Anda di halaman 1dari 9

JAWABAN TUGAS TUTON

TUGAS TUTORIAL III


MKDK4002 & PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK

RANI RUSPITA
857494782
119 / PGSD S1 (Masukan Sarjana) Kurikulum Baru
UPBJJ 24/ BANDUNG

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan


Universitas Terbuka
2023.1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah Swt. yang telah memberikan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas yang berjudul
“TUGAS TUTORIAL III” ini tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan dari laporan tugas ini adalah untuk memenuhi
tugas pada mata kuliah Perkembangan Peserta Didik. Selain itu, laporan tugas ini juga
bertujuan untuk menambah wawasan tentang perkembangan peserta didik bagi para
pembaca dan juga bagi penulis.

Terlebih dahulu, saya mengucapkan terima kasih kepada Bapak Nuraly


Masum Aprily, M. Pd., selaku Dosen Perkembangan Peserta Didik yang telah
memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai
dengan bidang studi yang saya tekuni ini, sehingga saya dapat menyelesaikan tugas
ini.

Kemudian, saya menyadari bahwa tugas yang saya tulis ini masih jauh dari
kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun saya butuhkan
demi kesempurnaan laporan tugas ini.

Karangnunggal, 01 Mei 2023

RANI RUSPITA
PEMBAHASAN

1. Perkembangan konsep diri dan harga diri (self-esteem) adalah dua konsep yang saling terkait
dalam psikologi. Perkembangan konsep diri mengacu pada bagaimana seseorang memahami,
menginterpretasikan, dan mempersepsikan tentang dirinya sendiri, termasuk identitas,
kepribadian, kemampuan, dan peran dalam kehidupan. Sementara itu, harga diri (self-esteem)
merujuk pada evaluasi dan penilaian individu terhadap nilai, keberhargaan, dan
kecenderungan untuk memandang dirinya secara positif atau negatif.
Berikut ini adalah beberapa pendapat para ahli tentang perkembangan konsep diri dan harga
diri:
a. Carl Rogers:
Menurut Carl Rogers, perkembangan konsep diri terjadi melalui pengalaman
aktualisasi diri. Konsep diri terbentuk ketika individu menerima dan memahami
pengalaman dan perasaan mereka secara objektif. Harga diri, menurut Rogers,
berkaitan dengan perasaan positif atau negatif terhadap diri sendiri, yang muncul dari
kesesuaian antara pengalaman aktual dan citra diri.

Sumber: Rogers, C. R. (1959). A theory of therapy, personality, and interpersonal


relationships as developed in the client-centered framework. In S. Koch (Ed.),
Psychology: A study of science (Vol. 3, pp. 184-256). New York: McGraw-Hill.

b. Erik Erikson:
Menurut Erikson, perkembangan konsep diri terjadi melalui serangkaian tahapan
psikososial yang terjadi sepanjang siklus hidup individu. Konsep diri berkembang
saat individu mengatasi konflik psikososial yang muncul pada setiap tahap, dan
pengalaman yang sukses dalam mengatasi konflik ini memperkuat harga diri.

Sumber: Erikson, E. H. (1959). Identity and the life cycle. New York: International
Universities Press.

c. James Marcia:
James Marcia mengembangkan teori identitas remaja yang mengaitkan
perkembangan konsep diri dengan identitas. Menurut Marcia, remaja melewati empat
status identitas: difusi, moratorium, foreclosures, dan prestasi. Perkembangan konsep
diri terjadi saat remaja mencapai status identitas yang kokoh dan konsisten, yang
berkontribusi pada harga diri yang positif.

Sumber: Marcia, J. E. (1966). Development and validation of ego-identity status.


Journal of Personality and Social Psychology, 3(5), 551-558.

d. Abraham Maslow:
Menurut Maslow, perkembangan konsep diri dan harga diri berhubungan dengan
kebutuhan akan aktualisasi diri. Ketika individu mencapai potensi penuh mereka dan
memenuhi kebutuhan akan penghargaan, konsep diri dan harga diri menjadi positif
dan sehat.

Sumber: Maslow, A. H. (1968). Toward a psychology of being. New York: Van


Nostrand
2. Sebagai seorang pendidik, ada beberapa langkah yang dapat saya ambil untuk membantu
siswa mengembangkan konsep diri yang positif dan meningkatkan motivasi belajar mereka.
Berikut adalah beberapa strategi yang dapat saya terapkan:

1. Menciptakan lingkungan yang inklusif dan mendukung:


Saya akan menciptakan lingkungan kelas yang aman, inklusif, dan mendukung, di
mana setiap siswa merasa diterima, dihargai, dan didengar. Ini dapat mencakup
mempromosikan sikap saling menghormati, meminimalkan intimidasi atau pelecehan,
serta memberikan umpan balik positif secara teratur.

Sumber: Baumeister, R. F., & Leary, M. R. (1995). The need to belong: Desire for
interpersonal attachments as a fundamental human motivation. Psychological
Bulletin, 117(3), 497-529.

2. Memberikan tugas yang menantang dan relevan:


Saya akan merancang tugas yang menantang dan relevan, sesuai dengan kemampuan
dan minat siswa. Tugas-tugas ini akan memberi mereka kesempatan untuk merasakan
keberhasilan, mengembangkan keterampilan baru, dan merasa kompeten, yang dapat
memperkuat konsep diri positif mereka.

Sumber: Bandura, A. (1997). Self-efficacy: The exercise of control. New York:


Freeman.
3. Memberikan umpan balik yang konstruktif:
Saya akan memberikan umpan balik yang jelas, spesifik, dan konstruktif kepada
siswa tentang prestasi mereka. Umpan balik ini harus fokus pada upaya siswa,
perbaikan yang mungkin, dan pencapaian yang diakui. Dengan demikian, mereka
akan merasa dihargai dan didukung dalam perjalanan belajar mereka.

Sumber: Hattie, J., & Timperley, H. (2007). The power of feedback. Review of
Educational Research, 77(1), 81-112.

4. Membangun hubungan yang positif:


Saya akan mencoba membangun hubungan yang positif dengan siswa, dengan
mendengarkan mereka, memahami kebutuhan mereka, dan menunjukkan minat serta
perhatian terhadap perkembangan mereka. Dengan membangun ikatan yang kuat
antara saya dan siswa, mereka akan merasa didukung dan termotivasi untuk belajar.

Sumber: Pianta, R. C., Hamre, B. K., & Stuhlman, M. (2003). Relationships between
teachers and children. In W. M. Reynolds & G. E. Miller (Eds.), Handbook of
psychology: Educational psychology (Vol. 7, pp. 199-234). New York: Wiley.

5. Mendorong refleksi diri:


Saya akan mendorong siswa untuk merenungkan kemajuan mereka, tantangan yang
mereka hadapi, dan pencapaian yang mereka raih. Dengan merangsang refleksi diri,
siswa akan mengembangkan pemahaman yang lebih baik tentang kemampuan dan
potensi mereka, yang dapat meningkatkan konsep diri dan motivasi mereka.
Sumber: Schunk, D. H., & Zimmerman, B. J. (Eds.). (2008). Motivation and self-
regulated learning: Theory, research, and applications. New York: Routledge.

Melalui penerapan strategi ini, diharapkan siswa dapat mengembangkan konsep diri yang
positif dan motivasi belajar yang tinggi.

3. Perkembangan fisik motorik pada anak usia dini sangat penting untuk pertumbuhan dan
perkembangan mereka secara keseluruhan. Guru memiliki peran yang signifikan dalam
membantu anak-anak mengembangkan keterampilan motorik mereka. Beberapa peran dan
fungsi guru dalam mengembangkan dan meningkatkan perkembangan fisik motorik anak usia
dini antara lain:

1. Mendukung pemahaman tentang perkembangan motorik: Guru dapat memahami dan


menginformasikan tentang tahapan perkembangan motorik yang normal pada anak usia
dini. Hal ini membantu mereka untuk memiliki harapan yang realistis terhadap
kemampuan fisik motorik anak-anak dan memperhatikan kemajuan mereka.

Sumber: Gabbard, C. (2019). Lifelong Motor Development. Pearson.

2. Merencanakan aktivitas fisik yang sesuai: Guru dapat merencanakan dan menyediakan
berbagai aktivitas fisik yang sesuai dengan tingkat perkembangan dan minat anak-anak.
Aktivitas ini dapat meliputi bermain di luar ruangan, permainan gerak, dan latihan
motorik halus seperti menggambar atau merangkai puzzle. Dengan memberikan
kesempatan yang tepat, guru membantu anak-anak mengasah keterampilan motorik
mereka.

Sumber: Tucker, P. (2008). The physical activity levels of preschool-aged children: A


systematic review. Early Childhood Research Quarterly, 23(4), 547-558.

3. Memberikan panduan dan bimbingan: Guru dapat memberikan panduan langsung dan
bimbingan saat anak-anak berpartisipasi dalam kegiatan fisik. Ini termasuk memberikan
instruksi yang jelas tentang gerakan, memperhatikan teknik yang benar, dan
memberikan umpan balik yang positif untuk memperkuat kemajuan dan motivasi anak.

Sumber: Clark, J. E., & Metcalfe, J. S. (2002). The mountain of motor development: A
metaphor. In V. Bril & J. J. H. van der Kamp (Eds.), Perception and action in the
development of skilled performance (pp. 163-182). Amsterdam: Royal Netherlands
Academy of Arts and Sciences.

4. Mendorong aktivitas fisik secara teratur: Guru dapat mengintegrasikan kegiatan fisik
yang terstruktur dan gerakan spontan dalam rutinitas harian anak-anak. Dengan
mendorong kegiatan fisik secara teratur, guru membantu anak-anak mengembangkan
kebiasaan hidup sehat dan memperkuat keterampilan motorik mereka.

Sumber: Robinson, L. E., Stodden, D. F., Barnett, L. M., Lopes, V. P., Logan, S. W.,
Rodrigues, L. P., ... & D'Hondt, E. (2015). Motor competence and its effect on positive
developmental trajectories of health. Sports Medicine, 45(9), 1273-1284.
Berikut adalah contoh konkret peran dan fungsi guru dalam mengembangkan dan
meningkatkan perkembangan fisik motorik anak usia dini:

1. Mengatur sesi olahraga dan permainan gerak yang melibatkan berbagai jenis gerakan
tubuh, seperti lari, melompat, dan melempar bola.
2. Menyediakan peralatan dan mainan yang mendukung perkembangan fisik motorik,
seperti bola, alat peraga motorik halus, dan permainan puzzle.
3. Memberikan instruksi dan bimbingan individu saat anak-anak belajar keterampilan
motorik, seperti bersepeda, mengikat tali sepatu, atau melompati rintangan.
4. Mendorong anak-anak untuk berpartisipasi dalam aktivitas fisik yang melibatkan
berbagai kelompok otot, seperti senam, tarian, atau bermain kelompok.
5. Memberikan umpan balik yang positif dan dukungan saat anak-anak mencoba dan
mengembangkan keterampilan motorik baru.
6. Mengintegrasikan kegiatan fisik dalam pembelajaran kelas, seperti menyelipkan
istirahat gerakan atau aktivitas fisik dalam pembelajaran tematik.

Sumber: Pica, R. (2004). Experiences in movement: Birth to age eight. Cengage Learning.

4. Dalam perkembangan motorik anak, terdapat dua jenis keterampilan utama yang berkaitan
dengan gerakan tubuh, yaitu keterampilan lokomotorik dan non-lokomotorik. Berikut
penjelasan tentang kedua jenis keterampilan tersebut:

1. Keterampilan Lokomotorik
Keterampilan lokomotorik adalah keterampilan yang melibatkan gerakan tubuh yang
besar dan menghasilkan perpindahan tempat atau ruang. Keterampilan ini membantu
anak dalam bergerak, menjelajahi lingkungan, dan berpartisipasi dalam berbagai
aktivitas fisik. Beberapa contoh keterampilan lokomotorik pada anak meliputi
berjalan, lari, melompat, melompati rintangan, berlari ke samping, melompati tali,
bersepeda, dan berenang.

Sumber jawaban: American Academy of Pediatrics. (2019). Gross Motor Skills.


Diakses dari https://www.healthychildren.org/English/ages-stages/baby/Pages/Gross-
Motor-Skills.aspx

2. Keterampilan Non-Lokomotorik
Keterampilan non-lokomotorik adalah keterampilan yang melibatkan gerakan tubuh
yang tidak menghasilkan perpindahan tempat atau ruang. Keterampilan ini membantu
anak dalam mengontrol gerakan tubuh mereka dan membangun keterampilan
keseimbangan, kekuatan, dan fleksibilitas. Keterampilan non-lokomotorik ini
seringkali melibatkan penggunaan otot-otot inti tubuh dan membantu anak dalam
menjaga posisi tubuh yang stabil. Beberapa contoh keterampilan non-lokomotorik
pada anak meliputi menggoyangkan tubuh, membungkuk, memutar tubuh,
melenturkan anggota tubuh, menggoyangkan kepala, dan menggoyangkan tangan.

Sumber jawaban: Finger, M. (2008). Child Development: A Practical Introduction.


Pearson Education. Decker, K. (2012). Teaching Fundamental Motor Skills. Human
Kinetics
5. Perkembangan fisik motorik pada peserta didik, termasuk generasi milenial saat ini,
dipengaruhi oleh berbagai faktor. Berikut adalah beberapa faktor yang sangat mempengaruhi
perkembangan fisik motorik pada peserta didik generasi milenial:

a. Gaya Hidup dan Aktivitas Fisik:


Gaya hidup yang kurang aktif dan tingkat aktivitas fisik yang rendah dapat
mempengaruhi perkembangan fisik motorik pada peserta didik. Faktor-faktor seperti
terlalu banyak waktu yang dihabiskan di depan layar, kurangnya aktivitas fisik
terstruktur, serta kurangnya kesempatan untuk bermain dan bergerak secara bebas
dapat berdampak negatif pada perkembangan motorik.

Sumber jawaban:
Warburton, D. E., Charlesworth, S., Ivey, A., Nettlefold, L., & Bredin, S. S. (2010). A
systematic review of the evidence for Canada's Physical Activity Guidelines for
Adults. International Journal of Behavioral Nutrition and Physical Activity, 7(1), 39.

b. Lingkungan Fisik:
Lingkungan fisik di sekitar peserta didik juga berperan penting dalam perkembangan
fisik motorik mereka. Fasilitas dan ruang terbuka yang aman dan sesuai untuk
bermain dan bergerak dapat mendorong perkembangan keterampilan motorik.
Sebaliknya, jika lingkungan tidak mendukung, seperti kurangnya taman bermain atau
fasilitas olahraga yang memadai, peserta didik mungkin memiliki lebih sedikit
kesempatan untuk mengembangkan keterampilan motorik mereka.

Sumber jawaban:
Fjørtoft, I. (2004). Landscape as Playscape: The Effects of Natural Environments on
Children's Play and Motor Development. Children, Youth and Environments, 14(2),
21-44.

c. Peran Orang Tua dan Pendidik:


Peran orang tua dan pendidik sangat penting dalam mempengaruhi perkembangan
fisik motorik peserta didik. Dukungan dan bimbingan yang diberikan oleh orang tua
dan pendidik dalam mengenalkan berbagai aktivitas fisik dan olahraga, serta
memberikan kesempatan untuk bermain dan bergerak, dapat meningkatkan
perkembangan motorik peserta didik.

Sumber jawaban:
Caponio, T., & Synder, A. R. (2018). An Examination of Parental Support on Motor
Skill Development and Physical Activity in Preschool Children. Journal of Physical
Education, Recreation & Dance, 89(3), 36-42.

d. Teknologi dan Media Sosial:


Peningkatan penggunaan teknologi dan media sosial juga dapat berdampak pada
perkembangan fisik motorik peserta didik. Waktu yang dihabiskan untuk
menggunakan perangkat elektronik, seperti ponsel cerdas atau tablet, dapat
mengurangi waktu yang tersedia untuk beraktivitas fisik, bermain, dan bergerak,
sehingga dapat berdampak negatif pada perkembangan motorik.
Sumber jawaban:
Carson, V., Hunter, S., Kuzik, N., Wiebe, S. A., Spence, J. C., Friedman, A., ... &
Tremblay, M. S. (2016). Systematic review of sedentary behavior and cognitive
development in early childhood. Preventive medicine, 78, 115-122.
DAFTAR PUSTAKA

 Rogers, C. R. (1959). A theory of therapy, personality, and interpersonal relationships as


developed in the client-centered framework. In S. Koch (Ed.), Psychology: A study of science
(Vol. 3, pp. 184-256). New York: McGraw-Hill.
 Erikson, E. H. (1959). Identity and the life cycle. New York: International Universities Press.
 Marcia, J. E. (1966). Development and validation of ego-identity status. Journal of
Personality and Social Psychology, 3(5), 551-558.
 Maslow, A. H. (1968). Toward a psychology of being. New York: Van Nostrand
 Baumeister, R. F., & Leary, M. R. (1995). The need to belong: Desire for interpersonal
attachments as a fundamental human motivation. Psychological Bulletin, 117(3), 497-529.
 Bandura, A. (1997). Self-efficacy: The exercise of control. New York: Freeman.
 Hattie, J., & Timperley, H. (2007). The power of feedback. Review of Educational Research,
77(1), 81-112.
 Pianta, R. C., Hamre, B. K., & Stuhlman, M. (2003). Relationships between teachers and
children. In W. M. Reynolds & G. E. Miller (Eds.), Handbook of psychology: Educational
psychology (Vol. 7, pp. 199-234). New York: Wiley.
 Schunk, D. H., & Zimmerman, B. J. (Eds.). (2008). Motivation and self-regulated learning:
Theory, research, and applications. New York: Routledge.
 Gabbard, C. (2019). Lifelong Motor Development. Pearson.
 Tucker, P. (2008). The physical activity levels of preschool-aged children: A systematic
review. Early Childhood Research Quarterly, 23(4), 547-558.
 Clark, J. E., & Metcalfe, J. S. (2002). The mountain of motor development: A metaphor. In V.
Bril & J. J. H. van der Kamp (Eds.), Perception and action in the development of skilled
performance (pp. 163-182). Amsterdam: Royal Netherlands Academy of Arts and Sciences.
 Robinson, L. E., Stodden, D. F., Barnett, L. M., Lopes, V. P., Logan, S. W., Rodrigues, L. P.,
... & D'Hondt, E. (2015). Motor competence and its effect on positive developmental
trajectories of health. Sports Medicine, 45(9), 1273-1284.
 Pica, R. (2004). Experiences in movement: Birth to age eight. Cengage Learning.
 American Academy of Pediatrics. (2019). Gross Motor Skills. Diakses dari
https://www.healthychildren.org/English/ages-stages/baby/Pages/Gross-Motor-Skills.aspx
 Finger, M. (2008). Child Development: A Practical Introduction. Pearson Education. Decker,
K. (2012). Teaching Fundamental Motor Skills. Human Kinetics
 Warburton, D. E., Charlesworth, S., Ivey, A., Nettlefold, L., & Bredin, S. S. (2010). A
systematic review of the evidence for Canada's Physical Activity Guidelines for Adults.
International Journal of Behavioral Nutrition and Physical Activity, 7(1), 39.
 Fjørtoft, I. (2004). Landscape as Playscape: The Effects of Natural Environments on
Children's Play and Motor Development. Children, Youth and Environments, 14(2), 21-44.
 Caponio, T., & Synder, A. R. (2018). An Examination of Parental Support on Motor Skill
Development and Physical Activity in Preschool Children. Journal of Physical Education,
Recreation & Dance, 89(3), 36-42.
 Carson, V., Hunter, S., Kuzik, N., Wiebe, S. A., Spence, J. C., Friedman, A., ... & Tremblay,
M. S. (2016). Systematic review of sedentary behavior and cognitive development in early
childhood. Preventive medicine, 78, 115-122.

Anda mungkin juga menyukai