Anda di halaman 1dari 3

Menangkis Rintangan Literasi Di Era Digital

Puthut EA adalah seorang seorang Filsafat sekaligus sastrwan Indonesia, Dia lahir
di Rembang, Jawa Tengah, 28 Maret tahun 1977. Lahir di lingkungan yang cukup
sederhana, dia menikah pada umur yang cukup tua yaitu umur 33 tahun dan
mempunyai anak pada umur 35 tahun. Dia merasa menjadi aya yang kurang baik
untuk anaknya karena dia telat menikah, karena itu dia merasa tua untuk memarahi
anaknya, tetapi dia juga beruntung memiliki istri yang hebat karena dengan mendidik
anaknya dengan cara menemukan jawabanya dengan obrolannya sendiri.
Saat masih kecil dia ingin masuk pesantren yang nama pesantrennya Assalam
karena kebetulan di kampung halamannya tersebut tidak ada pesantren walau kata
dia Rembang itu kotanya para Kiyayi. Akhirnya Dia bisa masuk pesantren Darul
Ulum Jombang tetapi harus sambil Kuliah
Pada Tahun 1995 dia masuk di Ilmu Filsafat Universitas Gadjah Mada, sebelum di
UGM dia juga daftar di Universitas lain kebetulan dia di terima disemua Universitas,
tetapi dia memilih di UGM di ilmu Filsafat karena pertimbangan biaya yang lebih
murah. Sebelum memilih jurusan ilmu Filsafat dia memiliki pilihan yaitu sastra jawa,
sastra Indonesia, Tetapi dia akhirnya memilih ilmu Filsafat karena bagi Dia ilmu
Filsafat memberi ekosistem berfikir, ekosistem aktivisme, tetapi secara pribadi dia
menyebut ilmu Filsafat yaitu keilmuan cara berfikir.
Kemudian setelah dia diterima di Universitas tersebut langsung di ospek oleh aktivis
yang di suruh membacakan sajak-sajaknya Wiji Thukul. Setelah pada tahun 1996 di
kampus ada Kudatuli sampai-sampai kampus pun menjadi sepi Orang tua Puthut
yang di kampung sampai ingin mempulangkannya dan menjadi dinamika, Dia
sampai sempat menjual selembaran-selembaran walau keadaan masih ketat. Dan
pada tahun 1997 akhir dan 1998 awal muncul lagi gerakan sampai tahun 2000 dia
hampir saja di Do dari kampusnya karena baru menyelesaikan sepertiga dari SKS-
nya karena sampai ikut demo dan tidak pernah kuliah lagi dan menjadi aktivis pupuk
bawang.

Berlanjut pada tahun 2004 situasi kembali tidak membaik karena sejak awal merasa
kecewa karena reformasi. Dan kemudian pensiun dari aktivis menjadi seorang
penulis yang menjadi awal bagi Puthut Ea. Sampai-sampai karena dia tidak memiliki
komputer akhirnya meminjam punya temannya yang yang jadi temannya itu adalah
Asisten Dosen waktu dia memakainya biasanya jam 10 malam sampai jam 5 pagi
karena jam 7 sampai jam 9 malam masih di pakai oleh temannya, Dia waktu itu
berciata-cita ingin berkerja di kompas, tempo ataupun wartawan.
Setelah dia berhasil menjadi Seorang Filsafat yang di kenal banyak orang menurut
dia ilmu filsafat yang di sukai yang sekaligus mengambarkan keperibadiannya yaitu
Filsuf Hegel yang idealis jerman, alasan Puthut Tertarik dengan Filsuf Hegel karena
ada forum diskusinya yang membicarakannya dalam waktu 1 minggu.
Seorang Puthut Ea juga berperan sebagai pelopor gerakan Literasi di Indonesia,
cara dia mengembangkan Literasi di Indonesia dengan mendatangi komunitas-
komunitas kecil untuk berbagi banyak hal.
Literasi tidak bisa menghasilkan dinamika rasis di Indonesia, untuk memajukan
literasi di indonesia dengan cara seperti memprioritaskan komunitas-komunitas kecil
di Kampung karena akan menjadi sebuah ujung tombak berkembangnya Literasi di
Indonesia. Karena Literasi di Kampung tidak kalah jauh dengan kemajuan Literasi
yang ada di Kota-kota besar, sampai-sampai mereka juga pernah baca bukunya
“Eka Kurniawan”, tetapi yang sering banyak di baca sampai saat ini yaitu “Laskar
Pelangi” karya Andrea Hirata.
Puthut Ea pernah melewati masa yang cukup sulit dimulai dari munculnya konflik
Kudatuli, sampai dia hampir di DO oleh kampusnya sendiri akibat ikut demo. Tetapi
dia pantang menyerah untuk menyelesaikan masalah yang ia hadapi sampai
sekarang di kenal banyak orang lewat karya-karya yang ia buat. Karya tulis yang dia
buat seperti The Show Go On Bencana Ketidakadilan (2010), 154 Questions for
Alife (2010) dll. Kumpulan carpen yang dia tulis seperti Dua Tangisan pada Satu
Malam (2005), Kupu-kupu Bersayap Gelap(2006). Novel dia tulis seperti Cinta
Tak Pernah Tepat Waktu (2009), Bunda (2005). Kemudian naskah drama seperti
Orang-orang yang bergegas (2004), Jam 9 Kita Bersua (2009).
Selain terus menulis dan melakukan kerja-kerja penelitian, Puthut masih sering di
persilahkan untuk menjadi pemandu berbagai pelatihan, terutama pelatihan menulis
kreatif. Ia juga menyunting banyak buku, baik fiksi maupun nonfiksi, dan menjadi
konsultan buku, serta penertiban dan media lain.
Untuk mendorong masyarakat indonesia agar berkembangnya minat baca atau
Literasi di Indonesia yang pertama dengan membaca selama 10 sebelum memulai
pembelajaran dengan melakukan kegiatan itu siswa secara tidak langsung bisa
memahami apa yang di baca sebelum memulai pembelajaran.
Kemudian dengan cara berdiskusi tentang hasil meresensi buka yang di baca,
setelah siswa membaca selama waktu yang sudah di tentukan oleh gurunya,
selanjutnya siswa disuruh membaca apa yang di baca sebelumnya oleh siswa
tersebut. Diharapkan siswa dapat memetik pesan moral yang dibacakan oleh siswa
itu sendiri ataupun yang mendengarkannya. Ataupun di kelas bisa membuat
perpustakaan dilengkapi rak buku yang unik, buku di setiap kelas tidak harus
tentang buku sekolah, namun juga bisa di isi dengan buku fiksi, biografi, novel, dan
jenis buku lainnya.
Seluruh Kisah Puthut Ea ini sampai di jadikan Podcast di kanal YouTube
Kompas.com yang berjudul “ BEGINU S3E5]: Puthut EA, Reformasi 98 Bukan
Gerakan Mahasiswa, dan Tips Merawat Sokrates ” dalam keseluruhan yang di
sampaikan Puthut Ea menceritakan seluruh perjalanan hidupnya yang di mulai
dulunya menjadi seorang aktivis dan akhrinya sekarang menjadi seorang penulis
sastrawan Indonesia terkenal yang telah menghasilkan buku-buku novel yang masih
laris sampai sekarang.

Riyan Apriliyan

24071121100

Anda mungkin juga menyukai