RANI RUSPITA
857494782
119 / PGSD S1 (Masukan Sarjana) Kurikulum Baru
UPBJJ 24/ BANDUNG
Adapun tujuan dari penulisan dari laporan tugas ini adalah untuk memenuhi
tugas pada mata kuliah Perkembangan Peserta Didik. Selain itu, laporan tugas ini juga
bertujuan untuk menambah wawasan tentang perkembangan peserta didik bagi para
pembaca dan juga bagi penulis.
Kemudian, saya menyadari bahwa tugas yang saya tulis ini masih jauh dari
kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun saya butuhkan
demi kesempurnaan laporan tugas ini.
RANI RUSPITA
PEMBAHASAN
1. Perkembangan konsep diri dan harga diri (self-esteem) adalah dua konsep yang saling terkait
dalam psikologi. Perkembangan konsep diri mengacu pada bagaimana seseorang memahami,
menginterpretasikan, dan mempersepsikan tentang dirinya sendiri, termasuk identitas,
kepribadian, kemampuan, dan peran dalam kehidupan. Sementara itu, harga diri (self-esteem)
merujuk pada evaluasi dan penilaian individu terhadap nilai, keberhargaan, dan
kecenderungan untuk memandang dirinya secara positif atau negatif.
Berikut ini adalah beberapa pendapat para ahli tentang perkembangan konsep diri dan harga
diri:
a. Carl Rogers:
Menurut Carl Rogers, perkembangan konsep diri terjadi melalui pengalaman
aktualisasi diri. Konsep diri terbentuk ketika individu menerima dan memahami
pengalaman dan perasaan mereka secara objektif. Harga diri, menurut Rogers,
berkaitan dengan perasaan positif atau negatif terhadap diri sendiri, yang muncul dari
kesesuaian antara pengalaman aktual dan citra diri.
b. Erik Erikson:
Menurut Erikson, perkembangan konsep diri terjadi melalui serangkaian tahapan
psikososial yang terjadi sepanjang siklus hidup individu. Konsep diri berkembang
saat individu mengatasi konflik psikososial yang muncul pada setiap tahap, dan
pengalaman yang sukses dalam mengatasi konflik ini memperkuat harga diri.
Sumber: Erikson, E. H. (1959). Identity and the life cycle. New York: International
Universities Press.
c. James Marcia:
James Marcia mengembangkan teori identitas remaja yang mengaitkan
perkembangan konsep diri dengan identitas. Menurut Marcia, remaja melewati empat
status identitas: difusi, moratorium, foreclosures, dan prestasi. Perkembangan konsep
diri terjadi saat remaja mencapai status identitas yang kokoh dan konsisten, yang
berkontribusi pada harga diri yang positif.
d. Abraham Maslow:
Menurut Maslow, perkembangan konsep diri dan harga diri berhubungan dengan
kebutuhan akan aktualisasi diri. Ketika individu mencapai potensi penuh mereka dan
memenuhi kebutuhan akan penghargaan, konsep diri dan harga diri menjadi positif
dan sehat.
Sumber: Baumeister, R. F., & Leary, M. R. (1995). The need to belong: Desire for
interpersonal attachments as a fundamental human motivation. Psychological
Bulletin, 117(3), 497-529.
Sumber: Hattie, J., & Timperley, H. (2007). The power of feedback. Review of
Educational Research, 77(1), 81-112.
Sumber: Pianta, R. C., Hamre, B. K., & Stuhlman, M. (2003). Relationships between
teachers and children. In W. M. Reynolds & G. E. Miller (Eds.), Handbook of
psychology: Educational psychology (Vol. 7, pp. 199-234). New York: Wiley.
Melalui penerapan strategi ini, diharapkan siswa dapat mengembangkan konsep diri yang
positif dan motivasi belajar yang tinggi.
3. Perkembangan fisik motorik pada anak usia dini sangat penting untuk pertumbuhan dan
perkembangan mereka secara keseluruhan. Guru memiliki peran yang signifikan dalam
membantu anak-anak mengembangkan keterampilan motorik mereka. Beberapa peran dan
fungsi guru dalam mengembangkan dan meningkatkan perkembangan fisik motorik anak usia
dini antara lain:
2. Merencanakan aktivitas fisik yang sesuai: Guru dapat merencanakan dan menyediakan
berbagai aktivitas fisik yang sesuai dengan tingkat perkembangan dan minat anak-anak.
Aktivitas ini dapat meliputi bermain di luar ruangan, permainan gerak, dan latihan
motorik halus seperti menggambar atau merangkai puzzle. Dengan memberikan
kesempatan yang tepat, guru membantu anak-anak mengasah keterampilan motorik
mereka.
3. Memberikan panduan dan bimbingan: Guru dapat memberikan panduan langsung dan
bimbingan saat anak-anak berpartisipasi dalam kegiatan fisik. Ini termasuk memberikan
instruksi yang jelas tentang gerakan, memperhatikan teknik yang benar, dan
memberikan umpan balik yang positif untuk memperkuat kemajuan dan motivasi anak.
Sumber: Clark, J. E., & Metcalfe, J. S. (2002). The mountain of motor development: A
metaphor. In V. Bril & J. J. H. van der Kamp (Eds.), Perception and action in the
development of skilled performance (pp. 163-182). Amsterdam: Royal Netherlands
Academy of Arts and Sciences.
4. Mendorong aktivitas fisik secara teratur: Guru dapat mengintegrasikan kegiatan fisik
yang terstruktur dan gerakan spontan dalam rutinitas harian anak-anak. Dengan
mendorong kegiatan fisik secara teratur, guru membantu anak-anak mengembangkan
kebiasaan hidup sehat dan memperkuat keterampilan motorik mereka.
Sumber: Robinson, L. E., Stodden, D. F., Barnett, L. M., Lopes, V. P., Logan, S. W.,
Rodrigues, L. P., ... & D'Hondt, E. (2015). Motor competence and its effect on positive
developmental trajectories of health. Sports Medicine, 45(9), 1273-1284.
Berikut adalah contoh konkret peran dan fungsi guru dalam mengembangkan dan
meningkatkan perkembangan fisik motorik anak usia dini:
1. Mengatur sesi olahraga dan permainan gerak yang melibatkan berbagai jenis gerakan
tubuh, seperti lari, melompat, dan melempar bola.
2. Menyediakan peralatan dan mainan yang mendukung perkembangan fisik motorik,
seperti bola, alat peraga motorik halus, dan permainan puzzle.
3. Memberikan instruksi dan bimbingan individu saat anak-anak belajar keterampilan
motorik, seperti bersepeda, mengikat tali sepatu, atau melompati rintangan.
4. Mendorong anak-anak untuk berpartisipasi dalam aktivitas fisik yang melibatkan
berbagai kelompok otot, seperti senam, tarian, atau bermain kelompok.
5. Memberikan umpan balik yang positif dan dukungan saat anak-anak mencoba dan
mengembangkan keterampilan motorik baru.
6. Mengintegrasikan kegiatan fisik dalam pembelajaran kelas, seperti menyelipkan
istirahat gerakan atau aktivitas fisik dalam pembelajaran tematik.
Sumber: Pica, R. (2004). Experiences in movement: Birth to age eight. Cengage Learning.
4. Dalam perkembangan motorik anak, terdapat dua jenis keterampilan utama yang berkaitan
dengan gerakan tubuh, yaitu keterampilan lokomotorik dan non-lokomotorik. Berikut
penjelasan tentang kedua jenis keterampilan tersebut:
1. Keterampilan Lokomotorik
Keterampilan lokomotorik adalah keterampilan yang melibatkan gerakan tubuh yang
besar dan menghasilkan perpindahan tempat atau ruang. Keterampilan ini membantu
anak dalam bergerak, menjelajahi lingkungan, dan berpartisipasi dalam berbagai
aktivitas fisik. Beberapa contoh keterampilan lokomotorik pada anak meliputi
berjalan, lari, melompat, melompati rintangan, berlari ke samping, melompati tali,
bersepeda, dan berenang.
2. Keterampilan Non-Lokomotorik
Keterampilan non-lokomotorik adalah keterampilan yang melibatkan gerakan tubuh
yang tidak menghasilkan perpindahan tempat atau ruang. Keterampilan ini membantu
anak dalam mengontrol gerakan tubuh mereka dan membangun keterampilan
keseimbangan, kekuatan, dan fleksibilitas. Keterampilan non-lokomotorik ini
seringkali melibatkan penggunaan otot-otot inti tubuh dan membantu anak dalam
menjaga posisi tubuh yang stabil. Beberapa contoh keterampilan non-lokomotorik
pada anak meliputi menggoyangkan tubuh, membungkuk, memutar tubuh,
melenturkan anggota tubuh, menggoyangkan kepala, dan menggoyangkan tangan.
Sumber jawaban:
Warburton, D. E., Charlesworth, S., Ivey, A., Nettlefold, L., & Bredin, S. S. (2010). A
systematic review of the evidence for Canada's Physical Activity Guidelines for
Adults. International Journal of Behavioral Nutrition and Physical Activity, 7(1), 39.
b. Lingkungan Fisik:
Lingkungan fisik di sekitar peserta didik juga berperan penting dalam perkembangan
fisik motorik mereka. Fasilitas dan ruang terbuka yang aman dan sesuai untuk
bermain dan bergerak dapat mendorong perkembangan keterampilan motorik.
Sebaliknya, jika lingkungan tidak mendukung, seperti kurangnya taman bermain atau
fasilitas olahraga yang memadai, peserta didik mungkin memiliki lebih sedikit
kesempatan untuk mengembangkan keterampilan motorik mereka.
Sumber jawaban:
Fjørtoft, I. (2004). Landscape as Playscape: The Effects of Natural Environments on
Children's Play and Motor Development. Children, Youth and Environments, 14(2),
21-44.
Sumber jawaban:
Caponio, T., & Synder, A. R. (2018). An Examination of Parental Support on Motor
Skill Development and Physical Activity in Preschool Children. Journal of Physical
Education, Recreation & Dance, 89(3), 36-42.