Anda di halaman 1dari 8

A.

Judul Praktikum
Pemeriksaan Suhu Tubuh
B. Tujuan Praktikum
Mahasiswa diharapkan dapat melakukan teknik-teknik pengukuran suhu
secara tepat.
C. Dasar Teori
1. Pengertian Suhu Tubuh
Sebagian besar manusia melakukan aktivitas pada lingkungan yang
“normal”, yaitu pada suhu sedang pada dataran yang tidak terlalu jauh di
atas permukaan laut.1 Dibandingkan dengan primata lain, manusia
mempunyai kemampuan yang jauh lebih besar untuk mentoleransi suhu
panas, karena banyaknya kelenjar keringat serta tubuh yang hanya berambut
halus (Bridger RS., 1995).
Di dalam tubuh energi panas dihasilkan oleh jaringan aktif terutama
dalam otot, kemudian juga dalam alat keringat, lemak, tulang, jaringan ikat,
serta saraf. Energi panas yang dihasilkan didistribusikan ke seluruh tubuh
melalui sirkulasi darah, namun suhu bagian-bagian tubuh tidak merata.
Terdapat perbedaan yang cukup besar (sekitar 4°C) antara suhu inti dan
suhu permukaan tubuh (Ganong WF, 1991; Guyton A.,1991).
Sistem termoregulator tubuh harus dapat mencapai dua gradient suhu
yang sesuai, yaitu:
a) antara suhu inti dengan suhu permukaan,
b) antara suhu permukaan dengan suhu lingkungan.
Dari keduanya, gradient suhu inti dengan suhu permukaan adalah
yang terpenting untuk kelangsungan fungsi tubuh yang optimal. Selanjutnya
pertukaran panas dengan lingkungan sekitar berlangsung melalui alat
pernapasan dan kulit, karna setiap usaha untuk mempertahankan suhu inti
akan mempengaruhi bagian perifer tubuh terutama tangan dan kaki (Ganong
WF, 1991; Guyton A.,1991; Sherwood L., 1989).
2. Konsep Suhu Tubuh dan Pengaturan Suhu
A. Suhu tubuh normal
Normalnya, suhu yang mengatur bagian dalam tubuh (suhu inti),
berada pada suhu konstan yaitu sekitar 0,60C dari hari ke hari, namun
terdapat pengecualian yaitu apabila seseorang sedang mengalami demam.
Menurut Guyton, Arthur C., Hall, John E (2006), tidak ada ketetapan
mengenai suhu inti normal karena pengukuran suhu tubuh pada orang
dalam keadaan sehat menunjukkan rentang suhu yang berkisar dari
dibawah 360C sampai lebih dari 370C melalui pengukuran per oral, dan
lebih tinggi kira-kira 0,60C bila diukur per rektal.
B. Pembentukan panas
Pembentukan panas merupakan hasil utama dari proses
metabolisme. Faktor-faktor yang memengaruhi laju pembentukan panas
atau yang disebut dengan laju metabolisme antara lain (Guyton, Arthur
C., Hall, John E; 2006) :
a) Laju metabolisme basal sel tubuh,
b) Laju metabolisme tambahan yang disebabkan oleh aktivitas otot,
c) Metabolisme tambahan yang disebabkan oleh pengaruh tiroksin
terhadap sel,
d) Metabolisme tambahan yang disebabkan oleh pengaruh epinefrin,
norepinefrin, dan perangsangan simpatis terhadap sel,
e) Metabolisme tambahan yang disebabkan oleh meningkatnya aktivitas
kimiawi di dalam sel sendiri (terutama bila suhu di dalam sel
meningkat),
f) Metabolisme tambahan yang diperlukan untuk pencernaan, absorpsi,
dan penyimpanan makanan
C. Kehilangan panas
Laju hilangnya panas hampir seluruhnya ditentukan oleh dua
faktor, yaitu kecepatan panas yang dapat dikonduksi dari tempat asal
panas dihasilkan, yakni dari dalam inti tubuh ke kulit, dan seberapa cepat
panas kemudian dapat dihantarkan dari kulit ke lingkungan (Guyton,
Arthur C., Hall, John E; 2006).
Seperti halnya arus listrik yang memiliki insulator sebagai material
yang menghambat konduksi listrik, tubuhpun memiliki insulator
(penyekat) terhadap aliran panas sehingga suhu internal tubuh dapat
dipertahankan. Dalam hal ini kulit, jaringan subkutan, dan terutama
lemak di jaringan subkutan bekerja secara bersama-sama sebagai
insulator panas tubuh. Daya penyekatan yang terletak dibawah kulit
merupakan alat yang efektif untuk mempertahankan suhu inti tetap
normal, meskipun dapat juga memungkinkan agar suhu kulit dapat
mendekati suhu lingkungan.
Penyalur panas yang efektif dalam tubuh adalah darah, dalam hal
ini aliran darah yang diatur oleh pembuluh darah. Bagian penting dalam
penyaluran panas ini adalah pleksus venosus yang mendapatkan suplai
dari aliran darah kapiler kulit. Kecepatan aliran darah ke dalam pleksus
venosus bervariasi dari beberapa persen di atas nol sampai dengan 30%
dari total curah jantung (cardiac output). Efisiensi dari konduksi panas
berbanding lurus dengan kecepatan aliran darah pada kulit. Dengan kata
lain, semakin cepat aliran darah, maka akan semakin efisien pula
konduksi panas dari inti tubuh. Namun hal inipun tetap memiliki batas.
Dapat dikatakan bahwa kulit merupakan pengatur radiator panas, dan
aliran darah ke kulit adalah mekanisme penyaluran panas dari inti tubuh
yang efektif, sebagaimana dituliskan oleh Guyton, Arthur C., Hall, John
E (2006).
Aliran darah ini kemudian diatur lagi oleh vasokonstriksi yang
hampir seluruhnya diatur oleh saraf simpatis. Panas yang sudah
disalurkan ke kulit kemudian dialirkan lagi ke lingkungan. Mekanisme
pengaliran panas ini dijelaskan melalui mekanisme fisika dasar yaitu
radiasi, konduksi, konveksi, dan evaporasi. Radiasi adalah transfer panas
dari permukaan suatu objek ke permukaan objek lainnya tanpa kontak
langsung antara keduanya.
Panas pada 85% area luas permukaan tubuh diradiasikan ke
lingkungan. Panas dapat dihilangkan melalui radiasi dengan membuka
baju atau selimut. Konduksi adalah transfer panas dari dan melalui
kontak langsung antara dua objek. Benda padat, cair, dan gas
mengonduksi panas melalui kontak. Penggunaan bungkusan es atau
memandikan klien dengan kain dingin akan meningkatkan kehilangan
panas konduktif. Konveksi adalah transfer panas melalui gerakan udara,
contohnya adalah penggunaan kipas angin. Kehilangan panas konvektif
meningkat jika kulit yang lembab terpapar dengan udara yang bergerak.
Evaporasi adalah transfer energi panas saat cairan berubah menjadi gas
(Potter, Patricia A., Perry, Anne G; 2005).
D. Pengaturan suhu tubuh
Suhu tubuh diatur hampir seluruhnya oleh mekanisme persarafan
umpan balik, dan hampir semua mekanisme ini terjadi melalui pusat
pengaturan suhu yang terletak di hipotalamus. Agar mekanisme umpan
balik ini dapat berlangsung, harus juga tersedia pendetektor suhu untuk
menentukan kapan suhu tubuh menjadi sangat panas atau sangat dingin
(Guyton, Arthur C., Hall, John E; 2006).
E. Konsep “Set-Point” untuk pengaturan suhu
Berdasarkan studi yang ada, ditemukan bahwa pada suhu tertentu,
akan terjadi perubahan kecepatan dan perbandingan antara pembentukan
dan kehilangan panas. Contohnya, pada suhu di atas 37,10C, panas akan
lebih cepat menghilang dari pada terbentuk. Pada kasus ini 37,10C
disebut suhu kritis, atau pada topik kali ini disebut set-point pada
mekanisme pengaturan suhu. Mekanisme di sini adalah segala segala
bentuk mekanisme pengaturan suhu tubuh agar kembali mendekati set-
point.
Jika dihubungkan dengan fisiologis tubuh,mekanisme ini terkait
dengan umpan balik negatif. Dalam hal pengaturan suhu tubuh, suhu inti
tubuh dijaga agar perubahan suhu inti seminimal mungkin walaupun
suhu lingkungan berubah. Studi menemukan bahwa suhu tubuh manusia
berubah 10C untuk setiap perubahan 250C sampai 300C suhu lingkungan
(Guyton, Arthur C., Hall, John E; 2006).
Set-point ini bukanlah sesuatu yang tidak dapat diubah. Ia juga
ditentukan oleh derajat aktivitas reseptor suhu panas pada area preoptik-
hipotalamus anterior. Bila suhu kulit tinggi, maka pengeluaran keringat
akan dimulai pada set-point yang lebih rendah. Karena itulah, saat suhu
kulit tinggi, maka set-point akan turun dan sebaliknya.
F. Suhu Tubuh Abnormal
Suhu tubuh memiliki tingkat abnormalitasnya sendiri, baik terlalu
tinggi ataupun terlalu rendah. Demam adalah kondisi di mana suhu tubuh
menjadi lebih tinggi, dan disebabkan baik oleh kesalahan pengaturan di
otak, ataupun adanya infiltrasi toksik yang mempengaruhi suhu tubuh.
Demam dapat disebabkan oleh bakteri, tumor otak, dan heatstroke
sebagai puncaknya karena adanya pajanan dari lingkungan, di mana suhu
tubuh mencapai 1050F-1080F. Gejala yang paling sering adalah pusing,
mual muntah, delirium, dan bahkan kehilangan kesadaran. Efek lanjut
dari peningkatan suhu tubuh adalah kerusakan parenkimatosa sel,
terutama di otak. Jika hal ini terjadi, sel tersebut sulit bahkan tidak bisa
digantikan. Sementara pada kondisi di mana tubuh terpapar pada suhu
dingin, dapat terjadi henti jantung atau fibrilasi. Pengaturan suhu juga
dapat terganggu apabila kecepatan pembentukan panas turun sampai dua
kali lipat atau lebih. Apabila suhu tubuh sudah terlalu rendah atau
terpajan suhu yang terlalu rendah, maka akan tercipta kristal es di dalam
dan menyebabkan frostbite. Hal ini dapat menyebabkan kerusakan
sirkulasi permanen (Guyton, Arthur C., Hall, John E; 2006).
D. Alat dan Bahan
Nama Gambar Fungsi

Untuk menuliskan hasil yang


Alat Tulis
diperoleh

Sebagai stopwatch untuk


Handpone
meghitung waktu pernapasan

Termometer
Untuk mengukur suhu tubuh
Badan
E. Cara Kerja

Disiapkan alat yang akan Di stabilkan suhu pada


digunakan termometer hingga 35°C

Di keluarkan termometer Di sisipkan termometer pada


dari ketiak dan dicatat hasil ketiak selama 5 menit
pengukurannya

F. Hasil Pengamatan
G. Pembahasan
H. Kesimpulan
Dalam melakukan pengukuran suhu badan ada beberapa teknik khusus
dalam melakukannya diantaranya, alat yang dipakai yaitu berupa termometer
harus di stabilkan dulu suhunya, kemudian pengukuran dilakukan selama 5
menit, dan termometer harus di sisipkan langsung di ketiak bukan di ketiak
yang di tutupi pakaian. Beberapa hal tersebut harus dilakukan agar pengukuran
suhu tubuh bisa dilakukan dengan tepat.
I. Daftar Pustaka
Bridger RS. 1995. Introduction to ergonomics. McGraw-Hill Inc,: International
editions.
Ganong WF. 1991. Review of medical physiology 15th edition. California:
Appleton& Lange.
Guyton A. 1991. Textbook of medical physiology 8th edition. Philadelphia:
W.B. Saunders Company.
Sherwood L. 1989. Human physiology, from cells to systems. 1st edition.
St Paul: West Publishing Company.
Guyton Arthur C. & Hall John E. 2006. Textbook of Medical Physiology.
Mississipi : Elsevier Inc.
Potter, Patricia A. & Perry, Anne Griffin. 2005. Buku Ajar Fundamental.
Keperawatan: konsep, proses, dan praktik. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai