Anda di halaman 1dari 16

NEGOSIASI CITRA BUDAYA MASYARAKAT MULTIKULTURAL

Dasrun Hidayat1, Engkus Kuswarno2, Feliza Zubair2, Hanny Hafiar2


1
Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Bina Sarana Informatika, Jalan Sekolah
International 1-6 Antapani Bandung, No Hp. +62 81322114521
2
Universitas Padjadjaran Jalan Raya Sumedang Jawa Barat
Email:dasrun.duh@bsi.ac.id

Abstract
Image of Lampung as a wonderful Indonesia culture with Sang Bumi Khua Jukhai slogan is an interesting
phenomenon. Slogan as an object of study has a meaning that can be negotiated any time. Sang Bumi Khua
Jukhai means Lampung is a land with two-doors: indigenous and non-indigenous. This study analyzses
negotiation of cultural image of multicultural society in Tanah Siger from Lampung slogan “Sang Bumi Khua
Jukhai” using a case study method. The research shows that Lampung culture is multiculturally complex.
The appeal of Siger land culture can be found through meanings of Sang Bumi Khua Jukhai slogan. This
meaning is internalized in individual behavior such as open, friendly (Nemui-Nyimah), sociable (Nengah
Nyampokh), helpful (Sakai Sambayan), to be trusted (Juluk Adok) and dignity (Piil Pusenggikhi). These values
become track record of citizens’ reputation of Lampung. Reputation also became capital of local government in
introducing Lampung city (city branding). City branding has been done through cultural image negotiations
including “insight” analysis of situation, creating and introducing slogan, implementing and maintaining the
existing value in the message as well as evaluating or monitoring platform slogan.

Keywords: branding, image negotiation, message platform, slogan

Abstrak
Citra Lampung sebagai pesona budaya Indonesia melalui konsep slogan Sang Bumi Khua Jukhai
adalah fenomena yang dikaji. Slogan sebagai objek kajian memiliki makna yang setiap saat dapat
dinegosiasikan. Slogan ini bermakna bahwa Lampung sebagai satu bumi dua pintu. Satu bumi yaitu
tanah Lampung. Khua Jukhai artinya dua pintu yakni pribumi dan nonpribumi. Tujuan penelitian ini
adalah untuk menganalisis negosiasi citra budaya masyarakat multikultural di Tanah Siger melalui
slogan Lampung Sang Bumi Khua Jukhai. Penelitian ini dikaji melalui metode kualitatif dengan studi
kasus. Proposisi kasus bersifat tunggal yang didasarkan pada tujuan untuk membangun makna
secara sistemik mengenai ragam pesona budaya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa budaya
Lampung sangat kompleks dengan multikultur. Pesona budaya Tanah Siger secara spirit dapat
dirasakan melalui makna-makna yang terkandung di dalam slogan Sang Bumi Khua Jukhai. Makna
terinternalisasi pada perilaku individu yang terbuka, ramah (Nemui-Nyimah), mudah bergaul
(Nengah Nyampokh), suka tolong-menolong (Sakai Sambayan), amanah terhadap gelar (Juluk Adok) dan
menjaga harga diri (Piil Pusenggikhi). Nilai-nilai tersebut juga menjadi rekam jejak tentang reputasi
warga Lampung. Reputasi pula yang menjadi modal pemerintah setempat dalam mengenalkan
kota Lampung atau city branding. Pesona budaya Tanah Siger berupa ikon kerajinan maupun
destinasi wisata. City branding dilakukan melalui negosiasi citra budaya meliputi analisis situasi
insight membuat dan memperkenalkan slogan, mengimplementasikan dan menjaga nilai yang ada
pada message platform slogan serta melakukan evaluasi atau monitoring.

Kata kunci: branding, negosiasi citra, message platform, slogan.

Pendahuluan verbal tersebut mengandung makna tentang


Memperkenalkan pesona budaya satu bumi atau tempat tinggal ditempati
tanah siger Lampung dapat disampaikan atau dihuni oleh dua asal penduduk yakni
melalui berbagai simbol. Salah satu simbol pribumi dan nonpribumi. Hidayat (2016: 17)
berupa slogan yang berbunyi “Sang Bumi mengatakan bahwa slogan juga bermakna
Khua Jukhai”. Simbol berupa Slogan bahwa di Lampung terdiri dari dua suku

157
Dasrun Hidayat, et al. Negosiasi Citra Budaya Masyarakat Multikultural. 158

adat yaitu adat Saibatin dan adat Pepadun. usaha menanamkan reputasi Lampung.
Tulisan slogan Lampung ini menjadi taktik Provinsi yang sejak dahulu jumlah
message platform dalam mengenalkan penduduknya didominasi oleh nonpribumi
khasanah pesona budaya tanah siger. ini tetap hidup harmoni di tengah suasana
Sang Bumi Khua Jukhai sebagai multikultural. Sujadi dalam Hidayat
slogan juga merepresentasikan kehidupan (2016:76) mengungkapkan bahwa secara
multikultural Ulun Lampung. Arlena persentase pribumi sebanyak 25 persen
(2013:631) menjelaskan tentang konsep sedangkan pendatang atau nonpribumi 75
multikultural adalah perilaku terbuka yang persen. Para pendatang tersebut berasal
ditandai oleh adanya penerimaan atas dari berbagai daerah di Indonesia sehingga
perbedaan. Hal ini pula yang menjadi filosofi budaya di Lampung sangat beragam.
dasar disepakatinya simbol yang terdapat Hal ini juga yang membuktikan bahwa
pada slogan Sang Bumi Khua Jukhai. Lampung dapat dikatakan sebagai miniatur
Slogan tersebut memiliki makna budaya Indonesia.
dan nilai-nilai yang diimplementasikan Reputasi atau jejak rekam Lampung
melalui sikap dan perilaku sebagai falsafah sebagai tanah bersama tanpa ada perbedaan
hidup. direpresentasikan melalui slogan Sang
Bailey dalam Mistavakia (2015:29) Bumi Khua Jukhai. Minimal ada tiga aspek
berpendapat bahwa nilai merupakan fitur yang diperhitungkan dalam menanamkan
lain dari suatu budaya. Nilai mencerminkan reputasi. Ardianto (2012:25) menyebutkan
dukungan dan kepercayaan publik. Nilai bahwa aspek dalam membangun reputasi
yang dimaksud pada falsafah hidup Ulun terdiri dari adanya tanggung jawab,
Lampung adalah Nemui Nyimah atau kepercayaan dan keandalan. Aspek-aspek
ramah dan terbuka Hidayat (2014:91) reputasi tersebut terangkum ke dalam
menjelaskan bahwa falsafah tersebut falsafah hidup Ulun Lampung yang
menegosiasikan Lampung sebagai kota terbuka, ramah, suka menolong, mudah
yang terbuka kepada siapapun dan ramah bergaul dan menjunjung harga diri. Nilai-
terhadap para pendatang maupun yang nilai falsafah hidup yang mengkristal
menetap di Lampung. Hal ini terbukti dan membangun citra bahwa Lampung
sejak zaman Belanda hingga pemerintahan adalah kota yang aman dan nyaman untuk
Soeharto masyarakat dari luar Lampung siapapun. Pencitraan sebagai cerminan
berbondong-bondong datang dan menetap atau potret mental bahwa penilaian secara
di Lampung. Penerimaan pribumi terhadap objektif yang didasarkan pada realitas
pendatang juga digambarkan di dalam yang dinegosiasikan melalui slogan untuk
slogan Sang Bumi Khua Jukhai tersebut. mendapatkan dukungan dan kepercayaan
Upaya memperkenalkan atau mem- publik.
branding Lampung melalui slogan Sang Langkah awal dalam menciptakan
Bumi Khua Jukhai merupakan bagian dari reputasi melalui perancangan slogan.
159 Jurnal ASPIKOM, Volume 3 Nomor 2, Januari 2017, hlm 157-172

Kalimat Sang Bumi Khua Jukhai tidak hanya geografis, Lampung juga kaya akan pesona
membariskan kata demi kata, namun dibuat budaya. Lampung yang dikenal dengan
karena nilai filosofi yang mencerminkan julukan “Tanoh Siger” atau tanah siger ini
kehidupan Ulun Lampung. Menciptakan memiliki ragam budaya yang terangkum
sebuah brand berupa slogan, yang dapat dalam flora dan pauna serta adat istiadat
mengilustrasikan tujuan. Hal itu bertujuan masyarakat Lampung. Secara demografis,
untuk memperkenalkan Lampung atau City Lampung terdiri dari ragam suku mulai
Branding sebagai wilayah multikultural. dari Sabang hingga Marauke. Lampung
Sang Bumi Khua Jukhai mencerminkan layaknya miniatur Indonesia yang
slogan yang efektif. Slogan tersebut tidak berbhenika tunggal ika.
melebihi dari enam kata, singkat dan Kelebihan yang dimiliki oleh Provinsi
memiliki filosofi yang lengkap. Lampung, mendorong pengelola senantiasa
Slogan salah satu bagian dari indikator mem-branding Lampung agar dapat
pencitraan brand atau brand image dikenal dan diterima oleh masyarkat secara
Lampung (Prianti, 2012:81). Ada beberapa luas. Chairiawaty (2012:154) menjelaskan
hal yang dilakukan untuk brand sebuah bahwa branding merupakan bagian
kota yaitu pertama, city branding harus dari kegiatan komunikasi pemasaran
sesuai dengan rencana pemasaran secara yang bertujuan untuk mempertahankan
menyeluruh. Hal ini dilakukan melalui reputasi lembaga. Branding dapat berupa
riset untuk menentukan analisis situasi simbol-simbol seperti logo. Demikian
terhadap kebutuhan, kelebihan, kelemahan pula masyarakat Lampung menggunakan
dan peluang pemerintah Lampung dalam strategi mengenalkan budayanya melalui
mewujudkan visinya dalam waktu jangka slogan Sang Bumi Khua Jukhai. Hal
pendek dan jangka panjang. Langkah serupa diperkuat Murfianti (2012:77). Pada
kedua, menentukan identitas kota yang penelitiannya tentang Pencitraan Solo
disesuaikan dengan filosofi, sejarah kota Melalui Event Karnaval Sebagai Upaya
Lampung, saran dan kebutuhan masyarakat Destination Branding Wisata Budaya,
Lampung yang terdiri dari ragam etnis Murfianti menemukan bahwa pentingnya
dan budaya. Penilaian ini merupakan destination branding kota bahkan negara,
seperangkat reputasi atau rekam jejak yang untuk bersaing dengan menunjukkan
dirasakan masyarakat selama menetap di karakter uniknya di mata dunia. Begitu
Lampung. pula Ulun Lampung berusaha untuk
Lampung merupakan salah satu menegosiasikan pesona budaya yang
provinsi yang letaknya sangat strategis. tersimpan di tanah bumi siger sehingga
Secara geografis Lampung menghubungkan dapat menjadi daya tarik wisata. Pesona
antara pulau Jawa dan Sumatera. berupa kekayaan alam seperti pulau
Penyebrangan Bakauheni-Merak adalah Pohawang, pulau Kiluan, Menara Siger
penghubung kedua pulau tersebut. Secara dan lainnya. Ditambah lagi pesona budaya
Dasrun Hidayat, et al. Negosiasi Citra Budaya Masyarakat Multikultural. 160

kerajinan tapis, seni musik dan seni tari metode yang fokus pada satu kasus tunggal
khas Lampung. atau lebih. Studi kasus mencoba menelisik
Provinsi Lampung memiliki dua kasus dari beberapa sumber (multi
kotamadya yaitu Bandar Lampung dan sources) untuk menjawab tujuan penelitian
Metro. Bandar Lampung misalnya, kota berdasarkan beberapa sudut pandang. Yin
yang tidak begitu luas ini namun syarat (2014:38) menekankan studi kasus pada
dengan atmosfir budaya yang harmoni. Hal pertanyaan penelitian berupa apa, kenapa,
ini terbukti ketika dibeberapa titik seperti bagaimana. Hal ini agar dapat menjawab
di bundaran jalan Kartini terdapat tugu secara mendalam terhadap proposisi dan
pengantin dengan mengenakan pakaian konstruk atas kasus yang diteliti. Unit
adat berupa siger. Tugu ini melambangkan analisis studi kasus dapat berupa kasus
budaya masyarakat Lampung beradat tunggal maupun lebih dari satu kasus.
Saibatin. Berbeda lokasi tepatnya di Unit analisis yang diambil pada penelitian
bundaran jalan perkantoran walikota Bandar ini adalah kasus tunggal tentang city branding
Lampung terdapat pula patung pengantin Lampung melalui slogan Sang Bumi Khua
masyarakat Lampung beradat Pepadun. Jukhai. Proposisi tersebut menekankan
Kedua tugu patung yang berdiri kokoh bahwa adanya keterkaitan antara keberadaan
merepresentasikan dua budaya Lampung slogan dengan upaya city branding. Proposisi
yang lestari secara berdampingan. Saibatin tersebut dapat diuraikan secara mendalam
dengan Pepadun bersama-sama menjadi melalui pertanyaan penelitian yang sifatnya
Lampung “Sai” atau Lampung satu. terbuka dan ditujukan kepada berbagai
Cuplikan yang diceritakan di atas me­ sumber terkait. Diharapkan melalui studi
rupakan sepenggal pengalaman informan kasus dapat menjawab tujuan penelitian
yang dideskripsikan kembali di dalam tulisan yakni tentang karakteristik city branding
ini. Pengalaman tersebut sebagai bukti bahwa yang diterapkan melalui slogan Lampung.
pesona budaya tanah siger sangat menarik Branding tentu tidak hanya mengacu pada
untuk diteliti. Ragam budaya yang ada master plan pemasaran dan historis akan
menjadi magnet tersendiri bagi wisatawan tetapi juga adanya faktor lain yang berbeda-
untuk mengenal Lampung lebih dekat lagi. beda dari setiap kota.
Data penelitian ini dikumpulkan
Metode Penelitian
melalui beberapa tahap sesuai dengan
Studi kasus digunakan pada penelitian
kebutuhan studi kasus (Yin, 2014:103).
ini. Metode sebagai aspek epistimologi yang
Pengumpulan data meliputi telaah
bertujuan untuk menjawab permasalahan
penelitian. Studi kasus menekankan dokumentasi berupa dokumen sejarah tertulis
pada bagaimana cara mendapatkan data yang dibukukan oleh perangkat adat atau
sehingga menemukan kebenaran terhadap Penyimbang adat Lampung. Wawancara
hasil penelitian. Creswell (2014:146) dengan melibatkan informan budayawan dan
menegaskan bahwa studi kasus sebagai masyarakat Lampung. Observasi berperan
161 Jurnal ASPIKOM, Volume 3 Nomor 2, Januari 2017, hlm 157-172

serta yakni keterlibatan peneliti di dalam makmur juga mengenalkan masyarakat


masalah penelitian. Secara metodologis Lampung sebagai individu yang terbuka
penelitian kualitatif mensyaratkan peneliti dan ramah atau “Nemui-Nyimah” (Hidayat
berada di dalam bukan di luar masalah yang 2014:91). Hal ini untuk meyakinkan
diteliti. Keterlibatan langsung diharapkan calon pendatang bahwa tidak akan
secara intersubjektive dapat mendeskripsikan terjadi penolakan atau resistensi. Upaya
kembali temuan terkait dengan fakta atas Belanda meyakinkan calon pendatang bisa
karakteristik branding slogan Lampung. dikatakan berhasil. Hal ini terbukti ketika
Aktivitas branding yang bertujuan untuk itu banyak pendatang menjadi penduduk
menegosiasikan citra yang terdapat pada non-pribumi. Mereka berasal dari Sabang
pesona budaya tanah siger sehingga sampai Marauke mewakili setiap daerah di
mendapatkan kepercayaan dan dukungan
Indonesia. Langkah Belanda selanjutnya
dari publik. Hal ini penting sebagai upaya
diikuti oleh pemerintahan Soeharto. Ketika
menjaga reputasi Lampung sebagai bumi
itu melalui program transmigrasi, Soeharto
ragam budaya.
mencoba meneruskan program Belanda
Hasil Penelitian dan Pembahasan yakni mengoptimalkan lahan di provinsi
Ragam pesona budaya Tanah Siger yang terletak di ujung Pulau Sumatera dari
Lampung secara historis ada sejak zaman Pulau Jawa.
kolonial Belanda. Ketika itu Belanda Kebijakan Belanda dengan meng­
tertarik merapat ke Lampung karena letak kampanyekan Lampung sebagai tanah
geografis yang strategis lagi subur dan impian, telah mendorong suburnya
makmur. Lampung kaya akan hasil bumi budaya di provinsi Lampung. Keberhasilan
seperti cengkeh, lada, kakau dan kopi. kebijakan Belanda dan diteruskan pada

Kondisi ini pula yang mendorong Belanda rezim Soeharto, dapat diukur dari statistik

mengkampanyekan Lampung sebagai tanah penduduk Lampung yang mayoritas


berasal dari luar Lampung. Sujadi (2013:2)
surga dan tanah impian atau dream land.
mengatakan bahwa terdapat 75 persen
Taktik tersebut diimplementasikan
nonpribumi dan 25 persen pribumi.
melalui taktik aksi dengan kebijakan membuka
Persentase tersebut terdiri dari berbagai
akses untuk siapa pun di-perbolehkan datang
suku seperti Jawa, Sunda, Bali, Palembang,
dan membuka lahan di Lampung. Taktik
Makasar dan lainnya. Berdasarkan data
bertujuan untuk mengeksploitasi hasil bumi
Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2010
Lampung sehingga kekayaan tersebut dapat
(dalam Sujadi, 2013:2) penduduk Lampung
dinikmati oleh kaum kolonial.
berjumlah 7.608.405 jiwa. Jumlah itu
Andil Belanda Pada Ragam Budaya tersebar di wilayah administrasi terdiri dari
Belanda selain mengkampanyekan 12 Kabupaten, 2 kota, 206 kecamatan dan
Lampung sebagai tanah yang subur 2.404 kelurahan serta desa.
Dasrun Hidayat, et al. Negosiasi Citra Budaya Masyarakat Multikultural. 162

Ragam budaya hadir melengkapi dapat diartikan secara khusus yakni adat
pesona alam Lampung yang dikelilingi Saibatin serta Pepadun.
oleh pulau-pulau yang eksotis seperti Proses akulturasi dan asimilasi antara
Pulau Darot, Lagundi, Tegal, Poahawang, penduduk pribumi dengan nonpribumi di
Sebuku, Ketagian, Sebesi, Krakatau, Putus Lampung mendorong lahirnya identitas
dan Pulau Tabuan. Ragam suku di Lampung dalam masyarkat multikultural. Woodward
ada yang berakulturasi dan ada pula yang (dalam Cutin dan Gaither, 2005:101)
berasimilasi dengan budaya pribumi. membagi identitas selain etnis, kelompok
Bahkan kebanyakan dari mereka sudah sosial, nasional, dan identias karena jenis
menjadi bagian dari suku adat Lampung kelamin. Hal senada diungkapkan Samovar
terdiri dari Suku Saibatin dan Suku (2010:200) bahwa saat ini tidak dapat
Pepadun. Cikal bakal lahirnya dua suku dipungkiri bahwa masyarakat modern
ini juga dilatar belakangi oleh banyaknya menciptakan kelompok sosial yang lebih
jumlah penduduk yang berasal dari luar beragam. Hal ini mengakibatkan terjadinya
Lampung. Namun, mereka melebur menjadi komunikasi lintas budaya yang dilakukan
satu sebagai Lampung “Sai” atau Lampung dalam suatu lingkungan transnasional dan
Satu yang digambarkan pada slogan internasional. Fenomena tersebut membuat
Lampung Sang Bumi Khua Jukhai. Adi identitas budaya menjadi kabur di tengah-
Penyantun, salah seorang penggiat budaya tengah integrasi budaya.
Lampung tinggal di Lebak Budi Tanjung
Integrasi Budaya di dalam Masyarakat
Karang Bandar Lampung (wawancara 11
Multikultural
Mei 2016) mengatakan,
Ragam budaya juga mendorong
Mak ngedok pemisahan kham Lampung
je. Nyatu unyin apikah pribumi atau terjadinya proses integrasi budaya di
pendatang. Bahkan lamonne tian khadu
lebur di delom adat Saibatin atau Pepadun. Lampung. Pribumi dan nonpribumi berbaur
Kondisi hinji sai melatarbelakange historis sehingga sulit untuk diidentifikasi budaya
disanik slogan Lampung Sang Bumi Khua
Jukhai. Khetine Sai sunyi pakaine khua aslinya. Heryadi (2013:96) menjelaskan
asal yakdo pribumi khek nonpribumi. Tapi bahwa integrasi terjadi pada awalnya
slogan dapok dikhetiko moneh secara
khusus yakni adat Saibatin khek Pepadun. karena ada komunikasi antaretnis. Hal ini
Tidak ada perbedaan orang yang tinggal dikarenakan terjadi perpindahan tempat
di Lampung. Menyatu antara pribumi atau imigrasi dari etnis yang berbeda ke
maupun pendatang. Kebanyakan mereka wilayah yang memiliki etnis berbeda.
sudah melebur di dalam adat Saibatin atau Ketika pendatang berbeda etnis tersebut
Pepadun. Kondisi tersebut juga melatar bermaksud untuk menetap maka diperlukan
belakangi sejarah tentang pembuatan komunikasi sebagai strategi beradaptasi
slogan Lampung Sang Bumi Khua Jukhai. pada lingkungan baru.
Artinya satu tempat untuk dua asal yaitu Berdasarkan hasil observasi dan
pribumi dan nonpribumi. Tapi slogan juga wawancara di lapangan, terdapat fakta
163 Jurnal ASPIKOM, Volume 3 Nomor 2, Januari 2017, hlm 157-172

integrasi budaya sangat kental. Hal itu banyak ada perubahan. Jadi budaya kita
dapat dirasakan di wilayah perkotaan kadang-kadang tidak jelas. Contohnya
seperti Bandar Lampung dan Metro. ada orangtua orang Lampung tapi dengan
Sebagai contoh kaburnya budaya yaitu anaknya berbicara menggunakan bahasa
tercerabutnya bahasa daerah asli Lampung Indonesia. Ini akibat pergaulan lingkungan
dalam aktivitas komunikasi. Masyarakat terutama terjadi di perkotaan. Akan tetapi
perkotaan lebih memilih menggunakan masih banyak di daerah yang menggunakan
bahasa Indonesia dibandingkan bahasa bahasa asli Lampung.
daerah. Padahal bahasa sebagai unsur Integrasi budaya di Lampung tidak
budaya sangat penting di dalam selamanya berdampak negatif. Selain
mempertahankan identitas etnis. membuat kabur budaya, integrasi budaya
Integrasi budaya di Lampung juga juga membuahkan sesuatu yang positif.
dapat terjadi karena faktor pernikahan Berbaurnya antara pribumi dan nonpribumi
antarbudaya, sehingga memicu kelahiran atau antara suku adat Saibatin dengan
multietnis. Kondisi ini dianggap normal Pepadun berhasil melawan sisi gelap dari
ketika semua beranggapan bahwa nilai identitas budaya. Hal itu terjadi karen adanya
lokal tidak menjadi hal utama. Integrasi komunikasi dan penerimaan dari keduanya.
budaya dinilai merugikan budaya karena Martin dan Thomas (dalam Aryanti,
nilai-nilai yang diajarkan melalui budaya 2014:95) mengatakan faktor terbentuknya
lokal menjadi kabur bahkan hilang. Nilai identitas budaya karena adanya sikap
yang seyogyanya dilestarikan sebagai bukti penerimaan dan upaya internalisasi nilai-
kepada generasi penerus bahwa leluhurnya nilai yang ada dimasyarakat tanpa adanya
sangat menjaga kearifan lokal. Dalom rasa ragu. Hal ini pula yang melahirkan
Mangku Makhga, pimpinan wilayah Ke- akulturasi dalam kelompok masyarakat.
Sebatinan Bumi Khatu Gunung Alip Identitas budaya selama ini merupakan
Tanggamus Lampung Selatan (dalam salah satu pemicu terjadinya konflik di
wawancara 7 Mei 2016) menuturkan, mana-mana, tidak hanya di Lampung.
Kekukhangan dunia maju ganta ya haga Gesekan antaretnis terjadi karena di antara
mak haga budaya kham cutik lamonne wat mereka tidak dapat melawan sisi gelap
sibekhubah. Jadi budaya kham mak jelas
kadang-kadang. Contohne gaoh wat hulon identitas seperti stereotip, prasangka,
tuhane jekhma Lampung kidang jama anak- rasisme dan perilaku etnosentrisme.
anakne ngicik bahasa Indonesia. Yu hinji
akibat pergaulan dilingkungan silamonne Stereotip sebagai perilaku individu yang
khadu mak makai bahasa daerah lagi. mencoba untuk menggeneralisasi sesuatu
Faktor utamane ulih di Lampung lebih
lamon sipendatang dibandingko siasli. seolah secara mental sama dengan yang
Selamonne kidikota bahasane nutukko lainnya. Samovar (2010:203) menilai
bahasa Indonesia, kidang di daerah masih
lamon simakai bahasa daerah asli. stereotip sebagai bentuk tindakan yang
Kelemahan di dunia maju saat ini kompleks. Memang diakui setiap daerah
yaitu mau tidak mau budaya kita sedikit selalu ada saja pemicu terjadinya konflik,
Dasrun Hidayat, et al. Negosiasi Citra Budaya Masyarakat Multikultural. 164

demikian pula di Lampung. Tidak dalamnya.


dipungkiri bahwa konflik juga terjadi. Media eksternal di Lampung men­
Konflik terjadi karena sifat etnosentrisme, dukung integrasi budaya sebagai khasanah
(Jandt, 2013:83), suatu sifat yang seringkali budaya yang mahal. Terjadi hubungan
muncul di tengah kelompok masyarakat harmonis antara media dengan masyarakat.
berbeda budaya. Etnosentrisme sebagai Masing-masing menyadari tentang
sifat yang menganggap kelompoknya lebih kebutuhan sehingga media relations
baik, bahkan tingkatan terburuk adalah selalu dibangun di tengah-tengah aktivitas
menilai kelompok orang lain buruk. komunikasi masyarakat Lampung yang
Ragam budaya di Tanah Siger Lampung multikultural.
digambarkan pada slogan Sang Bumi Khua Integrasi budaya tidak menjadi sesuatu
Jukhai. Slogan ini bermakna bahwa di yang dikhawatirkan karena didukung
Lampung terdiri dari dua suku yaitu suku pula oleh media internal. Tidak sedikit
adat Saibatin dan suku adat Pepadun. masyarakat luar maupun masyarakat
Sedangkan Sujadi (2010:4) mengartikan Lampung dapat memahami situasi yang
slogan tersebut bahwa di Lampung ditempati terjadi karena adanya pendekatan media
oleh warga pribumi dan nonpribumi. Ragam internal seperti website yang menyediakan
asal penduduk Lampung mendorong lahirnya informasi tentang ragam budaya Lampung
ragam pesona budaya. Meskipun ragam maupun media iklan dan house jurnal.
budaya Lampung sangat kompleks dengan Media internal dan media eksternal
multikultur namun satu dengan lainnya dikelola sebagai taktik komunikasi
menyadari keberadaan masing-masing. selama menjalankan aktivitas secara
Mereka yakin bahwa satu dengan lainnya berdampingan.
saling membutuhkan. Hadirnya media internal dan eksternal
merupakan alat mengelola hubungan di
Memahami Penyebaran Multikultural
tengah kehidupan multikultural. Media
di Tanah Siger
sangat membantu interaksi antaretnis di
Melawan sisi gelap dari integrasi Lampung. Adanya dukungan dari publik
budaya tidak semata-mata terjadi secara terhadap program pemerintah daerah
spontan, meskipun hal itu ada di setiap sebagai bukti kepercayaan publik. Hal itu
aktivitas antara pribumi dan nonpribumi. terbangun karena keinginan publik merasa
Keberhasilan dalam melawan sisi gelap terpenuhi. Center and Jackson (dalam
integrasi budaya didukung pula oleh Ledingham, 2003:182) mempertegas
kehadiran media. Hofstede (2005:369) tentang manajemen hubungan dengan
mengatakan terbentuknya masyarakat publik. Menurut Ledingham, publik yang
multikultural karena adanya kontribusi beragam budaya menganut nilai-nilai
media. Integrasi budaya menjadi lebih baik yang beragam pula sehingga diperlukan
atau sebaliknya media juga ikut andil di pendekatan melalui komunikasi yang
165 Jurnal ASPIKOM, Volume 3 Nomor 2, Januari 2017, hlm 157-172

bersih. Hal itu bertujuan untuk memahami yang disosialisasikan adalah slogan
kebutuhan publik. Temuan penelitian Lampung Sang Bumi Khua Jukhai.
Ledingham juga diperkuat pernyataan Sang Bumi Khua Jukhai dalam konteks
Batin Mangku Makha sebagai pimpinan suku mengandung nilai-nilai tentang adat
salah satu wilayah adat di Lampung. Ia istiadat yang menjadi pedoman atau tata
menuturkan pada wawancara tanggal 9 Mei kelakuan Ulun Lampung. Adat Saibatin
2017 bahwa: melakukan aktivitas komunikasi sesuai
“Sikam penyimbang adat, selaku dengan kaidah di dalam adat Saibatin.
pemimpin adat wat tanggung jawab ngeja Misalnya, pada konteks pernikahan
hubungan. Yu pelaksanaanne kham tiadako
perkumpulan nyin kham pandai kondisi antara Saibatin dengan Pepadun memiliki
anak buah kham”.
perbedaan. Hal itu dapat dijumpai pada
Maksud dari pernyataan Batin
atribut yang digunakan pada upacara
Mangku Makhga bahwa dirinya sebagai
pernikahan. Atribut tersebut meliputi
pimpinan adat bertanggung jawab untuk
pakaian pengantin perempuan yaitu siger.
menjaga hubungan dengan anak buahnya.
Saibatin bentuk siger memiliki 8 lekukan
Upaya yang dilakukan adalah menjalankan
yang melambangkan bahwa di dalam adat
komunikasi melalui pertemuan adat.
Saibatin terdapat 8 jenis gelar atau Adok.
Pertemuan itu dimaksudkan untuk
Sedangkan siger adat Pepadun memiliki 9
memahami keinginan anggota adat.
lekukan yang menjadi simbol 9 Kebuaian
Pertmuan adat dapat dianggap sebagai
atau asal-usul. Penggiat budaya Lampung
media langsung. Fungsinya untuk mengenal
tinggal di Lebak Budi Tanjung Karang
dan memahami anggota adat yang terdiri
Bandar Lampung, Adi Penyantun pada
dari berbagai etnis. Di dalam masyarakat
tanggal 11 Mei 2016 mengatakan,
Lampung terdapat dua suku adat yaitu
“Saibatin segokhne wat 8 lekukan, khetine
Sebatin dan Pepadun. Keduanya terdapat di Saibatin wat 8 tingkatan adok terdiri
anggota masyarakat yang beragam etnis. dari Suttan, Pangikhan, Dalom, Batin,
Raja, Khadin, Minak, dan Kimas.”
Terlibatnya etnis nonpribumi di dalam
Siger Saibatin memiliki 8 lekukan
kelompok adat sebagai bukti terjadinya
terdiri dari Suttan, Pangikhan, Dalom,
integrasi budaya di dalam masyarakat Batin, Raja, Khadin, Minak, dan Kimas.
multikultural. Perbedaan lainnya terdapat pada
Sang Bumi Khua Jukhai Message dominasi warna. Atribut pernikahan
Platform Lampung masyarakat adat Saibatin didominasi warna
merah. Sedangakan Pepadun didominasi
Pengelolaan media internal dan
warna putih dan kuning. Hal ini dipertegas
eksternal salah satunya melalui strategi oleh Budayawan Lampung Nasrun Rakai
message platform. Mereka sangat yang dikutip dari salah satu tayangan Metro
menyadari bahwa konten yang diterbitkan TV pada program Indonesia Kaya episode
di media sangat efektif mengubah cara Pesona Budaya Tanah Siger pada tanggal
pandang setiap orang. Salah satu konten 21 Juli 2016.
Dasrun Hidayat, et al. Negosiasi Citra Budaya Masyarakat Multikultural. 166

Warna merah merupakan simbol adalah nilai kebersamaan. Setiap individu


warna adat Saibatin. Warna kuning dan memiliki tanggung jawab tidak pada
putih untuk adat Pepadun. Selain itu, dirinya tapi juga lingkungannya. Nilai
di dekat singgasana pengantin terlihat kebersamaan pada masyarakat Lampung
sejumah kasur yang bertingkat. Kasur disebut “Sakai Sambayan” mencerminkan
tersebut menandakan tingkatan gelar tentang individu sebagai makhluk
keluarga pengantin. Tingkatan Saibatin sosial. Hal ini dipertegas Mudler (dalam
berjumlah delapan gelar yaitu Suttan, Darmastuti, 2016:113-114) menjelaskan
Pangikhan, Dalom, Batin, Raja, Khadin, bahwa setiap individu adalah milik orang
Minak, dan Kimas. Apabila Suttan yang lain dan sebaliknya dia memiliki orang lain.
menikah, maka dia berhak dan harus Artinya antara satu dengan yang lain saling
meminta anak buahnya menyiapkan tempat memiliki. Demikian pula dalam perilaku
pernikahan yang dilapisi 12 kasur. Inilah Ulun Lampung yang sangat mencintai nilai
Lampung Saibatin, jadi kita tidak perlu kebersamaan atau “Sakai Sambayan”.
tanya pernikahan Saibatin atau bukan, Hidayat (2014:91-92) menjelaskan
kita bisa mengetahui dari bagaimana dia bahwa nilai falsafah hidup yang terdapat
menikahkan anaknya. pada slogan Sang Bumi Khua Jukhai juga
Slogan Sang Bumi Khua Jukhai secara dapat ditemukan pada perilaku sehari-
umum diartikan sebagai satu tempat terdiri hari bahwa masyarakat Lampung mudah
dari pribumi dan nonpribumi. Proposisi bergaul atau Nengah Nyampokh, suka
ini menjelaskan bahwa Lampung sangat tolong menolong atau Sakai Sambayan,
terbuka dengan siapa pun yang akan amanah terhadap gelar yang diterima atau
berkunjung dan menetap di Lampung. Citra
Juluk Adok dan menjaga harga diri atau Piil
bahwa masyarakat Lampung memiliki sifat
Pusenggikhi.
terbuka sejak lama telah dinegosiasikan
Ragam budaya di Lampung tidak
oleh kolonial Belanda dan dilanjutkan
mengubah nilai-nilai lokal yang telah
Soeharto. Namun hal itu tidak sekadar
menjadi pedoman atau tata kelakuan
dialektika belaka karena sifat terbuka
masyarakat setempat. Ragam budaya yang
yang dimaksud sudah ada sejak sebelum
disikapi secara arif sehingga tidak merusak
kolonial Belanda masuk ke Lampung.
nilai kearifan lokal. Masing-masing
Hal itu tercatat pada kitab Kuntara Niti
budaya saling melengkapi sehingga tidak
yang menceritakan tentang falsafah hidup
masyarakat Lampung. Di antaranya bahwa menimbulkan sisi gelap dari perbedaan
masyarakat Lampung menjunjung tinggi budaya. Kondisi ini pula yang digambarkan
nilai ramah dan terbuka yang disebut pada slogan Sang Bumi Khua Jukhai.
sebagai sifat Nemui-Nyimah. Slogan tersebut menegosiasikan pesona
Nilai lokal lain yang terkandung pada budaya Lampung yang menjunjung tinggi
slogan dan falsafah hidup Ulun Lampung kehidupan masyarakat multikultural.
167 Jurnal ASPIKOM, Volume 3 Nomor 2, Januari 2017, hlm 157-172

Reputasi Pesona Budaya Tanah Siger menjadi pejabat publik dan posisi lainnya.
Sang Bumi Khua Jukhai mereprentasikan Jenis pekerjaan tersebar secara merata
pesona budaya di Lampung. Pesona tanpa pandang bulu, mulai dari bertani,
yang dilandasi oleh unsur-unsur budaya. wiraswasta, pejabat publik, menjadi
Koenjtraningrat (dalam Anwar, 2013:187) pegawai swasta hingga pegawai negeri.
mengatakan unsur budaya terdiri dari Tidak ada tindakan diskriminasi terhadap
bahasa, sistem penngetahun, organisasi nonpribumi karena semua berpikiran
sosial, sistem peralatan hidup dan sama yaitu memajukan Lampung sebagai
teknologi, sistem mata pencaharian, religi Lampung “Sai” atau Lampung Satu.
dan kesenian. Selama perjalanannya Unsur-unsur budaya yang terjadi di
unsur budaya di Lampung dikemas dalam Lampung senantiasa dinegosiasikan agar
pesona budaya yang harmoni. Misalnya, mendapatkan dukungan dan kepercayaan
dari aspek bahasa satu dengan lainnya publik. Dukungan tersebut penting sebagai
saling mendukung dan saling mengisi. upaya membangun citra Lampung. Ardianto
Sedangkan unsur kesenian di Lampung (2013:62) mengatakan citra atau image
juga berkembang dinamis. Hampir di setiap adalah perasaan, gambaran diri publik
peringatan hari besar di Lampung, seni terhadap perusahaa, organisasi atau lembaga;
kesan yang dengan sengaja diciptakan dari
dari berbagai daerah selalu diperagakan.
suatu objek, orang atau organisasi. Image is
Demikian pula pada peristiwa pernikahan
impression, the feeling, the conception which
lintas budaya. Satu sama lainnya saling
the public has of company; a consciously
memahami dan memberikan keleluasaan.
created impression for an object, person or
Sistem religi di Lampung juga ikut
organization. Citra merupakan potret mental
berkembang. Dilegalkannya penduduk
yang digambarkan oleh setiap orang.
nonpribumi untuk membuat kampung yang Citra bagian dari aspek pembentukan
mayoritas beragama sama seperti Kampung reputasi. Fombrun (1996:71) meng­ ung­
Bali sebagai bukti toleransi beragama. kapkan:
Selain itu, sistem organisasi sosial juga “factors that helps companies build strong
berkembang di Lampung. Misalnya and favorable reutations with their principal
constituencies: credibility, realibility,
organisasi forum adat, masing-masing trustworthiness, and responsibility; the
speak legions about the difference between
mendapatkan keleluasaan untuk mengelola simply managing a company’s tangible
dan hadir berdampingan. Bahkan tidak assets and safeguarding the long term
well being of its reputational capital, its
jarang dalam forum adat tesebut terdiri intangible wealth.”
dari berbagai suku yang melebur dalam Reputasi senantiasa dipertahankan.
satu forum. Demikian pula sistem mata Reputasi meliputi tingkat keandalan,
pencaharian. Di Lampung tidak hanya kepercayaan, dan tingkat tanggung jawab
masyarakat pribumi yang diperbolehkan dalam menjaga reputasi. Tingkat keandalan
untuk menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS), merupakan langkah awal yang dapat
Dasrun Hidayat, et al. Negosiasi Citra Budaya Masyarakat Multikultural. 168

dilakukan oleh pemerintah Lampung harus mencerminkan visi pemerintah


dengan berupaya mengumpulkan data, Lampung. Brand yang ada pada slogan
historis, saran serta melakukakan riset harus sesuai dengan program strategi dan
untuk memetakan kebutuhan stakeholder. message platform yang terdapat pada
Data tersebut sebagai modal awal yang slogan. Message platform pada taktik aksi
melatarbelakangi slogan dibuat. Pentingnya dan komunikasi juga harus relevan dengan
melakukan analisis situasi untuk nilai yang terdapat pada slogan. Wujud
mendapatkan keandalan sehingga slogan nyata message platform dapat dirasakan
yang dibuat tidak salah sasaran. Analisis pada setiap perilaku masyarakat. Hal ini
situasi juga mempermudah dalam menjaga sebagai bentuk tanggung jawab terhadap
tingkat kepercayaan publik. Analisis situasi nilai-nilai yang terkandung di dalam
untuk mengetahui kekuatan, kelemahan, slogan Sang Bumi Khua Jukhai. Nilai-
tantangan dan peluang. Analisis situasi nilai pada slogan tersebut menjadi modal
dapat berpedoman pada faktor demografis. pemerintah setempat dalam mengenalkan
Smith (2007:71) mengatakan segmentasi atau melakukan branding kota Lampung
rencana public relations bisa dikembangkan “city branding” sebagai miniatur budaya
berdasarkan faktor demografis meliputi Indonesia.
usia, gender, suku, ras, pendidikan,
City Branding Sang Bumi Khua Jukhai
pendapatan, bahasa, status sosial, status
City branding melalui slogan Sang
pernikahan, agama dan lainnya.
Bumi Khua Jukhai dilakukan pemerintah
Tahapan berikutnya yakni menjalankan
Lampung dalam menegosiasikan pesona
program dengan dasar hasil analisis
budaya yang ada di tanah siger. Face
situasi. Misalnya, slogan yang dibuat

Gambar 1. Proses Reputasi Slogan Lampung


Sumber: Dasrun Hidayat, Hasil Penelitian 2016
169 Jurnal ASPIKOM, Volume 3 Nomor 2, Januari 2017, hlm 157-172

Negotation Theory (Griffin dalam nilai-nilai falsafah hidup meliputi ramah


Hidayat 2014:122) menegaskan bahwa dan terbuka (Nemui Nyimah), suka tolong
setiap individu atau kelompok senantiasa menolong (Sakai Sambayan) pandai bergaul
menjaga dan menegosiasikan budayanya. (Nengah Nyampokh) amanah terhadap gelar
Hal itu melalui usaha mempelajari budaya yang diterima (Juluk Adok) dan menjaga
dan menjaga budaya tersebut. Siapa harga diri (Piil Pusenggikhi). Selain nilai-
pun tidak ingin kehilangan muka karena nilai falsafah hidup yang berusaha dijaga
tidak dapat mempertahankan budayanya. dan selalu dinegosiasikan, wujud budaya
“Muka” yakni metafora bagi citra publik berupa artifak seperti atribut dan asesoris
yang ditampilkan oleh setiap individu. Lampung yang juga ikut andil di dalam
Negotation dalam konteks penelitian ini pesona budaya masyarakat Lampung.
adalah upaya memperkenalkan pesona Pesona budaya tanoh lada selain telah
budaya Ulun Lampung yang merupakan mengkristal pada perilaku juga dapat dijumpai
bagian dari city branding Lampung. pada atribut sebagai icon budaya. Misalnya
City Branding Lampung tidak terbatas icon kerajinan kain tapis, siger pakaian adat
pada seni dan kekayaan alam namun pengantin perempuan, kebung, tikhai, ilat
termasuk di dalamnya nilai-nilai kearifan banggol sebagai atribut pernikahan dan
lokal tentang keterbukaan dan kebersamaan lainnya. Selain itu Lampung juga memiliki
antara masyarakat Lampung pribumi reputasi sebagai icon destinasi wisata. Tidak
dengan nonpribumi. Mereka menjadi satu terbilang jumlah dan keindahan alam di bumi
dan bersama-sama menjaga nilai-nilai lokal. wisata Way Kambas ini. Pulau-pulau sepeti
Nilai yang telah mengkristal dan menjadi pulau Poahawang, Lagundi, Ketagihan dan
pedoman hidup mereka. Nilai-nilail ini pula Sebesi menawarkan pesona bawah laut yang
yang menjadi bagian dari wujud budaya. sangat menakjubkan.
Hal ini dipertegas Koentjaraningrat, Pesona budaya Lampung juga dapat
(1985:9) bahwa wujud budaya terdiri dari dijumpai pada tradisi lisan yang disebut
ide, gagasan, aktivitas dan artifak. Ide warahan yaitu tradisi lisan berupa
atau gagasan artinya bahwa komunikasi pantun yang berisi nasehat seperti cerita
merupakan bagian dari wujud kebudayaan tentang sipahit lidah. Pesona tradisi lisan
sebagai hasil dari pemikiran manusia, mengandung nilai-nilai kearifan lokal
meliputi cipta karsa dan rasa. Ide sebagai yang relevan dengan falsafah hidup Ulun
buah pikir yang dapat melahirkan aktivitas Lampung. Yunos (2015:279) menyebut
atau tata kelakuan sebagai pedoman, tradisi lisan pantun sebagai petua yang
tuntunan manusia sehingga menghasilkan berisi nasehat, petunjuk atau pandangan
karya berupa gagasan maupun benda yang yang berguna untuk mencapai tujuan
berwujud seperti artifak. hidup. Yunos menemukan petua sebagai
Hidayat (2014:91) menjelaskan alat komunikasi dalam budaya masyarakat
bahwa wujud budaya di Lampung berupa jawa. Petuah atau warahan dalam istilah
Dasrun Hidayat, et al. Negosiasi Citra Budaya Masyarakat Multikultural. 170

masyarakat Lampung adalah seni lisan menjadi bagian dari Lampung diajak untuk
yang mengandung pesona budaya. Melalui menjadikan Lampung “Sai” atau Lampung
seni warahan nilai-nilai budaya Lampung satu. City branding melalui negosiasi citra
dapat dipahami oleh para generasi hingga budaya meliputi analisis situasi slogan,
saat ini. membuat slogan, memperkenalkan slogan,
mengimplementasikan dan menjaga
Simpulan
nilai yang ada pada message platform
Slogan Lampung Sang Bumi Khua
slogan hingga melakukan evaluasi atau
Jukhai merepresentasikan wujud budaya
monitoring.
yang dimiliki warga pribumi dan
Ragam etnis di Lampung melahirkan
nonpribumi atau kelompok adat Saibatin
ragam budaya sehingga mendorong
dan Pepadun. Wujud budaya terdiri dari
terjadinya integrasi budaya. Namun, hal
ide dan tata kelakuan yang disebut falsafah
itu tidak mengakibatkan budaya menjadi
hidup Ulun Lampung. Falsafah hidup
hilang. Justru integrasi budaya seperti
terdiri dari nilai kearifan lokal sebagai
melalui pernikahan beda budaya dapat
pedoman hidup. Nilai tersebut meliputi
menciptakan kekuatan terhadap nilai-
nilai ramah dan terbuka, gemar tolong
nilai lokal. Masyarakat Lampung mampu
menolong, mudah beradaptasi atau bergaul,
menyiasati sisi gelap dari integrasi budaya
amanah terhadap gelar yang disandang
seperti stereotip, etnosentrisme, prasangka
serta menjaga martabat dan harga diri.
dan rasisme. Namun, tidak dipungkiri pula
Wujud budaya selanjutnya terdapat pada bahwa ragam budaya juga melahirkan sisi
setiap artifak berupa atribut budaya dan gelap dari integrasi budaya di lokasi tertentu.
kekayaan alam. Setiap wujud budaya
Daftar Pustaka
tersebut dipertahankan dan diperkenalkan
sebagai usaha menjaga reputasi. Reputasi Anwar, Yesmil. (2013). Sosiologi Untuk
dibangun atas nilai-nilai lokal dan citra Universitas. Bandung: Refika Aditama.
positif tentang Lampung. Reputasi pesona Ardianto, Elvinaro. (2012). Analisis
budaya tanah siger meliputi empat aspek Wacana Kritis Pemberitaan Harian
yaitu nilai keandalan, kepercayaan, Pikiran Rakyat dan Harian Kompas
tanggung jawab dan kontrol. Sebagai Public Relations Politik dalam
Nilai-nilai budaya yang terdapat Membentuk Branding Reputation
pada slogan Sang Bumi Khua Jukhai Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
merupakan visi pemerintah provinsi Jurnal Ilmu Komunikasi Sunan Ampel
Lampung yang senantiasa dinegosiasiakan Surabaya. ISSN. 2088-981X. Volume
melalui kegiatan city branding. Brand 2. Nomor 1. Hlm. 15-52.
yang diperkenalkan bahwa Lampung
Ardianto, Elvinaro. (2011). Handbook of
tidak hanya untuk warga pribumi akan
Public Relations. Bandung: Simbiosa
tetapi untuk siapa pun yang merasa
Rekatama Media.
171 Jurnal ASPIKOM, Volume 3 Nomor 2, Januari 2017, hlm 157-172

Arlena, Kurniasari. (2013). Malays, Fombrun, Charles J. (1996). Reputation,


China and Indian Ethnicities; Case Realizing Value from the Corporate
Study Art and Ethnography Content Image. Boston: Harvard Business
Analysis Multiculturalisme Upin- School Press.
Upin Animation. Jurnal Komunikasi Griffin, EM. (2011). A First Look At
ASPIKOM, Volume 2, Nomor 1. ISSN Communication Theories. Eighth
2087-0442. Hlm 629-640. Edition. USA: MC Graw Hill.
Aryanti, Nina Yudha. (2014) Pengembangan Hardyantoro, Prianti, (2012). Peran
Identitas Remaja Transmigran Jawa di Website Sebagai Penunjang City
Lampung Melalui Pertemanan Antar Branding Yogyakarta. Proceeding
Budaya di Sekolah. Jurnal Kajian NCCB. Universitas Brawijaya. ISBN.
Komunikasi Fakultas Ilmu Komunikasi 978-602-203-124-0. Hlm. 65.
Universitas Padjadjaran. ISSN. 2303-
Heryadi, Hedi. (2013). Komunikasi
2006 Volume 2. Nomor 1. Hlm. 93-
Antar Budaya Dalam Masyarakat
104.
Multikultural. Jurnal Kajian
Chairiawaty. (2012). Branding Identity; Komunikasi Fakultas Ilmu Komunikasi
Sebuah Tinjauan Mengenai Etika Universitas Padjadjaran. ISSN. 2303-
Bisnis Islam. Jurnal Ilmu Komunikasi 2006 Volume 1. Nomor 1. Hlm. 95-
Sunan Ampel Surabaya. ISSN. 2088- 108.
981X. Volume 2. Nomor 2. Hlm. 151-
Hidayat, Dasrun. (2016). Etnografi Public
164.
Relations Tantangan Metodologi Pada
Curtin, Gaither. (2005). Privileging Identity, Kajian Public Relations Berbasis
Difference and Power: The Circuit of Budaya. Prosiding Seminar Nasional.
Culture As a Basis for Public Relations Universitas Lampung. ISBN: 978-602-
Theory. Journal of Public Relations 60412-0-3. Buku 2. Hlm 76-87
Research. Jilid 17 (2). Hlm. 91-115.
------------------. (2016). Konstruksi
Creswell, (2014). Penelitian Kualitatif Gender Dalam Perkawinan “Nyakak
dan Desain Riset. Memilih Diantara dan “Semanda” di Masyarakat Adat
Lima Pendekatan. Edisti ke-tiga. Saibatin Lampung. Jurnal Lingkar
Yogyakarta:Pustaka Pelajar. Studi Komunikasi LISKI Universitas
Darmastuti, Rini. (2016). Gethok Tular, Telkom. ISSN. 2442-4005. Volume 2.
Pola Komunikasi Gerakan Sosial Nomor 1. Hlm. 1-28.
Berbasis Kearifan Lokal Masyarakat ------------------. (2014). Social and
Samin di Sukolilo. Jurnal Komunikasi Cultural Identity Pendekatan Face
ASPIKOM. ISSN 2087-0442. Volume Negotation Theory dan Public
3 Nomor 1. Hlm.104-118. Relations Mhofultikulturalism Negara
Dasrun Hidayat, et al. Negosiasi Citra Budaya Masyarakat Multikultural. 172

Jerman, China dan Indonesia. Jurnal Mistavakia, Hidayat. (2015). Pola


Komunikasi ASPIKOM. ISSN 2087- Komunikasi Pada Prosesi Mengulosi
0442. Volume 2 Nomor 2. Hlm.115- dalam Pernikahan Budaya Adat
126. Batak Toba. Jurnal Ilmu Komunikasi
-------------------- (2014). Representasi Universitas BSI. ISSN. 2355-0287.
Nemui-Nyimah sebagai Nilai-Nilai Volume 2. Nomor 1. Hlm. 23-31.
Kearifan Lokal Lampung; Perspektif Murfianti, Fitri, (2012). Pencitraan Solo
Public Relations Multikultur. Jurnal Melalui Event Karnaval Sebagai Upaya
Ilmu Komunikasi Universitas Riau. Destination Branding Wisata Budaya.
ISSN 2252-665X. Volume 5 Nomor 1. Proceeding NCCB. Universitas
hlm 90-102. Brawijaya. ISBN. 978-602-203-124-0.
Hofstede, Geert. (2005). Cultures and Hlm. 65.
Organizations. Software of the Mind. Samovar, Porter, McDaniel. (2010).
USA: McGraw Hill. Komunikasi Lintas Budaya:
Jandt, E. Fred. (2013). An Introduction Communication Between Cultures.
to Intercultural Communication: Jakarta: Salemba Humanika.
Identities in a Global Community. USA Smith, Bruce L. (2007). Engaging Public
California: Sage. Relations. USA: Hunt Publishing
Koentjaraningrat. (1985). Kebudayaan Company.
Mentalitas dan Pembangunan. Jakarta: Sujadi. (2013). Lampung Sai Bumi Ruwa
Gramedia.
Jurai. Jakarta: Cita Insan Madani.
Ledingham, John. (2003) Explicating
Yin K. Robert, (2014). Studi Kasus Desain
Relationship Management as a General
dan Metode. Jakarta: Rajawali Pers.
Theory of Public Relations. Journal of
Public Relations Research. 15 (2) Hlm. Yunos, Yusmilayati. (2015). Petua dan
181-198. Tanda Sebagai Alat Komunikasi Dalam
Metro TV. Tayangan Indonesia Kaya. Budaya Masyarakat Jawa. Malaysian
Episode Budaya Tanah Siger. 21 Juli Journal of Communication. Jilid 31.
2016. 22.30 wib. Nomor 2. Hlm. 279-298.

Anda mungkin juga menyukai