Anda di halaman 1dari 12

PERTAHANAN MELAWAN HIPOTEMIA

Dalam lingkungan dingin, ternak dapat mempertahankan dirinya sendiri


terhadap hipotemia dengan menahan panas tubuhnya melalui peningkataan insulasi
total dan /atau dengan peningkatan produksi panasnya. Sedikit spesies meningkatkan
komeotermi yang sempurna ada menyukai mekanisme yang lebih ekonomis dari
energi yang terpakai untuk meningkatkan daya hidup mereka.

A. MEKANISME INSULASI
Homeoterm meningkatkan kekuatan insulatif mereka melalui peningkatan
kualitas dan kuantitas insulasi fisik mereka (bulu, rambut, wol atau penutup tubuh
lainnya), dengan peningkatan insulasi fisiologi mereka (peningkatan lemak bawah
kulit dan pendinginan lingkungan seperti jaringan insulasi atau heterotermi
peripereal) atau dengan kombinasi kedua jenis insulasi. Secara umum peningkatan
insulasi untuk pertahanan melawan dingin adalah mekanisme yang menguntungkan
untuk kelangsungan hidup dalam hal energi yang dihabiskan.

A.1. INSULASI FISIK


Peranan penutup tubuh seperti lapisan bulu (coat) dalam pengaturan
kehilangan panas dihubungkan dengan daya tahan panas terhadap panas dari kulit ke
permukaan lapisan bulu. Pengamatan pionir oleh Scholander dkk (1950)
menunjukkan bahwa korelasi positif antara ketebalan bulu dan penginsulasian
mamalia kutup dan tropik. Tidak ada korelasi yang nyata ditemukan antara insulasi
dan ukuran tubuh mamalia dengan kisaran ukuran dari rubah kutup (5 Kg) ke rusa
besar (500 kg). Dengan kata lain, ternak besar kira-kira mempunyai insulasi yang
sama per unit area permukaan. Akan tetapi, mamalia kecil (berat badan ≤ 1 kg)
mempunyai lebih sedikit insulasi daripada mamalia besar karena bulu mereka
mestinya lebih pendek dan lebih ringan/tipis atau ternak tidak dapat bergerak. Ini

1
berarti bahwa mamalia tidak dapat tergantung pada insulasi fisik untuk mencegah
hipotermia. Sifat alamiah insulasi bulu, seperti panjang, kepadatan dan orientasi bulu,
kedalaman bulu dan sebagainya sungguh bervariasi oleh beberapa faktor meliputi
spesies, kelamin, nutrisi, aktifitas dan faktor lingkungan seperti suhu, radiasi,
humidity dan angin.

A.2. INSULASI FISIOLOGI


Sebagai tambahan untuk bulu, kulit dan lemak dibawah kulit dan pendinginan
jaringan luar memungkinkan daya tahan terhadap panas yang mengalir dari dalam inti
tubuh ke permukaan. Penurunan suhu jaringan periperal (heterotermi) dengan
vasokontriksi, anterovenous anastamosis dan mekanisme aliran pertukaran panas
menurunkan perbedaan suhu dari kulit dengan lingkungan dengan konsekuensi
konservasi panas tubuh dan karena itu meminimkan kehilangan panas. Irving (1964)
menemukan bahwa babi, dengan bulu penutup yang jarang, menurunkan suhu kulit
punggungnya sebanyak 8°C bila suhu ambient (Ta) adalah –20 °C tanpa pengaruh
buruk terhadap ternak. Pentingnnya kulit sebagai pengatur panas bagi ternak kutub
telah dibahas dalam bab 15 (buku Yousef, 1987). Rendahnya suhu ternak kutub
terutama karena kesesuaian penyusunan vena dan arteri untuk beroperasi sebagai
pertukaran panas seperti system pertukaran panas arus bolak balik. Heterotermi
periperal ini mempunyai nilai dalam menghindari pendinginan bulu dan makanan
ternak, juga konservasi energi selama istirahat. Kondisi ini juga berfungsi sebagai
jalan efektif untuk kehilangan panas selama peningkatan aktivitas fisik (menghindari
migrasi predator dan sebagainya). Kondisi dingin kaki-kaki kerbau eropa telah
ditemukan berhubungan dengan titik leleh lemak yang rendah, maka jaringan adipos
kaki tetap dibawah dingin, suatu kondisi penting untuk keefektifan operasi kaki pada
ternak (Irving, 1956).

2
B. MEKANISME METABOLIK
Bila Ta jatuh di bawah suhu kritis terendah (SKT) sebagian spesies tertentu,
kekuatan insulasi menurun dan produksi panas harus meningkat untuk mencegah
hipotermia. Peningkatan produksi panas dibawah SKT kira-kira berbentuk linier
dengan penurunan Ta (gambar 1) sampai dicapai suatu titik dimana tidak ada
peningkatan produksi panas lebih lanjut yaitu puncak produksi panas. Laju
peningkatan produksi panas dibawah SKT tergantung pada kemaksimalan insulasi
panas dari tubuh. Peningkatan produksi panas dihubungkan dengan dua mekanisme
shivering dan non-shivering.

Gambar.1. Presentasi zona panas netral berhubungan dengan produksi panas dan
sejumlah zona lingkungan (Dari Yousef, 1985c)

3
B.1. Shivering Thermogenesis
Selama ekspos akut/sebentar ke Ta dibawah SKT, mamalia kecil dan besar
menggigil dan produksi panas meningkat. Pengaturan produksi panas dengan
shivering ditunjukkan dengan korelasi yang nyata antara aktivitas listrik otot dan
produksi panas pada mamalia kecil (Hart, 1971). Pada mamalia, intensitas shivering
bermacam-macam diantara otot-otot yang berbeda. Bila anak-anak sapi muda
meningkat produksi panas total mereka 85% selama ekspos ke dingin, anggota tubuh
bagian belakang tampak jelas menggigil dan laju konsumsi oksigen meningkat kira-
kira 5 kali lipat ( Bell, dkk, 1976). Juga aliran darah kaki meningkat sangat nyata dan
90% dari peningkatan aliran darah ini langsung ke otot.

MEKANISME SHIVERING THERMOGENESIS


Mekanisme shivering thermogenesis melibatkan mekanisme biokimia dan
pengontrolan laju transpor electron dan penggunaan oksigen. Ketika ekspos ke dingin
menyebabkan shivering, peningkatan laku frekuensi aktivitas kontraksi otot
menyebabkan laju hidrolisis adenosin trifosfat (ATP) menjadi ADP dan ion fosfat
(Pi) pada sel-sel otot. Maka dia meningkatkan jumlah ketersediaan ADP dan Pi dan
meningkatkan laju transpor electron sehingga memungkinkan laju pembangkitan
ATP untuk menghasilkan panas dari hidrolisis ATP yang ditingkatkan oleh kontraksi
elemen-elemen (Masoro, 1976).
Awal atau selama shivering, semua metabolik dari bahan-bahan makanan
(protein, lemak dan karbohidrat) dapat digunakan mendukung shivering
thermogenesis. Perbedaan kontribusi nutrisi ini terhadap produksi panas tergantung
banyak faktor seperti konsumsi energi makanan, status keseimbangan energi dan
sebagainya.
Lemak adalah cadangan energi utama tubuh dan ditimbun sebagai jaringan
timbunan putih (white adipose tissu, WAT). Bila konsumsi energi makanan tidak
cukup untuk memenuhi kalori yang terbuang, lemak mungkin lebih dahulu digunakan
sebagai bahan bakar untuk shivering thermogenesis. Pengerahan lemak ini dari

4
timbunan WAT kemungkinan besar ditimbulkan oleh peningkatan aktivitas
symphathetic nervous system (SNS) yang meningkatkan pelepasan katekolamin
(Epineprin dan Norepineprin atau E dan NE) kedalam sirkulasi. Peningkatan E atau
NE merangsang aktivitas lipase sel-sel adipose sensitive hormon yang mengakibatkan
trigliserida ( asam-asam lemak) dipecah menjadi free fatty acid (FFA) dan gliserol.
Produk hidrolisis ini dilepaskan kedalam sirkulasi, sehingga konsentrasinya dalam
darah meningkat. Selama ekspos ke dingin mereka, khususnya FFA , menjadi bahan
bakar utama untuk otot rangka bagi shivering thermogenesis ( Masoro, 1976).
Penelitian pada domba yang diberikan makanan sementara mereka dalam
suhu lingkungan netral (15-20°C) dan diekspos secara akut ke dingin (1 °C; kecepatan
angin 2 m/s) menunjukkan bahwa pengeluaran VFA khususnya propionat, kedalam
darah lebih besar pada ekspos dingin akut dari pada zona panas netral. Produksi
glukosa dan insulin juga agak meningkat selama ekspos dingin (Thompson, dkk,
1978). Tapi awal peningkatan glukosa ini turun menjelang akhir ekspos akut
(Holliday, dkk, 1969). Kemudian disarankan bahwa relatif sedikit karbohidrat dan
lebih banyak lemak digunakan untuk metabolisme energi selama periode ini.
Graham,dkk (1958) bahkan melaporkan bahwa lemak yang digunakan sebagai
bahan bakar untuk meningkatkan produksi panas domba ekspos ke dingin. Ini
mungkin karena domba (atau manusia) cenderung untuk tidak menggunakan glukosa
untuk meningkatkan kebutuhan energi yang dipaksakan oleh dingin. Seperti telah
diketahui bahwa domba harus mengandalkan sebagian besar pembentukan sendiri
untuk suplai glukosa mereka untuk metabolisme, sebab sebagian besar pencernaan
karbohidrat dirobah ke VFA dalam rumen (McKay, dkk, 1974). Akan tetapi
peningkatan laju oksidasi glukosa beratom karbon 14 dan ekskresi nitrogen dalam
urin oleh kelinci ( Masono, 1966) dan domba ( Ames dan Brink, 1977) diekspos ke
kondisi dingin karbohidrat dan protein juga digunakan sampai jumlah lebih besar
untuk mendukung thermogenesis dingin.
Selanjutnya, penelitian pada tikus menunjukkan bahwa tingkat plasma
glukosa homeostasis di jaga selama hipotermia dalam jangka pendek ( 30°C Tb) dan

5
keras ( 20°CTb). Dengan demikian konsentrasi plasma trigliserida dan level urea
agak meningkat. Peningkatan asam lemak ini digambarkan perpindahan metabolisme
ke arah lipolisis, dan dengan demikian peningkatan urea plasma mencerminkan
kemungkinan katabolisme protein dan menenkan pembersihan ginjal. Karena itu ada
kemungkinan sumbangan protein dalam shivering thermogenesis. Akan tetapi,
ditemukan bahwa ammonia plasma dan laktat plasma tidak terlibat dalam shivering
thermogenesis (Alfaro,dkk, 1994).
Bila ekspos ternak ke dingin berlanjut terus, misalnya selama aklimasi
intensitas shivering perlahan-lahan menurun dan menghilang dalam beberapa
minggu. Bila shivering thermogenesis turun, mekanisme non-shivering meneruskan
peninggian produksi panas.

B.2. Non-Shivering Thermogenesis (NST)


Mekanisme ini telah dibawah penyelidikan yang hebat berikut demonstrasi
peninggian produksi panas pada tikus diaklimasi ke dingin tanpa peningkatan
aktivitas elektromiografik atau bila diparalelkan dengan urea ( Hart, 1971). Konsep
non-shivering thermogenesisi dan mekanisme yang mendasarinya telah secara
ekstensif diuji oleh beberapa peneliti yang dikumpulkan pada beberapa symposium.
Secara umum diterima dengan baik bahwa katekolamin adalah faktor dominan dalam
stimulasi dan pengaturan non-shivering meningkatkan produksi panas. Bukti yang
kuat bagi kebutuhan tiroid dan kelenjar adrenal untuk mengekspresikan pada mamalia
kecil dan besar. Mekanisme selular dan sumber-sumber non-shivering thermogenesis
telah menjadi sasaran beberapa review ternama.
Bila ekspos ke dingin diperpanjang peningkatan produksi panas dengan
shivering thermogenesis tidak akan mencukupi lagi untuk menjaga homethermi pada
ternak. Karena itu ternak akan mengembangkan non-shivering thermogenesis untuk
meningkatkan produksi panas untuk mempertahankan kondisi homeothermi.

6
Pada ternak-ternak yang baru lahir dan ternak-ternak muda kelihatannya
Brown Adipose Tissue (BAT) adalah tempat NST yang penting pada ekspos dingin
yang lama. Respon sel BAT terhadap dingin yang lama meningkat jumlah sel dan
jumlah mitokondria per sel (Masoro, 1976), dengan kandungan sitokrom yang tinggi,
sehingga BAT mampu untuk menghasilkan jumlah panas yang besar ( Hoch, 1971).

Mekanisme NST dalam BAT di gambarkan sebagai berikut :


Trigliserida yang disimpan dalam sel-sel BAT dirobah menjadi FFA dan
gliserol pada laju yang cepat karena peningkatan aktivitas sympathetic nervaous
system (SNS) yang disebabkan oleh dingin. Peningkatan aktivitas SNS menstimulir
pelepasan NE ke dalam sel-sel BAT, akhirnya mengaktifkan sensitivitas hormon
lipase. FFA hasil proses metabolik ini terutama digunakan dalam sel-sel BAT.
Disarankan FFA ini mempunyai fungsi ganda mengingat sumbangan mereka terhadap
NST. Pertama, peningkatan FFA merobah mitokondria sehingga gandengan mereka
menjadi longgar dan mampu untuk bernapas pada kecepatan yang tinggi secara bebas
mensuplai ADP dan Pi. Kedua, FFA menyediakan bahan untuk pendukung
peningkatan laju metabolik ini. Dalam hal fungsi pertama, juga mungkin perubahan
aktivitas respirasi mitokondria secara langsung dirangsang oleh aktifitas hormon
(seperti katekolamin, tiroid, glukokortikoid dan sebagainya) daripada pengaruh
langsung peningktanan FFA.
Selanjutnya walaupun jumlah panas diproduksi oleh BAT relatif kecil
dibandingkan dengan produksi total panas, tapi ini penting karena distribusi lokalnya
terutama ke daerah dada. Panas diproduksi oleh BAT dalam daerah dada dapat
memanaskan reseptor untuk shivering dalam spinal cord ( tulang punggung), sehigga
dapat menghindari peningkatan kehilangan panas oleh transfer panas konvektif dari
pergerakan kulit dalam shirvering. Disamping tempat NST, sel-sel BAT juga
mensekresi protein yang dilibatkan dalam pertumbuhan dan pemeliharaan NST dalam
otot rangka (Maroro, 1976, Himus-Hagen, 1972 dalam Masoro, 1976).

7
Kontribusi produksi panas oleh NST dalam sel-sel BAT adalah kecil pada
ternak-ternak muda dan hampir tidak signifikan pada ternak-ternak lebih tua. Karena
itu kemungkinan besar sel-sel otot rangka adalah tempat utama NST pada ternak
muda dan tua.
Walaupun sel-sel otot rangka dipercayai sebagai tempat utama NST, tapi
mekanisme biokimianya tidak diketahui. Disarankan bahwa NE adalah pemicu untuk
NST oleh otot rangka (Carlson, 1966) dan bahwa pada beberapa cara BAT
dibutuhkan untuk pertumbuhan dan pemeliharaan NST dalam otot rangka (Himus-
Hagen, 1972 dalam Masoro,1976).
Pada tahap ekspos dingin yang lebih awal, glikogen otot dan cadangan lemak
menyediakan energi untuk shirving. Sebagai cadangan energi lokal menipis dan
tergantung pada makanan sebelumnya. Bahan-bahan alternatif diambil dari darah
(Sasaki dan Weekes, 1986). Kenyataannya, bahan-bahan ini meningkat secara
menyolok selama ekspos dingin. Contoh, glukosa plasma dan konsentarasi FFA
meningkat. Selama ekspos dingin dengan demikian peningkatan turnover glukosa
mungkin diperoleh dari glikonenolisis dan glukoneogenesis hati.
Tempat NST yang lain mungkin sel-sel hati (hepatocytes), sebab sel-sel ini
dilibatkan dalam pensuplaian bahan bakar dalam pembentukan glukosa (melalui
glukoneogenesis dan glikogenolisis) untuk NST. Seperti telah dilaporakan bahwa
produksi glukosa hati ditingkatkan oleh ekspos dingin pada domba yang diberi makan
dan dipuaskan (Thompson dkk, 1978) dan juga up take precursor glukosa (propionat
dan gliserol) oleh hati meningkat (Thompson dkk., 1978b, Thompson dkk, 1975).
Selanjutnya, sumbangan protein dalam penyediaan bahan-bahan untuk
thermogenesis dingin kelihatannya difasilitasi oleh peningkatan konsentrasi plasma
glukokortikoid karena ekspos dingin. Hormon ini meningkatkan katabolisme protein
otot, kulit dan jaringan lainnya dan kemudian menyerahkan pembongkaran protein
untuk glikonenolisis ( Webster,1975).

8
PERTAHANAN MELAWAN HIPERTERMIA
Dalam lingkungan panas mamalia dapat menekan diri mereka melawan
hipertermia dengan meningkatkan kehilangan panas, penurunan produksi panas atau
kombinasi keduanya. Beberapa species menggunakan homeotermi labil dengan
peningktanan Tb selama bagian hari terpanas menghasilkan a) konservasi air sebagai
hasil penyimpanan panas dalam tubuh dan b) penurunan pertamabahan panas dari
lingkungan sekitar sebagai hasil penurunan perbedaan antara TB dan Ta.

1. Peningkatan Kehilangan Panas


Dalam lingkungan panas, panas lepas dari ternak oleh kulit dan/atau
kehilangan air evaporasi pernapasan. Bila udara sekitar kering evaporasi kehilangan
panas lebih efektif, tapi kepentingannya diturunkan bila udara ambient menjadi jenuh
dengan penguapan. Ini menerangkan kenyataan bahwa pencegahan kelebihan panas
dalam iklim panas kering lebih mudah dari iklim panas basah.
a. Kehilanga Air Evaporasi Kulit
Kulit melepaskan air dalam dua cara a) dengan pendifusian uap melalui
epidermis dari jaringan terdalam atau b) dengan pensekresian keringat. Kulit
mamalia tergantung species, mengandung jumlah dan ukuran kelenjar keringat
yang sangat luas/banyak. Pola dan kontrol kelenjar keringat bermacam-macam
diantara species berbeda. Keringat karena panas pada manusia terutama dibawah
nuerokontrol koligernik tapi pada ungulata dibawah mekanisme syaraf
adrenergik. Kelenjar keringat berbagai species mengeluarkan keringatnya dalam
tiga pola berbeda a) pelepasan berputar b) kontinyu tapi meningkat sekali-sekali
dalam pelepasan dan c) kontinyu tapi segera meningkat dalam pelepasan. Tidak
ada korelasi ditemukan antara pola perkeringatan dan posisi pilogenetik spesies
(Robertshaw dan Taylor, 1969). Bligh (1967) menyatakan bahwa pelepasan
periodic atau putaran oleh kelenjar keringat disebabkan oleh kontraksi mioepitel

9
sekeliling kelenjar sementara pelepasan keringat secara kontinyu dapat
disebabkan oleh banyak cairan yang terus menerus kepermukaan kulit.
b. Kehilangan Air Evaporasi Respirasi
Peningkatan laju kehilangan panas dari saluran pernapasan dapat dikerjakan baik
oleh peningkatan respirasi minute volume atau oleh peningkatan perbedaan
tekanan uap air antara udara yang dihirup ternak dan uap mukosa saluran
pernapasan (Whittow, 1971). Ternak berbeda dalam pola panting mereka,
beberapa berpating melalui lidah. Kontribusi kehilangan air evaporasi respirasi
untuk meningkatkan kehilangan panas bermacam-macam pada panting untuk
meningkatkan kehilangan panas, sedangkan lainnya ditandai dengan sangat
sedikit peningkatan pada kedalaman dan frekuensi pernapasan. Umumnya,
perbedaan diantara spesies mungkin berhubungan dengan suhu kulit ternak
berkeringat dengan kulit relatif dingin cenderung berhubungan dengan frekuensi
pernapasan yang rendah tapi species yang sedikit berkeringat mempunyai kulit
yang hangat dan aktifitas respirasi yang tinggi (Bianca, 1968). Hal ini berarti
bahwa pating beraksi sebagai pertahanan garis kedua, melengkapi kekurangan
keringat.
c. Salivasi
Disampingan kehilangan air evaporasi pulmo-kutaneus beberapa mamalia
khususnya Rodensia (binatang pengerat) menggunakan saliva untuk
meningkatkan kehilangan panas selama ekspos ke panas. Pentingnya saliva
sebagai jalan utama dan efektif kehilangan panas telah direview baru-baru ini
(Yousef, 1981).

2. Penurunan Produksi Panas

Ekspos singkat ke panas menghasilkan peningkatan produksi panas mamalia


kecil dan besar. Lamanya waktu perubahan produksi panas ekspos ke panas telah
diteliti pada mamalia kecil dan besar ( Yousef dan Johnson, 1967; Yousef dkk, 1967).

10
Secara umum produksi panas pertama-tama meningkat, kembali ke normal dan
kemudian menurun. Waktu yang dibutuhkan untuk setiap pase ini berbeda diantara
spesies. Dalam spesies tertentu ternak muda mempunyai lama waktu perubahan
berbeda dalam produksi panas daripada ternak yang tua (Yousef dkk, 1981). Produksi
panas terendah berhubungan dengan aklimasi ke panas menghasilkan beban panas
dari dalam, maka ternak menghabiskan sedikit air untuk pendinginan evaporasi.

Penelitian pada ternak kecil dan besar padang pasir membuktikan bahwa
beberapa spesies mempunyai produksi panas istirahat terendah daripada spesies
bukan padang pasir dengan ukuran tubuh yang sama. Rendahnya produksi panas ini
adalah mekanisme adaptasi yang bermanfaat karena ia mengecilkan kebutuhan
makanan dan air yang mahal di padang pasir. Paling sedikit dalam satu species
padang pasir, Equua asinus, produksi istirahat tidak diturunkan, tapi biaya energi
untuk berkerja jauh lebih rendah dari pada ternak lainnya (Yousef, 1976). Rendahnya
produksi ini selama berjalan menghasilkan penyiapkan (penyediaan) air yang
signifikan dan memungkinkan ternak untuk meningkatkan aktivitas hariannya
sewaktu mencari makanan dan air.

3. Homeotermi labil
Schmid-Nielsen (1964) adalah yang pertama menunjukkan bahwa unta
hipertermia selama bagian hari terpanas tidak merusak sistem pengaturan panas, tapi
hipertemia adalah mekanisme adaptasi untuk bertahan hidup di padang pasir.
Hipertermia adalah hasil peningkatan penyimpanan panas tubuh sampai lingkungan
dingin dibawah suhu tubuh, sehingga panas tubuh dapat dibuang dengan mekanisme
non-evaporasi. Homeotermi labil telah dilaporkan pada ternak kecil dan mamalia
padang pasir lainnya (Yousef, 1976, Yousef, 1981). Derajat hipertermia bener-benar
ditingkatkan oleh dehidrasi dan latihan. Derajat hipertermia Rusa dab Grant 46,5 oC
selama 6 jam tanpa ada efek sakit yang tampak (Taylor, 1962). Tb yang tinggi seperti
itu akan mematikan pada organ tubuh sensitive panas lainnya. Pertanyaan selanjutnya
adalah bagaimana otak dan organ tubuh sensitive panas lainnya bertahan terhadap

11
derajat hipertermia ini? Pada beberapa mamalia arteri karotid internal tidak ada dan
darah disuplai ke otak terutama dengan arteri karotid eksternal. Di dasar otak, arteri
karotid membentuk rate mirable karotid terdiri dari ratusan arteri parallel yang kecil
dan kemudian memperbaiki untuk suplai otak. Rate ini terletak dalam kolam venus,
sinus kavenosus. Darah vena kembali dari hidung di dingin oleh evaporasi ketika
ternak bernapas dan mengalir ke dalam sinus kavernosus (Baker,1981). Darah vena
dingin ini menukar panas dengan darah arteri, sehingga dapat mendinginkan otak.
Menjaga suhu otak pada level terendah dan bebas dari suhu inti adalah penting untuk
tahan hipertemia.

12

Anda mungkin juga menyukai