Anda di halaman 1dari 26

BAB II

KAJIAN TEORI

A. Projek Based Learning (PjBL)


1. Devinisi PjBL
Projek Based Learning adalah model pembelajaran yang
terpusat pada siswa untuk membangun dan mengaplikasikan konsep
dari proyek yang dihasilkan dengan mengeksplorasi dan memecahkan
masalah di dunia nyata secara mandiri.
Kemandirian siswa dalam belajar untuk menyelesaikan tugas
yang dihadapinya merupakan tujuan dari PjBL. Namun kemandirian
dalam belajar perlu dilatih oleh guru kepada siswa agar terbiasa dalam
belajar bila menggunakan PjBL. Siswa SD maupun SMP masih perlu
dibimbing dalam menyelesaikan tugas proyek bahkan siswa SMA.
Bimbingan guru diperlukan untuk mengarahkan siswa agar proses
pembelajaran dapat berjalan sesuai dengan alur pembelajaran.
Pembelajaran berbasis proyek merupakan model belajar yang
menggunakan masalah sebagai langkah awal dalam mengumpulkan
dan mengintegrasikan pengetahuan baru berdasarkan pengalamannya
dalam beraktifitas secara nyata. Melalui PjBL, proses inquiry dimulai
dengan memunculkan pertanyaan penuntun (a guiding question) dan
membimbing siswa dalam sebuah proyek kolaboratif yang
mengintegrasikan berbagai subjek (materi) dalam kurikulum. PjBL
merupakan investigasi mendalam tentang sebuah topik dunia nyata, hal
ini akan berharga bagi atensi dan usaha siswa (Kemdikbud, 2014, hlm.
33).
Johnson & Lamb (2007) menyatakan bahwa : project based
learning focuses on creating a product or an artifact by using problem-
based and inquirybased learning depending on the depth of the driving
question. Terdapat keterkaitan antara problem based learning (PBL)
dan inquiry based learning (IBL) dalam PjBL. PBL berfokus pada
solving real-world, dan pembelajaran inquiry berfokus pada problem-
solving skills, sedangkan PjBl berfokus pada penciptaan proyek atau
produk dalam membangun konsep. Persamaan antara PjBL dan PBL
yang menurut George Lucas Educational Foundation (2014) dan
Williams & Williams (dalam Mills & Treagust, 2003).
PjBL dan PBL merupakan pembelajaran yang berpusat pada
siswa, guru sebagai fasilitator, dan siswa bekerja dalam kelompok.
Selain itu, terdapat pula perbedaan antara PBL dan PjBL. Perrenet, et
al (dalam Mills dan Treagust, 2003, hlm. 8) mengungkapkan
perbedaan PjBL dan PBL adalah: Persamaan: - Dimulai dengan
mengidentifikasi masalah atau situasi yang mengarahkan ke konteks
studi - Penekanan aplikasi otentik pada konten dan keterampilan -
Membangun keterampilan abad ke-21 - Menekankan kemandirian
siswa dan inkuiri - Memerlukan waktu lama dibandingkan
pembelajaran tradisional PBL PjBL 6
a. Proyek yang dikerjakan siswa relatif membutuhkan waktu yang
lama untuk selesai dibanding pelaksanaan PBL.
b. PjBL menekankan pada application pengetahuan, sedangkan
pada PBL siswa ditekankan untuk acquisition pengetahuan.
c. PjBL biasanya memadukan beberapa disiplin ilmu (mata
pelajaran), sedangkan PBL lebih sering pada satu mata pelajaran
atau bisa juga beberapa disiplin ilmu.
d. Manajemen waktu dan pengelolaan dalam mendapatkan sumber
informasi pada PjBL jauh lebih penting dibanding pada PBL 5.
Self-direction pada PjBL pun lebih menonjol dibanding pada
PBL.
2. Karakteristik PjBL
Kegiatan belajar aktif dan melibatkan proyek tidak semuanya
disebut sebagai PjBL. Beberapa kriteria harus dimiliki untuk dapat
menentukan sebuah pembelajaran sebagai bentuk PjBL. Lima kriteria
suatu pembelajaran merupakan PjBL adalah sentralitas, mengarahkan
pertanyaan, penyelidikan kontruktivisme, otonomi, dan realistis
(Thomas, 2000; Kemdikbud, 2014) :
a. The project are central, not peripheral to the curriculum. Kriteria
ini memiliki dua corollaries. Pertama, proyek merupakan
kurikulum. Pada PjBL, proyek merupakan inti strategi mengajar,
siswa berkutat dan belajar konsep inti materi melalui proyek.
Kedua, keterpusatan yang berarti jika siswa belajar sesuatu di luar
kurikulum, maka tidaklah dikategorikan sebagai PjBL.
b. Proyek PjBL difokuskan pada pertanyaan atau problem yang
mendorong siswa mempelajari konsep-konsep dan prinsip-prinsip
inti atau pokok dari mata pelajaran. Definisi proyek bagi siswa
harus dibuat sedemikian rupa agar terjalin hubungan antara
aktivitas dan pengetahuan konseptual yang melatarinya. Proyek
biasanya dilakukan dengan pengajuan pertanyaanpertanyaan yang
belum bisa dipastikan jawabannya (ill-defined problem). Proyek
dalam PjBL dapat dirancang secara tematik, atau gabungan topik-
topik dari dua atau lebih mata pelajaran.
c. Proyek melibatkan siswa pada penyelidikan konstruktivisme.
Sebuah penyelidikan dapat berupa perancangan proses,
pengambilan keputusan, penemuan masalah, pemecahan masalah,
penemuan, atau proses pengembangan model. Aktivitas inti dari
proyek harus melibatkan transformasi dan konstruksi dari
pengetahuan (pengetahuan atau keterampilan baru) pada pihak
siswa. Jika aktivitas inti dari proyek tidak merepresentasikan
“tingkat kesulitan” bagi siswa, atau dapat dilakukan dengan
penerapan informasi atau keterampilan yang siap dipelajari,
proyek yang dimaksud adalah tak lebih dari sebuah latihan, dan
bukan proyek PjBL yang dimaksud.
d. Project are sudent-driven to some significant degree. Inti proyek
bukanlah berpusat pada guru, berupa teks aturan atau sudah dalam
bentuk paket tugas. Misalkan tugas laboratorium dan booklet
pembelajaran bukanlah contoh PjBL. PjBL lebih mengutamakan
kemandirian, pilihan, waktu kerja yang tidak bersifat kaku, dan
tanggung jawab siswa daripada proyek tradisional dan
pembelajaran tradisional.
e. Proyek adalah realistis, tidak school-like. Karakterisitik proyek
memberikan keotentikan pada siswa. Karakteristik ini boleh jadi
meliputi topik, tugas, peranan yang dimainkan siswa, konteks di
mana kerja proyek dilakukan, produk yang dihasilkan, atau
kriteria di mana produk-produk atau unjuk kerja dinilai. PjBL
melibatkan tantangan-tantangan kehidupan nyata, berfokus pada
pertanyaan atau masalah autentik (bukan simulatif), dan
pemecahannya berpotensi untuk diterapkan di lapangan yang
sesungguhnya.
3. Pembelajaran PjBL
Tahapan PjBL dikembangkan oleh dua ahli, The George Lucas
Education Foundation dan Dopplet. Sintaks PjBL (Kemdikbud, 2014,
hlm. 34) yaitu :
Fase 1 : Penentuan pertanyaan mendasar (start with essential question)
Pembelajaran dimulai dengan pertanyaan esensial, yaitu
pertanyaan yang dapat memberi penugasan siswa dalam melakukan
suatu aktivitas. Pertanyaan disusun dengan mengambil topik yang
sesuai dengan realitas dunia nyata dan dimulai dengan sebuah
investigasi mendalam. Pertanyaan yang disusun hendaknya tidak
mudah untuk dijawab dan dapat mengarahkan siswa untuk membuat
proyek. Pertanyaan seperti itu pada umumnya bersifat terbuka
(divergen), provokatif, menantang, membutuhkan keterampilan
berpikir tingkat tinggi (high order thinking), dan terkait dengan
kehidupan siswa. Guru berusaha agar topik yang diangkat relevan
untuk para siswa.
Fase 2: Menyusun perencanaan proyek (design project)
Perencanaan dilakukan secara kolaboratif antara guru dan siswa.
Dengan demikian siswa diharapkan akan merasa “memiliki” atas
proyek tersebut. Perencanaan berisi tentang aturan main, pemilihan
kegiatan yang dapat mendukung dalam menjawab pertanyaan penting,
dengan cara mengintegrasikan berbagai materi yang mungkin, serta
mengetahui alat dan bahan yang dapat diakses untuk membantu
penyelesaian proyek.
Fase 3: Menyusun jadwal (create schedule)
Guru dan siswa secara kolaboratif menyusun jadwal kegiatan
dalam menyelesaikan proyek. Aktivitas pada tahap ini antara lain:
membuat jadwal untuk menyelesaikan proyek, (2) menentukan waktu
akhir penyelesaian proyek, (3) membawa siswa agar merencanakan cara
yang baru, (4) membimbing siswa ketika mereka membuat cara yang
tidak berhubungan dengan proyek, dan (5) meminta siswa untuk
membuat penjelasan (alasan) tentang cara pemilihan waktu. Jadwal
yang telah disepakati harus disetujui bersama agar guru dapat
melakukan monitoring kemajuan belajar dan pengerjaan proyek di luar
kelas.
Fase 4: Memantau siswa dan kemajuan proyek (monitoring the students
and progress of project)
Guru bertanggung jawab untuk memantau kegiatan siswa
selama menyelesaikan proyek. Pemantauan dilakukan dengan cara
memfasilitasi siswa pada setiap proses. Dengan kata lain guru berperan
menjadi mentor bagi aktivitas siswa. Agar mempermudah proses
pemantauan, dibuat sebuah rubrik yang dapat merekam keseluruhan
kegiatan yang penting. Fase 5: Penilaian hasil (assess the outcome)
Penilaian dilakukan untuk membantu guru dalam mengukur
ketercapaian standar kompetensi, berperan dalam mengevaluasi
kemajuan masing-masing siswa, memberi umpan balik tentang tingkat
pemahaman yang sudah dicapai siswa, membantu guru dalam
menyusun strategi pembelajaran berikutnya.
Fase 6: Evaluasi Pengalaman (evaluation the experience)
Pada akhir proses pembelajaran, guru dan siswa melakukan
refleksi terhadap kegiatan dan hasil proyek yang sudah dijalankan.
Proses refleksi dilakukan baik secara individu maupun kelompok. Pada
tahap ini siswa diminta untuk mengungkapkan perasaan dan
pengalamannya selama menyelesaikan proyek. Guru dan siswa
mengembangkan diskusi dalam rangka memperbaiki kinerja selama
proses pembelajaran, sehingga pada akhirnya ditemukan suatu temuan
baru (new inquiry) untuk menjawab permasalahan yang diajukan pada
tahap pertama pembelajaran.
Menurut Doppelt (2005), PjBL yang berkaitan dengan
kehidupan nyata siswa memungkinkan pembelajaran sains dan
teknologi kepada siswa dari berbagai latar belakang. Doppelt (2005)
dalam hasil penelitiannya lebih menekankan pada Creative Design
Prosess (CDP). CDP ini memilki enam tahapan, yaitu:
Tahap 1: Merancang tujuan (Design Purpose)
Langkah pertama dalam merancang proses adalah menentukan
rancangan masalah. Tiga langkah penting dalam langkah pertama ini
adalah :
a. The Problem and The Need, siswa mendeskripsikan alasan yang
memotivasi mereka untuk memilih proyek. Mereka juga
menetapkan masalah dan menentukan kebutuhan untuk
mendapatkan solusi masalah.
b. The Target Clientele and Restrictions, siswa mendeskripsikan
target clientele dan menetapkan pembatasan yang mereka ambil
dalam pertimbangan.
c. The design goals, siswa menetapkan permintaan kebutuhan yang
mereka harapkan.

Tahap 2: Mengajukan pertanyaan/ inquiry (Field of Inquiry)

Langkah kedua dalam proses desain adalah untuk menentukan


bidang penyelidikan di mana masalah berada. Berdasarkan definisi
masalah dan tujuan dari langkah pertama. Siswa harus meneliti dan
menganalisis sistem yang ada yang mirip dengan apa dikembangkan.
Langkah pada tahap 2 termasuk dalam:

a. Information Sources
b. Identification of Engineering, Scientific, and Societal Aspects
c. Organization of the Information and its Assessment

Tahap 3: Mengajukan alternatif solusi (Solution Alternatives)

Mempertimbangkan solusi alternatif untuk rancangan masalah.


Langkah ini memungkinkan siswa untuk membuat keputusan berbagai
macam kemungkinan atau ide kreatif yang tak pernah dicoba
sebelumnya. Siswa diberikan saran dan petunjuk dalam:

a. Ideas Documentation
b. Consider All Factors
c. Consequence and Sequel d. Other People’s View

Tahap 4: Memilih solusi (Choosing the Preferred Solution)

Memilih salah satu solusi alternatif yang dibuat, pilihan


dilakukan dengan mempertimbangkan gagasan yang didokumentasikan
dalam tahap mengajukan solusi alternatif. Solusi yang dipilih
mengikuti kriteria:

a. Mempunyai lebih banyak poin positif dan sedikit poin negatif.


b. Berdasarkan banyak faktor dan pandangan yang mungkin
c. Terlihat solusi yang baik di antara solusi yang lain
d. Memenuhi persyaratan dalam menyelesaikan masalah.

Tahap 5: Melaksanakan kegiatan (Operation Steps)

Merencanakan metode untuk implementasi solusi yang dipilih


misalnya jadwal, ketersediaan bahan, komponen, bahan, alat dan
menciptakan prototype.

Tahap 6: Evaluasi (Evaluation)

Tahap evaluasi terjadi pada akhir proses kegiatan, tujuannya


untuk refleksi kegiatan berikutnya.

4. . Asesmen dalam PjBL


Penilaian pembelajaran berbasis proyek harus diakukan secara
menyeluruh terhadap sikap, pengetahuan dan keterampilan yang
diperoleh siswa selama pembelajaran. Penilaian proyek merupakan
kegiatan penilaian terhadap suatu tugas yang harus diselesaikan dalam
periode/waktu tertentu. Tugas tersebut berupa suatu investigasi sejak
dari perencanaan, pengumpulan data, pengorganisasian, pengolahan
dan penyajian data. Penilaian proyek dapat digunakan untuk
mengetahui pemahaman, kemampuan mengaplikasikan,kemampuan
penyelidikan dan kemampuan menginformasikan siswa pada mata
pelajaran tertentu secara jelas.
Pada penilaian proyek setidaknya ada 3 hal yang perlu
dipertimbangkan (Kemdikbud, 2014, hlm. 35) yaitu:
1) Kemampuan pengelolaan : kemampuan peserta didik dalam
memilih topik, mencari informasi dan mengelola waktu
pengumpulan data serta penulisan laporan.
2) Relevansi: Kesesuaian dengan mata pelajaran, dengan
mempertimbangkan tahap pengetahuan, pemahaman dan
keterampilan dalam pembelajaran.
3) Keaslian: Proyek yang dilakukan peserta didik harus merupakan
hasil karyanya, dengan mempertimbangkan kontribusi guru berupa
petunjuk dan dukungan terhadap proyek peserta didik.

Penilaian proyek dilakukan mulai dari perencanaan, proses


pengerjaan, sampai hasil akhir proyek. Untuk itu, guru perlu
menetapkan hal-hal atau tahapan yang perlu dinilai, seperti penyusunan
disain, pengumpulan data, analisis data, dan penyiapkan laporan
tertulis. Laporan tugas atau hasil penelitian juga dapat disajikan dalam
bentuk poster. Pelaksanaan penilaian dapat menggunakan alat/
instrumen penilaian berupa daftar cek ataupun skala penilaian.
Sumber-sumber data penilaian tersebut meliputi (Kemdikbud, 2014,
hlm. 85):

a.Self-assessment (penilaian diri) penting dilakukan untuk


merefleksikan diri siswa sendiri, tidak hanya menunjukkan apa yang
siswa rasakan dan apa yang seharusnya siswa berhak dapatkan. Siswa
merefleksikan dirinya seberapa baik mereka bekerja dalam kelompok
dan seberapa baik siswa berkontribusi, bernegosiasi, mendengar dan
terbuka terhadap ide-ide teman dalam kelompoknya. Siswa pun
mengevaluasi hasil proyeknya sendiri, usaha, motivasi, ketertarikan
dan tingkat produktivitas.
b. Peer Assessment (penilaian antar siswa) merupakan element
penting pada penilaian PjBL: guru tidak akan selalu bersama semua
siswa di setiap waktu dalam proses pengerjaan proyek, dan peer
assessment akan memudahkan untuk menilai siswa secara individu
dalam sebuah kelompok. Siswa menjadi kritis terhadap kerja
temannya dan berupaya untuk saling memberikan umpan balik.
c.Rubrik penilaian produk, Penilaian produk adalah penilaian terhadap
proses pembuatan dan kualitas suatu produk. Penilaian produk
meliputi penilaian kemampuan peserta didik membuat produk-produk
teknologi dan seni, seperti: makanan, pakaian, hasil karya seni
(patung, lukisan, gambar), barang barang terbuat dari kayu, keramik,
plastik, dan logam atau alat-alat teknologi tepat guna yang sederhana.
Pengembangan produk meliputi 3 (tiga) tahap dan setiap tahap perlu
diadakan penilaian yaitu:
- Tahap persiapan, meliputi: penilaian kemampuan peserta didik dan
merencanakan, menggali, dan mengembangkan gagasan, dan
mendesain produk.
- Tahap pembuatan produk (proses), meliputi: penilaian kemampuan
peserta didik dalam menyeleksi dan menggunakan bahan, alat, dan
teknik.
- Tahap penilaian produk (appraisal), meliputi: penilaian produk yang
dihasilkan peserta didik sesuai kriteria yang ditetapkan.
5. Keunggulan dan Keterbatasan PjBL
Dibandingkan dengan model lain, PjBL mampu meningkatkan
kualitas pembelajaran siswa dalam materi tertentu dan menjadikan
siswa mampu mengaplikasikan satu pengetahuan tertentu dalam
konteks tertentu (Doppelt, 2005, hlm. 10). Siswa harus terlibat secara
kognitif dalam proyek selama waktu tertentu. Keterlibatan dalam tugas
yang kompleks adalah salah satu komponen penting pembelajaran
karena kita berasumsi bahwa siswa akan termotivasi untuk menguji ide
mereka dan kedalamana pemahaman pada saat menghadapi masalah
autentik.
PjBL pun melibatkan proses inquiry dan dapat memotivasi
siswa secara kuat karena adanya pameran. PjBL dapat meningkatkan
semangat untuk belajar antara siswa dan para pengajar. Juga
memunculkan banyak keterampilan (seperti manajemen waktu,
berkolaborasi dan pemecahan masalah). Siswa pun belajar 16 untuk
menyesuaikan dengan berbagai macam kemampuan siswa dan
kebutuhan belajar.
Moursund (1997, dalam Wena, 2013, hlm 147) dan Kemdikbud
(2014, hlm. 33) menyebutkan beberapa kelebihan penggunaan PjBL
adalah:
a. Increased motivation. Meningkatkan motivasi siswa untuk belajar
dan mendorong mereka untuk melakukan pekerjaan penting. Siswa
tekun bekerja dan berusaha keras untuk belajar lebih mendalam dan
mencari jawaban atas keingintahuan dan dalam menyelesaikan
proyek.
b. Increased problem-solving ability. Lingkungan belajar PjBL
membuat siswa menjadi lebih aktif memecahkan masalah-masalah
yang kompleks. Siswa mempunyai pilihan untuk menyelidiki topik-
topik yang berkaitan dengan masalah dunia nyata, saling bertukar
pendapat antara kelompok yang membahas topik yang berbeda,
mempresentasikan proyek atau hasil diskusi mereka. Hal tersebut
juga mengembangkan keterampilan tingkat tinggi siswa.
c. Increased collaborative. Pentingnya kerja kelompok dalam proyek
memerlukan siswa mengembangkan dan mempraktikan
keterampilan berkomunikasi.
d. Improved library research skills. Karena PjBL mensyaratkan siswa
harus mampu secara cepat memperoleh informasi melalui sumber-
sumber informasi, sehingga dapat meningkatkan keterampilan
siswa untuk mencari dan mendapatkan informasi.
e. Increased resource-management skills. Memberikan pengalaman
kepada siswa dalam mengorganisasi proyek, mengalokasikan
waktu, dan mengelola sumber daya seperti alat dan bahan
menyelesaikan tugas. Ketika siswa bekerja dalam kelompok,
mereka belajar untuk mempelajari keterampilan merencanakan,
mengorganisasi, negosiasi, dan membuat kesepakatan tentang tugas
yang akan dikerjakan, siapa yang akan bertanggungjawab untuk
setiap tugas, dan bagaimana informasi akan dikumpulkan dan
disajikan.
f. Memberikan kesempatan belajar bagi siswa untuk berkembang
sesuai kondisi dunia nyata 17 7. Meningkatkan kemampuan
berpikir. Laporan PjBL tidak hanya berdasar informasi yang dibaca
saja, tetapi melibatkan siswa untuk belajar mengembangkan
masalah, mencari jawaban dengan mengumpulkan informasi,
berkolaborasi dan menerapkan pengetahuan yang dipahami untuk
menyelesaikan permasalahan dunia nyata.
g. Membuat suasana belajar menjadi menyenangkan.
Berdasarkan berbagai bentuk penelitian, PjBL lebih efektif
untuk (Thomas, 2000, hlm. 8-18):
a. Peningkatan prestasi belajar siswa
b. Peningkatan kemampuan siswa dalam memecahkan masalah
c. Peningkatan pemahaman siswa dalam materi pelajaran
d. Peningkatan dalam pemahaman yang berhubungan dengan
keterampilan khusus dan strategi pengenalan pada proyek.
e. Adanya perubahan dalam kelompok pemecahan masalah,
kebiasaan kerja dan proses PjBL lainnya.
Selain keunggulan/keuntungan PjBL yang telah dijelaskan
sebelumnya, pelaksanaan PjBL juga memiliki beberapa keterbatasan
yaitu (Kemdikbud, 2014, hlm. 35):
a. Memerlukan banyak waktu untuk menyelesaikan masalah.
b. Membutuhkan biaya yang cukup banyak
c. Banyak instruktur yang merasa nyaman dengan kelas tradisional,
di mana instruktur memegang peran utama di kelas.
d. Banyaknya peralatan yang harus disediakan.
e. Peserta didik yang memiliki kelemahan dalam percobaan dan
pengumpulan informasi akan mengalami kesulitan.
f. Ada kemungkinan peserta didik yang kurang aktif dalam kerja
kelompok.
g. Ketika topik yang diberikan kepada masing-masing kelompok
berbeda, dikhawatirkan peserta didik tidak bisa memahami topik
secara keseluruhan

Walaupun demikian, pembelajaran berbasis proyek menjadi


salah satu alternatif yang ditawarkan dalam kurikulum 2013. Ada
banyak macam proyek yang dapat dilakukan oleh guru dan siswa.
Proyek dapat meningkatkan ketertarikan siswa karena keterlibatan
siswa dalam memecahkan masalah autentik, bekerja sama dengan
kelompok, dan membangun solusi atas masalah yang nyata.

Proyek masih dianggap memiliki potensi untuk meningkatkan


pemahaman secara mendalam karena siswa perlu mendapatkan dan
menerapkan informasi, konsep, dan prinsip-prinsip selama
pembelajaran. Siswa pun memiliki potensi untuk meningkatkan
kompetensi dalam berpikir (belajar dan metakognisi) karena siswa
ditugaskan untuk memformulasi rencana, kemajuan dan mengevaluasi
solusi.

B. Kompetensi Keahlian Teknik Komputer Jaringan

Tujuan kurikulum mencakup empat aspek kompetensi yaitu,:


1) Aspek kompetensi spiritual
2) Sikap sosial
3) Pengetahuan
4) Keterampilan

Aspek-aspek kompetensi tersebut dicapai melalui proses pembelajaran


intrakurikuler,kokurikuler, dan ekstrakurikuler.

Rumusan kompetensi sikap spiritual yaitu, Menghayati dan


mengamalkan ajaran agama yang dianutnya.sedangkan rumusan sikap
sosial yaitu menghayati dan mengamalkan perilaku
jujur,disiplin,santun ,peduli (gotong royong,kerja sama,toleran
damai),bertanggung jawab ,responsif dan proaktif melalui
keteladanan,pemberian nasihat penguatan pembiasaan dan pngondisian
secara berkesinambungan sertta menunjukan sikap sebagai bagian dari
solusi atas berbagai permasalahan dalam berinteraksi secara efektif
dengan lingkungan sosial dan alam serta dalam menempatkan diri sebagai
cerminan bangsa dalam pergaulan dunia. Kedua kompetensi tersebut
dicapai melalu pembelajaran tidak langsung (indirect teaching)yaitu
keteladanan,pembiasan ,dan budaya sekolah dengan memperhatikan
karakteristik mata pelajaran serta kebutuhan serta kebutuhan peserta
didik.

Penumbuhan dan pengembangan kompetensi sikap dilakukan


sepanjang proses pembelajaran berlangsung, dan dapat digunakan sebagai
pertimbangan guru dalam mengembangkan karakter peserta didik.

Kompetensi pengetahuan memahami,menerapkan,menganalisis dan


mengevaluasi tentang pengetahuan faktual,konseptual, operasional dasar,
dan metakognitif sesuai dengan bidang dan lingkup kerja teknik komputer
jaringan pada tingkat teknis,spesisfik,detail dan kompleks, berkenaan
dengan ilmu pengetahuan , teknologi seni budaya dan humaniora dalam
konteks pengembangan potensi diri sebagai bagian dari keluarga, sekolah
dunia kerja warga masyrakat nasional regional dan internasional.
Kompetensi Keterampilan melaksanakan tugas spesifik dengan
menggunakan alat ,informasi dan prosedur kerja yang lazim dilakukan
serta memecahkan masalah sesusi dengan bidang teknik komputer
jaringan.Menampilkan kinerja dibawah bimbingan dengan mutu dan
kuantitas yang terukur sesui dengan standar kompetensi kerja.

Menunjukan keterampilan mnenalar mengolah dan menyaji secara


efektif kreatif produktif kritis mandiri kolaboratif komunikatif dan solutif
dalam ranah abstrak terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya
disekolah serta mampu melaksanakan tugas spesifik dibawah pengawasan
langsung.

C. Kemandirian Belajar
1. Pengertian Kemandirian Belajar
Dalam kamus besar Bahasa Indonesia mandiri adalah ”berdiri
sendiri”. Kemandirian belajar adalah belajar mandiri, tidak
menggantungkan diri kepada orang lain, siswa dituntut untuk
memiliki keaktifan dan inisiatif sendiri dalam belajar, bersikap,
berbangsa maupun bernegara (Abu Ahmadi dan Nur Uhbiyati,
1990:13).
Menurut Stephen Brookfield (2000:130-133) mengemukakan
bahwa kemandirian belajar merupakan kesadaran diri, digerakkan oleh
diri sendiri, kemampuan belajar untuk mencapai tujuannya.
Desi Susilawati, (2009:7-8) mendiskripsikan kemandirian
belajar sebagai berikut:
a. Siswa berusaha untuk meningkatkan tanggung jawab dalam
mengambil berbagai keputusan.
b. Kemandirian dipandang sebagai suatu sifat yang sudah ada pada
setiap orang dan situasi pembelajaran.
c. Kemandirian bukan berarti memisahkan diri dari orang lain.
d. Pembelajaran mandiri dapat mentransfer hasil belajarnya yang
berupa pengetahuan dan keterampilan dalam berbagai situasi.
e. Siswa yang belajar mandiri dapat melibatkan berbagai sumber
daya dan aktivitas seperti membaca sendiri, belajar kelompok,
latihan dan kegiatan korespondensi.
f. Peran efektif guru dalam belajar mandiri masih dimungkinkan
seperti berdialog dengan siswa, mencari sumber, mengevaluasi
hasil dan mengembangkan berfikir kritis.
g. Beberapa institusi pendidikan menemukan cara untuk
mengembangkan belajar mandiri melalui program pembelajaran
terbuka. Kemandirian belajar adalah kondisi aktifitas belajar yang
mandiri tidak tergantung pada orang lain, memiliki kemauan serta
bertanggung jawab sendiri dalam menyelesaikan masalah
belajarnya. Kemandirian belajar akan terwujud apabila siswa aktif
mengontrol sendiri segala sesuatu yang dikerjakan, mengevaluasi
dan selanjutnya merencanakan sesuatu yang lebih dalam
pembelajaran yang dilalui dan siswa juga mau aktif dalam proses
pembelajaran.
2. Ciri-ciri Kemandirian Belajar

Anak yang mempunyai kemandirian belajar dapat dilihat dari


kegiatan belajarnya, dia tidak perlu disuruh bila belajar dan
kegiatan belajar dilaksanakan atas inisiatif dirinya sendiri. Untuk
mengetahui apakah siswa itu mempunyai kemandirian belajar maka
perlu diketahui ciri-ciri kemandirian belajar.

Anton Sukarno(1989:64) menyebutkan ciri-ciri kemandirian


belajar sebagai berikut:

a. Siswa merencanakan dan memilih kegiatan belajar sendiri


b. Siswa berinisiatif dan memacu diri untuk belajar secara
terus menerus
c. Siswa dituntut bertanggung jawab dalam belajar
d. Siswa belajar secara kritis, logis, dan penuh keterbukaan
e. Siswa belajar dengan penuh percaya diri
Menurut Sardiman sebagaimana dikutip oleh Ida Farida
Achmad
(2008:45) menyebutkan bahwa ciri-ciri kemandirian belajar
yaitu meliputi:
a. Adanya kecenderungan untuk berpendapat, berperilaku dan
bertindak atas kehendaknya sendiri
b. Memiliki keinginan yang kuat untuk mencapai tujuan
c. Membuat perencanaan dan berusaha dengan ulet dan tekun
untuk mewujudkan harapan
d. Mampu untuk berfikir dan bertindak secara kreatif, penuh
inisiatif dan tidak sekedar meniru
e. Memiliki kecenderungan untuk mencapai kemajuan, yaitu
untuk meningkatkan prestasi belajar
f. Mampu menemukan sendiri tentang sesuatu yang harus
dilakukan tanpa mengharapkan bimbingan dan tanpa
pengarahan orang lain.
Kesimpulan dari uraian diatas, bahwa kemandirian belajar
adalah sikap mengarah pada kesadaran belajar sendiri dan
segala keputusan, pertimbangan yang berhubungan dengan
kegiatan belajar diusahakan sendiri sehingga bertanggung
jawab sepenuhnya dalam proses belajar tersebut.
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi kemandirian belajar
Menurut Muhammad Nur Syam (1999 : 10), ada dua faktor yang
mempengaruhi, kemandirian belajar yaitu sebagai berikut:
Pertama, faktor internal dengan indikator tumbuhnya kemandirian
belajar yang terpancar dalam fenomena antara lain:
a. Sikap bertanggung jawab untuk melaksanakan apa yang
dipercayakan dan ditugaskan
b. Kesadaran hak dan kewajiban siswa disiplin moral yaitu
budi pekerti yang menjadi tingkah laku
c. Kedewasaan diri mulai konsep diri, motivasi sampai
berkembangnya pikiran, karsa, cipta dan karya (secara berangsur)
d. Kesadaran mengembangkan kesehatan dan kekuatan
jasmani, rohani dengan makanan yang sehat, kebersihan dan
olahraga
e. Disiplin diri dengan mematuhi tata tertib yang berlaku,
sadar hak dan kewajiban, keselamatan lalu lintas, menghormati
orang lain, dan melaksanakan kewajiban
Kedua, faktor eksternal sebagai pendorong kedewasaan dan
kemandirian belajar meliputi: potensi jasmani rohani yaitu tubuh
yang sehat dan kuat, lingkungan hidup, dan sumber daya alam,
sosial ekonomi, keamanan dan ketertiban yang mandiri, kondisi
dan suasana keharmonisan dalam dinamika positif atau negatif
sebagai peluang dan tantangan meliputi tatanan budaya dan
sebagainya secara komulatif.
Berdasarkan penjelasan diatas, maka dapat disimpulkan
bahwa dipengaruhi kemandirian belajar adalah faktor internal
siswa itu sendiri yang terdiri dari lima aspek yaitu disiplin,
percaya diri, motivasi, inisiatif, dan tanggung jawab, sehingga
dapat di ambil kesimpulan bahwa seseorang memiliki
kemandirian belajar apabila memiliki sifat Percaya diri, motivasi,
inisiatif, disiplin dan tanggung jawab. Keseluruhan aspek dalam
penelitian ini dapat dilihat selama berlangsungnya kegiatan
belajar mengajar.
4. Pengukuran Kemandirian Belajar

Pengukuran mengandung pengertian suatu keadaan dimana


seseorang memiliki hasrat bersaing untuk maju demi kebaikan dirinya,
mampu mengambil keputusan dan inisiatif untuk mengatasi masalah
yang dihadapi, memiliki kepercayaan diri dalam mengerjakan tugas-
tugasnya dan bertanggung jawab terhadap apa yang dilakukannya.

Pengukuran kemandirian belajar pada penelitian ini berdasarkan


pada faktor internal (dari dalam diri) siswa yaitu percaya diri,disiplin,
motivasi, inisiatif dan tanggung jawab.

a. Percaya diri

Menurut kamus besar Bahasa Indonesia menyebutkan bahwa “ Percaya


kepada diri sendiri berarti yakin benar atau memastikan akan kemampuan
atau kelebihan seseorang atau sesuatu (bahwa akan dapat memenuhi
harapan-harapannya)”

Menurut Thursan Hakim (2002 : 6) “ Rasa percaya diri juga dapat


diartikan sebagai suatu keyakinan seseorang terhadap segala aspek
kelebihan yang dimilikinya dan keyakinan tersebut membuatnya merasa
mampu untuk bisa mencapai berbagai tujuan di dalam hidupnya”.

Sedangkan menurut Thursan Hakim (2002 : 5-6) terdapat beberapa ciri-


ciri tertentu dari orang-orang yang mempunyai rasa percaya diri yang
tinggi, yaitu:

1. Bersikap tenang didalam mengerjakan segala sesuatu

2. Mempunyai potensi dan kemampuan yang memadai

3. Mampu menetralisai ketegangan yang muncul didalam berbagai


situasi
4. Mampu menyesuaikan diri dan berkomunikasi di berbagai situasi

5. Memiliki kondisi mental dan fisik yang cukup menunjang


penampilannya

6. Memiliki kecerdasan yang cukup

7. Memiliki tingkat pendidikan formal yang cukup

8. Memiliki keterampilan dan keahlian yang menunjang


kehidupannya, misalnya keterampilan berbahasa asing

9. Memiliki kemampuan bersosialisasi

10. Memiliki latar belakang pendidikan keluarga yang baik

11. Memiliki pengalaman hidup yang menempa mentalnya menjadi


kuat dan tahan didalam menghadapi berbagai cobaan hidup

12. Selalu bereaksi positif didalam menghadapi berbagai masalah,


misalnya dengan tetap tegar, sabar dan tabah dalam menghadapi
persoalan hidup.

Para ahli berpendapat bahwa rasa percaya diri erat kaitannya


dengan konsep diri, maka jika seseorang memiliki konsep diri yang
negatif terhadap dirinya, maka akan menyebabkan seseorang tersebut
memilki rasa tidak percaya terhadap dirinya sendiri. Rasa percaya diri
yang rendah akan berakibat pada tindakan yang tidak efektif.
Tindakan yang tidak efektif tentu akan memberikan hasil yang jelek.
Hasil yang jelek akan semakin membenarkan bahwa diri tidak
memiliki kompetensi dan akan berakibat pada rasa percaya diri yang
semakin rendah.

Seseorang yang yakin terhadap dirinya, segala kegiatan yang


dilakukannya penuh dengan rasa optimis adalah seseorang yang
memiliki percaya diri. Rasa percaya diri yang tinggi sebenarnya hanya
merujuk pada adanya beberapa aspek dari kehidupan individu tersebut
dimana ia merasa memiliki kompetensi, yakin, mampu, dan percaya
bahwa bisa karena didukung oleh pengalaman, potensi aktual, prestasi
serta harapan yang realistik terhadap diri sendiri.

Dalam penelitian ini, percaya diri siswa dapat dilihat pada tingkah
laku siswa yang muncul selama proses kegiatan pembelajaran
produktif berlangsung. Percaya diri siswa pada proses pembelajaran
mata pelajaran produktif dapat diamati berdasarkan lima kriteria
yaitu:

1. Mengikuti kegiatan presentasi di depan kelas

2. Ketenangan dalam berbicara

3. Keikutsertaan dalam mengajukan pertanyaan

4. Keikutsertaan dalam menjawab pertanyaan

5. Keikutsertaan dalam berpendapat

b. Disiplin

Disiplin merupakan sesuatu yang berkenaan


dengan pengendalian diri atau kepatuhan seseorang untuk
mengikuti bentukbentuk aturan atas kesadaran pribadinya, disiplin
dalam belajar merupakan kemauan untuk belajar yang didorong
oleh diri siswa sendiri.

Dalam penelitian ini, disiplin siswa dapat diamati dari


tingkah laku yang muncul selam proses pembelajaran berlangsung.
Disiplin siswa pada proses pembelajaran dapat diamati berdasarkan
lima aspek yaitu kriteria siswa dalam hal:

a) Bertanggung jawab terhadap tugas yang diberikan


b) Semangat dan antusias dalam kegiatan pembelajaran

c) Komitmen yang tinggi terhadap tugas

d) Mengatasi kesulitan yang timbul pada dirinya

e) Kemampuan memimpin

c. Inisiatif

Menurut kamus besar Bahasa Indonesia (2005:395)


“Inisiatif adalah kemampuan untuk mencipta atau daya cipta”.
Menurut Wollfock dalam Mardiyanto (2008:23) “Inisiatif adalah
kemampuan individu dalam menghasilkan sesuatu yang baru atau
asli atau suatu pemecahan masalah”. Menurut Suryana (2006:2)
mengungkapkan bahwa “Inisiatif adalah kemampuan
mengembangkan ide dan caracara baru dalam memecahkan
masalah dan menemukan ide dan caracara baru dalam memecahkan
masalah dan menemukan peluang (thinking new things). Menurut
Utami Munandar (1990:48) mengungkapkan bahwa “ Inisiatif
adalah kemampuan berdasarkan data atau informasi yang tersedia,
menemukan banyak kemungkinan jawaban dari suatu masalah,
dimana penekananya adalah pada kuantitas, ketepatgunaan, dan
keragaman jawaban”.

Ciri-ciri orang yang inisiatif menurut Sund dalam Slameto


(2003:147) adalah sebagai berikut:

1. Hasrat keingintahuan yang besar

2. Bersikap terbuka dalam pengalaman baru

3. Panjang akal

4. Keinginan untuk menemukan dan meneliti


5. Cenderung menyukai tugas yang berat dan sulit

6. Cenderung mencari jawaban yang luas dan memuaskan

7. Memiliki dedikasi bergairah secara aktif dalam


melaksanakan tugas

8. Berfikir fleksibel

9. Menanggapi pertanyaan yang diajukan serta cenderung


memberi jawaban yang lebih banyak.

Sedangkan menurut Guilford dalam Mardiyanto (2008 : 24) adalah


sebagai berikut:

1. Kelancaran (fluency), yaitu kemampuan untuk


menghasilkan banyak gagasan

2. Keluwesan (fleksibilitas), yaitu kemampuan untuk


mengemukakan bermacam-macam

Berkaitan dengan definisi beberapa ahli diatas maka pengertian


Inisiatif adalah kemampuan seseorang untuk melahirkan sesuatu
yang baru baik berupa gagasan maupun karya nyata yang relatif
berbeda dengan apa yang telah ada sebelumnya dalam usaha
memecahkan suatu masalah.

Inisiatif dalam penelitian ini dapat dilihat dalam proses kegiatan


pembelajaran. Inisiatif siswa yang diamati meliputi:

1. Memiliki dorongan rasa ingin tahu yang tinggi

2. Keterampilan berfikir luwes

3. Keterampilan berfikir lancer

4. Keterampilan berfikir orisinil


5. Berani mengambil resiko

d. Tanggung jawab

Menurut Zimmerer dalam Ikaputera Waspada (2004:6)


mengungkapkan ciri-ciri orang yang memiliki sifat tanggung jawab
sebagai berikut:

1. Memiliki komitmen yang tinggi terhadap tugas atau pekerjaannya


2. Mau bertanggung jawab
3. Energik
4. Berorientasi ke masa depan
5. Kemampuan memimpin
6. Mau belajar dari kegagalan
7. Yakin pada dirinya
8. Obsesi untuk mencapai prestasi yang tinggi.

Dalam penelitian ini tanggung jawab siswa dapat dilihat selama proses
pembelajaran mata pelajaran produktif yang diamati berdasarkan lima
aspek, yaitu:

1. Keikutsertaan melaksanakan tugas yang diberikan


kelompok

2. Keikutsertaan dalam memecahkan masalah

3. Kepedulian terhadap kesulitan sesama anggota kelompok

4. Keikutsertaan dalam membuat laporan kelompok

5. Keikutsertaan dalam melaksanakan presentasi hasil diskusi

e. Motivasi

Menurut Suryana (2006:40) “Seseorang selalu


mengutamakan tugas dan hasil adalah orang yang mengutamakan
nilai-nilai motivasi, berorientasi pada ketekunan dan ketabahan,
tekad kerja keras, mempunyai energik dan berinisiatif”.

Menurut Suryana (2006 : 52)” Seseorang memiliki motivasi


tinggi apabila orang tersebut memiliki hasrat untuk mencapai hasil
yang terbaik guna mencapai kepuasan pribadi. Faktor dasarnya
adalah adanya kebutuhan yang harus dipenuhi”.

Menurut Suryana (2006:53)” Seseorang yang memiliki


motivasi yang tinggi pada umumnya memiliki ciri-ciri sebagai
berikut:

1. Ingin mengatasi sendiri kesulitan-kesulitan dan


permasalahan yang timbul pada dirinya

2. Selalu memerlukan umpan balik yang segera untuk melihat


keberhasilan dan kegagalan

3. Memiliki tanggung jawab personal yang tinggi

4. Berani menghadapi resiko dengan penuh tantangan

5. Menyukai dan melihat tantangan secara seimbang

Berdasarkan beberapa pendapat tersebut diatas dapat


disimpulkan bahwa seseorang yang memiliki motivasi yang tinggi
adalah seseorang yang selalu melakukan sesuatu yang lebih baik
dan efisien dibanding sebelumnya.

Dalam penelitian ini siswa yang memiliki motivasi tinggi


dapat diamati selama proses pembelajaran berlangsung. Indikator
yang digunakan untuk mengamati siswa dengan motivasi tinggi
diantaranya:

1. Bertanggung jawab terhadap tugas yang diberikan


2. Semangat dan antusias saat proses pembelajaran
berlangsung

3. Komitmen yang tinggi terhadap tugas

4. Mengatasi sendiri kesulitan yang timbul pada dirinya

5. Kemampuan memimpin

Anda mungkin juga menyukai