Anda di halaman 1dari 4

4.

Pengaruh Covid-9 Terhadap Tujuan SDGs Pendidikan Berkualitas

Tujuan SDGs point keempat yaitu pendidikan berkualitas dimana pada tujuan ini berupaya
untuk memastikan pendidikan yang cuma-cuma, inklusif dan berkualitas bagi semua dan juga
mempromosikan peluang pembelajaran sepanjang hayat bagi semua. Tujuan 4 ini mengakui
perlunya menambah jumlah guru yang memiliki kualifikasi tinggi bila ingin mencapai target
tersebut. Menurut angka estimasi PBB, saat ini diperlukan hampir 26 juta orang guru sekolah
dasar pada 2030. Tujuan Pembangunan Milenial telah melakukan banyak upaya dalam
mencapai pendidikan bagi semua : (ILO, 2018).

a. Angka partisipasi sekolah dasar di kawasan-kawasan yang sedang berkembang


mencapai 91 persen pada 2015, naik dari 83 partisipasi di tahun 2000.
b. Jumlah anak-anak yang putus sekolah pada usia sekolah dasar di seluruh dunia telah
turun hampir setengahnya menjadi 57 juta pada 2015 dari 100 juta pada 2000.
c. Sub-Sahara Afrika memiliki catatan perbaikan yang terbaik dalam hal pendidikan
dasar di kawasan manapun sejak MDG mulai berlaku. Kawasan ini mencapai
peningkatan sebesar 20 persentase poin dalam angka partisipasi sekolah dari tahun
2000 hingga 2015, dibandingkan kenaikan sebesar 8 persentase poin antara tahun
1990 dan 2000.
d. Angka keaksaraan di kalangan kaum muda usia 15 hingga 24 meningkat dari 83
persen menjadi 91 persen antara tahun 1990 hingga 2015. Kesenjangan antara laki-
laki dan perempuan pun semakin kecil.

Menurut SDGs 2030, ada 7 target yang ingin dicapai dalam memastikan pendidikan yang
inklusif dan berkualitas setara juga mendukung kesempatan belajar seumur hidup bagi semua.
Sayangnya, di tahun 2020 ini muncul pandemi COVID-19 yang menjadi tantangan cukup
besar bagi pemerintah dalam merealisasikan targetnya. Kepala Seksi Kurikulum Bidang
Pembinaan SMK Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) NTB, S.Sos., MM.
Menurutnya, akibat pandemi covid 19 banyak perusahaan atau dunia industri yang belum
beroperasi dengan baik alias belum stabil. Hal ini menjadi dampak serius jika dikaitkan
dengan tujuan SDGs pada bidang pendidikan, dimana salah satu targetnya adalah memastikan
pelajar Indonesia mendapatkan pengetahuan dan keahlian yang dibutuhkan untuk mendukung
pembangunan berkelanjutan sementara program untuk mengasah para pelajar tidak dapat
dijalankan secara efektif di tengah pandemi COVID-19 (Fitri, dkk. 2021).
Untuk mengatasi permasalahan pendidikan di tengah pandemi COVID-19 ini supaya bisa
tetap berjalan dengan lancar, pemerintah mengeluarkan kebijakan baru yaitu belajar secara
daring. Dilansir dari CNN Indonesia, kementerian Pendidikan dan kebudayaan mulai
mewaspadai kenaikan jumlah siswa putus sekolah atau penurunan angka partisipasi kasar di
tengah covid-19 ini. Kekhawatiran ini muncul karena sepinya peminat di Pendidikan Anak
usia Dini dan taman kanak-kanak. Diduga bahwa pembelajaran jarak jauh lebih sulit
dilakukan oleh anak usia dini, karena terkait pemahaman dan teknologi mereka masih belum
cukup mahir serta masih membutuhkan bimbingan dari orang tua. Covid-19 menjadi
penghambat bagi tercapainya pelaksanaan SDGs. Namun, tentunya juga dibutuhkan
pengetahuan dan pastinya keahlian untuk memperbaiki ataupun merevisi rencana yang
terpengaruh pada awalnya. Seperti pemberlakuan prakerin sesuai dengan protokol dan
ketentuan yang berlaku, persiapan pembelajaran jarak jauh, dan pemusatan pada sektor yang
efektif (Fitri, dkk. 2021).

5. Pengaruh Covid-9 Terhadap Tujuan SDGs Kesetaraan Gender

Tujuan 5 bertujuan untuk mencapai kesetaraan gender di seluruh dunia dan pemberdayaan
perempuan dan anak-anak perempuan di mana pun. Tujuan ini berupaya untuk mengakhiri
segala bentuk diskriminasi atas dasar jenis kelamin dan bertujuan untuk menjaminkan
peluang dan perlakuan yang sama bagi anak-anak perempuan dan perempuan. Karena MDG,
dunia mulai menunjukkan kemajuan dalam hal kesetaraan gender pada bidang-bidang seperti
akses anak-anak perempuan terhadap pendidikan, penurunan jumlah pernikahan anak, akses
terhadap hak seksual dan reproduktif serta penurunan angka kematian ibu (ILO, 2018).

Meskipun undang-undang yang berkaitan dengan perlindungan pasca melahirkan bagi ibu
sudah mulai ada, namun diskriminasi terhadap perempuan karena alasan kehamilan dan
persalinan juga terus meluas. Bentuk-bentuk diskriminasi itu berkisar dari PHK sepihak
hingga uji kehamilan wajib. Bentuk diskriminasi gender lain yang juga sangat sering terjadi
adalah pelecehan seksual di tempat kerja. Meskipun kesadaran akan isu ini mulai tinggi dan
beberapa upaya telah dilakukan untuk mengesahkan peraturan perundangan yang memadai,
kesenjangan dalam hal hukum dan praktik masih tetap terjadi. Dalam hal partisipasi
perempuan dalam kepemimpinan, kita melihat adanya peningkatan dalam hal partisipasi
perempuan di parlemen pada tahun 2016 di mana peningkatan yang terjadi sebesar 23 persen,
atau meningkat sebesar 6 persen selama satu dekade (ILO, 2018).
Secara khusus, pandemi Covid-19 dalam memper buruk ketidaksetaraan gender yang ada dan
menjadi ancaman serius bagi pencapaian kesetaraan gender. Pandemi telah menyebabkan
peningkatan pengangguran, lebih banyak pekerjaan tidak dibayar (unpaid-works), dan tingkat
kekerasan dalam rumah tangga serta putus sekolah yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Data dari UN Women menunjukkan bahwa ada 243 juta wanita umur 15-49 yang mengalami
kekerasan fisik di masa pandemi tahun 2020 lalu. Di beberapa sektor, perempuan mengalami
kehilangan pekerjaan yang tidak proporsional dan ketidakamanan ekonomi akibat pandemi.
Sementara perempuan mencapai 39 persen dari pekerjaan global, mereka menyumbang 54%
dari keseluruhan kehilangan pekerjaan karena krisis. Tingkat kehilangan pekerjaan
perempuan akibat Covid-19 sekitar 1,8 kali lebih tinggi daripada laki-laki secara global
(Supartinah, 2021).

Ketidakamanan ekonomi bukan hanya tentang pekerjaan dan hilangnya pendapatan. Masalah
seperti ini memiliki efek negatif pada kehidupan perempuan selama bertahun-tahun. Dampak
pada pendidikan dan pekerjaan memiliki konsekuensi jangka panjang yang jika tidak
ditangani, akan menghambat upaya kesetaraan gender yang sudah dicapai dengan susah
payah (Supartinah, 2021).

6. Pengaruh Covid-9 Terhadap Tujuan SDGs Air Bersih dan Sanitasi

Air bersih dan sanitasi merupakan salah satu permasalahan klasik yang tak kunjung tuntas di
Indonesia. Target capaian sanitasi baik dalam Millennium Development Goals (MDGs) yang
berakhir tahun 2015 lalu, maupun dalam Sustainable Development Goals (SDGs) yang masih
berlangsung hingga kini, belum dapat tercapai secara optimal. Sebagaimana disampaikan
World Health Organisation (WHO), air bersih, sanitasi, dan pelayanan yang higienis sangat
diperlukan untuk membatasi penyebaran virus Covid-19 dan mencegah penyebaran wabah
penyakit di masa depan (Suryani, 2020).

Capaian sanitasi merupakan salah satu bidang yang ditargetkan dalam tujuan 6 SDGs yaitu
menjamin ketersediaan serta pengelolaan air bersih dan sanitasi yang berkelanjutan untuk
semua. Dalam hal ini, tujuan yang ingin dicapai adalah akses universal dan adil terhadap air
minum yang aman dan terjangkau serta kualitas dan kelestarian sumber air di seluruh dunia.
Selain itu tujuan juga berupaya menjamin sanitasi dan kebersihan yang memadai dan adil
bagi semua pada tahun 2030. Dalam hal akses terhadap air minum, kemajuan telah terlihat
namun masih banyak yang harus dilakukan. Menurut PBB pada 2015, 6,6 miliar penduduk
dunia atau 91 persen di antaranya menggunakan sumber air minum dengan baik,
dibandingkan pada 2000 yang hanya 82 persen. Meskipun ada perbaikan, diperkirakan
sebanyak 663 juta orang masih menggunakan sumber air yang kurang baik atau air
permukaan di tahun tersebut (ILO, 2018).

Adapun target tujuan 6 ini yaitu pada tahun 2030, mencapai akses universal dan merata
terhadap air minum yang aman dan terjangkau bagi semua. Dengan indikatornya yaitu
proporsi populasi yang menggunakan layanan air minum yang terkelola dengan aman (ILO,
2018).

Secara umum pandemi Covid-19 memberikan dampak negatif bagi perekonomian. Dampak
krisis akibat Covid-19 terlihat nyata pada sektor-sektor utama perekonomian seperti
pariwisata, transportasi, dan produksi barang-jasa lainnya. Kemerosotan tersebut langsung
refleksikan dalam data-data perekonomian. Dampak covid 19 terhadap sektor air bersih yang
merupakan kebutuhan infrastruktur dasar sejauh ini belum nyata terlihat (Purwanto, 2020).

Daftar pustaka

Fitri, dkk. (2021). Tantangan dan Solusi Terhadap Ketimpangan Akses Pendidikan dan
Layanan Kesehatan yang Memadai di Tengah Pandemi COVID-19. Jurnal Ilmiah Ilmu
Hukum. 203-222.

Purwanto, Eko Wiji. (2020). Pembangunan Akses Air Bersih Pasca Krisis Covid-19. The
Indonesian Journal of Development Planning. 207-214.

Supartinah, dan Ahmad Anwar. (2021). Pandemi dan Krisis Multidimensi: Studi Kasus
Permasalahan Gender di Tengah Pandemi COVID-19. Jurnal Transformasi Global. 30-43.

Suryani, Anih Sri. (2020). Pembangunan Air Bersih dan Sanitasi saat Pandemi Covid-19.
Aspirasi: Jurnal Masalah-Masalah Sosial. 199-214.

Tujuan Pembangunan Milenium; Referensi Manual Serikat Pekerja pada Agenda untuk
Pembangunan Berkelanjutan 2030. Organisasi Perburuhan Internasional, Kantor Jakarta;
ILO, 2018.

Anda mungkin juga menyukai