Anda di halaman 1dari 4

TUGAS 3 EKMA 4568

HENNY PRATIWI TAMPUBOLON / 030475561

1. Model SERVQUAL adalah kerangka kerja yang dikembangkan oleh Parasuraman,


Zeithaml, dan Berry pada tahun 1988 untuk mengukur kualitas pelayanan berbasis
persepsi pelanggan. Model ini terdiri dari lima dimensi kualitas pelayanan yang penting
dalam evaluasi pelanggan terhadap pelayanan yang diberikan. Lima dimensi tersebut
adalah:

1) Tangibles (Bukti Fisik): Mengacu pada aspek fisik dan visual yang terkait
dengan penyediaan jasa, seperti fasilitas fisik, peralatan, tampilan personel, dan
material yang digunakan.
2) Reliability (Keandalan): Mencerminkan kemampuan penyedia jasa untuk
memberikan pelayanan yang dijanjikan dengan konsisten, akurat, dan tepat
waktu.
3) Responsiveness (Responsif): Menunjukkan kecepatan dan kesediaan penyedia
jasa dalam merespon permintaan, pertanyaan, keluhan, atau kebutuhan
pelanggan.
4) Assurance (Jaminan): Menggambarkan tingkat kepercayaan, kompetensi,
keamanan, dan keandalan personel yang menyediakan pelayanan.
5) Empathy (Empati): Merujuk pada perhatian, perawatan, dan upaya penyedia
jasa untuk memahami kebutuhan individual pelanggan serta memberikan
pelayanan yang sesuai.

Penilaian kualitas pelayanan dalam model SERVQUAL dilakukan dengan


membandingkan persepsi pelanggan terhadap kinerja aktual penyedia jasa (as is)
dengan harapan mereka terhadap kinerja yang diinginkan (should be). Perbedaan antara
dua aspek ini menghasilkan celah persepsi yang mengindikasikan kekuatan dan
kelemahan dalam penyediaan pelayanan.

Referensi:
Parasuraman, A., Zeithaml, V. A., & Berry, L. L. (1988). SERVQUAL: A multiple-
item scale for measuring consumer perceptions of service quality. Journal of Retailing,
64(1), 12-40.

2. Menurut Zeithalm, Marry dan Dwayne (2013) ada dua pendekatan yang dapat
digunakan perusahaan yaitu:
1) Generic Productivity Improvement Strategies, seperti:
• Berhati-hati mengawasi biaya pada setiap step pada proses produksi
• Mengurangi pemborosan bahan baku dan tenaga kerja
• Melatih karyawan agar bekerja lebih produktif dan berkualitas
• Melibatkan ahli untuk membuat system yang diarahkan untuk mencapai
kinerja yang terstandar dan optimal.
2) Cusromer-driven approaches to improve productivity, seperti:
• Change of timing of customer demand
• Encourage use of alternative service delivery
• Ask customer to use third parties
3. Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi keputusan seseorang konsumen
untuk melakukan komplain atau tidak. Berikut adalah beberapa faktor yang menjadi
penentu:

1) Keberatan Subyektif: Faktor ini berkaitan dengan persepsi konsumen terhadap


tingkat ketidakpuasan mereka terhadap produk atau layanan yang diterima.
Ketika konsumen merasa sangat tidak puas atau kecewa, mereka cenderung
lebih condong untuk melakukan komplain.
2) Tingkat Keterlibatan: Tingkat keterlibatan konsumen dengan produk atau
layanan juga memainkan peran penting. Konsumen yang memiliki tingkat
keterlibatan yang tinggi cenderung lebih aktif dalam memberikan umpan balik
atau melakukan komplain ketika ada masalah.
3) Dampak Personal: Faktor ini mencakup sejauh mana masalah yang timbul dari
produk atau layanan tersebut mempengaruhi konsumen secara pribadi. Jika
dampaknya signifikan dan merugikan konsumen secara langsung, kemungkinan
mereka akan lebih cenderung untuk melakukan komplain.
4) Harapan Konsumen: Persepsi konsumen terhadap harapan mereka terhadap
produk atau layanan juga memengaruhi keputusan mereka untuk melakukan
komplain. Jika produk atau layanan tidak memenuhi harapan yang telah
ditetapkan, konsumen cenderung merasa kecewa dan berpotensi melakukan
komplain.
5) Kualitas Hubungan dengan Perusahaan: Hubungan yang baik antara konsumen
dan perusahaan juga dapat mempengaruhi keputusan untuk melakukan
komplain. Jika konsumen merasa memiliki hubungan yang kuat dengan
perusahaan dan percaya bahwa keluhan mereka akan ditangani dengan baik,
mereka mungkin lebih mungkin untuk menyampaikan komplain.

Referensi:
Bitner, M. J., Booms, B. H., & Tetreault, M. S. (1990). The service encounter:
diagnosing favorable and unfavorable incidents. Journal of Marketing, 54(1), 71-84.

Gwinner, K. P., Gremler, D. D., & Bitner, M. J. (1998). Relational benefits in services
industries: the customer's perspective. Journal of the Academy of Marketing Science,
26(2), 101-114.

Lovelock, C., & Gummesson, E. (2004). Whither services marketing? In search of a


new paradigm and fresh perspectives. Journal of Service Research, 7(1), 20-41.

4. Tahapan proses pemulihan jasa, juga dikenal sebagai service recovery process,
mengacu pada serangkaian langkah yang diambil oleh perusahaan untuk mengatasi
keluhan atau ketidakpuasan pelanggan dan memulihkan hubungan dengan mereka.
Berikut adalah tahapan-tahapan umum dalam proses pemulihan jasa:

1) Mendengarkan dan Memahami Keluhan: Langkah pertama dalam proses


pemulihan jasa adalah dengan mendengarkan keluhan pelanggan secara aktif
dan mencoba memahami masalah yang dihadapinya. Komunikasi yang efektif
dan empati diperlukan untuk memahami dengan baik perspektif pelanggan.
2) Tanggap Cepat: Perusahaan perlu merespons keluhan pelanggan dengan segera.
Tanggapan yang cepat menunjukkan perhatian dan komitmen perusahaan untuk
menyelesaikan masalah dengan segera.
3) Meminta Maaf: Permintaan maaf secara tulus adalah langkah penting dalam
proses pemulihan jasa. Ini menunjukkan pengakuan perusahaan atas kesalahan
atau ketidaknyamanan yang dialami oleh pelanggan.
4) Menyelidiki dan Menganalisis: Perusahaan perlu menyelidiki penyebab akar
dari keluhan pelanggan untuk memastikan masalah yang sama tidak terulang di
masa depan. Analisis yang teliti dapat membantu perusahaan mengidentifikasi
kelemahan dalam proses mereka dan melakukan perbaikan yang diperlukan.
5) Menawarkan Solusi dan Tindakan Perbaikan: Setelah penyebab masalah
diidentifikasi, perusahaan harus menawarkan solusi yang memadai kepada
pelanggan. Ini dapat berupa penggantian produk atau layanan, diskon, atau
tindakan perbaikan lainnya yang sesuai dengan kebutuhan pelanggan.
6) Mengikuti dan Memonitor: Setelah penyelesaian diberikan, perusahaan perlu
mengikuti dan memantau kepuasan pelanggan untuk memastikan bahwa
masalah telah diselesaikan secara memuaskan dan hubungan dengan pelanggan
pulih.

Referensi:
Hart, C. W., Heskett, J. L., & Sasser Jr, W. E. (1990). The profitable art of service
recovery. Harvard Business Review, 68(4), 148-156.

Bitner, M. J., Booms, B. H., & Tetreault, M. S. (1990). The service encounter:
diagnosing favorable and unfavorable incidents. Journal of Marketing, 54(1), 71-84.

Zeithaml, V. A., Bitner, M. J., & Gremler, D. D. (2018). Services marketing: Integrating
customer focus across the firm. McGraw-Hill Education.

5. Berikut adalah beberapa keuntungan yang terjadi jika perusahaan jasa dapat
mempertahankan konsumennya:

1) Peningkatan Pendapatan dan Profitabilitas: Penelitian menunjukkan bahwa


mempertahankan pelanggan yang sudah ada dapat meningkatkan pendapatan
dan profitabilitas perusahaan. Pelanggan yang loyal cenderung melakukan
pembelian berulang dan memberikan kontribusi pendapatan jangka panjang.
2) Efisiensi Biaya: Mempertahankan konsumen yang sudah ada lebih efisien
secara finansial daripada mencari pelanggan baru. Studi menunjukkan bahwa
biaya akuisisi pelanggan baru jauh lebih tinggi dibandingkan dengan biaya
retensi konsumen.
3) Rekomendasi dan Word-of-Mouth: Pelanggan yang puas dan setia cenderung
memberikan rekomendasi positif tentang perusahaan kepada orang lain. Hal ini
dapat meningkatkan citra merek dan menarik pelanggan baru melalui word-of-
mouth.
4) Pengulangan Pembelian dan Loyalitas: Mempertahankan konsumen berarti
meningkatkan kemungkinan mereka untuk melakukan pembelian berulang.
Pelanggan yang loyal cenderung menggunakan jasa perusahaan secara terus-
menerus dan tidak beralih ke pesaing.
5) Pengembangan Hubungan Jangka Panjang: Mempertahankan konsumen
memungkinkan perusahaan untuk membangun hubungan jangka panjang
dengan mereka. Ini membuka peluang untuk meningkatkan penjualan melalui
penjualan silang, penjualan tambahan, dan kemitraan strategis.
6) Pengurangan Risiko dan Ketidakpastian: Dengan mempertahankan konsumen
yang sudah ada, perusahaan dapat mengurangi risiko dan ketidakpastian dalam
bisnis mereka. Pelanggan yang setia memberikan stabilitas pendapatan dan
meminimalkan fluktuasi dalam kinerja perusahaan

Referensi:
Keiningham, T., Aksoy, L., Buoye, A., Cooil, B., de Haan, E., & Williams, L. (2017).
The value of different customer satisfaction and loyalty metrics in predicting customer
retention, recommendation, and share-of-wallet. Managing Service Quality: An
International Journal, 27(6), 477-499.

Reinartz, W., Krafft, M., & Hoyer, W. D. (2014). The customer relationship
management process: Its measurement and impact on performance. Journal of
Marketing Research, 51(3), 293-315.

Homburg, C., Jozić, D., & Kuehnl, C. (2017). Customer experience management:
Toward implementing an evolving marketing concept. Journal of the Academy of
Marketing Science, 45(3), 377-401.

Anda mungkin juga menyukai