Abstract
Image of Lampung as a wonderful Indonesia culture with Sang Bumi Khua Jukhai slogan is an interesting
phenomenon. Slogan as an object of study has a meaning that can be negotiated any time. Sang Bumi Khua
Jukhai means Lampung is a land with two-doors: indigenous and non-indigenous. This study analyzses
negotiation of cultural image of multicultural society in Tanah Siger from Lampung slogan “Sang Bumi Khua
Jukhai” using a case study method. The research shows that Lampung culture is multiculturally complex.
The appeal of Siger land culture can be found through meanings of Sang Bumi Khua Jukhai slogan. This
meaning is internalized in individual behavior such as open, friendly (Nemui-Nyimah), sociable (Nengah
Nyampokh), helpful (Sakai Sambayan), to be trusted (Juluk Adok) and dignity (Piil Pusenggikhi). These values
become track record of citizens’ reputation of Lampung. Reputation also became capital of local government in
introducing Lampung city (city branding). City branding has been done through cultural image negotiations
including “insight” analysis of situation, creating and introducing slogan, implementing and maintaining the
existing value in the message as well as evaluating or monitoring platform slogan.
Abstrak
Citra Lampung sebagai pesona budaya Indonesia melalui konsep slogan Sang Bumi Khua Jukhai
adalah fenomena yang dikaji. Slogan sebagai objek kajian memiliki makna yang setiap saat dapat
dinegosiasikan. Slogan ini bermakna bahwa Lampung sebagai satu bumi dua pintu. Satu bumi yaitu
tanah Lampung. Khua Jukhai artinya dua pintu yakni pribumi dan nonpribumi. Tujuan penelitian ini
adalah untuk menganalisis negosiasi citra budaya masyarakat multikultural di Tanah Siger melalui
slogan Lampung Sang Bumi Khua Jukhai. Penelitian ini dikaji melalui metode kualitatif dengan studi
kasus. Proposisi kasus bersifat tunggal yang didasarkan pada tujuan untuk membangun makna
secara sistemik mengenai ragam pesona budaya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa budaya
Lampung sangat kompleks dengan multikultur. Pesona budaya Tanah Siger secara spirit dapat
dirasakan melalui makna-makna yang terkandung di dalam slogan Sang Bumi Khua Jukhai. Makna
terinternalisasi pada perilaku individu yang terbuka, ramah (Nemui-Nyimah), mudah bergaul
(Nengah Nyampokh), suka tolong-menolong (Sakai Sambayan), amanah terhadap gelar (Juluk Adok) dan
menjaga harga diri (Piil Pusenggikhi). Nilai-nilai tersebut juga menjadi rekam jejak tentang reputasi
warga Lampung. Reputasi pula yang menjadi modal pemerintah setempat dalam mengenalkan
kota Lampung atau city branding. Pesona budaya Tanah Siger berupa ikon kerajinan maupun
destinasi wisata. City branding dilakukan melalui negosiasi citra budaya meliputi analisis situasi
insight membuat dan memperkenalkan slogan, mengimplementasikan dan menjaga nilai yang ada
pada message platform slogan serta melakukan evaluasi atau monitoring.
157
Dasrun Hidayat, et al. Negosiasi Citra Budaya Masyarakat Multikultural. 158
adat yaitu adat Saibatin dan adat Pepadun. usaha menanamkan reputasi Lampung.
Tulisan slogan Lampung ini menjadi taktik Provinsi yang sejak dahulu jumlah
message platform dalam mengenalkan penduduknya didominasi oleh nonpribumi
khasanah pesona budaya tanah siger. ini tetap hidup harmoni di tengah suasana
Sang Bumi Khua Jukhai sebagai multikultural. Sujadi dalam Hidayat
slogan juga merepresentasikan kehidupan (2016:76) mengungkapkan bahwa secara
multikultural Ulun Lampung. Arlena persentase pribumi sebanyak 25 persen
(2013:631) menjelaskan tentang konsep sedangkan pendatang atau nonpribumi 75
multikultural adalah perilaku terbuka yang persen. Para pendatang tersebut berasal
ditandai oleh adanya penerimaan atas dari berbagai daerah di Indonesia sehingga
perbedaan. Hal ini pula yang menjadi filosofi budaya di Lampung sangat beragam.
dasar disepakatinya simbol yang terdapat Hal ini juga yang membuktikan bahwa
pada slogan Sang Bumi Khua Jukhai. Lampung dapat dikatakan sebagai miniatur
Slogan tersebut memiliki makna budaya Indonesia.
dan nilai-nilai yang diimplementasikan Reputasi atau jejak rekam Lampung
melalui sikap dan perilaku sebagai falsafah sebagai tanah bersama tanpa ada perbedaan
hidup. direpresentasikan melalui slogan Sang
Bailey dalam Mistavakia (2015:29) Bumi Khua Jukhai. Minimal ada tiga aspek
berpendapat bahwa nilai merupakan fitur yang diperhitungkan dalam menanamkan
lain dari suatu budaya. Nilai mencerminkan reputasi. Ardianto (2012:25) menyebutkan
dukungan dan kepercayaan publik. Nilai bahwa aspek dalam membangun reputasi
yang dimaksud pada falsafah hidup Ulun terdiri dari adanya tanggung jawab,
Lampung adalah Nemui Nyimah atau kepercayaan dan keandalan. Aspek-aspek
ramah dan terbuka Hidayat (2014:91) reputasi tersebut terangkum ke dalam
menjelaskan bahwa falsafah tersebut falsafah hidup Ulun Lampung yang
menegosiasikan Lampung sebagai kota terbuka, ramah, suka menolong, mudah
yang terbuka kepada siapapun dan ramah bergaul dan menjunjung harga diri. Nilai-
terhadap para pendatang maupun yang nilai falsafah hidup yang mengkristal
menetap di Lampung. Hal ini terbukti dan membangun citra bahwa Lampung
sejak zaman Belanda hingga pemerintahan adalah kota yang aman dan nyaman untuk
Soeharto masyarakat dari luar Lampung siapapun. Pencitraan sebagai cerminan
berbondong-bondong datang dan menetap atau potret mental bahwa penilaian secara
di Lampung. Penerimaan pribumi terhadap objektif yang didasarkan pada realitas
pendatang juga digambarkan di dalam yang dinegosiasikan melalui slogan untuk
slogan Sang Bumi Khua Jukhai tersebut. mendapatkan dukungan dan kepercayaan
Upaya memperkenalkan atau mem- publik.
branding Lampung melalui slogan Sang Langkah awal dalam menciptakan
Bumi Khua Jukhai merupakan bagian dari reputasi melalui perancangan slogan.
159 Jurnal ASPIKOM, Volume 3 Nomor 2, Januari 2017, hlm 157-172
Kalimat Sang Bumi Khua Jukhai tidak hanya geografis, Lampung juga kaya akan pesona
membariskan kata demi kata, namun dibuat budaya. Lampung yang dikenal dengan
karena nilai filosofi yang mencerminkan julukan “Tanoh Siger” atau tanah siger ini
kehidupan Ulun Lampung. Menciptakan memiliki ragam budaya yang terangkum
sebuah brand berupa slogan, yang dapat dalam flora dan pauna serta adat istiadat
mengilustrasikan tujuan. Hal itu bertujuan masyarakat Lampung. Secara demografis,
untuk memperkenalkan Lampung atau City Lampung terdiri dari ragam suku mulai
Branding sebagai wilayah multikultural. dari Sabang hingga Marauke. Lampung
Sang Bumi Khua Jukhai mencerminkan layaknya miniatur Indonesia yang
slogan yang efektif. Slogan tersebut tidak berbhenika tunggal ika.
melebihi dari enam kata, singkat dan Kelebihan yang dimiliki oleh Provinsi
memiliki filosofi yang lengkap. Lampung, mendorong pengelola senantiasa
Slogan salah satu bagian dari indikator mem-branding Lampung agar dapat
pencitraan brand atau brand image dikenal dan diterima oleh masyarkat secara
Lampung (Prianti, 2012:81). Ada beberapa luas. Chairiawaty (2012:154) menjelaskan
hal yang dilakukan untuk brand sebuah bahwa branding merupakan bagian
kota yaitu pertama, city branding harus dari kegiatan komunikasi pemasaran
sesuai dengan rencana pemasaran secara yang bertujuan untuk mempertahankan
menyeluruh. Hal ini dilakukan melalui reputasi lembaga. Branding dapat berupa
riset untuk menentukan analisis situasi simbol-simbol seperti logo. Demikian
terhadap kebutuhan, kelebihan, kelemahan pula masyarakat Lampung menggunakan
dan peluang pemerintah Lampung dalam strategi mengenalkan budayanya melalui
mewujudkan visinya dalam waktu jangka slogan Sang Bumi Khua Jukhai. Hal
pendek dan jangka panjang. Langkah serupa diperkuat Murfianti (2012:77). Pada
kedua, menentukan identitas kota yang penelitiannya tentang Pencitraan Solo
disesuaikan dengan filosofi, sejarah kota Melalui Event Karnaval Sebagai Upaya
Lampung, saran dan kebutuhan masyarakat Destination Branding Wisata Budaya,
Lampung yang terdiri dari ragam etnis Murfianti menemukan bahwa pentingnya
dan budaya. Penilaian ini merupakan destination branding kota bahkan negara,
seperangkat reputasi atau rekam jejak yang untuk bersaing dengan menunjukkan
dirasakan masyarakat selama menetap di karakter uniknya di mata dunia. Begitu
Lampung. pula Ulun Lampung berusaha untuk
Lampung merupakan salah satu menegosiasikan pesona budaya yang
provinsi yang letaknya sangat strategis. tersimpan di tanah bumi siger sehingga
Secara geografis Lampung menghubungkan dapat menjadi daya tarik wisata. Pesona
antara pulau Jawa dan Sumatera. berupa kekayaan alam seperti pulau
Penyebrangan Bakauheni-Merak adalah Pohawang, pulau Kiluan, Menara Siger
penghubung kedua pulau tersebut. Secara dan lainnya. Ditambah lagi pesona budaya
Dasrun Hidayat, et al. Negosiasi Citra Budaya Masyarakat Multikultural. 160
kerajinan tapis, seni musik dan seni tari metode yang fokus pada satu kasus tunggal
khas Lampung. atau lebih. Studi kasus mencoba menelisik
Provinsi Lampung memiliki dua kasus dari beberapa sumber (multi
kotamadya yaitu Bandar Lampung dan sources) untuk menjawab tujuan penelitian
Metro. Bandar Lampung misalnya, kota berdasarkan beberapa sudut pandang. Yin
yang tidak begitu luas ini namun syarat (2014:38) menekankan studi kasus pada
dengan atmosfir budaya yang harmoni. Hal pertanyaan penelitian berupa apa, kenapa,
ini terbukti ketika dibeberapa titik seperti bagaimana. Hal ini agar dapat menjawab
di bundaran jalan Kartini terdapat tugu secara mendalam terhadap proposisi dan
pengantin dengan mengenakan pakaian konstruk atas kasus yang diteliti. Unit
adat berupa siger. Tugu ini melambangkan analisis studi kasus dapat berupa kasus
budaya masyarakat Lampung beradat tunggal maupun lebih dari satu kasus.
Saibatin. Berbeda lokasi tepatnya di Unit analisis yang diambil pada penelitian
bundaran jalan perkantoran walikota Bandar ini adalah kasus tunggal tentang city branding
Lampung terdapat pula patung pengantin Lampung melalui slogan Sang Bumi Khua
masyarakat Lampung beradat Pepadun. Jukhai. Proposisi tersebut menekankan
Kedua tugu patung yang berdiri kokoh bahwa adanya keterkaitan antara keberadaan
merepresentasikan dua budaya Lampung slogan dengan upaya city branding. Proposisi
yang lestari secara berdampingan. Saibatin tersebut dapat diuraikan secara mendalam
dengan Pepadun bersama-sama menjadi melalui pertanyaan penelitian yang sifatnya
Lampung “Sai” atau Lampung satu. terbuka dan ditujukan kepada berbagai
Cuplikan yang diceritakan di atas me sumber terkait. Diharapkan melalui studi
rupakan sepenggal pengalaman informan kasus dapat menjawab tujuan penelitian
yang dideskripsikan kembali di dalam tulisan yakni tentang karakteristik city branding
ini. Pengalaman tersebut sebagai bukti bahwa yang diterapkan melalui slogan Lampung.
pesona budaya tanah siger sangat menarik Branding tentu tidak hanya mengacu pada
untuk diteliti. Ragam budaya yang ada master plan pemasaran dan historis akan
menjadi magnet tersendiri bagi wisatawan tetapi juga adanya faktor lain yang berbeda-
untuk mengenal Lampung lebih dekat lagi. beda dari setiap kota.
Data penelitian ini dikumpulkan
Metode Penelitian
melalui beberapa tahap sesuai dengan
Studi kasus digunakan pada penelitian
kebutuhan studi kasus (Yin, 2014:103).
ini. Metode sebagai aspek epistimologi yang
Pengumpulan data meliputi telaah
bertujuan untuk menjawab permasalahan
penelitian. Studi kasus menekankan dokumentasi berupa dokumen sejarah tertulis
pada bagaimana cara mendapatkan data yang dibukukan oleh perangkat adat atau
sehingga menemukan kebenaran terhadap Penyimbang adat Lampung. Wawancara
hasil penelitian. Creswell (2014:146) dengan melibatkan informan budayawan dan
menegaskan bahwa studi kasus sebagai masyarakat Lampung. Observasi berperan
161 Jurnal ASPIKOM, Volume 3 Nomor 2, Januari 2017, hlm 157-172
Kondisi ini pula yang mendorong Belanda rezim Soeharto, dapat diukur dari statistik
Ragam budaya hadir melengkapi dapat diartikan secara khusus yakni adat
pesona alam Lampung yang dikelilingi Saibatin serta Pepadun.
oleh pulau-pulau yang eksotis seperti Proses akulturasi dan asimilasi antara
Pulau Darot, Lagundi, Tegal, Poahawang, penduduk pribumi dengan nonpribumi di
Sebuku, Ketagian, Sebesi, Krakatau, Putus Lampung mendorong lahirnya identitas
dan Pulau Tabuan. Ragam suku di Lampung dalam masyarkat multikultural. Woodward
ada yang berakulturasi dan ada pula yang (dalam Cutin dan Gaither, 2005:101)
berasimilasi dengan budaya pribumi. membagi identitas selain etnis, kelompok
Bahkan kebanyakan dari mereka sudah sosial, nasional, dan identias karena jenis
menjadi bagian dari suku adat Lampung kelamin. Hal senada diungkapkan Samovar
terdiri dari Suku Saibatin dan Suku (2010:200) bahwa saat ini tidak dapat
Pepadun. Cikal bakal lahirnya dua suku dipungkiri bahwa masyarakat modern
ini juga dilatar belakangi oleh banyaknya menciptakan kelompok sosial yang lebih
jumlah penduduk yang berasal dari luar beragam. Hal ini mengakibatkan terjadinya
Lampung. Namun, mereka melebur menjadi komunikasi lintas budaya yang dilakukan
satu sebagai Lampung “Sai” atau Lampung dalam suatu lingkungan transnasional dan
Satu yang digambarkan pada slogan internasional. Fenomena tersebut membuat
Lampung Sang Bumi Khua Jukhai. Adi identitas budaya menjadi kabur di tengah-
Penyantun, salah seorang penggiat budaya tengah integrasi budaya.
Lampung tinggal di Lebak Budi Tanjung
Integrasi Budaya di dalam Masyarakat
Karang Bandar Lampung (wawancara 11
Multikultural
Mei 2016) mengatakan,
Ragam budaya juga mendorong
Mak ngedok pemisahan kham Lampung
je. Nyatu unyin apikah pribumi atau terjadinya proses integrasi budaya di
pendatang. Bahkan lamonne tian khadu
lebur di delom adat Saibatin atau Pepadun. Lampung. Pribumi dan nonpribumi berbaur
Kondisi hinji sai melatarbelakange historis sehingga sulit untuk diidentifikasi budaya
disanik slogan Lampung Sang Bumi Khua
Jukhai. Khetine Sai sunyi pakaine khua aslinya. Heryadi (2013:96) menjelaskan
asal yakdo pribumi khek nonpribumi. Tapi bahwa integrasi terjadi pada awalnya
slogan dapok dikhetiko moneh secara
khusus yakni adat Saibatin khek Pepadun. karena ada komunikasi antaretnis. Hal ini
Tidak ada perbedaan orang yang tinggal dikarenakan terjadi perpindahan tempat
di Lampung. Menyatu antara pribumi atau imigrasi dari etnis yang berbeda ke
maupun pendatang. Kebanyakan mereka wilayah yang memiliki etnis berbeda.
sudah melebur di dalam adat Saibatin atau Ketika pendatang berbeda etnis tersebut
Pepadun. Kondisi tersebut juga melatar bermaksud untuk menetap maka diperlukan
belakangi sejarah tentang pembuatan komunikasi sebagai strategi beradaptasi
slogan Lampung Sang Bumi Khua Jukhai. pada lingkungan baru.
Artinya satu tempat untuk dua asal yaitu Berdasarkan hasil observasi dan
pribumi dan nonpribumi. Tapi slogan juga wawancara di lapangan, terdapat fakta
163 Jurnal ASPIKOM, Volume 3 Nomor 2, Januari 2017, hlm 157-172
integrasi budaya sangat kental. Hal itu banyak ada perubahan. Jadi budaya kita
dapat dirasakan di wilayah perkotaan kadang-kadang tidak jelas. Contohnya
seperti Bandar Lampung dan Metro. ada orangtua orang Lampung tapi dengan
Sebagai contoh kaburnya budaya yaitu anaknya berbicara menggunakan bahasa
tercerabutnya bahasa daerah asli Lampung Indonesia. Ini akibat pergaulan lingkungan
dalam aktivitas komunikasi. Masyarakat terutama terjadi di perkotaan. Akan tetapi
perkotaan lebih memilih menggunakan masih banyak di daerah yang menggunakan
bahasa Indonesia dibandingkan bahasa bahasa asli Lampung.
daerah. Padahal bahasa sebagai unsur Integrasi budaya di Lampung tidak
budaya sangat penting di dalam selamanya berdampak negatif. Selain
mempertahankan identitas etnis. membuat kabur budaya, integrasi budaya
Integrasi budaya di Lampung juga juga membuahkan sesuatu yang positif.
dapat terjadi karena faktor pernikahan Berbaurnya antara pribumi dan nonpribumi
antarbudaya, sehingga memicu kelahiran atau antara suku adat Saibatin dengan
multietnis. Kondisi ini dianggap normal Pepadun berhasil melawan sisi gelap dari
ketika semua beranggapan bahwa nilai identitas budaya. Hal itu terjadi karen adanya
lokal tidak menjadi hal utama. Integrasi komunikasi dan penerimaan dari keduanya.
budaya dinilai merugikan budaya karena Martin dan Thomas (dalam Aryanti,
nilai-nilai yang diajarkan melalui budaya 2014:95) mengatakan faktor terbentuknya
lokal menjadi kabur bahkan hilang. Nilai identitas budaya karena adanya sikap
yang seyogyanya dilestarikan sebagai bukti penerimaan dan upaya internalisasi nilai-
kepada generasi penerus bahwa leluhurnya nilai yang ada dimasyarakat tanpa adanya
sangat menjaga kearifan lokal. Dalom rasa ragu. Hal ini pula yang melahirkan
Mangku Makhga, pimpinan wilayah Ke- akulturasi dalam kelompok masyarakat.
Sebatinan Bumi Khatu Gunung Alip Identitas budaya selama ini merupakan
Tanggamus Lampung Selatan (dalam salah satu pemicu terjadinya konflik di
wawancara 7 Mei 2016) menuturkan, mana-mana, tidak hanya di Lampung.
Kekukhangan dunia maju ganta ya haga Gesekan antaretnis terjadi karena di antara
mak haga budaya kham cutik lamonne wat mereka tidak dapat melawan sisi gelap
sibekhubah. Jadi budaya kham mak jelas
kadang-kadang. Contohne gaoh wat hulon identitas seperti stereotip, prasangka,
tuhane jekhma Lampung kidang jama anak- rasisme dan perilaku etnosentrisme.
anakne ngicik bahasa Indonesia. Yu hinji
akibat pergaulan dilingkungan silamonne Stereotip sebagai perilaku individu yang
khadu mak makai bahasa daerah lagi. mencoba untuk menggeneralisasi sesuatu
Faktor utamane ulih di Lampung lebih
lamon sipendatang dibandingko siasli. seolah secara mental sama dengan yang
Selamonne kidikota bahasane nutukko lainnya. Samovar (2010:203) menilai
bahasa Indonesia, kidang di daerah masih
lamon simakai bahasa daerah asli. stereotip sebagai bentuk tindakan yang
Kelemahan di dunia maju saat ini kompleks. Memang diakui setiap daerah
yaitu mau tidak mau budaya kita sedikit selalu ada saja pemicu terjadinya konflik,
Dasrun Hidayat, et al. Negosiasi Citra Budaya Masyarakat Multikultural. 164
bersih. Hal itu bertujuan untuk memahami yang disosialisasikan adalah slogan
kebutuhan publik. Temuan penelitian Lampung Sang Bumi Khua Jukhai.
Ledingham juga diperkuat pernyataan Sang Bumi Khua Jukhai dalam konteks
Batin Mangku Makha sebagai pimpinan suku mengandung nilai-nilai tentang adat
salah satu wilayah adat di Lampung. Ia istiadat yang menjadi pedoman atau tata
menuturkan pada wawancara tanggal 9 Mei kelakuan Ulun Lampung. Adat Saibatin
2017 bahwa: melakukan aktivitas komunikasi sesuai
“Sikam penyimbang adat, selaku dengan kaidah di dalam adat Saibatin.
pemimpin adat wat tanggung jawab ngeja Misalnya, pada konteks pernikahan
hubungan. Yu pelaksanaanne kham tiadako
perkumpulan nyin kham pandai kondisi antara Saibatin dengan Pepadun memiliki
anak buah kham”.
perbedaan. Hal itu dapat dijumpai pada
Maksud dari pernyataan Batin
atribut yang digunakan pada upacara
Mangku Makhga bahwa dirinya sebagai
pernikahan. Atribut tersebut meliputi
pimpinan adat bertanggung jawab untuk
pakaian pengantin perempuan yaitu siger.
menjaga hubungan dengan anak buahnya.
Saibatin bentuk siger memiliki 8 lekukan
Upaya yang dilakukan adalah menjalankan
yang melambangkan bahwa di dalam adat
komunikasi melalui pertemuan adat.
Saibatin terdapat 8 jenis gelar atau Adok.
Pertemuan itu dimaksudkan untuk
Sedangkan siger adat Pepadun memiliki 9
memahami keinginan anggota adat.
lekukan yang menjadi simbol 9 Kebuaian
Pertmuan adat dapat dianggap sebagai
atau asal-usul. Penggiat budaya Lampung
media langsung. Fungsinya untuk mengenal
tinggal di Lebak Budi Tanjung Karang
dan memahami anggota adat yang terdiri
Bandar Lampung, Adi Penyantun pada
dari berbagai etnis. Di dalam masyarakat
tanggal 11 Mei 2016 mengatakan,
Lampung terdapat dua suku adat yaitu
“Saibatin segokhne wat 8 lekukan, khetine
Sebatin dan Pepadun. Keduanya terdapat di Saibatin wat 8 tingkatan adok terdiri
anggota masyarakat yang beragam etnis. dari Suttan, Pangikhan, Dalom, Batin,
Raja, Khadin, Minak, dan Kimas.”
Terlibatnya etnis nonpribumi di dalam
Siger Saibatin memiliki 8 lekukan
kelompok adat sebagai bukti terjadinya
terdiri dari Suttan, Pangikhan, Dalom,
integrasi budaya di dalam masyarakat Batin, Raja, Khadin, Minak, dan Kimas.
multikultural. Perbedaan lainnya terdapat pada
Sang Bumi Khua Jukhai Message dominasi warna. Atribut pernikahan
Platform Lampung masyarakat adat Saibatin didominasi warna
merah. Sedangakan Pepadun didominasi
Pengelolaan media internal dan
warna putih dan kuning. Hal ini dipertegas
eksternal salah satunya melalui strategi oleh Budayawan Lampung Nasrun Rakai
message platform. Mereka sangat yang dikutip dari salah satu tayangan Metro
menyadari bahwa konten yang diterbitkan TV pada program Indonesia Kaya episode
di media sangat efektif mengubah cara Pesona Budaya Tanah Siger pada tanggal
pandang setiap orang. Salah satu konten 21 Juli 2016.
Dasrun Hidayat, et al. Negosiasi Citra Budaya Masyarakat Multikultural. 166
Reputasi Pesona Budaya Tanah Siger menjadi pejabat publik dan posisi lainnya.
Sang Bumi Khua Jukhai mereprentasikan Jenis pekerjaan tersebar secara merata
pesona budaya di Lampung. Pesona tanpa pandang bulu, mulai dari bertani,
yang dilandasi oleh unsur-unsur budaya. wiraswasta, pejabat publik, menjadi
Koenjtraningrat (dalam Anwar, 2013:187) pegawai swasta hingga pegawai negeri.
mengatakan unsur budaya terdiri dari Tidak ada tindakan diskriminasi terhadap
bahasa, sistem penngetahun, organisasi nonpribumi karena semua berpikiran
sosial, sistem peralatan hidup dan sama yaitu memajukan Lampung sebagai
teknologi, sistem mata pencaharian, religi Lampung “Sai” atau Lampung Satu.
dan kesenian. Selama perjalanannya Unsur-unsur budaya yang terjadi di
unsur budaya di Lampung dikemas dalam Lampung senantiasa dinegosiasikan agar
pesona budaya yang harmoni. Misalnya, mendapatkan dukungan dan kepercayaan
dari aspek bahasa satu dengan lainnya publik. Dukungan tersebut penting sebagai
saling mendukung dan saling mengisi. upaya membangun citra Lampung. Ardianto
Sedangkan unsur kesenian di Lampung (2013:62) mengatakan citra atau image
juga berkembang dinamis. Hampir di setiap adalah perasaan, gambaran diri publik
peringatan hari besar di Lampung, seni terhadap perusahaa, organisasi atau lembaga;
kesan yang dengan sengaja diciptakan dari
dari berbagai daerah selalu diperagakan.
suatu objek, orang atau organisasi. Image is
Demikian pula pada peristiwa pernikahan
impression, the feeling, the conception which
lintas budaya. Satu sama lainnya saling
the public has of company; a consciously
memahami dan memberikan keleluasaan.
created impression for an object, person or
Sistem religi di Lampung juga ikut
organization. Citra merupakan potret mental
berkembang. Dilegalkannya penduduk
yang digambarkan oleh setiap orang.
nonpribumi untuk membuat kampung yang Citra bagian dari aspek pembentukan
mayoritas beragama sama seperti Kampung reputasi. Fombrun (1996:71) meng ung
Bali sebagai bukti toleransi beragama. kapkan:
Selain itu, sistem organisasi sosial juga “factors that helps companies build strong
berkembang di Lampung. Misalnya and favorable reutations with their principal
constituencies: credibility, realibility,
organisasi forum adat, masing-masing trustworthiness, and responsibility; the
speak legions about the difference between
mendapatkan keleluasaan untuk mengelola simply managing a company’s tangible
dan hadir berdampingan. Bahkan tidak assets and safeguarding the long term
well being of its reputational capital, its
jarang dalam forum adat tesebut terdiri intangible wealth.”
dari berbagai suku yang melebur dalam Reputasi senantiasa dipertahankan.
satu forum. Demikian pula sistem mata Reputasi meliputi tingkat keandalan,
pencaharian. Di Lampung tidak hanya kepercayaan, dan tingkat tanggung jawab
masyarakat pribumi yang diperbolehkan dalam menjaga reputasi. Tingkat keandalan
untuk menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS), merupakan langkah awal yang dapat
Dasrun Hidayat, et al. Negosiasi Citra Budaya Masyarakat Multikultural. 168
masyarakat Lampung adalah seni lisan menjadi bagian dari Lampung diajak untuk
yang mengandung pesona budaya. Melalui menjadikan Lampung “Sai” atau Lampung
seni warahan nilai-nilai budaya Lampung satu. City branding melalui negosiasi citra
dapat dipahami oleh para generasi hingga budaya meliputi analisis situasi slogan,
saat ini. membuat slogan, memperkenalkan slogan,
mengimplementasikan dan menjaga
Simpulan
nilai yang ada pada message platform
Slogan Lampung Sang Bumi Khua
slogan hingga melakukan evaluasi atau
Jukhai merepresentasikan wujud budaya
monitoring.
yang dimiliki warga pribumi dan
Ragam etnis di Lampung melahirkan
nonpribumi atau kelompok adat Saibatin
ragam budaya sehingga mendorong
dan Pepadun. Wujud budaya terdiri dari
terjadinya integrasi budaya. Namun, hal
ide dan tata kelakuan yang disebut falsafah
itu tidak mengakibatkan budaya menjadi
hidup Ulun Lampung. Falsafah hidup
hilang. Justru integrasi budaya seperti
terdiri dari nilai kearifan lokal sebagai
melalui pernikahan beda budaya dapat
pedoman hidup. Nilai tersebut meliputi
menciptakan kekuatan terhadap nilai-
nilai ramah dan terbuka, gemar tolong
nilai lokal. Masyarakat Lampung mampu
menolong, mudah beradaptasi atau bergaul,
menyiasati sisi gelap dari integrasi budaya
amanah terhadap gelar yang disandang
seperti stereotip, etnosentrisme, prasangka
serta menjaga martabat dan harga diri.
dan rasisme. Namun, tidak dipungkiri pula
Wujud budaya selanjutnya terdapat pada bahwa ragam budaya juga melahirkan sisi
setiap artifak berupa atribut budaya dan gelap dari integrasi budaya di lokasi tertentu.
kekayaan alam. Setiap wujud budaya
Daftar Pustaka
tersebut dipertahankan dan diperkenalkan
sebagai usaha menjaga reputasi. Reputasi Anwar, Yesmil. (2013). Sosiologi Untuk
dibangun atas nilai-nilai lokal dan citra Universitas. Bandung: Refika Aditama.
positif tentang Lampung. Reputasi pesona Ardianto, Elvinaro. (2012). Analisis
budaya tanah siger meliputi empat aspek Wacana Kritis Pemberitaan Harian
yaitu nilai keandalan, kepercayaan, Pikiran Rakyat dan Harian Kompas
tanggung jawab dan kontrol. Sebagai Public Relations Politik dalam
Nilai-nilai budaya yang terdapat Membentuk Branding Reputation
pada slogan Sang Bumi Khua Jukhai Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
merupakan visi pemerintah provinsi Jurnal Ilmu Komunikasi Sunan Ampel
Lampung yang senantiasa dinegosiasiakan Surabaya. ISSN. 2088-981X. Volume
melalui kegiatan city branding. Brand 2. Nomor 1. Hlm. 15-52.
yang diperkenalkan bahwa Lampung
Ardianto, Elvinaro. (2011). Handbook of
tidak hanya untuk warga pribumi akan
Public Relations. Bandung: Simbiosa
tetapi untuk siapa pun yang merasa
Rekatama Media.
171 Jurnal ASPIKOM, Volume 3 Nomor 2, Januari 2017, hlm 157-172