Anda di halaman 1dari 7

1) The general theory of sentencing – teori umum tentang hukuman;

2) The theory of punishment – teori tentang hukuman;


3) The effect of punishment – dampak dari hukuman.

1) Adanya perbuatan – tindak pidana – adanya unsur obyektif/criminal acts berupa asas
legalitas/asas yang melatarbelakangi kesalahan;
2) Pelaku/orang – kesalahan/pertanggungjawaban – yang harus memiliki rasa tanggung jawab adalah
orang yang mampu bertanggung jawab – contoh : Pasal 44 KUHP sebagai alasan pemaaf yang dilihat
dari sisi orang/pelakunya, misal karena pelakuya tidak waras/gila jadi tidak dapat
mempertanggungjawabkan perbuatannya;
3) Ada pidana – sanksi (letak hukum penitensier) – yaitu hukum penitensier dalam konteks hukum
pidana bicara tentang sanksi dan pidananya.

( )
 Pidana : the judgement formally pronounced by the court or judge upon the defendant after his
conviction in a criminal prosecution, imposing the punishment to be inflicted - putusan yang secara
resmi diucapkan oleh pengadilan atau hakim atas terdakwa setelah ia dinyatakan bersalah dalam
suatu tuntutan pidana, dengan menjatuhkan pidana yang akan dijatuhkan.
 Hukuman merupakan inti dari sentencing. “any fine, penalty or confinement inflicted upon a person
by the authority of the law and the judgement and sentence of a court, for some crime or offence
commiteed by him, or for his ommission of a duty enjoined by law” - setiap denda, hukuman atau
kurungan yang dijatuhkan pada seseorang oleh otoritas hukum dan putusan dan hukuman
pengadilan, untuk beberapa kejahatan atau pelanggaran yang dilakukan olehnya, atau untuk
pelepasan tugas yang diperintahkan oleh hukum.

:
 Hukum pidana dalam arti obyektif (ius poenale) : peraturan yang mengandung larangan atau
keharusan dimana terhadap pelanggarannya diancam dengan hukuman.
 Ius poenale dibagi menjadi 2 (dua), yaitu :
1) Hukum pidana materiil (hukum pidana in abstracto)
- Adanya perbuatan yang dapat diancam pidana (Strafbare feiten);
- Siapa yang dapat dipidana (pertanggungjawaban pidana);
- Sanksi apa yang dapat dijatuhkan (adanya hukum penitensier)
2) Hukum pidana formil (hukum pidana in concreto)
- Sejumlah peraturan yang mengandung cara-cara negara mempergunakan haknya untuk
melaksanakan pidana.
 Hukum pidana dalam arti subyektif (ius puniendi) :
1) Adanya hak memidana;
2) Adanya hak dari Negara dan organ-organnya untuk mengaitkan ancaman-ancaman pidana pada
perbuatan-perbuatan tertentu (untuk menciptakan ius poenale);
3) Adanya ikhwal kekuasaan Negara yang dimilikinya untuk menjatuhkan pidana, yaitu berupa :
- Hak untuk mengancam perbuatan dengan pidana;
- Hak untuk menjatuhkan pidana (Strafoplegging);
- Hak untuk melaksanakan pidana (Strafuitvoerving).

( ) :
1) Sanksi penal : bertujuan untuk menanggulangi kejahatan;
2) Sanksi non-penal : berupa penanggulangan selain pidana – tindakan prevention seperti administrasi,
kesejahteraan. Contoh : kemiskinan, pengangguran.

Sanksi pidana dapat mempengaruhi pandangan masyarakat tentang kejahatan dan hukuman – di
dalamnya ada penanggulangan tanpa hukuman – adanya penerapan hukum pidana dengan sistem
peradilan pidana.

1. The science of crime prevention –ilmu pencegahan kejahatan;


2. Is a policy of designating human behavior as crime – merupakan kebijakan yang menetapkan
perilaku manusia sebagai kejahatan;
3. Rational responses to crime – tanggapan rasional untuk kejahatan.
:
1) Pengenaan penderitaan atau nestapa atau akibat-akibat lain yang tidak menyenangkan – sesuatu
yang tidak mengenakan;
2) Diberikan dengan sengaja oleh orang atau badan yang berwenang – yang menggunakan untuk
menetapkan sanksi adalah orang yang berwenang;
3) Dikenakan kepada orang yang telah melakukan tindak pidana menurut UU – dibuktikan orang
tersebut melakukan kesalahan.

:
1) Sudarto : pidana adalah penderitaan yang sengaja dibebankan kepada orang yang melakukan
perbuatan yang memenuhi syarat tertentu;
2) Ruslan Saleh : reaksi atas delik berupa nestapa yang sengaja ditimpakan Negara kepada pembuat
delik;
3) Fitzgerald : the authoritative infliction of suffering for an offence – berupa penderitaan otoritatif
karena suatu pelanggaran;
4) Rupert cross : the infliction of pain by the state on someone who has been convicted of an offence –
penderitaan Negara atas seseorang yang dihukum karena melakukan pelanggaran.

1) Konsep dari hukuman :


- Penderitaan
- Ekspresi ketidaksetujuan
2) Ada 5 karakteristik menurut H.L. Packer, yaitu :
- It must involve pain or other consequences normally considered unpleasant – harus melibatkan
rasa sakit atau konsekuensi lain yang biasanya dianggap tidak menyenangkan;

- It must be for an offense against legal rules – ini harus ditujukan untuk pelanggaran terhadap
aturan hukum;
- It must be imposed on an actual for his offense – harus dikenakan pada aktual atas
pelanggarannya;
- It must be intentionally administered by human beings other than the offender – harus dikelola
dengan sengaja oleh manusia selain pelanggar;
- It must be imposed and administered by an authority constituted by a legal system – harus
diberlakukan dan dikelola oleh otoritas yang dibentuk oleh sistem hukum.

1) Kontra :
 Menurut Packer : a vestige of our savage past – peninggalan kebiadaban di masa lampau;
 Paham determinisme : orang tidak mempunyai kesalahan dikarenakan tidak memiliki kehendak
bebas dan tidak bisa dipertanggungjawabkan. Orang itu perilakunya dipengaruhi oleh faktor
internal dan eksternal, sehingga dampak kejiwaan seseorang yang tidak normal. Contoh : emosi
dan kebutuhan psikologis;
 Abolisionism : the campaign against punishment – sikap memidana harus diganti dengan sikap
mengobati.
2) Pro :
 Menurut Ruslan Saleh : masih ada dasar susila dari hukum pidana;
 Van Bemmelen : pendekatan dari sudut politik kriminal (ada perbuatan-perbuatan yang tidak
mungkin diterima masyarakat dan pemerintah harus campur tangan dalam masalah
perlindungan) – dilihat dari sudut pandang politik criminal terdapat 2 komposisi, yaitu :
- Perbuatan yang tidak mungkin diterima masyarakat. Dalam hal ini seseorang yang
membuat kejahatan akan kalah;
- Pemerintah harus campur tangan dalam masalah perlindungan. Dimana Negara harus
campur tangan dalam perlindungan karena Negara tidak bisa membiarkan individu
melakukan perlindungan sendiri-sendiri. Wujud intervensi berupa peradilan dalam
memberikan perlindungan yaitu adanya pengenaan sanksi pidana. Kalo Negara tidak ikut
campur tangan, maka akan terjadi main hakim sendiri.
 Menurut H.L Packer :
- The criminal sanction is indispensable : we could not; now or in the foreseeable future, get
a long without it – sanksi pidana adalah sanksi yang sangat diperlukan dalam masyarakat
– sanksi pidana masih relevan karena masih diperlukan;
- The criminal sanction is the best available device we have for dealing with gross and
immediate harms and threats of harm – sanksi pidana adalah sarana terbaik untuk
menanggulangi kejahatan – sarana berupa sanksi pidana;
- The criminal sanction is at once prime guarantor and prime threatener of human freedom.
Used providently and humanely it is guarantor; used indiscriminately and coercively, it is
threatener – sanksi pidana sebagai penjamin dan ancaman karena apabila sanksi pidana
dengan kebijakan maka itu lebih baik, tetapi tidak membedakan dan memaksa maka itu
dikatakan ancaman – dalam hal ini pidana sebagai kebutuhan untuk memperbaiki hal ini
dibedakan tergantung kebutuhannya.

1) Determinisme :
- Tidak ada free will (kebebasan);
- Adanya faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi;
- Pelanggaran adalah manifestasi keadaan jiwa yang tidak normal;
- Menolak konsep kesalahan;
- Menolak konsep pidana;
- Treatment – berupa perawatan/pegobatan.
2) Indeterminisme :
- Adanya free will (kebebasan);
- Orang harus bertanggungjawab terhadap semua perbuatan yang dilakukan;
- Terhadap pelanggaran hukum yang dilakukan, adanya konsep kesalahan dan
pertanggungjawaban pidana;
- Menerima konsep pidana;
- Punishment – berupa hukuman.

– dasar-dasar pemidanaan dan tujuan pidana.

– usaha untuk memperoleh sistem hukum pidana/pemidanaan yang praktis


dan bermanfaat.
1) Teori Absolut (pembalasan, retributive) – membahas tentang hal pembenar.
- Pidana dijatuhkan semata-mata karena orang telah melakukan kejahatan;
- Sebagai akibat mutlak yang harus ada untuk pembalasan;
- Imperative : harus dipidana karena telah melakukan kejahatan;
- Kejahatan sama dengan hutang – mau tidak mau kejahatan di masa lampau pelaku dianggap
berhutang dan harus dibayar – bentuk pembayaran hutang ketika diberi sanksi pidana;
- Tujuan pidana yaitu untuk memuaskan tuntutan keadilan – dalam hal ini, masyarakat akan
puas jika pelaku dihukum;
- Backward looking – karena orang melakukan kejahatan di masa lampau dijauhkan dari sanksi;
- A relic of barbarism.
2) Teori Relatif (tujuan dan utilitarian) – digunakan untuk merehabilitasi pelaku
- Pidana bertujuan untuk melindungi masyarakat dan untuk mengnurangi frekuensi kejahatan;
- Bukan sekadar untuk pembalasan, tetapi mempunyai tujuan-tujuan tertentu yang bermanfaat;
- Forward looking/prospektif : pidana dapat mengandung unsur pencelaan, tetapi baik unsur
pencelaan maupun unsur pembalasan tidak dapat diterima apabila tidak membantu
pencegahan kejahatan untuk kesejahteraan masyarakat – dihukum karena demi kebaikan di
masa yang akan datang sehingga pelaku direhabilitasi.
3) Teori Gabungan – dianggap sebagai teori pembalasan yang adil dan perhatian dalam segala aspek.
- Tetap menganggap pembalasan sebagai asas pidana;
- Pembalasan dilakukan secara adil;
- Pidana mempunyai berbagai pengaruh seperti preventif general, perbaikan yang rusak dalam
masyarakat.

( )
1) Klasik : pidana merupakan suatu keharusan demi keadilan belaka;
2) Modern : pembalasan bukanlah tujuan tersendiri melainkan sebagai pembatasan dalam arti harus
ada keseimbangan antara perbuatan dan pidana.

( )
1) Prevensi special/special deterrence : pengaruh pidana terhadap terpidana merupakan pencegahan
ingin dicapai oleh pidana dengan mempengaruhi tingkah laku terpidana untuk tidak melakukan tindak
pidana lagi. Teori reformasi/rehabilitasi
2) Prevensi general/general deterrence :
- Pengaruh pidana terhadap masyarakat pada umumnya untuk tidak melakukan tindak pidana;
- Pengaruh moral/pendidikan (the moral or pedagogical influence of punishment – pengaruh
moral atau pedagogis dari hukuman).
- Untuk mengedukasi masyarakat agar tidak melakukan kejahatan lagi. Sanksi pidana berupa
sebuah mekanisme/ceremonial yang tujuannya untuk menegakan kembali nilai-nilai
sosial/moral di masyarakat. Tujuan sanksi pidana : untuk menegaskan sebagai moralitas
publik kepada masyarakat.

Ada 3 bentuk pengaruh, yaitu :

1) Pencegahan;
2) Memperkuat larangan moral;
3) Mendorong kebiasaan patuh hukum.

Ada 3 fungsi, yaitu :

1) Menegakkan kewibawaan;
2) Menegakkan norma;
3) Membentuk norma.

Anda mungkin juga menyukai