Anda di halaman 1dari 9

Resume Jurnal :

Reccomendations and Guidance for Providing Pharmaceutical Care Services


during COVID-19 Pandemic : A China Perspective

Penulis : Si-qian Zheng, Li Yang, Peng-xiang Zhou, Hui-bo Li, Fang Liu, Rong-sheng Zhao.
Departement of Pharmacy, Peking University.
Publikasi : Elsevier Inc.
Tujuan Penelitian :
COVID-19 pertama kali terdeteksi di Kota Wuhan telah menyebar menjadi pandemi,
sehingga masyarakat rentan tertular dan berpotensi mengalami kegagalan penggunaan obat yang
tepat selama masa pandemi. Penelitian ini bertujuan untuk mendiskusikan peran komunitas
apoteker dan isi dari Pharmaceutical Care selama pandemic COVID-19 untuk mendorong
pencegahan dan pengendalian yang efektif, serta penggunaan obat yang aman bagi pasien.
Pembahasan :
Konsep farmasi komunitas di Tiongkok mengacu pada apotek dan departemen farmasi
yang berlokasi di institusi layanan primer, seperti pusat layanan kesehatan komunitas dan klinik
rawat jalan komunitas. Fasilitas pelayanan kefarmasian tersebut mengikuti peraturan pemerintah
daerah dan nasional, serta menyediakan layanan penyaluran obat resep dan layanan terkait farmasi
lainnya. Apotek ritel di Tiongkok menyediakan beberapa obat resep, obat bebas, suplemen, serta
produk dan perangkat yang berhubungan dengan kesehatan untuk dijual. Apotek ritel di Tiongkok
tidak dianggap sebagai bagian dari sistem layanan kesehatan karena praktiknya mengikuti
peraturan perusahaan yang berbeda. Keterampilan profesional staf farmasi dan apoteker yang
bekerja di apotek ritel ini sangat bervariasi dan umumnya tidak dianggap sebagai profesional
kesehatan. Komunitas pasien perlu diskrining dengan benar dan pasien yang dicurigai harus
dirujuk ke institusi medis yang ditunjuk pada waktu yang tepat untuk mendorong pengendalian
pandemic. Selain itu, masyarakat juga perlu menguasai secara efektif keterampilan perlindungan
pribadi untuk mengendalikan penularan COVID-19 karena pasien yang menjalani observasi isolasi
medis atau pasien dengan COVID-19 ringan yang menjalani perawatan di rumah kurang memiliki
pengetahuan dan panduan mengenai cara perawatan diri di rumah.
Selama pandemi COVID-19, kebutuhan layanan Pharmaceutical Care (PC) berada di luar
cakupan praktik tradisional apoteker komunitas, yang dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu
kebutuhan pencegahan dan pengendalian pandemi dan kebutuhan pasien akan masalah terkait
farmasi. Farmasi komunitas diketahui sebagai pelayanan kesehatan professional yang paling
mudah untuk diakses oleh publik. Selama pandemic, apoteker di China menggunakan berbagai
macam pendekatan seperti penggunaan aplikasi elektronik dan berkolaborasi dengan perusahaan
obat dan komunitas masyarakat setempat untuk menyediakan pelayanan konsultasi online dan
memastikan pasien mendapatkan persediaan obat di rumah.
Tim manajemen farmasi komunitas harus menyesuaikan proses pelayanannya berdasarkan
karakteristik dari pandemi COVID-19 dan kebutuhan pasien selama karantina dirumah. Beberapa
caranya yaitu dengan memastikan pasokan obat-obatan yang memadai dan produk-produk untuk
mencegah penularan COVID-19. Selain menggunakan aplikasi elektronik untuk pemesanan obat
dan produk-produk penunjang pencegahan penularan COVID-19, bagi pasien yang tidak bisa
mengunjungi apotek maka pasien dapat mengirimkan surat permintaan dan memilih home delivery
service yang bekerja sama dengan pekerja social, perusahaan obat dan para sukarelawan. Upaya
selanjutnya yaitu memastikan operasi yang berjalan dengan aman dan efisien, serta pelaksanaan
training bagi staff medis. Kegiatan pelatihan tersebut dilakukan agar apoteker dan tenaga farmasi
atau kesehatan dapat menguasai hal-hal yang berkaitan dengan populasi pasien selama pandemi,
misalnya skrining pasien, mengetahui metode untuk perlindungan diri yang efektif, konseling
untuk terapi pasien, manajemen penyakit kronis bagi pasien lanjut usia, pelayanan kefarmasian di
rumah dan dukungan psikologis.
Pelayanan kefarmasian di rumah untuk pasien yang terinfeksi novel coronavirus dengan
gejala ringan, dapat merujuk pada panduan dari WHO untuk menyediakan bimbingan bagi
keluarga dengan pasien yang diisolasi di rumah untuk observasi medis, dan keluarga dengan pasien
stadium ringan yang menjalani perawatan di rumah. Apoteker harus bisa memastikan pasien atau
keluarga pasien sudah mempersiapkan lingkungan rumah dengan baik, dibersihkan dengan benar,
dan didesinfeksi sesuai dengan pedoman, termasuk peralatan makan pasien yang dicurigai dan
barang-barang untuk penggunaan sehari-hari. Apoteker harus bisa memastikan semua pasien
isolasi dan anggota keluarga menyadari pentingnya pencegahan penularan penyakit dan mampu
menguasai cara pencegahannya. Bila pasien hanya mengalami gejala pernafasan bagian atas
seperti bersin, pilek dan sakit tenggorokan dengan umur yang muda tanpa penyakit kronis,
perawatan di rumah dengan isolasi dan observasi harus dilakukan dengan pengobatan simtomatik
(jika diperlukan) untuk menghindari kunjungan yang tidak perlu ke institusi medis. Bila pasien
memiliki sudah memiliki penyakit kronis sebelum terinfeksi novel coronavirus, apoteker harus
memastikan pasien menyadari adanya reaksi merugikan yang umum terjadi dari pengobatan yang
mereka gunakan saat ini dan memperkuat efek samping apa yang harus mereka pantau selama
tinggal di rumah dalam jangka panjang.
Hasil :
Tim manajemen farmasi komunitas harus mendukung terlaksananya pelayanan
Pharmaceutical Care dengan menyediakan pasokan obat-obatan terkait COVID-19 yang memadai
dan produk-produk untuk mencegah meluasnya penyebaran COVID-19, serta memberikan
pelatihan staf yang memadai. Apoteker harus menggunakan berbagai macam pendekatan untuk
menyediakan pelayanan Pharmaceutical Care dalam dispensing obat, konsultasi dan pemberian
rekomendasi, manajemen penyakit kronis, penggunaan infus yang aman, mengedukasi pasien,
panduan perawatan di rumah dan dukungan psikologis untuk mendorong pengendalian pandemic
COVID-19 dan memastikan penggunaan obat yang aman di masyarakat.
Kesimpulan :
Layanan Pharmaceutical Care dalam masyarakat selama pandemic COVID-19 memiliki
sifat yang berbeda karena karakteristik penyakit dan adanya perubahan terkait kebutuhan pasien.
Apotek komunitas harus bekerja sebagai pemasok kuat obat-obatan dan peralatan pelindung
pasien. Apoteker komunitas harus siap memberikan layanan Pharmaceutical Care (salah satunya
Home Pharmaceutical Care) yang terampil dan efektif bagi pasien untuk memastikan keamanan
pengobatan dan mempromosikan keselamatan pasien secara keseluruhan.
Resume Jurnal :
Home Care Apoteker Sebagai Sarana Peningkatan Pengetahuan Masyarakat
Desa Segala Anyar Lombok Tengah

Penulis : Lalu Iman Saptahadi, Baiq Reni Pratiwi.


Universitas Qamarul Huda Badaruddin Bagu.
Publikasi : Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat
Vol. 1, No.9
Latar Belakang dan Tujuan Penelitian :
Pergeseran profesi kefarmasian dari yang berorientasi pada obat menjadi berorientasi pada
pasien mengharuskan apoteker untuk selalu memberikan pelayanan yang terbaik kepada pasien.
Apoteker wajib memberikan informasi terapi pengobatan yang akurat kepada pasien, salah
satunnya melalui pelayanan Home Care. Kegiatan pelayanan home care akan memberikan dampak
yang lebih besar terhadap pemahaman pasien terhadap penyakit dan pengobatannya. Kegiatan
home care dilakukan di Desa Lombok Tengah dengan jumlah pasien sebanyak 30 orang. Kegiatan
ini akan dilaksanakan oleh apoteker setempat dan mahasiswa pascasarjana Universitas Qamarul
Huda Badaruddin Bagu.
Pendahuluan :
Pelayanan kefarmasian (Pharmaceutical care) merupakan tanggung jawab langsung
apoteker dalam merawat pasien dengan fokus mencapai hasil yang telah ditentukan guna
meningkatkan kualitas hidup pasien. Pelayanan kefarmasian tidak hanya mencakup aspek terapi
obat, tetapi juga mencakup keputusan terkait penggunaan obat pada pasien. Ini termasuk keputusan
untuk tidak menggunakan terapi obat, pertimbangan dalam pemilihan obat, dosis, rute dan metode
pemberian, pemantauan terapi obat, serta penyediaan informasi dan konseling kepada pasien
(ASHP, 2008).
Tujuan pelayanan farmasi adalah meningkatkan kualitas hidup pasien melalui pencapaian
hasil terapi yang optimal terkait dengan obat. Hasil yang dikejar dari pelayanan farmasi mencakup
kesembuhan pasien, penghilangan atau pengurangan gejala, penghentian atau perlambatan proses
penyakit, serta pencegahan penyakit atau gejala. Paradigma pelayanan kefarmasian telah berubah
dari berorientasi pada obat menjadi berorientasi pada pasien dengan filosofi Pharmaceutical Care.
Filosofi Pharmaceutical Care, dalam konteks berorientasi pada pasien, menempatkan tanggung
jawab pada apoteker sebagai penyedia pelayanan farmasi kepada pasien, yang mengalokasikan
waktu dan upaya untuk membantu pasien mengatasi permasalahan terkait terapi obat (drug-related
problems/DRP) (Menkes RI, 2014).
Implementasi Pharmaceutical Care pada pasien rawat jalan mencakup pengkajian
resep/screening resep, PIO, pencatatan penggunaan obat (PPO), konseling, penelusuran riwayat
penggunaan obat, leaflet, dan edukasi. Sementara untuk pasien rawat inap, implementasi
melibatkan pengkajian resep/screening resep, PIO, rekonsiliasi obat, pemantauan terapi obat,
edukasi, dan kunjungan pasien (Menkes RI, 2014)
Metode :
Kegiatan pelayanan home care dilakukan oleh mahasiswa pascasarjana Universitas
Qamarul Huda Bagu dan apoteker setempat di desa Segala Anyar Lombok Tengah. Kegiatan
ini dilakukan dengan mengunjungi pasien secara langsung di 30 rumah pasien. Kegiatan diawali
dengan memperkenalkan diri dan menjelaskan tujuan dari kunjungan, kemudian dilanjutkan
dengan wawancara kepada pasien tentang sejauh mana pasien paham akan penyakit yang
dideritanya dan pengobatannya. Wawancara disertai dengan form pertanyaan seputar penyakit
pasien dan pengobatannya.
Hasil dan Pembahasan:
Hasil wawancara pasien mengenai pengetahuan pasien terhadap penyakitnya, yaitu
sebanyak 5 pasien (16,67%) sangat tahu tentang penyakit yang diderita dan 25 pasien (28,33%)
tahu akan penyakit yang diderita. Sebanyak 23 pasien (76,67%) tahu mengenai cara untuk
mengatasi penyakit yang diderita dan sebanyak 7 pasien (23,33%) kurang tahu mengenai cara
untuk mengatasi penakit yang diderita. Sebanyak 2 pasien (6,67%) tahu tentang pola hidup yang
harus dijalani akibat dari penyakit yang diderita. Sebanyak 19 pasien (63,33%) tahu tentang pola
hidup yang harus dijalani dan sebanyak 9 pasien (30%) kurang tahu mengenai pola hidup yang
harus dijalani akibat dari penyakit yang dideritanya. Sebanyak 20 pasien (66,67%)tahu mengenai
hal-hal yang akan mengakibatkan penyakitnya semakin parah dan sebanyak 10 pasien (33,33%)
kurang tahu mengenai hal-hal yang akan mengakibatkan penyakitnya semakin parah.
Hasil wawancara pasien tentang pengetahuan pasien terhadap obat, yaitu sebanyak 19
pasien (63,33%) tahu tentang obat yang diterima untuk penyakitnya dan 11 pasien lainnya
(36,67%) kurang tahu. Sebanyak 6 pasien (20%) sangat tahu tentang cara minum obatnya dan 24
pasien lainnya (80%) tahu. Sebanyak 7 pasien (23,33%) sangat tahu tentang aturan pakai obat dan
23 pasien lainnya (76,67%) tahu. Sebanyak 1 pasien (3,33%) sangat tahu tentang cara
penyimpanan obat, 24 pasien (80%) tahu dan sebanyak 5 pasien (16,67%) kurang tahu cara
penyimpanan obat. Sebanyak 13 pasien (43,33%) pasien tahu tentang hal yang harus dihindari
selama mengonsumsi obat dan 17 pasien lainnya (56,67%) kurang tahu. Sebanyak 10 pasien
(33,33%) tahu tentang efek yang akan terjadi bila tidak meminum obat dan 20 pasien lainnya
(66,67%) kurang tahu.
Berdasarkan hasil wawancara dengan pasien, dapat dikatakan bahwa mayoritas pasien
menyatakan mengetahui tentang penyakit yang mereka derita dan pengobatannya. Ini
mengindikasikan bahwa sebagian besar pasien telah memahami baik mengenai kondisi
penyakitnya dan cara pengobatannya yang mereka terima. Hal ini mencerminkan bahwa
pelaksanaan homecare secara rutin oleh apoteker setempat memberikan hasil positif terhadap
pemahaman pasien. Temuan ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Wahyu
Utaminingrum et al. (2017), yang menyatakan bahwa pelayanan homecare yang diberikan oleh
apoteker berpengaruh dalam meningkatkan kepatuhan pasien hipertensi. Pengetahuan dan tingkat
pendidikan memiliki kontribusi penting terhadap perilaku kesehatan. Pengetahuan yang
dipengaruhi oleh tingkat pendidikan merupakan salah satu faktor yang memainkan peran
signifikan dalam membentuk keputusan seseorang untuk menjalani gaya hidup sehat (Pratiwi dkk,
2011).
Kesimpulan :
Pelaksanaan homecare di Desa Segala Anyar berjalan efektif. Dari hasil wawancara
langsung dengan pasien, terlihat bahwa pemahaman pasien tentang obat dan pengobatannya cukup
memuaskan, mencapai 87%. Meskipun demikian, diperlukan penelitian lebih lanjut untuk
mengeksplorasi keterkaitan antara homecare dan tingkat pengetahuan pasien, yang dapat
berkontribusi pada peningkatan kesadaran pasien terhadap penyakit dan pengobatannya, serta
peningkatan kualitas hidup pasien
Saran dan pendapat tentang pelaksanaan Home Pharmacy Care di Era 4.0
Pelaksanaan Home Pharmaceutical Care (PC) memiliki potensi besar dalam meningkatkan
kualitas hidup pasien dan memastikan efektivitas pengelolaan terapi obat. Berikut adalah beberapa
saran dan pendapat terkait pelaksanaan Home Pharmaceutical Care:
1. Pelatihan dan Sertifikasi:
Apoteker yang terlibat dalam Home Pharmaceutical Care sebaiknya mendapatkan
pelatihan khusus untuk memastikan pemahaman yang mendalam tentang aspek klinis dan
interpersonal. Sertifikasi khusus dalam Home Pharmaceutical Care dapat meningkatkan
standar pelayanan dan kepercayaan pasien.
2. Kolaborasi Tim Kesehatan:
Pelaksanaan Home Pharmaceutical Care dapat lebih efektif melalui kolaborasi yang erat
dengan tim kesehatan lainnya, seperti dokter, perawat, dan ahli gizi. Koordinasi yang baik
antar anggota tim kesehatan dapat memastikan pendekatan holistik dalam pengelolaan
kesehatan pasien.
3. Teknologi Informasi:
Penggunaan teknologi informasi, seperti aplikasi kesehatan atau platform daring, dapat
membantu memantau kepatuhan pasien, memberikan edukasi obat, dan menyediakan
sumber daya informasi yang relevan. Telemedicine juga dapat menjadi alat yang berguna
dalam memfasilitasi konsultasi jarak jauh antara apoteker dan pasien.
4. Pemberdayaan Pasien:
Libatkan pasien secara aktif dalam perencanaan dan pengelolaan terapi obat mereka
sendiri. Berikan edukasi yang cukup kepada pasien mengenai penyakitnya, obat-obatan
yang digunakan, dan pentingnya kepatuhan terhadap terapi.
5. Monitoring Kualitas:
Implementasikan sistem pemantauan kualitas yang efektif untuk memastikan bahwa
standar pelayanan Home Pharmaceutical Care terjaga. Dukung adopsi praktik-praktik
terbaik dan inovasi dalam pelayanan.
6. Pendekatan Holistik:
Pertimbangkan kondisi kesehatan keseluruhan pasien, termasuk aspek psikososial, saat
merencanakan dan melaksanakan Home Pharmaceutical Care.
Penerapan Home Pharmaceutical Care yang baik dapat membawa manfaat yang signifikan
dalam mengoptimalkan terapi obat, meningkatkan kepatuhan pasien, dan pada gilirannya,
meningkatkan kualitas hidup pasien secara keseluruhan. Dengan perhatian pada kolaborasi
tim, pendekatan personalisasi, dan pemberdayaan pasien, Home Pharmaceutical Care dapat
menjadi bagian integral dari sistem pelayanan kesehatan.
DAFTAR PUSTAKA
Zheng, S.Q., Yang, L., Zhou, P.X., Li, H.B., Liu, F. and Zhao, R.S., 2021. Recommendations
and guidance for providing pharmaceutical care services during COVID-19 pandemic: a
China perspective. Research in social and administrative pharmacy, 17(1), pp.1819-
1824.
Saptahadi, L.I. and Pratiwi, B.R., 2022. HOMECARE APOTEKER SEBAGAI SARANA
PENINGKATAN PENGETAHUAN MASYARAKAT DESA SEGALA ANYAR
LOMBOK TENGAH. J-ABDI: Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat, 1(9), pp.2205-
2210.

Anda mungkin juga menyukai