Anda di halaman 1dari 4

Bunga Shakira PF

XI MIPA 5 (12)

SOENTING MELAJOE
SURAT KABAR PEREMPUAN PERTAMA DI INDONESIA

Roehana Koeddoes (20 Desember 1884 – 17 Agustus 1972)


adalah jurnalis perempuan pertama Indonesia. Ia
mendirikan surat kabar khusus perempuan pertama di
Indonesia yang bernama ‘Soenting Melajoe’.

Roehana Koeddoes tumbuh


besar pada era dimana
pendidikan sangat terbatas bagi
perempuan. Namun, berkat
ayahnya yang bekerja sebagai
pegawai di pemerintahan
Belanda dan sering membawa
pulang buku dari tempat
kerjanya, Roehana menjadi rajin
belajar dan bertekad untuk
memperdalam pendidikannya.

Roehana memulai karirnya


sebagai jurnalis dengan menulis
untuk Poetri Hindia, surat kabar
yang diperuntukkan kepada
perempuan. Akan tetapi, tak
lama kemudian Poetri Hindia
terpaksa harus ditutup karena
tulisannya dianggap mengkritik
pemerintahan Belanda pada
waktu itu.
Aku akan mendirikan
surat kabar yang akan
menampung aspirasi
para perempuan!!!

Karena hal tersebut akhirnya


Roehana Koeddoes berinisiatif
untuk mendirikan surat
kabarnya sendiri yang berfokus
pada kehidupan perempuan dan
diberi nama Soenting Melajoe.

Dalam menerbitkan Soenting


Melajoe, ia meminta tolong kepada
Datuk Sutan Maharadja yang
merupakan pendiri surat kabar
Oetoesan Melajoe. Hal ini disebabkan
waktu itu ia sedang mengajar
sehingga tidak dapat terjun langsung
dalam penerbitan. Sutan Maharadja
pun menyetujuinya dan menunjuk
putrinya Ratna Djoewita untuk
mengurus redaksi.
Soenting Melajoe terbit untuk pertama
kali pada 10 Juli 1912 di Padang.
Tulisan-tulisan yang termuat dalam
Soenting Melajoe umumnya isu sosial,
seperti pernikahan dan pendidikan
bagi kaum perempuan. Selain itu,
Soenting Melajoe juga membahas
mengenai agama, budaya, dan
kesehatan.

Wow... Keren...
Soenting Melajoe mendapat sambutan
baik dari masyarakat, terutama para
perempuan, yang merasa bahwa
tulisan-tulisan yang disampaikan
sangat menginspirasi.

Meskipun penerbitannya dikelola


oleh Sutan Maharadja, Soenting
Melajoe merupakan surat kabar
pertama di Indonesia yang pemimpin
redaksi, redaktur dan penulisnya
adalah perempuan.

Pada awal tahun 1921, untuk alasan


yang tidak diketahui, Roehana
Koeddoes mengundurkan diri dari
Soenting Melajoe dan tak lama setelah
itu, tepatnya pada 28 Januari 1921,
Soenting Melajoe diterbitkan untuk
terakhir kalinya.

Sepanjang hidupnya, Roehana Koeddoes tidak pernah berhenti


menempuh pendidikan, ia menghabiskan sisa hidupnya untuk mengajar
dan menyuarakan hak pendidikan bagi perempuan.
“Perputaran zaman tidak akan pernah
membuat wanita menyamai laki-laki.
Wanita tetaplah wanita dengan segala
kemampuan dan kewajibannya. Yang
harus berubah adalah wanita harus
mendapat pendidikan dan perlakukan
yang lebih baik. Wanita harus sehat
jasmani dan rohani, berakhlak dan
berbudi pekerti luhur, taat beribadah
yang kesemuanya hanya akan
terpenuhi dengan mempunyai ilmu
pengetahuan.”

- Roehana Koeddoes

Anda mungkin juga menyukai