Setiap orang yang percaya kepada Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat
disebut anak Allah. Allah adalah Bapa bagi kita. Sebagaimana seorang bapak
menginginkan anaknya hidup benar, demikian juga Bapa di surga
menginginkan kita memiliki sebuah kehidupan yang kudus dan berkenan di
hadapan-Nya. Agar anak-anak-Nya hidup dalam kekudusan, Tuhan tidak
menghendaki kita hidup dalam dosa. Dia mendidik kita melalui berbagai cara,
terutama melalui firman-Nya. Ia juga memakai situasi, masalah, dan keadaan
yang kita alami.
Ketika Tuhan mendidik kita, Tuhan tidak akan mendidik kita dengan cara yang
enak secara duniawi. Semakin tinggi tingkat kedewasaan rohani kita, maka
Tuhan pun tidak akan segan-segan mengingatkan kita dengan lebih keras lagi
(ay. 5). Apa yang diinginkan Tuhan sebenarnya sederhana, yaitu agar kita
sebagai anak-anakNya mau dengar-dengaran suara Tuhan, mau menurut
akan kehendak Tuhan. Nah, justru hal itu yang sering kita abaikan. Ketika
Tuhan memanggil kita, justru kita tidak dengar-dengaran kepada suara
Tuhan. Bahkan mungkin kita mendengar tetapi sesungguhnya kita
mengabaikan suara Tuhan dan pura-pura tidak mendengar.
Oleh karena itu, jangan heran ketika Tuhan sudah memanggil kita dengan
suara yang lembut tetapi selama ini kita abaikan, Tuhan akan memanggil kita
dengan suara yang lebih keras lagi. Ketika kita tidak mau mendengarkan
suara Tuhan walaupun Ia telah memanggil kita dengan keras, maka Tuhan
tidak akan segan-segan menghajar kita supaya kita sadar akan kesalahan kita
dan mau bertobat serta berbalik kepadaNya.
Banyak contoh Alkitab untuk kebenaran ini. Ayub semakin mengenal Allah
dengan dimensi yang baru sesudah menjalani pergumulan yang berat
dengan Dia (Ay 42:1-6). Paulus belajar untuk rendah hati, menyadari kasih
karunia Allah, dan mengalami kekuatan-Nya yang sempurna melalui duri
dalam daging (2 Kor 12:7-10). Bahkan Yesus Kristus sebagai Anak Allah
pun belajar untuk taat dalam segala kesusahan yang Dia alami (Ibr 2:7-9).
3. Kedamaian (ayat 11). Ungkapan “buah kebenaran yang memberikan
damai” Penekanan terletak pada kedamaian sebagai hasilnya. Kedamaian
dalam hal ini sinonim dengan sukacita (bdk. ayat 11a “Memang tiap-tiap
ganjaran pada waktu ia diberikan tidak mendatangkan sukacita, tetapi
dukacita”). Siapa saja yang berada di dalam kebenaran pasti akan
mengalami kedamaian atau sukacita.
Buah ini akan dirasakan di tingkat akhir. Bentuk perfect tense “dilatih”
menyiratkan tindakan yang sudah dimulai di masa lalu, dan akibatnya
masih ada di masa kemudian. Ini merupakan sebuah proses. Kedamaian
tidak akan muncul di awal. Sukacita harus menunggu sekian lama. Yang
penting adalah titik akhir. Akar semua disiplin memang pahit, tetapi semua
buahnya pasti manis.
Hari ini, marilah kita mengambil keputusan untuk menerima didikan Tuhan.
Mari rendahkan diri kita di hadapan Tuhan. Ijinkan Tuhan mendidik kita,
sehingga kita menjadi anak-anak yang berkenan di hadapan-Nya. Jangan
anggap enteng, atau malah putus asa. Tuhan mengasihi kita.