Anda di halaman 1dari 11

Rukun-rukun shalat meliputi:

1. Niat
Niat dilakukan dalam hati bersamaan dengan takbîratul ihrâm.
Waktu berniat adalah sejak mengucapkan hamzah kalimat Allah dalam takbir sampai akhir
râ’nya kata akbar.

Yang dimaksud dengan ‘niat’ di sini adalah menggambarkan di dalam hati bentuk shalat secara
global disertai bermaksud melakukannya, menyatakan ke-fardhu-an dan menentukan shalatnya
(semisal zhuhur). Sedangkan yang dimaksud dengan “bersamaan” adalah membersamakan
gambaran hati tersebut dengan takbir[3].
Contoh lafal niat adalah seperti berikut:

‫ُأَص ِّلى َفْر َض الُّظْه ِر َأْرَبَع َر َك عَاٍت ُمْسَتْق ِبَل اْلِق ْبَلِة َأَداًء هلل َتَعاَلى‬.

2.Takbîratul ihrâm
Bacaan takbîratul ihrâm adalah:
‫أُهلل َأْك َبْر‬

Dalam pengucapan takbir, orang yang shalat wajib membacanya dengan tepat dan benar.
Saat takbir sunnat mengangkat kedua tangan. Bagi laki-laki dengan cara:
1. posisi tangan berada di atas pundak
2. ibu jari lurus dengan daun telinga bagian bawah
3. jari-jari agak direnggangkan
4. ujung jari-jari diluruskan dengan daun telinga bagian atas dan condong ke arah kiblat

3. Berdiri bagi orang yang mampu


Orang yang tidak mampu berdiri, maka harus melakukan shalat dengan duduk. Orang yang
tidak mampu shalat dengan cara duduk, maka, harus melaksanakan shalat dengan cara
berbaring. Bila dengan cara berbaring masih tidak memungkinkan, maka harus melaksanakan
shalat dengan cara tidur terlentang. Jika masih tidak mampu melakukannya dengan tidur
terlentang, maka harus melakukan shalat isyarat dengan kelopak mata. Jika masih tidak
memungkinkan melakukannya dengan cara tersebut, maka harus menjalankan rukun shalat
dalam hati.

4. Membaca surat Fâtihah di setiap rakaat

Pembacaan surat Fâtihah, harus sesuai


a. urutan yang ada dalam Al-quran
b. harus berkesinambungan (muwalat).
 Tidak dipisah oleh diam dzikir yang tidak ada hubungannya dengan
shalat. kecuali dzikir pemisah itu masih berhubungan dengan shalat,
semisal membaca âmîn di pertengahan Fâtihah karena mengamini
bacaan Fâtihah imam.
 Diam yang lama, Atau diam sebentar, tapi memang bertujuan untuk
memutus bacaan
c. harus menyuarakan tasydîdnya
d. mengucapkan huruf dengan benar (sesuai makhraj/tempat keluarnya huruf).
e. Tidak mengubah bacaan huruf sehingga menyebabkan maknanya tidak benar.

5. Rukû‘ disertai thuma’nînah


Cara rukû‘ yang lebih sempurna bagi laki-laki adalah dengan:
1) membungkukkan tubuh sampai kira-kira tulang belakang punggung dan leher serta kepala
bisa lurus
2) menegakkaan kedua lutut
3) telapak tangan meraih lutut
4) jari-jari tangan direnggangkan sedikit agar jari-jari tidak berpaling dari arah kiblat
Pada saat rukû‘ sunnat membaca tasbîh di bawah ini sebanyak tiga kali:

‫اَن ِّب اْل ِظ ِم ِب ِدِه‬


‫ُسْبَح َر َي َع ْي َو َحْم‬

Artinya: Maha suci Tuhanku yang Maha Agung dan dengan memuji-Nya.

6. I’tidâl disertai thuma’nînah


Caranya dengan berdiri tegak setelah bangun dari rukû‘.
Pada saat i’tidâl tangan sunnat dilepas lurus ke bawah dan tidak menggerak-gerakkannya.
Sedangkan ketika bangun dari rukû‘ untuk melakukan i’tidâl sunnat membaca:

‫َس ِم َع اُهلل ِلَمْن َح ِم َد َر َّبَنا َلَك اْلَحْم ُد ِم ْلُء الَّس مَو اِت َو ِم ْلُء اَالْر ِض َو ِم ْلُء َم ا ِش ئَت ِم ْن َش ْيٍئ َبْع ُد‬

Sujud dua kali disertai thuma’nînah


Caranya, dengan meletakkan tujuh anggota tubuh di atas tempat shalat, yaitu kening, kedua
lutut, kedua telapak tangan dan telapak jemari kedua kaki.
Adapun yang disunnatkan dalam pelaksanaan sujud sebagai berikut:
1) meletakkan kedua lutut ke tempat shalat terlebih dahulu dan merenggangkannya kira-kira
satu jengkal; kemudian
2) meletakkan kedua telapak tangan lurus dengan pundak, sedangkan lengan diangkat dan
merapatkan jemari tangan tanpa digenggam serta menghadapkannya ke arah kiblat; kemudian
3) meletakkan dahi bersama dengan meletakkan hidung, sedang mata tidak terpejam;
4) merenggangkan telapak kaki kira-kira satu jengkal, menegakkan dan memperlihatkannya
(tidak ditutupi) serta menghadapkan punggung jemari ke arah kiblat
Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi dalam melakukan sujud:

1.Pertama, menurunkan tubuh dengan maksud melakukan sujud. Jadi, jika misalnya ia terjatuh
dari i’tidâl karena mengantuk tanpa ada maksud untuk melakukan sujud maka sujudnya tidak
dianggap, dan harus kembali ke i’tidâl.
2.Kedua, ketujuh anggota sujud (dahi, dua telapak tangan, dua lutut, jari-jari kaki kiri dan
kanan) diam secara bersamaan saat melakukan sujud. Jadi, jika pada saat sujud salah satu
telapak tangan ada yang terangkat, dan ketika telapak tangan itu diletakkan, ada anggota sujud
lain yang diangkat, maka sujudnya tidak cukup.
3.Ketiga, meletakkan sebagian dahi dengan keadaan terbuka. Jika pada sebagian dahi yang
dibuat sujud itu terdapat penghalang maka sujudnya tidak sah,
4.Keempat, dahi harus sedikit ditekankan ke tempat sujud. Ukuran tekanannya, kira-kira kalau
misalnya diletakkan kapas, maka kapas itu akan terpenyet.
5.Kelima, sujud dilakukan dalam posisi menungging. Artinya posisi tubuh bagian bawah (pantat
dan anggota tubuh sekitarnya) lebih tinggi dari pada kepala, pundak dan kedua tangan.
6.Keenam, bersujud pada selain barang yang dipakai atau dibawa oleh orang yang shalat yang
bergerak dengan gerakannya. Jadi, kalau misalnya ia bersujud di ujung sorban yang dipakainya,
maka sujudnya tidak sah
Ketika sujud, sunnat membaca tasbîh berikut ini sebanyak tiga kali:

‫اَن ِّب اَألْع َلى ِب ِدِه‬


‫َو َحْم‬ ‫ُسْبَح َر َي‬

Artinya: Maha Suci Tuhanku Yang Maha Luhur dan dengan memuji-Nya.

8. Duduk di antara dua sujud dengan disertai thuma’nînah.


Kedua telapak tangan ketika duduk diletakkan di atas kedua paha sekiranya ujung jari-jari
tangan lurus dengan lutut dan semua jemarinya dirapatkan serta diluruskan ke arah kiblat.
Saat duduk disunnatkan membaca doa:

‫ِفِن‬ ‫ِدِن‬ ‫ِن‬ ‫ِن‬ ‫ِن‬ ‫ِن‬ ‫ِف ِل‬


‫َر ِّب اْغ ْر ْي َو اْرَحْم ْي َو اْج ُبْر ْي َو اْر َفْع ْي َو اْر ُز ْق ْي َو اْه ْي َو َعا ْي َو اْعُف َعِّنْي‬

Artinya: Ya Tuhanku, ampunilah aku, kasihanilah aku, cukupkan aku dari segala kekurangan,
angkatlah derajatku, berilah aku rizki, berilah aku petunjuk, berilah aku keselamatan, dan
berilah aku ampunan.

9. Duduk tasyahhud akhîr dengan disertai thuma’nînah.


Posisi duduk yang disunnatkan dalam tasyahhud akhir adalah duduk tawarruk. Yaitu duduk
dengan telapak kaki kanan ditegakkan dan jari-jarinya ditekuk, sedangkan telapak kaki kiri ada
di bawah tulang kering, sehingga pantat sebelah kiri menempel ke tempat shalat. Posisi kedua
tangan berada di atas paha, serta jari-jari tangan kanan dalam keadaan menggenggam selain
jari telunjuk, sedangkan ujung ibu jari menyentuh pangkal jari telunjuk.

10. Membaca bacaan tasyahhud akhîr.


Bacaan tasyahhud akhir adalah sebagai berikut:

‫ َأْش هُد َاْن َالِإَلَه ِإَّال‬. ‫ َالَّسَالُم َعَلْيَك َأُّيَه ا الَّنِبُّي َو َر ْح َم ُة اِهلل َو َبَر َك اُتُه َالَّسَالُم َعَلْيَنا َو َعَلى ِع َباِد اِهلل الَّص اِلِح ْيَن‬.‫َالَّتِح َّياُت اْلُمَباَر َك اُت الَّصَلَو اُت الَّطِّيَباُت ِِهلل‬
‫ا َاْش َه ُد َأَّن َّم ًد ا ُل اِهلل‬.
‫ُمَح َرُسْو‬ ‫ُهلل َو‬

Artinya: Segala kehormatan, keberkahan, shalawat dan kebaikan adalah milik Allah.
Keselamatan, rahmat dan berkah Allah mudah-mudahan tetap tercurahkan kepadamu wahai
Nabi (Muhammad). Keselamatan semoga tetap terlimpahkan kepada kami dan seluruh hamba
Allah yang shalih-shalih. Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah. Dan aku bersaksi bahwa
Nabi Muhammad adalah utusan Allah.

11. Membaca shalawat kepada Nabi Muhammad saw setelah membaca tasyahhud.
Dan disunnatkan membaca shalawat yang paling sempurna yaitu shalawat Ibrahimiyah:

‫ َباِر ْك َعَلى َس ِّيِد َنا ُمَح َّم ٍد َعَلى َاِل‬. ‫ َك ا َص َّلْيَت َعَلى َس ِّيِد َنا ِإْب اِه ْيِم َعَلى َاِل َس ِّيِد َنا ِإْب اِه ْيِم‬، ‫َالَّلُه َّم َص ِّل َعَلى َس ِّيِد َنا ُمَح َّم ٍد َعَلى َاِل َس ِّيِد نَا ُمَح َّم ٍد‬
‫َو‬ ‫َو‬ ‫َر‬ ‫َر َو‬ ‫َم‬ ‫َو‬
. ‫َس ِّيِد َنا ُمَح َّم ٍد ََك َم ا َباَر ْك َت َعَلى َس ِّيِد َنا ِإْبَر اِه ْيِم َو َعَلى َاِل َس ِّيِد َنا ِإْبَر اِه ْيِم ِفى اْلَعاَلِم ْيَن ِإَّنَك َح ِم ْيٌد َمِج ْيٌد‬

Ya Allah, limpahkanlah rahmat kepada junjungan kami Nabi Muhammad dan keluarganya,
sebagaimana Engkau memberi rahmat kepada junjungan kami Nabi Ibrahim dan keluarganya.
Limpahkanlah barakah kepada junjungan kami Nabi Muhammad dan keluarganya sebagaimana
Engkau memberi barakah kepada junjungan kami Nabi Ibrahim dan keluarganya. Di seluruh
alam semesta, Engkaulah Yang Maha Terpuji lagi Maha Mulia

Setelah membaca tasyahhud dan shalawat disunnatkan membaca doa berikut:

‫ َالَّلُه َّم ِإِّنى‬. ‫ َاْنَت اْلُم َق ِّد ُم َو َاْنَت اْلُم َؤ ِّخ ُر َالِإَل َه َإَّال َاْنَت‬.‫َالَّلُه َّم اْغِف ْر ِلى َم ا َقَّد ْم ُت َو َم ا َأَّخ ْر ُت َو َم ا َأْس َر ْر ُت َو َم ا َأْع َلْنُت َو َم ا َأْس َر ْفُت َو َم ا َاْنَت َأْع َلًُم ِبِه ِم ِّنى‬
‫َاُعْو ُذِب َك ِم ْن َع َذ اِب اْلَق ْب ِر َو ِم ْن َع َذ اِب الَّناِر َو ِم ْن ِفْتَن ِة اْلَمْحَي ا َو اْلَمَم اِت َو ِم ْن ِفْتَن ِة اْلَم ِس ْيِح الَّد َّج اِل َالَّلُه َّم ِإِّنى َظَلْم ُت َنْف ِس ى ُظْلًم ا َك ِثْيًر ا َك ِبْيًر ا َو َال‬
.‫َيْغِفُر الُّذ ُُنْو َب ِاَّال َاْنَت َفاْغِفْر ِلى َم ْغِف َر ًة ِم ْن ِع ْنِد َك َو اْرَحْم ِنى ِاَّنَك َاْنَت اْلَغُفْو ُر الَّر ِح ْيُم‬

Artinya: Ya Allah, ampunilah dosa yang telah aku kerjakan dan yang akan aku kerjakan, dosa
yang tersembunyi, yang terang-terangan, yang berlebihan dan dosa yang Engkau lebih
mengetahui daripada aku. Engkaulah Tuhan Yang Mendahulukan dan Yang Mengakhirkan.
Tiada Tuhan selain Engkau. Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari segala siksa
kubur dan neraka dan dari fitnahnya hidup dan mati serta fitnah Dajjal. Ya Allah, sesungguhnya
aku telah menganiaya diriku sendiri dengan penganiayaan yang banyak dan besar. Tidak ada
yang dapat mengampuni dosa-dosa kecuali Engkau. Maka, ampunilah aku dengan
pengampunan dari sisi-Mu dan kasihanilah aku, sesungguhnya Engkau Maha Pengampun dan
Maha Penyayang. Wahai Dzat yang membolak-balikkan hati, tetapkanlah hatiku
12. Membaca salam yang pertama.
salam paling sempurnanya salam adalah
َ‫الَّسَالُم َعَلْيُك ْم َو َر ْح َم ُة اِهلل‬
dua kali.

13. Tartîb atau mengerjakan rukun-rukun shalat sesuai dengan urutannya.

Bab VI Shalat (Bagian 2) : Sunnat-sunnat Shalat

Sunnat-sunnat Ab‘âd

1. Tasyahhud awal.
2. Duduk membaca tasyahhud awal
3. Membaca shalawat kepada Nabi Muhammad saw setelah tasyahhud awal.
4. Membaca shalawat kepada keluarga Nabi Muhammad saw setelah tasyahhud akhir.
5. Membaca doa qunût di rakaat kedua shalat subuh dan di rakaat terakhir shalat witir yang
dilaksanakan pada paruh kedua di bulan Ramadhan.
6. Berdiri untuk membaca doa qunut

Qunût dilakukan setelah selesai membaca doa i'tidâl. Bacaan qunût yang sudah masyhur, yaitu:

‫َالَّلُه َّم اْه ِدِنْى ِفْيَمْن َه َد ْيَت َو َعاِفِنْى ِفْيَمْن َعاَفْيَت َو َتَو َّلِنى ِفْيَمْن َتَو َّلْيَت َو َباِر ْك ِلى ِفْيَم ا َاْع َطْيَت َو ِقِنْى َش َّر َم ا َقَض ْيَت َفِإ َّنَك ّتْق ِض ى َو َال ُيْق َض ى َعَلْي َك‬
‫َِو اَّن ُه َال َي ِذ ُّل َمْن َو اَلْيَت َو َال َيِع ُّز َمْن َع اَدْيَت َتَب اَر ْك َت ْ َر َّبَن ا َو َتَع اَلْيَت َفَل َك اْلَحْم ُد َعَلى َم ا َقَض ْيَت َاْس َتْغِف ُر َك َو َاُتْو ُب ِإَلْي َك َو َص َّلى اُهلل َعَلى َس ِّيِد َنا‬
. ‫ُمَح َّم ٍد الَّنِبِّي ْاُالِّمِّى َو َعَلى َأِ لِه َو َصْح ِبِه َو َباَر َك َو َس َّلَم‬

Artinya: “Ya Allah, berilah aku petunjuk sebagaimana orang yang telah Engkau beri petunjuk. Berilah aku
kesehatan sebagaimana orang yang telah Engkau beri kesehatan. Berilah aku kekuasaan sebagaiamana
orang yang telah Engkau beri kekuasaan. Berilah aku keberkahan pada segala apa yang telah Engkau
berikan. Lindungilah aku dari keburukan sesuatu yang telah Engkau tetapkan. Karena, sesungguhnya
Engkaulah yang memberi ketetapan dan tak dapat diberi ketetapan. Sesungguhnya tidaklah akan hina
orang yang telah Engkau beri kekuasaan. Dan tidak akan mulia orang yang Engkau musuhi. Kebajikan
Engkau selalu bertambah Ya Tuhan kami, dan Engkau Maha Luhur. Maka segala puji bagi-Mu atas
sesuatu yang telah Engkau tetapkan. Aku mohon ampun dan bertaubat kepada Engkau. Semoga Allah
melimpahkan rahmat, barakah dan salam kepada junjungan kami Nabi yang ummi dan segenap keluarga
serta para sahabatnya.”

Di saat membaca qunût, sunnat mengangkat kedua tangan. Posisi telapak tangan lurus bahu, dengan jari-
jari lebih tinggi dari telapak tangan. Kedua tangan bisa dipisah atau dikumpulkan, namun yang lebih utama
adalah dikumpulkan[1].
Setelah membaca doa qunut tidak disunnahkan mengusapkan tangan ke wajah.

Sunnat-sunnat ab’ad yang disebutkan di atas, apabila tidak dikerjakan maka sunnat diganti dengan sujud
sahwi. Yaitu sujud dua kali yang dilakukan setelah membaca doa taysahhud akhir dan sebelum salam.
Cara sujud sahwi sama dengan sujudnya shalat. Sementara duduk di antara dua sujud sahwi sama
dengan duduk di antara dua sujudnya shalat dalam kewajiban dan kesunnatannya.

Sunnat Hay’ât

Sunnat Hay’ât adalah sunnat-sunnat shalat yang jika ditinggalkan tidak sunnat diganti dengan sujud sahwi.
Adapun sunnat-sunnat tersebut selain yang telah disebutkan dalam pembahasan rukun-rukun shalat di
atas adalah sebagai berikut:

1. Mengangkat kedua tangan. Kesunnatan mengangkat kedua tangan adalah pada saat:
a.Takbîratul ihrâm. Caranya: Mengangkat kedua tangan bersama dengan awal takbir (hamzahnya Allah),
dan meletakkan kedua tangan (bersedekap) dibersamakan dengan ra’nya kata akbar.
b.Ketika akan rukû’. Caranya: tangan diangkat bersamaan dengan awal takbir ketika mushalli masih berdiri
dan memanjangkan bacaan takbirnya hingga berakhir pada saat mulai rukû’.
c.Ketika akan i’tidâl bersamaan dengan membaca :
‫َس ِم َع اُهلل ِلَمْن َح ِم َدُه‬
d.Ketika bangun dari tasyahhud awal. Yaitu mengangkat tangan ketika berada di paling sedikitnya rukû’.

2. Bersedekap. Yaitu dengan meletakkan tangan kanan di atas tangan kiri dan menggenggam
pergelangan dan sebagian lengan tangan kiri dengan telapak tangan kanan. Menurut Imam al-
Ghazali dalam kitab Ihyâ’-nya, adalah memegang pergelangan tangan kiri, tepat di persendian,
dengan mempertemukan ibu jari dengan jari manis. Sedangkan jari telunjuk dan jari tengah
dibiarkan terlepas.[2] Posisi tangan saat bersedekap berada di atas pusar dan di bawah dada,
agak condong ke kiri, tepat di bagian anggota tubuh yang paling sempurna, yaitu hati.[3]

3. Membaca doa iftitâh setelah takbîratul ihrâm baik dalam shalat fardhu maupun shalat sunnat
(selain shalat jenazah).

Salah satu bacaan doa iftitâh yang paling sering dipakai adalah sebagai berikut:
‫ ِإِّن ْي َو ََّج ْه ُت َو ْج ِه َي ِلَّلِذْي َفَط َر الَّس َمَو اِت َو ْاَألْر َض َح ِنْي ًف ا ُمْس ِلًما َو َم ا‬.‫ُهللا َأْك َب ْر َك ِبْيًر ا َو اْلَح ْمُد ِ ِهلل َك ِثْيًر ا َو ُسْب َح اَن ِهللا ُبْك َر ًة َو َأِص ْي ًال‬
‫ َال َش ِر ْي َك َل ُه َو ِب َذ ِلَك ُأِم ْر ُت َو َأَن ا ِمَن اْلُمْس ِلِمْي َن‬. ‫ ِإَّن َص َالِتْي َو ُنُس ِكْي َو َم ْح َي اَي َو َمَم اِتيِ ِهلل َر ِّب اْلَع اَلِمْي َن‬. ‫َأَن ا ِمَن اْلُم ْش ِر ِكْي َن‬.
4. Membaca ta’awwudz (meminta perlindungan kepada Allah) sebelum membaca Fâtihah. Di antara
bacaan ta’awwudz adalah:
‫َأُعْو ُذ ِباِهلل ِم َن الَّش ْيَطاِن الَّر ِج ْيِم‬
Artinya: “Aku berlindung kepada Allah dari godaan Syetan yang terkutuk”.

5. Membaca “amîn” setelah Fâtihah. Sebelum membaca “amîn” bagi orang yang membaca surat
Fâtihah sunnat membaca doa
‫ِلِم‬ ‫ِل ِم‬ ‫ِف ِل ِل ِل‬
‫َر ِّب اْغ ْر ى َو َو ا َد َّي َو َج ْيِع اْلُمْس ْيَن‬

6. Mengeraskan bacaan Fâtihah dan surat di rakaat pertama dan kedua dalam shalat jahriyah, yaitu
Magrib, Isya’, Subuh, Jumat, shalat Id, Tarawih, Witir di bulan Ramadhan, Gerhana Bulan, Istisqa’
(baik malam atau siang) dan dua rakaat thawaf. Dan memelankan bacaan Fâtihah dan surat di
selain rakaat dan shalat-shalat tersebut.

7. Membaca satu surat al-Qur’an setelah Fâtihah pada rakaat pertama dan kedua.

Makmum tidak disunnatkan membaca surat dalam shalat jahriyah. Pada saat imam membaca surat,
makmum sunnat mendengarkannya. Makruh bagi makmum membaca surat pada saat imam membaca
surat dalam shalat jahriyah,

8. Takbir intiqâl (takbir perpindahan dari satu rukun kepada rukun yang lain). Yaitu:
a. ketika turun untuk rukû‘
b. turun untuk sujud

9. Membaca tasbîh tiga kali ketika sujud dan rukû’.

10. Meletakkan kedua telapak tangan pada lutut saat rukû’.

11. Mengangkat jari telunjuk tangan kanan saat membaca lafal Illâllâh dalam syahadat ketika
membaca doa tasyahhud dan membiarkan terangkat hingga tuntas bacaan tasyahhud awal-nya
dan hingga salam dalam tasyahhud akhir14. Mengarahkan pandangan mata ke tempat sujud,
kecuali ketika mengangkat jari telunjuk dalam tasyahhud, maka pandangan dialihkan ke jari
telunjuk.

12. Menfokuskan pandangan mata pada jari telunjuk yang sedang terangkat hingga akhir bacaan
tasyahhud awalnya atau hingga salam dalam tasyahud akhir.

13. Duduk iftirâsy Duduk iftirâsy adalah duduk di atas mata kaki kiri, sedangkan telapak kaki kanan
ditegakkan, dan sebagaian ujung jari-jari kaki ditekuk dihadapkan ke arah kiblat.

14. Duduk tawarruk ketika duduk tasyahhud akhîr.


15. Mengucapkan salam yang kedua dan memisah (memberi jarak waktu) antara salam kedua dengan
salam pertama. Lamanya kira-kira kadar waktu bacaan subhânallâh.

16. Duduk istirahat setelah sujud kedua di rakaat pertama dan ketiga (ketika akan berdiri untuk rakaat
kedua dan keempat).
17. Menyangga tubuh dengan kedua tangan ketika akan berdiri, baik dari tahiyat awal atau duduk
istirahat.

18. Menoleh ke kanan dan ke kiri saat salam. Menoleh ke arah kanan bersamaan dengan kalimat
warahmatullâh. Ukurannya, sekiranya pipi kanannya terlihat oleh orang yang ada di belakangnya.
Lalu, wajah menghadap kiblat kembali dan membaca salam kedua. Kemudian menoleh ke kiri
bersamaan dengan kalimat warahmatullâh yang sekiranya pipi kirinya terlihat oleh orang yang ada
dibelakangnya.

Bab VI Shalat (Bagian 3) : Hal-hal yang Membatalkan Shalat

shalat bisa batal disebabkan beberapa hal:

1. Hadas, baik besar atau kecil


2. Mengucapkan kata-kata sampai dua huruf walaupun tidak bisa dipaham (tidak memiliki makna),
atau satu huruf yang bisa difahami
3. Terbukanya aurat. Apabila auratnya terbuka disebabkan angin, maka harus ditutup dengan
seketika. Jika dibiarkan terbuka maka shalatnya batal.
4. Terkena najis.
5. Menelan makanan atau air walaupun sedikit.
6. Tertawa terbahak-bahak, atau menangis sesegukan sampai mengeluarkan suara dua huruf
walaupun menangisnya karena takut kepada Allah.
7. Mengubah niat dari fardhu ke sunnat. Kecuali ketika menemukan shalat jamaah dan
berkeyakinan dirinya tidak akan ketinggalan. Maka, dia diperboleh merubah shalatnya menjadi
shalat sunnat lalu mengikuti shalat jamaah.
8. Niat menghentikan shalat atau bermaksud menghentikan shalat.
9. Mendahului dua rukun dari imam secara berturutan.
10. Ragu-ragu untuk memutuskan shalat.
11. Ragu-ragu dalam niat, atau salah satu rukun (niat dan lamanya kira-kira satu thuma’nînah).
12. Terlambat dua rukun dari imam secara berurutan dengan sengaja atau tiga rukun karena ada
udzur.[1]
13. Bergerak tiga kali berturut-turut selain gerakan shalat. Gerakan yang dilakukan dengan tujuan
main-main sekalipun sedikit (tidak berturut-turut) juga dapat membatalkan pada shalat.
14. Menambah atau mengulang-ulangi rukun fi’li (rukun shalat yang berupa gerakan), kecuali jika
mengikuti gerakan imam dalam shalat jamaah.
Imam Ibnu Hajar menganggap batal bila ada orang yang tasyahhud akhir dengan duduk iftirasy
lalu ketika mengubah posisi duduknya (untuk memperoleh kesunnatan) menjadi duduk tawarruk, ia
menjongkokkan badan sehingga dahi melurusi depan lutut. Hal ini dianggap menambah rukun,
karena jongkokan itu menyamai rukû’-nya orang yang melaksanakan shalat dengan cara duduk.
Namun menurut Imam Ramli, tidak batal jika tidak disertai niatan menambah rukun[2].
15. Murtad, atau keluar dari Islam.
16. Meninggalkan satu rukun dengan sengaja. Apabila meninggalkan satu rukun karena lupa,
maka tidak membatalkan shalat. Dan jika ingat bahwa dirinya meninggalkan salah satu rukun
shalat, maka dia harus kembali lagi untuk mengerjakan rukun yang ditinggalkannya. Hal itu jika dia
ingat sebelum mengerjakan rukun yang sama.
Jika ingatnya terjadi pada waktu mengerjakan rukun yang sama dengan rukun yang ditinggalkan
—semisal lupa meninggalkan ruku’ dan ingat pada waktu mengerjakan ruku’ di rakaat selanjutnya
— maka dia tidak perlu kembali, namun harus menambah satu rakaat, karena rakaatnya tidak
dianggap (tidak dihitung).
17. Bermakmum pada orang yang tidak sah jadi imam.
18. Berpaling dari arah Kiblat dengan dada.
19. Memperlama rukun-rukun pendek. Termasuk rukun pendek adalah i’tidal dan duduk di antara
dua sujud menurut pendapat Ashah.

Makruh-makruh Shalat
Shalat dalam keadaan menahan hadas seperti menahan kentut dan kencing, karena dapat mengganggu
pada kekhusyu’an.

2.Memejamkan mata. Kecuali jika dapat menambah khusyu’.


3.Mengarahkan pandangan pada selain tempat sujud.
4.Menoleh dengan wajah. Kalau menoleh menye-babkan dadanya ikut berpaling dari kiblat maka shalatnya
batal
5.Duduk iq’â (jongkok) seperti duduknya anjing. Duduk iq’â ada dua macam: pertama, duduk sendekul
dengan menegakkan kedua paha hingga menempel pada perut seperti duduknya anjing; kedua,
meletakkan ujung jari-jari kaki dan kedua lutut pada tanah (lantai) sedangkan pantat menempel pada tumit.
Duduk iq’a yang kedua ini sunnat dilakukan ketika duduk di antara dua sujud.[3]
6.Shalat dengan kepala terbuka.
7.Berkacak pinggang
8.Shalat ketika mengantuk.
9.Shalat di saat lapar.
10.Shalat di pinggir makanan yang menarik selera.
11.Melakukan sesuatu yang dapat menghilangkan kekhusyuan.
12.Meletakkan kedua tangan pada lengan ketika takbîrat al-ihrâm dan sujud.
13.Mengeraskan suara pada saat disunnatkan untuk bersuara pelan.
14.Mengeraskan bacaan di belakang imam. Kecuali untuk membaca amîn setelah Fâtihahnya imam dan
dan di sela-sela bacaan qunutnya imam.
15.Memberi isyarat yang bisa dimengerti oleh orang lain, seperti isyarat dengan mata, alis atau bibir, tanpa
ada hajat dan tidak bertujuan main-main. Sebenarnya, isyarat dengan alis atau bibir masih menjadi
perdebatan di kalangan ulama fikih. Bahkan ada yang mengatakan batal. baik bertujuan main-main atau
tidak[4].
16.Selalu menempati satu tempat saja, kecuali bagi imam di mihrab.
17.Menyingsingkan lengan baju.
18.Membentangkan kedua tangan ketika sujud, seperti hewan buas yang mengendap-endap hendak
menerkam buruan.
19.Mengerjakan shalat dengan cepat karena dapat menghilangkan kekhusyu’an.
20.Meninggalkan bacaan-bacaan yang disunnatkan.

Waktu Diam (Saktah) dalam Shalat.

Ada beberapa tempat yang disunnatkan diam dalam shalat, yaitu:


1.Diam sebentar antara takbîr dan membaca doa iftitâh.
2.Diam sebentar setelah membaca iftitâh dan akan membaca Fâtihah.
3.Diam cukup panjang bagi imam setelah membaca Fâtihah sebelum membaca surat. Hal ini untuk
memberi kesempatan bagi makmum agar leluasa membaca Fâtihah. Ketika ini imam disunnatkan
membaca satu surat dari al-Quran dengan pelan. Adapun surat yang dibaca sunnat berurutan dengan
surat selanjutnya yang dibaca dengan suara keras. Diam sebentar setelah membaca surat dan akan rukû‘.

Perbedaan antara Laki-laki dan Perempuan

Ada lima perbedaan antara laki-laki dan perempuan dalam bentuk dan sifat shalatnya :[5]
Pertama, ketika rukû’.
Laki-laki: kedua siku direnggangkan dari lambung, perut diangkat dari paha, kedua lutut dan telapak kaki
dipisah kira-kira satu jengkal.
Perempuan: kedua siku dipertemukan dengan lambung; sebagian perut dipertemukan dengan sebagian
paha sementara kedua lutut dan kedua telapak kakinya dirapatkan.

Kedua, suara bacaan.


Laki-laki: sunnat mengeraskan suara dalam shalat yang disunnatkan bersuara keras.
Perempuan: harus dengan suara pelan ketika shalat di dekat laki-laki yang bukan mahramnya. Kalau
shalat sendirian (Tidak ada laki-laki lain yang bukan mahram) boleh mengeraskan suara.

Ketiga, ketika terjadi sesuatu dalam shalat, seperti mengingatkan imam yang lupa, memberi izin pada
orang yang meminta izin masuk ke rumahnya atau memperingati orang buta yang akan terjadi bahaya.
Laki-laki: memberitahu dengan cara membaca tasbîh : subhanalloh. Membaca tasbîh ini harus dengan
bertujuan dzikir atau bertujuan dzikir disertai tujuan memberi tahu, atau tidak berniat apa-apa. Sebab, bila
tujuannya hanya untuk menegor imam, shalatnya bisa batal.
Perempuan: memberitahunya dengan cara menepukkan telapak tangan kanan ke punggung tangan kiri.
Jika yang ditepukkan adalah telapak tangan kanan ke telapak tangan kiri dengan tujuan main-main, dan
tahu akan keharamannya, maka shalatnya batal.

Keempat, mengenai aurat yang harus ditutupi pada saat shalat.


Laki-laki: bagian tubuh antara pusar dan lutut tidak termasuk aurat, namun wajib menutupi sebagian
pusar dan lututnya agar yakin bahwa semua auratnya tertutup.
Perempuan: seluruh badannya harus tertutup kecuali wajah dan kedua telapak tangan. Hal ini bila di
waktu mengerjakan shalat. Adapun di luar shalat, maka wajib menutupi seluruh badan.

Sumber: http://www.piss-ktb.com/2013/09/2713-tuntunan-shalat-bab-vi-shalat-bag-
3.html
Terimakasih, tetap mencantumkan sumber kutipan.

Anda mungkin juga menyukai