Anda di halaman 1dari 75

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

E-LEARNING HUBUNGAN KEUANGAN PUSAT DAN DAERAH

KONSEP DASAR HUBUNGAN KEUANGAN PUSAT DAN DAERAH


PENYUSUN: DR. BOEDIARSO TEGUH WIDODO, M.E.
Tujuan Pembelajaran:
Setelah mempelajari materi pelatihan Konsep Dasar Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah ini,
peserta E-Learning Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah diharapkan dapat:
§ Memahami dasar hukum hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah;
§ Memahami format hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah;
§ Memahami prinsip-prinsip kebijakan perimbangan keuangan;
§ Memahami dasar pendanaan pemerintahan daerah;
§ Memahami sumber-sumber pendapatan daerah;
§ Memahami dana dekonsentrasi dan tugas pembantuan;
§ Memahami implementasi hubungan keuangan pemerintah pusat dan daerah dalam kerangka
desentralisasi fiskal di Indonesia.

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN


KEKAYAAN NEGARA DAN PERIMBANGAN KEUANGAN
JAKARTA, DESEMBER 2020
Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020 1
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

PENDAHULUAN: BENTUK DAN IMPLIKASI HUBUNGAN PUSAT DAN DAERAH: (1)


§ Otonomi daerah dan kebijakan desentralisasi merupakan pilihan dan konsensus
bersama dalam penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara pasca
reformasi sebagaimana tertuang dalam Amandemen Kedua UUD 1945.
§ Melalui kebijakan otonomi daerah dan desentralisasi, daerah diberikan kewenangan
yang sangat luas dalam menyelenggarakan sebagian besar urusan pemerintahan,
terutama dalam pemberian layanan kepada masyarakat.
§ Desentralisasi fiskal merupakan salah satu implementasi dari paradigma hubungan
pemerintah pusat dan daerah.
§ Desentralisasi fiskal, sebagai salah satu pilar penting dalam penyelenggaraan
kebijakan otonomi daerah di Indonesia, telah dilaksanakan sejak tahun 2001 melalui
suatu proses ledakan besar kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah (big bang
decentralization and regional autonomy policy).
§ Kebijakan desentralisasi fiskal di Indonesia tersebut, menurut Shah (2011) telah
merubah sistem pemerintahan Indonesia menjadi salah satu negara terdesentralisasi
dalam kurun waktu yang relatif singkat.
§ Pelaksanaan kebijakan otonomi daerah dan desentralisasi, termasuk desentralisasi
fiskal merupakan amanat konstitusi.

Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020 2


KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

PENDAHULUAN: BENTUK DAN IMPLIKASI HUBUNGAN PUSAT DAN DAERAH: (2)


§ Dalam Pasal 18 ayat (1) Undang Undang Dasar (UUD) 1945, dinyatakan bahwa
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dibagi atas daerah-daerah provinsi, dan
daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi,
kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan
undang-undang.
§ Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota, sesuai ketentuan ayat (2)
Pasal 18 UUD 1945, mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut
asas otonomi dan tugas pembantuan.
§ Pemerintahan daerah, berdasarkan ketentuan ayat (5) Pasal 18 UUD 1945,
menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh
undang-undang ditentukan sebagai urusan pemerintah pusat.
§ Susunan dan tata cara penyelenggaraan pemerintah daerah diatur dalam undang-
undang. Ketentuan dalam pasal ini merupakan landasan filosofis dan konstitusional
pelaksanaan otonomi daerah, desentralisasi pemerintahan (administratif), dan
desentralisasi fiskal, yang harus dijabarkan dalam peraturan perundang-undangan,
baik mengenai pemerintahan daerah, yang mengatur hubungan wewenang antar-
tingkat pemerintahan, maupun mengenai hubungan dan perimbangan keuangan
antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah dan antardaerah.

Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020 3


KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

PENDAHULUAN: BENTUK DAN IMPLIKASI HUBUNGAN PUSAT DAN DAERAH: (3)


§ Pembagian NKRI atas daerah-daerah, baik daerah provinsi maupun daerah
kabupaten dan kota, yang masing-masing daerah tersebut mempunyai hak dan
kewajiban untuk mengatur dan mengurus pemerintahan menurut asas otonomi dan
tugas pembantuan, serta menjalankan otonomi seluas-luasnya seperti diamanatkan
dalam Pasal 18 UUD 1945, melahirkan dua bentuk hubungan, baik hubungan antara
pemerintah pusat dengan daerah maupun hubungan antardaerah.
§ Kedua bentuk hubungan antarpemerintahan tersebut, adalah:
(i) hubungan wewenang antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah
provinsi, kabupaten dan kota, atau antara provinsi dengan kabupaten dan kota;
serta
(ii) hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya
alam dan sumber daya lainnya antara pemerintah pusat dan pemerintahan
daerah.
§ Pengaturan mengenai hubungan wewenang antara pemerintah pusat dan
pemerintahan daerah diamanatkan dalam Pasal 18A ayat (1) Undang-Undang Dasar
Tahun 1945, yang menyatakan: “hubungan wewenang antara pemerintah
pusat dan pemerintahan daerah provinsi, kabupaten dan kota, atau
antara provinsi dan kabupaten dan kota diatur dengan undang-undang
dengan memerhatikan kekhususan dan keragaman daerah”.
Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020 4
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

PENDAHULUAN: BENTUK DAN IMPLIKASI HUBUNGAN PUSAT DAN DAERAH: (4)


§ Sementara itu, pengaturan mengenai hubungan keuangan, pelayanan umum, dan pemanfaatan
sumber daya alam dan sumber daya lainnya antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah
diamanatkan dalam Pasal 18A ayat (2) Undang Undang Dasar Tahun 1945, yang menyatakan
bahwa: “hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam
dan sumber daya manusia antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah
diatur dan dilaksanakan secara adil dan selaras berdasarkan undang-undang”.
Pasal ini merupakan landasan filosofis dan landasan konstitusional pembentukan Undang Undang
tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah.
§ Kedua bentuk hubungan, baik hubungan wewenang maupun hubungan keuangan, pelayanan
umum, serta pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya antara pemerintah pusat
dengan pemerintahan daerah, dan antardaerah tersebut harus dipandang sebagai suatu sistem
hubungan yang menyeluruh, saling mengisi dan melengkapi dalam satu kesatuan yang utuh, yang
tidak dapat dan tidak perlu didikotomikan satu sama lain.
§ Kedua amanat konstitusi tersebut kemudian dijabarkan secara formal dalam sejumlah peraturan
perundangan-undangan, yaitu
(i) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara;
(ii) Undang Nomor 32 Tahun 2004tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah
dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah;
(iii) Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah
Pusat dan Pemerintahan Daerah, sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999
tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah; serta
(iv) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020 5
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

DASAR HUKUM DESENTRALISASI FISKAL DAN HUBUNGAN KEWENANGAN &


HUBUNGAN KEUANGAN PUSAT DAN DAERAH : (1)
Pasal 18A Ayat (1)
“Hubungan wewenang antara pemerintah pusat
Pasal 18A
dan pemerintahan daerahAyat (1) kabupaten,
provinsi, Pasal 18A Ayat (2)
“Hubungan wewenang
dan kota, atau provinsiantara pemerintah
dan kabupaten danpusat
kota, “Hubungan keuangan, pelayanan umum,
dan pemerintahan
diatur dengandaerah provinsi, dengan
undang-undang kabupaten, pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya
dan kota, atau provinsi
memperhatikan dan kabupaten
kekhususan dan kota,
dan keragaman lainnya antara pemerintah pusat dan pemerintah
diatur dengan undang-undang
daerah” dengan
memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah diatur dan dilaksanakan secara adil dan
daerah” selaras berdasarkan undang-undang”

POKOK-POKOK PEMERINTAHAN DI
UU UU PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA NEGARA
5 32 DENGAN DAERAH-DAERAH, YANG BERHAK
DAERAH 1974 1956 MENGURUS RUMAH-TANGGANYA SENDIRI

UU
PEMERINTAHAN DAERAH 22 UU PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA
1999 25 PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH
1999

UU
PEMERINTAHAN DAERAH 32 UU PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA
2004 33 PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN
2004 DAERAH

UU HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA


PEMERINTAH DAERAH 23 RUU PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN
2014 HKPD DAERAH

Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020 11


KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

DASAR HUKUM DESENTRALISASI FISKAL DAN HUBUNGAN KEWENANGAN &


HUBUNGAN KEUANGAN PUSAT DAN DAERAH : (2)
No. Jenis Pengaturan TENTANG
1. Undang Undang Dasar Pasal 18 ayat (2)
Tahun 1945

2. Undang-Undang No. 23 Pemerintahan Daerah


Tahun 2014

3. Undang-Undang No. 33 Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat


Tahun 2004 dan Pemerintahan Daerah

4. Undang-Undang No. 17 Keuangan Negara


Tahun 2003

5. Undang-Undang APBN Pengaturan Khusus dalam Undang-Undang APBN


setiap tahun

6. PP No.55 Tahun 2005 Dana Perimbangan


7 PP No.58 Tahun 2005 Pengelolaan Keuangan Daerah
8. PP No.12 Tahun 2019 Pengelolaan Keuangan Daerah
Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020 7
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

KONSEP DASAR HUBUNGAN KEUANGAN


ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH

Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020 8


KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

KONSEP DASAR HUBUNGAN PUSAT DAN DAERAH: (1)


Hubungan antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah memiliki empat
dimensi penting, meliputi hubungan kewenangan, kelembagaan, keuangan, dan
pengawasan.
Pertama, pembagian kewenangan untuk menyelenggarakan urusan-urusan
pemerintahan akan sangat mempengaruhi sejauh mana pemerintah pusat dan
pemerintah daerah memiliki wewenang untuk menyelenggarakan urusan-urusan
pemerintahan, karena wilayah kekuasaan pemerintah pusat meliputi pemerintah
daerah.
Kedua, pembagian kewenangan akan membawa implikasi kepada hubungan
keuangan, antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
Ketiga, implikasi terhadap hubungan kelembagaan antara pusat dan daerah
mengharuskan kehati-hatian mengenai besaran kelembagaan yang diperlukan
untuk melaksanakan tugas-tugas yang menjadi urusan masing-masing.
Keempat, hubungan pengawasan merupakan konsekuensi yang muncul dari
pemberian kewenangan, agar terjaga keutuhan negara kesatuan.

Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020


KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

KONSEP DASAR HUBUNGAN PUSAT DAN DAERAH: (2)


§ Tujuan peletakkan kewenangan dalam penyelenggaraan otonomi daerah adalah
untuk mendorong upaya peningkatan kesejahteraan rakyat, pemerataan dan
keadilan, demokratis dan penghormatan terhadap budaya lokal serta
memperhatikan potensi dan keanekaragaman daerah.
§ Konsekuensi yang timbul dari hubungan hukum (rechtsbetrekking) antara
pemerintah pusat dan daerah berdasarkan otonomi daerah dan prinsip
desentralisasi mencakup tiga hal:
1. Pembagian kewenangan;
2. Pembagian pendapatan; dan
3. Pembagian administrasi pemerintahan daerah.
§ Untuk menilai derajat kemandirian otonomi yang dimiliki oleh suatu daerah
dapat dilihat dari:
a. Mempunyai aparatur pemerintahan sendiri;
b. Mempunyai urusan/wewenang tertentu;
c. Mempunyai kewenangan untuk mengelola sumber keuangan sendiri; dan
d. Mempunyai kewenangan untuk membuat kebijaksanaan/perbuatan sendiri.

Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020 10


KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

PENGERTIAN (DEFINISI) HUBUNGAN KEUANGAN PUSAT DAN DAERAH: (1)


§ Davey, Kenneth J (1979) dalam Suryaatmadja (1986), menyatahan bahwa pengertian
HUBUNGAN KEUANGAN PUSAT-DAERAH dapat digambarkan melalui dua pendekatan
umum yang rasional dalam menentukan derajat tanggung jawab pemerintahan antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
Pertama, kepada Pemerintah Daerah diberikan seperangkat sumber-sumber keuangan,
kemudian menyerahkan kepada daerah yang bersangkutan tugas/tanggung jawab yang dapat
dilaksanakan dengan jumlah pembiayaan yang diterima tersebut.
Kedua, pembagian tugas/tanggung jawab antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
ditentukan lebih dahulu, setelah itu baru ditetapkan pembagian sumber keuangannya.
§ Dalam kenyataannya, pelaksanaan pembagian tugas Pusat-Daerah menurut Davey, Kenneth J (1979)
dalam Suryaatmadja (1986) sebenarnya menerapkan pendekatan kedua tersebut, walaupun belum secara
sepenuhnya.
Beberapa fungsi seperti pendidikan dasar, kesehatan masyarakat, perhubungan darat, pertanian dan
sebagainya telah didelegasikan pelaksanaannya oleh Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah,
walaupun beban tugasnya terkadang dirasakan melampaui kemampuan keuangannya.
§ Menteri Keuangan (1979), antara lain menyatakan bahwa masalah hubungan keuangan pusat-
daerah tidak sekedar masalah angka, berapa persen yang ke Pusat, berapa persen yang ke
Daerah. Yang penting dan harus diperhatikan adalah apa yang menjadi beban Pemerintah Pusat
di dalam melaksanakan tanggung jawab pemerintah dan administrasi pusat, dan apa yang
dibebankan kepada Pemerintah Daerah sebagai tanggung jawab di dalam mengatur
pemerintahan daerah.
Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020 11
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

PENGERTIAN (DEFINISI) HUBUNGAN KEUANGAN PUSAT DAN DAERAH: (2)


§ Bagir Manan mengatakan bentuk dan corak hubungan pusat dan daerah dalam kerangka
desentralisasi tergantung kepada berbagai faktor.
Faktor yang utama dasar-dasar dari desentralisasi itu sendiri, karena bentuk dan corak
hubungan pusat dan daerah tergantung dengan dasar-dasar desentralisasi yang termuat dalam
konstitusi.
Bagir Manan mengatakan bentuk dan isi otonomi daerah tidak harus seragam (uniformitas),
sehingga ditentukan oleh berbagai keadaan khusus dan keragaman setiap daerah,
membedakan antara otonomi dan tugas pembantuan.
Bagir Manan menegaskan desentralisasi bukan asas melainkan suatu proses, karena yang
merupakan asas adalah otonomi dan tugas pembantuan.
§ Jimly Asshiddiqie, “kekhususan daerah” adalah kekhususan atau keistimewaan yang terdapat
di masing-masing daerah. “Keragaman daerah” adalah keragaman antar daerah yang satu
dengan daerah lain, yang masing-masing berbeda satu dengan yang lain.

Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020 12


KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

PENGERTIAN (DEFINISI) HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH


PUSAT DAN DAERAH SESUAI UNDANG-UNDANG 23 TAHUN 2014

“Hubungan Keuangan antara Pemerintah


Pusat dan Daerah adalah Suatu sistem
pembagian keuangan yang adil,
proporsional, demokratis, transparan, dan
bertanggung jawab”

(Pasal 1 Undang-Undang Nomor 23 Tahun


2014 tentang Pemerintahan Daerah)
Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020 13
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

FORMAT HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA


PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH

Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020 14


KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

KERANGKA DASAR HUBUNGAN PUSAT DAN DAERAH:


IMPLEMENTASI OTONOMI DAERAH & DESENTRALISASI FISKAL
Pasal 18, Bab VI UUD 1945: Money follows function dan Money
Negara Kesatuan RI dibagi atas daerah provinsi & daerah follows program
provinsi dibagi atas kab & kota, masing-masing
mempunyai pemda. Pemerintah provinsi, kabupaten,& Desentralisasi Kewenangan (otonomi)
kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan disertai dengan Desentralisasi Fiskal,
menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Pemerintah Daerah diberikan kewenangan
untuk mengelola sumber pendanaan
q Pasca Krisis Ekonomi 1997/1998, terjadi perubahan (revenue) dan pengelolaan belanjanya
fundamental dalam berbagai aspek kehidupan bangsa, (expenditure)
termasuk Tata Pemerintahan di Indonesia.
q Pelaksanaan amanat UU No. 22 dan 25 Tahun 1999,
dikenal dengan istilah big bang, menandai era baru tata Assignments kepada Daerah
pemerintahan di Indonesia yakni dengan memperkuat
pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi. Revenue Expenditure
q Desentralisasi memberikan konsekuensi pada pola: (sumber pendapatan) (Pengelolaan belanja)
§ Hubungan kewenangan antara Pemerintah Pusat dan Transfer Ke Daerah
Daerah dengan memperhatikan kekhususan dan dan Dana Desa Pelaksanaan urusan
keragaman daerah. yang diserahkan ke
Pajak Daerah dan
§ Hubungan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Retribusi Daerah daerah
Daerah diatur dan dilaksanakan secara adil dan selaras
Pinjaman Daerah
berdasarkan Undang-Undang.
Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020 10
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

PEMBAGIAN KEWENANGAN ANTAR PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH


K L A S I F I K A S I U R U S A N P E M E R I N TA H A N

URUSAN
ABSOLUT KONKUREN
PEMERINTAHAN UMUM

WAJIB PILIHAN Prinsip:


1. PERTAHANAN
2. KEAMANAN - Urusan Pemerintahan yang
merupakan kewenangan Presiden
3. AGAMA sebagai kepala pemerintahan yang
4. YUSTISI PELAYANAN NON pelaksanaannya di daerah
5. POLITIK LUAR DASAR PELAYANAN dilaksanakan oleh gubernur,
NEGERI DASAR bupati/walikota di wilayahnya.
6. MONETER & - Anggaran: dibiayai dari APBN.
SPM
FISKAL - Pelaksana :
Prinsip Urusan Konkuren yang menjadi Di daerah dilaksanakan oleh
Prinsip kewenangan daerah: gubernur, bupati dan walikota
- Dapat dilaksanakan sendiri - Asas Pelaksanaan: sebagai wakil pemerintah pusat
- Dapat didekonsentrasikan kpd Urusan Pemerintahan menjadi kewenangan daerah dibantu oleh instansi vertikal.
instansi vertikal/ gub. sbg wakil dilaksanakan berdasarkan asas otonomi - Pertanggungjawaban
Pemerintah Pusat - Anggaran: APBD Gubernur bertanggung jawab kpd
- Tdk dpt ditugas pembantuankan - Hak Daerah : Presiden melalui Mendagri &
kpd daerah otonom, karena tdk ada Mengatur & mengurus urusan yg sdh diserahkan kpd Bupati/Walikota betanggung jawab
OPD yg melaksanakan. daerah sesuai dgn aspirasi masyarakat setempat & kpd Mendagri melalui Gubernur
- Dibiayai dari APBN kondisi daerah dalam kerangka NKRI. sbg Wakil Pemerintah Pusat.
Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

POLA HUBUNGAN KEUNGAN PUSAT-DAERAH (SESUAI UU 33/2004 DAN UU 23/2014)

Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020 17


KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

FORMAT HUBUNGAN KEUANGAN PUSAT DAN DAERAH DI INDONESIA (1)


§ Dari perspektif teori desentralisasi, maka desentralisasi fiskal di Indonesia sejatinya
lebih condong ke arah desentralisasi fiskal di sisi pengeluaran, yang didanai
terutama melalui transfer ke daerah.
§ Dengan desain desentralisasi fiskal yang lebih condong di sisi belanja ini, maka esensi
otonomi pengelolaan fiskal daerah harus lebih dititikberatkan pada diskresi
(kebebasan) untuk membelanjakan dana sesuai dengan kebutuhan dan
prioritas masing-masing daerah.
§ Penerimaan negara, sebagian besar harus tetap dikuasai oleh pemerintah Pusat, dengan
tujuan untuk menjaga keutuhan berbangsa dan bernegara dalam kerangka Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
§ Selain mencapai keseimbangan fiskal, pada desentralisasi fiskal perlu adanya penguatan
pajak daerah tanpa merusak prinsip efisiensi secara nasional.
Meskipun desain desentralisasi fiskal di Indonesia bertumpu pada desentralisasi di sisi
pengeluaran yang didanai melalui transfer ke daerah, local taxing power tetap harus dijaga.
Namun demikian, penguatan pajak daerah tidak dimaksudkan untuk menjadikan
penerimaan pajak daerah sebagai pendapatan yang dominan di daerah.
Pajak daerah lebih dimaksudkan untuk meningkatkan fungsi akuntabilitas fiskal daerah,
terutama karena ada pungutan-pungutan yang akan langsung dilakukan oleh pemerintah
daerah.

Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020 18


KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

FORMAT HUBUNGAN KEUANGAN PUSAT DAN DAERAH DI INDONESIA (2)


§ Dalam rangka memperkuat pelaksanaan desentralisasi fiskal dan mendukung pendanaan
otonomi daerah, maka sistem pengelolaan transfer ke daerah dan dana desa
(TKDD), sebagai perwujudan dari skema intergovernmental fiscal transfer, yang meliputi
keseluruhan aspek mulai dari kegiatan perencanaan, penganggaran, alokasi, penyaluran,
pedoman penggunaan/pemanfaatan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi hingga
pelaporan dan pertanggungjawaban (akuntabilitas) harus diarahkan untuk mengatasi
kesenjangan fiskal, baik antara pusat dengan daerah (vertical fiscal
imbalance) maupun antardaerah (horizontal fiscal imbalance).
§ Sistem pengelolaan TKDD juga bertujuan, terutama untuk memperbaiki kuantitas dan
kualitas layanan publik, mengurangi ketimpangan layanan dasar publik dan kemajuan
antardaerah, mengatasi kemiskinan, dan sekaligus meningkatkan kesejahteraan
masyarakat.

Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020 19


KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

FORMAT HUBUNGAN KEUANGAN PUSAT DAN DAERAH DI INDONESIA (3)


§ Hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya
lainnya antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, dan antar Pemerintahan
Daerah perlu diatur secara adil dan selaras.
§ Untuk mendukung penyelenggaraan otonomi daerah melalui penyediaan sumber-sumber
pendanaan berdasarkan kewenangan Pemerintah Pusat, Desentralisasi, Dekonsentrasi, dan
Tugas Pembantuan, perlu diatur perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat
dan Pemerintahan Daerah berupa sistem keuangan yang diatur berdasarkan
pembagian kewenangan, tugas, dan tanggung jawab yang jelas antar
susunan pemerintahan.
§ Perimbangan keuangan antara Pemerintah dan Pemerintahan Daerah adalah suatu
sistem pembagian keuangan yang adil, proporsional, demokratis, transparan, dan
efisien dalam rangka pendanaan penyelenggaraan Desentralisasi, dengan
mempertimbangkan potensi, kondisi, dan kebutuhan daerah, serta besaran pendanaan
penyelenggaraan Dekonsentrasi, dan Tugas Pembantuan.
§ Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada
daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Sementara itu, Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang
dari Pemerintah kepada gubernur sebagai wakil Pemerintah, sedangkan Tugas
Pembantuan adalah penugasan dari Pemerintah kepada Daerah dan/atau desa atau
sebutan lain dengan kewajiban melaporkan dan mempertanggungjawabkan
pelaksanaannya kepada yang menugaskan.
Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020 20
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

FORMAT HUBUNGAN KEUANGAN PUSAT DAN DAERAH DI INDONESIA (4)


Dalam Undang-Undang tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan
Pemerintahan Daerah, antara lain diatur mengenai:
1) Prinsip-prinsip kebijakan perimbangan keuangan;
2) Dasar pendanaan pemerintahan daerah;
3) Sumber penerimaan daerah;
4) Pendapatan asli daerah;
5) Dana perimbangan;
6) Lain-lain pendapatan;
7) Pinjaman daerah;
8) Pengelolaan keuangan dalam rangka desentralisasi, dana dekonsentrasi, serta dana
tugas pembantuan.

Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020 21


KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

PRINSIP–PRINSIP KEBIJAKAN PERIMBANGAN KEUANGAN


§ Pelaksanaan kebijakan perimbangan keuangan antara pemerintah (pusat) dan
pemerintahan daerah, didasarkan pada beberapa prinsip dasar sebagai berikut:
Pertama, sesuai dengan ketentuan Pasal 2 Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004,
perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah
daerah merupakan “subsistem keuangan negara” sebagai konsekuensi
pembagian tugas antara pemerintah dan pemerintah daerah.
Perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah
“merupakan bagian pengaturan yang tidak terpisahkan dari sistem
keuangan negara”, dan dimaksudkan untuk mengatur sistem pendanaan atas
kewenangan pemerintahan yang diserahkan, dilimpahkan, dan ditugasbantukan
kepada daerah.
Kedua, pemberian sumber keuangan negara kepada pemerintah daerah
dalam rangka pelaksanaan desentralisasi didasarkan atas penyerahan
tugas oleh pemerintah kepada pemerintah daerah dengan
memperhatikan stabilitas dan keseimbangan fiskal.
Dalam konteks ini, yang dimaksud dengan stabilitas adalah stabilitas kondisi
perekonomian nasional, sedangkan yang dimaksud dengan keseimbangan
fiskal adalah keseimbangan fiskal antara pemerintah pusat dan
pemerintah daerah, serta antardaerah.
Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020 22
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

PRINSIP–PRINSIP KEBIJAKAN PERIMBANGAN KEUANGAN


Ketiga, perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah
daerah merupakan “sistem yang menyeluruh mengenai pendanaan
dalam rangka pelaksanaan asas desentralisasi, dekonsentrasi, dan
tugas pembantuan”.
Perimbangan keuangan dilaksanakan sejalan dengan pembagian kewenangan antara
Pemerintah Pusat dan pemerintah daerah. Dengan demikian, pengaturan
perimbangan keuangan tidak hanya mencakup aspek pendapatan
daerah, tetapi juga mengatur aspek pengelolaan dan
pertanggungjawabannya.

Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020 23


KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

PRINSIP UMUM HUBUNGAN KEUANGAN PEMERINTAH PUSAT


DENGAN DAERAH
• Pemerintah Pusat memiliki hubungan keuangan dengan Daerah
untuk membiayai penyelenggaraan Urusan Pemerintahan yang
diserahkan dan/atau ditugaskan kepada Daerah

• Hubungan keuangan dalam penyelenggaraan Urusan


Pemerintahan yang ditugaskan kepada Daerah disertai dengan
pendanaan sesuai dengan Urusan Pemerintahan yang ditugaskan
sebagai pelaksanaan dari Tugas Pembantuan.

• Ketentuan lebih lanjut mengenai hubungan keuangan antara


Pemerintah Pusat dan Daerah diatur dengan undang-undang.

Pasal 279 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah


Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020 24
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

DASAR PENDANAAN PEMERINTAHAN DAERAH


PENYELENGGARAAN TUGAS PEMERINTAH DAERAH
DALAM RANGKA PELAKSANAAN DESENTRALISASI
DIDANAI APBD.

PENYELENGGARAAN TUGAS PEMERINTAH PUSAT


YANG DILAKSANAKAN OLEH PERANGKAT DAERAH PROPINSI
DALAM RANGKA PELAKSANAAN DEKONSENTRASI
DIDANAI APBN.

PENYELENGGARAAN TUGAS PEMERINTAG PUSAT YANG


DILAKSANAKAN OLEH PERANGKAT DAERAH DALAM
RANGKA TUGAS PEMBANTUAN DIDANAI APBN.

PELIMPAHAN KEWENANGAN DALAM RANGKA


PELAKSANAAN DEKONSENTRASI DAN/ATAU PENUGASAN
DALAM RANGKA PELAKSANAAN TUGAS PEMBANTUAN
DARI PEMERINTAH PUSAT KEPADA PEMERINTAH DAERAH
DIIKUTI DENGAN PEMBERIAN DANA.
Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020 25
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

REVENUE ASSIGNMENT DALAM HUBUNGAN KEUANGAN


ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAH DAERAH

Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020 26


KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

Pasal 22 Undang-Undang Nomor 17 Tahun


2003 tentang Keuangan Negara:
Pemberian Pinjaman
dan/atau hibah
Pemerintah Pusat dimaksud dilakukan
mengalokasikan dana Pemerintah Pusat setelah mendapat
perimbangan kepada dapat memberikan persetujuan Dewan
Pemerintah Daerah pinjaman dan/atau Perwakilan Rakyat.
berdasarkan undang- hibah kepada Pemberian Pinjaman
undang perimbangan Pemerintah Daerah dan/atau hibah
keuangan pusat dan atau sebaliknya. dimaksud dilakukan
daerah. setelah mendapat
persetujuan Dewan
Perwakilan Rakyat.

Dalam Penjelasan UU No. 17 Tahun 2003, antara lain dinyatakan: “Dalam hubungan dengan pemerintah daerah, Undang-
Undang 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara menegaskan adanya kewajiban pemerintah pusat mengalokasikan
dana perimbangan kepada pemerintah daerah
Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020 27
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

POKOK-POKOK KEBIJAKAN PENUGASAN PENERIMAAN DAERAH: (1)


Revenue assignment adalah penyerahan sumber-sumber pendanaan, baik
dalam bentuk kewenangan pemungutan pendapatan daerah, baik pajak daerah
maupun retribusi daerah, transfer dana ke daerah maupun pembiayaan,
termasuk pinjaman daerah.

POKOK-POKOK KEBIJAKAN PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH SESUAI UU NO.28 TAHUN 2009

1. Mengubah Sistem Pemungutan dari Open List menjadi Close List.


2. Khusus untuk Retribusi Daerah masih dimungkinkan untuk dilakukan penambahan
jenis pungutan yang akan ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah (PP 97/2012).
3. Perluasan Kewenangan Perpajakan dan Retribusi Daerah dengan:
a. Memperluas basis pajak daerah, dan
b. Memberikan kewenangan kepada daerah dalam penetapan tarif.
4. Memperbaiki Sistem Pengelolaan Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah, melalui
i. Kebijakan Bagi Hasil Pajak Provinsi Kepada Kabupaten/Kota;
ii. Insentif Pemungutan Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah; Dan
iii. Earmarking Penerimaan Pajak Daerah.
5. Dalam rangka mengefektifkan pengawasan pungutan daerah, mekanisme pengawasan
diubah dari represif menjadi preventif.

Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020 28


KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

PENGERTIAN DAN FUNGSI PAJAK


PENGERTIAN PAJAK DAERAH
“Pajak daerah adalah kontribusi wajib kepada daerah yang
terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat
memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak
mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk
keperluan Daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran
rakyat.”
UU No. 28 Tahun 2009

FUNGSI PAJAK

BUDGETER REGULASI DISTRIBUSI STABILISASI


Pajak merupakan sumber Pajak merupakan alat Pajak digunakan untuk Pajak dapat digunakan
pendapatan untuk untuk mengatur dan menyeimbangkan antara untuk menstabilkan
membiayai pembangunan mengendalikan pembagian pendapatan kondisi dan keadaan
nasional, menutup defisit, pelaksanaan kebijakan dan kesejahteraan perekonomian
dan pemerataan pemerintah pada berbagai masyarakat
pembangunan aspek sosial dan ekonomi

Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020 29


KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

KRITERIA PAJAK DAERAH


1. Pungutan bersifat pajak dan bukan retribusi.

2. Objek pajak terletak atau terdapat di wilayah daerah kabupaten/kota yang bersangkutan.

3. Objek dan dasar pengenaan pajak tidak bertentangan dengan kepentingan umum.

4. Potensi pajak memadai.

5. Objek Pajak bukan merupakan objek pajak pusat.

6. Tidak memberikan dampak ekonomi yang negatif.

7. Memperhatikan aspek keadilan dan kemampuan masyarakat.

8. Aspek kemampuan masyarakat.

9. Menjaga kelestarian lingkungan.


Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020 30
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

KRITERIA MEMILIH PAJAK


1. Kecukupan:
hasil dari pajak harus sesuai dengan pengeluaran yang akan
dibiayai.

2. Kepastian dan dapat diprediksi:


hasil dari pajak sebaliknya tidak mengalami fluktuasi yang besar dari tahun ke
tahun.

3. Elastisitas:
idealnya, hasil dari pajak sebaiknya meningkat secara otomatis seiring dengan
inflasi, pertumbuhan populasi dan meningkatnya pendapatan.

4. Biaya pemungutan:
rasio antara biaya pemungutan dan hasil dari pajak sebaliknya sekecil mungkin.

31
Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

JENIS-JENIS PAJAK DAERAH


JENIS PAJAK: OFFICIAL ASSESSMENT DAN SELF ASSESSMENT
Pasal 2 & 3 PP No. 55/2016
OFFICIAL ASSESMENT SELF ASSESMENT
PROVINSI PROVINSI

1. Pajak Kendaraan Bermotor 1. Pajak Bahan Bakar Kendaraan


2. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor
Bermotor 2. Pajak Rokok
3. Pajak Air Permukaan
KABUPATEN/KOTA
KABUPATEN/KOTA 1. Pajak Hotel
2. Pajak Restoran
1. Pajak Reklame 3. Pajak Hiburan
4. Pajak Penerangan Jalan
2. Pajak Air Tanah
5. Pajak MBLB
3. PBB P2
6. Pajak Parkir
7. Pajak Sarang Burung Walet
8. BPHTB

Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020 32


KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

Tabel 1. Pengelompokan Jenis Pajak Daerah dan Tarif Maksimal


Pajak Provinsi Tarif Maksimal Pajak Kabupaten/Kota Tarif Maksimal

1. Pajak Kendaraan Bermotor: 1. Pajak Hotel 10%


a. Kepemilikan Kendaraan bermotor pribadi 1% - 2% 2. Pajak Restoran 10%
pertama;
2% -10% 3. Pajak Hiburan
b. Kepemilikan kendaraan bermotor pribadi kedua
0,1% - 0,2% a. Hiburan umum maksimal 35%
dan seterusnya;
b. Hiburan khusus 75%
c. Tarif PKB alat berat dan alat-alat besar;
0,5% - 1% c. Hiburan rakyat/tradisional 10%
d. Tarif PKB untuk angkutan umum, ambulans,
pemadam kebakaran, sosial keagamaan, lembaga 4. Pajak Reklame 25%
sosial dan keagamaan pemerintah/TNI/Polri, 20% 5. Pajak Penerangan Jalan
Pemda.
1% a. PPJ umum 10%
2. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor;
0,755 b. PPJ dari sumber lain oleh industri, 3%
a. Penyerahan pertama pertambangan, minyak bumi dan gas alam
0,075%
b. Penyerahan kedua dan seterusnya c. PPJ yang dihasilkan sendiri
10% 1,5%
c. Penyerahan pertama alat-alat berat dan alat-alat 6. Pajak Parkir
besar 10% 30%
7. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan
d. Penyerahan kedua dan seterusnya alat-alat berat 10% 25%
dan alat-alat besar 8. Pajak Air Tanah
20%
3. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor; 9. Pajak Sarang Burung Walet
10%
4. Pajak Air Permukaan; dan 10. PBB Perdesaan Perkotaan
0,3%
5. Pajak Rokok (definitif) 11. Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan
5%
Bangunan

Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020


33
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

Tabel 2. Pengelompokan Pajak Daerah Berdasarkan Jenis, Objek dan Subjeknya (1)
No Jenis Pajak Daerah Objek Pajak Daerah Subjek Pajak Daerah
1 Pajak Kendaraan Bermotor Kepemilikan dan/atau penguasaan Kendaraan Orang Pribadi atau Badan yang memiliki
Bermotor dan/atau menguasai Kendaraan Bermotor
(official assesment)
2 Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor Penyerahan Kepemilikan Kendaraan Bermotor Orang pribadi atau Badan yang dapat
menerima penyerahan Kendaraan Bermotor
(official assesment)
3 Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor Bahan Bakar Kendaraan Bermotor yang Konsumen Bahan Bakar Kendaraan
disediakan atau dianggap digunakan untuk Bermotor
(official assesment)
kendaraan bermotor, termasuk bahan bakar
yang digunakan untuk kendaraan di air
4 Pajak Rokok Konsumsi Rokok Konsumen Rokok
(official assesment)
5 Pajak Air Permukaan Pengambilan dan/atau pemanfaatan Air Orang pribadi atau Badan yang dapat
Permukaan melakukan pengambilan dan/atau
(Self Assesment)
pemanfaatan Air Permukaan
6 Pajak Hotel Pelayanan yang disediakan oleh Hotel dengan Orang pribadi atau Badan yang melakukan
pembayaran, termasuk jasa penunjang sebagai pembayaran kepada Orang pribadi atau
(Sel Assesment)
kelengkapan Hotel yang sifatnya memberikan Badan yang mengusahakan Hotel
kemudahan dan kenyamanan, termasuk fasilitas
olahraga dan hiburan
7 Pajak Restoran Pelayanan yang disediakan oleh Restoran Orang pribadi atau Badan yang membeli
makanan/minuman dari Restoran
(Self Assesment)
8 Pajak Hiburan Jasa penyelenggaraan Hiburan dengan dipungut Orang pribadi atau Badan yang menikmati
bayaran Hiburan
(Self Assesment)
9 Pajak Reklame Semua penyelenggaraan Reklame Orang pribadi atau Badan yang
menggunakan Reklame
(Self Assesment)

Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020


34
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

Tabel 2. Pengelompokan Pajak Daerah Berdasarkan Jenis, Objek dan Subjeknya (2)
No Jenis Pajak Daerah Objek Pajak Daerah Subjek Pajak Daerah
10 Pajak Penerangan Jalan Penggunaan tenaga listrik, baik yang dihasilkan Orang pribadi atau Badan yang dapat
sendiri maupun yang diperoleh dari sumber lain menggunakan tenaga listrik
(official assesment)
11 Pajak Parkir Penyelenggaraan tempat Parkir diluar badan Orang pribadi atau Badan yang melakukan
jalan, baik yang disediakan berkaitan dengan parkir kendaraan bermotor
(Self Assesment)
pokok usaha maupun yang disediakan sebagai
suatu usaha, termasuk penyediaan tempat
penitipan kendaraan bermotor
12 Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan Kegiatan pengambilan Mineral Bukan Logam Orang pribadi atau Badan yang dapat
dan Batuan mengambil Mineral Bukan Logam dan
(Self Assesment)
Batuan
13 Pajak Air Tanah Pengambilan dan/atau pemanfaatan Air Tanah Orang pribadi atau Badan yang melakukan
pengambilan dan/atau pemanfaatan Air
(Self Assesment)
Tanah
14 Pajak Sarang Burung Walet Pengambilan dan/atau pengusahaan Sarang Orang pribadi atau Badan yang melakukan
Burung Walet pengambilan dan/atau mengusahakan
(Self Assesment)
Sarang Burung Walet
15 PBB Perdesaan & Perkotaan Bumi dan/atau Bangunan yang dimiliki, Orang pribadi atau Badan yang secara nyata
dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang mempunyai suatu hak atau Bumi dan/atau
(official assesment)
pribadi atau Badan, kecuali kawasan yang memperoleh manfaat atas Bumi, dan/atau
digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, memiliki, menguasai, dan/atau memperoleh
perhutanan, dan pertambangan manfaat atas Bangunan
16 Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan Orang pribadi atau Badan yang memperoleh
Bangunan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan
(official assesment)

Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020 35


KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

PENGERTIAN DAN FUNGSI RETRIBUSI DAERAH


PENGERTIAN RETRIBUSI FUNGSI RETRIBUSI
UU No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan REVENUE COLLECTION
Retribusi Daerah mendefinisikan “Retribusi Daerah
sebagai pungutas daerah sebagai pembayaran retribusi daerah dapat menjadi sumber-sumber
atas jasa atau pemberian izin tertentu yang pendapatan daerah yang digali untuk memperkuat
khusus disediakan dan/atau diberikan oleh kapasitas fiskal daerah dalam mendanai
Pemerintah Daerah untuk kepentingan pribadi penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan
atau Badan.” daerah, dan peningkatan layanan publik.
(1) Dapat dipungut apabila ada jasa yang
disediakan oleh pemerintah daerah dan PENGENDALIAN
dinikmati oleh orang atau badan, sesuai dg
ketentuan berlaku; instrumen bagi pemerintah daerah
(2) Pihak yang membayar retribusi daerah dalam mengendalikan sumber daya
mendapatkan imbalan/balas jasa ekonomi di daerahnya
secara langsung dari pemerintah daerah;
(3) Wajib retribusi yang tidak memenuhi PELAYANAN
kewajiban pembayarannya dapat
dikenakan sanksi ekonomis, yaitu jika tidak untuk meningkatkan pelayanan dasar
membayar retribusi maka tidak memperoleh kepada masyarakat yang dapat dirasakan
jasa yang diselenggarakan oleh langsung manfaatnya
pemerintah daerah;
(4) Hasil penerimaan retribusi daerah PENGAWASAN
disetor ke kas daerah; dan
(5) Digunakan untuk mendanai tools untuk menilai dan mendukung
penyelenggaraan pemerintahan dan pencapaian target yang telah
pembangunan daerah. ditetapkan
36
Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

OBJEK RETRIBUSI DAERAH


A. RETRIBUSI JASA UMUM
JENIS-JENIS RET. JASA UMUM : PENGERTIAN JASA UMUM :
adalah pungutan atas pelayanan yang disediakan atau
1 Pelayanan Kesehatan
diberikan pemerintah daerah untuk tujuan kepentingan
dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang
2 Pelayanan Persampahan/Kebersihan pribadi atau badan

3 Penggantian Biaya Cetak KTP dan 8 Pemeriksaan Alat Pemadam Kebakaran


Akta Catatan Sipil
9 Penggantian Biaya Cetak Peta
4 Pelayanan Pemakaman dan
Pengabuan Mayat 10 Penyediaan dan/atau Penyedotan Kakus

5 Pelayanan Parkir di tepi jalan umum 11 Pengolahan Limbah Cair

6 Pelayanan Pasar 12 Pelayanan Tera/Tera Ulang

7 Pengujian Kendaraan Bermotor 13 Pelayanan Pendidikan

14 Pengendalian Menara Telekomunikasi


Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

OBJEK RETRIBUSI DAERAH


B. RETRIBUSI JASA USAHA
JENIS-JENIS RET. JASA USAHA : PENEGRTIA RETRIBUSI JASA USAHA :
1 Pemakaian Kekayaan Daerah adalah Retribusi yang dipungut atas jasa
yang disediakan oleh Pemerintah Daerah
dengan menganut prinsip-prinsip komersial
2 Pasar Grosir/Pertokoan karena pada dasarnya disediakan oleh
sektor swasta
3 Tempat Pelelangan 9 Tempat Rekreasi dan Olahraga

4 Terminal 10 Penyeberangan di air

5 Tempat Khusus Parkir 11 Penjualan Produksi Daerah

6 Tempat Penginapan/Villa

7 Rumah Potong Hewan


11
8 Kepelabuhanan

Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020


KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

OBJEK RETRIBUSI DAERAH


C. RETRIBUSI PERIZINAN TERTENTU
JENIS-JENIS RET. PERIZINAN TERTENTU : PENGERTIAN RET. PERIZINAN TERTENTU :
1 Izin Mendirikan Bangunan (IMB) adalah pungutan atas pelayanan perizinan tertentu
oleh pemerintah daerah kepada orang pribadi atau
2 Izin Trayek badan yang dimaksudkan untuk pengaturan dan
pengawasan atas kegiatan pemanfaatan ruang,
penggunaan sumber daya alam, barang, dan
3 Izin Gangguan prasarana, sarana, atau fasilitas tertentu guna
melindungi kepentingan umum dan menjaga
4 Izin Usaha Perikanan kelestarian lingkungan.

5 Izin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol

6 Perpanjangan izin Mempekerjakan Tenaga Asing (IMTA)

Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020


PERKEMBANGAN KEBIJAKAN TERKAIT PDRD
“Memperkuat local taxing power dalam rangka peningkatan
UU 11 Drt./1957
UU 12 Drt./1957 akuntabilitas dan partisipasi masyarakat”
PP 3/1957 UU 18/1997 UU 34/2000 UU 28/2009
Sistem Open List Closed List Open List Closed List

Jenis PDRD Ditetapkan UU dan 9 jenis pajak ditetapkan 11 jenis pajak & 27 jenis 16 jenis pajak & 32 jenis retribusi
dapat menambah jenis UU & 30 jenis retribusi retribusi sesuai UU dan sesuai UU, diperkenalkan pajak baru
PDRD sesuai dengan ditetapkan PP dapat menambah jenis (PBB-P2, BPHTB, Pajak Sarang
kriteria PDRD sesuai dengan Burung Walet, dan Pajak Rokok)
kriteria
Peran Raperda provinsi Raperda provinsi dan Perda provinsi dan kab./kota Pengesahan raperda provinsi oleh
Pemerintah disahkan oleh Presiden kab./kota disampaikan diserahkan kepada Kemendagri dan raperda kab./kota
Pusat/ dan raperda kab./kota kepada Mendagri untuk pemerintah pusat dalam oleh provinsi dengan pertimbangan
Provinsi oleh Gubernur disahkan/dikelola atau rangka pengawasan Menkeu
penyempurnaan dengan
pertimbangan Menkeu
Capaian Rata-rata peranan Rata-rata peranan PDRD Rata-rata peranan PDRD Rata-rata peranan PDRD dalam APBD
PDRD dalam APBD dalam APBD untuk dalam APBD untuk untuk Provinsi: 41,5% dan
untuk Provinsi: Provinsi: 31,5%, Provinsi: 38,58%, Kab/Kota: 9,7%
17,4%, Kab/Kota: Kab/Kota: 8,13% Kab/Kota: 5,34%
7,2%
Berhasil memperkuat LOCAL
TAXING POWER
Permasa- § Pungutan tidak Peranan PDRD dalam § Pengendalian pungutan § Basis pajak daerah masih terbatas
lahan dan terkendali shg APBD masih sangat sulit dilakukan (terbit § Struktur pajak daerah kurang
Tantangan menimbulkan biaya rendah, khususnya di ribuan perda tentang optimal dan retribusi daerah
ekonomi tinggi kab./kota PDRD) kurang rasional
§ Jenis PDRD § Peranan PDRD dalam § Administrasi perpajakan daerah
banyak (40 jenis APBD masih sangat masih lemah
pajak & 130 jenis rendah
retribusi), namun
hasil tidak
40
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

INSTRUMEN DESENTRALISASI FISKAL (1): KONTRIBUSI PERPAJAKAN DAN


RETRIBUSI DAERAH TERHADAP APBD
PROVINSI
Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
100%
50,4% 52,3% 53,0% 59,2% 49,8% 41,4%
Sejak Total PDRD 6,5%
52,7 52,8 63,9 87,4 104,8 125,2 151,0 158,5 161,2 180,5 50% 7,4% 7,3% 7,2% 7,5% 8,2%
diimplementasikannya 42,2% 40,4% 39,8% 33,3% 41,9% 52,1%

UU 28/2009, besaran 0%
168,8 2012 2013 2014 2015 2016 2017
dan kontribusi dari ( Rp triliun)
151,5 PDRD
PDRD telah meningkat 138,8
147,8

Lain-Lain PAD
secara signifikan dari 115,5
Dana Perimbangan + Lain-lain Pendapatan
Rp13,0 triliun atau
11,9% dari pendapatan 95,1 KAB/KOTA
daerah pada tahun 2001 79,3 6,4% 7,3% 8,4% 8,8% 8,0% 9,0%
100% 3,5% 3,6% 4,1% 5,9% 5,8% 6,7%
menjadi Rp180,5 56,2

triliun atau 16,6% dari 44,7


45,1
50% 90,1% 89,1% 87,5% 85,3% 86,2% 84,3%
total pendapatan daerah 12,2 10,7
8,0 7,7 8,0 8,0 9,7 9,7 11,7
pada tahun 2017. 7,7
2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 0%
2012 2013 2014 2015 2016 2017
Pajak Daerah Retribusi Daerah
PDRD
Lain-Lain PAD
Dana Perimbangan + Lain-lain Pendapatan

Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020 41


KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

SUMBER PENERIMAAN DAERAH


(1) Penerimaan Daerah dalam pelaksanaan Desentralisasi terdiri atas Pendapatan Daerah dan
Pembiayaan.
(2) Pendapatan Daerah bersumber dari:
a. Pendapatan Asli Daerah;
b. Dana Perimbangan; dan
c. Lain-lain Pendapatan.
(3) Pembiayaan bersumber dari:
a. Sisa lebih perhitungan anggaran Daerah;
b. Penerimaan Pinjaman Daerah;
c. Dana Cadangan Daerah; dan
d. Hasil penjualan kekayaan Daerah yang dipisahkan.

PAD bertujuan memberikan kewenangan kepada Dana Perimbangan bertujuan mengurangi


pemerintah daerah untuk mendanai pelaksanaan kesenjangan fiskal antara Pemerintah Pusat dan
otonomi daerah sesuai dengan potensi daerah Pemerintah Daerah dan antar-pemerintah
sebagai perwujudan Desentralisasi. daerah.

Pinjaman Daerah bertujuan memperoleh sumber Lain-Lain Pendapatan bertujuan memberi


pembiayaan dalam rangka penyelenggaraan peluang kepada daerah untuk memperoleh
pemerintahan daerah. pendapatan selain pendapatan sebagaimana
yang dimaksud.
Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020 42
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

PENDAPATAN ASLI DAERAH


Pajak Daerah

Hasil penjualan kekayaan


Retribusi Daerah Daerah yang tidak dipisahkan
PAD
bersumber
dari Hasil Pengelolaan Jasa giro
Kekayaan Daerah yang
dipisahkan

Pendapatan bunga
Lain-lain PAD yang sah

Keuntungan selisih nilai


tukar rupiah terhadap mata
Dalam upaya meningkatkan PAD, Daerah dilarang: uang asing
a. Menetapkan Peraturan Daerah tentang pendapatan
yang menyebabkan ekonomi biaya tinggi; dan Komisi, potongan, ataupun
b. Menetapkan Peraturan Daerah tentang pendapatan bentuk lain sebagai akibat dari
yang menghambat mobilitas penduduk, lalu lintas penjualan dan/atau pengadaan
barang dan/atau jasa oleh
barang dan jasa antardaerah, dan kegiatan Daerah
impor/ekspor.
Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020 43
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD):


§ Pajak daerah dan retribusi daerah ditetapkan dengan undang-undang yang
pelaksanaannya di Daerah diatur lebih lanjut dengan Perda.
§ Pemerintah Daerah dilarang melakukan pungutan atau dengan sebutan lain
di luar yang diatur dalam undang-undang.
§ Hasil pengelolaan kekayaan Daerah yang dipisahkan, dan lain-lain
pendapatan asli daerah yang sah ditetapkan dengan Perda dengan
berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-undangan.
§ Kepala daerah yang melakukan pungutan atau dengan sebutan lain di luar
yang diatur dalam undang-undang dikenai sanksi administratif berupa tidak
dibayarkan hak-hak keuangannya yang diatur dalam ketentuan peraturan
perundang-undangan selama 6 (enam) bulan.
§ Hasil pungutan atau dengan sebutan lain yang dipungut oleh kepala daerah
di luar yang diatur dalam undang-undang wajib disetorkan seluruhnya ke
kas negara.

Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020 44


KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

DANA PERIMBANGAN
Kehutanan

Pertambangan
Umum

Pajak

Dana Bagi Hasil Perikanan

Sumber Daya
Alam
Pertambangan
DANA minyak bumi

PERIMBANGAN Pajak Bumi dan


Bangunan (PBB)
Pertambangan gas
bumi
Bea Perolehan
Dana Alokasi atas Hak Tanah
Umum dan Bangunan
(BPHTB); Pertambangan
panas bumi
Dana Alokasi Pajak Penghasilan
Khusus (PPh)

Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020 45


KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

POKOK-POKOK KEBIJAKAN DANA BAGI HASIL (DBH): (1)


§ DBH bersumber dari:
a. Pajak;
b. Cukai; dan
c. Sumber daya alam.
§ DBH yang bersumber dari pajak terdiri atas:
a. Pajak bumi dan bangunan (PBB); dan
b. PPh Pasal 25 dan Pasal 29 wajib pajak orang pribadi dalam negeri dan PPh Pasal 21.
§ DBH yang bersumber dari cukai adalah cukai hasil tembakau sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
§ DBH yang bersumber dari sumber daya alam berasal dari:
a. Penerimaan kehutanan yang berasal dari iuran ijin usaha pemanfaatan hutan (IIUPH),
provisi sumber daya hutan (PSDH) dan dana reboisasi yang dihasilkan dari wilayah Daerah
yang bersangkutan;
b. Penerimaan pertambangan mineral dan batubara yang berasal dari penerimaan iuran tetap
(landrent) dan penerimaan iuran eksplorasi dan iuran eksploitasi (royalty) yang dihasilkan
dari wilayah Daerah yang bersangkutan;
c. Penerimaan negara dari sumber daya alam pertambangan minyak bumi yang dihasilkan
dari wilayah Daerah yang bersangkutan;
Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020 46
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

POKOK-POKOK KEBIJAKAN DANA BAGI HASIL (DBH): (2)


a. Penerimaan negara dari sumber daya alam pertambangan gas bumi yang dihasilkan dari
wilayah Daerah yang bersangkutan; dan
b. Penerimaan dari panas bumi yang berasal dari penerimaan setoran bagian Pemerintah
Pusat, iurantetap, dan iuran produksi yang dihasilkan dari wilayah Daerah yang
bersangkutan.
§ Menteri teknis menetapkan Daerah penghasil dan rencana penerimaan negara dari sumber
daya alam per Daerah sebagai dasar alokasi dana bagi hasil sumber daya alam paling lambat 2
(dua) bulan sebelum tahun anggaran bersangkutan dilaksanakan.
§ Dalam hal sumber daya alam berada pada wilayah yang berbatasan atau berada pada lebih dari
satu Daerah, menteri teknis menetapkan Daerah penghasil sumber daya alam berdasarkan
pertimbangan Menteri paling lambat 60 (enam puluh) Hari setelah usulan pertimbangan dari
Menteri diterima.
§ Daerah penghasil dan rencana penerimaan negara dari sumber daya alam per Daerah
disampaikan kepada Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan bidang keuangan.

Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020 47


KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

POKOK-POKOK KEBIJAKAN DANA ALOKASI UMUM: (1)


§ DAU dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar-Daerah untuk
mendanai kebutuhan Daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi.
§ DAU suatu Daerah dialokasikan atas dasar celah fiskal.
Celah fiskal merupakan kebutuhan fiskal dikurangi dengan kapasitas fiskal daerah.
Kebutuhan fiskal Daerah merupakan kebutuhan pendanaan Daerah untuk menyelenggarakan
Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah, baik Urusan Pemerintahan Wajib
yang terkait Pelayanan Dasar dan tidak terkait Pelayanan Dasar maupun Urusan Pemerintahan
Pilihan.
Kapasitas fiskal Daerah merupakan sumber pendanaan Daerah yang berasal dari pendapatan
asli Daerah dan DBH. Proporsi DAU antara Daerah provinsi dan kabupaten/kota ditetapkan
berdasarkan pertimbangan Urusan Pemerintahan yang diserahkan kepada Daerah provinsi dan
kabupaten/kota.
§ Proporsi DAU antara Daerah provinsi dan kabupaten/kota ditetapkan berdasarkan
pertimbangan Urusan Pemerintahan yang diserahkan kepada Daerah provinsi dan
kabupaten/kota.
§ Jumlah keseluruhan DAU ditetapkan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
§ Pemerintah Pusat menetapkan kebijakan DAU dalam nota keuangan dan rancangan APBN
tahun anggaran berikutnya, yang disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik
Indonesia dan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia.
Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020 48
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

POKOK-POKOK KEBIJAKAN DANA ALOKASI UMUM: (2)


§ Kebijakan DAU dibahas terlebih dahulu dalam forum dewan pertimbangan otonomi daerah
sebelum penyampaian nota keuangan dan rancangan APBN ke Dewan Perwakilan Rakyat
Republik Indonesia dan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia.
§ Dalam menetapkan kebijakan DAU dimaksud, Pemerintah Pusat mempertimbangkan Daerah
yang berciri kepulauan.
§ Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan bidang keuangan menetapkan alokasi
DAU untuk setiap Daerah provinsi dan kabupaten/kota setelah APBN ditetapkan.

Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020 49


KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

POKOK-POKOK KEBIJAKAN DANA ALOKASI KHUSUS


§ DAK bersumber dari APBN dialokasikan pada Daerah untuk mendanai kegiatan khusus yang
merupakan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah.
§ Kebijakan DAK dibahas dalam forum dewan pertimbangan otonomi daerah sebelum penetapan
rencana kerja Pemerintah Pusat.
§ Menteri teknis/kepala lembaga pemerintah nonkementerian mengusulkan kegiatan khusus
kepada kementerian yang menyelenggarakan perencanaan pembangunan nasional dan
kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan bidang keuangan.
§ Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan bidang perencanaan pembangunan
nasional mengoordinasikan usulan kegiatan khusus dengan Menteri, kementerian yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan bidang keuangan, dan gubernur sebagai wakil
Pemerintah Pusat untuk ditetapkan dalam rencana kerja Pemerintah Pusat sebagai kegiatan
khusus yang akan didanai DAK.
§ Kegiatan khusus yang telah ditetapkan dalam rencana kerja Pemerintah Pusat menjadi dasar
pengalokasian DAK.
§ Alokasi DAK per Daerah ditetapkan oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan bidang keuangan.
Ketentuan lebih lanjut mengenai supervisi, pemonitoran dan pengevaluasian atas
penggunaan DBH, DAU, dan DAK diatur dalam peraturan pemerintah.
Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020 50
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

POKOK-POKOK KEBIJAKAN DANA OTONOMI KHUSUS, DAIS DAN DANA DESA


§ Dana otonomi khusus dialokasikan kepada Daerah yang memiliki otonomi khusus sesuai dengan
ketentuan undang-undang mengenai otonomi khusus.
§ Dana keistimewaan dialokasikan kepada Daerah istimewa sesuai dengan ketentuan undang-
undang mengenai keistimewaan.
§ Dana Desa dialokasikan oleh Pemerintah Pusat untuk mendanai penyelenggaraan pemerintahan,
pelaksanaan pembangunan, dan pembinaan kemasyarakatan, serta pemberdayaan masyarakat
Desa berdasarkan kewenangan dan kebutuhan Desa sesuai dengan ketentuan undang-undang
mengenai Desa.

Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020 51


KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

Transfer ke Daerah dan Dana Desa sebagai Instrumen Desentralisasi


Fiskal (Sebelum dan Paska Reformasi) (1): Perkembangan Ragam,
Jenis dan Struktur TKDD (Orde Baru sd sekarang)
Masa Orde Baru (Otonomi
Terbatas)
- Subsidi Daerah Otonom
- Bantuan Inpres

Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020 52


KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

TRANSFER KE DAERAH DAN DANA DESA SEBAGAI INSTRUMEN


DESENTRALISASI FISKAL (SEBELUM DAN PASKA REFORMASI) (2):
PERKEMBANGAN BESARAN DAN PERANAN TKDD
Triliun rupiah

Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020 53


KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

LAIN-LAIN PENDAPATAN DAERAH YANG SAH, HIBAH DAN DANA DARURAT


§ Lain-lain pendapatan Daerah yang sah merupakan seluruh pendapatan Daerah selain pendapatan
asli Daerah dan pendapatan transfer, yang meliputi hibah, dana darurat, dan lain-lain pendapatan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
§ Hibah merupakan bantuan berupa uang, barang, dan/atau jasa yang berasal dari Pemerintah Pusat,
Daerah yang lain, masyarakat, dan badan usaha dalam negeri atau luar negeri yang bertujuan untuk
menunjang peningkatan penyelenggaraan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah.
§ DANA DARURAT:
• Dana darurat dapat dialokasikan pada Daerah dalam APBN untuk mendanai keperluan
mendesak yang diakibatkan oleh bencana yang tidak mampu ditanggulangi oleh Daerah dengan
menggunakan sumber APBD.
• Ketidakmampuan keuangan Daerah dalam menangani bencana ditetapkan oleh Menteri Dalam
Negeri. Dana darurat diberikan pada tahap pascabencana.
• Dana darurat digunakan untuk mendanai perbaikan fasilitas umum untuk melayani masyarakat.
• Dana darurat diusulkan oleh Daerah yang mengalami bencana kepada Menteri Dalam Negeri.
• Menteri Dalam Negeri mengoordinasikan usulan dana darurat kepada kementerian yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan bidang keuangan setelah berkoordinasi dengan
kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian terkait.
• Alokasi dana darurat kepada Daerah ditetapkan dengan peraturan menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan bidang keuangan.

Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020 54


KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

POKOK-POKOK PENGATURAN DANA DEKONSENTRASI


Pendanaan dalam rangka Dekonsentrasi dilaksanakan setelah adanya pelimpahan wewang Pemerintah melalui
1 kementerian negara/lembaga kepada gubernur sebagai wakil Pemerintah di Daerah.

2 Pelaksanaan pelimpahan wewenang didanai oleh Pemerintah.

3 Pendanaan oleh Pemerintah disesuaikan dengan wewenang yang dilimpahkan.

4 Kegiatan Dekonsentrasi di Daerah dilaksanakan oleh SKPD yang ditetapkan oleh gubernur.

Gubernur memberitahukan rencana kerja dan anggaran kementerian negara/lembaga yang berkaitan
5 dengan kegiatan Dekonsentrasi di Daerah kepada DPRD

6 Rencana kerja dan anggaran diberitahukan kepada DPRD pada saat pembahasan RAPBD.

7 Pendanaan dimaksud dialokasikan untuk kegiatan yang bersifat nonfiisik.

Dalam hal pelaksanaan Dekonsentrasi menghasilkan penerimaan, maka penerimaan tersebut merupakan
penerimaan APBN dan disetor ke Rekening Kas Umum Negara sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020 55
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

DANA TUGAS PEMBANTUAN


• Pendanaan dalam rangka Tugas Pembantuan dilaksanakan setelah adanya penugasan
Pemerintah melalui kementerian negara/lembaga kepada Kepala Daerah.
• PELAKSANAAN TUGAS PEMBANTUAN DIMAKSUD DIDANAI OLEH
PEMERINTAH.
• Pendanaan oleh Pemerintah disesuaikan dengan penugasan yang diberikan.
• Kegiatan Tugas Pembantuan di Daerah dilaksanakan oleh SKPD yang ditetapkan
oleh gubernus, bupati, atau walikota.
• Kepala Daerah memberitahukan rencana kerja dan anggaran kementerian
negara/lembaga yang berkaitan dengan kegiatan Tugas Pembantuan kepada DPRD.
• Rencana kerja dan anggaran dimaksud diberitahukan kepada DPRD pada saat
pembahasan RAPBD.
• Pendanaan dimaksud dialokasikan untuk kegiatan yang BERSIFAT FISIK.

Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020 56


KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

EXPENDITURE ASSIGNMENT DALAM HUBUNGAN KEUANGAN


ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAH DAERAH

Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020 57


KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

POKOK-POKOK KEBIJAKAN PENUGASAN BELANJA DAERAH: (1)


§ Expenditure Assignment (Penugasan Pengeluaran) pada dasarnya
dapat didefinisikan sebagai salah satu jenis desentralisasi fiskal
yang melibatkan pengalihan beberapa tanggung jawab pengeluaran
ke tingkat pemerintahan yang lebih rendah.
§ Salah satu faktor penting dalam menentukan jenis desentralisasi
fiskal adalah sejauh mana entitas daerah diberi otonomi untuk
menentukan alokasi belanja mereka. (Faktor penting lainnya adalah
kemampuan mereka untuk meningkatkan pendapatan.)
§ Dalam Expenditure Assignment ini, terdapat pemberdayaan kepada
pemerintah daerah untuk membuat keputusan atas serangkaian fungsi
dan layanan pemerintah tertentu yang telah diserahkan kepada daerah,
yang sesuai dengan prinsip money follows function, disertai dengan
pemberian atau transfer dana;

Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020 58


KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

POKOK-POKOK KEBIJAKAN PENUGASAN BELANJA DAERAH: (2)


§ Belanja Daerah diprioritaskan untuk mendanai Urusan Pemerintahan Wajib yang terkait Pelayanan
Dasar yang ditetapkan dengan standar pelayanan minimal.
§ Belanja Daerah berpedoman pada standar teknis dan standar harga satuan regional sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang undangan.
§ Belanja Daerah untuk pendanaan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah selain
berpedoman pada analisis standar belanja dan standar harga satuan regional sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
§ Belanja hibah dan bantuan sosial dianggarkan dalam APBD sesuai dengan kemampuan keuangan
Daerah setelah memprioritaskan pemenuhan belanja Urusan Pemerintahan Wajib dan Urusan
Pemerintahan Pilihan, kecuali ditentukan lain dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.
§ Belanja hibah dapat diberikan kepada:
a. Pemerintah Pusat;
b. Pemerintah Daerah lain;
c. badan usaha milik negara atau BUMD; dan/atau
d. badan, lembaga, dan organisasi kemasyarakatan yang berbadan hukum Indonesia.
§ Belanja bagi hasil, bantuan keuangan, dan belanja untuk Desa dianggarkan dalam APBD sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
§ Belanja DAK diprioritaskan untuk mendanai kegiatan fisik dan dapat digunakan untuk kegiatan
nonfisik.
Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020 59
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

POKOK-POKOK KEBIJAKAN PENUGASAN BELANJA DAERAH: (3)


§ Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan di Daerah dilaksanakan berdasarkan
asas Desentralisasi, Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan.
§ Urusan Pemerintahan terdiri atas urusan pemerintahan absolut, urusan pemerintahan
konkuren, dan urusan pemerintahan umum.
§ Urusan Pemerintahan Konkuren yang diserahkan ke Daerah menjadi dasar
pelaksanaan Otonomi Daerah.
§ Urusan Pemerintahan Konkuren yang menjadi kewenangan Daerah terdiri atas Urusan
Pemerintahan Wajib, dan Urusan Pemerintahan Pilihan.
§ Urusan Pemerintahan Wajib adalah Urusan Pemerintahan yang wajib diselenggarakan oleh
semua Daerah.
§ Urusan Pemerintahan Pilihan adalah Urusan Pemerintahan yang wajib diselenggarakan
oleh Daerah sesuai dengan potensi yang dimiliki daerah.
§ Urusan Pemerintahan Wajib terdiri atas Urusan Pemerintahan yang berkaitan dengan
Pelayanan Dasar, dan Urusan Pemerintahan yang tidak berkaitan dengan Pelayanan Dasar.
§ Urusan Pemerintahan Wajib yang berkaitan dengan Pelayanan Dasar adalah Urusan
Pemerintahan Wajib yang sebagian substansinya merupakan Pelayanan Dasar, yaitu
pelayanan publik untuk memenuhi kebutuhan dasar warga negara, meliputi: (i) pendidikan;
(ii) kesehatan; (iii) pekerjaan umum dan penataan ruang; (iv) perumahan rakyat dan
kawasan permukiman; (v) ketenteraman, ketertiban umum, dan perlindungan masyarakat;
dan (vi) sosial.
Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020 60
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

POKOK-POKOK KEBIJAKAN PENUGASAN BELANJA DAERAH: (4)


§ Untuk membiayai Urusan Pemerintahan yang diserahkan dan/atau ditugaskan
kepada Daerah, Pemerintah Pusat memiliki hubungan keuangan dengan Daerah.
§ Dalam menyelenggarakan sebagian Urusan Pemerintahan yang diserahkan dan/atau
ditugaskan, penyelenggara Pemerintahan Daerah mempunyai kewajiban dalam
pengelolaan keuangan Daerah.
§ Kewajiban penyelenggaraan Pemerintahan Daerah dalam pengelolaan keuangan
Daerah, meliputi:
a. Mengelola dana secara efektif, efisien, transparan, dan akuntabel;
b. Menyinkronkan pencapaian sasaran program Daerah dalam APBD dengan
program Pemerintah Pusat; dan
c. Melaporkan realisasi pendanaan Urusan Pemerintahan yang ditugaskan sebagai
pelaksanaan dari Tugas Pembantuan.
§ Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah didanai
dari dan atas beban APBD;
§ APBD diklasifikasi menurut Urusan Pemerintahan daerah dan organisasi yang
ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, disesuaikan
dengan kebutuhan daerah berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020 61


KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

POKOK-POKOK KEBIJAKAN PENUGASAN BELANJA DAERAH (5)


Belanja Daerah digunakan untuk Wajib
Mendanai pelaksanaan Urusan Pelayanan
Pemerintahan yang menjadi Dasar
kewenangan daerah Urusan Wajib
Wajib Non
Belanja Pelayanan
Daerah Dasar
Potensi Yang
Urusan
Dimiliki
Pilihan Daerah
Belanja daerah dialokasikan dengan memprioritaskan pendanaan Urusan Pemerintahan
Wajib terkait Pelayanan Dasar dalam rangka pemenuhan Standar Pelayanan Minimal.
§ Belanja Daerah untuk pendanaan Urusan Pemerintahan Wajib yang tidak terkait
dengan Pelayanan Dasar dialokasikan sesuai dengan kebutuhan daerah.
§ Belanja Daerah untuk pendanaan Urusan Pemerintahan Pilihan dialokasikan sesuai
dengan prioritas daerah dan potensi yang dimiliki Daerah.

Belanja Daerah berpedoman pada standar harga satuan analisis standar belanja,
dan/atau standar teknis sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undanagan.
Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020 62
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

POKOK-POKOK KEBIJAKAN PENUGASAN BELANJA DAERAH (6)


Belanja Daerah
berpedoman pada:
STANDAR
Standar harga HARGA
satuan regional SATUAN
ANALISIS REGIONAL
ditetapkan dengan STANDAR
Peraturan Presiden BELANJA

digunakan sebagai Belanja Daerah dirinci


pedoman dalam STANDAR menurut:
TEKNIS
menyusun standar
harga satuan pada • Urusan Pemerintahan daerah
masing-masing • Organisasi
Daerah • Program dan Kegiatan
• Jenis
• Obyek
Analisis standar • Rincian obyek Belanja Daerah
belanja dan
standar teknis
ditetapkan Menyusun rencana kerja dan
dengan Perkada
Rancangan Perda tentang APBD
Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020 63
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

POKOK-POKOK KEBIJAKAN PENUGASAN BELANJA DAERAH (7)

Daerah wajib mengalokasikan belanja untuk


mendanai Urusan Pemerintahan daerah yang
besarannya telah ditetapkan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

Dalam hal daerah tidak memenuhi alokasi


belanja dimaksud, Menteri yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang keuangan melakukan
penundaan dan/atau pemotongan penyaluran
Dana Transfer Umum, setelah berkoordinasi
dengan Menteri Dalam Negeri dan Menteri Teknis
Terkait

Ketentuan lebih lanjut mengenai penundaan dan/atau


pemotongan penyaluran Dana Transfer Umum diatur
dalam peraturan Menteri yang melaksanakan
urusan pemerintahan di bidang keuangan

Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020 64


KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

POKOK-POKOK KEBIJAKAN EXPENDITURE ASSIGNMENT (8)


Efektivitas Expenditure Assignment:
§ Belanja Daerah diprioritaskan untuk penyediaan infrastruktur
dan sarana/prasaran layanan dasar publik;
§ Bidang layanan dasar utama ditentukan alokasi belanja
minimum:
a. Pendidikan : 20% dari belanja APBD;
b. Kesehatan : 10% belanja APBD; dan
c. infrastruktur : 25% dari DTU
d. Alokasi Dana Desa : 10% dari DTU
§ Sasaran untuk meningkatkan layanan publik sesuai SPM
§ Daerah mempunyai diskresi untuk menentukan alokasi belanja
sesuai kebutuhan dan prioritas daerah, serta sejalan dengan
prioritas nasional
Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020 65
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

POKOK-POKOK KEBIJAKAN PEMBIAYAAN DAERAH:


§ Daerah dapat melakukan pinjaman yang bersumber dari Pemerintah Pusat, Daerah lain, lembaga keuangan
bank, lembaga keuangan bukan bank, dan masyarakat.
§ Kepala daerah dengan persetujuan DPRD dapat menerbitkan obligasi Daerah untuk membiayai infrastruktur
dan/atau investasi yang menghasilkan penerimaan Daerah setelah memperoleh pertimbangan dari Menteri
dan persetujuan dari menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan bidang keuangan.
§ Daerah dapat melakukan pinjaman yang berasal dari penerusan pinjaman utang luar negeri dari menteri
yang menyelenggarakan urusan pemerintahan bidang keuangan setelah memperoleh pertimbangan dari
Menteri.
§ Perjanjian penerusan pinjaman dilakukan antara menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan
bidang keuangan dan kepala daerah.
§ Ketentuan lebih lanjut mengenai pinjaman Daerah diatur dengan peraturan pemerintah.
§ Peraturan pemerintah dimaksud paling sedikit mengatur:
a. Persyaratan bagi Daerah dalam melakukan pinjaman;
b. Penganggaran kewajiban pinjaman Daerah yang jatuh tempo dalam APBD;
c. Pengenaan sanksi dalam hal Daerah tidak memenuhi kewajiban membayar pinjaman;
d. Tata cara pelaporan posisi kumulatif pinjaman dan kewajiban pinjaman setiap semester dalam tahun
anggaran berjalan;
e. Persyaratan penerbitan obligasi Daerah serta pembayaran bunga dan pokok obligasi; dan
f. Pengelolaan obligasi Daerah yang mencakup pengendalian risiko, penjualan dan pembelian obligasi serta
pelunasan dan penganggaran dalam APBD.
§ Daerah tidak dapat memberikan jaminan atas pinjaman pihak lain.
Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020 66
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

BERBAGAI PERMASALAHAN DALAM HUBUNGAN


KEUANGAN PUSAT DAN DAERAH DALAM KERANGKA
DESENTRALISASI FISKAL DI INDONESIA

Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020 67


KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

BERBAGAI MASALAH DESENTRALISASI FISKAL DI INDONESIA (1)


§ Di sisi fiskal, UU No. 33 Tahun 2004 memperbesar basis bagi hasil pajak dari sumber daya alam yang
dimiliki daerah, maupun dari pajak tingkat nasional lainnya, dan perluasan total dana yang menjadi sumber
DAU. Perubahan kebijakan desentralisasi fiskal itu sendiri merupakan cerminan dari kebutuhan fiskal yang
terus membesar di tingkat daerah, praktek soft budget constraint dari sisi pemerintah pusat yang juga
disebabkan oleh lambatnya reformasi pajak daerah.
§ Meskipun telah dilakukan berbagai penyempurnaan kebijakan, desentralisasi fiskal di Indonesia
masih mempunyai berbagai kelemahan dan kekurangan, baik dalam tataran konsep maupun
implementasinya. Masih terdapat peraturan yang saling berbenturan satu sama lain, masih terdapat
perbedaan pendapat maupun perebutan kewenangan antar level pemerintahan dalam pengelolaan fiskal
daerah, ataupun masih sering terjadi multi tafsir dalam implementasi kebijakan di daerah. Hal ini, terutama
karena tidak adanya kesamaan persepsi mengenai desentralisasi fiskal di Indonesia. Kesamaan persepsi
inilah yang seharusnya diwadahi dalam suatu grand design desentralisasi fiskal.
§ Di sisi fiskal, UU No. 33 Tahun 2004 memperbesar basis bagi hasil pajak dari sumber daya alam yang
dimiliki daerah, maupun dari pajak tingkat nasional lainnya, dan perluasan total dana yang menjadi sumber
DAU. Perubahan kebijakan desentralisasi fiskal itu sendiri merupakan cerminan dari kebutuhan fiskal yang
terus membesar di tingkat daerah, praktek soft budget constraint dari sisi pemerintah pusat yang juga
disebabkan oleh lambatnya reformasi pajak daerah.
§ Meskipun telah dilakukan berbagai penyempurnaan kebijakan, desentralisasi fiskal di Indonesia
masih mempunyai berbagai kelemahan dan kekurangan, baik dalam tataran konsep maupun
implementasinya. Masih terdapat peraturan yang saling berbenturan satu sama lain, masih terdapat
perbedaan pendapat maupun perebutan kewenangan antar level pemerintahan dalam pengelolaan fiskal
daerah, ataupun masih sering terjadi multi tafsir dalam implementasi kebijakan di daerah. Hal ini, terutama
karena tidak adanya kesamaan persepsi mengenai desentralisasi fiskal di Indonesia. Kesamaan persepsi
inilah yang seharusnya diwadahi dalam suatu grand design desentralisasi fiskal.

Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020 68


KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

BERBAGAI MASALAH DESENTRALISASI FISKAL DI INDONESIA (2)


§ Berdasarkan hasil evaluasi terakhir terhadap perkembangan kebijakan desentralisasi
fiskal di Indonesia, terdapat empat elemen utama desentralisasi fiskal yang masih harus
disempurnakan dalam grand design desentralisasi fiskal, yaitu:
(i) sistem dana perimbangan (transfer);
(ii) sistem pajak dan pinjaman daerah;
(iii) sistem administrasi dan anggaran pemerintahan pusat dan daerah; serta
(iv) penyediaan pelayanan publik dalam konteks penerapan SPM.
Sistem Dana Perimbangan
§ Salah satu masalah strategis pada desentralisasi fiskal di Indonesia terletak pada sistem
transfer antar-tingkat pemerintahan.
Transfer dari pemerintah pusat di dalam praktek, masih merupakan sumber pembiayaan
yang dominan pada sebagian besar pemerintahan daerah di Indonesia. Semula,
penerapan sistem transfer di Indonesia di cirikan di antaranya oleh:
(i) sering adanya perubahan formula, baik block grants (DAU) maupun conditional
grants DAK;
(ii) peningkatan cakupan sektor dari dana bagi hasil (DBH) dan penerapan earmarked
pengeluaran dari alokasi DBH yang diterima oleh daerah;
(iii) perubahan total alokasi block grants DAU dan DAK; serta
(iv) belum adanya hubungan antara transfer dan expenditure assignments atau dalam
hal ini target pencapaian SPM (Standar Pelayanan Minimum).
Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020 69
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

BERBAGAI MASALAH DESENTRALISASI FISKAL DI INDONESIA (3)


Sistem Pajak Lokal dan Pinjaman Daerah
§ Pada era otonomi daerah dan desentralisasi fiskal, pemerintah daerah diharapkan
lebih mampu menggali sumber-sumber keuangan, khususnya untuk memenuhi
kebutuhan pembiayaan pemerintahan dan pembangunan di daerahnya melalui
Pendapatan Asli Daerah (PAD).
§ Tuntutan peningkatan PAD semakin besar seriring dengan semakin banyaknya
kewenangan pemerintahan yang dilimpahkan kepada daerah disertai pengalihan
personil, peralatan, pembiayaan dan dokumentasi (P3D) ke daerah dalam jumlah
besar. Sumber-sumber penerimaan daerah yang potensial harus digali secara
maksimal, namun tentu saja di dalam koridor peraturan perundang-undangan yang
berlaku, termasuk diantaranya adalah Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang
memang telah sejak lama menjadi unsur PAD yang utama.
§ Dalam rangka meningkatkan kemampuan keuangan daerah agar dapat melaksakan
otonomi daerah, telah ditetapkan UU No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah, yang memberikan kewenangan cukup luas kepada daerah dalam
pengenaan pajak daerah dan retribusi daerah, yang diharapkan dapat lebih
mendorong pemerintah daerah terus berupaya untuk mengoptimalkan PAD,
khususnya yang berasal dari Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020 70


KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

BERBAGAI MASALAH DESENTRALISASI FISKAL DI INDONESIA (4)


§ Kondisi obyektif yang ada di Indonesia, menunjukkan bahwa pemerintah daerah di
Indonesia pada umumnya cenderung menetapkan berbagai jenis retribusi untuk
mengompensasi keterbatasan jenis pajak yang menjadi kewenangan pemerintah
daerah. Praktek penetapan berbagai jenis retribusi daerah untuk mengatasi
keterbatasan penerimaan dari pajak daerah tersebut, sejatinya bukan hanya terjadi di
Indonesia. Menurut hasil penelitian Bryson (2008), negara-negara lain di mana
pemerintah daerahnya memiliki otonomi pajak yang relatif rendah, cenderung
mengalami peningkatan praktek adopsi retribusi untuk menghasilkan pendapatan
tambahan.
§ Sementara itu, dari sisi pinjaman daerah, perubahan regulasi dalam bentuk
peningkatan batasan defisit anggaran daerah (dan juga batasan akumulasi pinjaman
daerah), menandakan bahwa disiplin fiskal belum sepenuhnya berjalan, dan/atau
terbatasnya sumber penerimaan daerah untuk penyediaan barang publik, sehingga
menyebabkan beberapa daerah memiliki anggaran defisit.
Sistem Administrasi Pusat dan Penganggaran Daerah
§ Isu-isu krusial tentang desentralisasi fiskal di Indonesia sejatinya tidak hanya
terbatas pada aspek revenue assignments saja, akan tetapi juga menyangkut aspek
efisiensi dari pengeluaran pemerintah. Efisiensi pada sisi pendapatan tidak akan
efektif dan tidak banyak artinya, jika tidak disertai dengan disiplin fiskal di sisi
Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020 71
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

BERBAGAI MASALAH DESENTRALISASI FISKAL DI INDONESIA (5)


§ pengeluaran pemerintah, dan peningkatan efisiensi pengelolaan anggaran pusat dan
daerah. Dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara,
diamanatkan kebijakan reformasi penganggaran, baik pada pemerintah pusat
maupun pemerintah daerah. Perubahan terbaru pada proses reformasi administrasi
penganggaran di tingkat pusat dan daerah yang terpenting adalah menyatukan proses
penganggaran antara pemerintah pusat dan daerah, yang bertujuan untuk
memperkuat:
(i) akuntabilitas dari pengeluaran (input);
(ii) keterkaitan dengan kinerja pemerintah (output); dan
(iii) keterkaitan dengan pencapaian peningkatan aspek kesejahteraan di masyarakat
(outcome).
Penyediaan Layanan Publik dan Standar Pelayanan Minimum (SPM)
§ Dalam konteks penyediaan layanan publik, pemberian otonomi yang luas pada
tingkat kabupaten/kota selama ini belum dikaitkan dengan skala ekonomis, terutama
terkait dengan jenis pelayanan publik. Hal yang sama juga terjadi pada pembagian
kewenangan untuk provinsi, yang lebih banyak berfungsi sebagai lapisan representasi
unit dan fungsi pemerintah pusat pada tingkat lokal.

Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020 72


KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

BERBAGAI MASALAH DESENTRALISASI FISKAL DI INDONESIA (6)


§ Daerah yang mempunyai kekuatan fiskal yang memadai harus mempunyai orientasi belanja
pembangunan yang berkelanjutan. Keleluasaan belanja ini jangan sampai berjalan tanpa arah,
sehingga menimbulkan inefisiensi dan mengabaikan kesejahteraan rakyat.
§ Menjadikan Standar Pelayanan Minimum (SPM) sebagai tolak ukur rata-rata minimum nasional
bagi daerah merupakan salah satu indikator yang terukur dan objektif, sehingga hal ini dianggap
penting untuk dijadikan misi yang ketiga.
§ SPM harus dijadikan sebagai acuan dalam penyusunan anggaran daerah, bersama-sama dengan
penerapan standar analisa belanja secara konsisten. SPM ini menjadi kunci bagi penilaian
keberhasilan pengelolaan keuangan di daerah. Dengan berpatokan pada SPM, masyarakat akan
secara lebih mudah melihat dan menilai sejauh mana keberhasilan pemerintah daerah yang
bersangkutan dalam menyelenggarakan layanan-layanan yang menjadi hak dasar masyarakat.

§ Penyediaan layanan publik melalui penerapan standar pelayanan minimum (SPM)


seyogyanya mengaitkan antara batasan sumberdaya dan penetapan target SPM sektor
(Martinez-Vazquez et al., 2004; dan Brodjonegoro, 2004).
§ Pengaturan SPM pada dasarnya merupakan langkah pemerintah pusat untuk
mempertahankan kesamaan akses pada penyampaian layanan dasar, sehingga
konsep penerapan SPM harus juga mempertimbangkan diskresi bagi pemerintah
daerah. Konsep desentralisasi penyediaan barang publik yang disesuaikan dengan
preferensi lokal, juga berpotensi menimbulkan ketidakseimbangan dalam akses dan
kualitas pelayanan publik (Joumard dan Giorno 2005).
Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020 73
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

INSTRUMEN DESENTRALISASI FISKAL: PROBLEMATIKA


PERPAJAKAN DAN RETRIBUSI DAERAH
Pajak Retribusi
Daerah Daerah
1. Beberapa jenis retribusi yang ada saat ini tidak layak
1. Jenis pajaknya terlalu banyak dan dipungut karena bersifat pelayanan mandatory
beberapa diantaranya hasilnya relatif kecil. (prinsip ekonomi dan politis)
2. Beberapa jenis pajak seperti Pajak Hotel, • Pengujian Kendaraan Bermotor, Pemeriksaan
Pajak Restoran, dan Pajak Hiburan Alat Pemadam Kebakaran, Pelayanan Tera/Tera
umumnya banyak dikelola oleh Pengusaha Ulang Penggantian Biaya Cetak KTP dan Akta
yang sama sehingga menimbulkan biaya Catatan Sipil
administrasi yang relatif besar 2. Beberapa jenis retribusi kurang layak dipungut karena
(administration cost dan compliance cost). hasilnya kecil dan sulit dipungut.
3. Secara politik jumlah pajak yang relatif 3. Pengawasan dan pengendalian kegiatan usaha
sedikit lebih dapat diterima. berakibat menimbulkan ekonomi biaya tinggi dan
menghambat investasi (contoh: Retribusi Izin
Trayek, Retribusi Izin Gangguan, Retribusi Izin
Tempat Minuman Beralkohol).
PERLU REVISI UU 28/2009:
1. Restrukturisasi Pajak Daerah dan Rasionalisasi Retribusi Daerah
2. Penguatan Administrasi Perpajakan Daerah
3. Penguatan Pengawasan dan Pengendalian Pungutan Daerah
4. Insentif Pemungutan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020 74
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA


BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020 75

Anda mungkin juga menyukai