Anda di halaman 1dari 45

7

1. Tanda-tanda vital
a. Suhu
Selama 24 jam pertama, suhu mungkin meningkat menjadi 38ºC, sebagai
akibat meningkatnya kerja otot, dehidrasi dan perubahan hormonal. Jika
terjadi peningkatan suhu 38ºC yang menetap 2 hari setelah 24 melahirkan,
maka perlu dipikirkan adanya infeksi seperti sepsis puerperalis (infeksi
selama postpartum), infeksi saluran kemih, endometritis (peradangan
endometrium), pembengkakan payudara, dan lan-lain.
b. Nadi
Dalam periode waktu 6-7 jam sesudah melahirkan, sering ditemukan
adanya bradikardia 50-70 kali permenit (normalnya 80-100 kali permenit)
dan dapat berlangsung sampai 6-10 hari setelah melahirkan. Keadaan ini
bisa berhubungan dengan penurunan usaha jantung, penurunan volume
darah yang mengikuti pemisahan plasenta dan kontraksi uterus dan
peningkatan stroke volume. Takikardia kurang sering terjadi, bila terjadi
berhubungan dengan peningkatan kehilangan darah dan proses persalinan
yang lama.
c. Tekanan Darah
Selama beberapa jam setelah melahirkan, ibu dapat mengalami hipotensi
orthostatik (penurunan 20 mmHg) yang ditandai dengan adanya pusing
segera setelah berdiri, yang dapat terjadi hinggan 46 jam pertama. Hasil
pengukuruan tekanan darah seharusnya tetap stabil setelah melahirkan.
Penurunan tekanan intrapeutik atau adanya hipovolemia sekunder yang
berkaitan dengan hemoragi uterus. Peningkatan tekanan sistolik 30
mmHg dan penambahan diastolik 15 mmHg yang disertai dengan sakit
kepala dan gangguan penglihatan, bisa menandakan ibu mengalami
preeklamsia dan ibu dievaluasi lebih lanjut.
d. Pernafasan
Fungsi pernafasan ibu kembali ke fungsi seperti saat sebelum hamil pada
bulan ke enam setelah melahirkan.
2. Sistem Reproduksi
Perubahan fisiologi proses kembalinya (ukuran dan fungsi) sistem reproduksi
ke kondisi sebelum hamil (involusi) 3-4 hari pertama dan berlangsung hingga
minggu keenam post partum.
8

a. Involusi Uterus
Involusi atau pengerutan uterus merupakan suatu proses kembalinya
uterus ke keadaan sebelum hamil. Proses involusi merupakan salah satu
peristiwa penting dalam masa nifas, disamping proses laktasi
(pengeluaran ASI). Uterus ibu yang baru melahirkan masih membesar,
jika diraba dari luar tinggi fundus uteri kira-kia 2 jari dibawah pusat,
sedangkan beratnya lebih kurang 1 kilogram. Hal ini disebabkan oleh
banyaknya darah dalam dinding rahim mengalir dalam pembuluh-
pembuluh darah yang membesar. Sampai hari kedua, uterus masih
membesar dan setelah itu berangsur-angsur menjadi kecil. Jika diukur
tinggi fundus uteri waktu nifas (sesudah buang air kecil). Pada hari ketiga,
kira-kira 2 atau 3 jari dibawah pusat. Hari ke-lima, pada pertengahan
antara pusat dan simphysis. Hari ketujuh, kira-kira 2 atau 3 jari di atas
simphysis. Hari ke sembilan, kira-kira satu jari diatas symphysis. Dan
setelah hari kesepuluh, biasanya uterus tersebut dari luar tidak teraba lagi.
Semuanya ini disebabkan karena pemberian darah didalam dinding rahim
jauh berkurang, sehingga otot-otot menjadi kecil (S.A Goelam, 1990)
b. Perubahan pada payudara
Ketika laktasi terbentuk, akan teraba benjolan tetapi kantong susu yang
terisi berubah posisi dari hari ke hari. Sebelum laktasi dimulai, payudara
teraba lunak dan keluar cairan kekuningan, yakni kolostrum, dikeluarkan
dari payudara. Setelah laktasi dimulai, payudara teraba hangat dan keras
ketika disentuh. Rasa nyeri akan menetap selama sekitar 48 jam. Susu
putih kebiruan (tampak seperti susu skim) dapat dikeluarkan dari putting
susu.
c. Kontraksi uterus
Intensitas kontraksi uterus meningkat secara bermakna segera setelah bayi
lahir, diduga terjadi sebagai respons terhadap penurunan volume
intrauterin yang sangat besar. Hemostatis pascapartum dicapai terutama
akibat kompresi pembuluh darah intramiometrium, bukan oleh agregasi
trombosit dan pembentukan bekuan. Hormon oksigen yang dilepas dari
kelenjar hipofisis memperkuat dan mengatur kontraksi uterus,
mengompresi pembuluh darah, dan membantu hemostatis. Selama 1
9

sampai 2 jam pertama pascapartum intensitas kontraksi uterus bisa


berkurang dan menjadi tidak teratur.
d. Lochea
Lochea adalah darah dan cairan yang keluar dari vagina selama masa
nifas.
Tiga jenis lochea sesuai dengan warnanya adalah sebagai berikut :
1) Lochea Rubra/kuenta (merah)
Merupakan cairan bercampur darah dan sisa-sisa penebalan dinding
rahim (desi-dua) dan sisa-sisa penanaman plasenta (selaput ketuban),
berbau amis. Lochea rubra bewarna kemerah-merahan dan keluar
sampai hari ke-3 atau ke-4
2) Lochea Serosa
Lochea ini mengandung cairan darah dengan jumlah darah yang lebih
sedikit dan lebih banyak mengandung serum dan leukosit. Serta
robekkan/laserasi plasenta. Lochea serosa berwarna kecoklatan atau
kekuning-kuningan dan keluar dari hari ke-5 sampai ke-9 berikutnya.
3) Lochea Alba (putih)
Lochea alba terdiri dari leukosit, lendir leher rahim (serviks), dan
jaringan-jaringan mati yang lepas dalam proses penyembuhan. Lochea
alba berwarna lebih pucat, putih kekuning-kuningan dan keluar
selama 2-3 minggu.
e. Servik
Involusi serviks dan segmen bawah uterus/eksterna setelah persalinan
berbeda dan tidak kembali pada keadaan sebelum hamil. Muara serviks
eksterna/katalis servikalis tidak akan berbentuk lingkaran seperti sebelum
melahirkan (pada multipara), tetapi terlihat memanjang seperti celah atau
garis horisontal agak lebar, sering disebut mulut ikan atau porous serviks.
Serviks akan menjadi lunak segera setelah melahirkan. Dalam waktu
sekitar 20 jam setelah persalinan, servik memendek dengan konsistensi
lebih padat dan kembali ke bentuk semula dalam masa involusi.
Gambaran bagian-bagian serviks adalah sebagai berikut :
1) Serviks segmen bawah uterus tampak tetap. Edema tipis dan rapuh
selama beberapa hari setelah persalinan
10

2) Bagian serviks yang menonjol ke vagina (ektoserviks) terlihat memar


dan tampak sedikit laserasi yang memudahkan terjadinya infeksi.
3) Muara serviks berdilatasi 10 cm saat melahirkan, menutup secara
bertahap yaitu: Pada hari ke-4 sampai ke-6 setelah persalinan, masih
dapat dimasukkan 2 jari, akhir minggu ke-2 setelah persalinan, hanya
tungkai kuret terkecil yang dapat dimasukkan.
f. Vagina
Pada sekitar minggu ketiga, vagina mengecil dan timbul rugae kembali.
Vagina yang semula sangat teregang akan kembali secara bertahap seperti
ukuran sebelum hamil pada minggu ke-6 sampai ke-8 setelah melahirkan.
Rugae akan terlihat kembali pada minggu ke-3 atau ke-4. Estrogen setelah
melahirkan sangat berperan dalam penebalan mukosa vagina dan
pembentukan rugae kembali.
g. Perineum
Biasanya setelah melahirkan, perineum menjadi agak
bengkak/edema/memar dan mungkin ada luka jahitan bekas robekan atau
episiotomi, yaitu sayatan untuk memperluas pengeluaran bayi. Proses
penyembuhan luka episiotomi seperti nyeri, merah, panas, bengkak, atau
keluar cairan tidak lazim. Penyembuhan luka biasanya berlangsung 2-3
minggu setelah melahirkan.
h. Abdomen
Apabila wanita berdiri di hari pertama setelah melahirkan, abdomennya
akan menonjol dan membuat wanita tersebut tampak seperti masih hamil.
Dalam dua minggu setelah melahirkan, dinding abdomen wanita akan
rileks. Diperlukan sekitar enam minggu untuk dinding abdomen kembali
ke keadaan sebelum hamil. Kulit memperoleh kembali elastatisitasnya.
3. Sistem kardiovasuler
a. Volume darah
Perubahan volume darah tergantung pada beberapa faktor, misalnya
kehilangan darah selama melahirkan dan mobilisasi serta pengeluaran
cairan ekstravaskuler (edema fisiologis). Pada minggu ketiga dan keempat
setelah bayi lahir, volume darah biasanya menurun sampai mencapai
volume sebelum hamil.
11

Banyak ibu kehilangan 300 sampai 400 ml darah sewaktu melahirkan


bayi tunggal pervaginam atau sekitar dua kali lipat jumlah ini pada saat
operasi sesaria.
b. Curah Jantung/Cardiac output
Denyut jantung, volume sekuncup, dan curah jantung meningkat
sepanjang masa hamil. Segera setelah wanita melahirkan, keadaan ini
akan meningkat bahkan lebih tinggi selama 20 sampai 60 menit karena
darah yang biasanya melintasi sirkuit uteroplasenta tiba-tiba kembali ke
sirkulasi umum. Nilai ini meningkat pada semua jenis kelahiran atau
semua pemakaian konduksi anestesia (Bowes, 1991)
c. Komponen darah
1) Hematokrit dan Hemoglobin
Selama 72 jam pertama setelah bayi lahir, volume plasma yang hilang
lebih besar daripada sel darah yang hilang. Tidak ada sel darah merah
yang rusak selama masa pascapartum, tetapi semua kelebihan sel
darah merah akan menurun secara bertahap sesuai dengan usia sel
darah merah tersebut. Waktu yang pasti kapan volume sel darah
merah kembali ke nilai sebelum hamil tidak diketahui, tetapi volume
ini berada dalam batas normal saat dikaji 8 minggu setelah melahirkan
(Bowes, 1991)
2) Leukosit
Leukositosis normal pada kehamilan rata-rata sekitar 12.000/mm³.
Selama 10 sampai 12 hari pertama setelah bayi lahir, nilai leukosit
antara 20.000 dan 25.000/mm³ merupakan hal yang umum.
4. Sistem perkemihan
Perubahan hormonal pada masa hamil (kadar steroid yang tinggi) turut
menyebabkan peningkatan fungsi ginjal, sedangkan penurunan kadar steroid
setelah melahirkan sebagian menjelaskan sebab penurunan fungsi ginjal
selama masa pascapartum. Fungsi ginjal kembali normal dalam waktu satu
bulan setelah wanita melahirkan. Diperlukan kira-kira dua sampai 8 minggu
supaya hipotonia pada kehamilan dan dilatasi ureter serta pelvis ginjal
kembali ke keadaan sebelum hamil (Cunningham, dkk, 1993).
Dalam 12 jam setelah melahirkan, ibu mulai membuang kelebihan cairan
yang tertimbun di jaringan selama ia hamil.
12

Trauma bisa terjadi pada uretra dan kandung kemih selama proses
melahirkan, yakni sewaktu bayi melewati jalan lahir. Dinding kandung kemih
dapat mengalami hiperemesis dan edema, seringkali disertai daerah-daerah
kecil hemoragi.
5. Sistem Endokrin
1) Hormon Plasenta
Selama periode pascapartum, terjadi perubahan hormon yang besar.
Pengeluaran plasenta menyebabkan penurunan signifikan hormon-
hormon yang dproduksi oleh organ tersbut. Penurunan hormon human
placental lactogen (hPL), estrogen, dan kortisol, serta placentalenzyme
insulinase membalik efek diabetogenik kehamilan, sehingga kadar gula
darah menurun secara mencolok setelah plasenta keluar, kadar
terendahnya dicapai kira-kira satu minggu pascapartum.
2) Hormon Hipofisis dan Fungsi Ovarium
Kadar prolaktin meningkat secara progresif sepanjang masa hamil. Pada
wanita menyusui, kadar prolaktin tetap meningkat sampai minggu
keenam setelah melahirkan (Bowes, 1991)
Cairan menstruasi pertama setelah melahirkan biasanya lebih banyak dari
pada normal. Dalam tiga sampai empat siklus, jumlah cairan menstruasi
wanita kembali seperti sebelum hamil.
6. Sistem Gastrointestinal
Penggunaan tenaga pada kala pertama persalinan, menurunkan tonus otot-otot
abdomen yang juga merupakan faktor predisposisi terjadinya konstipasi pada
ibu pasca melahirkan. Fungsi usus besar akan kembali normal pada akhir
minggu pertama dimana nafsu makan mulai bertambah dan rasa tidak
nyaman pada perineum sudah menurun.
Usus besar cenderung seret/tidak lancar setelah melahirkan karena masih
adanya efek progesteron yang tertinggal dan penurunan tonus otot abdomen.
Ibu yang mengalami episiotomi cenderung untuk menunda eliminasi karena
takut terhadap peningkatan eliminasi karena takut terhadap peningkatan nyeri
atau takut akan kemungkinan jahitan episiotomi terlepas. Dengan menolak
atau menunda untuk buang air besar, hal ini bisa menyebabkan konstipasi dan
bahkan akan menimbulkan nyeri yang berlebihan bilamana ibu buang air
13

besar. Ibu dengan persalinan seksio sesarea mungkin mengalami sedikit


ketidaknyamanan dengan flatus.
7. Sistem Integumen
Peningkatan aktivitas melanin pada kehamilan yang menyebabkan
hiperpigmentasi pada putting susu, areola, dan linea nigra secara berangsur-
angsur menurun setelah melahirkan. Meskipun perubahan warna menjadi
lebih gelap pada area-area ini menurun, namun warna tidak bisa kembali total
seperti sebelum hamil. Kloasma gravidarum yang timbul pada masa hamil
biasanya tidak akan terlihat pada kehamilan, namun hiperpigmentasi pada
areola dan linea nigra mungkin belum menghilang setelah ibu melahirkan,
namun rambut kasar yang timbul selama hamil akan menetap.
Kelainan pembuluh darah vaskuler selama kehamilan yang menyebabkan
spider angioma (nevi), eritema palmar dan epulis biasanya akan berkurang
sebagai respon terhadap penurunan kadar esterogen yang cepat setelah
melahirkan. Pada beberapa wanita, spider angioma (nevi) akan tampak
menetap meskipun dengan ukuran kecil.
8. Sistem Muskuloskeletal
Perubahan sistem muskuloskeletal pada ibu selama nifas berlangsung terbalik
dengan selama masa kehamilannya. Perubahan ini meliputi hal-hal yang
dapat membantu relaksasi dan hipermobilitas sendi serta perubahan pusat
berat ibu akibat pembesaran rahim. Untuk menstabilkan sendi dengan
lengkap diperlukan waktu sampai minggu ke-8 setelah ibu melahirkan.
Namun, kaki ibu belum mengalami perubahan yang berarti seringkali masih
membutuhkan sandal/sepatu yang lebih besar (Bobak, 1995)
9. Sistem Neurologi
Setelah melahirkan, terdapat perubahan neurologis yang merupakan
kebalikan dari perubahan neurologis yang terjadi selama hamil. Rasa tidak
nyaman neurologis yang disebabkan karena kompresi/tekanan syaraf
menghilang setelah tekanan mekanik dari uterus yang membesar dan tekanan
dari retensi cairan menghilang. Rasa baal pada paha yang disebabkan karena
kompres persyarafan terdapat dinding-dinding panggul atau ligamen
inguinalis selama hamil menghilang. Rasa baal dan kesemutan (tingling)
secara periodik pada jari yang dialami 5% ibu hamil sebagai akibat dari traksi
pleksus trakhialis biasanya juga menghilang setelah bayi lahir. Eliminasi
14

edema fisiologis dan perubahan-perubahan fisiologis yang kebalikan selama


masa hamil pada fascia, tenden dan jaringan penyambung mengurangi
tekanan pada syaraf median dan menghilangkan sindroma carpal tunnel
(nyeri, baal dan kesemutan pada tangan dan jari-jari). Tergantung pada
penyebabnya, kram pada kaki juga akan menghilang setelah melahirkan.
Nyeri kepala pasca melahirkan dapat diakibatkan oleh berbagai keadaan,
seperti hipertensi akibat kehamilan, stress dan kebocoran cairan serebrospinal
saat anestesi.

C. Adaptis Psikologis
1. Proses menjadi orangtua
Menjadi orangtua merupakan faktor pematangan dalam diri seorang wanita atau
pria tanpa memperhatikan apakah anak yang diasuh memiliki hubungan biologis
atau tidak. Steele dan Pollack (1968) menyatakan bahwa menjadi orangtua
merupakan satu proses yang terdiri dari dua komponen. Komponen pertama,
bersifat praktis atau mekanis, melibatkan keterampilan kognitif dan motorik;
komponen kedua, bersifat emosional, melibatkan keterampilan afektif dan
kognitif.
2. Peran orangtua sesudah melahirkan
Untuk orangtua biologis, peran orangtua dimulai selagi kehamilan membesar dan
semakin kuat saat bayi dilahirkan. Selama periode pasca partum, tugas dan
tanggung jawab baru muncul dan kebiasaan lama perlu diubah atau ditambah
dengan yang baru.
3. Tugas dan tanggung jawab orang tua
a. Orangtua harus menerima keadaan anak yang sebenarnya dan tidak terus
terbawa dengan khayalan dan impian yang dimilikinya tentang figur anak
idealnya.
b. Orangtua perlu meyakini bahwa bayinya yang baru lahir adalah seorang
pribadi yang terpisah dari diri mereka artinya seseorang yang memiliki
banyak kebutuhan dan memerluka perawatan.
c. Orangtua harus bisa menguasai cara merawat bayinya
d. Orangtua harus menetapkan kriteria evaluasi yang baik dan dapat dipakai
untuk menilai kesuksesan atau kegagalan hal-hal yang dilakukan pada bayi.
15

4. Penyesuaian ibu
Perubahan peran seorang ibu memerlukan adaptasi yang harus dijalani.
Tanggung jawab bertambah dengan hadirnya bayi yang baru lahir. Dorongan
serta perhatian anggota keluarga lainnya merupakan dukungan positif untuk ibu.
Dalam menjalani adaptasi setelah melahirkan, ibu akan mengalami fase-fase
sebagai berikut:
a. Fase Taking In
Fase taking in yaitu periode ketergantungan. Periode ini berlangsung dari hari
pertama sampai hari kedua setelah melahirkan. Pada fase ini, ibu sedang
berfokus terutama pada dirinya sendiri. Ibu akan berulang kali menceritakan
proses persalinan yang dialaminya dari awal sampai akhir. Ibu perlu bicara
tentang dirinya sendiri. Ketidaknyamanan fisik yang dialami ibu pada fase ini
seperti mules, nyeri pada jahitan, kurang tidur dan kelelahan merupakan
sesuatu yang tidak dihindari. Hal tersebut membuat ibu perlu cukup istirahat
untuk mencegah gangguan psikologis yang mungkin dialami, seperti mudah
tersinggung, menangis. Hal ini membuat ibu cenderung menjadi pasif
terhadap lingkungannya. Pada fase ini petugas kesehatan harus menggunakan
pendekatan yang empatik agar ibu dapat melewati fase ini dengan baik. Ibu
hanya ingin didengarkan dan diperhatikan. Kehadiran suami atau keluarga
sangat diperlukan pada fase ini. Petugas kesehatan dapat menganjurkan suami
dan keluarga untuk memberikan dukungan moril dan menyediakan waktu
untuk mendengarkan semua hal yang disampaikan agar ibu dapat melewati
fase ini dengan lancar.
Gangguan psikologis yang mungkin dirasakan ibu adalah :
1) Kekecewaan karena tidak mendapatkan apa yang dinginkan tentang
bayinya misal jenis kelamin tertentu, warna kulit, jenis rambut dan lain-
lain.
2) Ketidaknyamanan sebagai akibat dari perubahan fisik yang dialami ibu
misal rasa mules karena rahim berkontraksi untuk kembali pada keadaan
semula, payudara bengkak, nyeri luka jahitan.
3) Rasa bersalah karena belum bisa menyusui bayinya.
4) Suami atau keluarga yang mengkritik ibu tentang cara merawat bayi dan
cenderung melihat saja tanpa membantu. Ibu akan merasa tidak nyaman
karena sebenarnya hal tersebut bukan hanya tanggung jawab ibu semata.
16

b. Fase Taking Hold


Fase taking hold yaitu periode yang berlangsung antara 3-10 hari setelah
melahirkan. Pada fase ini ibu timbul rasa khawatir akan ketidakmampuan dan
rasa tanggung jawabnya dalam merawat bayi. Ibu mempunyai perasaan
sangat sensitif sehingga mudah tersinggung dan gampang marah. Kita perlu
berhati-hati menjaga komunikasi dengan ibu. Dukungan moril sangat
diperlukan untuk menumbuhkan kepercayaan diri ibu.
c. Fase Letting go
Fase Letting Go yaitu periode menerima tanggung jawab akan peran baunya.
Fase ini berlangsung sepuluh hari setelah melahirkan. Ibu sudah mulai
menyesuaikan diri dengan ketergantungan bayinya. Ibu memahami bahwa
bayi butuh disusui sehingga siap terjaga untuk memenuhi kebutuhan bayinya.
Keinginan untuk merawat diri dan bayinya sudah meningkat pada fase ini.
Ibu akan lebih percaya dari dalam menjalani peran barunya.
5. Penyesuaian Ayah
Keinginan ayah untuk menemukan hal-hal yang unik maupun yang sama dengan
dirinya merupakan karakteristik lain yang berkaitan dengan kebutuhan ayah
untuk merasakan bahwa bayi ini adalah miliknya. Respons yang jelas ialah
adanya daya tarik yang kuat dari bayi yang baru lahir. Banyak waktu dipakai
untuk berbicara dengan si bayi dan ayah mendapat kesenangan dari melihat
respons bayinya. Ayah measa ada peningkatan rasa percaya diri, suatu perasaan
menjadi “lebih besar, lebih dewasa, dan lebih tua” saat melihat bayinya untuk
pertama kali.
6. Adapatasi saudara kandung
a. Memperkenalkan bayi kepada suatu keluarga dengan satu anak atau lebih
bisa menjadi persoalan bagi orangtua.
b. Anak yang lebih tua harus menyusun posisi baru di dalam hirarki keluarga.
c. Kelakuan mundur (regresi) ke usia yang jauh lebih muda bisa terlihat pada
beberapa anak. Misalnya: mereka bisa kembali mengompol, merengek-
rengek dan tidak mau makan sendiri.
d. Penyesuaian awal anak yang lebih tua terhadap bayi baru lahir membutuhkan
waktu. Anak harus diperbolehkan berinteraksi atas kemauannya sendiri dan
jangan dipaksakan.
17

Ibu dan ayah menghadapi sejumlah tugas yang terkait dengan penyesuaian dari
permusuhan antar saudara. Tugas-tugas tersebut meliputi hal-hal sebagai berikut:

1) Membuat anak yang lebih tua merasa dikasihi dan diinginkan


2) Mengatasi rasa bersalah yang timbul dari pemikiran bahwa anak yang lebih
tua mendapat perhatian dan waktu yang lebih sedikit.
3) Menyesuaikan waktu dan ruang untuk menampung bayi baru tersebut.
4) Memantau perlakuan anak yang lebih tua terhadap bayi yang lebih lemah dan
mengalihkan perilaku yang agresif.

D. Penatalaksanaan Medis
1. Pemeriksaan medis
Nilai hemoglobin dan hematokrit seringkali dibutuhkan pada hari pertama
pascapartum untuk mengkaji kehilangan darah pada saat melahirkan.
2. Terapi
a. Pemberian berbagai obat analgesik.
b. Kurangi tindakan yang menyebabkan ketidaknyamanan pasca partum lakukan
perawatan payudara dan rencanakan pemakaian kontrasepsi.

E. Konsep Dasar Seksio Sesaria


1. Pengertian
Seksio sesarea adalah suatu pembedahan guna melahirkan anak lewat insisi pada
dinding abdomen dan uterus. (Harry & William. 2010). Ibu pasca seksio sesarea
adalah ibu yang melahirkan janin dengan cara proses pembedahan dengan
membuka dinding perut dan dinding uterus dalam waktu sekitar kurang lebih
enam minggu organ-organ reproduksi akan kembali pada keadaan tidak hamil
(Cunningham, 2005). Seksio sesarea adalah suatu tindakan untuk melahirkan
bayi dengan berat di atas 500 gr, melalui sayatan pada dinding uterus yang masih
utuh (intact) (Sarwono, 2009)

2. Klasifikasi
a. Sectio sesarea klasik
Insisi longitudinal di garis tengah dibuat dengan skalpel ke dalam dinding
anterior uterus dan dilebarkan ke atas serta ke bawah dengan gunting
18

berujung tumpul. Diperlukan luka insisi yang lebar karena bayi sering
dilahirkan dengan bokong dahulu. Janin serta plasenta dikeluarkan dan uterus
ditutup dengan jahitan tiga lapis. Pada masa modern ini hampir sudah tidak
dipertimbangkan lagi untuk mengerjakan sectio sesarea klasik. Satu-satunya
indikasi untuk prosedur segmen atas adalah kesulitan teknis dalam
menyingkapkan segmen bawah.
b. Sectio sesarea extraperitoneal
Pembedahan extraperitoneal dikerjakan untuk menghindari perlunya
histerektomi pada kasus-kasus yang mengalami infeksi luas dengan
mencegah peritonitis generalisata yang sering bersifat fatal. Ada beberapa
metode seksio sesarea extraperitoneal, seperti metode Waters, Latzko dan
Norton.
Teknik pada prosedur ini relatif sulit, sering tanpa sengaja masuk ke dalam
cavum peritonei, dan insidensi cedera vesica urinaria meningkat. Perawatan
prenatal yang lebih baik, penurunan insidensi kasus yang terlantar, dan
tesedianya darah serta antibiotik telah mengurangi perlunya teknik
extraperitoneal. Metode ini tidak boleh dibuang tetapi tetap disimpan sebagai
cadangan bagi kasus-kasus tertentu.
c. Histerektomi Sesarea
Pembedahan ini merupakan seksio sesarea yang dilanjutkan dengan
pengeluaran uterus. Kalau mungkin histerektomi harus dikerjakan lengkap
(histerektomi total). Akan tetapi, karena pembedahan subtotal lebih mudah
dan dapat dikerjakan lebih cepat, maka pembedahan subtotal menjadi
prosedur pilihan kalau terdapat perdarahan hebat dan pasiennya shock, atau
kalau pasien dalam keadaan jelek akibat sebab-sebab lain. Pada kasus-kasus
semacam ini, tujuan pembedahan adalah menyelesaikannya secepat mungkin.

3. Indikasi
a. Indikasi pada Ibu
Beberapa indikasi pada ibu yang dilakukan operasi seksio sesarea, antara lain:
1) Proses persalinan normal yang lama atau kegagalan proses persalinan
normal (dystosia)
2) Detak jantung janin melambat (fetal distress)
3) Komplikasi Pre-Eklamsia
19

4) Ibu menderita herpes


5) Putusnya tali pusat
6) Resiko luka parah pada rahim
7) Bayi dalam posisi sungsang, letak lintang
8) Bayi besar
9) Masalah plasenta seperti plasenta previa
10) Pernah mengalami masalah pada penyembuhan perineum, distosia, seksio
sesarea berulang
11) Presentasi bokong hipertensi akibat kehamilan (pregnancy-induced
hypertention)
12) Kelainan plasenta dan malpresentasi misalnya presentasi bahu
b. Indikasi pada janin
Sedangkan indikasi pada janin yang dilakukan operasi seksio sesarea, antara
lain :
1) Gawat janin
2) Prolapsus funikuli (tali pusat penumpang)
3) Primigravida tua
4) Kehamilan dengan diabetes mellitus
5) Infeksi intra partum
6) Kehamilan kembar
7) Kehamilan dengan kelainan congenital
8) Anomali janin misalnya hidrosefalus

4. Komplikasi
Komplikasi pada persalinan seksio sesarea, antara lain diuraikan di bawah ini :
a. Rasjidi (2009) menguraikan bahwa komplikasi utama persalinan seksio
sesarea adalah kerusakan organ-organ seperti vesika urinaria dan uterus saat
dilakukan operasi dan komplikasi yang berhubungan dengan anestesi,
perdarahan, infeksi dan tromboemboli. Kematian ibu lebih besar pada
persalinan seksio sesarea dbandingkan persalinan pervaginam.
b. Sementara itu, Aksu, Kucuk, Duzgun, (2011) menyatakan bahwa risiko
komplikasi akibat tindakan operasi sesarea adalah vena thrombosis, karena
berbagai faktor seperti trombophilia, American college of Obsetericians and
20

Gynecologists (ACOG) membuat kategori pasien pasca operasi seksio sesarea


menjadi dua yaitu resiko rendah sampai risiko tinggi.
c. Bonney & Jenny (2010) menjelaskan bahwa komplikasi pasca operasi seksio
sesraea pada insisi segmen bawah rahim dapat terjadi :
1) Berkurangnya vaskuler bagian atas uterus sehingga berisiko mengalami
ruptur membran
2) Ileus dan peritonitis
3) Pasca operasi obstruksi
4) Masalah infeksi karena masuknya mikroorganisme selama pasca operasi.
d. Sedangkan Leifer (2012) menyatakan bahwa komplikasi pada ibu yang
dilakukan seksio sesarea yaitu :
1) Terjadinya aspirasi
2) Emboli pulmonal
3) Perdarahan
4) Infeksi urinaria
5) Injuri pada bladder
6) Thrombophlebitis
7) Infeksi pada luka operasi
8) Komplikasi yang berhubungan dengan efek anestasi serta terjadinya
injury
9) Masalah respirasi pada fetal.

F. Konsep Dasar Indikasi


1. Pengertian
Preeklamsia dan eklamsia merupakan kumpulan gejala yang timbul pada ibu
hamil, bersalin, dan selama masa nifas, yang terdiri atas trias gejala, yaitu
hipertensi, proteinuria, dan edema, kadang-kadang disertai konvulsi sampai
koma. Ibu tersebut tidak menunjukkan tanda-tanda kelainan vaskular atau
hipertensi sebelumnya. (Yulaikhah, 2008:hal,95)

Pre-eklamsia ringan adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan/atau


edema pada umur kehamilan 20 minggu atau lebih atau pada masa nifas.
Gejala ini dapat timbul sebelum umur kehamilan 20 minggu pada penyakit
trofoblas. (Taufan, 2012:hal 175)
21

2. Etiologi
Penyebab pre-eklamsia ringan belum diketahui secara jelas. Penyakit ini
dianggap sebagai “maladaptation syndrome” akibat vasospasme general
dengan segala akibatnya. Teori yang terkenal sebagai penyebab preeklamsia
adalah teori iskemia plasenta. Akan tetapi, teori ini belum dapat menerangkan
semua hal yang berkaitan dengan pre-eklamsia. Teori yang diterima adalah
teori yang dapat menerangkan hal-hal berikut.
a. Mengapa frekuensi menjadi tinggi pada primigravida, kehamilan ganda,
hidramnion, dan molahidatidosa.
b. Mengapa frekuensi bertambah seiring dengan tuanya kehamilan,
umumnya pada triwulan III
c. Mengapa terjadi perbaikan keadaan penyakit, jika terjadi kematian janin
dalam kandungan
d. Penyebab timbulnya hipertensi, proteinuria, edema, dan konvulsi sampai
koma.

Dengan demikian, jelaslah bahwa bukan hanya satu faktor, melainkan banyak
faktor yang menyebabkan preeklamsia dan eklamsia. Faktor-faktor yang
mempengaruhi terjadinya preeklamsia dan eklamsia adalah :

a. Jumlah primigravida, terutama primigravida muda


b. Distensi rahim yang berlebihan, seperti hidarmnion, hamil ganda, mola
hidatidosa
c. Penyakit yang menyertai kehamilan, seperti diabetes mellitus (DM),
kegemukan.
d. Jumlah umur ibu di atas 35 tahun
e. Preeklamsia berkisar antara 3%-5% dari kehamilan yang dirawat

3. Patofisiologi
Banyak ahli saat ini menyarankan model dua-tahap yang terdiri atas triger
plasenta yang diikuti dengan respons sistemik maternal. Perbedaan pada
presentasi dan kemajuan pre-eklamsia dijelaskan sebagai akibat perbedaan
sifat respons maternal (Walker, 2000)
Dinyatakan bahwa triger plasenta merupakan satu kondisi iskemia absolut
atau relatif akibat :
22

a. Plasentasi yang buruk yang terjadi ketika terdapat kegagalan invasi


trofoblas arteri spiralis uteri. Pada kehamilan normal, dinding otot arteri
ini tersusun atas otot lurik sejauh sepertiga bagian dalam miometrium
(Roberts & Cooper, 2001) yang mengakibatkan perfusi lebih banyak ke
ruang intervilus. Insufisiensi plasenta juga berkaitan dengan deposisi
fibrin dan trombosis pada arteriol spiralis. (Walker, 2000)
b. Plasenta yang besar abnormal, yang meningkatkan suplai darahnya
(Roberts & Cooper, 2001), seperti pada kehamilan kembar atau
molahidatidosa.
c. Faktor lain yang menurunkan perfusi plasenta, seperti perubahan
kardiovaskular akibat diabetes atau hipertensi esensial.

Iskemia plasenta secara langsung maupun tidak langsung mungkin memicu


respons radang maternal abnormal (disfungsi endotel umum merupakan
bagian respons tersebut) pada wanita yang mengalami pre-eklamsia dan
gangguan terkait (Redman, 1999). Akan tetapi, tidak semua wanita yang
memiliki pemicu potensial mengalami pre-eklamsia. Oleh karena itu, Walker
(2000) menduga bahwa respons maternal dipengaruhi oleh faktor genetik,
perilaku, atau lingkungan. Faktor ini dapat meliputi genotipe maternal atau
janin atau interaksi keduanya (Redman, 1999). Teori imunologis menyatakan
bahwa respons maternal berlebihan terjadi ketika terdapat pemajanan
terhadap antigen ayah, misalnya pada kehamilan pertama, dengan pasangan
baru atau dengan penggunaan sperma donor.

Menurut Yulaikhah (2008:hal. 96)


a. Pada preeklamsia, terjadi spasme pembuluh darah disertai dengan retensi
garam dan air
b. Pada biopsi ginjal, ditemukan spasme hebat arteriola glomerulus.
c. Pada beberapa kasus, lumen arteriola sedemikian sempitnya sehingga
hanya dapat dilalui oleh satu sel darah merah. Dengan demikian, jika
semua arteriola dalam tubuh mengalami spasme, tekanan darah akan naik,
dalam usaha mengatasi kenaikan tekanan perifer agar oksigenasi jaringan
dapat dicukupi.
23

d. Kenaikan berat badan dan edema yang disebabkan oleh penimbunan air
yang berlebihan dalan ruang interstitial, belum diketahui sebabnya,
mungkin karena retensi air dan garam.
e. Proteiunuria dapat disebabkan oleh spasme arteriola sehingga terjadi
perubahan pada glomerulus.

Terjadinya spasme pembuluh darah arteriol menuju organ penting dalam


tubuh dapat menimbulkan gangguan sebagai berikut.

a. Gangguan metabolisme jaringan


1) Terjadi metabolisme anaerobik lemak dan protein
2) Pembakaran yang tidak sempurna menyebabkan pembentukan badan
keton dan asidosis
b. Gangguan perdarahan darah dapat menimbulkan:
1) Nekrosis (kematian jaringan)
2) Perdarahan
3) Edema jaringan
c. Mengecilnya aliran darah menuju sirkulasi retroplasenter menimbulkan
gangguan pertukaran nutrisi, CO² dan O² yang menyebabkan asfiksia
sampai kematian janin dalam rahim.
24
25

4. Manifestasi Klinis
Gejala klinis pre-eklamsia ringan meliputi :
a. Hipertensi : sistolik / diastolik mencapai 140/90 mmHg
b. Proteinuria : secara kuantitatif lebih 0,3 gr/liter dalam 24 jam atau secara
kualitatif positif 2 (+2)
c. Edema pada pretibia, dinding abdomen, lumbosakral, wajah atau tangan.
d. Timbul salah satu atau lebih gejala atau tanda-tanda pre-eklamsia berat.
e. Kenaikan berat badan 1 kg atau lebih dalam 1 minggu.

5. Pemeriksaan dan Diagnosis


a. Kehamilan 20 minggu atau lebih
b. Kenaikan tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih dengan pemeriksaan 2
kali selang 6 jam dalam keadaan istirahat (untuk pemeriksaan pertama
dilakukan 2 kali setelah istirahat 10 menit)
c. Edema pada tungkai (pretibial), dinding perut, lumbosakral, wajah atau
tungkai
d. Proteinuria lebih 0,3 gram/liter/24 jam.

6. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan rawat jalan pasien pre-eklamsia ringan :
1) Banyak istirahat (berbaring tidur/miring)
2) Diet : cukup protein, rendah karbohidrat, lemak dan garam
3) Sedativa ringan : tablet phenobarbital 3x30 mg atau diazepam 3x2 mg
per oral selama 7 hari
4) Roborantia
5) Kunjungan ulang setiap 1 minggu
6) Pemeriksaan laboratorium : hemoglobin, hematokrit, trombosit, urine
lengkap, asam urat darah, fungsi hati, fungsi ginjal.
b. Penatalaksanaan rawat tinggal pasien pre-eklamsia ringan berdasarkan
kriteria
1) Setelah 2 minggu pengobatan rawat jalan tidak menunjukkan adanya
perbaikan dari gejala-gejala pre-eklamsia seperti:
2) Kenaikan berat badan ibu 1 kg atau lebih per minggu selama 2 kali
berturut-turut (2 minggu)
26

3) Timbul salah satu atau lebih gejala atau tanda-tanda pre-eklamsia


berat

Bila setelah 1 minggu perawatan di atas tidak ada perbaikan maka pre-
eklamsia ringan dianggap sebagai pre-eklamsia berat. Bila dalam
perawatan di rumah sakit sudah ada perbaikan sebelum 1 minggu dan
kehamilan masih preterm maka penderita tetap dirawat selama 2 hari lagi
baru dipulangkan. Perawatan lalu disesuaikan dengan perawatan rawat
jalan

c. Perawatan pasien pre-eklamsia ringan :


1) Kehamilan preterm (kurang 37 minggu)
a) Bila desakan darah mencapai normotensif selama perawatan,
persalinan ditunggu sampai aterm.
b) Bila desakan darah turun tetapi belum mencapai normotensif
selama perawatan maka kehamilannya dapat diakhiri pada umur
kehamilan 37 minggu atau lebih.
2) Kehamilan aterm (37 minggu atau lebih): persalinan ditunggu sampai
terjadi usia persalinan atau dipertimbangkan untuk melakukan
persalinan pada taksiran tanggal persalinan.
3) Cara persalinan: persalinan dapat dilakukan secara spontan. Bila perlu
memperpendek kala II.

G. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Sectio Caesarea


1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan dengan
mengumpulkan data, melakukan pemeriksaan dan melakukan komunikasi
dengan klien untuk memperoleh data yang dibutuhkan.
Menurut Doengoes, Marilyn E, 2001, pengkajian yang dilakukan oleh
perawatan pada ibu post partum dengan tindakan seksio sesarea meliputi:
a. Identitas pasien
Nama, umur, jenis kelamin, agama, suku, pendidikan.
b. Sirkulasi
Kehilangan darah selama prosedur pembedahan kira-kira 600-800 ml.
27

c. Integritas ego
Dapat menunjukkan labilitas emosional, dari kegembiraan, sampai
ketakutan, marah, atau menarik diri. Klien/pasangan dapat memiliki
pertanyaan atau salah terima peran dalam pengalaman kelahiran.
Mungkin mengekspresikan ketidakmampuan untuk menghadapi situasi
baru.
d. Eliminasi
Kateter urinarius indwelling mungkin terpasang; urine jernih pucat.
Bising usus tidak ada, samar, atau jelas,
e. Makanan/cairan
Abdomen lunak dengan tidak ada distensi pada awal
f. Neurosensori
Kerusakan gerakan dan sensasi di bawah tingkat anestesia spinal epidural
g. Nyeri/ketidaknyamanan
Mungkin mengeluh ketidaknyamanan dari berbagai sumber; mis: trauma
bedah/insisi, nyeri penyerta, distensi kandung kemih/abdomen, efek-efek
anestesia. Mulut mungkin kering
h. Pernapasan
Bunyi paru jelas dan vesikular
i. Keamanan
Balutan abdomen dapat tampak sedikit noda atau kering dan utuh. Jalur
parenteral, bila digunakan, paten, dan sisi eritema, bengkak, dan nyeri
tekan.
j. Seksualitas
Fundus kontraksi kuat dan terletak di umbilikus. Aliran lokhia sedang dan
bebas bekuan berlebihan/banyak.

2. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan pada pengkajian, maka diagnosa keperawatan yang mungkin
ditemukan adalah :
a. Nyeri berhubungan dengan episiotomy, nyeri setelah melahirkan.
b. Gangguan proses laktasi berhubungan dengan tingkat pengetahuan ibu
dan pengalaman sebelumnya.
c. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan trauma jaringan.
28

d. Perubahan eliminasi urin berhubungan dengan efek-efek hormonal.


e. Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan
kehilangan cairan berlebihan.
f. Resiko tinggi terhadap kelebihan volume cairan berhubungan dengan
ketidaktepatan penggantian cairan.
g. Konstipasi berhubungan dengan penurunan tonus otot.
h. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi
perawatan diri dan kebutuhan bayi.
i. Gangguan pola tidur berhubungan dengan respon hormonal dan
psikologis: nyeri atau ketidaknyamanan.
j. Kurang pengetahuan mengenai cara menyusui dan keluarga berencana
(KB) berhubungan dengan kurangnya informasi.
k. Nyeri akut berhubungan dengan trauma pembedahan, efek-efek anestesia,
efek-efek hormonal, distensi kandung kemih/abdomen.
l. Resiko tinggi terhadap cedera berhubungan dengan fungsi biokimia atau
regulasi, efek-efek anestesia, tromboemboli, anemia, trauma jaringan.
m. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan trauma jaringan/kulit
rusak, penurunan hemoglobin, prosedur invasif dan/atau peningkatan
pemajanan lingkungan, pecah ketuban lama, malnutrisi.
n. Konstipasi berhubungan dengan penurunan tonus otot
o. Kurang pengetahuan mengenai perubahan fisiologis berhubungan dengan
kurang pemajanan/mengingat, kesalah interpretasi, tidak mengenal
sumber-sumber.
p. Perubahan eliminasi urine berhubungan dengan trauma/diversi mekanis
q. Ansietas berhubungan dengan krisis situasi, ancaman pada konsep dri
r. Kurang perawatan diri berhubungan dengan efek-efek anestesia dan
penurunan kekuatan dan ketahanan.
s. Harga diri rendah berhubungan dengan merasa gagal dalam peristiwa
kehidupan
t. Proses perubahan ikatan kelarga berhubungan dengan perkembangan
transisi/peningkatan anggota keluarga.
29

3. Intervensi Keperawatan
Adapun intervensi yang diperlukan sesuai dengan diagnosa keperawatan
diatas antara lain :
a. Nyeri berhubungan dengan luka episiotomy.
Tujuan : nyeri hilang atau minimal berkurang.
Kriteria hasil : skala nyeri berkurang, tanda-tanda vital dalam batas
normal, ekspresi wajah tampak rileks.
Perencanaan :
1) Kaji skala, lokasi, karakteristik, dan durasi nyeri.
Rasional : klien tidak secara verbal melaporkan skala, lokasi,
karakteristik, dan durasi nyeri.
2) Anjurkan istirahat selama fase akut.
Rasional : ketenangan dan istirahat dapat mencegah kelelahan dan
untuk mengurangi nyeri.
3) Berikan posisi yang nyaman seperti semi fowler.
Rasional : meningkatkan rasa nyaman dapat mengurangi nyeri.
4) Mengkaji tanda-tanda vital.
Rasional : mengetahui adanya peningkatan tekanan darah, suhu,
pernafasan, nadi pada ibu paska partum.
5) Ajarkan teknik relaksasi pada klien.
Rasional : merilekskan otot dan mengalihkan perhatian dari sensori
nyeri.
6) Atur posisi tidur klien sesuai dengan derajat kenyamanan klien.
Rasional : meningkatkan kenyamanan klien.
7) Anjurkan ambulasi dini dan latihan.
Rasional : meningkatkan sirkulasi dan aliran balik vena dari
ekstermitas bawah, menurunkan resiko pembentukan trombus.
8) Berikan lingkungan yang tenang: anjurkan istirahat diantara
pengkajian.
Rasional : ketenangan dan istirahat dapat mencegah kelelahan yang
berlebih.
9) Kaji adanya tremor pada kaki atau tubuh gementeran yang tidak
terkontrol.
30

Rasional : mengetahui adanya tremor atau tidak pada ibu setelah


melahirkan.
10) Kolaborasi : berikan obat analgesik sesuai indikasi.
Rasional : pemberian analgesik dapat menurunkan persepsi nyeri.
b. Gangguan proses laktasi berhubungan dengan tingkat pengetahuan ibu
dan pengalaman sebelumnya.
Tujuan : terjadinya proses laktasi.
Kriteria hasil : ASI keluar lancar, tidak ada bengkak.
Perencanaan :
1) Kaji pengetahuan dan pengalaman klien tentang menyusui
sebelumnya.
Rasional : mengetahui tingkat pendidikan dan pengalaman tentang
menyusui.
2) Tentukan sistem pendukung yang tersedia pada klien dan sikap
pasangan.
Rasional : mengetahui adanya dukungan dari keluarga atau dari
suami.
3) Demonstrasikan dan tinjau ulang teknik-teknik menyusui, perhatikan
posisi bayi selama menyusui dan lamanya menyusui.
Rasional : mengetahui tingkat pengetahuan tentang posisi-posisi
menyusui.
4) Berikan informasi, verbal dan tertulis mengenai fisiologis dan posisi
menyusui.
Rasional : mengetahui seberapa besarnya informasi yang sudah
didapatkan oleh klien tentang posisi menyusui.
5) Anjurkan klien membersihkan puting setiap habis menyusui.
Rasional : mencegah kuman yang ada diputing pada saat menyusui.
c. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan trauma jaringan
Tujuan : resiko tinggi terjadinya infeksi tidak terjadi.
Kriteria hasil : tanda-tanda vital dalam batas normal tekanan darah
120/80mmHg, nadi 70-80x/menit, pernafasan 20x/menit. Bebas dari
tanda-tanda REEDA, tidak ada demam/febris, luka klien tampak
membaik.
Perencanaan :
31

1) Berikan kompres panas lokal, tingkatkan tirah baring dengan tungkai


yang sakit.
Rasional : menurunkan beratnya sakit kepala dan meningkatkan
cairan yang ada didalam tubuh.
2) Anjurkan dan gunakan teknik mencuci tangan cermat dan ganti
pembalut (softek), pembalut perineal dan linen terkontaminasi dengan
tepat. Diskusikan dengan klien pentingnya kontinuitas tindakan
setelah pulang.
Rasional : membantu mencegah dan menghalangi penyebaran infeksi.
3) Berikan informasi tentang makanan pilihan tinggi protein, vitamin C,
dan zat besi. Anjurkan klien untuk meningkatkan masukan cairan
sampai 2000ml/hari.
Rasional : membantu meningkatkan penyembuhan dan regenerasi
jaringan baru paska melahirkan.
4) Anjurkan klien untuk menggunakan krim antibiotik pada perineum,
sesuai indikasi.
Rasional : memberantas organisme infeksius lokal.
5) Kolaborasi : berikan antibiotik pada klien.
Rasional : mencegah terjadinya infeksi.
d. Perubahan eliminasi urin berhubungan dengan efek-efek hormonal.
Tujuan : eliminasi urin normal.
Kriteria hasil : berkemih tidak dibantu dalam 6-8 jam setelah melahirkan,
pola eliminasi urin sesuai kebiasaan klien, karakteristik urin normal.
Perencanaan :
1) Kaji masukan cairan dan keluaran urin terakhir.
Rasional : persalinan yang lama dan penggantian cairan yang tidak
efektif dapat mengakibatkan dehidrasi dan menurunkan pengeluaran
urine.
2) Palpasi kandung kemih, pantau tinggi fundus dan lokasi jumlah aliran
lochea.
Rasional : mengetahui adanya distensi urine pada kandung kemih.
3) Perhatikan adanya laserasi/episiotomy.
Rasional : cemas dapat mengganggu sensasi penuh pada kandung
kemih.
32

4) Perhatikan catat jumlah urine.


Rasional : mencegah terjadinya inkontensia urine pada ibu paska
partum.
e. Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan
kehilangan cairan berlebihan.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan kekurangan
cairan tidak terjadi.
Kriteria hasil : tekanan darah 120/80mmHg dan nadi 70-80x/menit dalam
batas normal, aliran lochea rubra sedang 2-3x pembalut perhari.
Perencanaan :
1) Kaji tanda-tanda vital.
Rasional : mengetahui adanya peningkatan tekanan darah, suhu,
pernafasan, nadi pada ibu paska partum.
2) Kaji frekuensi dan jumlah berkemih.
Rasional : mengetahui jumlah urine yang keluar setelah melahirkan.
3) Evaluasi lokasi dan kontraktilitas di fundus uteri, jumlah lochea dan
kondisi perineum setelah 2 jam pada 8 jam pertama.
Rasional : mengetahui fundus harus keras dan terlokalisasi pada
umbilicus dan kemudian involusi kira-kira 1-2 jari dibawah pusat.
4) Perhatikan rasa haus, berikan cairan sesuai toleransi.
Rasional : rasa haus mungkin merupakan hemoestasis dari pergantian
cairan melalui peningkatan rasa haus.
f. Resiko tinggi terhadap kelebihan volume cairan berhubungan dengan
ketidaktepatan penggantian cairan.
Tujuan : setelah dilakukan tindak keperawatan diharapkan kelebihan
cairan tidak terjadi.
Kriteria hasil : kemampuan untuk mempertahankan masukan dan
menggunakan nutrien, cairan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan
fisiologis.
Perencanaan :
1) Pantau masukan cairan dan haluaran urine.
Rasional : menandakan kebutuhan cairan.
2) Pantau tekanan darah dan nadi.
33

Rasional : mengetahui adanya peningkatan tekanan darah, nadi, suhu,


pernafasan dan akumulasi cairan pada paru-paru.
3) Kaji adanya edema ekstermitas.
Rasional : mengetahui adanya bahaya ekslampsia dan kejang setelah
melahirkan.
4) Ukur intake dan output cairan.
Rasional : mengetahui pengeluaran dan pemasukan cairan setelah
melahirkan.
5) Timbang berat badan.
Rasional : mengetahui adanya peningkatan berat badan atau tidak
setelah melahirkan.

g. Konstipasi berhubungan dengan penurunan tonus otot.


Tujuan : pola eliminasi buang air besar normal.
Kriteria hasil : pola eliminasi buang air esar sesuai kebiasaan klien,
karakteristik feses normal, melakukan kembali kebiasaan defekasi yang
biasa optimal dalam 4 hari setelah kelahiran.
Perencanaan :
1) Auskultasi adanya bising usus, perhatikan kebiasaan pengosongan
abnormal.
Rasional : mengetahui fungsi usus, adanya diastasis rekti berat
(pemisahan dari dua otot rektus sepanjang garis median dari dinding
abdomen).
2) Kaji terhadap adanya hemoroid.
Rasional : mengetahui adanya hemoroid atau ketidaknyamanan dan
meningkatkan vasokontriksi lokal.
3) Kaji episiotomy, perhatikan adanya laserasi dan derajat keterlibatan
jaringan.
Rasional : mencegah klien dan merileksasi perineum selama
pengosongan karena takut untuk terjadi cidera selanjutnya.
4) Kolaborasi : berikan laksatif, pelunak feses, supossitoria atau enema.
Rasional : meningkatkan untuk kembali kebiasaan buang air besar
secara normal.
34

h. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi


perawatan diri dan kebutuhan bayi.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan masalah
kurang pengetahuan tentang perawatan diri dapat bertambah.
Kriteria hasil : klien dapat mengungkapkan pemahaman tentang
perawatan diri bertambah.
Perencanaan :
1) Kaji status psikologis klien.
Rasional : mengetahui status kesehatan dari ibu untuk merawat
bayinya.
2) Tentukan tipe-tipe anestesia; perhatikan adanya pesanan atau protokol
mengenai perubahan posisi.
Rasional : mengidentifikasi rasa cemas pada klien, dan memberikan
posisi senyaman mungkin untuk klien.
3) Diskusikan program latihan yang tepat, sesuai ketentuan.
Rasional : memberikan kenyamanan pada klien dan menghasilkan
keseimbangan tubuh.
4) Berikan bantuan sesuai kebutuhan dengan hygiene.
Rasional : menjelaskan pentingnya merawat diri setelah melahirkan,
membantu klien sesuai dengan kebutuhanya.
5) Berikan informasi yang berhubungan dengan fisiologis dan psikologis
setelah melahirkan.
Rasional : membantu klien mengenali perubahan tubuh setelah
melahirkan.
6) Diskusikan rencana-rencana untuk penatalaksanaan dirumah.
Rasional : memberikan posisi yang diinginkan klien.

i. Gangguan pola tidur berhubungan dengan respon hormonal dan


psikologis:nyeri atau ketidaknyamanan.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan masalah gangguan pola tidur dapat
teratasi.
Kriteria hasil : klien dapat istirahat secara teratur, klien terlihat nyaman.
Perencanaan :
35

1) Kaji persepsi klien tentang kelelahan, kebutuhan tidur, dan


kekurangan tidur.
Rasional : persalinan atau kelahiran yang lama dan sulit khususnya
bila terjadi malam, meningkatkan kelelahan.
2) Berikan informasi yang berhubungan dengan aspek-aspek positif
tentang tidur dan istirahat.
Rasional : meningkatkan istirahat, tidur, dan relaksasi dapat
mengurangi kelelahan.
3) Catat pola istirahat dan tidur klien siang dan malam hari.
Rasional : mengetahui beberapa jam ibu membutuhkan istirahat.
4) Berikan informasi tentang kebutuhan untuk tidur/istirahat setelah
kembali kerumah.
Rasional : memberikan rencana kreatif yang memperbolehkan untuk
tidur dengan bayinya.
5) Berikan informasi tentang efek-efek kelelahan dan ansietas pada
suplai ASI.
Rasional : kelelahan dapat mempengaruhi penilaian psikologis, suplai
ASI.
6) Kolaborasi : berikan obat analgesik.
Rasional : diperlukan untuk meningkatkan relaksasi dan tidur sesuai
kebutuhan.

j. Kurang pengetahuan mengenai cara menyusui dan keluarga berencana


(KB) berhubungan dengan kurangnya informasi.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan di harapkan masalah
kurang pengetahuan tentang Keluarga Berencana (KB) dapat bertambah.
Kriteria hasil : klien dapat mengungkapkan pemahaman tentang Keluarga
Berencana, dan pengetahuan klien bertambah.
Perencanaan :
1) Kaji pendidikan klien.
Rasional : mengetahui tingkat pendidikan klien.
2) Kaji pengetahuan klien tentang Keluarga Berencana.
Rasional : mengetahui tingkat pengetahuan ibu tentang keluarga
berencana.
36

3) Berikan penyuluhan tertulis dengan menggunakan format yang di


standarisasi.
Rasional : mempermudah klien pada saat penyuluhan.
4) Demonstrasikan dan tinjau ulang macam-macam keluarga berencana
untuk klien.
Rasional : mengetahui apa klien sudah mengerti tentang macam-
macam Keluarga Berencana (KB).
5) Berikan informasi atau pendidikan kesehatan tentang Keluarga
Berencana (KB).
Rasional : memberikan pengetahuan pada klien tentang keluarga
berencana yang baik untuk ibu.
6) Kaji kesiapan dan motivasi untuk belajar. Bantu klien/pasangan dalam
mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan.
Rasional : mengidentifikasi kebutuhan klien, dan memotifasi klien
untuk memilih alat Keluarga Berencana (KB) yang benar.
7) Berikan kesempatan kepada klien atau keluarga untuk bertanya.
Rasional : memberikan aplos pada keluarga atau klien yang ingin
bertanya.
8) Evaluasi Pendidikan Kesehatan (Penkes).
Rasional : klien dapat memanfaatkan fasilitas kesehatan yang ada, dan
dapat menggunakan alat kontrasepsi yang baik dan benar.
9) Rujuk klien atau motivasi klien untuk kefasilitas kesehatan seperti
posyandu, puskesmas dll.
Rasional : memberikan informasi terus menerus untuk meningkatkan
pengetahuan ibu.

k. Nyeri akut berhubungan dengan trauma pembedahan, efek-efek anestesia,


efek-efek hormonal, distensi kandung kemih/abdomen.
Tujuan : nyeri hilang atau berkurang, pasien dapat menunjukkan atau
menggunakan perilaku untuk mengurangi rasa nyeri.
Intervensi :
1) Kaji dan tentukan lokasi, karakteristik nyeri, intensitas nyeri (0-10),
serta faktor pencetus nyeri.
37

Rasional : membantu membedakan karakter nyeri pascaoperasi


dengan terjadinya komplikasi dan memilih intervensi
2) Perhatikan isyarat verbal dan non verbal seperti meringis, gerakan
melindungi atau terbatas.
Rasional : klien mungkin tidak melaporkan ketidaknyamanan secara
langsung
3) Evaluasi tekanan darah (TD) dan nadi
Rasional : nyeri dapat menyebabkan gelisah serta tekanan darah dan
nadi meningkat
4) Perhatikan nyeri tekan uterus dan adanya/karakteristik nyeri penyerta
Rasional : selama 12 jam pertama paska partum. Kontraksi uterus kuat
dan teratur, dan ini berlanjut selama 2-3 hari berikutnya.
5) Ubah posisi klien, kurangi rangsangan yang berbahaya, dan berikan
gosokan punggung.
Rasional : merilekskan otot-otot, dan mengalihkan perhatian dan
sensasi nyeri
6) Anjurkan menghindari makanan atau cairan pembentuk gas (misal:
kacang-kacangan, kol, minuman terlalu dingin atau terlalu panas atau
penggunaan sedotan untuk minum)
Rasional : menurunkan pembentukan fase dan meningkatkan
peristaltik untuk menghilangkan ketidaknyamanan karena akumulasi
gas yang pada hari ketiga setelah kelahiran sectio sesarea.
7) Ajarkan dan anjurkan penggunaan teknik pernafasan dalam, distraksi
dan relaksasi.
Rasional : merilekskan otot-otot, dan mengalihkan perhatian dan
sensasi nyeri, menurunkan ketidaknyamanan
8) Berikan perubahan posisi/tindakan kenyamanan (pemberian posisi,
masase)
Rasional : tindakan ini dapat menurunkan ketidaknyamanan fisik dan
emosional klien
9) Palpasi kandung kemih, perhatikan adanya rasa penuh.
Rasional : kembalinya fungsi kandung kemih normal memerlukan 4-7
hari, dan over distensi kandung kemih menciptakan perasaan
dorongan dan ketidaknyamanan.
38

10) Berikan terapi obat sesuai program dokter/kolaborasi untuk pemberian


obat analgetik.
Rasional : analgetik bersifat menghilangkan atau mengurangi nyeri.

l. Resiko tinggi terhadap cedera berhubungan dengan fungsi biokimia atau


regulasi, efek-efek anestesia, tromboemboli, anemia, trauma jaringan.
Tujuan : tidak terjadi cidera jaringan, tidak tejadi tanda-tanda infeksi,
tidak terjadi komplikasi.
Intevensi :
1) Pantau tekanan darah, denyut nadi, dan suhu badan.
Rasional : tekanan darah yang tinggi dapat menandakan terjadinya
hipertensi.
2) Anjurkan ambulasi dini dan latihan
Rasional : meningkatkan sirkulasi dan aliran balik vena dari
ekstermitas bawah, menurunkan resiko pembentukan trombus.
3) Inspeksi balutan terhadap perdarahan berlebihan
Rasional : luka bedah dengan drain dapat membasahi balutan. Namun,
rembesan biasanya tidak terlihat dan dapat menunjukkan terjadinya
komplikasi.
4) Inspeksi insisi secara teratur, perhatikan tanda perlambatan atau
perubahan (misalnya: kurang penyatuan)
Rasional : penegangan berlebihan, pemisahan jaringan, dan
kemungkinan perdarahan.
5) Bantu klien pada ambulasi awal
Rasional : hipotensi ortostatik dapat terjadi pada perubahan dari posisi
terlentang ke berdiri
6) Minta klien duduk di lantai atau kursi dengan kepala diantara kaki,
atau biarkan berbaring pada posisi datar.
Rasional : membantu mempertahankan atau meningkatkan sirkulasi
dan memberikan oksigen ke otak
7) Perhatikan ada tidaknya tanda homan
Rasional : tanda homan mungkin ada pada trombus vena dalam, tetapi
mungkin tidak ada pada flebitis superfisial.
8) Ajarkan latihan kaki/pergelangan kaki dan ambulasi dini.
39

Rasional : meningkatkan aliran balik vena, mencegah


statis/penumpukan pada ekstremitas bawah, menurunkan risiko
flebitis.
9) Kolaborasi : pantau hemoglobin/hematokrit pasca operasi.
Rasional : klien dengan hematokrit 33% atau lebih besar dan
peningkatan plasma berkenaan dengan kehamilan dapat mentoleransi
kehilangan darah aktual sampai 1500 ml tanpa kesulitan.
10) Berikan kaos kaki pendorong atau balutan elastis untuk kaki bila
risiko atau gejala flebitis ada.
Rasional : menurunkan statis vena, meningkat aliran balik vena dan
menurunkan risiko terhadap pembentukan trombus.

m. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan trauma jaringan/kulit


rusak, penurunan hemoglobin, prosedur invasif dan/atau peningkatan
pemajanan lingkungan, pecah ketuban lama, malnutrisi.
Tujuan : mendemonstrasikan teknik-teknik untuk menurunkan resiko atau
meningkatkan penyembuhan, tidak terjadi infeksi, menunjukkan luka
bebas dari drainase purulen dengan tanda awal penyembuhan.
Intervensi :
1) Anjurkan dan gunakan teknik mencuci tangan dengan tepat dan
pembuangan pengalas kotoran, pembalut perineal dan linen
terkontaminasi dengan tepat.
Rasional : membantu mencegah atau membatasi penyebaran infeksi.
2) Tinjau ulang hemoglobin/hematokrit pranatal, perhatikan adanya
kondisi yang mempredisposisikan klien ada infeksi pasca operasi.
Rasional : anemia pranatal meningkatkan resiko infeksi, leukositosis
merupakan tanda adanya infeksi.
3) Kaji status nutrisi klien. Perhatikan penampilan rambut, kuku, jari,
kulit, dan sebagainya.
Rasional : klien yang berat badannya 20% di bawah berat badan
normal, atau yang anemia atau malnutrsi, lebih rentan terhadap
infeksi pascapartum dan dapat memerlukan diet khusus.
4) Dorong masukan cairan oral dan diet tinggi, protein, vitamin C, dan
besi.
40

Rasional : mencegah dehidrasi. Memaksimalkan volume sirkulasi dan


aliran.
5) Inspeksi balutan abdominal terhadap eksudat atau rembesan.
Lepaskan balutan sesuai indikasi.
Rasional : balutan steril menutupi luka pada 24 jam pertama kelahiran
sesarea membantu melindungi luka dari cedera atau kontaminasi.
6) Inspeksi insisi terhadap proses penyembuhan, perhatikan kemerahan,
edema, nyeri, eksudat, atau gangguan penyatuan.
Rasional : tanda-tanda ini menandakan infeksi luka, biasanya
disebabkan oleh streptokokus, staplilokokus, atau spesies
pseudomonas.
7) Kaji suhu, nadi, dan jumlah sel darah putih.
Rasional : demam setelah pasca operasi hari ketiga, leukositosis, dan
takikardia menunjukkan infeksi.
8) Kaji klien dalam pembebatan insisi selama latihan paru.
Rasional : membantu mencegah peregangan insisi dan menurunkan
kemungkinan dehisens luka.
9) Lakukan perawatan luka tusukan jaum infus dan lakukan perawatan
luka operasi secara aseptik sesuai dengan indikasi.
Rasional : perawatan luka memungkinkan insisi mengering dan
meningkatkan penyembuhan
10) Kolaborasi : berikan antibiotik khusus untuk proses infeksi yang
teridentifikasi.
Rasional : perlu untuk mematikan organisme.

n. Konstipasi berhubungan dengan penurunan tonus otot.


Tujuan : bising usus aktif dan keluarnya flatus, mendapatkan kembali
pola eliminasi biasanya/optimal dalam 4 hari pascapartum.
Intervensi :
1) Auskultasi terhadap adanya bising usus
Rasional : menentukan kesiapan terhadap pemberian makan per oral
dan kemungkinan terjadinya komplikasi
2) Palpalsi abdomen, perhatikan distensi atau ketidaknyamanan.
41

Rasional : menandakan pembentukan fas dan akumulasi atau


kemungkinan ileus paralitik.
3) Anjurkan cairan oral yang adekuat (6-8 gelas/hari) bila masukan oral
sudah mulai kembali.
Rasional : makanan atau cairan diberikan sebelum kembalinya
peristaltik dapat berperan dalam ileus paralitik.
4) Anjurkan peningkatan diet makanan kasar dan buah-buahan dan
sayuran dengan bijinya serta berserat tinggi.
Rasional : makanan kasar/berserat tinggi (misal, buah dan sayuran
khususnya dengan kulit dan bijinya) dapat merangsang eliminasi dan
mencegah konstipasi defekasi.
5) Anjurkan latihan kaki dan pengencangan abdominal, tingkatkan
ambulasi dini.
Rasional : latihan kaki mengencangkan otot-otot abdomen dan
memperbaiki motilitas abdomen.
6) Identifikasi aktifitas-aktifitas dimana pasien dapat menggunakannya
dirumah untuk merangsang kerja usus
Rasional : membantu dalam menciptakan kembali pola evakuasi
normal dan meningkatkan kemandirian
7) Berikan pelunak feses
Rasional : merangsang peristaltik usus
8) Berikan analgetik 30 menit sebelum ambulasi
Rasional : memudahkan kemampuan untuk ambulasi
9) Berikan sabun hipertonik atau kecil untuk enema
Rasional : meningkatkan evakuasi usus dan menghilangkan distensi
karena gas
10) Masukan atau pertahankan selang nasogastrik sesuai indikasi
Rasional : mungkin perlu untuk mendekompresi lambung dan
menghilangkan distensi berkenaan dengan ileus paralitik

o. Kurang pengetahuan mengenai fisiologi, periode pemulihan, perawatan


diri dan kebutuhan perawatan bayi berhubungan dengan kurangnya
informasi
42

Tujuan : mengungkapkan pemahaman tentang perubahan fisologis,


kebutuhan individu. Dapat melakukan aktivitas sesuai prosedur dengan
benar dan dapat menjelaskan alasan untuk tindakan
Intervensi :
1) Kaji kesiapan dan motivasi pasien untuk belajar. Bantu klien atau
pasangan dalam mengindetifikasi kebutuhan.
Rasional : periode paskapartum klien dapat menjadi pengalaman
positif bila kesempatan penyuluhan diberikan
2) Berikan rencana penyuluhan tertulis dengan menggunakan format.
Rasional : membantu menjamin kelengkapan informasi
3) Kaji keadaan fisik klien
Rasional : ketidaknyamanan berkenaan dengan insisi dapat
mengurangi konsetrasi dalam penerimaan penyuluhan
4) Perhatikan status psikologis dan respon terhadap kelahiran sesaria
serta peran menjadi ibu
Rasional : ansietas yang berhubungan dengan kemampuan untuk
merawat diri dan anaknya mempunyai dampak negatif pada
kemampuan belajar dan kesiapan klien
5) Berikan informasi yang berhubungan dengan perubahan fisiologis dan
psikologis
Rasional : membantu klien mengenali perubahan normal dan
abnormal
6) Tinjau ulang kebutuhan perawatan diri. Anjurkan partisipasi dalam
perawatan diri bila klien mampu.
Rasional : memudahkan otonomi, membantu mencegah infeksi dan
meningkatkan pemulihan
7) Diskusikan program latihan yang tepat, sesuai ketentuan.
Rasional : program latihan progresif biasanya dapat dimulai bila
ketidaknyamanan abdomen telah berkurang
8) Identifikasi tanda/gejala yang memerlukan perhatian dari pemberi
layanan kesehatan
Rasional : evaluasi segera dan intervensi dapat mencegah/membatasi
perkembangan komplikasi
43

9) Demonstrasikan teknik-teknik perawatan bayi. Observasi demonstrasi


ulang oleh klien atau pasangan
Rasional : membantu orang tua dalam penguasaan tugas baru.
10) Tinjau ulang informasi berkenan dengan pilihan tepat untuk pemberi
makan bayi.
Rasional : meningkatkan kemandirian dan pengalaman pemberian
makan optimal.

p. Perubahan eliminasi urine berhubungan dengan trauma mekanis seksio


sesarea.
Tujuan : mendapatkan pola berkemih yang normal setelah pengangkatan
kateter
Intervensi:
1) Perhatikan dan catat jumlah, warna dan konsetrasi drainase urine.
Rasional : oliguri (keluaran urine kurang dari 30 ml/jam) mungkin
disebabkan oleh kehilangan cairan yang berlebihan, ketidakadekuatan
penggantian cairan.
2) Tes urin terhadap albumin dan aseton
Rasional : proses katalitik berkenaan dengan involusi uterus dapat
mengakibatkan proteinuria normal (1+) selama 2 hari pertama
pascapatum.
3) Berikan cairan per oral 6-8 gelas/hari.
Rasional : cairan meningkatkan hidrasi dan fungsi ginjal serta
membantu mencegah statis kandung kemih.
4) Palpasi kandung kemih, pantau tinggi fundus uteri dan lokasi serta
jumlah aliran lochea.
Rasional : perubahan posisi uterus menyebabkan peningkatan
relaksasi uterus dan aliran lochea
5) Perhatikan tanda dan gejala infeksi saluran kemih, misalnya : warna
urine, bau busuk, sensasi terbakar, frekuensi buang air kecil setelah
pengangkatan kateter.
Rasional : adanya kateter mempredisposisikan klien pada masuknya
bakteri dan infeksi saluran kemih.
44

6) Gunakan metoda-metoda untuk memudahkan pengangkatan kateter


setelah berkemih.
Rasional : klien harus berkemih 6-8 jam stelah pengangkatan kateter,
masih mungkin mengalami kesulitan pengosongan kandung kemih
secara lengkap.
7) Instruksikan klien untuk melakukan latihan kegel setiap hari setelah
efek-efek anastesi berkurang.
Rasional : melakukan latihan kegel 100 kali per hari meningkatkan
sirkulasi keperineum, membantu memulihkan dan menyembuhkan
tonus otot pubokksigeal, dan mencegah atau menurunkan stres
inkontinensia
8) Lepaskan kateter sesuai indikasi.
Rasional : secara umum, kateter aman dilepas antara 6-12 jam paska
partum.
9) Pertahankan infus intravena selama 24 jam setelah pembedahan,
sesuai indikasi.
Rasional : biasanya 3 liter cairan, meliputi larutan ringer laktat,
adekuat untuk menggantikan kehilangan dan mempertahankan aliran
ginjal/haluaran urin.
10) Pantau hasil tes laboratorium, seperti urea dan urin 24 jam untuk
protein total, klirens, kreatinin, dan asam urat sesuai indikasi.
Rasional : pada klien dengan gangguan ginjal atau vaskular dapat
menetap, atau ini tampak pertama kali selama periode pascapartum.

q. Ansietas berhubungan dengan krisis situasi, ancaman konsep diri terhadap


kelahiran sectio sesarea.
Tujuan : kesadaran akan perasaan ansietas, klien rileks dapat
mengidentifikasi cara untuk menurunkan atau menghilangkan ansietas.
Intervensi :
1) Dorong keberadaan/partisipasi dari pasangan.
Rasional : memberikan dukungan emosional, dapat mendorong
pengungkapan masalah.
2) Tentukan tingkat ansietas klien dan sumber masalah.
45

Rasional : kelahiran sectio sesare mungkin dipandang sebagai suatu


kegagalan dalam hidup oleh klien.
3) Berikan informasi yang akurat tentang keadaan klien/bayi.
Rasional : kurang informasi atau kesalah pahaman dapat
mengakibatkan tingkat ansietas.
4) Bantu klien atau pasangan dalam mengidentifikasi mekanisme
koping.
Rasional : membantu memfasilitasi adaptasi yang positf terhadap
peran baru, mengurangi perasaan ansietas.
5) Mulai kontak antara klien/pasangan dengan bayi sesegera mungkin.
Rasional : mengurangi ansietas yang mungkin berhubungan dengan
penanganan bayi.
6) Kaji respon psikologi pada kejadian dan ketersediaan sistem
pendukung.
Rasional : makin ibu merasakan ancaman makin besar ibu merasakan
ansietas.
7) Pastikan apakah prosedur direncanakan atau tidak direncanakan.
Rasional : pada kelahiran sesarea yang tidak direncanakan, ibu dan
pasangan biasanya tidak mempunyai waktu untuk persiapan dan
psikologi atau fisiologi.
8) Tetap bersama ibu, dan tetap bicara perlahan, tunjukan empati.
Rasional : membantu membatasi transmisi ansietas interpersonal dan
mendemonstrasikan perhatian terhadap ibu/pasangan.
9) Beri penguat aspek positif dari ibu dan kondisi janin,
Rasional : memfokuskan pada kemungkinan keberhasilan akhir dan
membantu membawa ancaman yang dirasakan/aktual kedalam
perspektif.
10) Anjurkan ibu dan pasangan memngungkapkan atau mengekspresikan
perasaan.
Rasional : membantu mengidentifikasi persaan dan memberikan
kesempatan untuk mengatasi perasaan berduka ibu dapat merasakan
ancaman emosional pada harga dirinya bahwa ia telah gagal, wanita
yang lemah.
11) Dukung dan arahkan kembali mekanisme koping yang diekspresikan.
46

Rasional : mendukung mekanisme koping dasar dan otomatis


meningkatkan kepercayaan diri serta penerimaan dan menurunkan
ansietas.
12) Berikan masa privasi terhadap rangsangan lingkungan seperti jumlah
orang yang ada sesuai keinginan ibu.
Rasional : memungkinkan kesempatan bagi ibu untuk memperoleh
infomasi menyusun sumber-sumber, dan mengatasi cemas dengan
efektif.

r. Kurang perawatan diri berhubungan dengan efek-efek anestasi dan


penurunan kekuatan
Tujuan : mendemonstrasikan teknik-teknik untuk memenuhi kebutuhan
perawatan diri, mengidentifikasi, menggunakan sumber-sumber yang
tersedia.
Intervensi :
1) Pastikan berat atau durasi nyeri.
Rasional : nyeri berat mempengaruhi respon emosi dan perilaku,
sehingga klien tidak mampu fokus pada aktivitas perawatan diri
sampai kebutuhan fisiknya.
2) Kaji status psikologis klien
Rasional : pengalaman nyeri fisik disertai dengan nyeri mental yang
mempengaruhi keinginan klien.
3) Kaji tingkat kelelahan klien, lamanya persalinan, waktu kelahiran dan
kekurangan tidur.
Rasional : kebutuhan fisik untuk tidur haus terpenuhi sebelum klien
mulai melakukan perawatan diri.
4) Tentukan tipe-tipe anestesia, perhatikan adanya pesanan atau protokol
mengenai pengubahan posisi.
Rasional : klien yang telah menjalani anestesia spinal dapat diarahkan
untuk berbaring datar dan tanpa bantal untuk 6-8 jam setelah
pemberian anestesia.
5) Perhatikan derajat otonomi dan tanggung jawab diri.
Rasional : klien mulai melakukan peningkatan tanggung jawab untuk
perawatan sendiri saat kondisinya membaik
47

6) Ubah posisi klien setiap 1-2 jam, bantu dalam latihan paru, ambulasi,
dan latihan kaki.
Rasional : membantu mencegah komplikasi bedah seperti feblitis atau
pneumonia, yang dapat terjadi bila tingkat ketidaknyamanan
mempengaruhi pengubahan/aktivitas normal klien.
7) Motivasi klien untuk sesegera mungkin melakukan latihan mobilisasi,
kemudian ditingkatkan secara bertahap.
Rasional : mobilisasi sedini mungkin dapat mempengaruhi status
kesehatan klien sehingga klien mampu melakukan perawatan dirinya
secara optimal
8) Berikan bantuan perawatan diri mandi/hygiene, makan.
Rasional : memenuhi kebutuhan perawatan diri klien
9) Berikan pilihan bila mungkin (misal, jadwal mandi, jarak selama
ambulasi)
Rasional : mengizinkan beberapa otonomi meskipun klien tergantung
pada bantuan profesional
10) Evaluasi rencana-rencana untuk bantuan dirumah selama periode
pemulihan paska partum
Rasional : membantu dirumah khususnya selama beberapa hari
pertama setelah pulang, adalah penting untuk membantu klien dan
keluarganya dalam pelaksanaan perawatan sesuai dengan kebutuhan
untuk klien dan bayi.
11) Berikan analgesik setiap 3-4 jam, sesuai kebutuhan
Rasional : menurunkan ketidaknyamanan, yang dapat mempengaruhi
kemampuan untuk melaksanakan perawatan diri.
12) Ubah jalur intra vena pada heparin bila tepat.
Rasional : memungkinkan gerakan tidak terbatas dari ekstremitas,
sehingga memungkinkan klien berfungsi lebih mandiri.

s. Harga diri rendah berhubungan dengan merasa gagal dalam peristiwa


kehidupan
Tujuan : mendiskusikan masalah tentang perasaan dan persepsi terhadap
pengalaman kelahiran dari klien atau pasangan, mengekspresikan harapan
diri yang positif.
48

Intervensi :
1) Tentukan respon yang emosional klien atau pasangan terhadap
kelahiran seksio sesarea
Rasional : menentukan apabila pasangan mengalami reaksi emosi
negatif
2) Identifikasi perilaku positif selama proses prenatal dan antenatal
Rasional : respon berduka dapat berkurang bila ibu dan ayah mampu
berbagi pengalaman kelahiran
3) Tinjau ulang partisipasi klien/pasangan dan peran dalam pengalaman
kelahiran
Rasional : respon berduka dapat berkurang bila ibu dan ayah mampu
saling berbagi akan pengalaman kelahiran.
4) Tekankan kemiripan antara kelahiran sesaria dan vagina
Rasional : klien dapat mengubah persepsinya tentang pengalaman
kelahiran sesaria bagaimana persepsinya tentang kesehatannya atau
penyakitnya berdasarkan pada sikap profesional.
5) Sampaikan sikap positif terhadap kelahiran sesaria, dan atur
perawatan paskapartum sedekat mungkin pada perawatan yang
diberikan pada klien setelah kelahiran vagina.
Rasional : perawatan serupa menunjukkan pesan bahwa kelahiran
sesaria adalah pilihan yang dapat diterima disamping kelahiran
vagina.
6) Kolaborasi, rujuk klien/pasangan untuk konseling profesional bila
reaksi mal adaptif.
Rasional : klien yang tidak mampu mengatasi rasa berduka atau
perasaan negatif memerlukan bantuan profesional lebih lanjut.

t. Proses perubahan ikatan keluarga berhubungan dengan perkembangan


transisi/peningkatan anggota keluarga.
Tujuan : klien dapat beradaptasi dengan situasi.
Intervensi :
1) Anjurkan klien menggendong, menyentuh, dan memeriksa bayi,
tergantung pada kondisi bayi. Bantu sesuai kebutuhan.
49

Rasional : memberikan kesempatan unik untuk ikatan keluarga terjadi,


tejadi karena ibu dan bayi secara emosional menerima isyarat satu
sama lain yang memulai proses kedekatan dan proses pengenalan.
2) Berikan kesempatan pada ayah untuk menyentuh, menggendong bayi.
Rasional : memudahkan kedekatan di antara ayah dan bayi
3) Observasi dan catat interaksi keluarga-bayi.
Rasional : pada kontak pertama dengan bayi, ibu menunjukkan pola
progresif dan perilaku dengan cara menggunakan ujung jari pada
awalnya untuk menggali ekstremitas bayi.
4) Diskusikan kebutuhan kemajuan dan sifat interaksi yang lazim dari
ikatan.
Rasional : membantu klien/pasangan memahami makna dan
pentingnya proses dan memberikan keyakinan bahwa perbedaan
diperkirakan.
5) Beri kesempatan pada orangtua untuk mengungkapkan perasaan-
perasaan yang negatif tentang diri mereka dan bayinya.
Rasional : konflik tidak teratasi selama proses pengenalan awal orang
tua-bayi dapat mempunyai efek yang negatif.
6) Perhatikan lingkungan sekitar kelahiran sesaria, kebanggaan diri
orangtua dan persepsi tentang pengalaman kelahiran.
Rasional : orangtua perlu bekerja melalui hal-hal bermakna pada
kejadian penuh stres seputar kelahiran anak dan orientasikan mereka
sendiri terhadap realita.
7) Anjurkan dan bantu dalam menyusui anaknya.
Rasional : kontak awal mempunyai efek yang positif.
8) Sambut keluarga dan sibling untuk kunjungan singkat segera bila
kondisi ibu/bayi baru lahir.
Rasional : meningkatkan kesatuan keluarga, dan membantu sibling
memulai proses adaptasi positif terhadap peran baru dan memasukkan
anggota baru ke dalam struktur keluarga.
9) Berikan informasi tentang keamanan dan kondisi bayi sesuai
kebutuhan
Rasional : membantu pasangan untuk memproses pengenalan awal.
10) Kolaborasi : beri tahu anggota tim perawatan kesehatan yang tepat.
50

Rasional : ketidakadekuatan perilaku ikatan atau interaksi buruk


antara klien/pasangan dengan bayi memerlukan dukungan dan
evaluasi lanjut.

4. Pelaksanaan Keperawatan
Pelaksanaan adalah tindakan yang dilakukan sesuai dengan perencanaan yang
dilakukan oleh perawat, klien itu sendiri atau dilakukan secara kerjasama,
dengan anggota tim kesehatan lainnya seperti dokter, bidan, ahli gizi dan
sebagainya dengan maksud untuk membantu klien mencapai tingkat
kesejahteraan yang optimal, setelah pelaksanaan dilakukan
pendokumentasian yang meliputi tindakan keperawatan yang sudah
dilakukan.

5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan
yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan,
dan pelaksanaannya sudah berhasil dicapai. Tujuan evaluasi adalah untuk
melihat kemampuan klien untuk mencapai tujuan adapun proses evaluasi
terdiri dari dua tahap mengukur pencapaian tujuan klien, membandingkan
data yang telah dikumpulkan dengan tujuan dan pencapaian tujuan.
Ada 2 komponen untuk mengevaluasi kualitas tindakan keperawatan, yaitu :
a. Proses (formatif)
Fokus tipe evaluasi ini adalah aktivitas dari proses keperawatan dari hasil
kualitas pelayanan tindakan keperawatan. Evaluasi proses harus
dilakukan untuk membantu keefektifan terhadap tindakan.
b. Hasil (sumatif)
Fokus evaluasi hasil adalah perubahan perilaku atau status kesehatan
klien pada akhir tindakan keperawatan klien. Tipe evaluasi ini pada akhir
tindakan keperawatan secara paripurna. Sumatif evaluasi adalah objektif,
fleksibel, dan efisien. Adapun metode pelaksanaan evaluasi bisa menjadi
sumatif terdiri dari interview akhir pelayanan, pertemuan akhir pelayanan,
dan pertanyaan pada klien dan keluarga. Sumatif evaluasi bisa menjadi
metode dalam memonitor kualitas dan efisiensi tindakan yang telah
diberikan.
51

Discharge planning :

a. Anjukan klien untuk nafas dalam jika nyeri


b. Anjurkan klien berhati-hati dalam melakukan pekerjaan
c. Anjurkan klien untuk menjaga luka agar tetap kering
d. Anjukan klien untuk makan makanan yang banyak mengandung serat
e. Anjurkan klien melakukan perawatan diri minimal 2x sehari
f. Anjurkan klien untuk sering ke kamar mandi untuk buang air kecil
g. Anjurkan klien untuk banyak minum minimal 1500 ml per 24 jam
h. Anjurkan klien untuk makan makanan yang mengandung tinggi kalori
dan tinggi protein
i. Anjurkan klien untuk tidak mengangkat barang berat melebihi berat
badan bayi
j. Tingkatkan kesatuan keluarga dan sibling untuk menerima anggota
keluarga yang baru.

Anda mungkin juga menyukai