Anda di halaman 1dari 6

HAK MILIK NEGARA

Dosen Pengampu: Abdul Hadi Anshary, S.H., M.H

DISUSUN OLEH:

AISHA ALMIRA ZAHRA

211010489

HUKUM ADMINISTRASI NEGARA

KELAS L

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM RIAU

2022
Tanah Negara didefinisikan oleh banyak peraturan perundang-undangan sebagai

berikut:

1. Menurut pasal 1 huruf a Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1953 tentang

Penguasaan Tanah-Tanah Negara, Tanah Negara ialah tanah yang dikuasai

penuh oleh Negara

2. Menurut pasal 1 angka 3 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang

Pendaftaran Tanah, Tanah Negara atau tanah yang dikuasai langsung

oleh Negara adalah tanah yang tidak dipunyai dengan sesuatu hak atas tanah

3. Menurut pasal 1 angka 10 Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/ Kepala

Badan Pertanahan Nasional Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penataan

Pertanahan di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, Tanah Negara atau tanah

yang dikuasai langsung oleh Negara yang selanjutnya disebut Tanah Negara

adalah tanah yang tidak dilekati suatu hak atas tanah dan bukan merupakan

Barang Milik Negara/Daerah dan atau Badan Usaha Milik Negara/Daerah.[3]

Berdasarkan Pasal 3 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 8 tahun 1953 tentang

Penguasaan Tanah-Tanah Negara (“PP 8/1953”), diatur kewenangan

penguasaan Tanah Negara pada Menteri Dalam Negeri, maka Menteri Dalam Negeri

berhak:

1. Menyerahkan penguasaan itu kepada sesuatu Kementerian, Jawatan atau

Daerah Swatantra untuk keperluan-keperluan mereka dengan mengindahkan


ketentuan-ketentuan yang diadakan oleh Menteri Dalam Negeri, bedasarkan

pasal 4 PP 8/1953.

2. Dalam pasal 8 PP 8/1953, tercantum mengawasi agar supaya Tanah Negara

tersebut dipergunakan sesuai dengan peruntukannya dan berhak

mencabut penguasaan atas Tanah Negara dengan alasan:

a. penyerahan penguasaan itu ternyata keliru atau tidak tepat lagi;

b. luas tanah yang diserahkan penguasaannya itu ternyata sangat

melebihi keperluannya;

c. tanah itu tidak dipelihara atau tidak dipergunakan sebagai mana mestinya.

Selain itu, berdasarkan pasal 3 ayat (2) PP 8/1953, di dalam hal penguasaan atas

tanah Negara sebelum tanggal 27 Januari 1953 telah diserahkan kepada sesuatu

Kementerian, Jawatan atau Daerah Swatantra, maka Menteri Dalam Negeri pun berhak

mengadakan pengawasan terhadap penggunaan tanah itu dan bertindak sesuai

kewenangannya.

Mulai dari terbitnya peraturan ini, Tanah Negara dapat diserahkan

penguasannya pada Departeman (Kementerian). Seiring perkembangan hukum tanah

nasional dan lahirnya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar

Pokok-Pokok Agraria (“UUPA”), PP 8/1953 diberikan penegasan terkait status Tanah

Negara dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri Agraria Nomor 9 Tahun 1965

tentang Pelaksanaan Konversi Hak Penguasaan Atas Tanah Negara dan Ketentuan-

Ketentuan tentang Kebijaksanaan Selanjutnya (“Permen Agraria 9/1965”). Dalam


peraturan ini memberikan suatu penegasan yang mana Tanah Negara yang digunakan

oleh pihak–pihak yang diatur dalam PP 8/1953, diklasifikasikan dalam suatu hak atas

tanah yaitu Hak Pakai atau Hak Pengelolaan sebagai berikut:

1. Pasal 4 Permen Agraria 9/1965

“Dengan menyimpang seperlunya dari ketentuan-ketentuan tersebut dalam

Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 1953, maka tanah-tanah Negara yang oleh

sesuatu Departemen, Direktorat atau daerah Swatantra dimaksudkan untuk

dipergunakan sendiri, oleh Menteri Agraria atau pejabat yang ditunjuk olehnya

akan diberikan kepada instansi tersebut dengan “hak pakai” yang dimaksud

dalam Undang-Undang Pokok Agraria”.

2. Pasal 5 Permen Agraria 9/1965

“Apabila tanah-tanah Negara sebagai dimaksud dalam pasal 4 di atas, selain

dipergunakan oleh instansi-instansi itu sendiri, juga dimaksudkan untuk

diberikan dengan sesuatu hak kepada pihak ketiga, maka oleh Menteri Agraria

tanah-tanah tersebut akan diberikan kepada instansi tersebut dengan “hak

pengelolaan””.

Dasar penggunaan Hak Pakai dapat diketahui pula pada Peraturan Pemerintah

Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai

Atas Tanah (“PP 40/1996”). Yang dapat mempunyai Hak Pakai adalah:

1. Warga Negara Indonesia


2. Badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di

Indonesia

3. Departemen, Lembaga Pemerintah Non Departemen, dan Pemerintah Daerah

4. Badan-badan keagamaan dan social

5. Orang asing yang berkedudukan di Indonesia

6. Badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia

7. Perwakilan negara asing dan perwakilan badan Internasional

Pelepasan, penghibahan, penjualan dan perbuatan lain yang pada intinya

pemindahtanganan tanah yang merupakan Barang Milik Negara yang dikuasai oleh

Kementerian, maka Menteri atas kewenangannya harus mengetahui dan mengizinkan

perbuatan tersebut sebagai pengguna Barang Milik Negara. Tidak hanya Menteri

sebagai pengguna Barang Milik Negara ini saja yang melaksanakan hal tersebut, tetapi

peraturan perundang–undangan juga mengatur bahwa Menteri tersebut harus

mengajukan permohonan usulan pemindahtanganan Barang Milik Negara melalui

Menteri Keuangan. Ketentuan tersebut diatur dalam Pasal 4 ayat (1) dan (2) Peraturan

Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik

Negara/Daerah (“PP 27/2014”) sebagai berikut:

1. Menteri Keuangan selaku bendahara umum negara adalah Pengelola Barang

Milik Negara

2. Pengelola Barang Milik Negara berwenang dan bertanggung jawab:


a. merumuskan kebijakan, mengatur, dan menetapkan pedoman pengelolaan

Barang Milik Negara

b. meneliti dan menyetujui rencana kebutuhan Barang Milik Negara

c. menetapkan status penguasaan dan Penggunaan Barang Milik Negara

d. mengajukan usul Pemindahtanganan Barang Milik Negara berupa tanah

dan/atau bangunan yang memerlukan persetujuan Dewan Perwakilan

Rakyat (“DPR”)

Perlu diketahui bahwa tanah/bangunan termasuk pemindahtanganan Barang

Milik Negara yang dapat dilakukan setelah mendapat persetujuan DPR. Jika Hak

Pakai atas nama Kementerian tersebut tidak memiliki jangka waktu berdasar Pasal 45

ayat (1) PP 40/1996, maka hak ini tidak dapat dialihkan kecuali dicabut haknya karena

tidak lagi memenuhi syarat atau Kementerian melepaskan hak atas tanah tersebut.

Apabila kedua hal ini terjadi maka konsekuensinya tanah tersebut kembali menjadi

Tanah Negara.

Anda mungkin juga menyukai