Anda di halaman 1dari 28

Perkembangan Garis Pantai

L.A.U.T J.A.W.A
Semarang
U
(1847-1991)
991
ai 1
s p an t
G ari
0 0,45 0,9 ai 1 9 40
Garis pan t

i 1847
s p anta
G ari
303 m
51 Tahun

581 m
93 Tahun
Tawang
Rentang Tahun Kemajuan Rata-rata
Garis Pantai ( Tahun )
1695 – 1719 100 m 4,16 m
1719 – 1847 700 m 5,46 m
1847 – 1892 700 m 15,55 m
1892 – 1921 300 m 10,34 m
1921 – 1940 200 m 10,52 m
Sumber: Bappeda
Reklamasi
 Reklamasi adalah kegiatan yang dilakukan oleh orang dalam rangka meningkatkan
manfaat sumber daya lahan ditinjau dari sudut lingkungan dan sosial ekonomi dengan
cara pengurugan, pengeringan lahan atau drainase (Peraturan Presiden Republik
Indonesia Nomor 122 Tahun 2012 Tentang Reklamasi Di Wilayah Pesisir Dan Pulau-
Pulau Kecil).
 Reklamasi adalah suatu pekerjaan/usaha memanfaatkan kawasan atau lahan yang
relatif tidak berguna atau masih kosong dan berair menjadi lahan berguna dengan
cara dikeringkan. Misalnya di kawasan pantai, daerah rawa-rawa, di lepas pantai/di
laut, di tengah sungai yang lebar, ataupun di danau. Tidak semua pekerjaan
pengurugan di suatu kawasan dapat disebut reklamasi. Dalam definisi di atas terdapat
syarat bahwa kawasan yang diperbaiki tersebut adalah berair. Maka untuk pekerjaan
penimbunan tanah di kawasan tak berair, disebut saja dengan pekerjaan pengurugan
atau penimbunan tanah. Sebaliknya reklamasi tidak selalu berupa pengurugan.
Prosesnya adalah pengeringan kawasan berair. Proses tersebut dapat diperoleh dengan
dua cara, pertama dengan pengurugan dan kedua dengan penyedotan (pembuangan)
air keluar dari kawasan tersebut. Cara pengurugan adalah cara yang paling populer
dan paling mudah dilakukan, termasuk kegiatan reklamasi yang ada di Indonesia.
Sedangkan cara penyedotan air adalah cara yang paling rumit dan memerlukan
pengelolaan serta pemeliharaan (maintenance) yang teliti dan terus menerus. Contoh
negara yang melakukan reklamasi dengan cara kedua ini adalah Belanda. (Peraturan
Menteri Pekerjaan Umum No.40/PRT/M/2007 tentang Pedomen Perencanaan Tata
Ruang Kawasan Reklamasi Pantai).
 Reklamasi Pantai adalah Kegiatan ditepi pantai yang dilakukan oleh orang dalam
rangka meningkatkan manfaat sumber daya lahan ditinjau dari sudut lingkungan dan
sosial ekonomi dengan cara pengurugan, pengeringan lahan atau drainase. (Peraturan
Menteri Pekerjaan Umum No.40/PRT/M/2007 tentang Pedomen Perencanaan Tata
Ruang Kawasan Reklamasi Pantai)
 Kawasan Reklamasi Pantai adalah Kawasan hasil perluasan daerah pesisir pantai
melalui rekayasa teknis untuk pengembangan kawasan baru. (Peraturan Menteri
Pekerjaan Umum No.40/PRT/M/2007 tentang Pedomen Perencanaan Tata Ruang
Kawasan Reklamasi Pantai).
Gelombang yang merambat dari laut dalam menuju pantai mengalami perubahan bentuk, karena
pengaruh perubahan kedalaman laut. Berkurangnya kedalaman laut akan menyebabkan semakin
berkurangnya panjang gelombang dan bertambahnya tinggi gelombang. Pada saat kemiringan
gelombang( Wave steepnes) atau perbandingan antara tinggi (H) dan panjang gelombang (L),
mencapai batas maksimum, maka gelombang akan pecah. Karakteristik gelombang setelah pecah
berbeda dengan sebelum pecah. Gelombang yang telah pecah merambat terus kearah sampai
akhirnya gelombang bergerak naik dan turun pada permukaan pantai (uprush dan downrush). Garis
gelombang merupakan batas perubahan perilaku gelombang dan juga angkutan sedimen pantai.
Daerah dari garis gelombang pecah ke arah laut disebut offshore. Sedang daerah terbentang ke
arah pantai dari garis gelombang pecah dibedakan menjadi tiga daerah yaitu breaker zone, surf
zone dan swash zone. Daerah gelombang pecah (breaker zone) adalah daerah di mana gelombang
yang datang dari laut (lepas pantai) mencapai ketidak-stabilan dan pecah. Di pantai yang landai
gelombang pecah bisa terjadi dua kali. Surf zone adalah daerah yang terbentang antara bagian
dalam dari gelombang pecah dan batas naik-turunnya gelombang di pantai. Pantai yang landai
mempunyai surf zone yang lebar. Swash zone adalah daerah yang di batasi oleh garis batas tertinggi
naiknya gelombang dan batas terendah turunnya gelombang di pantai.
Ditinjau dari profil pantai, daerah ke
arah pantai dari garis gelombang
pecah dibagi menjadi tiga daerah yaitu
inshore, foreshore dan backshore.
Perbatasan antara inshore dan foreshore
adalah batas antara air laut pada saat
muka air rendah dan permukaan
pantai. Proses gelombang di daerah
inshore sering menyebabkan
terbentuknya longshore bar, yaitu gumuk
pasir yang memanjang dan kira-kira
sejajar dengan garis pantai. Foreshore
adalah daerah yang terbentang dari
garis pantai (Pertemuan antara laut dan
daratan pada saat terjadi air laut
pasang tertinggi) pada saat muka air
rendah sampai batas atas dari uprush
pada saat air pasang tinggi. Profil
pantai di daerah ini mempunyai
kemiringan yang lebih curam daripada
profil di daerah inshore dan backshore.
Backshore adalah daerah yang dibatasi
oleh foreshore dan garis pantai yang
terbentuk pada saat terjadi gelombang
badai bersamaan dengan
muka air tinggi.
Pasang surut merupakan gerakan naik dan turun dari air laut
secara berkala. Gerakan tersebut dipengaruhi oleh gaya tarik
benda-benda di angkasa., misalnya bulan, matahari. Ketika
kedudukan matahari, bumi, bulan membentuk garis lurus (bulan
purnama atau gelap) , maka pasang yang terjadi sangat besar.
Sebaliknya jika kedudukan matahari, bumi, bulan, membentuk
sudut (bulan baru) maka pasang yang terjadi sangat kecil.
Perbedaan ketinggian pasang naik dan surut (amplitude) sangat
berperan pada kegiatan dipantai, termasuk budidaya dan
penangkapan ikan,pelayaran, pendaratan ikan, dan referensi
untuk perencanaan bangunan pantai.
Tujuan reklamasi adalah menjadikan kawasan berair
yang rusak atau tak berguna menjadi lebih baik dan
bermanfaat. Kawasan baru tersebut, biasanya dimanfaatkan
untuk kawasan pemukiman, perindustrian, bisnis dan pertokoan,
pertanian, serta objek wisata.
Reklamasi pantai merupakan salah satu langkah pemekaran
kota. Reklamasi dilakukan oleh negara atau kota-kota besar
yang laju pertumbuhan dan kebutuhan lahannya meningkat
demikian pesat tetapi mengalami kendala dengan semakin
menyempitnya lahan daratan (keterbatasan lahan). Dengan
kondisi tersebut, pemekaran kota ke arah daratan sudah tidak
memungkinkan lagi, sehingga diperlukan daratan baru.
Kawasan reklamasi pantai secara umum dapat dibagi dalam beberapa
tipologi sebagai berikut:

a. Tipologi kawasan reklamasi pantai berdasarkan fungsi kawasan :


1. Kawasan peruntukan permukiman;
2. Kawasan perdagangan dan jasa;
3. Kawasan peruntukan industri;
4. Kawasan peruntukan pariwisata;
5. Kawasan pendidikan;
6. Kawasan pelabuhan laut / penyeberangan;
7. Kawasan bandar udara;
8. Kawasan mixed-use (campuran);
9. Kawasan ruang terbuka hijau.
b. Tipologi Kawasan Reklamasi Pantai Berdasarkan Luas
Kawasan reklamasi pantai berdasarkan luas dikelompokkan menjadi:
1. Reklamasi besar Kawasan reklamasi dengan luasan > 500 Ha.
2. Reklamasi kecil Kawasan reklamasi dengan luasan < 500 Ha.
c. Tipologi Kawasan Reklamasi Berdasarkan Bentuk Fisik
1. Menyambung dengan daratan
Kawasan reklamasi ini berupa kawasan
daratan lama yang berhubungan
langsung dengan daratan baru.
Penerapan tipologi ini sebaiknya tidak
dilakukan pada kawasan dengan
karakteristik khusus seperti:
a. Kawasan permukiman nelayan;
b. Kawasan hutan bakau;
c. Kawasan hutan pantai;
d. Kawasan perikanan tangkap;
e. Kawasan terumbu karang, padang
lamun, biota laut yang dilindungi;
f. Kawasan larangan (rawan
bencana);
g. Kawasan taman laut.
2. Terpisah dari daratan
Kawasan reklamasi ini sebaiknya
diterapkan pada kawasan-kawasan yang
memiliki karakteristik khusus seperti yang
telah disebutkan di atas. Tipologi ini
memisahkan daratan lama yang berupa
kawasan yang memiliki karakteristik
khusus dengan kawasan daratan baru
dengan tujuan:
a. Menjaga keseimbangan tata air yang
ada;
b. Menjaga kelestarian kawasan lindung
(hutan bakau, pantai, hutan pantai);
c. Mencegah terjadinya dampak/konflik
sosial;
d. Menjaga dan menjauhkan kerusakan
kawasan potensial (biota laut,
perikanan, minyak);
e. Menghindari kawasan rawan
bencana.
3. Gabungan 2 bentuk fisik
(terpisah dan menyambung
dengan daratan)
Tipologi reklamasi yang
merupakan gabungan dua
tipologi reklamasi yaitu
gabungan dari tipologi (1)
dan (2).
Ketentuen Pembangunan di Kawasan Reklamasi Pantai (Peraturan Menteri Pekerjaan
Umum No.40/PRT/M/2007 tentang Pedomen Perencanaan Tata Ruang Kawasan Reklamasi
Pantai)
Persyaratan Lokasi yang akan direklamasi :
a. Telah sesuai dengan ketentuan rencana kota yang dituangkan dalam Rencana Tata
Ruang Wilayah Provinsi dan atau Kota/Kabupaten (tergantung posisi strategis dari
kawasan reklamasi) dan Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Reklamasi, dan
dituangkan ke dalam Peta Lokasi laut yang akan direklamasi.
b. Ditetapkan dengan Surat Keputusan Gubernur dan atau Walikota/Bupati (tergantung
posisi strategis dari kawasan reklamasi) yang berdasarkan pada tatanan Rencana Tata
Ruang Wilayah Provinsi dan atau Kota/Kabupaten serta Rencana Detail Tata Ruang
Kawasan Reklamasi
c. Sudah ada studi kelayakan tentang pengembangan kawasan reklamasi pantai atau
kajian/kelayakan properti (studi investasi);
d. Berada di luar kawasan hutan bakau yang merupakan bagian dari kawasan lindung
atau taman nasional, cagar alam, dan suaka margasatwa;
e. Bukan merupakan kawasan yang berbatasan atau dijadikan acuan batas wilayah
dengan daerah/negara lain.
f. Memenuhi ketentuan pemanfaatan sebagai kawasan dengan ijin
bersyarat. Persyaratan ini diperlukan mengingat pemanfaatan tersebut
memiliki dampak yang besar bagi lingkungan sekitarnya. Persyaratan ini
antara lain:
• Penyusunan dokumen AMDAL
• Penyusunan Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya
Pemantauan Lingkungan (UPL)
• Penyusunan Analisis Dampak Lalu Lintas (ANDALIN)
• Mengenakan biaya dampak pembangunan (development impact fee),
dan atau aturan disinsentif lainnya.
g. Dituangkan di dalam Peta Situasi rencana lokasi dan Rencana Teknis Pelaksanaan Reklamasi dan
mendapat persetujuan dari instansi terkait. Perencanaan teknis pelaksanaan reklamasi harus
meliputi :
• Sistem angkutan transportasi material dan sistem penimbunan sementara material urugan yang
berkaitan dengan sistem angkutan/transportasi material.
• Sistem pengurugan dari laut dan atau dari darat.
• Teknis pembuatan turap penahan tanah dan pemecah gelombang.
• Teknis dan cara perbaikan/perkuatan/peningkatan daya dukung tanah yang akan menahan
beban turap penahan tanah, pemecah gelombang dan konstruksi lain di atasnya.
• Teknis pengeringan bahan urugan, teknis pemadatan bahan urugan dan teknis pembebanan
sementara urugan dengan memasang beban sementara.
• Teknis pemantauan penurunan (settlement) lapisan urugan tanah akibat pemadatan tanah dan
beban diatasnya.
• Perencanaan dan penentuan elevasi tanah hasil reklamasi.
• Teknis pengamanan limbah B3
• Teknis pencegahan dan penangkalan abrasi pantai
• Teknis pencegahan dan antisipasi banjir lokasi tanah hasil reklamasi dan di hulunya
• Teknis pencegahan pencemaran selama konstruksi
• Teknis pengamanan cagar budaya dan ilmu pengetahuan
• Teknis pengamanan alur pelayaran dan keselamatan kerja.
• Teknis pembuangan bahan sisa reklamasi
Kegiatan Reklamasi Pantai meliputi kegiatan Persiapan (Pra) Reklamasi, pelaksanaan
(Proses) Reklamasi dan Pasca Reklamasi
a.Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam kegiatan Persiapan (Pra) Reklamasi meliputi
persyaratan teknis yang ditetapkan dalam: Perencanaan Lokasi yang akan direklamasi,
Persyaratan Perhitungan Hydrodinamika, Persyaratan Bangunan Penahan Gelombang,
Metode Pelaksanaan Reklamasi, Standar Bahan/Material Pengisi Urugan, Spesifikasi
Teknis Reklamasi
b.Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam kegiatan Pelaksanaan (Proses) Reklamasi meliputi
persyaratan teknis yang ditetapkan dalam: Perbaikan Tanah Dasar, Pelaksanaan Teknis
Pengamanan, Bahan Pelindung/Tameng/Armor, Persyaratan Bangunan Laut, Persyaratan
Penimbunan Sementara, Persyaratan Pembebanan Sementara, Persyaratan Geotextile,
Persyaratan Vertikal Drain, Persyaratan Pengurugan dan pemadatan
c. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam kegiatan Pasca Reklamasi meliputi persyaratan
teknis yang ditetapkan dalam: Persyaratan Ketinggian Peil, Persyaratan Penurunan
Bangunan/Settlement, Persyaratan Pekerjaan Beton, Persyaratan Pekerjaan Kontruksi Baja
Pelaksanaan reklamasi juga harus mengacu pada standar nasional dan internasional serta
diawasi dan dikendalikan secara teknis oleh Badan Pelaksana yang dibentuk oleh
Pemerintah Provinsi dan atau Pemerintah Kota/Kabupaten tergantung posisi strategis dari
kawasan reklamasi tersebut.
Kegiatan Perencanaan reklamasi (Peraturan Presiden
Republik Indonesia Nomor 122 Tahun 2012 tentang
Reklamasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil)
meliputi :
a. Penentuan lokasi;
b. Penyusunan rencana induk;
c. Studi kelayakan; dan
d. Penyusunan rancangan detail.
Penentuan lokasi meliputi penentuan lokasi reklamasi; dan
lokasi sumber material reklamasi. wajib mempertimbangkan aspek
teknis (meliputi hidro-oceanografi, hidrologi, batimetri, topografi,
geomorfologi, dan/atau geoteknik), aspek lingkungan hidup
(kualitas air laut, kualitas air tanah, kualitas udara, kondisi
ekosistem pesisir (mangrove, terumbu karang), flora dan fauna
darat, serta biota perairan, dan aspek sosial ekonomi (meliputi
Demografi, askses publik dan potensi relokasi). tabulasi).
Demografi meliputi jumlah penduduk, kepadatan penduduk,
pendapatan, matapencaharian, pendidikan, kesehatan, dan
keagamaan. Akses publik meliputi jalan dan jalur transportasi
masyarakat serta informasi terkait pembangunan reklamasi.
Potensi relokasi meliputi lahan yang bisa digunakan untuk relokasi
penduduk serta fasilitas sarana dan prasarana lainnya
Penyusunan rencana induk reklamasi paling sedikit harus
memuat tentang rencana peruntukan lahan reklamasi; kebutuhan
fasilitas terkait dengan peruntukan reklamasi; tahapan
pembangunan; rencana pengembangan; dan jangka waktu
pelaksanaan. Disamping itu dokumen tersebut harus
memperhatikan adanya) KLHS (Kajian Lingkungan Hidup
Strategis); b) kesesuaian dengan Rencana Zonasi Wilayah Pesisir
dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP-3-K) Provinsi, Kabupaten/Kota dan
atau Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Nasional,Provinsi,
Kabupaten/Kota; c) sarana prasarana fisik di lahan reklamasi
dan di sekitar lahan yang di reklamasi; d). akses publik; e).
fasilitas umum; f). kondisi ekosistem pesisir; g). kepemilikan
dan/atau penguasaan lahan; h). pranata sosial; i). aktivitas
ekonomi; j). kependudukan; k) kearifan lokal; dan l). daerah cagar
budaya dan situs sejarah.
Studi kelayakan meliputi kelayakan teknis; ekonomi-
finansial; dan lingkungan hidup. Kelayakan teknis
meliputi kelayakan hidro-oceanografi, hidrologi,
batimetri, topografi, geomorfologi, dan geoteknik.
Kelayakan ekonomi-finansial meliputi kelayakan analisis
a) rasio manfaat dan biaya [(Benefit Cost Ratio (B/C-R)];
b). nilai bersih perolehan sekarang [(Net Present Value
(NPV)]; c). tingkat bunga pengembalian [(Internal Rate
of Return (IRR)]; d). jangka waktu pengembalian investasi
[(Return of Investment (RoI)]; dan e). valuasi ekonomi
lingkungan sumber daya alam dan lingkungan hidup.
Kelayakan lingkungan hidup didasarkan atas keputusan
kelayakan lingkungan hidup atau rekomendasi UKL-UPL.
Rancangan detail disusun berdasarkan rencana induk dan studi
kelayakan. Rancangan detail sekurang-kurangnya memuat rancangan :
a. Penyiapan lahan dan pembuatan prasarana/fasilitas penunjang
reklamasi;
b. Pembersihan dan/atau perataan tanah;
c. Pembuatan dinding penahan tanah dan/atau pemecah gelombang;
d. Pengangkutan material reklamasi dari lokasi sumber material darat
dan/atau laut;
e. Perbaikan tanah dasar;
f. Pengurugan material reklamasi;
g. Penanganan, penebaran dan penimbunan material reklamasi dari darat
dan/atau laut;
h. Pengeringan, perataan dan pematangan lahan reklamasi; dan
i. Sistem drainase.
j. Wajib memasukkan mitigasi bencana dan memuat rincian waktu
pelaksanaan reklamasi.
Pemerintah, pemerintah daerah, dan setiap orang yang akan melaksanakan
reklamasi wajib memiliki izin lokasi dan izin pelaksanaan reklamasi.
Permohonan izin lokasi wajib melengkapi :
a. Identitas pemohon;
b. Proposal reklamasi;
c. Peta lokasi dengan koordinat geografis; dan
d. Bukti kesesuaian lokasi reklamasi dengan Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan
Pulau-Pulau Kecil (RZWP-3-K) dan/atau Rencana Tata Ruang Wilayah
(RTRW) dari instansi yang berwenang
Menteri, gubernur, dan bupati/walikota sesuai kewenangannya memberikan
atau menolak permohonan izin lokasi dalam waktu paling lambat 20 (dua puluh)
hari kerja sejak permohonan diterima secara lengkap. Penolakan permohonan
diberikan secara tertulis disertai alasan penolakan. Apabila dalam jangka waktu
20 (dua puluh) hari kerja tidak memberikan atau menolak permohonan, maka
permohonan dianggap disetujui dan wajib mengeluarkan izin.
Setiap pemegang izin lokasi dalam jangka waktu paling lambat 2 (dua) tahun wajib
menyusun:
a. Rencana induk;
b. Studi kelayakan; dan
c. Rancangan detail reklamasi
Izin lokasi reklamasi berlaku untuk jangka waktu 2 (dua) tahun dan dapat diperpanjang paling
lama 2 (dua) tahun.

Permohonan izin pelaksanaan reklamasi wajib dilengkapi dengan


a. Izin lokasi;
b. Rencana induk reklamasi;
c. Izin lingkungan;
d. Dokumen studi kelayakan teknis dan ekonomi finansial;
e. Dokumen rancangan detail reklamasi;
f. Metoda pelaksanaan dan jadwal pelaksanaan reklamasi; dan
g. Bukti kepemilikan dan/atau penguasaan lahan.
Menteri, gubernur, dan bupati/walikota sesuai kewenangannya memberikan atau menolak
permohonan izin pelaksanaan reklamasi dalam waktu paling lambat 45(empat puluh lima) hari
kerja sejak permohonan diterima secara lengkap/ Penolakan permohonan diberikan secara
tertulis disertai alasan penolakan. Apabila dalam jangka waktu 45 (empat puluh lima) hari kerja
tidak memberikan atau menolak permohonan, maka permohonan dianggap disetujui dan wajib
mengeluarkan izin.
Setiap pemegang izin pelaksanaan reklamasi dalam jangka
waktu paling lambat 1 (satu) tahun wajib melaksanakan:
a. Pembangunan fisik sejak diterbitkan izin pelaksanaan
reklamasi;
b. Menyampaikan laporan secara berkala setiap 4 (empat)
bulan sekali kepada instansi pemberi izin;
c. Reklamasi sesuai dengan rancangan detail; dan
d. Reklamasi sesuai dengan izin lingkungan.
Izin pelaksanaan reklamasi berlaku untuk jangka waktu paling
lama 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang paling lama 5
(lima) tahun dengan mempertimbangkan metode dan jadwal
reklamasi
Izin pelaksanaan reklamasi dapat dicabut apabila:
a. Tidak sesuai dengan perencanaan reklamasi; dan/atau
b. Izin lingkungan dicabut.

Tahapan Pencabutan izin pelaksanaan reklamasi adalah sebagai


berikut :
a. Memberikan peringatan tertulis sebanyak 3 (tiga) kali berturut-
turut, masing-masing dalam tenggang waktu 1(satu) bulan oleh
Menteri, gubernur, dan bupati/walikota;
b. Dalam hal peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada
huruf a tidak dipatuhi, selanjutnya dilakukan pembekuan selama
1 (satu) bulan; dan
c. Apabila pembekuan sebagaimana dimaksud pada huruf b tidak
dipatuhi, selanjutnya dilakukan pencabutan
 Dalam membuat KRP ( Kebijakan Rencana Program) RTRW /RDTRK, harus
melakukan kegiatan KLHS ( Kajian Lingkungan Hidup Strategis).

 Lakukan proses kegiatan reklamasi mulai perencanan sampai operasi, sesuai


dengan arah kebijakan Pemerintah ( Undang – Undang, Peraturan Menteri,
Peraturan Daerah) yang berlaku

 Sebelum melaksanakan kegiatan reklamasi, wajib memiliki izin lokasi dan


izin pelaksanaan reklamasi.

 Pelaksanaan reklamasi harus sesuai dengan dokumen yang diusulkan ( sesuai


Izin yg telah dikeluarkan oleh Instansi Pemerintah Pemberi Izin /yang
berwewenang)

 Laksanakan sesuai yang tertuang dalam Dokumen AMDAL ( UKL/UPL atau


RKL/RPL) dan ANDALALIN

Anda mungkin juga menyukai