikan informasi yang transparan,
organisasi yang akuntabel serta tata kelola perusahaan yang semakin bagus (good corporate
governance) semakin memaksa perusahaan untuk memberikan informasi mengenai aktivitas
sosialnya. Masyarakat membutuhkan informasi mengenai sejauh mana perusahaan sudah
melaksanakan aktivitas sosialnya sehingga hak masyarakat untuk hidup aman dan tentram,
kesejahteraan karyawan, dan keamanan mengkonsumsi makanan dapat terpenuhi. Owen
(2005) mengatakan bahwa kasus Enron di Amerika telah menyebabkan perusahaan-
perusahaan lebih memberikan perhatian yang besar terhadap pelaporan sustainabilitas dan
pertanggungjawaban sosial perusahaan. Isu-isu yang berkaitan dengan reputasi, manajemen
risiko dan keunggulan kompetitif nampak menjadi kekuatan yang mendorong perusahaan
untuk melakukan pengungkapan informasi sosial. Dari hasil studi literatur yang dilakukan
oleh Finch (2005) menunjukkan bahwa motivasi perusahaan untuk melakukan
pengungkapan sosial lebih banyak dipengaruhi oleh usaha untuk mengkomunikasikan
kepada stakeholder mengenai kinerja manajemen dalam mencapai manfaat
bagi perusahaan dalam jangka panjang.

Standar akuntansi keuangan di Indonesia belum mewajibkan perusahaan untuk


mengungkapkan informasi sosial terutama informasi mengenai tanggung jawab perusahaan
terhadap lingkungan, akibatnya yang terjadi di dalam praktik perusahaan hanya dengan
sukarela mengungkapkannya. Perusahaan akan mempertimbangkan biaya dan manfaat yang
akan diperoleh ketika mereka memutuskan untuk mengungkapkan informasi sosial. Bila
manfaat yang akan diperoleh dengan pengungkapan informasi tersebut lebih besar
dibandingkan biaya yang dikeluarkan untuk mengungkapkannya maka perusahaan akan
dengan sukarela mengungkapkan informasi tersebut. Belkaoui (1989) menemukan hasil (1)
pengungkapan sosial mempunyai hubungan yang positif dengan kinerja sosial perusahaan
yang berarti bahwa perusahaan yang melakukan aktivitas sosial akan mengungkapkannya
dalam laporan sosial, (2) ada hubungan positif antara pengungkapan sosial dengan visibilitas
politis, dimana perusahaan besar yang cenderung diawasi akan lebih banyak
mengungkapkan informasi sosial dibandingkan perusahaan kecil, (3) ada hubungan negatif
antara pengungkapan sosial dengan tingkat financial leverage, hal ini berarti semakin tinggi
rasio utang/modal semakin rendah pengungkapan sosialnya karena semakin tinggi tingkat
leverage maka semakin besar kemungkinan perusahaan akan melanggar perjanjian kredit.
Sehingga perusahaan harus menyajikan laba yang lebih tinggi pada saat sekarang
dibandingkan laba di masa depan. Supaya perusahaan dapat menyajikan laba yang lebih
tinggi, maka perusahaan harus mengurangi biaya-biaya (termasuk biaya- biaya untuk
mengungkapkaninformasi sosial).

Eipstein & Freedman (1994) menemukan bahwa investor individual tertarik terhadap
informasi sosial yang dilaporkan dalam laporan keuangan. Informasi tersebut berupa
keamanan dan kualitas produk serta aktivitas lingkungan. Selain itu mereka menginginkan
informasi mengenai etika, hubungan dengan karyawan dan masyarakat. Hackston & Milne
(1996) menyajikan bukti empiris mengenai praktik pengungkapan lingkungan dan sosial
pada perusahaan-perusahaan di New Zealand serta menguji beberapa hubungan potensial
antara karakteristik perusahaan dengan pengungkapan sosial dan lingkungan. Ukuran
perusahaan dan industri berhubungan dengan jumlah pengungkapan sedangkan profitabilitas
tidak. Interaksi antara ukuran perusahaan dan industri menunjukkan hasil bahwa terdapat
hubungan yang lebih kuat antara perusahaan dalam industri yang high-profile dibandingkan
dengan industri yang low-profile.

Selama ini perusahaan dianggap sebagai lembaga yang dapat memberikan banyak
keuntungan bagi masyarakat, di mana menurut pendekatan teori akuntansi tradisional,
perusahaan harus memaksimalkan labanya agar dapat memberikan sumbangan yang
maksimum kepada masyarakat sesuai konsep trickle down kapitalisme. Namun seiring
dengan perjalanan waktu, masyarakat semakin menyadari adanya dampak-dampak sosial
yang ditimbulkan oleh perusahaan dalam menjalankan operasinya untuk mencapai laba yang
maksimal, yang semakin besar dan semakin sulit untuk dikendalikan. Oleh karena itu,
masyarakat pun menuntut agar perusahaan senantiasa memperhatikan dampak-dampak
sosial yang ditimbulkannya dan berupaya mengatasinya. Aksi protes terhadap perusahaan
sering dilakukan oleh para karyawan dan buruh dalam rangka menuntut kebijakan upah dan
pemberian fasilitas kesejahteraan lainnya yang dirasakan kurang mencerminkan keadilan.
Aksi yang serupa juga tidak jarang dilakukan oleh pihak masyarakat, baik masyarakat
sebagai konsumen, maupun masyarakat di lingkungan sekitar pabrik. Masyarakat sebagai
konsumen seringkali melakukan protes terhadap hal-hal yang berkaitan dengan mutu produk
sehubungan dengan kesehatan, keselamatan, dan kehalalan suatu produk bagi konsumennya.
Sedangkan protes yang dilakukan masyarakat di sekitar pabrik biasanya berkaitan dengan
pencemaran lingkungan yang disebabkan limbah pabrik.
Berdasarkan uraian diatas maka perlu dilakukan pelaporan akuntansi sosial, dimana
diinformasikan seberapa besar manfaat sosial netto yang diberikan perusahaan pada
masyarakat. Manfaat sosial netto tersebut, diperoleh dari selisih antara kontribusi suatu
perusahaan kepada masyarakat (manfaat sosial) dengan kerugian yang ditimbulkan (biaya
sosial). Namun dalam menentukan manfaat sosial netto tersebut tidaklah semudah
menyajikan laporan keuangan biasa. Sebab Menurut Grayson dan Hodges ( 2004), bahwa
perusahaan tidak beroperasi di dalam ruang kosong, melainkan dalam kondisi interaksi yang
kompleks dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, situasi politik,
pembangunan sosial dan ekonomi, juga risiko-risiko yang mungkin timbul. Jonker dan Witte
(2004) menyebutkan bahwa Organisasi sekarang ini tidak hanya bertanggung jawab
bagaimana menghasilkan kualitas produk dan jasa yang baik, tetapi juga harus dapat
memenuhi kebutuhan para external stakeholders sebagai suatu cara untuk
mencegah timbulnya dampak negatif sosial.

Selain itu juga perlu dilakukan pengungkapan kinerja sosial pada laporan tahunan
perusahaan seringkali dilakukan secara sukarela oleh perusahaan. Menurut Henderson dan
Peirson, adapun alasan-alasan perusahaan mengungkapan kinerja sosial secara sukalera
(Henny dan Murtanto, 2001: 27) antara lain:

1) Internal decision making: manajemen membutuhkan informasi untuk


menentukan efektivitas dari informasi sosial tertentu dalam mencapai tujuan sosial
perusahaan. Data harus tersedia agar biaya dari pengungkapan tersebut dapat
diperbandingkan dengan manfaatnya bagi perusahaan. Walaupun hal ini sulit diidentifikasi
dan diukur namun analisis secara sederhana lebih baik daripada tidak sama sekali.

2) Product differentiation: manajer dari perusahaan yang bertanggung jawab


secara sosial memiliki insentif untuk membedakan diri dari pesaing yang tidak bertanggung
jawab secara sosial kepada masyarakat.

3) Enlightened self interest: perusahaan melakukan pengungkapan untuk menjaga


keselarasan sosialnya dengan para stakeholder yang terdiri dari stockholder, kreditor,
karyawan, pemasok, pelanggan, pemerintah dan masyarakat karena dapat mempengaruhi
pendapatan penjualan dan harga saham perusahaan.
Menurut Mathews dan Perera (Rusmanto, 2004: 83) terdapat beberapa alasan
perusahaan mencantumkan kegiatan sosial mereka dalam laporan keuangan, antara lain ialah
Mencoba mempengaruhi pasar modal, Sebagai wujud dari kontrak sosial antara perusahaan
danmasyarakat, dan Pelaksanaan legistimasi organisasi.
Pengungkapan kinerja akuntansi sosial perusahaan, baik secara internal maupun
eksternal, dapat ditempuh melalui beberapa pendekatan, yaitu:
1) Audit Sosial
Audit Sosial yaitu mengukur dan melaporkan dampak ekonomi, sosial, dan lingkungan dari
program-program yang berorientasi sosial dan operasi perusahaan yang reguler. Mulanya,
manajer perusahaan diminta membuat daftar aktivitas dengan konsekuensi sosial. Setelah
daftar tersebut dihasilkan, auditor sosial kemudian menilai dan mengukur dampak-dampak
dari kegiatan sosial perusahaan. Audit sosial dilaksanakan secara rutin oleh kelompok
konsultan internal maupun eksternal, sebagai bagian dari pemeriksaan internal biasa,
sehingga manajer mengetahui konsekuensi sosial dari tindakan mereka.

2) Laporan-Laporan Sosial.
Laporan eksternal terpisah yang menggambarkan hubungan perusahaan dengan
komunitasnya, dikembangkan salah satunya oleh David Linowes. Ia membagi laporannya
dalam tiga kategori: hubungan dengan manusia, hubungan dengan lingkungan, dan
hubungan dengan produk. Pada setiap kategori, ia membuat daftar mengenai konstribusi
sukarela perusahaan dan kemudian mengurangkannya dengan kerugian yang disebabkan
oleh aktivitas perusahaan itu. Linowes memoneterisasi segala sesuatunya dalam laporan
tersebut, sampai pada saldo akhir, yang disebutnya sebagai tindakan sosio-ekonomi netto
untuk tahun tersebut. Dalam laporan Linowes, seluruh kontribusi dan kerugian harus
dihitung secara moneter. Selain Linowes, Ralph Estes juga mengembangkan suatu model
pelaporan mengenai manfaat dan biaya sosial. Ia menghitung manfaat sosial sebagai seluruh
kontribusi kepada masyarakat yang berasal dari operasi perusahaan (misalnya, lapangan
kerja yang disediakan, sumbangan, pajak, perbaikan lingkungan). Sedangkan biaya sosial,
meliputi seluruh biaya operasi perusahaan (bahan baku yang dibeli, utang kerusakan
lingkungan, luka-luka dan penyakit yang berkaitan dengan pekerjaan). Manfaat sosial
dikurangkan dengan biaya social untuk memperoleh manfaat atau biaya netto.
3) Pengungkapan dalam laporan tahunan.
Beberapa perusahaan menerbitkan laporan tahunan kepada pemegang saham disertai
beberapa informasi sosial yang dilakukan. Namun, melalui informasi yang dicantumkan
dalam laporan tahunan tersebut, belum dapat dinilai kinerja sosial perusahaan secara
komprehensif, karena kebanyakan informasi yang diungkapkan dalam laporan tahunan
bersifat sukarela dan selektif. Dalam artian, bisa jadi perusahaan hanya menyoroti kontribusi
positifnya dan mengabaikan dampak negatif yang ditimbulkan dari aktivitas usahanya.

Anda mungkin juga menyukai