Anda di halaman 1dari 9

LITERASI

Volume 4 No. 2, Desember 2014 Halaman 167 - 175

Kebhinnekaan Budaya sebagai Modal Merespons


Globalisasi
CULTURAL DIVERSITY AS A CAPITAL TO RESPOND GLOBALIZATION

Heddy Shri Ahimsa-Putra


Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada
Pos-el: ahimsa_putra@yahoo.com

Abstrak
Terdapat dua hal penting dalam budaya Indonesia dan relasinya satu sama lain, yaitu
keragaman budaya Indonesia dan arti keragaman budaya tersebut bagi perkembangan
kebudayaan Indonesia. Di Indonesia keragaman budaya merupakan realita dan fakta,
tetapi sekaligus juga sebuah ideologi berbangsa dan bernegara. Oleh karena itu, keragaman
merupakan salah satu ciri utama masyarakat Indonesia, baik pada sisi luarnya (jasmani),
maupun sisi dalamnya (rohani). Hal itu berdampak besar pada cara orang Indonesia menyikapi
keragaman dan perbedaan dalam kehidupan sehari-hari. Di satu sisi, keragaman tersebut
kemudian mewujud menjadi nilai-nilai yang menjadi pedoman bagi orang Indonesia untuk
menyikapi berbagai keragaman dan perbedaan, serta berbagai pola perilaku yang terbuka
terhadapnya. Di sisi lain, mewujud dalam berbagai kreasi budaya yang sangat beragam
dan bercorak hibrida. Dalam situasi seperti itu, keaslian dan asal-usul unsur-unsur budaya
asing yang sampai ke Indonesia tidak dianggap sangat penting. Yang lebih penting adalah
peran atau sumbangan apa yang dapat diberikan oleh berbagai unsur budaya asing itu untuk
pengembangan budaya lokal dan nasional Indonesia, serta untuk masyarakat Indonesia di
manapun mereka berada.

Kata kunci: budaya, keragaman, hibrida, ideologi

Abstract
There are two important things in Indonesian culture and their relationships to one
another, namely the diversity of Indonesian culture and the meaning of cultural diversity for
the development of Indonesian culture. In Indonesia cultural diversity is a reality and facts, but
also the ideology of nation and state. Therefore, diversity is one of the main characteristics of
Indonesian society, both on the outer (physical), and the inner (spiritual). This has a profound
impact on the way in which the Indonesians address diversity and difference in everyday life.
On the one hand, diversity then takes a form of values that guide the people of Indonesia to
address the wide range of diversity and differences, as well as a variety of behavior patterns
that are open to it. On the other hand, it manifests itself in a variety of creative culture that
is very diverse and hybrid in pattern. In such situations, the authenticity and origins of the
elements of foreign culture that come to Indonesia are not considered to be very important.
Even more important is the role or the contribution of the various elements of foreign cultures
to the development of local and national cultures of Indonesia, as well as for the Indonesian
people wherever they are.


Keywords: culture, diversity, hybrid, ideology

167
Vol. 4, No. 2, Desember 2014

A. Pendahuluan gakan kemajemukan, keberagaman tersebut


Kebhinnekaan adalah salah satu ciri utama dan tidak merasa terancam olehnya, karena
masyarakat Indonesia, yang sudah ada jauh kita juga merasa “Tunggal Ika” (Tetap Satu
sebelum adanya keindonesiaan itu sendiri. Jua). Mungkin pula kitalah satu-satunya
Ketika kawasan yang kini bernama Indo- bangsa yang secara eksplisit (tegas dan jelas)
nesia masih disebut Nusantara, masyarakat menyatakan pandangan dan kesadaran
Nusantara sudah menyadari akan kebhinne­ tersebut sebagai semboyan bangsa kita, dalam
kaan, keanekaragaman dalam diri mereka lambang negara kita.
tersebut. Ekspresi paling nyata kebhinnekaan Semboyan “Bhinneka Tunggal Ika” ini
itu adalah bahasa-bahasa daerah. Penelitian paling tidak menyiratkan dua hal, yaitu (a)
yang dilakukan oleh Badan Bahasa saat ini kebanggaan dan (b) niat (tekad). Kebanggaan
telah berhasil mengidentifikasi sekitar 746 akan keanekaragaman masyarakat dan budaya
bahasa di seluruh Indonesia). Sebuah jumlah di Indonesia, dan tekad untuk tetap bersatu dan
yang sangat banyak, jika dibandingkan menjaga keanekaragaman tersebut, meskipun
dengan luas wilayah Indonesia. Banyaknya ada begitu banyak variasi dan perbedaan
bahasa etnis atau bahasa daerah ini menuntut dalam ke-Indonesia-an tersebut. Kebanggaan
adanya sebuah bahasa yang dapat dipakai tersebut tidak hanya pada sesuatu yang
bersama untuk melakukan komunikasi satu bersifat pasif, tetapi juga yang aktif. Di situ
dengan yang lain. Muncullah kemudian ada kebanggaan kita pada kemampuan kita
bahasa Melayu Pasar –bahasa Melayu yang menjaga dan mengelola keanekaragaman yang
digunakan dalam dunia perdagangan antar ada, dan kemampuan kita untuk memper­
sukubangsa–, yang kemudian diterima sebagai tahankan tekad untuk tetap bersatu dalam
bahasa bersama, lingua franca. Bahasa Melayu Satu Indonesia.
Pasar agak berbeda dengan bahasa Melayu Kebanggaan dan tekad ini tentu menun­
yang digunakan oleh kalangan atas warga jukkan bahwa –sadar atau tidak sadar–, kita
sukubangsa Melayu. telah menganggap kebhinnekaan, keragaman
Diterimanya bahasa Melayu Pasar sebagai budaya tersebut sebagai modal kita yang sangat
bahasa pergaulan tidak berarti kebhinnekaan berharga, yang harus dijaga, dirawat dan
kemudian memudar. Kebhinekaan tetap dipertahankan, karena bukan tidak mungkin
ber­tahan dan bahkan kemudian dijadikan kebhinnekaan tersebut kemudian semakin
salah satu semboyan politis yang mengikat, memudar atau tekad untuk tetap bersatu juga
ketika masyarakat di kawasan Nusantara ini melemah. Perubahan ke arah ini bukan tidak
kemudian sepakat untuk menyatu men­jadi mungkin terjadi, karena berbagai peristiwa di
sebuah bangsa, bangsa Indonesia. Kebhinneka­ sekeliling kita sudah menunjukkan hal tersebut.
an masyarakat yang ada mulanya meru­pakan Ada gejala yang dapat kita sebut sebagai
sebuah realitas sosial-budaya kemudian proses homogenisasi, atau “penyeragaman”,
tumbuh dan berkembang menjadi bagian yang berjalan secara pelan dan tidak begitu
dari kesadaran kolektif bangsa Indonesia, dan disadari, namun kadang-kadang berlangsung
diekspresikan dalam semboyan “Bhinneka dengan cepat dan sangat disadari.
Tunggal Ika” (Beragam namun tetap satu) Dengan kata lain, “Bhinneka Tunggal Ika”
(Ahimsa-Putra, 2014). sebagai semboyan berbangsa dan bernegara
Kebhinnekaan, kemajemukan tersebut kini tengah menghadapi tantangan dan
merupakan kebhinnekaan bahasa dan buda- ancaman yang lebih kuat daripada di masa-
ya, yang kemudian kita banggakan sebagai masa sebelumnya. Oleh karena itu, menjadi
milik kita, jatidiri kita, yang sangat berharga. sangat penting bagi kita untuk memahami
Mungkin Indonesialah satu-satunya bangsa seperti apa budaya kita yang sebenarnya,
yang dengan sadar mengakui dan membang­ bagaimana keberagamannya, dan bagaimana

168
Kebhinnekaan Budaya sebagai Modal Merespons Globalisasi
Heddy Shri Ahimsa-Putra

kita dapat memanfaatkannya sebagai kapital adalah sesuatu yang bermakna, karena kata
budaya (cultural capital) atau modal budaya ‘bermakna’ mempunyai arti bahwa makna
untuk merespon arus globalisasi yang akan tersebut terdapat atau melekat pada sesuatu
semakin kuat dan deras ke dalam masyarakat tersebut, padahal tidak. Makna tidak terdapat
dan budaya kita. pada atau dalam sesuatu yang disebut simbol.
Makna ini terdapat dalam pikiran manusia.
B. Budaya Indonesia sebagai Perangkat Makna berasal dari manusia. Makna ini
Simbol: Wujud dan Unsur kemudian diberikan, ‘ditempelkan’, oleh
Apa yang dimaksud dengan budaya? manusia pada sesuatu, yang kemudian
Sudah sangat banyak pembicaraan mengenai membuat sesuatu tersebut menjadi ‘simbol’
budaya dan kebudayaan, bahkan di kalangan (Ahimsa-Putra, 2013d).
ahli antropologi Barat definisi kebudayaan Berdasarkan atas pandangan tersebut,
yang dihasilkan telah mencapai 150 definisi kebudayaan dapat didefinisikan sebagai
lebih pada tahun 1950-an (Koentjaraningrat, keseluruhan tanda dan simbol yang diperoleh
1982). Jumlah ini tentu telah meningkat manusia dalam kehidupannya sebagai warga
semenjak itu, karena para ahli antropologi suatu masyarakat atau komunitas, dan digunakan
tidak berhenti mengemukakan pandangan untuk beradaptasi dengan lingkungan atau
masing-masing mengenai kebudayaan. mempertahankan keberadaannya sebagai mahluk
hidup. Perlu ditekankan di sini, bahwa jika
1. Definisi Kebudayaan
kita berbicara tentang tanda dan simbol, kita
Pandangan mengenai kebudayaan berbicara mengenai tanda atau simbol dan
menurut hemat saya harus dilandasi oleh maknanya, karena pengertian tanda dan
pandangan filosofis mengenai hakikat simbol mencakup dua aspek tersebut. Simbol
manusia, karena hakikat inilah yang mem­ atau tanda ini dapat berupa (1) hal-hal yang
buat kebudayaan hanya dimiliki oleh abstrak seperti ide, pengetahuan, nilai-nilai,
manusia, dan tidak oleh binatang. Untuk itu norma, dan aturan, yang tidak dapat dilihat,
pandangan filosofis tentang hakikat manusia karena tersimpan sebagai pengetahuan
yang menurut saya cocok untuk pembicaraan yang ada dalam pikiran manusia dapat pula
kali ini adalah pandangan dari Ernst Cassirer berupa (2) hal-hal yang agak abstrak, atau tidak
(1945), yang mengatakan bahwa manusia sepenuhnya abstrak, seperti misalnya perilaku
adalah animal symbolicum. Manusia berbeda dan tindakan manusia; atau berupa (3) hal-
dengan binatang yang manapun karena hal yang sangat konkret dan empiris seperti
kemampuannya untuk melakukan simbolisasi. misalnya meja, kursi, buku, gelas, cangkir,
Oleh karena itu, manusia disebutnya sebagai dan seterusnya, yang semuanya merupakan
animal symbolicum. hasil perilaku dan tindakan manusia (Ahimsa-
Apa yang dimaksud dengan simbol atau Putra, 2013d).
lambang? Istilah simbol telah didefinisikan Pemaknaan tanda dan simbol bisa ber­
dengan berbagai macam cara dan dari ber­ beda antara individu satu dengan yang lain.
bagai sudut pandang. Namun demikian, Hal yang sama juga terjadi pada tingkat
sebagaimana dikatakan oleh para ahli keluarga, kelompok, komunitas, masyarakat
antropologi (White, 1949) secara sederhana dan seterusnya. Inilah sebenarnya yang
kita dapat mengatakan bahwa simbol adalah dimaksud dengan keanekaragaman budaya.
segala sesuatu yang dimaknai. Simbol juga dapat Keanekaragaman ini bukan hanya pada tanda
didefinisikan sebagai sesuatu yang -pada tataran dan simbolnya saja, tetapi juga pada makna
pemikiran- mengacu, mengingatkan, menunjuk dan proses memberikannya (Lounsbury,
pada sesuatu yang lain lagi. Oleh karena itu, 1966). Keanekaragaman terjadi paling tidak
kurang tepat jika dikatakan bahwa simbol oleh dua hal, yakni: proses sosialisasi dan

169
Vol. 4, No. 2, Desember 2014

pengalaman pribadi. Proses sosialisasi di suatu kesatuan. Hubungan antarunsur ini ada
sini adalah proses pembelajaran nilai-nilai, yang sangat erat, ada yang relatif longgar.
pandangan hidup dari kelompok, komunitas Kebudayaan sebagai suatu gugusan unsur inilah
atau masyarakat tempat seseorang dibesarkan, yang perlu diingat dalam wacana kebudayaan.
sedang pengalaman pribadi adalah hal-hal Sebagian ahli antropologi berpendapat bahwa
yang dialami seseorang sebagai individu. unsur kebudayaan universal ada tujuh (lihat
Pengalaman ini selalu bersifat pribadi. Tidak Koentjaraningrat, 1982). Namun, analisis saya
pernah sama antara individu yang satu dengan atas gejala empiris kebudayaan sampai pada
yang lain. Dari pengalaman inilah terbentuk kesimpulan bahwa unsur kebudayaan yang
kemudian kerangka pemikiran, kerangka bersifat universal ini ada sepuluh, dengan
untuk melakukan pemaknaan, kerangka fungsi yang berbeda-beda, walaupun kadang-
untuk memahami, yang berbeda antara satu kadang juga bisa sama. Unsur-unsur tersebut
orang dengan orang yang lain (Ahimsa-Putra, adalah: (1) Perangkat Keagamaan: berfungsi
2013d). mengatasi masalah ketidakberdayaan yang
dirasakan oleh manusia; (2) Perangkat
2. Kebudayaan: Aspek dan Unsur Klasifikasi: berfungsi untuk mengatasi masalah
Para ahli antropologi berpendapat bahwa penghitungan; (3) Perangkat Komunikasi:
kebudayaan tersebut memiliki aspek atau berfungsi untuk mengatasi masalah hubungan
dimensi, dan terdiri atas unsur-unsur. Berbeda antarindividu; (4) Perangkat Permainan: ber­
dengan Koentjaraningrat dan ahli antropologi fungsi untuk mengatasi masalah kebosanan;
lainnya, saya berpendapat bahwa kebudayaan (5) Perangkat Pelestarian: berfungsi untuk
memiliki empat aspek atau wujud, bukan mengatasi masalah kehilangan/kepunahan;
tiga. Berturut-turut –dari yang konkret ke (6) Perangkat Reproduksi: berfungsi untuk
yang abstrak– empat aspek tersebut adalah: mengatasi masalah reproduksi sosial; (7)
(a) aspek fisik atau budaya material; (b) Perangkat Kesehatan: berfungsi untuk
aspek perilaku atau budaya perilaku; (c) meng­atasi masalah sakit; (8) Perangkat
aspek kebahasaan atau bahasa, dan (d) aspek Ekonomi: berfungsi untuk mengatasi masalah
gagasan atau budaya pengetahuan. Wu- kelangkaan atau kekurangan; (9) Perangkat
jud atau aspek material kebudayaan berupa Kesenian: berfungsi untuk mengatasi masalah
misalnya benda-benda, mulai dari yang kecil- ekspresi kejiwaan; dan (10) Perangkat Trans­
kecil seperti jarum, kancing baju, hingga, portasi: berfungsi untuk mengatasi masalah
bangunan yang besar-besar, seperti gedung pemindahan tempat (Ahimsa-Putra, 2013d).
dengan puluhan lantai, candi, atau bahkan Kebudayaan yang memiliki empat aspek
berupa kawasan. Aspek perilaku kebudayaan dan terdiri atas sepuluh unsur tersebut
berupa misalnya perilaku-perilaku, aktivitas dapat digambarkan dengan tabel seperti
bersama, berbagai interaksi sosial, relasi sosial, pada halaman berikut (lihat tabel 1). Dengan
lapisan dan golongan sosial. Aspek kebahasaan demikian masing-masing unsur kebudayaan
kebudayaan berupa bahasa, atau lebih konkret tersebut memiliki empat aspek. Unsur ke­
lagi berupa istilah-istilah, ungkapan-ungkapan, agamaan misalnya, memiliki aspek atau wujud
peribahasa, nyanyian rakyat, mitos, dan material berupa bangunan dan peralatan
legenda. Aspek gagasan berupa pengetahuan, peribadatan. Dalam agama Islam, bangunan
gagasan-gagasan kolektif, seperti pandangan ini berupa masjid, musholla atau langgar,
hidup, nilai-nilai, norma-norma, dan aturan- sedang peralatan peribadatan berupa kitab
aturan (Ahimsa-Putra, 2013d). Al-Qur’an, sajadah, mimbar, tasbih, kopiah.
Selain memiliki empat aspek, suatu kebu­ Dalam agama Katolik, bangunan ini berupa
dayaan juga terdiri atas berbagai unsur yang gereja atau kapel, sedang peralatannya banyak
berhubungan satu sama lain membentuk sekali ada jubah khusus yang dipakai oleh

170
Kebhinnekaan Budaya sebagai Modal Merespons Globalisasi
Heddy Shri Ahimsa-Putra

pastur pemimpin ibadah misa, pelayan misa dalam Al Qur’an. Dalam agama Katolik, wujud
(misdienaar), ada piala untuk anggur, roti, salib, ini juga berupa do’a-do’a, nyanyian-nyayian,
dan rosario (Ahimsa-Putra, 2013d). dan khotbah pastur. Seperti halnya perilaku,
Wujud perilaku dalam agama Islam do’a-do’a ini sebagian juga memiliki nama,
misalnya ibadah sholat harian di masjid atau nyanyian-nyanyian memilki judul, sehingga
d rumah, ibadah sholat jum’at, ibadah sholat umat mudah mengetahui do’a mana yang
tarawih di bulan puasa, mengucapkan do’a harus diucapkan atau nyanyian mana yang
sebelum dan sesudah makan, ibadah sahur, harus dilantunkan (Ahimsa-Putra, 2013d).
berbuka, mengeluarkan zakat, memberikan Aspek gagasan dalam unsur keagamaan
sedekah, dan naik haji. Pada agama Katolik adalah berbagai ajaran, pandangan, penge­
aspek perilaku ini berupa ritual pembaptisan, tahuan, nilai-nilai, norma dan aturan. Dalam
ritual misa, ritual sembahyangan di rumah, agama Islam misalnya ada ajaran tentang
ritual berdoa sebelum makan. Wujud perilaku rukun Islam dan rukun iman; ada pandangan
ini umumnya mempunyai pola-pola tertentu tentang tauhid, tentang kemusyrikan dan
yang membuat perilaku tersebut dapat kekafiran; ada pengetahuan tentang malaikat,
ditengarai dengan cukup mudah. Adanya jin, dan juga pengetahuan tentang Tuhan;
pola-pola ini pula yang membuat perilaku- ada aturan untuk menjalankan sholat, puasa,
perilaku tersebut kemudian dapat diberi nama mengeluarkan zakat, dan naik haji; juga ada
(Ahimsa-Putra, 2013d). nilai-nilai tentang hal-hal yang dianggap
Wujud atau aspek ketiga atau kebahasaan sangat baik, baik, buruk, dan sangat buruk.
dari unsur keagamaan adalah berbagai Begitu juga halnya dalam agama-agama yang
ucapan yang ada dalam ritual keagamaan. lain.
Dalam agama Islam wujud bahasa ini antara Selanjutnya masing-masing wujud ter­
lain berupa do’a-do’a sesudah sholat harian, sebut dapat dipandang sebagai kumpulan atau
do’a-do’a sebelum makan, sesudah makan, gugusan dari sub-sub-unsur yang lebih kecil.
sebelum tidur, ketika bangun tidur, kalimat Sebagai contoh, wujud material ke­agamaan di
syahadat, do’a dalam sholat dan surat-surat atas merupakan kumpulan dari unsur-unsur

Tabel 1. Aspek dan Unsur Kebudayaan

Unsur (Perangkat) Aspek gagasan Aspek bahasa Aspek perilaku Aspek material
1. Keagamaan kepercayaan ttg istilah-istilah rituil-rituil, upacara- peralatan ibadah, rumah ibadah
dunia ghaib keagamaan upacara
2. Klasifikasi ilmu hitung, istilah-istilah kegiatan sempoa, komputer kalkulator
matematik penghitungan penghitungan
3. Komunikasi tatabahasa, semantik kosa kata berbicara, berbincang telepon, televisi, radio, internet
4. Permainan filsafat permainan, istilah, wacana olah-raga, permainan alat olah-raga, alat permainan
nilai, aturan permainan
5. Pelestarian pengetahuan, nilai, istilah, wacana mengajar, kegiatan buku, pensil, sekolah, musium
norma, aturan pelestarian pelestarian, belajar
6. Reproduksi Sosial nilai, norma, hak istilah, wacana kekerabatan, balai desa, rumah, pemukiman
dan kewajiban organisasi perkumpulan
7. Kesehatan pengetahuan sehat, istilah, wacana pengobatan, obat, peralatan kedokteran
sakit, obat kesehatan penyembuhan
8. Ekonomi pengetahuan flora, istilah, wacana ttg flora, berburu, meramu, peralatan berburu, bertani, beternak
fauna, tanah, air fauna, alam bertani, beternak
9. Ekspresi pengetahuan ttg istilah, wacana ttg menari, menyanyi, peralatan tari, lukis ukir, musik
indah, bagus keindahan melukis, mengukir
10. Transportasi pengetahuan ttg alat istilah, wacana, kegiatan transportasi sepeda, kereta api, mobil, pesawat
transportasi transportasi

Sumber: Ahimsa-Putra, 2013d.


171
Vol. 4, No. 2, Desember 2014

material yang lebih kecil. Unsur material tertentu dengan lingkungan alamnya, seperti
berupa bangunan misalnya, yaitu masjid, misalnya budaya bercocok-tanam; budaya
terdiri atas unsur-unsur yang lebih kecil seperti mencari ikan, budaya berladang-berpindah,
mihrab (tempat imam), jendela, pintu, tempat dan budaya perkotaan. Budaya agama adalah
wudhu, kamar kecil dan kamar mandi. Wujud perangkat tanda dan simbol yang berasal dari
perilaku sholat merupakan kumpulan dari tradisi agama-agama besar di dunia, seperti
unsur-unsur peri­laku seperti berdiri, ruku’, misalnya agama Hindu, Budha, Islam, Katolik
sujud, dan duduk. Wujud kebahasaan surat- dan Kristen-Protestan. Budaya nasional adalah
surat dalam Al Qur’an merupakan kumpulan perangkat tanda dan simbol yang dihasilkan
dari surat-surat yang dibagi ke dalam juz. oleh orang-orang Indonesia setelah lahirnya
Setiap surat merupakan kumpulan dari ayat- Sumpah Pemuda dan berlaku atau diakui
ayat. Setiap ayat merupakan kumpulan dari secara nasional, seperti misalnya musik pop
kata-kata, dan seterusnya. Wujud gagasan Indonesia, seni rupa Indonesia, perundang-
tentang tauhid merupakan kumpulan dari undangan Indonesia, dan perangkat teknologi
gagasan tentang keesaan Tuhan, sifat-sifat buatan Indonesia. Budaya asing atau global
Tuhan, nama-nama Tuhan, cara mengesakan adalah perangkat tanda dan simbol yang
Tuhan. (Ahimsa-Putra, 2013d). berasal dari budaya-budaya lain yang sudah
Masing-masing unsur, sub-unsur, sub-sub- menyebar ke berbagai tempat di dunia,
unsur, dan unsur-unsur yang lebih kecil lagi seperti misalnya jenis makanan dan minuman
di atas, semuanya dapat diperlakukan sebagai tertentu, pandangan hidup tertentu, dan
tanda dan simbol. Mereka menjadi tanda teknologi tertentu.
ketika mereka berfungsi sebagai alat pembeda Bagi Indonesia, keragaman ini bukan
dengan yang lain, dan mereka menjadi simbol hanya dapat dan perlu dibanggakan, tetapi juga
ketika mereka diberi makna, atau dianggap perlu dilestarikan dan dimanfaatkan untuk
merepresentasikan, mewakili sesuatu yang menciptakan budaya-budaya baru. Dengan
lain lagi. Oleh karena itu, masing-masing demikian kekayaan budaya tersebut juga
unsur kebudayaan dan wujudnya tersebut merupakan sebuah kapital budaya atau modal
juga merupakan gugusan tanda dan simbol budaya akan dapat dirasakan betul manfaat­
(Ahimsa-Putra, 2013d). nya oleh para pendukung budaya-budaya
tersebut. Unsur-unsur budaya baru apa yang
C. Kebhinnekaan Budaya sebagai Modal kiranya dapat diciptakan dari kapital-kapital
Budaya budaya yang telah kita miliki?
Kebudayaan sebagai perangkat tanda dan
1. Kapital Pengetahuan Adaptif
simbol sangat beragam di Indonesia, namun
(Kearifan Lingkungan) Baru
kebudayaan tersebut dapat dikelompokkan ke
dalam lima kategori besar, yaitu: (a) budaya Proses adaptasi terhadap lingkungan alam
etnis atau sukubangsa; (b) budaya lingkungan; selama puluhan, bahkan ratusan tahun, telah
(c) budaya agama; (d) budaya nasional; (e) melahirkan berbagai macam pola adaptasi
budaya asing atau budaya global. Budaya yang beragam, yang masing-masing mem­
etnis adalah perangkat tanda dan simbol perlihatkan kelebihan masing-masing pola
yang merupakan hasil cipta, rasa, dan karsa adaptasi dalam setting lingkungan tertentu.
suatu sukubangsa, seperti misalnya musik Pola adaptasi berupa bercocok-tanam padi di
Jawa, musik Bali, musik Sunda; pakaian adat sawah merupakan pola yang sangat sesuai
Batak, Minang, Aceh; makanan tradisional untuk daerah-daerah yang relatif datar dan
Sasak, Bugis. Budaya lingkungan adalah memiliki banyak sumber air atau dekat
perangkat tanda dan simbol yang lahir dari dengan aliran-aliran sungai. Pola semacam
proses adaptasi masyarakat atau komunitas ini tidak cocok untuk diterapkan di daerah

172
Kebhinnekaan Budaya sebagai Modal Merespons Globalisasi
Heddy Shri Ahimsa-Putra

tepi pantai, yang tanahnya biasanya berpasir menciptakan musik Indonesia baru yang
dan tidak dapat ditanami padi. Untuk daerah memanfaatkan unsur-unsur musik dan per­
tepi pantai sebagian warga masyarakat telah alatan musik tradisional yang ada di Indonesia.
memanfaatkannya untuk budidaya ikan dan Para pelukis Indonesia di masa kini juga telah
udang. Pola adaptasi inilah yang lebih sesuai menghasilkan lukisan-lukisan Indonesia
untuk kawasan pantai yang tanahnya tidak modern yang diilhami oleh kekayaan budaya
dapat digunakan untuk bercocok-tanam.Di Indonesia. Festival fasyen di Indonesia, yang
kawasan-kawasan tertentu pola bercocok- mendapat inspirasi dari apa yang dilakukan
tanam ladang-berpindah telah menjadi pola di Jember, sangat jelas memperlihatkan
adaptasi warga masyarakat yang sudah ber­ unsur-unsur budaya Indonesia yang dipadu
langsung puluhan, bahkan ratusan tahun yang sedemikian sehingga menghasilkan corak
lalu. Pola semacam ini juga tidak dapat serta- pakaian yang unik dan indah.
merta digantikan oleh pola bercocok-tanam Kita dapat melihat fenomena seperti
bersawah, karena air tidak selalu ter­sedia itu sebagai ekspresi dari suatu kemampuan
sepanjang tahun di daerah tersebut. untuk mengambil inspirasi dari khazanah
Berbagai pola adaptasi terhadap ling­ budaya Indonesia (Nusantara), yang
kungan alam tersebut merupakan khazanah kemudian dikembangkan, ditampilkan atau
pengetahuan yang tidak habis-habisnya dipertunjukkan kepada khalayak ramai
untuk diteliti dan ditelaah secara serius untuk melalui sebuah arena sosial-budaya yaitu ber­
diketahui manfaat-manfaatnya, dan kemudian bagai festival budaya tradisional. Khazanah
dikembangkan serta dipetik manfaatnya untuk budaya Indonesia yang beranekaragam tentu
kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat merupakan sebuah mata air kreativitas baru
yang lebih luas. Tanpa pemahaman yang yang mengalir terus tak ada habisnya, dan
tepat dan mendalam mengenai berbagai selalu menginspirasi pikiran-pikiran anak
pola adaptasi tersebut, kita tidak akan dapat bangsa yang cerdas untuk menciptakan hal-
meman­faatkan keseluruhan pola-pola tersebut, hal baru yang semakin memperkaya khazanah
karena masyarakat tidak selalu memberikan budaya Indonesia itu sendiri.
pemaknaan yang sama atas suatu hal tertentu.
3. Nilai-nilai sebagai Pedoman
2. Kapital Penciptaan Hal Baru (Kearifan Budaya)
(Kapital Kreativitas Baru) Keanekaragaman budaya Indonesia juga
Keragaman budaya Indonesia yang begitu berisi keanekaragaman nilai-nilai budaya
tinggi jelas merupakan modal yang sangat yang selalu menjadi pedoman manusia untuk
dapat dimanfaatkan sebagai sumber gagasan bertindak atau berperilaku. Di situ ada nilai-
untuk menciptakan berbagai hasil karya baru; nilai mengenai hubungan manusia dengan
menciptakan tradisi-tradisi baru atau mem­ Sang Pencipta; ada nilai-nilai mengenai
bangun nilai-nilai baru. Banyak sekali karya hubungan manusia dengan sesama manusia;
seni Indonesia masa kini yang telah diciptakan ada nilai-nilai mengenai hubungan manusia
berdasarkan atas khasanah unsur-unsur dengan alam; ada nilai-nilai mengenai
budaya yang begitu banyak dan beragam di hubungan manusia dengan waktu; ada nilai-
Indonesia. Pada bidang kesenian kita telah nilai mengenai hubungan manusia dengan
melihat berbagai ragam batik yang berasal karya, dan masih banyak lagi yang lainnya.
dari berbagai daerah, yang masing-masing Nilai-nilai ini juga sangat bervariasi secara
memiliki kekhasan sendiri, karena berhasil etnis, sehingga nilai-nilai mengenai itu semua
memanfaatkan keunikan-keunikan lokal yang tidak sama antara etnis Sentani di Papua
tidak terdapat di daerah lain. Kita juga telah dengan etnis Dayak Iban di Kalimantan Utara;
melihat munculnya berbagai upaya untuk atau antara etnis Gayo di Aceh dengan etnis

173
Vol. 4, No. 2, Desember 2014

Melayu di Palembang; atau antara etnis Sasak budaya perilaku dalam berkesenian, dalam
di Lombok dengan etnis Bugis di Sulawesi beribadah, dalam masak-memasak, dan dalam
Selatan. Variasi nilai tersebut juga terjadi secara mengembangkan kesehatan.
agamawi, sehingga nilai-nilai tersebut berbeda Keterbukaan terhadap pengaruh budaya
antara agama Islam dengan agama Budha, asing di Indonesia membuat budaya asing tidak
atau antara nilai-nilai agama Kristen-Katolik selalu dipandang sebagai hal yang negatif,
dengan nilai-nilai dalam agama Hindu. tetapi juga hal yang positif, karena sebagian
Dari khazanah nila-nilai budaya tersebut unsur-unsur budaya asing tersebut juga mem­
kita dapat membangun atau menciptakan beri manfaat yang sangat besar. Selain itu,
perangkat nilai-nilai baru yang diperlukan keterbukaan itu juga diiringi dengan kecintaan
untuk memberikan pedoman kepada warga yang besar terhadap berbagai unsur budaya
masyarakat Indonesia dalam menyikapi per­ milik sendiri, sehingga unsur-unsur ini tidak
bedaan-perbedaan, agar tidak terjadi konflik- ditinggalkan atau dibuang ketika pengaruh
konflik yang merugikan; memberikan pedoman budaya luar berdatangan, tetapi menjadi
untuk membangun kehidupan bersama yang sumber untuk melakukan penggabungan
lebih harmonis; memberikan pedoman untuk antara berbagai unsur budaya sendiri dengan
menyikapi berbagai macam persaingan agar berbagai unsur budaya asing yang kemudian
tidak berkembang menjadi konflik-konflik melahirkan corak budaya yang hibrida.
yang berlarut-larut. Pendek kata, khazanah
nilai-nilai budaya dapat menjadi sumber D. Simpulan
penciptaan nilai-nilai baru, yang lebih sesuai Dalam makalah ini saya memaparkan
dengan zamannya. tentang dua hal penting dalam budaya Indonesia
dan relasinya satu sama lain, yaitu keragaman
4. Sikap Keterbukaan (Ketahanan Budaya)
budaya Indonesia dan arti keragaman budaya
Khazanah budaya Indonesia juga menyim­ tersebut bagi perkembangan kebudayaan
pan di dalamnya berbagai pandangan dan Indonesia. Di Indonesia keragaman budaya
sikap mengenai unsur-unsur budaya yang merupakan realita dan fakta, tetapi sekaligus
berasal dari luar, termasuk di dalamnya cara juga sebuah ideologi berbangsa dan bernegara.
menyikapi unsur-unsur tersebut; cara-cara Oleh karena itu, keragaman merupakan
menyeleksi unsur-unsur budaya asing itu; salah satu ciri utama masyarakat Indonesia,
cara-cara mengombinasi, menggabungkan baik pada sisi luarnya (jasmani), maupun
unsur-unsur budaya asing itu dengan berbagai sisi dalamnya (rohani). Hal ini berdampak
unsur budaya etnis, lokal atau nasional yang besar pada cara orang Indonesia menyikapi
sudah ada. Dengan kata lain, khazanah keragaman dan perbedaan dalam kehidupan
budaya tersebut juga berisi tentang nila-nilai sehari-hari.
mengenai budaya asing dan keterbukaan Di satu sisi, keragaman tersebut kemudian
bangsa Indonesia dalam menghadapi budaya- mewujud menjadi nilai-nilai yang menjadi
budaya asing itu. pedoman bagi orang Indonesia untuk me­
Khazanah budaya inilah yang telah nyikapi berbagai keragaman dan perbedaan,
menghasilkan berbagai pusaka atau warisan serta berbagai pola perilaku yang terbuka
budaya yang bersifat sinkretis atau yang terhadapnya. Di sisi lain, keragaman tersebut
bercorak hibrida, yang menjadi salah satu juga mewujud menjadi berbagai kreasi
ciiri utama budaya-budaya di Indonesia. budaya yang sangat beragam dan bercorak
Sifat sinkretis atau corak hibrida ini terwujud hibrida. Dalam situasi seperti itu, keaslian
dalam berbagai unsur budaya yang konkret dan asal-usul unsur-unsur budaya asing yang
seperti makanan, pakaian, arsitektur, musik, sampai ke Indonesia tidak dianggap sangat
dan lukisan sebagainya; juga pada berbagai penting. Yang lebih penting adalah peran

174
Kebhinnekaan Budaya sebagai Modal Merespons Globalisasi
Heddy Shri Ahimsa-Putra

atau sumbangan apa yang dapat diberikan Ahimsa-Putra, H.S. 2013b. ”Wacana Pembuka:
oleh berbagai unsur budaya asing itu untuk Sastra, Budaya dan Kehidupan Manusia”
pengembangan budaya lokal dan nasional dalam Sastra, Budaya dan Karakter Manusia,
Indonesia, serta untuk masyarakat Indonesia H.S. Ahimsa-Putra dan R.Untoro (eds.).
di manapun mereka berada. Manado: Balai Bahasa Manado. V 2013c.
”Wacana Pembuka: Sastra, Budaya
dan Karakter Manusia” dalam Sastra
Daftar Pustaka dan Pembangunan Karakter Manusia,
H.S.Ahimsa-Putra dan Suminto A. Sayuti
Ahimsa-Putra, H.S. 2007. Peran dan Fungsi Nilai (eds.). Manado: Balai Bahasa Manado.
Budaya dalam Kehidupan Manusia. Makalah
Ahimsa-Putra, H.S. 2013d. ”Budaya Bangsa, Jati
Dialog Budaya.
Diri dan Integrasi Nasional: Sebuah Teori”.
Ahimsa-Putra, H.S. 2009. ”Bahasa, Sastra dan Jejak Nusantara. Edisi Perdana. Tahun I:
Kearifan Lokal di Indonesia”. Mabasan 3 6-19. (119).
(1): 30-57.
Cassirer, E. 1945. An Essay on Man. Yale: Yale
Ahimsa-Putra, H.S. 2011a. Hakikat Kebudayaan: University Press.
Pandangan Antropologi. Draft buku.
Koentjaraningrat. 1977. Pokok-pokok Antropologi
Ahimsa-Putra, H.S. 2011b. ”Bahasa Sebagai Sosial. Jakarta: Dian Rakyat.
Model Studi Kebudayaan di Indonesia”.
Koentjaraningrat. 1982. Pengantar Antropologi.
Masyarakat Indonesia XXXVII (1): 1-33.
Jakarta: Aksara Baru.
Ahimsa-Putra, H.S. 2012. Pelindungan Bahasa dan
Lounsbury, F. 1966. “Varieties of Meaning”
Sastra: Metode, Teknik dan Prosedur. Makalah
dalam Culture and Communication, A.G.
Diskusi Kebahasaan dan Kesastraan.
Smith (ed.). New York: Holt, Rinehart and
Ahimsa-Putra, H.S. 2013a. ”Wacana Pembuka: Winston.
Bahasa, Budaya dan Karakter Manusia”
Claren-Don Press. The Shorter Oxford English
dalam Bahasa, Budaya dan Karakter
Dictionary On Historical Principles vol. II
Manusia, H.S.Ahimsa-Putra, R. Aman dan
Oxford: Claren-Don Press.
S.Kuswandi (eds.). Manado: Balai Bahasa
White, L. 1949. The Science of Culture. New York:
Manado.
Farrar, Strauss and Giroux

175

Anda mungkin juga menyukai