Anda di halaman 1dari 11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Manajemen Logistik Obat di Puskesmas

Analisis Manajemen Logistik Obat merupakan salah satu kegiatan penting di

Puskesmas. Berdasarkan Permenkes Nomor 72 Tahun 2016, terdapat fungsi dalam

manajemen logistik yaitu pemilihan, perencanaan dan pemenuhan kebutuhan, pengadaan,

penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, penghapusan, pengendalian, dan administrasi.

Tujuan manajemen logistik adalah tersedianya barang serta bahan dalam jumlah dan mutu

yang tepat, tidak dalam keadaan rusak, pemborosan, dan pencurian (Kementerian Kesehatan

RI, 2016a)

Manajemen obat yang baik adalah ketika dibutuhkannya suatu obat baik dari segi

jenis, jumlah maupun kualitas selalu tersedia dan mempunyai kualitas yang baik dan juga

efisien, sehingga manajemen obat dapat dipakai sebagai proses penggerakan dan

pemberdayaan semua sumber daya yang dimiliki atau potensi yang dapat digunakan untuk

mewujudkan ketersediaan obat yang dibutuhkan untuk operasional efektif dan efisien setiap

saat (Mailoor et al., 2016)

Di puskesmas pengelolaan obat merupakan suatu hal yang sangat penting dan perlu

diperhatikan, mengingat dengan ketidaksesuaian pengelolaan dengan prosedur yang ada dan

ketidaktepatan akan masalah tumpang tindih anggaran serta ketidaktepatan pemakaian.

Dengan demikian, ketidakefisienan dalam pengelolaan obat akan berdampak negatifbaik

secara medis maupun non medis. Pengelolaan obat yang tidak efisien dapat menyebabkan

tingkat ketersediaan obat menjadi berkurang, banyak obat yang menumpuk akibat dari

perencanaan yang tidak sesuai, terjadi kekosongan obat dan biaya obat menjadi mahal akibat

dari penggunaan obat yang tidak rasional. Mengingat bahwa obat merupakan elemen penting

dalam pelayanan kesehatan dan besarnya biaya yang diserap untuk pengadaan obat. Oleh
karena itu, pengelolaan obat harus terus-menerus ditingkatkan agar dapat memenuhi

kebutuhan program pelayanan kesehatan dasar. Maka diperlukan pengelolaan yang baik,

benar dan efektif serta efisien secara berkesinambungan (Nurniati, Lestari, & Lisnawaty,

2016).

2.1.1. Pemilihan

Pemilihan atau seleksi merupakan tahapan awal dalam perencanaan Obat dan Bahan

Medis Habis Pakai (BMHP). Prinsip dasar seleksi adalah Obat dan BMHP terpilih harus

mempunyai manfaat terapi yang jauh lebih besar dibandingkan resikonya serta merupakan

yang terbaik dibandingkan kompetitornya. Seleksi bertujuan untuk menentukan jenis obat

dan BMHP yang dibutuhkan sesuai dengan kebutuhan pelayanan kesehatan serta pelaksanaan

intervensi program kesehatan dalam menunjang pencapaian target pembangunan kesehatan

(Kementerian Kesehatan RI, 2016b)

Pada proses pemilihan obat seharusnya mengikuti pedoman seleksi obat, antara lain:

1. Memilih obat yang tepat dan terbukti efektif serta merupakan drug of choice;

2. Memilih seminimal mungkin obat untuk suatu jenis penyakit, mencegah duplikasi;

3. Melakukan monitoring kontra indikasi dan efek samping obat secara cermat untuk

mempertimbangkan penggunaannya;

4. Biaya obat, yang secara klinik sama harus dipilih yang termurah

5. Menggunakan obat dengan nama generik.

2.1.2. Perencanaan

Perencanaan adalah suatu proses kegiatan dalam pemilihan jenis, jumlah serta harga

perbekalan sediaan farmasi sesuai dengan kebutuhan dan anggaran puskesmas agar terhindar

dari kekosongan stok obat. Perencanaan obat merupakan suatu kegiatan menetapkan jenis dan

jumlah obat serta perbekalan kesehatan yang tepat sesuai dengan kebutuhan pelayanan
kesehatan dasar termasuk obat program kesehatan yang telah ditetapkan (Kemenkes RI,

2016).

Tujuan dari pengelolaan obat pada tahap perencanaan adalah untuk meminimalkan

investasi dalam perencanaan obat namun tetap mengutamakan pelayanan yang tinggi

terhadap pasien, memberi stok pengaman terhadap ketidakpastian penggunaan obat serta

efisiensi dalam pembelian obat. Efisiensi pada perencanaan obat dapat menurunkan biaya

belanja sehingga dana yang digunakan dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan pertumbuhan

ekonomi negara (Gaspersz, 2012).

2.1.3. Pengadaan

Pengadaan merupakan salah satu fungsi manajemen logistik yang kompleks karena

pengadaan bersifat teknis. Pengadaan merupakan proses untuk mendapatkan obat atau barang

yang dibutuhkan sebagai penunjang pelayanan kesehatan di puskesmas yang meliputi

pengambilan tindakan dan keputusan untuk menentukan jumlah obat yang spesifik, kualitas

obat yang akan diterima, harga yang harus dibayar, pengiriman barang yang tepat waktu,

proses berjalan lancar dan tidak memerlukan waktu serta tenaga yang berlebihan (Karimah,

Arso, & Kusumastuti, 2020).

Pengadaan merupakan suatu kegiatan untuk merealisasik an kebutuhan sediaan

farmasi di puskesmas sesuai dengan perencanaan kebutuhan yang telah dibuat serta telah

disetujui melalui pembelian, produksi atau pembuatan sediaan farmasi setar sumbangan atau

hibah. Pengadaan diajukan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan dan kebijakan pemerintah daerah setempat (Kementerian

Kesehatan RI, 2016b)

Menurut Quick (2012), berusaha memastikan ketersediaan obat yang tepat dalam

jumlah yang tepat serta harga yang tepat dan kualitas yang sesuai dengan standar yang diakui

merupakan suatu proses dari pengadaan yang efektif.


2.1.4. Penerimaan

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 74 tahun 2016, penerimaan merupakan

kegiatan dalam menerima sediaan farmasi dari Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota atau hasil

pengadaan secara mandiri oleh puskesmas sesuai dengan permintaan yang telah diajukan.

Tujuan dari tahap penerimaan adalah untuk menjamin kesesuaian jenis, spesifikasi, jumlah,

mutu, waktu penyerahan dan harga yang tertera dalam kontrak yang diterima. Semua

dokumen terkait penerimaan barang harus tersimpan dengan baik (Kementerian Kesehatan

RI, 2016b)

2.1.5. Penyimpanan

Penyimpanan merupakansuatu kegiatan pengaturan terhadap sediaan farmasi yang

diterima agar aman (tidak hilang), terhindar dari kerusakan fisik ataupun kimia serta mutunya

tetap terjamin sesuai dengan persyaratan yang sudah diterapkan. Tujuan dari tahap

penyimpanan adalah agar mutu obat yang sudah tersedia di puskesmas dapat dipertahankan

sesuai dengan persyaratan yang sudah ditetapkan (Kementerian Kesehatan RI, 2016b)

Sistem penyimpanan obat meliputi:

1. Pengaturan ruangan

Pengaturan ruangan bertujuan untuk mendapatkan kemudahan dalam penyimpanan,

penyusunan, pencarian dan pengawasan obat–obatan, maka diperlukan pengaturan tata ruang

gudang dengan baik.

2. Penyusunan obat

Obat disusun berdasarkan bentuk sediaan alfabetis dan obat yang masa kedaluarsanya

lebih awal harus didistribusikan dahulu sesuai dengan metode FIFO (first in first out) dan

FEFO (first expired first out) (Pong, 2018).

3. Pencatatan stok obat


Pencatatan stok obat menggunakan kartu stok. Fungsi kartu stok adalah untuk

mencatat mutasi obat (penerimaan, pengeluaran, rusak atau kedaluarsa). Setiap lembar kartu

stok obat hanya diperuntukan untuk mencatat data mutasi satu jenis obat. Data pada kartu

stok tersebut selanjutnya digunakan dalam menyusun laporan, perencanaan, pengadaan,

distribusi dan sebagai pembanding terhadap keadaan fisik obat dalam tempat

penyimpanannya (Pong, 2018).

4. Pengamatan mutu obat

Istilah mutu obat dalam pelayanan kesehatan dasar berbeda dengan istilah mutu obat

secara ilmiah yang secara umumnya. Secara teknis, kriteria mutu obat mencakup identitas,

kemurnian dan ketersediaan hayati. Mutu obat yang disimpan di gudang dapat mengalami

perubahan baik dari faktor fisik maupun kimiawi. Perubahan ini dapat dilihat secara dan juga

bila ada kerusakakn obat yang tidak dapat ditetapkan dengan cara organoleptic, harus

dilakukan sampling untuk pengujian laboratorium (Badriyah, 2020).

2.1.6. Pendistribusian

Distribusi obat adalah kegiatan pengeluaran serta penyerahan obat secara merata dan

teratur untuk memenuhi kebutuhan sub unit puskesmas serta jaringannya (Liwu, Kristanto, &

Tambun, 2017).

Distribusi obat bertujuan untuk melaksanakan pengiriman obat secara merata dan

teratur sehingga dapat diperoleh pada saat dibutuhkan, menjamin kecukupan dan

terpeliharanya penggunaan obat di unit pelayanan kesehatan, serta terlaksananya pemerataan

kecukupan obat sesuai kebutuhan pelayanan dan program kesehatan (Kementerian Kesehatan

RI, 2016b).

Distribusi adalah kegiatan pengeluaran dan penyerahan obat secara merata dan teratur

untuk memenuhi kebutuhan sub-sub unit pelayanan kesehatan puskesmas dan jaringannya,

antara lain:
1. Sub unit pelayanan kesehatan di lingkungan puskesmas

2. Puskesmas Pembantu (PUSTU)

3. Puskesmas Keliling (PUSLING)

4. Bidan Desa

2.1.7. Pemusnahan dan penarikan

Pemusnahan dan penarikan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai yang tidak

dapat digunakan harus dilakukan dengan cara yang sesuai dengan ketentuaan perundang-

undangan Penarikan sediaan farmasi yang tidak memenuhi standar dilakukan oleh pemilik

izin edar berdasarkan perintah penarikan oleh BPOM (mandatory recall) atau berdasarkan

inisiasi sukarela oleh pemilik izin edar (voluntary recall) dengan tetap memberikan laporan

kepada kepala BPOM. Penarikan Bahan Medis Habis Pakai dilakukan terhadap produk yang

izin edarnya dicabut oleh Menteri Pemusnahan dilakukan untuk Sediaan Farmasi dan Bahan

Medis Habis Pakai apabila:

1. Produk tidak memenuhi persyaratan mutu

2. Telah kadaluwarsa

3. Tidak memenuhi syarat untuk dipergunakan dalam pelayanan kesehatan atau kepentingan

ilmu pengetahuan

4. Dicabut izin edarnya

Tahapan pemusnahan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai terdiri dari:

1) Membuat daftar Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai yang akan dimusnahkan

2) Menyiapkan Berita Acara Pemusnahan

3) Mengkordinasikan jadwal, metode, dan tempat pemusnahan kepada pihak terkait

4) Menyiapkan tempat pemusnahan dan melakukan pemusnahan disesuaikan dengan jenis

dan bentuk sediaan serta peraturan yang berlaku.

2.1.8. Pengendalian
Pengendalian dilakukan untuk mempertahankan jenis dan jumlah persediaan sesuai

kebutuhan pelayanan, melalui pengaturan sistem pengadaan, penyimpanan dan distribusi. Hal

ini bertujuan untuk menghindari terjadinya kelebihan, kekurangan, kekosongan, kerusakan,

kadaluarsa, kehilangan serta pengembalian pesanan. Pengendalian persediaan dilakukan

menggunakan kartu stok baik dengan cara manual atau elektronik. Kartu stok sekurang-

kurangnya memuat nama obat, tanggal kadaluarsa, jumlah pemasukan, jumlah pengeluaran

dan sisa persediaan (Kementerian Kesehatan RI, 2016b).

2.1.9. Pencatatan dan pelaporan

Pencatatan dilakukan pada setiap proses pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan,

dan BMHP meliputi pengadaan (surat pesanan, faktur), penyimpanan (kartu stok),

penyerahan (nota atau struk penjualan) dan pencatatan lainnya disesuaikan dengan

kebutuhan. Pelaporan terdiri dari pelaporan internal dan pelaporan ekstenal. Perlaporan

internal merupakan pelaporan yang digunakan untuk kebutuhan manajemen apotek, meliputi

keuangan, barang dan pelaporan lainnya (Kementerian Kesehatan RI, 2016b).

Tujuan dari tahap pencatatan dan pelaporan adalah sebagai berikut:

1. Bukti bahwa pengelolaan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai telah dilakukan;

2. Sumber data untuk melakukan pengaturan dan pengendalian; dan

3. Sumber data dalam rangka pembuatan laporan.

Fungsi pencatatan obat yaitu untuk mengetahui jenis dan jumlah obat yang tersedia di

tempat penyimpanan obat. Di samping itu, dengan memiliki pencatatan yang baik memiliki

manfaat sebagai pertanggung jawaban yang akan melindungi kita dari dugaan manipulatif.

Adapun aktifitas pencatatan adalah sebagai berikut:

1. Kartu stok induk diletakkan di ruang kepala instalasi gudang

2. Lakukan pencatatan rutin terhadap muttasi barang harian


3. Bagian judul pada kartu stok diisi dengan nama obat, satuan obat, sumber obat, dan

jumlah persediaan minimum dan maksimum yang harus ada dalam persediaan.

2.1.10. Monitoring dan evaluasi

Monitoring dan evaluasi pengelolaan obat dilakukan secara periodic dengan tujuan

untuk (Aryani, 2020):

1. Memperbaiki secara terus-menerus pengelolaan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis

Pakai;

2. Mengendalikan dan menghindari terjadinya kesalahan dalam pengelolaan Sediaan

Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai agar tetap terjaga kualitas maupun pemerataan

pelayanan; dan

3. Memberikan penilaian terhadap tercapainya kinerja pengelolaan.

2.2. Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas

Standar Pelayanan Kefarmasian merupakan tolak ukur yang digunakan sebagai

pedoman bagi tenaga kefarmasian dalam melaksanakan pelayanan kefarmasian. Standar

Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas ditetapkan sebagai acuan pelaksanaan Pelayanan

Kefarmasian di Puskesmas. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan No. 74 tahun 2016,

Standar Pelayanan Kefarmasian di puskesmas meliputi standar:

1. Pengelolaan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai

Pengelolaan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai merupakan salah satu

kegiatan pelayanan kefarmasian, yang dimulai dari:

1) Perencanaan kebutuhan;

2) Permintaan;

3) Penerimaan;

4) Penyimpanan:

5) Pendistribusian;
6) Pengendalian;

7) Pencatatan, pelaporan, dan pengarsipan; dan

8) Pemantauan dan evaluasi pengelolaan

2. Pelayanan farmasi klinik

Pelayanan farmasi klinik merupakan bagian dari pelayanan kefarmasian yang

langsung dan bertanggung jawab kepada pasien berkaitan dengan Obat dan Bahan Medis

Habis Pakai dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan

pasien.elayanan farmasi klinik bertujuan untuk:

1) Meningkatkan mutu dan memperluas cakupan pelayanan kefarmasian di Puskesmas.

2) Memberikan Pelayanan Kefarmasian yang dapat menjamin efektivitas, keamanan dan

efisiensi Obat dan Bahan Medis Habis Pakai.

3) Meningkatkan kerjasama dengan profesi kesehatan lain dan kepatuhan pasien yang terkait

dalam Pelayanan Kefarmasian.

4) Melaksanakan kebijakan Obat di Puskesmas dalam rangka meningkatkan penggunaan

Obat secara rasional.

Pelayanan farmasi klinik meliputi:

1. Pengkajian dan pelayanan Resep

2. Pelayanan Informasi Obat (PIO)

3. Konseling

4. Visite Pasien (khusus Puskesmas rawat inap)

5. Monitoring Efek Samping Obat (MESO)

6. Pemantauan Terapi Obat (PTO)

7. Evaluasi Penggunaan Obat

2.3. Hasil-hasil Penelitian Terdahulu


1. Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Kota Banjarbaru tentang Evaluasi

Penyimpanan Obat di Gudang Farmasi Puskesmas diketahui bahwa persentase stok obat

mati, persentase stok obat kedaluarsa, dan stok akhir obat tidak sesuai dengan standar

yang ditetapkan oleh Dinas Kesehatan Kota Banjarbaru. Sehingga disimpulkan bahwa

penyimpanan obat di Puskesmas Kota Banjarbaru belum efisien (Akbar et al., 2016).

2. Hasil penelitian lain tentang Analisis Manajemen Logistik di Puskesmas Cipayung Kota

Depok Provinsi Jawa Barat pada tahun 2019, menunjukan bahwa sumber daya manusia

yang berada di instalasi farmasi belum mencukupi, tempat penyimpanan logistik obat

belum mencukupi dan untuk ketersediaan obat terkadang mengalami kekosongan

dikarenakan stok yang tidak tersedia dan waktu tunggu pemesanan yang lama.

Kesimpulan dari penelitian ini adalah sumber daya manusia dalam pengadaan obat di

Puskesmas Cipayung Kota Depok belum mencukupi hal ini dapat menghambat proses

pelayanan, serta gudang farmasi yang belum mencukupi dalam proses penyimpanan

obat-obatan (Hilmawati et al., 2020).

3. Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Puskesmas Jogonalan I Klaten oleh

Wisdaningrum (2020) tentang Evaluasi Penyimpanan Obat di Gudang Farmasi

Puskesmas Jogonalan I Klaten. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa hasil persentase

checklist, rata-rata kesesuaian 59%, sehingga untuk penyimpanan obat di Puskesmas

Jogonalan I Klaten belum sesuai dengan checklist dan peraturan (Wisdaningrum, n.d.).

4. Penelitian lain yang dilakukan di Yogyakarta oleh Atika (2020) tentang efisiensi

penyimpanan obat di Puskesmas Melati II Sleman. Hasil penelitiannya berdasarkan

indikator tiga indikator menunjukkan bahwa penyimpanan Obat di Puskesmas Mlati II

Sleman Yogyakarta belum efisien dikarenakan banyaknya komponen penyimpanan yang

belum sesuai standar (Hidayati, 2020).


2.4. Kerangka Konsep

Pemilihan

Perencanaan
Pengaturan
ruangan
Pengadaan

Penyusunan
Penerimaan obat
Kesesuaian
Manajemen standar
logistik obat Penyimpanan
penyimpanan
obat
Pendistibusian
Pencatatan
kartu stok
Pemusnahan
dan penarikan
Pengamatan
Pengendalian mutu obat

Pencatatan
dan pelaporan

Monitoring
dan evaluasi

Keterangan:

- - - - - : Tidak diteliti

: Diteliti

Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian

Anda mungkin juga menyukai